Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT I M P I A N 2



BAGIAN 29
BERSENANG – SENANG..



Treng, teng, teng, teng.

Aku memacu kimba dengan kecepatan tinggi, selama perjalanan menuju ke Kota Pendidikan. Jalanan yang sangat sepi membuatku lebih mudah untuk mengendalikan kimba dan melaju dengan kencangnya.

Aku tidak perduli dengan angin malam dan hawa dingin yang mulai menyerangku. Aku sudah gak sabar untuk segera sampai ketempat tujuanku dan memastikan Mba Denok dalam keadaan baik – baik saja. Aku sudah meninggalkan sahabatku Joko Purnomo, di saat dia benar – benar membutuhkanku. Aku sangat berharap sekali, kepergianku malam ini membuahkan hasil yang sangat baik. Kalau tidak baik, bukan hanya Joko yang akan menggila. Aku juga akan benar – benar menggila dan aku akan membantai siapapun malam ini. Bajingaann.

Seharian ini emosiku seolah dipermainkan saja. Mulai dari kabar kematian kedua orang tua Joko, bertemu dengan Bapak dan dibawa kebawah alam sadarku. Bertemu dengan Pakde Sanjaya yang ternyata beliau sudah meninggal beberapa hari yang lalu, bertemu mahluk yang sangat misterius dikuburan, sampai segala petunjuk tentang Mba Denok, kematian Intan dan juga Mas Hendra. Seluruh emosiku sekarang mengerucut diatas kepala dan siap untuk diledakkan.

Hiuffttt, huuuu.

Aku terus memacu kimba dengan kencangnya dan tiba – tiba,

Trekk, tek, tek, tek.

“Cuukkkk.” Makiku dengan jengkelnya dan laju kimba mulai melambat.

“Habis ya bensinnya.?” Tanya Pak Jarot dibelakangku.

“Iya Pak.” Jawabku dan sekarang Kimba telah berhenti.

“Aku tadi kan sudah bilang waktu dikota sebelah, isi bensin dulu.” Ucap Pak Jarot lalu beliau turun dari kimba. Akupun hanya meliriknya dan aku juga turun dari kimba.

Bajingann. Pakai acara kehabisan bensin lagi. Asuu, asuuu.

Akupun mulai mendorong kimba di jalan yang datar ini. Tidak jauh didepan sana, tampak pom bensin yang masih buka ditengah malam ini. Aku terus mendorong kimba dengan keringat yang mulai membasahi seluruh tubuhku, sedangkan Pak Jarot berjalan disebelahku sambil menghisap rokoknya. Bajingaann.

“Habis isi bensin, saya kekamar mandi dulu ya Pak.” Ucapku kepada Pak Jarot, sambil mendorong kimba memasuki wilayah pom bensin.

“Untuk mempersingkat waktu, kamu kekamar mandi aja. Biar aku yang isi bensinnya.” Ucap Pak Jarot sambil membuang batang rokoknya, ke arah jalan raya.

“Oh iya Pak.” Ucapku dan Pak Jarot langsung mengambil alih mendorong kimba.

Aku pun langsung berjalan ke arah kamar mandi yang berada dibelakang area pom bensin ini.

Hiuuffttt, huuu.

Semoga saja kami tidak telat dan tidak terjadi apa – apa dengan Mba Denok.

Oh iya, Pak Jarot tadi sempat memberitahuku tempat biasa Pak Danang melakukan pesta bersama anak buahnya. Kami berdua berencana akan ketempat yang lokasinya masih lumayan agak jauh dari pom bensin ini dan tempat ini letaknya diperbatasan Kota Pendidikan.

Tapi ngomong – ngomong, kenapa perut ini pakai acara mules segala ya.? Padahal mulai siang sampai larut malam ini, perutku belum terisi makanan bahkan minuman. Hanya tadi pagi saja aku sempat makan nasi dan minum segelas kopi. Jadi kok bisa mules seperti ini ya.? Masa masuk angin sih.? Assuu.

Akupun masuk kedalam kamar mandi yang agak gelap, bau dan sangat kotor sekali ini. Perut yang terasa sangat mules, membuatku tidak menghiraukan kondisi kamar mandi yang sangat tidak layak ini.

Setelah menyelesaikan urusanku didalam ruangan yang pengap ini, aku langsung keluar dan bersiap mendatangi Pak Jarot di tempat pengisian bahan bakar.

Aku menutup pintu kamar mandi dan pada saat aku membalikkan tubuhku, Tap.

Sebuah cahaya menghantam wajahku dan membuat kedua mataku terpejam sesaat.

Bajingann. Ada apa lagi ini.? Cahaya apa yang terang benderang menghantam wajahku, di keremangan malam ini.? Kurang ajar.



Aku lalu membuka kedua mataku dan pemandangan yang membuat seluruh tubuhku merinding, menyambut dihadapanku.

Dua orang tua sedang berdiri dihadapanku dan menatapku dengan dinginnya. Mereka adalah Simbah penjaga Desa Jati Bening yang bermata hitam dan seorang Kakek tua bermata bening, yang aku lihat dikuburan tadi.

Cuukkk. Ada apa dua mahluk tua ini mendatangi aku.? Dan siapa Kakek bermata bening ini.? Kenapa bisa dia datang bersama simbah penjaga Desa Jati Bening.? Apa jangan - jangan Kakek bermata bening ini benar penjaga desaku.? Bajingann.

Hiuffttt, huuuu.

Wajah dua orang tua itu terlihat agak samar dikeremangan cahaya bulan purnama yang bersinar dengan terangnya malam ini. Tapi walaupun seperti itu, cahaya mata mereka terlihat jelas dan mereka terus menatapku.

“Kamu sudah siap.?” Tiba - tiba Simbah bermata hitam bertanya kepadaku dan membuat kedua alis mataku mengerut.

“Siap untuk apa Mbah.?” Tanyaku dengan herannya.

“Siap untuk menuntaskan salah satu masalahmu yang sangat besar.” Jawab Kakek bermata bening.

“Siap atau tidak siap, saya telah menunggu lama saat seperti ini.” Jawabku.

Walaupun sebenarnya tubuhku terasa merinding dan jujur aku agak takut dengan dua mahluk tua ini, aku berusaha untuk tetap bersikap tenang dan santai.

“Kalau begitu kita pergi sekarang.” Ucap Kakek bermata bening.

“Kita.? Ini masalah saya dan saya akan menyelesaikannya sendiri.” Ucapku dengan penekanan kata yang tegas.

Perlahan ketakutan dan tubuhku yang terasa merinding, mulai bisa aku kuasai dan aku menatap kedua orang tua ini bergantian.

“Hehehe. Ternyata dia ini angkuh seperti Bapak dan Mbahnya.” Ucap Kakek bermata bening.

“Benar kan ucapanku tadi.” Ucap Simbah bermata hitam, sambil melihat ke arah si Kakek, lalu melirik ke arahku.

“Kakek ini siapa sih.? Kenapa tadi muncul dikuburan dan sekarang muncul ditempat ini.?” Tanyaku kepada Si Kakek bermata bening.

“Kamu gak perlu tau siapa aku, tapi yang jelas kamu butuh bantuanku sekarang.” Jawab si Kakek.

“Saya sudah bilang berkali – kali. Saya tidak membutuhkan bantuan siapapun dan saya akan menyelesaikan semua ini sendiri. Sekarang lebih baik Mbah dan Kakek pergi dari sini segera, karena waktu saya gak banyak. Saya harus menyelamatkan seorang wanita.” Ucapku dengan nada yang agak tinggi.

“Sudahlah, lebih baik kita biarkan saja dia.” Ucap Simbah mata hitam kepada Kakek mata bening.

“Terkadang kita bisa salah dalam melihat, mendengar dan mengucap. Tapi percayalah pada hatimu yang tidak bisa dibohongi dan membohongi.” Ucap Kakek mata bening, tanpa menghiraukan ajakan Simbah mata hitam.

Aku pun terkejut mendengar ucapan Kakek mata bening, karena ucapan beliau sama persis seperti apa yang diucapkan Bapakku ketika aku dibawah alam sadarku tadi.

Gila, siapa sih Kakek ini.? Kenapa bisa kata – katanya sama seperti Bapakku.? Beneran beliau ini penjaga Desa Sumber Banyu.? Terus kenapa dia dan Simbah mata hitam ingin sekali membantuku.? Untuk apa dan aku ini siapa, sampai dua mahluk tua ini mendatangi aku.? Sekuat apa Pak Danang, sampai dua orang tua ini ingin terlibat dalam pertempuranku ini.? Bajingann.

Belum hilang pertanyaan – pertanyaan yang ada dikepalaku ini, Kakek mata bening memajukan wajahnya dan meniup asap tebal yang keluar dari mulutnya ke arah wajahku.

“Huuuu.”

Aku langsung memalingkan wajahku sambil menutup kedua mataku, dan dengan cepatnya aku membuka kedua mataku lagi.




Kedua orang tua itu tiba – tiba menghilang dan area belakang pom bensin ini sangat sepi sekali. Aku memutarkan tubuhku dan membuang pandanganku ke arah sekeliling tempat aku berdiri, untuk mencari keberadaan kedua orang tua itu. Tapi ternyata mereka benar – benar tidak ada.

Cuukkk. Apa kedua orang tua itu nyata adanya atau kondisiku yang terlalu lelah, sampai khayalan tentang kedua orang tua itu hadir didalam pikiran dan pandanganku.?

Ahh, persetanlah. Lebih baik sekarang aku pergi dari tempat ini dan segera menemukan keberadaan Mba Denok.

Akupun melangkahkan kakiku ke arah tempat pengisian bahan bakar dan mendatangi Pak Jarot yang telah menungguku agak lama.

Dan ketika aku sampai ditempat pengisian bahan bakar, tidak terlihat olehku kimba atau Pak Jarot disitu. Tempat itu tampak sepi, tanpa ada satu kendaraanpun yang terlihat mengisi bahan bakar.

Cuukkk. Kemana lagi Pak Jarot itu.? Apa dia pergi ketempat Pak Danang dan meninggalkan aku disini sendiri.? Bajingann.

Akupun berjalan ke arah luar pom bensin dan terlihat kimba terparkir di ujung dekat dinding pintu keluar pom bensin.

Aku lalu berjalan mendekati kimba, sambil memperhatikan sekeliling dan mencari Pak Jarot. Dan pada saat aku sudah berdiri didekat kimba, terdengar suara mesin mobil yang masih menyala dan berhenti dipinggir jalan samping tembok ini. Akupun mendekat ke arah mobil dan posisiku terhalang dinding pagar pom bensin.

Suara dua orang yang sedang berdebat dan terdengar samar – samar, membuatku sangat penasaran sekali. Aku berjalan ke arah pohon yang ada didepanku, lalu melihat ke arah dua orang itu.

Pak Jarot dan Dani, anak dari Pak Danang. Ternyata kedua orang itu yang sedang mengobrol dan obrolan mereka terdengar sangat membangsatkan sekali. Dari posisiku berdiri ini, aku mendengar setiap detail pembicaraan mereka dan mereka tidak menyadari kehadiranku. Pak Jarot yang berdiri memunggungi aku, sesekali melihat ke arah belakang dan aku memundurkan kepalaku agar tidak terlihat olehnya.

“Pulanglah Dan. Sudah malam.” Ucap Pak Jarot kepada Dani, anak Pak Danang.

“Kenapa sih.? Kamu risih bertemu aku disini.?” Tanya Dani sambil memutarkan patahan gantungan kunci yang ada ditangannya. Gantungan kunci itu harusnya terpasang pada kunci mobilnya. Tapi entah kenapa Dani melepaskannya dan memainkannya didepan Pak Jarot.

“Apasih yang mau kamu bicarakan.?” Tanya Pak Jarot sambil melihat ke arah belakang lagi dan kembali aku memundurkan kepalaku.

Aku bersembunyi dibalik tembok dan didekat pohon yang lumayan besar ini.

“Kamu tau gantungan kunci inikan.? Ini milik almarhum Ibuku dan kamu yang mematahkannya.” Ucap Dani dan Pak Jarot melihat ke arah Dani lagi.

Cuukkk. Akupun terkejut mendengar ucapan Dani dan itu membuat semua pikiran yang ada dikepalaku tentang Pak Danang, menjadi kacau balau. Kalau yang mematahkan itu Pak Jarot, berarti dia yang datang kekosan dan dia yang membunuh Intan. Apa benar seperti itu.? Bajingann.

Terus siapa itu Mr. Cruel.? Apa Mr. Cruel itu Pak Danang, yang terlibat dengan kematian Mas Hendra.? Jadi yang membunuh Mas Hendra dan yang menyebabkan kematian Intan itu, orang yang berbeda.? Bajingann.

“Kenapa kamu bertanya seperti itu.?” Tanya Pak Jarot yang tidak menjawab pertanyaan Dani.

Pertanyaan Pak Jarot ke Dani makin membuat informasi tentang siapa sebenarnya Mr. Cruel itu, makin mengambang dipikiranku.

“Karena gantungan kunci ini, bisa membuka semua rahasia yang ingin aku ketahui.” Ucap Dani dan aku makin terkejut dibuatnya.

Apa Dani juga ingin membongkar mistery tentang kematian Intan.? Tapi untuk apa.? Apa Gendhis yang menyuruhnya.? Apa Gendhis juga tau tentang gantungan kunci itu.? Jiancuukkk.

Dan tiba – tiba..

Tempat ini diselimuti kabut tebal. Kabut itu datang disertai dengan aura yang sangat menakutkan dan membuat seluruh tubuhku merinding.

Bulan purnama yang terang benderang diatas sana, juga tertutup dengan awan yang tebal.

Kenapa bisa suasananya seperti ini ya.? Padahal beberapa detik yang lalu, tempat ini cuacanya sangat cerah sekali.

Hiuufftt, huuuu.

Beberapa saat kemudian. Sebuah bayangan berwarna putih yang ingin mendekat ke arah Pak Jarot dari arah belakang, langsung terpental karena terhantam bayangan yang muncul dari arah yang lain.

Dua bayangan itu lalu bertarung dan membuat tempat ini makin diselimuti hawa yang sangat menyeramkan.

Belum hilang keterkejutanku tentang dua bayangan yang sedang bertarung itu, ada bayangan yang lain lagi berdiri dibelakang Pak Jarot dan Dani. Bayangan itu seolah menutupi pandangan Pak Jarot dan Dani, agar tidak menyadari ada pertarungan mistis didekat mereka. Gila.

“Apa informasi yang ingin kamu ketahui.?” Tanya Pak Jarot ke Dani dan membuatku kembali focus dengan obrolan mereka.

Aku tidak perduli dengan bayangan – bayangan yang ada disekitarku, atau juga suasana yang mistis ini. Aku lebih tertarik dengan obrolan mereka berdua dan aku yakin obrolan itu pasti akan menambah informasi yang baru bagiku.

“Kamu punya hubungan apa dengan Ibuku.?” Tanya Dani.

Waw. Ada apalagi ini.? Kenapa sekarang obrolan mereka jadi seperti ini.? Kelihatannya ada sesuatu dibalik gantungan kunci itu dan itu pasti bukan tentang Intan.

“Kenapa kamu tanya seperti itu.?” Tanya Pak Jarot.

“Sebelum Ibuku meninggal, beliau menyerahkan gantungan kunci ini kepadaku. Beliau berpesan agar aku mendatangi kamu dan bertanya tentang siapa Ayah kandungku.” Ucap Dani dengan suara yang bergetar.

Cuukkk. Dani bukan anaknya Pak Danang.? Jadi dia anak siapa.? Apa jangan – jangan dia anak Pak Jarot.? Apa Pak Jarot segila itu, sampai dia berani main gila dengan istri dari bosnya.? Masa Pak Jarot sebiadab itu.? Selama ini aku mengenal Pak Jarot itu orang baik loh. Gak mungkin, gak mungkin Pak Jarot sebiadab itu.

Lagian kata mahluk yang menyerupai Pakde Sanjaya tadi, Pak Jarot itu memang orang baik, tapi berada dilingkungan yang jahat. Mungkin maksud Dani ini, Pak Jarot tau informasi tentang siapa Ayah kandungnya.

“Siapa Ayah kandungku.?” Tanya Dani dan Pak Jarot hanya diam sambil terus memandang wajah Dani.

“Kenapa kamu diam.? Kenapa.?” Tanya Dani dengan suara yang agak meninggi dan Pak Jarot tetap tidak menjawab pertanyaan Dani.

“Bangsat. Ternyata kamu hanya berani main gila dengan Ibuku dan kamu tidak berani mengucapkan, bahwa aku ini hasil dari kegilaan kalian berdua. Bajingann.” Ucap Dani sambil melotot dan.

PLAKKK.

Pak Jarot langsung menampar pipi Dani dengan kerasnya, sampai Dani tertunduk lalu dia mengelus bekas tamparan Pak Jarot yang sangat keras itu.

Cuukkk, assuu, gathell. Ternyata Pak Jarot memang biadab Cuukkk. Kalau dia tidak melakukan kegilaan itu dan dia bukan Ayah Dani, gak mungkin dia sampai berani menampar Dani saat ini. Kurang ajar.

“Kamu boleh mengatakan aku gila, tapi jangan katakan itu untuk Ibu yang sudah melahirkan kamu.” Ucap Pak Jarot dengan emosi yang tertahan.

“Jangan sok bijak dihadapanku, kalau memang kenyataan kalian itu memang gila. Kamu gila karena meniduri istri temanmu sendiri dan Ibuku juga ikut gila, karena mengkhianati suaminya sendiri. Betulkan ucapanku.” Ucap Dani sambil terus mengelus bekas tamparan Pak Jarot.

“DANI.” Ucap Pak Jarot sambil menunjuk wajah Dani.

“Kenapa.? Kamu marah.? Kamu mau bunuh aku seperti Hendra, David dan beberapa mahasiswa yang bekerja dikantor kita.? Begitu.?” Tanya Dani dan itu seperti petir yang menyambar tepat dikepalaku.

Cuukkk. Jadi pembunuh Mas Hendra itu Pak Jarot.? Pak Jarot itu Mr. Cruel.? Pak Jarot yang aku kenal ini bukan malaikat, tapi iblis pembunuh.? Beneran.? Bajingaann.

Oohh. Ini kah penyebab orang – orang yang berada digudang satu pergi, ketika Pak Jarot datang sambil mengklaksonku, waktu aku mendatangi Satria ketika itu.? Jadi mereka ketakutan dengan kehadiran Pak Jarot, karena mereka tau Pak Jarot itu Mr. Cruel.? Bangsatt.

Tapi kenapa tadi Pakde Sanjaya berkata Pak Jarot itu sebenarnya orang baik, padahal dia yang membunuh Mas Hendra.? Mas Hendra itu anaknya Pakde Sanjaya loh. Kenapa Pakde Sanjaya tidak memberi aku petunjuk tentang itu.? Atau jangan – jangan yang aku temui tadi itu bukan Pakde Sanjaya.? Jiancuukk.

Emosiku perlahan naik ke kepala dan membuat kedua tanganku terkepal dengan kuatnya.

“Kamu juga mau membunuh dua pengamen itu kan.? Kamu dan Ayahku sudah mempersiapkan rencana itu, karena kalian berdua mendapatkan informasi tentang tujuan dua pengamen itu, dari Bu Har selingkuhan Ayahku kan.?” Tanya Dani dan kembali membuatku terkejut.

Bangsatt. Bu Har selingkuhan Pak Danang.? Bajingann. Tapi tau dari mana Bu Har, kalau aku ingin mencari informasi tentang kematian Intan.? Dan kenapa Bu Har sejahat itu kepadaku, sampai dia memberikan informasi ini kepada Pak Danang.? Apa Bu Har terlibat juga dengan kematian Intan.? Apa ini penyebab Intan marah dengan ku, ketika aku dekat dengan Bu Har.? Assuuu.

“Cukup, cukup. Jangan kamu lanjutkan ucapanmu.” Ucap Pak Jarot.

“Kenapa.? Kamu mau bunuh aku.? Bunuh saja.” Ucap Dani dan Pak Jarot langsung menggelengkan kepalanya pelan.

“Jangan kamu ucapkan kata – kata itu Nak.” Ucap Pak Jarot yang akhirnya mengakui kalau Dani itu anaknya.

“Nak.? Kamu memanggilku dengan sebutan Nak.? Taiikkk. Lebih baik kamu bunuh aku, dari pada aku harus mendengar kata – kata yang membangsatkan itu.” Ucap Dani dengan geramnya.

“Tidak Nak. Tidak mungkin aku akan membunuh darah dagingku sendiri.” Ucap Pak Jarot dengan suara yang bergetar dan emosi yang tertahan.

“Apa yang tidak mungkin, bagi seorang penjahat kelamin dan pembunuh berdarah dingin sepertimu, Mr Cruel.” Ucap Dani.

“DANIII.” Ucap Pak Jarot yang tidak bisa menahan emosinya, sambil menunjuk wajah Dani lagi.

Dan tiba – tiba.

Buhhggg.

Sebuah bayangan putih menghantam dari arah belakang Pak Jarot dan masuk kedalam tubuhnya. Pertarungan itu rupanya dimenangkan bayangan putih dan bayangan yang lain yang menghalangi pandangan Pak Jarot juga hilang entah kemana.

“Pergi dari tempat ini sekarang juga.” Ucap Pak Jarot dengan suara yang menyeramkan dan itu membuat wajah Dani memucat.

Entah perubahan apa diwajah Pak Jarot, karena dia memunggungi aku dan aku tidak melihat wajahnya sama sekali.

Dani mundur perlahan dengan kedua kaki yang bergetar, lalu dia membuka pintu mobilnya.

Pak Jarot langsung membalikkan tubuhnya dan melihat ke arahku, yang sudah tidak bersembunyi dibalik tembok. Aku yang sudah dikuasai emosi ini, berdiri tegak dan menatap dengan tajam ke arah Pak Jarot.

Mobil Dani langsung melaju dan Pak Jarot berjalan ke arahku.

“Orang yang aku kenal sebagai malaikat, ternyata dia iblis yang sangat kejam.” Ucapku dengan suara yang bergetar.

“Ternyata kamu bukan orang sembarangan. Kamu memiliki kekuatan yang bisa mengelabui pandanganku dari tadi, walaupun akhirnya aku bisa mengalahkan dua mahluk pelindungmu itu” Ucap Pak Jarot dengan tatapan yang sangat dingin sekali.

“Aku tidak pernah memiliki mahluk pelindung dan persetan dengan semua itu. Sekarang yang penting itu, kita selesaikan urusan kita.” Ucapku dan aku bersiap menyerang Pak Jarot.

“Aku akan melayani tantanganmu, tapi bukan saat ini. Masih ada yang lebih penting, yang harus segera kita lakukan sekarang juga.” Ucap Pak Jarot yang langsung membuatku tersadar dengan nasib Mba Denok.

“Cuukkk. Saat ini Mba Denok bersama sahabatmu dan kamu mau berpura – pura menyelamatkan dia.? Kamu itu sama – sama bajingan seperti sahabatmu itu. Jiancuukk.” Ucapku dengan emosinya.

“Semakin lama kita berbicara disini, hal yang buruk akan menimpa Denok. Dan kalau sampai itu terjadi, bukan hanya kamu atau Joko yang akan menggila. Aku akan lebih menggila lagi.” Ucap Pak Jarot dan tatapannya sekarang terlihat tajam sekali.

Akupun langsung terdiam, bukan karena takut kepadanya. Pikiranku sedang kalut, antara menutaskan dendam Intan atau menyelamatkan Mba Denok.

Cuukkk. Kenapa bisa aku mempunyai pikiran seperti itu ya.? Aku harusnya segera menyelamatkan Mba Denok dan menahan sejenak dendamku yang membara ini. Menyelematkan yang hidup dulu, baru menyelasaikan masalah yang lain.

Terserah Pak Jarot ada niatan yang buruk kepadaku atau dia berpura – pura menyelamatkan Mba Denok, terserahlah.

Sekarang ini percaya atau tidak percaya, hanya Pak Jarot yang bisa menuntunku ketempat Pak Danang. Entah disana nanti aku harus menghadapi dua orang langsung atau seperti apa nantinya, aku gak perduli.

Lagian kalau aku menuntaskan dendamku sekarang, pasti akan banyak menyita waktuku dan bisa berakibat fatal untuk Mba Denok.

“Aku akan membunuhmu setelah ini. Itu janjiku.” Ucapku, lalu dengan emosi yang tertahan, aku membalikkan tubuhku dan berjalan ke arah kimba.

Kletek, kletek, tek, tek. Treng, teng, teng, teng.

Aku menyalakan mesin kimba dengan kasarnya, karena kendaraan ini aku dapatkan dari bajingan yang bernama Jarot ini. Assuuu.

Aku naik ke kimba dan menurunkan dari standart dua. Pak Jarot langsung duduk dibelakangku dan.

Kletek.Treng, teng, teng, teng.

Aku memasukan perseneling kimba, lalu memacunya dengan kecepatan yang tinggi. Aku tidak mengajaknya bicara dan dia hanya bersuara ketika menunjukan arah jalan kepadaku.

“Kiri.” Ucap Pak Jarot ketika kami sampai diperempatan jalan.

Cuukkk. Jujur aku sangat emosi ketika mendengar bajingan satu ini berbicara. Ingin sekali aku menghantam mulutnya dan menginjak – injak wajahnya sekarang juga. Tapi aku tetap mencoba bersabar, bersabar dan bersabar. Assuu.

Aku memelankan kecepatan kimba, lalu membelokan arah kekiri, setelah itu menarik gas kimba dengan kencangnya lagi.

Treng, teng, teng, teng.

“Depan kiri lagi.” Ucap Pak Jarot dan aku membelokkan kimba lagi.

Kali ini jalan yang kami tuju memasuki kawasan hutan yang ada dipinggiran kota.

Kami melewati jalan yang menanjak lalu turun dan berbelok - belok. Suasananya yang sangat sepi, dingin dan cahaya yang remang – remang, membuatku sangat berhati – hati dan sangat berkonsentrasi. Aku hanya dituntun oleh lampu kimba yang agak redup dan dibantu sinarnya bulan purnama yang mulai terlihat lagi malam ini.

“Ambil jalan kanan dan lurus aja, sampai ketemu rumah tua yang beratap joglo.” Ucap Pak Jarot lagi. Ini adalah ucapan Pak Jarot yang agak panjang, setelah dari pom bensin menuju tempat ini.

Akupun mengikuti arah jalan yang ditunjuk Pak Jarot dan lebar jalanan ini, cukup untuk satu mobil yang lewat.

Beberapa saat kemudian, terlihat sebuah rumah tua yang sangat besar dan halamannya sangat luas sekali. Rumah itu tampak sepi dan tidak ada orang sama sekali diluarnya.

Treng, teng, teng, teng.

Aku terus menarik gas kimba ketika sudah tidak jauh dari depan rumah tua itu.

“Pelankan kecepatanmu dan berhenti didepan rumah itu.” Ucap Pak Jarot sambil menepuk pundakku.

Aku tidak menghiraukan ucapan Pak Jarot, tapi aku justru semakin menarik gas kimba dengan kencangnya.

Treng, teng, teng, teng.

“Gilang. Berhenti.” Ucap Pak Jarot dengan paniknya.

Treng, teng, teng, teng.

Aku semakin menarik gas kimba lebih cepat lagi dan.

BRAAKKKK.

Aku menabrak pintu rumah tua itu dengan kerasnya, sampai terbuka dengan lebarnya.

“Cuukkk.” Maki Pak Jarot sambil meloncat dan aku juga melepaskan peganganku disetir kimba, setelah itu aku melompat ke arah samping.

Treng, teng, teng, teng. Braakkk.

Sreenggg, sreengggg, sreenggg.

Kimba terseret diruang ruang tengah dan berhenti setelah menabrak salah satu orang yang ada disitu.

Cuukkkk. Kok tega banget aku sama kimba ya.? Padahal itu aku beli dan bukan diberi secara gratis oleh Pak Jarot. Harusnya aku tidak melampiaskan kemarahanku pada kimba juga.

“JIANCOOKK.” Teriak belasan orang yang sedang berpesta diruang tengah yang sangat luas ini.

Aku menyeimbangkan tubuhku setelah sempat oleng dan akan terjatuh, ketika menginjak lantai ruang tengah ini. Aku lalu berdiri dengan tegak dan menatap mereka satu persatu.

“Bajingan.” Maki Pak Jarot dan jalannya agak tertatih ke arahku. Dia mungkin terkejut karena aku menabrak pintu dan mungkin juga dia salah posisi berpijak, ketika loncat dari atas kimba tadi.

Kenapa gak patah sekalian sih kakinya.? Assuuu.

“Hei Jarot. Gak sopan sekali caramu datang kerumah bosmu sendiri.” Ucap salah satu orang yang berambut gondrong dan mungkin dia pemimpin para bajingan ini.

“Jangan banyak bicara kamu ndrong, dimana Denok.?” Tanya Pak Jarot yang sudah berdiri didekatku.

“Kamu sudah taulah Denok sekarang lagi dimana dan lagi berbuat apa. Kayak gak tau Bos Danang aja. Hehehe.” Ucap Si Gondrong dan langsung membuat kedua tanganku terkepal dengan kuatnya.

“Bajingaan. Gak mungkin dia main gila sama Denok. Bisa kubunuh Danang hari ini juga.” Ucap Pak Jarot dengan emosinya.

Cuukkk. Ada apa dengan Pak Jarot ini.? Masa hanya karena Mba Denok anak sahabatnya, dia sampai mau membunuh Pak Danang.? Gak mungkin sesimple itu lah, pasti ada sesuatu yang belum aku ketahui dan pasti itu rahasia yang sangat besar.

Arrgghh. Persetanlah. Sekarang yang penting itu, aku harus membantai Si Gondrong dan mencari Mba Denok secepatnya. Bisa saja Pak Jarot bersandiwara dan mengulur – ngulur waktuku. Bangsattt.

“Hahahaha.” Si Gondrong tertawa dan di ikuti seluruh preman yang ada diruangan ini.

“JIANCOOKKK.” Makiku dan aku langsung berlari ke arah Si Gondrong, sambil mengarahkan kepalan tangan kananku ke arah wajahnya.

“SERAANGGG.” Teriak Gondrong kepada para bajingan yang ada didekatnya.

Beberapa orang langsung berdiri didepan Si Gondrong dan melindunginya, sedangkan belasan orang lainnya berlari ke arahku dan Pak Jarot.

BUHGGG.

Aku meloncat sambil menghantam wajah salah satu musuh, yang sudah berdiri dihadapanku.

“ARRGGHHH.” Dia berteriak kesakitan, dengan wajah yang terdanga keatas dan tubuh yang limbung kebelakang.

Aku membalikkan tubuhku dengan cepat, sambil mengarahkan tendangan balik ke arah dada orang itu dengan kuatnya.

BUHGGG.

“HUUUPPPP.” Dia terpental kebelakang dengan nafas yang sesak, dan.

BUUMMM.

Dia roboh terlentang dan darah segar keluar dari mulutnya.

Akupun langsung bersiap dengan memasang kuda – kuda. Kedua kakiku sedikit aku tekuk dan kedua tanganku terkepal didepan dada. Tangan kiriku terkepal agak kedepan dari tangan kananku dan tubuhku agak menyamping kekiri. Aku lalu menyerong menghadap kekanan dan sekarang kepalan tangan kananku agak kedepan dari kepalan tangan kiri.

Aku memperhatikan gerakan belasan orang yang sudah bersiap menyerangku bersama – sama ini.

Satu orang menyerangku dari arah kiri dan aku langsung memundurkan wajahku, sambil menyerongkan tubuhku ke arahnya.

WUUTTTT.

Pukulannya mengenai angin dan.

BUHGGG.

Aku menghantam tulang rusuk bagian kanannya yang sangat dekat dengan tubuhku, dengan sekuat tenagaku.

KRAAKKK.

“ARRGGHHHH.” Orang itu berteriak dengan kencangnya, karena tulangnya terdengar patahan akibat pukulanku ini.

Tubuhnya melengkung ke arah kiri dan aku langsung menyambutnya dengan kepalan tangan kananku, ke arah dagunya.

BUHGGG.

Orang itu oleng, dan tiba – tiba.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Serangan beruntun dan bertubi – tubi, langsung mengarah keseluruh tubuhku dari berbagai arah. Mereka menyerangku bersama – sama dan aku membalasnya dengan kepalan tangan, sikut, lutut serta tendanganku.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Aku menghantam beberapa orang yang menyerangku dan serangan dari beberapa orang mengenai wajah, serta seluruh tubuhku.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Seranganku terhenti, karena aku harus menghindari pukulan yang bertubi – tubi dari banyak orang ini. Aku menghindar dan menangkis serangan orang – orang itu, sambil sesekali mencoba membalas serangan mereka.

WUTTT, WUTTT, WUTTT, WUTTT, WUTTT.

TAPPP, TAPPP, TAPPP, TAPPP, TAPPP.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Aku berhasil menghindari dan menangkis serangan mereka, tapi tidak sedikit juga serangan mereka yang mengenai aku dengan telaknya.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Pelipis, rahang, pipi, dagu, wajah bagian samping, punggung, pundak, dada dan seluruh tubuhku, menjadi sasaran empuk serangan mereka.

Darah mulai keluar dari luka – luka yang ada diwajahku dan bercampur dengan keringatku. Aku bukannya menyerah dan mengeluh kesakitan, tapi aku justru semakin menggila dengan serangan balikku.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Aku berhasil merobohkan beberapa orang didepanku dan aku lihat beberapa yang lain juga roboh dibelakangku. Para penyerangku ini pun langsung mundur perlahan, tapi tetap dalam posisi yang siap menyerang.

“Kita selesaikan mereka secapatnya, terus kita cari Denok.” Ucap Pak Jarot dibelakangku dan rupanya dia yang merobohkan orang – orang yang ada dibelakangku.

Pak Jarot berdiri memunggungi aku dan kembali kami dikelilingi anak buah Pak Danang.

“Urus urusanmu sendiri dan jangan perdulikan aku. Hu, hu, hu, hu.” Ucapku sambil melirik ke arah Pak Jarot dan aku mengatur nafasku yang cepat serta memburu ini.

“Lang.” Ucap Pak Jarot sambil melirikku.

“Kita punya tujuan yang berbeda ditempat ini. Tapi bukan berarti aku lupa dengan janjiku di pom bensin tadi.” Ucapku, lalu aku menyapu darah yang keluar dari bibirku, dengan jempol kananku.

Pak Jarot langsung melihat ke arah depannya dan bersiap dengan serangan lawan yang ada dihadapannya.

“SERANGGG.” Teriak Si Gondrong yang belum turun tangan dari tadi.

Orang – orang yang ada dihadapanku lalu maju menyerangku dan aku menyambutnya dengan injakan disalah satu wajah penyerangku.

BUHGGG.

Dia termundur kebelakang dan aku mengarahkan kepalan tangan kanan ke arah penyerangku yang ada disamping kiri, lalu mengarahkan kepalan tangan kiri ke arah kanan penyerangku yang lain lagi.

BUHGGG. BUHGGG.

Dua orang termundur bersamaan dan aku langsung memutarkan tubuhku, sambil mengarahkan tendangan balik dengan kaki kanan ke arah lawanku yang lain lagi.

BUHGGG.

Lalu,

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Seranganku membabi buta dan aku menghajar orang disekelilingku. Emosiku meluap – luap dan aku tumpahkan malam ini. Begitu banyak kejadian yang membangsatkan dan hal – hal baru yang aku ketahui, sehingga membuat emosiku menyatu dengan kepalan tangan serta tendangan kakiku ini.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Serangan mereka yang mengenai tubuhku, tidak aku hiraukan dan itu justru membuat nafsu membantaiku semakin menjadi.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Satu orang roboh.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Dua orang roboh.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Empat orang lagi yang roboh dan aku lihat Pak Jarot juga sudah merobohkan beberapa orang, dengan serangannya yang mematikan. Wajahnya terlihat masih mulus dan berbeda dengan wajahku yang dipenuhi luka dan darah ini.

“Bangsaattt.” Ucap Si Gondrong dan dia berlari ke arahku, ketika semua teman – temannya telah terbantai.

WUTTT, WUTTT, WUTTT, WUTTT, WUTTT.

TAPPP, TAPPP, TAPPP, TAPPP, TAPPP.

Aku menghindar lalu menangkis serangan Si Gondrong.

TAPPP, TAPPP, TAPPP, TAPPP, TAPPP.

Dia pun menangkis setiap serangan balikku.

Dan disaat aku menikmati seranganku ini.

WUTTT.

Gondrong menundukan wajahnya, lalu dia memiringkan tubuhnya ke arah kiri dan.

BUHGGG.

Sikut kanannya mengarah ke arah pelipis kananku.

“ARRGGHH.” Aku kesakitan dan kepalaku oleng ke arah kiri.

Gondrong memutarkan tubuhnya, sambil mengangkat kaki kirinya. Dia mengarahkan tumitnya ke arah wajah bagian samping kiriku yang oleng ke arah kiri dengan cepat dan kuatnya.

BUHGGG.

“AARGGHHH.” Teriakku yang kesakitan lagi dan pandanganku langsung berbayang.

Dan tiba – tiba.

BUHGGG.

Dadaku diinjak dengan keras, sampai aku termundur kebelakang, lalu.

“HUUPPPPP.” Nafasku sesak dan.

BUUMMM.

Aku roboh dengan posisi terlentang dan kepala belakangku menghantam lantai dengan kerasnya. Dadaku sangat sakit sekali dan pandanganku juga gelap. Bajingann.

Aku tertidur dengan mata yang terpejam dan suasana yang gelap ini, semakin membuatku kesulitan bernafas.


“Bagaimana.? Sudah gak mampu lagi.?” Samar – samar terdengar suara seseorang dan nadanya sangat mengejekku sekali.

Akupun tidak menyahutnya dan kedua mataku tetap terpejam.

Hiuffttt, huuuuu.

Aku menarik nafasku agak panjang dan perlahan aku merasa angin segar bertiup disekelilingku. Aku lalu membuka kedua mataku perlahan dan untuk kesekian kalinya, aku terkejut dengan kondisi yang ada disekitarku.

Bajingann. Aku terbangun disebuah pondok dan pondok ini berada didalam hutan yang sangat aku kenal sekali. Hutan yang angker dan sangat keramat didesaku.

Gila. Dalam sehari ini aku terseret dibawah alam sadarku kehutan yang terkutuk ini. Yang pertama bersama Bapakku dan sekarang entah siapa yang membawaku kemari. Jiancuukk.

Ada apa ini.? Kok bisa aku datang kemari, padahal aku sangat tidak ingin ketempat ini lagi. Dulu aku memang sering ketempat ini bersama Joko, ketika ingin menenangkan diri. Tapi ketika terakhir kali kami kehutan ini dan bertemu dengan Kakek – Kakek tua yang sedang mandi di mata air sana, kami berdua tidak pernah mau datang kehutan ini lagi.

Kakek tua yang kami temui itu menatap kami berdua bergantian, lalu mengucapkan.

“Kalian mau menemani aku disini ya.?” Sebuah kalimat yang singkat, tapi mampu membuat kami berdua ketakutan dan kapok datang kehutan ini lagi.

Tapi sebentar dulu. Kelihatannya aku mengingat sesuatu. Wajah Kakek tua yang aku temui bersama Joko hari itu, kenapa mirip sekali dengan Kakek bermata bening yang baru aku temui di makam dan pom bensin tadi ya.?

Cuukkk. Jadi beneran Kakek itu penunggu desa kami.? Gilaa.

“Jadi bagaimana.? Kamu masih bisa mengatasi masalahmu.?” Ucap seseorang yang mengejutkanku dari lamunan.

Aku yang masih tidur dan terlentang dibalai – balai bambu didalam pondok, langsung bangun dan duduk dengan kaki yang terselonjor. Pandanganku tidak gelap ataupun berbayang, dadaku tidak sesak dan tidak ada darah yang keluar dari wajahku sama sekali. Kondisiku seperti tidak habis dibantai atau berkelahi dengan siapapun. Gilaa.

Aku lalu memalingkan wajahku dan melihat seorang Kakek tua mandi dimata air sana. Kakek itu terlihat asyik membasahi wajahnya dari mata air yang mengalir diatasnya, lalu menenggelamkan seluruh kepalanya didalam air.

Aku lalu menurunkan kedua kakiku ketanah dan tetap duduk dibalai – balai bambu.

“Saya tadikan sudah bilang, kalau saya sendiri yang akan menyelesaikan masalah ini tanpa membutuhkan bantuan siapapun. Kenapa Mbah bertanya terus.?” Tanyaku, ketika Kakek itu memunculkan wajahnya kepermukaan.

“Kamu mampu atau sok mampu.?” Tanya Si Kakek sambil menoleh ke arahku dan warna mata beliau tampak seperti biasa, hitam dan putih.

“Mampu atau tidak mampu, saya tetap akan menyelesaikannya sendiri dan saya akan membantai siapapun mereka.” Jawabku.

“Sombong sekali kau anak muda.” Ucap Si Kakek sambil keluar dari sungai dan berjalan ke arah sebuah batu yang agak besar.

Kakek itu mengambil rokok klobot yang ada diatas batu, lalu membakarnya.

“Huuuuu.” Asap tebal keluar dari mulutnya dan kembali Si Kakek melihat ke arahku.

“Membedakan mahluk berbeda alam yang baik dan yang tidak baik saja, kamu tidak bisa. Bagaimana kamu mau melawan mereka.?” Ucap Si Kakek lalu menghisap rokoknya lagi.

“Kamu tidak menyadari mahluk bermata putih yang menyerupai wujud Intan dihari itu, sebelum nyawamu terancamkan.?”

“Kamu juga tidak menyadari bahwa mahluk yang berwujud Sanjaya tadi sore, bukan ruh Sanjaya yang sebenarnya kan.?”

“Kamu tidak menyadari bahwa orang yang bertampang malaikat yang ada disekitarmu, justru dia dalang dari semua ini kan.?”

“Terus bagaimana kamu akan melawan mereka.?” Tanya Si Kakek yang langsung membuatku terdiam.

“Kamu terlalu polos dan terlalu gegabah dalam melangkah, sampai tidak menyadari bahwa kamu telah dimanfaatkan.” Ucap Si Kakek lagi dan aku hanya menundukan kepalaku.

Cuukkk. Semua yang dikatakan Kakek ini benar dan aku memang terlalu bodoh selama ini. Aku terlalu mudah percaya pada setiap orang, padahal tidak semua dari mereka yang aku percayai itu orang baik.

Pak Danang. Dia orang yang menerimaku bekerja dikantornya dan aku banyak mendapatkan pengalaman yang sangat banyak sekali disana. Aku taunya dia orang baik, tapi ternyata dia bajingan yang banyak memanfaatkan mahasiswa seperti kami untuk dipekerjakannya.

Kalau boleh kusimpulkan atas semua kejadian ini, dia pasti ingin mendapatkan banyak keuntungan karena gaji kami dibawah rata – rata tenaga ahli yang sangat tinggi. Selain itu, kalau dengan mahasiswa dia pasti akan lebih mudah mengatur sesuai dengan kemauannya. Kalau mahasiswa itu tidak menuruti kemauannya, pasti nyawa mahasiswa itu akan melayang. Dan kenyataan yang baru aku ketahui, bukan hanya Mas Hendra saja yang sudah dibunuh, tapi ada beberapa mahasiswa lagi yang kasusnya tertutup.

Kenyataan yang lebih menyakitkan lagi, sosok seorang Pak Jarot yang menjadi eksekutor kematian para mahasiswa itu. Pak Jarot alias Mr. Cruel. Bajingaann.

Mas Hendra, Mas David dan entah siapa lagi mangsa yang sudah Pak Jarot habisi.

Aku tidak menyadari dibalik sikap baik Pak Jarot itu, ternyata dia pembunuh berdarah dingin. Diapun bisa mengelabui aku dengan mengirim mahluk yang mirip dengan Pakde Sanjaya. Gila gak.?

Aku juga sudah masuk dalam target mereka, karena mereka curiga dengan gelagatku yang ingin membongkar mistery tentang kematian Intan. Pak Jarot sengaja memecatku, agar memutus mata rantai informasi yang sedang aku cari.

Mereka berdua juga sudah merencanakan untuk menghabisi aku serta Joko, dan tinggal menunggu waktunya saja. Dan semua itu diluar pemikiranku. Jiancuukkk.

Satu lagi, Bu Har. Arrghhh. Setelah ini, aku akan berbicara kepadanya. Bajingann.

“Kalau saja aku dan Mbah penghuni Desa Jati bening tidak mengaburkan pandangan Jarot dipom bensin, mungkin kamu tidak akan mendapatkan informasi ini.” Ucap Si Kakek dan aku langsung mengangkat wajahku lagi.

“Kamu mungkin merasa ada pertempuran ghaib disekitarmu tadi. Dan kamu juga pasti tau kalau kami berdua kalah dengan mahluk bermata putih itu, sampai Jarot bisa cepat tersadar dan dia mengusir Dani.” Ucap Si Kakek lagi dan dia kembali menghisap rokoknya, sambil menatapku.

“Huuuuuu.” Si Kakek mengeluarkan asap rokok dari mulutnya.

“Setelah kamu tau tentang semua ini, kamu akan tetap melawannya seorang diri.?” Tanya Si Kakek dan aku langsung mengangguk pelan.

“Cuukkk.” Gumam Si Kakek pelan.

“Apa yang bisa saya harapkan dari mbah berdua.? Mbah berdua saja kalah dengan mahluk bermata putih, jadi kenapa memaksakan untuk ikut dipertarunganku ini.?” Tanyaku dan itu langsung membuat Si Kakek terlihat emosi.

“Kalau kamu bisa mengendalikan dan menggabungkan kekuatan kami, kamu akan bisa mengalahkan mahluk bermata putih itu.” Ucap Si Kakek yang terus membujukku, untuk bisa bergabung dengan pertempuran ini.

Sebenarnya tanpa persetujuanku sekalipun, Si Kakek dan Simbah bisa saja langsung ikut dalam pertarungan ini. Tapi kenapa Si Kakek minta persetujuanku.? Apa Kakek dan Simbah hanya bisa bergabung dan masuk kedalam tubuhku, setelah aku mengijinkannya ya.? Terus kalau mereka berdua masuk kedalam tubuhku, mereka akan menyatu selamanya dengan aku.? Gila aja. Bapakku dan Mbahku saja melepaskan mereka berdua, masa aku keturunannya harus takluk pada dua mahluk ini.? Enggak, enggak boleh seperti itu. Aku harus tetap berjuang seorang diri.

“Intinya itu tergantung dengan diri saya sendiri kan Kek.?” Tanyaku dan Si Kakek hanya memandangku sambil menghisap rokok klobotnya lagi.

“Kalau memang seperti itu, sama saja saya berjuang dengan kekuatan saya sendiri.” Ucapku.

“Sekarang lebih baik Kakek pergi, karena saya beneran gak butuh bantuan Kakek.” Ucapku dengan tenangnya dan aku langsung berdiri dengan tegaknya.

“Angkuh.” Ucap Si Kakek,

“Huuuu.” Lalu beliau menyemburkan asap rokok ke arah wajahku dan aku langsung menutup wajahku dengan cepatnya.




“Kamu bagianku Ndrong.” Samar – samar terdengar suara Pak Jarot dan aku langsung membuka kedua mataku.

Cuukkk. Aku sudah berada dirumah tua ini lagi. Dadaku kembali terasa sesak dan darah terasa memenuhi wajahku. Seluruh tubuhku terasa sakit, tapi aku harus segera bangkit dan membantai Si Gondrong, setelah itu aku akan mencari Mba Denok, lalu menyelesaikan urusanku dengan Pak Jarot dan Pak Danang.

“Jangan ikut – ikut dengan pertarunganku, karena Si Gondrong itu bagianku.” Ucapku, lalu dengan bersusah payah, aku menegakkan tubuhku dan duduk dengan kedua kaki yang terselonjor kedepan. Aku menundukan kepalaku dan membersihkan darah yang ada diwajahku, sambil mengatur nafasku dan mengumpulkan sisa - sisa kekuatanku.

“Kondisimu sudah seperti itu, tapi kamu masih mau melawan dia.? Hahahaha.” Ucap Pak Jarot lalu tertawa mengejek.

“Lebih baik kamu mengumpulkan kekuatanmu dulu, karena kamu mau melawan aku kan.?” Tanya Pak Jarot dan aku langsung mengangkat wajahku dan menatapnya.

“Jangankan Si Gondrong. Setelah ini aku melawan Pak Danang lalu membantaimu, kekuatanku tidak akan berkurang.” Ucapku sambil menekuk kedua kakiku, lalu aku mengepalkan tangan kananku dan mengarahkannya kelantai.

Aku berdiri perlahan dan kepalan tangan kananku ini, aku gunakan sebagai tumpuanku untuk berdiri.

“Hiuffttt, Ahhhhh.” Aku menarik nafas panjangku, lalu mengeluarkannya perlahan.

Aku berdiri dengan tegak sambil memutarkan kepalaku kesamping kiri, belakang, kekanan, kedepan, lalu aku tegakkan lagi.

“Dari pada terlalu lama, kalian berdua saja yang maju.” Ucap Si Gondrong dengan sombongnya.

“Ucapanmu itu terlalu sombong. Dan biasanya orang yang sombong itu, hanya pandai berucap.” Ucapku dan Si Gondrong terlihat emosi sekali.

“Bangsaattt.” Maki Si Gondrong.

Akupun hanya tersenyum dan dia langsung berlari ke arahku, sambil mengarahkan kedua kepalan tangannya ke arah wajahku bergantian.

WUTTT, WUTTT, WUTTT, WUTTT, WUTTT.

Aku menghindari serangan Si Gondrong, dengan memiringkan kepalaku kekanan, kekiri, dan menunduk. Aku sengaja membiarkannya mengeluarkan semua emosi dan tenaganya, tanpa balas menyerangnya.

WUTTT, WUTTT, WUTTT, WUTTT, WUTTT.

TAPPP, TAPPP, TAPPP, TAPPP, TAPPP.

Dia menggunakan lututnya dari arah bawah, ketika aku menunduk. Aku menahannya dengan kedua telapak tanganku, lalu dia menghantam dari arah samping dan aku juga menangkisnya dengan pergelangan tanganku.

“BANGSAATTT.” Teriak Gondrong tepat di hadapanku, sambil terus menyerangku.

TAPPP, TAPPP, TAPPP, TAPPP, TAPPP.

Aku terus menangkisnya dan terakhir aku mendorong dadanya dengan telapak tanganku.

Buhhggg.

Gondrong termundur, tapi dia maju lagi dengan serangan menggunakan tinjuan tangan kanannya.

WUUTTT.

Aku menunduk dan kesempatanku terbuka, karena tangan kanannya terangkat dan tulang iganya tidak terlindungi.

Aku lalu mengarahkan kepalan tangan kiriku ke arah tulang iga bagian kanannya, dengan cepat dan kuat.

BUHHGGGG, KRAKKKK.

“AARRGHHHH.” Teriak Si Gondrong yang kesakitan dan terdengar tulang yang patah, dibagian yang aku pukul itu.

Tubuh Si Gondrong melengkung ke arah kiri dan wajahnya meringis kesakitan.

BUHHGGGG, KRAKKKK.

Aku mengayunkan kepalan tangan kananku ke arah tulang hidungnya yang lunak. Hidungnya patah kedalam dan darah langsung menyembur dengan derasnya.

“AARRGHHHH.” Si Gondrong kesakitan sambil menunduk dan memegangi wajahnya.

Aku lalu menyambutnya dengan kepalan tangan kiriku, ke arah kepala bagian samping tepat dibagian telinga kanannya.

BUHHGGGG.

Kepala Gondrong oleng kekiri dan aku langsung menghantam dagunya dari arah bawah, menggunakan kepalan tangan kananku.

BUHHGGGG.

“ARRGGHHHH.” Kepala Si Gondrong terdanga, dengan darah yang menyembur dari hidungnya.

Cukup sudah aku bermain – main dengannya dan cukup tadi saja, dia menumbangkan aku. Sekarang aku akan membantainya dan tidak akan membiarkan dia membalas seranganku sekali saja. Aku akan menunjukan kekuatan Gilang Adi Pratama yang sesungguhnya, saat ini juga.

Kepala Gondrong yang terdanga dan tubuhnya yang limbung kebelakang, membuatku lebih mudah untuk menentukan seranganku selanjutnya.

Aku lalu meloncat dan mengarahkan kepalan tangan kananku, ke arah batang lehernya yang terbuka itu. Aku ayunkan tangan kananku kebelakang, lalu menghantam lurus kedepan.

BUHHGGGG.

“HORRGGGG.” Si Gondrong memonyongkan mulutnya yang terbuka itu, dengan kedua matanya yang melotot dan terlihat kesakitan yang teramat sangat diwajahnya.

JEDUUKKK.

BUUMMMM.

“AAARRGGHHH.” Si Gondrong tumbang dengan posisi terlentang dan tubuhnya mengejang.

Apa aku mencukupkan seranganku.? Enggaklah. Enggak mungkin itu. Dia sudah menumbangkan aku dan dia salah satu anak buah Pak Danang. Gondrong ini penjahat dan dia harus mati ditempat ini.

Aku lalu menunduk dan menjambak rambut gondrongnya, sampai dia terduduk. Aku menjambaknya dengan tangan kiri, lalu aku menghantamnya dengan kepalan tangan kananku.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Aku menghajarnya sampai darah keluar dan menutupi wajahnya. Luka – luka diwajahnya pun, tidak terlihat karena terlalu banyak darah segar yang keluar.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Aku terus menghantamnya, lalu aku akhiri seranganku dengan membanting kepala belakangnya kelantai.

JEDUUKKK, BUUMMM.

“ARRGGHHH.” Si Gondrong mengejang kesakitan, dengan darah yang keluar dari mulutnya.

Aku lalu melirik ke arah Pak Jarot yang melihat setiap detail pertarunganku dari tadi. Ini hanya pemanasan, karena pertarungan yang sesungguhnya adalah ketika aku melawannya nanti. Bajingannn.

Aku lalu melihat ke arah Si Gondrong yang terlentang dan mengejang, setelah itu aku mendekatinya lagi. Dan,

BUHGGG, KRAKKK.

Aku menginjak wajahnya dari arah samping kanan, sampai wajahnya tertoleh ke arah kiri. Bunyi patahan dari lehernya itu terdengar merdu, seperti tabuhan gendang Joko. Bunyi patahan itu juga membuat tubuh Si Gondrong mengejang sebentar, lalu kaku dan tidak bergerak lagi.

Jiancuukkk. Aku akan terus membantai orang malam ini, sampai semua masalahku selesai dan dendamku terbalaskan.

Aku tidak perduli siapa lagi musuhku setelah ini. Darahku masih mendidih dan tidak akan bisa tenang, sebelum aku membantai seluruh keparat itu.

“Kurang ajar.? Siapa yang buat keributan.? Ganggu orang yang lagi senang aja.” Ucap Pak Danang yang keluar dari ruang belakang, sambil membenarkan resleting celananya.





#Cuukkk. Bajingan ini baru bersenang – senang.? Bersenang – senang dengan siapa.? Mba Denok.? Bangsaattt. Kubunuh kamu Nang, kubunuh kamu. Jiancukk.!!!
 
Selamat malam Om Dan Tante.
Selamat menikmati istirahat malam dan semoga harinya menyenangkan.

Updetnya tipis - tipis aja dan semoga berkenan.

Mohon maaf kalau ada salah ketik atau ada kekurangan dalam alur cerita.
Jangan lupa saran dan masukannya.

Salam Hormat dan Salam Persaudaraan.
:beer::beer::beer:
 
Sajian sahurrr,

Manstab
Matur suwun, master kisanak
Semoga sehat selalu
Tak moco sek

mata putih ternyata beneran ada toh, baru lagi nih, setelah mata biru terkuak di matahari. Jadi tambah pinisirin seperti biasanya, kisanak selalu menutupi alur cerita dengan baik, alias foreplay dulu, ekse-nya kejutan.
 
Terakhir diubah:
Terimakasih atas update ceritanya suhu @Kisanak87 ..
Waduh plot twist bgt,
Mr. Cruel adalah Pak Jarot,
Dan makhluk putih yg mencekik Gilang dulu adalah penjaganya..
Masih bingung dengan arah ceritanya..
Masih misteri, udah salah tebak dari awal..
Mana ada Bu Har ternyata selingkuhan Pak Danang..
Ditunggu update cerita berikutnya suhu..
 


BAGIAN 29
BERSENANG – SENANG..



Treng, teng, teng, teng.

Aku memacu kimba dengan kecepatan tinggi, selama perjalanan menuju ke Kota Pendidikan. Jalanan yang sangat sepi membuatku lebih mudah untuk mengendalikan kimba dan melaju dengan kencangnya.

Aku tidak perduli dengan angin malam dan hawa dingin yang mulai menyerangku. Aku sudah gak sabar untuk segera sampai ketempat tujuanku dan memastikan Mba Denok dalam keadaan baik – baik saja. Aku sudah meninggalkan sahabatku Joko Purnomo, di saat dia benar – benar membutuhkanku. Aku sangat berharap sekali, kepergianku malam ini membuahkan hasil yang sangat baik. Kalau tidak baik, bukan hanya Joko yang akan menggila. Aku juga akan benar – benar menggila dan aku akan membantai siapapun malam ini. Bajingaann.

Seharian ini emosiku seolah dipermainkan saja. Mulai dari kabar kematian kedua orang tua Joko, bertemu dengan Bapak dan dibawa kebawah alam sadarku. Bertemu dengan Pakde Sanjaya yang ternyata beliau sudah meninggal beberapa hari yang lalu, bertemu mahluk yang sangat misterius dikuburan, sampai segala petunjuk tentang Mba Denok, kematian Intan dan juga Mas Hendra. Seluruh emosiku sekarang mengerucut diatas kepala dan siap untuk diledakkan.

Hiuffttt, huuuu.

Aku terus memacu kimba dengan kencangnya dan tiba – tiba,

Trekk, tek, tek, tek.

“Cuukkkk.” Makiku dengan jengkelnya dan laju kimba mulai melambat.

“Habis ya bensinnya.?” Tanya Pak Jarot dibelakangku.

“Iya Pak.” Jawabku dan sekarang Kimba telah berhenti.

“Aku tadi kan sudah bilang waktu dikota sebelah, isi bensin dulu.” Ucap Pak Jarot lalu beliau turun dari kimba. Akupun hanya meliriknya dan aku juga turun dari kimba.

Bajingann. Pakai acara kehabisan bensin lagi. Asuu, asuuu.

Akupun mulai mendorong kimba di jalan yang datar ini. Tidak jauh didepan sana, tampak pom bensin yang masih buka ditengah malam ini. Aku terus mendorong kimba dengan keringat yang mulai membasahi seluruh tubuhku, sedangkan Pak Jarot berjalan disebelahku sambil menghisap rokoknya. Bajingaann.

“Habis isi bensin, saya kekamar mandi dulu ya Pak.” Ucapku kepada Pak Jarot, sambil mendorong kimba memasuki wilayah pom bensin.

“Untuk mempersingkat waktu, kamu kekamar mandi aja. Biar aku yang isi bensinnya.” Ucap Pak Jarot sambil membuang batang rokoknya, ke arah jalan raya.

“Oh iya Pak.” Ucapku dan Pak Jarot langsung mengambil alih mendorong kimba.

Aku pun langsung berjalan ke arah kamar mandi yang berada dibelakang area pom bensin ini.

Hiuuffttt, huuu.

Semoga saja kami tidak telat dan tidak terjadi apa – apa dengan Mba Denok.

Oh iya, Pak Jarot tadi sempat memberitahuku tempat biasa Pak Danang melakukan pesta bersama anak buahnya. Kami berdua berencana akan ketempat yang lokasinya masih lumayan agak jauh dari pom bensin ini dan tempat ini letaknya diperbatasan Kota Pendidikan.

Tapi ngomong – ngomong, kenapa perut ini pakai acara mules segala ya.? Padahal mulai siang sampai larut malam ini, perutku belum terisi makanan bahkan minuman. Hanya tadi pagi saja aku sempat makan nasi dan minum segelas kopi. Jadi kok bisa mules seperti ini ya.? Masa masuk angin sih.? Assuu.

Akupun masuk kedalam kamar mandi yang agak gelap, bau dan sangat kotor sekali ini. Perut yang terasa sangat mules, membuatku tidak menghiraukan kondisi kamar mandi yang sangat tidak layak ini.

Setelah menyelesaikan urusanku didalam ruangan yang pengap ini, aku langsung keluar dan bersiap mendatangi Pak Jarot di tempat pengisian bahan bakar.

Aku menutup pintu kamar mandi dan pada saat aku membalikkan tubuhku, Tap.

Sebuah cahaya menghantam wajahku dan membuat kedua mataku terpejam sesaat.

Bajingann. Ada apa lagi ini.? Cahaya apa yang terang benderang menghantam wajahku, di keremangan malam ini.? Kurang ajar.



Aku lalu membuka kedua mataku dan pemandangan yang membuat seluruh tubuhku merinding, menyambut dihadapanku.

Dua orang tua sedang berdiri dihadapanku dan menatapku dengan dinginnya. Mereka adalah Simbah penjaga Desa Jati Bening yang bermata hitam dan seorang Kakek tua bermata bening, yang aku lihat dikuburan tadi.

Cuukkk. Ada apa dua mahluk tua ini mendatangi aku.? Dan siapa Kakek bermata bening ini.? Kenapa bisa dia datang bersama simbah penjaga Desa Jati Bening.? Apa jangan - jangan Kakek bermata bening ini benar penjaga desaku.? Bajingann.

Hiuffttt, huuuu.

Wajah dua orang tua itu terlihat agak samar dikeremangan cahaya bulan purnama yang bersinar dengan terangnya malam ini. Tapi walaupun seperti itu, cahaya mata mereka terlihat jelas dan mereka terus menatapku.

“Kamu sudah siap.?” Tiba - tiba Simbah bermata hitam bertanya kepadaku dan membuat kedua alis mataku mengerut.

“Siap untuk apa Mbah.?” Tanyaku dengan herannya.

“Siap untuk menuntaskan salah satu masalahmu yang sangat besar.” Jawab Kakek bermata bening.

“Siap atau tidak siap, saya telah menunggu lama saat seperti ini.” Jawabku.

Walaupun sebenarnya tubuhku terasa merinding dan jujur aku agak takut dengan dua mahluk tua ini, aku berusaha untuk tetap bersikap tenang dan santai.

“Kalau begitu kita pergi sekarang.” Ucap Kakek bermata bening.

“Kita.? Ini masalah saya dan saya akan menyelesaikannya sendiri.” Ucapku dengan penekanan kata yang tegas.

Perlahan ketakutan dan tubuhku yang terasa merinding, mulai bisa aku kuasai dan aku menatap kedua orang tua ini bergantian.

“Hehehe. Ternyata dia ini angkuh seperti Bapak dan Mbahnya.” Ucap Kakek bermata bening.

“Benar kan ucapanku tadi.” Ucap Simbah bermata hitam, sambil melihat ke arah si Kakek, lalu melirik ke arahku.

“Kakek ini siapa sih.? Kenapa tadi muncul dikuburan dan sekarang muncul ditempat ini.?” Tanyaku kepada Si Kakek bermata bening.

“Kamu gak perlu tau siapa aku, tapi yang jelas kamu butuh bantuanku sekarang.” Jawab si Kakek.

“Saya sudah bilang berkali – kali. Saya tidak membutuhkan bantuan siapapun dan saya akan menyelesaikan semua ini sendiri. Sekarang lebih baik Mbah dan Kakek pergi dari sini segera, karena waktu saya gak banyak. Saya harus menyelamatkan seorang wanita.” Ucapku dengan nada yang agak tinggi.

“Sudahlah, lebih baik kita biarkan saja dia.” Ucap Simbah mata hitam kepada Kakek mata bening.

“Terkadang kita bisa salah dalam melihat, mendengar dan mengucap. Tapi percayalah pada hatimu yang tidak bisa dibohongi dan membohongi.” Ucap Kakek mata bening, tanpa menghiraukan ajakan Simbah mata hitam.

Aku pun terkejut mendengar ucapan Kakek mata bening, karena ucapan beliau sama persis seperti apa yang diucapkan Bapakku ketika aku dibawah alam sadarku tadi.

Gila, siapa sih Kakek ini.? Kenapa bisa kata – katanya sama seperti Bapakku.? Beneran beliau ini penjaga Desa Sumber Banyu.? Terus kenapa dia dan Simbah mata hitam ingin sekali membantuku.? Untuk apa dan aku ini siapa, sampai dua mahluk tua ini mendatangi aku.? Sekuat apa Pak Danang, sampai dua orang tua ini ingin terlibat dalam pertempuranku ini.? Bajingann.

Belum hilang pertanyaan – pertanyaan yang ada dikepalaku ini, Kakek mata bening memajukan wajahnya dan meniup asap tebal yang keluar dari mulutnya ke arah wajahku.

“Huuuu.”

Aku langsung memalingkan wajahku sambil menutup kedua mataku, dan dengan cepatnya aku membuka kedua mataku lagi.




Kedua orang tua itu tiba – tiba menghilang dan area belakang pom bensin ini sangat sepi sekali. Aku memutarkan tubuhku dan membuang pandanganku ke arah sekeliling tempat aku berdiri, untuk mencari keberadaan kedua orang tua itu. Tapi ternyata mereka benar – benar tidak ada.

Cuukkk. Apa kedua orang tua itu nyata adanya atau kondisiku yang terlalu lelah, sampai khayalan tentang kedua orang tua itu hadir didalam pikiran dan pandanganku.?

Ahh, persetanlah. Lebih baik sekarang aku pergi dari tempat ini dan segera menemukan keberadaan Mba Denok.

Akupun melangkahkan kakiku ke arah tempat pengisian bahan bakar dan mendatangi Pak Jarot yang telah menungguku agak lama.

Dan ketika aku sampai ditempat pengisian bahan bakar, tidak terlihat olehku kimba atau Pak Jarot disitu. Tempat itu tampak sepi, tanpa ada satu kendaraanpun yang terlihat mengisi bahan bakar.

Cuukkk. Kemana lagi Pak Jarot itu.? Apa dia pergi ketempat Pak Danang dan meninggalkan aku disini sendiri.? Bajingann.

Akupun berjalan ke arah luar pom bensin dan terlihat kimba terparkir di ujung dekat dinding pintu keluar pom bensin.

Aku lalu berjalan mendekati kimba, sambil memperhatikan sekeliling dan mencari Pak Jarot. Dan pada saat aku sudah berdiri didekat kimba, terdengar suara mesin mobil yang masih menyala dan berhenti dipinggir jalan samping tembok ini. Akupun mendekat ke arah mobil dan posisiku terhalang dinding pagar pom bensin.

Suara dua orang yang sedang berdebat dan terdengar samar – samar, membuatku sangat penasaran sekali. Aku berjalan ke arah pohon yang ada didepanku, lalu melihat ke arah dua orang itu.

Pak Jarot dan Dani, anak dari Pak Danang. Ternyata kedua orang itu yang sedang mengobrol dan obrolan mereka terdengar sangat membangsatkan sekali. Dari posisiku berdiri ini, aku mendengar setiap detail pembicaraan mereka dan mereka tidak menyadari kehadiranku. Pak Jarot yang berdiri memunggungi aku, sesekali melihat ke arah belakang dan aku memundurkan kepalaku agar tidak terlihat olehnya.

“Pulanglah Dan. Sudah malam.” Ucap Pak Jarot kepada Dani, anak Pak Danang.

“Kenapa sih.? Kamu risih bertemu aku disini.?” Tanya Dani sambil memutarkan patahan gantungan kunci yang ada ditangannya. Gantungan kunci itu harusnya terpasang pada kunci mobilnya. Tapi entah kenapa Dani melepaskannya dan memainkannya didepan Pak Jarot.

“Apasih yang mau kamu bicarakan.?” Tanya Pak Jarot sambil melihat ke arah belakang lagi dan kembali aku memundurkan kepalaku.

Aku bersembunyi dibalik tembok dan didekat pohon yang lumayan besar ini.

“Kamu tau gantungan kunci inikan.? Ini milik almarhum Ibuku dan kamu yang mematahkannya.” Ucap Dani dan Pak Jarot melihat ke arah Dani lagi.

Cuukkk. Akupun terkejut mendengar ucapan Dani dan itu membuat semua pikiran yang ada dikepalaku tentang Pak Danang, menjadi kacau balau. Kalau yang mematahkan itu Pak Jarot, berarti dia yang datang kekosan dan dia yang membunuh Intan. Apa benar seperti itu.? Bajingann.

Terus siapa itu Mr. Cruel.? Apa Mr. Cruel itu Pak Danang, yang terlibat dengan kematian Mas Hendra.? Jadi yang membunuh Mas Hendra dan yang menyebabkan kematian Intan itu, orang yang berbeda.? Bajingann.

“Kenapa kamu bertanya seperti itu.?” Tanya Pak Jarot yang tidak menjawab pertanyaan Dani.

Pertanyaan Pak Jarot ke Dani makin membuat informasi tentang siapa sebenarnya Mr. Cruel itu, makin mengambang dipikiranku.

“Karena gantungan kunci ini, bisa membuka semua rahasia yang ingin aku ketahui.” Ucap Dani dan aku makin terkejut dibuatnya.

Apa Dani juga ingin membongkar mistery tentang kematian Intan.? Tapi untuk apa.? Apa Gendhis yang menyuruhnya.? Apa Gendhis juga tau tentang gantungan kunci itu.? Jiancuukkk.

Dan tiba – tiba..

Tempat ini diselimuti kabut tebal. Kabut itu datang disertai dengan aura yang sangat menakutkan dan membuat seluruh tubuhku merinding.

Bulan purnama yang terang benderang diatas sana, juga tertutup dengan awan yang tebal.

Kenapa bisa suasananya seperti ini ya.? Padahal beberapa detik yang lalu, tempat ini cuacanya sangat cerah sekali.

Hiuufftt, huuuu.

Beberapa saat kemudian. Sebuah bayangan berwarna putih yang ingin mendekat ke arah Pak Jarot dari arah belakang, langsung terpental karena terhantam bayangan yang muncul dari arah yang lain.

Dua bayangan itu lalu bertarung dan membuat tempat ini makin diselimuti hawa yang sangat menyeramkan.

Belum hilang keterkejutanku tentang dua bayangan yang sedang bertarung itu, ada bayangan yang lain lagi berdiri dibelakang Pak Jarot dan Dani. Bayangan itu seolah menutupi pandangan Pak Jarot dan Dani, agar tidak menyadari ada pertarungan mistis didekat mereka. Gila.

“Apa informasi yang ingin kamu ketahui.?” Tanya Pak Jarot ke Dani dan membuatku kembali focus dengan obrolan mereka.

Aku tidak perduli dengan bayangan – bayangan yang ada disekitarku, atau juga suasana yang mistis ini. Aku lebih tertarik dengan obrolan mereka berdua dan aku yakin obrolan itu pasti akan menambah informasi yang baru bagiku.

“Kamu punya hubungan apa dengan Ibuku.?” Tanya Dani.

Waw. Ada apalagi ini.? Kenapa sekarang obrolan mereka jadi seperti ini.? Kelihatannya ada sesuatu dibalik gantungan kunci itu dan itu pasti bukan tentang Intan.

“Kenapa kamu tanya seperti itu.?” Tanya Pak Jarot.

“Sebelum Ibuku meninggal, beliau menyerahkan gantungan kunci ini kepadaku. Beliau berpesan agar aku mendatangi kamu dan bertanya tentang siapa Ayah kandungku.” Ucap Dani dengan suara yang bergetar.

Cuukkk. Dani bukan anaknya Pak Danang.? Jadi dia anak siapa.? Apa jangan – jangan dia anak Pak Jarot.? Apa Pak Jarot segila itu, sampai dia berani main gila dengan istri dari bosnya.? Masa Pak Jarot sebiadab itu.? Selama ini aku mengenal Pak Jarot itu orang baik loh. Gak mungkin, gak mungkin Pak Jarot sebiadab itu.

Lagian kata mahluk yang menyerupai Pakde Sanjaya tadi, Pak Jarot itu memang orang baik, tapi berada dilingkungan yang jahat. Mungkin maksud Dani ini, Pak Jarot tau informasi tentang siapa Ayah kandungnya.

“Siapa Ayah kandungku.?” Tanya Dani dan Pak Jarot hanya diam sambil terus memandang wajah Dani.

“Kenapa kamu diam.? Kenapa.?” Tanya Dani dengan suara yang agak meninggi dan Pak Jarot tetap tidak menjawab pertanyaan Dani.

“Bangsat. Ternyata kamu hanya berani main gila dengan Ibuku dan kamu tidak berani mengucapkan, bahwa aku ini hasil dari kegilaan kalian berdua. Bajingann.” Ucap Dani sambil melotot dan.

PLAKKK.

Pak Jarot langsung menampar pipi Dani dengan kerasnya, sampai Dani tertunduk lalu dia mengelus bekas tamparan Pak Jarot yang sangat keras itu.

Cuukkk, assuu, gathell. Ternyata Pak Jarot memang biadab Cuukkk. Kalau dia tidak melakukan kegilaan itu dan dia bukan Ayah Dani, gak mungkin dia sampai berani menampar Dani saat ini. Kurang ajar.

“Kamu boleh mengatakan aku gila, tapi jangan katakan itu untuk Ibu yang sudah melahirkan kamu.” Ucap Pak Jarot dengan emosi yang tertahan.

“Jangan sok bijak dihadapanku, kalau memang kenyataan kalian itu memang gila. Kamu gila karena meniduri istri temanmu sendiri dan Ibuku juga ikut gila, karena mengkhianati suaminya sendiri. Betulkan ucapanku.” Ucap Dani sambil terus mengelus bekas tamparan Pak Jarot.

“DANI.” Ucap Pak Jarot sambil menunjuk wajah Dani.

“Kenapa.? Kamu marah.? Kamu mau bunuh aku seperti Hendra, David dan beberapa mahasiswa yang bekerja dikantor kita.? Begitu.?” Tanya Dani dan itu seperti petir yang menyambar tepat dikepalaku.

Cuukkk. Jadi pembunuh Mas Hendra itu Pak Jarot.? Pak Jarot itu Mr. Cruel.? Pak Jarot yang aku kenal ini bukan malaikat, tapi iblis pembunuh.? Beneran.? Bajingaann.

Oohh. Ini kah penyebab orang – orang yang berada digudang satu pergi, ketika Pak Jarot datang sambil mengklaksonku, waktu aku mendatangi Satria ketika itu.? Jadi mereka ketakutan dengan kehadiran Pak Jarot, karena mereka tau Pak Jarot itu Mr. Cruel.? Bangsatt.

Tapi kenapa tadi Pakde Sanjaya berkata Pak Jarot itu sebenarnya orang baik, padahal dia yang membunuh Mas Hendra.? Mas Hendra itu anaknya Pakde Sanjaya loh. Kenapa Pakde Sanjaya tidak memberi aku petunjuk tentang itu.? Atau jangan – jangan yang aku temui tadi itu bukan Pakde Sanjaya.? Jiancuukk.

Emosiku perlahan naik ke kepala dan membuat kedua tanganku terkepal dengan kuatnya.

“Kamu juga mau membunuh dua pengamen itu kan.? Kamu dan Ayahku sudah mempersiapkan rencana itu, karena kalian berdua mendapatkan informasi tentang tujuan dua pengamen itu, dari Bu Har selingkuhan Ayahku kan.?” Tanya Dani dan kembali membuatku terkejut.

Bangsatt. Bu Har selingkuhan Pak Danang.? Bajingann. Tapi tau dari mana Bu Har, kalau aku ingin mencari informasi tentang kematian Intan.? Dan kenapa Bu Har sejahat itu kepadaku, sampai dia memberikan informasi ini kepada Pak Danang.? Apa Bu Har terlibat juga dengan kematian Intan.? Apa ini penyebab Intan marah dengan ku, ketika aku dekat dengan Bu Har.? Assuuu.

“Cukup, cukup. Jangan kamu lanjutkan ucapanmu.” Ucap Pak Jarot.

“Kenapa.? Kamu mau bunuh aku.? Bunuh saja.” Ucap Dani dan Pak Jarot langsung menggelengkan kepalanya pelan.

“Jangan kamu ucapkan kata – kata itu Nak.” Ucap Pak Jarot yang akhirnya mengakui kalau Dani itu anaknya.

“Nak.? Kamu memanggilku dengan sebutan Nak.? Taiikkk. Lebih baik kamu bunuh aku, dari pada aku harus mendengar kata – kata yang membangsatkan itu.” Ucap Dani dengan geramnya.

“Tidak Nak. Tidak mungkin aku akan membunuh darah dagingku sendiri.” Ucap Pak Jarot dengan suara yang bergetar dan emosi yang tertahan.

“Apa yang tidak mungkin, bagi seorang penjahat kelamin dan pembunuh berdarah dingin sepertimu, Mr Cruel.” Ucap Dani.

“DANIII.” Ucap Pak Jarot yang tidak bisa menahan emosinya, sambil menunjuk wajah Dani lagi.

Dan tiba – tiba.

Buhhggg.

Sebuah bayangan putih menghantam dari arah belakang Pak Jarot dan masuk kedalam tubuhnya. Pertarungan itu rupanya dimenangkan bayangan putih dan bayangan yang lain yang menghalangi pandangan Pak Jarot juga hilang entah kemana.

“Pergi dari tempat ini sekarang juga.” Ucap Pak Jarot dengan suara yang menyeramkan dan itu membuat wajah Dani memucat.

Entah perubahan apa diwajah Pak Jarot, karena dia memunggungi aku dan aku tidak melihat wajahnya sama sekali.

Dani mundur perlahan dengan kedua kaki yang bergetar, lalu dia membuka pintu mobilnya.

Pak Jarot langsung membalikkan tubuhnya dan melihat ke arahku, yang sudah tidak bersembunyi dibalik tembok. Aku yang sudah dikuasai emosi ini, berdiri tegak dan menatap dengan tajam ke arah Pak Jarot.

Mobil Dani langsung melaju dan Pak Jarot berjalan ke arahku.

“Orang yang aku kenal sebagai malaikat, ternyata dia iblis yang sangat kejam.” Ucapku dengan suara yang bergetar.

“Ternyata kamu bukan orang sembarangan. Kamu memiliki kekuatan yang bisa mengelabui pandanganku dari tadi, walaupun akhirnya aku bisa mengalahkan dua mahluk pelindungmu itu” Ucap Pak Jarot dengan tatapan yang sangat dingin sekali.

“Aku tidak pernah memiliki mahluk pelindung dan persetan dengan semua itu. Sekarang yang penting itu, kita selesaikan urusan kita.” Ucapku dan aku bersiap menyerang Pak Jarot.

“Aku akan melayani tantanganmu, tapi bukan saat ini. Masih ada yang lebih penting, yang harus segera kita lakukan sekarang juga.” Ucap Pak Jarot yang langsung membuatku tersadar dengan nasib Mba Denok.

“Cuukkk. Saat ini Mba Denok bersama sahabatmu dan kamu mau berpura – pura menyelamatkan dia.? Kamu itu sama – sama bajingan seperti sahabatmu itu. Jiancuukk.” Ucapku dengan emosinya.

“Semakin lama kita berbicara disini, hal yang buruk akan menimpa Denok. Dan kalau sampai itu terjadi, bukan hanya kamu atau Joko yang akan menggila. Aku akan lebih menggila lagi.” Ucap Pak Jarot dan tatapannya sekarang terlihat tajam sekali.

Akupun langsung terdiam, bukan karena takut kepadanya. Pikiranku sedang kalut, antara menutaskan dendam Intan atau menyelamatkan Mba Denok.

Cuukkk. Kenapa bisa aku mempunyai pikiran seperti itu ya.? Aku harusnya segera menyelamatkan Mba Denok dan menahan sejenak dendamku yang membara ini. Menyelematkan yang hidup dulu, baru menyelasaikan masalah yang lain.

Terserah Pak Jarot ada niatan yang buruk kepadaku atau dia berpura – pura menyelamatkan Mba Denok, terserahlah.

Sekarang ini percaya atau tidak percaya, hanya Pak Jarot yang bisa menuntunku ketempat Pak Danang. Entah disana nanti aku harus menghadapi dua orang langsung atau seperti apa nantinya, aku gak perduli.

Lagian kalau aku menuntaskan dendamku sekarang, pasti akan banyak menyita waktuku dan bisa berakibat fatal untuk Mba Denok.

“Aku akan membunuhmu setelah ini. Itu janjiku.” Ucapku, lalu dengan emosi yang tertahan, aku membalikkan tubuhku dan berjalan ke arah kimba.

Kletek, kletek, tek, tek. Treng, teng, teng, teng.

Aku menyalakan mesin kimba dengan kasarnya, karena kendaraan ini aku dapatkan dari bajingan yang bernama Jarot ini. Assuuu.

Aku naik ke kimba dan menurunkan dari standart dua. Pak Jarot langsung duduk dibelakangku dan.

Kletek.Treng, teng, teng, teng.

Aku memasukan perseneling kimba, lalu memacunya dengan kecepatan yang tinggi. Aku tidak mengajaknya bicara dan dia hanya bersuara ketika menunjukan arah jalan kepadaku.

“Kiri.” Ucap Pak Jarot ketika kami sampai diperempatan jalan.

Cuukkk. Jujur aku sangat emosi ketika mendengar bajingan satu ini berbicara. Ingin sekali aku menghantam mulutnya dan menginjak – injak wajahnya sekarang juga. Tapi aku tetap mencoba bersabar, bersabar dan bersabar. Assuu.

Aku memelankan kecepatan kimba, lalu membelokan arah kekiri, setelah itu menarik gas kimba dengan kencangnya lagi.

Treng, teng, teng, teng.

“Depan kiri lagi.” Ucap Pak Jarot dan aku membelokkan kimba lagi.

Kali ini jalan yang kami tuju memasuki kawasan hutan yang ada dipinggiran kota.

Kami melewati jalan yang menanjak lalu turun dan berbelok - belok. Suasananya yang sangat sepi, dingin dan cahaya yang remang – remang, membuatku sangat berhati – hati dan sangat berkonsentrasi. Aku hanya dituntun oleh lampu kimba yang agak redup dan dibantu sinarnya bulan purnama yang mulai terlihat lagi malam ini.

“Ambil jalan kanan dan lurus aja, sampai ketemu rumah tua yang beratap joglo.” Ucap Pak Jarot lagi. Ini adalah ucapan Pak Jarot yang agak panjang, setelah dari pom bensin menuju tempat ini.

Akupun mengikuti arah jalan yang ditunjuk Pak Jarot dan lebar jalanan ini, cukup untuk satu mobil yang lewat.

Beberapa saat kemudian, terlihat sebuah rumah tua yang sangat besar dan halamannya sangat luas sekali. Rumah itu tampak sepi dan tidak ada orang sama sekali diluarnya.

Treng, teng, teng, teng.

Aku terus menarik gas kimba ketika sudah tidak jauh dari depan rumah tua itu.

“Pelankan kecepatanmu dan berhenti didepan rumah itu.” Ucap Pak Jarot sambil menepuk pundakku.

Aku tidak menghiraukan ucapan Pak Jarot, tapi aku justru semakin menarik gas kimba dengan kencangnya.

Treng, teng, teng, teng.

“Gilang. Berhenti.” Ucap Pak Jarot dengan paniknya.

Treng, teng, teng, teng.

Aku semakin menarik gas kimba lebih cepat lagi dan.

BRAAKKKK.

Aku menabrak pintu rumah tua itu dengan kerasnya, sampai terbuka dengan lebarnya.

“Cuukkk.” Maki Pak Jarot sambil meloncat dan aku juga melepaskan peganganku disetir kimba, setelah itu aku melompat ke arah samping.

Treng, teng, teng, teng. Braakkk.

Sreenggg, sreengggg, sreenggg.

Kimba terseret diruang ruang tengah dan berhenti setelah menabrak salah satu orang yang ada disitu.

Cuukkkk. Kok tega banget aku sama kimba ya.? Padahal itu aku beli dan bukan diberi secara gratis oleh Pak Jarot. Harusnya aku tidak melampiaskan kemarahanku pada kimba juga.

“JIANCOOKK.” Teriak belasan orang yang sedang berpesta diruang tengah yang sangat luas ini.

Aku menyeimbangkan tubuhku setelah sempat oleng dan akan terjatuh, ketika menginjak lantai ruang tengah ini. Aku lalu berdiri dengan tegak dan menatap mereka satu persatu.

“Bajingan.” Maki Pak Jarot dan jalannya agak tertatih ke arahku. Dia mungkin terkejut karena aku menabrak pintu dan mungkin juga dia salah posisi berpijak, ketika loncat dari atas kimba tadi.

Kenapa gak patah sekalian sih kakinya.? Assuuu.

“Hei Jarot. Gak sopan sekali caramu datang kerumah bosmu sendiri.” Ucap salah satu orang yang berambut gondrong dan mungkin dia pemimpin para bajingan ini.

“Jangan banyak bicara kamu ndrong, dimana Denok.?” Tanya Pak Jarot yang sudah berdiri didekatku.

“Kamu sudah taulah Denok sekarang lagi dimana dan lagi berbuat apa. Kayak gak tau Bos Danang aja. Hehehe.” Ucap Si Gondrong dan langsung membuat kedua tanganku terkepal dengan kuatnya.

“Bajingaan. Gak mungkin dia main gila sama Denok. Bisa kubunuh Danang hari ini juga.” Ucap Pak Jarot dengan emosinya.

Cuukkk. Ada apa dengan Pak Jarot ini.? Masa hanya karena Mba Denok anak sahabatnya, dia sampai mau membunuh Pak Danang.? Gak mungkin sesimple itu lah, pasti ada sesuatu yang belum aku ketahui dan pasti itu rahasia yang sangat besar.

Arrgghh. Persetanlah. Sekarang yang penting itu, aku harus membantai Si Gondrong dan mencari Mba Denok secepatnya. Bisa saja Pak Jarot bersandiwara dan mengulur – ngulur waktuku. Bangsattt.

“Hahahaha.” Si Gondrong tertawa dan di ikuti seluruh preman yang ada diruangan ini.

“JIANCOOKKK.” Makiku dan aku langsung berlari ke arah Si Gondrong, sambil mengarahkan kepalan tangan kananku ke arah wajahnya.

“SERAANGGG.” Teriak Gondrong kepada para bajingan yang ada didekatnya.

Beberapa orang langsung berdiri didepan Si Gondrong dan melindunginya, sedangkan belasan orang lainnya berlari ke arahku dan Pak Jarot.

BUHGGG.

Aku meloncat sambil menghantam wajah salah satu musuh, yang sudah berdiri dihadapanku.

“ARRGGHHH.” Dia berteriak kesakitan, dengan wajah yang terdanga keatas dan tubuh yang limbung kebelakang.

Aku membalikkan tubuhku dengan cepat, sambil mengarahkan tendangan balik ke arah dada orang itu dengan kuatnya.

BUHGGG.

“HUUUPPPP.” Dia terpental kebelakang dengan nafas yang sesak, dan.

BUUMMM.

Dia roboh terlentang dan darah segar keluar dari mulutnya.

Akupun langsung bersiap dengan memasang kuda – kuda. Kedua kakiku sedikit aku tekuk dan kedua tanganku terkepal didepan dada. Tangan kiriku terkepal agak kedepan dari tangan kananku dan tubuhku agak menyamping kekiri. Aku lalu menyerong menghadap kekanan dan sekarang kepalan tangan kananku agak kedepan dari kepalan tangan kiri.

Aku memperhatikan gerakan belasan orang yang sudah bersiap menyerangku bersama – sama ini.

Satu orang menyerangku dari arah kiri dan aku langsung memundurkan wajahku, sambil menyerongkan tubuhku ke arahnya.

WUUTTTT.

Pukulannya mengenai angin dan.

BUHGGG.

Aku menghantam tulang rusuk bagian kanannya yang sangat dekat dengan tubuhku, dengan sekuat tenagaku.

KRAAKKK.

“ARRGGHHHH.” Orang itu berteriak dengan kencangnya, karena tulangnya terdengar patahan akibat pukulanku ini.

Tubuhnya melengkung ke arah kiri dan aku langsung menyambutnya dengan kepalan tangan kananku, ke arah dagunya.

BUHGGG.

Orang itu oleng, dan tiba – tiba.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Serangan beruntun dan bertubi – tubi, langsung mengarah keseluruh tubuhku dari berbagai arah. Mereka menyerangku bersama – sama dan aku membalasnya dengan kepalan tangan, sikut, lutut serta tendanganku.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Aku menghantam beberapa orang yang menyerangku dan serangan dari beberapa orang mengenai wajah, serta seluruh tubuhku.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Seranganku terhenti, karena aku harus menghindari pukulan yang bertubi – tubi dari banyak orang ini. Aku menghindar dan menangkis serangan orang – orang itu, sambil sesekali mencoba membalas serangan mereka.

WUTTT, WUTTT, WUTTT, WUTTT, WUTTT.

TAPPP, TAPPP, TAPPP, TAPPP, TAPPP.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Aku berhasil menghindari dan menangkis serangan mereka, tapi tidak sedikit juga serangan mereka yang mengenai aku dengan telaknya.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Pelipis, rahang, pipi, dagu, wajah bagian samping, punggung, pundak, dada dan seluruh tubuhku, menjadi sasaran empuk serangan mereka.

Darah mulai keluar dari luka – luka yang ada diwajahku dan bercampur dengan keringatku. Aku bukannya menyerah dan mengeluh kesakitan, tapi aku justru semakin menggila dengan serangan balikku.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Aku berhasil merobohkan beberapa orang didepanku dan aku lihat beberapa yang lain juga roboh dibelakangku. Para penyerangku ini pun langsung mundur perlahan, tapi tetap dalam posisi yang siap menyerang.

“Kita selesaikan mereka secapatnya, terus kita cari Denok.” Ucap Pak Jarot dibelakangku dan rupanya dia yang merobohkan orang – orang yang ada dibelakangku.

Pak Jarot berdiri memunggungi aku dan kembali kami dikelilingi anak buah Pak Danang.

“Urus urusanmu sendiri dan jangan perdulikan aku. Hu, hu, hu, hu.” Ucapku sambil melirik ke arah Pak Jarot dan aku mengatur nafasku yang cepat serta memburu ini.

“Lang.” Ucap Pak Jarot sambil melirikku.

“Kita punya tujuan yang berbeda ditempat ini. Tapi bukan berarti aku lupa dengan janjiku di pom bensin tadi.” Ucapku, lalu aku menyapu darah yang keluar dari bibirku, dengan jempol kananku.

Pak Jarot langsung melihat ke arah depannya dan bersiap dengan serangan lawan yang ada dihadapannya.

“SERANGGG.” Teriak Si Gondrong yang belum turun tangan dari tadi.

Orang – orang yang ada dihadapanku lalu maju menyerangku dan aku menyambutnya dengan injakan disalah satu wajah penyerangku.

BUHGGG.

Dia termundur kebelakang dan aku mengarahkan kepalan tangan kanan ke arah penyerangku yang ada disamping kiri, lalu mengarahkan kepalan tangan kiri ke arah kanan penyerangku yang lain lagi.

BUHGGG. BUHGGG.

Dua orang termundur bersamaan dan aku langsung memutarkan tubuhku, sambil mengarahkan tendangan balik dengan kaki kanan ke arah lawanku yang lain lagi.

BUHGGG.

Lalu,

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Seranganku membabi buta dan aku menghajar orang disekelilingku. Emosiku meluap – luap dan aku tumpahkan malam ini. Begitu banyak kejadian yang membangsatkan dan hal – hal baru yang aku ketahui, sehingga membuat emosiku menyatu dengan kepalan tangan serta tendangan kakiku ini.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Serangan mereka yang mengenai tubuhku, tidak aku hiraukan dan itu justru membuat nafsu membantaiku semakin menjadi.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Satu orang roboh.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Dua orang roboh.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Empat orang lagi yang roboh dan aku lihat Pak Jarot juga sudah merobohkan beberapa orang, dengan serangannya yang mematikan. Wajahnya terlihat masih mulus dan berbeda dengan wajahku yang dipenuhi luka dan darah ini.

“Bangsaattt.” Ucap Si Gondrong dan dia berlari ke arahku, ketika semua teman – temannya telah terbantai.

WUTTT, WUTTT, WUTTT, WUTTT, WUTTT.

TAPPP, TAPPP, TAPPP, TAPPP, TAPPP.

Aku menghindar lalu menangkis serangan Si Gondrong.

TAPPP, TAPPP, TAPPP, TAPPP, TAPPP.

Dia pun menangkis setiap serangan balikku.

Dan disaat aku menikmati seranganku ini.

WUTTT.

Gondrong menundukan wajahnya, lalu dia memiringkan tubuhnya ke arah kiri dan.

BUHGGG.

Sikut kanannya mengarah ke arah pelipis kananku.

“ARRGGHH.” Aku kesakitan dan kepalaku oleng ke arah kiri.

Gondrong memutarkan tubuhnya, sambil mengangkat kaki kirinya. Dia mengarahkan tumitnya ke arah wajah bagian samping kiriku yang oleng ke arah kiri dengan cepat dan kuatnya.

BUHGGG.

“AARGGHHH.” Teriakku yang kesakitan lagi dan pandanganku langsung berbayang.

Dan tiba – tiba.

BUHGGG.

Dadaku diinjak dengan keras, sampai aku termundur kebelakang, lalu.

“HUUPPPPP.” Nafasku sesak dan.

BUUMMM.

Aku roboh dengan posisi terlentang dan kepala belakangku menghantam lantai dengan kerasnya. Dadaku sangat sakit sekali dan pandanganku juga gelap. Bajingann.

Aku tertidur dengan mata yang terpejam dan suasana yang gelap ini, semakin membuatku kesulitan bernafas.


“Bagaimana.? Sudah gak mampu lagi.?” Samar – samar terdengar suara seseorang dan nadanya sangat mengejekku sekali.

Akupun tidak menyahutnya dan kedua mataku tetap terpejam.

Hiuffttt, huuuuu.

Aku menarik nafasku agak panjang dan perlahan aku merasa angin segar bertiup disekelilingku. Aku lalu membuka kedua mataku perlahan dan untuk kesekian kalinya, aku terkejut dengan kondisi yang ada disekitarku.

Bajingann. Aku terbangun disebuah pondok dan pondok ini berada didalam hutan yang sangat aku kenal sekali. Hutan yang angker dan sangat keramat didesaku.

Gila. Dalam sehari ini aku terseret dibawah alam sadarku kehutan yang terkutuk ini. Yang pertama bersama Bapakku dan sekarang entah siapa yang membawaku kemari. Jiancuukk.

Ada apa ini.? Kok bisa aku datang kemari, padahal aku sangat tidak ingin ketempat ini lagi. Dulu aku memang sering ketempat ini bersama Joko, ketika ingin menenangkan diri. Tapi ketika terakhir kali kami kehutan ini dan bertemu dengan Kakek – Kakek tua yang sedang mandi di mata air sana, kami berdua tidak pernah mau datang kehutan ini lagi.

Kakek tua yang kami temui itu menatap kami berdua bergantian, lalu mengucapkan.

“Kalian mau menemani aku disini ya.?” Sebuah kalimat yang singkat, tapi mampu membuat kami berdua ketakutan dan kapok datang kehutan ini lagi.

Tapi sebentar dulu. Kelihatannya aku mengingat sesuatu. Wajah Kakek tua yang aku temui bersama Joko hari itu, kenapa mirip sekali dengan Kakek bermata bening yang baru aku temui di makam dan pom bensin tadi ya.?

Cuukkk. Jadi beneran Kakek itu penunggu desa kami.? Gilaa.

“Jadi bagaimana.? Kamu masih bisa mengatasi masalahmu.?” Ucap seseorang yang mengejutkanku dari lamunan.

Aku yang masih tidur dan terlentang dibalai – balai bambu didalam pondok, langsung bangun dan duduk dengan kaki yang terselonjor. Pandanganku tidak gelap ataupun berbayang, dadaku tidak sesak dan tidak ada darah yang keluar dari wajahku sama sekali. Kondisiku seperti tidak habis dibantai atau berkelahi dengan siapapun. Gilaa.

Aku lalu memalingkan wajahku dan melihat seorang Kakek tua mandi dimata air sana. Kakek itu terlihat asyik membasahi wajahnya dari mata air yang mengalir diatasnya, lalu menenggelamkan seluruh kepalanya didalam air.

Aku lalu menurunkan kedua kakiku ketanah dan tetap duduk dibalai – balai bambu.

“Saya tadikan sudah bilang, kalau saya sendiri yang akan menyelesaikan masalah ini tanpa membutuhkan bantuan siapapun. Kenapa Mbah bertanya terus.?” Tanyaku, ketika Kakek itu memunculkan wajahnya kepermukaan.

“Kamu mampu atau sok mampu.?” Tanya Si Kakek sambil menoleh ke arahku dan warna mata beliau tampak seperti biasa, hitam dan putih.

“Mampu atau tidak mampu, saya tetap akan menyelesaikannya sendiri dan saya akan membantai siapapun mereka.” Jawabku.

“Sombong sekali kau anak muda.” Ucap Si Kakek sambil keluar dari sungai dan berjalan ke arah sebuah batu yang agak besar.

Kakek itu mengambil rokok klobot yang ada diatas batu, lalu membakarnya.

“Huuuuu.” Asap tebal keluar dari mulutnya dan kembali Si Kakek melihat ke arahku.

“Membedakan mahluk berbeda alam yang baik dan yang tidak baik saja, kamu tidak bisa. Bagaimana kamu mau melawan mereka.?” Ucap Si Kakek lalu menghisap rokoknya lagi.

“Kamu tidak menyadari mahluk bermata putih yang menyerupai wujud Intan dihari itu, sebelum nyawamu terancamkan.?”

“Kamu juga tidak menyadari bahwa mahluk yang berwujud Sanjaya tadi sore, bukan ruh Sanjaya yang sebenarnya kan.?”

“Kamu tidak menyadari bahwa orang yang bertampang malaikat yang ada disekitarmu, justru dia dalang dari semua ini kan.?”

“Terus bagaimana kamu akan melawan mereka.?” Tanya Si Kakek yang langsung membuatku terdiam.

“Kamu terlalu polos dan terlalu gegabah dalam melangkah, sampai tidak menyadari bahwa kamu telah dimanfaatkan.” Ucap Si Kakek lagi dan aku hanya menundukan kepalaku.

Cuukkk. Semua yang dikatakan Kakek ini benar dan aku memang terlalu bodoh selama ini. Aku terlalu mudah percaya pada setiap orang, padahal tidak semua dari mereka yang aku percayai itu orang baik.

Pak Danang. Dia orang yang menerimaku bekerja dikantornya dan aku banyak mendapatkan pengalaman yang sangat banyak sekali disana. Aku taunya dia orang baik, tapi ternyata dia bajingan yang banyak memanfaatkan mahasiswa seperti kami untuk dipekerjakannya.

Kalau boleh kusimpulkan atas semua kejadian ini, dia pasti ingin mendapatkan banyak keuntungan karena gaji kami dibawah rata – rata tenaga ahli yang sangat tinggi. Selain itu, kalau dengan mahasiswa dia pasti akan lebih mudah mengatur sesuai dengan kemauannya. Kalau mahasiswa itu tidak menuruti kemauannya, pasti nyawa mahasiswa itu akan melayang. Dan kenyataan yang baru aku ketahui, bukan hanya Mas Hendra saja yang sudah dibunuh, tapi ada beberapa mahasiswa lagi yang kasusnya tertutup.

Kenyataan yang lebih menyakitkan lagi, sosok seorang Pak Jarot yang menjadi eksekutor kematian para mahasiswa itu. Pak Jarot alias Mr. Cruel. Bajingaann.

Mas Hendra, Mas David dan entah siapa lagi mangsa yang sudah Pak Jarot habisi.

Aku tidak menyadari dibalik sikap baik Pak Jarot itu, ternyata dia pembunuh berdarah dingin. Diapun bisa mengelabui aku dengan mengirim mahluk yang mirip dengan Pakde Sanjaya. Gila gak.?

Aku juga sudah masuk dalam target mereka, karena mereka curiga dengan gelagatku yang ingin membongkar mistery tentang kematian Intan. Pak Jarot sengaja memecatku, agar memutus mata rantai informasi yang sedang aku cari.

Mereka berdua juga sudah merencanakan untuk menghabisi aku serta Joko, dan tinggal menunggu waktunya saja. Dan semua itu diluar pemikiranku. Jiancuukkk.

Satu lagi, Bu Har. Arrghhh. Setelah ini, aku akan berbicara kepadanya. Bajingann.

“Kalau saja aku dan Mbah penghuni Desa Jati bening tidak mengaburkan pandangan Jarot dipom bensin, mungkin kamu tidak akan mendapatkan informasi ini.” Ucap Si Kakek dan aku langsung mengangkat wajahku lagi.

“Kamu mungkin merasa ada pertempuran ghaib disekitarmu tadi. Dan kamu juga pasti tau kalau kami berdua kalah dengan mahluk bermata putih itu, sampai Jarot bisa cepat tersadar dan dia mengusir Dani.” Ucap Si Kakek lagi dan dia kembali menghisap rokoknya, sambil menatapku.

“Huuuuuu.” Si Kakek mengeluarkan asap rokok dari mulutnya.

“Setelah kamu tau tentang semua ini, kamu akan tetap melawannya seorang diri.?” Tanya Si Kakek dan aku langsung mengangguk pelan.

“Cuukkk.” Gumam Si Kakek pelan.

“Apa yang bisa saya harapkan dari mbah berdua.? Mbah berdua saja kalah dengan mahluk bermata putih, jadi kenapa memaksakan untuk ikut dipertarunganku ini.?” Tanyaku dan itu langsung membuat Si Kakek terlihat emosi.

“Kalau kamu bisa mengendalikan dan menggabungkan kekuatan kami, kamu akan bisa mengalahkan mahluk bermata putih itu.” Ucap Si Kakek yang terus membujukku, untuk bisa bergabung dengan pertempuran ini.

Sebenarnya tanpa persetujuanku sekalipun, Si Kakek dan Simbah bisa saja langsung ikut dalam pertarungan ini. Tapi kenapa Si Kakek minta persetujuanku.? Apa Kakek dan Simbah hanya bisa bergabung dan masuk kedalam tubuhku, setelah aku mengijinkannya ya.? Terus kalau mereka berdua masuk kedalam tubuhku, mereka akan menyatu selamanya dengan aku.? Gila aja. Bapakku dan Mbahku saja melepaskan mereka berdua, masa aku keturunannya harus takluk pada dua mahluk ini.? Enggak, enggak boleh seperti itu. Aku harus tetap berjuang seorang diri.

“Intinya itu tergantung dengan diri saya sendiri kan Kek.?” Tanyaku dan Si Kakek hanya memandangku sambil menghisap rokok klobotnya lagi.

“Kalau memang seperti itu, sama saja saya berjuang dengan kekuatan saya sendiri.” Ucapku.

“Sekarang lebih baik Kakek pergi, karena saya beneran gak butuh bantuan Kakek.” Ucapku dengan tenangnya dan aku langsung berdiri dengan tegaknya.

“Angkuh.” Ucap Si Kakek,

“Huuuu.” Lalu beliau menyemburkan asap rokok ke arah wajahku dan aku langsung menutup wajahku dengan cepatnya.




“Kamu bagianku Ndrong.” Samar – samar terdengar suara Pak Jarot dan aku langsung membuka kedua mataku.

Cuukkk. Aku sudah berada dirumah tua ini lagi. Dadaku kembali terasa sesak dan darah terasa memenuhi wajahku. Seluruh tubuhku terasa sakit, tapi aku harus segera bangkit dan membantai Si Gondrong, setelah itu aku akan mencari Mba Denok, lalu menyelesaikan urusanku dengan Pak Jarot dan Pak Danang.

“Jangan ikut – ikut dengan pertarunganku, karena Si Gondrong itu bagianku.” Ucapku, lalu dengan bersusah payah, aku menegakkan tubuhku dan duduk dengan kedua kaki yang terselonjor kedepan. Aku menundukan kepalaku dan membersihkan darah yang ada diwajahku, sambil mengatur nafasku dan mengumpulkan sisa - sisa kekuatanku.

“Kondisimu sudah seperti itu, tapi kamu masih mau melawan dia.? Hahahaha.” Ucap Pak Jarot lalu tertawa mengejek.

“Lebih baik kamu mengumpulkan kekuatanmu dulu, karena kamu mau melawan aku kan.?” Tanya Pak Jarot dan aku langsung mengangkat wajahku dan menatapnya.

“Jangankan Si Gondrong. Setelah ini aku melawan Pak Danang lalu membantaimu, kekuatanku tidak akan berkurang.” Ucapku sambil menekuk kedua kakiku, lalu aku mengepalkan tangan kananku dan mengarahkannya kelantai.

Aku berdiri perlahan dan kepalan tangan kananku ini, aku gunakan sebagai tumpuanku untuk berdiri.

“Hiuffttt, Ahhhhh.” Aku menarik nafas panjangku, lalu mengeluarkannya perlahan.

Aku berdiri dengan tegak sambil memutarkan kepalaku kesamping kiri, belakang, kekanan, kedepan, lalu aku tegakkan lagi.

“Dari pada terlalu lama, kalian berdua saja yang maju.” Ucap Si Gondrong dengan sombongnya.

“Ucapanmu itu terlalu sombong. Dan biasanya orang yang sombong itu, hanya pandai berucap.” Ucapku dan Si Gondrong terlihat emosi sekali.

“Bangsaattt.” Maki Si Gondrong.

Akupun hanya tersenyum dan dia langsung berlari ke arahku, sambil mengarahkan kedua kepalan tangannya ke arah wajahku bergantian.

WUTTT, WUTTT, WUTTT, WUTTT, WUTTT.

Aku menghindari serangan Si Gondrong, dengan memiringkan kepalaku kekanan, kekiri, dan menunduk. Aku sengaja membiarkannya mengeluarkan semua emosi dan tenaganya, tanpa balas menyerangnya.

WUTTT, WUTTT, WUTTT, WUTTT, WUTTT.

TAPPP, TAPPP, TAPPP, TAPPP, TAPPP.

Dia menggunakan lututnya dari arah bawah, ketika aku menunduk. Aku menahannya dengan kedua telapak tanganku, lalu dia menghantam dari arah samping dan aku juga menangkisnya dengan pergelangan tanganku.

“BANGSAATTT.” Teriak Gondrong tepat di hadapanku, sambil terus menyerangku.

TAPPP, TAPPP, TAPPP, TAPPP, TAPPP.

Aku terus menangkisnya dan terakhir aku mendorong dadanya dengan telapak tanganku.

Buhhggg.

Gondrong termundur, tapi dia maju lagi dengan serangan menggunakan tinjuan tangan kanannya.

WUUTTT.

Aku menunduk dan kesempatanku terbuka, karena tangan kanannya terangkat dan tulang iganya tidak terlindungi.

Aku lalu mengarahkan kepalan tangan kiriku ke arah tulang iga bagian kanannya, dengan cepat dan kuat.

BUHHGGGG, KRAKKKK.

“AARRGHHHH.” Teriak Si Gondrong yang kesakitan dan terdengar tulang yang patah, dibagian yang aku pukul itu.

Tubuh Si Gondrong melengkung ke arah kiri dan wajahnya meringis kesakitan.

BUHHGGGG, KRAKKKK.

Aku mengayunkan kepalan tangan kananku ke arah tulang hidungnya yang lunak. Hidungnya patah kedalam dan darah langsung menyembur dengan derasnya.

“AARRGHHHH.” Si Gondrong kesakitan sambil menunduk dan memegangi wajahnya.

Aku lalu menyambutnya dengan kepalan tangan kiriku, ke arah kepala bagian samping tepat dibagian telinga kanannya.

BUHHGGGG.

Kepala Gondrong oleng kekiri dan aku langsung menghantam dagunya dari arah bawah, menggunakan kepalan tangan kananku.

BUHHGGGG.

“ARRGGHHHH.” Kepala Si Gondrong terdanga, dengan darah yang menyembur dari hidungnya.

Cukup sudah aku bermain – main dengannya dan cukup tadi saja, dia menumbangkan aku. Sekarang aku akan membantainya dan tidak akan membiarkan dia membalas seranganku sekali saja. Aku akan menunjukan kekuatan Gilang Adi Pratama yang sesungguhnya, saat ini juga.

Kepala Gondrong yang terdanga dan tubuhnya yang limbung kebelakang, membuatku lebih mudah untuk menentukan seranganku selanjutnya.

Aku lalu meloncat dan mengarahkan kepalan tangan kananku, ke arah batang lehernya yang terbuka itu. Aku ayunkan tangan kananku kebelakang, lalu menghantam lurus kedepan.

BUHHGGGG.

“HORRGGGG.” Si Gondrong memonyongkan mulutnya yang terbuka itu, dengan kedua matanya yang melotot dan terlihat kesakitan yang teramat sangat diwajahnya.

JEDUUKKK.

BUUMMMM.

“AAARRGGHHH.” Si Gondrong tumbang dengan posisi terlentang dan tubuhnya mengejang.

Apa aku mencukupkan seranganku.? Enggaklah. Enggak mungkin itu. Dia sudah menumbangkan aku dan dia salah satu anak buah Pak Danang. Gondrong ini penjahat dan dia harus mati ditempat ini.

Aku lalu menunduk dan menjambak rambut gondrongnya, sampai dia terduduk. Aku menjambaknya dengan tangan kiri, lalu aku menghantamnya dengan kepalan tangan kananku.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Aku menghajarnya sampai darah keluar dan menutupi wajahnya. Luka – luka diwajahnya pun, tidak terlihat karena terlalu banyak darah segar yang keluar.

BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG, BUHGGG.

Aku terus menghantamnya, lalu aku akhiri seranganku dengan membanting kepala belakangnya kelantai.

JEDUUKKK, BUUMMM.

“ARRGGHHH.” Si Gondrong mengejang kesakitan, dengan darah yang keluar dari mulutnya.

Aku lalu melirik ke arah Pak Jarot yang melihat setiap detail pertarunganku dari tadi. Ini hanya pemanasan, karena pertarungan yang sesungguhnya adalah ketika aku melawannya nanti. Bajingannn.

Aku lalu melihat ke arah Si Gondrong yang terlentang dan mengejang, setelah itu aku mendekatinya lagi. Dan,

BUHGGG, KRAKKK.

Aku menginjak wajahnya dari arah samping kanan, sampai wajahnya tertoleh ke arah kiri. Bunyi patahan dari lehernya itu terdengar merdu, seperti tabuhan gendang Joko. Bunyi patahan itu juga membuat tubuh Si Gondrong mengejang sebentar, lalu kaku dan tidak bergerak lagi.

Jiancuukkk. Aku akan terus membantai orang malam ini, sampai semua masalahku selesai dan dendamku terbalaskan.

Aku tidak perduli siapa lagi musuhku setelah ini. Darahku masih mendidih dan tidak akan bisa tenang, sebelum aku membantai seluruh keparat itu.

“Kurang ajar.? Siapa yang buat keributan.? Ganggu orang yang lagi senang aja.” Ucap Pak Danang yang keluar dari ruang belakang, sambil membenarkan resleting celananya.





#Cuukkk. Bajingan ini baru bersenang – senang.? Bersenang – senang dengan siapa.? Mba Denok.? Bangsaattt. Kubunuh kamu Nang, kubunuh kamu. Jiancukk.!!!
Wah mantab updatenya hu.. thanks..

Tapi gilang tambah angkuh anjirrr.. orang kayak gini biasanya cepat atau lambat bakalan jatuh.. gue pertama respect sekarang nggak lagi.. sekarang skip jadi MC favorit.. memang Sandi MC terbaik dicerita author.. :beer:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd