Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT I M P I A N 2

Bimabet


BAGIAN 30
YANG PERTAMA DAN YANG TERAKHIR





Pop Denok


Denok


“Kaulah yang pertama, memberi arti cinta bagiku ini.

Janganlah berakhir.

Oh, kaulah yang pertama, membuatku terlena.

Dan tak ingin lagi seorang pria selain dirimu.”




Ahhh. Mungkin hanya lagu ini yang bisa mengungkapkan semua isi hatiku saat ini. Hatiku yang berbunga – bunga dan hanya seorang laki - laki yang bisa membuatku seperti ini.

Mas Jo. Seorang pria yang mampu menaklukan hatiku dan membuat hidupku jauh lebih berwarna. Perhatiannya, kasih sayangnya dan segala tentang dirinya, membuatku mengerti apa itu cinta. Cinta yang selalu menghadirkan tawa, sayang yang selalu membuatku melayang, dan rindu yang selalu menggebu, padahal sering bertemu.

Mas Jo. Seorang pria yang sederhana, tapi mempunyai cinta yang luar biasa. Kata – katanya tidak pernah puitis, tapi bukan berarti dia tidak bisa romantis. Romantisnya Mas Jo pun, berbeda dari pria pada umumnya. Romantisnya itu kadang membuatku geregetan, jengkel, gemes, sebel, tapi ngangenin baget. Bingung gak.? Gak usah ikut bingung deh, entar kalian jatuh cinta juga sama Mas Jo ku. Hihihihi.

Mas Jo. Dandanan slengean, perkataannya pun asal – asalan. Usianya lebih muda dari aku, tapi pemikirannya kadang – kadang lebih dewasa. Apa adanya, mandiri, suka bekerja keras, pantang menyerah, dan yang pasti dia mempunyai impian serta cita – cita yang harus didapatkan.

Orangnya cuek, masa bodoh dan gak mau tau dengan urusan orang lain. Tapi kalau dengan aku, sikapnya itu jelasnya berbanding terbalik.

Itulah Mas Jo. Mas Jo ku tersayang. Kalau harus aku tulis semua tentangnya, tidak akan habis kata – kata untuk memujinya. Aku benar – benar dibuatnya jatuh love, love selove – love nya. Gila.

“Nok.” Panggil Pak Danang yang mengejutkanku dari lamunan.

“Eh iya Pak.” Ucapku sambil membenarkan kacamataku.

“Ngelamun aja.” Ucap Pak Danang lalu melangkah ke arah ruangannya.

“Enggak kok Pak.” Jawabku berbohong sambil melihat kearah Pak Danang yang baru melewati aku.

“Kalau jatuh cinta itu, kadang buat orang gila Nok. Jadi jangan sering –sering, cukup sekali saja.” Ucap Pak Danang yang tiba - tiba menoleh kearahku sambil mengedipkan mata kirinya, setelah itu masuk kedalam ruangannya dengan cuek.

Iiihhh. Jadi malu aku sama Pak Danang. Padahal jujur, aku masih jengkel kepada beliau. Semenjak Mas Jo dan Mas Gilang dipecat tanpa ada masalah sama sekali, aku jarang berbicara kepada Pak Danang, kecuali ada masalah kerjaan saja.

Memang sih, yang memecat Mas Jo dan Mas Gilang itu Pak Jarot. Tapi sebagai direktur dikantor ini, kenapa Pak Danang tidak mencegahnya atau paling tidak mencari tau duduk permasalahannya.? Pak Danang justru diam saja dan seolah merestui tindakan Pak Jarot yang terkesan semena – mena itu.

Pak Danang sepertinya sadar dengan perubahan sikapku ini dan semenjak kejadian pemecatan itu, beliau mencoba untuk mendinginkan suasana dengan sedikit menggoda, merayu ataupun mengajakku bercanda. Tapi aku hanya bersikap dingin kepadanya. Sedangkan dengan Pak Jarot, aku lebih acuh lagi. Aku berbicara seadanya masalah pekerjaan dan tidak pernah bersenda gurau seperti dulu lagi. Aku tidak pernah dekat lagi dengan Pak Jarot, padahal dulu aku sempat mengagumi sosoknya yang seperti seorang Ayah bagiku.

Sebenarnya aku mau keluar dari kantor ini, tapi Mas Jo selalu melarangku. Dia ingin aku bersikap profesional dikantor, karena Mas Jo menganggap masalah pemecatannya itu dinamika dalam pekerjaan, bukan masalah pribadi.

Dan untuk hari ini, aku merasa ada yang berbeda dengan sikap Pak Danang. Biasanya beliau menggoda atau mengajakku bercanda dengan hal – hal yang garing banget. Tapi tadi aku melihat kedipan mata dan caranya berbicara, seperti ada sesuatu yang disembunyikannya dari aku. Entah apa itu, tapi menurutku mungkin Pak Danang menyesal telah memecat Mas Jo dan Mas Gilang.

Pak Danang pasti tau kalau aku punya hubungan dengan Mas Jo. Jadi mungkin saja beliau sengaja menggodaku seperti itu, agar aku kembali bersikap biasa kepadanya. Mungkin setelah aku bersikap seperti biasa, dia mau meminta bantuanku agar membujuk Mas Jo dan Mas Gilang untuk bergabung dikantor ini lagi. Mungkin seperti itu kesimpulanku.

Ah, kalau benar apa yang aku simpulkan ini, gak mungkinlah aku merayu Mas Jo dan Mas Gilang untuk bergabung dikantor ini lagi. Walaupun sebenarnya aku tidak terima dengan pemecatan itu dan aku juga senang kalau Mas Jo dan Mas Gilang kembali kekantor ini, tapi aku tidak akan merayu mereka kembali.

Aku hanya ingin mengambil hikmah atas pemecatan mereka berdua. Mas Jo dan Mas Gilang sekarang jadi punya perusahaan konsultan sendiri dan sudah punya proyek pertama dari Mas Jago, teman dari Mas Candra. Aku yakin mereka akan berhasil dengan perusahaan yang mereka dirikan itu. Aku juga yakin mereka tidak mungkin mau kembali kekantor ini lagi.

Oh iya, aku sudah cukup lama mengenal Mas Candra. Aku mengenalnya jauh sebelum mengenal Mas Jo, karena Mas Candra sering ikut tender lewat perusahaan lainnya. Sedangkan Mas Jago aku hanya sebatas mengenal, karena dia sering bersama Mas Candra.

Sudahlah, cukup sudah membahas masalah itu. Lebih baik sekarang aku berkonsentrasi saja dengan pekerjaanku, sambil mencari celah untuk keluar kantor ini. Semakin lama aku bosan bekerja dikantor ini.

Hiuuffttt, huuuu.

Aku pun mulai membuka beberapa dokumen dan akan segera mengcopynya. Sore nanti aku akan dijemput Mas Jo ku tersayang. Aku tidak ingin Mas Jo menungguku terlalu lama, karena aku belum menyelesaikan pekerjaanku.

Lalu dengan membawa beberapa tumpuk dokumen, aku berjalan kearah ruang sebelah untuk mengcopy semua dokumen yang akan digunakan untuk tender bulan depan ini.

Dan pada saat aku mulai mengcopy dokumen – dokumen ini, Pak Jarot dan Pak Jaka lewat depan ruangan ini dengan terburu – buru.

“Pak, itu ada Mba Denok.” Samar – samar aku mendengar suara Pak Jaka dari luar ruangan sana dan mereka sudah tidak terlihat dari arahku berdiri ini.

Terdengar langkah kaki yang berjalan dan langkah itu terhenti didepan ruangan ini. Aku lalu melirik kearah orang itu, sambil tetap mengerjakan pekerjaanku.

Rupanya yang berdiri itu Pak Jarot dan dibelakangnya ada Pak Jaka yang melihat kearahku. Aku tidak menghiraukan kedatangan Pak Jarot, karena aku malas berbicara kepadanya.

“Mba Denok.” Panggil Pak Jarot.

“Ya.” Jawabku singkat sambil melihat kearahnya, lalu melanjutkan kegiatanku lagi.

“Saya dan Pak Jaka mau ke Desa Sumber Banyu.” Ucap Pak Jarot dan langsung membuatku terkejut.

Ada apa sih mereka mau ke desanya Mas Jo.? Terus kenapa juga harus laporan kepadaku.? Mau mencairkan suasana denganku, supaya aku bersikap biasa aja gitu.? Maaf ya, aku sudah terlanjur kecewa dengan anda.

“Ohh.” Jawabku dengan malasnya dan dengan kata – kata yang sangat singkat sekali.

“Bapak dan Ibunya Joko, baru saja meninggal dunia.” Ucap Pak Jarot dan aku langsung menghentikan kegiatanku.

Aku menunduk sejenak, lalu melihat kearah Pak Jarot.

“Gak lucu bercandanya.” Ucapku yang tidak percaya dengan ucapan Pak Jarot, karena baru tadi aku dan Mas Jo makan siang bareng.

Gila orang satu ini. Apa tujuannya bercanda seperti itu.? Apa dia mau membuatku benar – benar membencinya dan menjauhinya.? Oke kalau itu maunya. Aku akan dengan senang hati melakukannya.

Aku menatap Pak Jarot dengan tatapan yang penuh kebencian dan dia hanya terdiam menatapku. Wajahnya terlihat terkejut dan takut, melihat ekspresi wajahku ini.

“Mba Denok. Ini bukan candaan. Silahkan tanya dengan Candra yang ada didepan kantor. Dia bersama Jago menunggu kami, untuk menyusul Mas Joko yang baru saja berangkat ke Desa Sumber Banyu bersama Mas Gilang.” Ucap Pak Jaka meyakinkan aku.

Akupun langsung terdiam, karena Pak Jaka terlihat sangat serius dan juga terlihat sangat sedih sekali.

Dadaku tiba – tiba sesak dan seluruh tubuhku bergetar dengan hebatnya. Dokumen yang aku pegang ini terjatuh dilantai dan butiran air mataku mulai keluar dari kelopak mataku.

“Enggak, Denok gak percaya.” Ucapku sambil menggelengkan kepala dan deraian air mata yang membasahi pipiku.

“Mbak.” Ucap Pak Jaka dengan suara yang bergetar.

“Kalian Bohong.” Ucapku lalu aku berlari keluar ruangan, untuk mencari Mas Jago dan Mas Candra diluar kantor.

Aku ingin memastikan lagi kabar yang sangat menyedihkan ini kepada Mas Jago dan Mas Candra.

Aku berlari melewati Pak Jarot yang masih berdiri mematung didepan ruangan ini dan aku menuju kearah luar kantor.

Diluar kantor tampak Mas Candra, Mas Jago dan satu orang lagi yang tidak aku kenal. Mereka melihat kearahku dengan tatapan yang menyedihkan dan mereka seolah mengasihani aku.

Aku terdiam dan bibirku terkunci dengan kuatnya. Aku tidak mampu bertanya tentang kabar yang sangat menyedihkan ini. Tatapan mereka bertiga seolah menjelaskan semuanya dan air matakupun semakin deras mengalir.

“Hiks, hiks, hiks.” Aku menangis sejadi – jadinya dan tubuhku langsung lemas seketika. Aku menyandarkan pundakku di pintu kantor, sambil menutupi wajahku.

Mas Jo. Siang tadi wajahnya terlihat sangat senang dan bahagia, tapi sekarang dia pasti sangat terpukul sekali. Kabar ini pasti baru diketahuinya dan aku tidak bisa membayangkan kesedihan orang yang sangat aku cintai itu.

“Hiks, hiks, hiks,” Aku terus menangis sesenggukan dan ketiga orang itu langsung mendekat kearahku.

“Mba Denok.” Ucap Mas Candra yang coba menenangkan aku, tapi tidak berani menyentuhku.

Kesedihan dan rasa kehilangan Mas Jo, sangat aku rasakan sekali. Walaupun apa yang aku rasakan saat ini, pasti tidak ada apa – apanya dibandingkan dengan apa yang dirasakan Mas Jo.

Gejolak emosi yang menguasai seluruh ruang isi kepalaku, tidak mampu aku luapkan dengan kata – kata. Aku hanya bisa menangis, menangis dan menangis saja.

Lalu tiba – tiba aku merasa pundakku sedang disentuh seseorang dari arah belakangku. Sentuhan itu perlahan naik ke kepala belakangku, lalu membelai rambut panjangku.

Belaiannya sangat lembut dan mampu mendinginkan gejolak emosi dikepalaku. Belaiannya yang sangat lembut ini, seperti belaian seorang Ayah kepada putrinya. Belum pernah aku merasakan belaian seperti ini, walaupun dengan Ayahku sendiri. Bukannya Ayahku tidak menyayangi aku, bukan seperti itu. Ayahku sangat menyayangi aku, tapi kenapa aku belum pernah merasakan belaian seperti ini dari beliau.?

Aku lalu mengangkat wajahku, sambil melepaskan kedua tanganku yang menutupi wajahku. Aku membalikan tubuhku perlahan, dengan air mata yang terus mengalir dipipiku. Belaian orang itu terlepas dan betapa terkejutnya aku, ketika melihat orang yang membelai rambutku barusan.

Dia adalah Pak Jarot, orang yang sangat aku benci.

Pak Jarot menatapku sangat dalam sekali. Tatapannya itu seperti meneduhkanku dan perlahan menghapus semua kebencianku kepadanya.

Gila. Kenapa bisa kebencian didalam hatiku ini hilang, hanya dengan tatapan matanya yang meneduhkan ini.? Dan kenapa bisa belaiannya yang lembut, terasa lebih menenangkan daripada belaian Ayahku sendiri.? Kenapa.?

Lalu entah mendapatkan dorongan darimana, tiba – tiba aku memeluk tubuh Pak Jarot dengan sangat eratnya. Aku memeluk orang yang tadinya aku benci ini, dengan perasaan yang tak menentu dari dalam hatiku.

Dan ternyata bukan hanya tatapan serta belaiannya yang aku butuhkan saat ini, tapi aku juga membutuhkan pelukannya.

Kenapa bisa aku seperti ini, disaat aku sangat – sangat sedih begini.? Kenapa.?

Tiba – tiba perasaanku menjadi tenang, damai dan bahagia, ketika aku mendekap tubuh laki – laki setengah baya ini. Aku merasakan gejolak yang sangat luar biasa, apalagi dia mulai membalas pelukanku dengan sangat lembutnya. Dan perlahan aku merasakan ikatan batin yang sangat kuat, kepada laki – laki yang aku peluk ini. Air mataku pun berhenti mengalir dan laki – laki ini kembali membelai rambutku perlahan.

Saat ini yang paling kurasa, aku seperti seorang putri yang telah lama berpisah dengan Ayah kandungnya. Gila gak.?

“Kalau ingin kerumah Joko, ikutlah bersama kami.” Ucap Pak Jarot dengan suara yang sedikit bergetar. Dia seperti sedang menahan sesuatu, tapi entah apa itu.

Akupun tersadar, karena Pak Jarot menyebut nama Mas Jo. Aku sebenarnya ingin merasakan pelukan ini lebih lama lagi, tapi aku harus segera bertemu Mas Jo dan mendampinginya disaat – saat terberat didalam hidupnya ini.

Akupun mulai mengendurkan pelukanku, tapi belum melepaskannya.

“Sabar ya nak.” Ucap Pak Jarot lagi, dengan suara yang sangat pelan.

Ha.? Dia menyebutku dengan sebutan apa.? Nak.? Gak salah dengar nih.? Maksudnya apa ya.? Apa karena dia merasa aku nyaman berada dipelukannya, jadi dia menyebutku dengan sebutan nak.? Kok enak sekali sih.? Apa haknya dia menyebutku dengan sebutan kata – kata seperti itu.?

Nak.? Sebuah kata yang tiba – tiba membuat amarah dan kebencian yang sangat luar biasa didalam diriku, bangkit seketika. Kata – kata itu membuat seluruh ruang yang ada didalam tubuhku bergemuruh, lalu terguncang dengan hebatnya. Guncangan yang begitu hebatnya itu meluluh lantakan hatiku yang baru saja terasa damai, tenang dan bahagia ini.

Entah kenapa aku sangat marah sekali mendengar kata – kata itu keluar dari mulutnya. Harusnya aku bersikap biasa saja, karena mungkin dia lagi teringat dengan putrinya yang ada dirumahnya. Tapi kenapa aku justru bersikap berlebihan seperti ini.? Apa mungkin dia Ayahku.? Enggak mungkin, itu enggak mungkin sekali.

Aku lalu melepaskan pelukanku ditubuhnya, sambil melangkah mundur dan menatapnya dengan amarah yang menggila.

“Jangan panggil aku nak, karena aku tidak sudi menjadi anakmu.” Ucapku dengan suara yang bergetar, sambil menunjuk kearah wajahnya.

Pak Jarot terdiam dengan wajah yang terlihat menyedihkan dan mata yang berkaca – kaca.

Hey. Ada apa ini.? Apa benar dia Ayah kandungku.? Tapi bagaimana mungkin.? Apa jangan – jangan dia bermain gila dengan Ibuku.? Jangan, jangan sampai pikiran burukku ini benar – benar terjadi.

Dengan tatapan yang penuh kebencian dan kemarahan yang sangat luar biasa, aku pergi dan meninggalkan Pak Jarot menuju ruanganku. Aku berjalan melewati dia tanpa melihat kearahnya sama sekali.

“Kalau kau marah denganku, silahkan saja. Tapi aku mohon kepadamu, kalau kau berangkat ke Desa Sumber Banyu, ikutlah bersama kami.” Ucap Pak Jarot ketika aku sudah beberapa langkah dibelakangnya.

“Gak usah sok perhatian. Aku bisa berangkat sendiri.” Ucapku tanpa melihat kearahnya, sambil terus berjalan kearah ruanganku.

Ihhhh.. Kenapa aku bisa seperti ini sih.? Kenapa pikiranku jadi kacau dan aku gak bisa mengendalikannya.? Apa salahnya dia memanggilku dengan sebutan nak.? Kenapa aku harus marah dan benci.? Kenapa juga aku harus menolak ajakannya.? Kalau aku bersamanya, paling tidak aku akan merasa aman karena kami tidak berdua saja. Ada Pak Jaka dan yang lain diperjalanan kami nanti. Jadi alasan apa yang membuatku begini.?

Aku lalu masuk kedalam ruanganku dengan jengkelnya, setelah itu aku melepas kacamataku dan duduk dikursiku dengan emosinya. Aku lipatkan kedua tanganku dimeja, setelah itu aku menjatuhkan keningku dilipatan tanganku dan menangis sejadi – jadinya.

Hiks, hiks, hiks, hiks.

Ya Tuhan. Ada apa dengan diriku ini.? kenapa aku jadi seperti ini ya Tuhan.? Gejolak apa yang ada dibatinku ini.?

Hiks, hiks, hiks, hiks.

Aku mengeluarkan semua unek – unekku lewat tangisanku ini, karena hanya itu yang bisa aku lakukan saat ini.

Aku itu type wanita yang gampang menangis dan tidak bisa menahan gejolak emosi. Akupun sebenarnya sangat manja sekali. Jadi ketika ada masalah, aku hanya menangis dan menangis saja.

Sudah Nok, sudah. Tenangkan dirimu. Lebih baik sekarang kamu bersiap – siap untuk balik kekosan dan pergi ke Desa Sumber Banyu. Pati Mas Jo sekarang membutuhkanmu. Lupakan semua ganjalan yang ada dihatimu saat ini, karena ada yang lebih penting untuk dipikirkan.

Perlahan aku merasa rambutku dibelai seseorang dan aku langsung menepis tangan itu, sambil menegakkan kepalaku yang menunduk.

Tap.

“Jangan sentuh aku lagi.” Ucapku dengan emosinya dan aku langsung melihat kearah orang yang membelai rambutku barusan.

“Ma, maaf Nok. Aku hanya ingin menenangkanmu yang lagi bersedih.” Ucap Pak Danang dan aku terkejut dibuatnya.

“Oh, iya Pak.” Ucapku sambil membersihkan sisa air mataku yang mengalir.

“Ma, maaf. Denok gak tau kalau Bapak yang barusan belai rambutnya Denok.” Ucapku yang merasa gak enak, karena tepisanku tadi lumayan keras.

“Gak apa – apa Nok. Wajar aja kamu melakukan itu, karena aku terlalu kurang ajar menyentuh rambutmu. Mungkin kamu mengiranya, aku memanfaatkan kesedihanmu. Tapi bukan itu maksudku. Maaf ya.” Ucap Pak Danang dan aku makin tidak enak dengan sikap Pak Danang yang terlihat sangat tulus ini.

“Bukan begitu Pak. Denok tadi hanya kaget.” Ucapku lalu aku menghentikan ucapanku sejenak.

“Oh iya Pak, Denok pamit pulang cepat ya Pak.” Ucapku untuk mengalihkan pembicaraan.

“Iya. Pulanglah dulu dan tenangkan pikiranmu, supaya besok bisa bekerja dengan baik.” Jawab Pak Danang, lalu beliau tersenyum kepadaku.

“Saya bukan hanya pulang cepat Pak, tapi saya juga cuti beberapa hari.” Ucapku.

“Mau kemana kamu Nok.?” Tanya Pak Danang.

“Saya mau ke Desa Sumber Banyu Pak. Kedua orang tua Mas Joko, baru saja meninggal.” Jawabku.

“Oh iya.? Kamu sama siapa kesana.?” Tanya Pak Danang dengan nada yang terkejut.

“Saya sendiri saja Pak.” Jawabku.

“Kalau begitu kita sama – sama aja ke Desa Sumber Banyu.” Ucap Pak Danang lalu beliau membalikkan tubuhnya, setelah itu melangkah kearah ruangannya.

“Tapi Pak.” Ucapku terpotong karena Pak Danang menghentikan langkahnya dan menoleh kearahku.

“Enggak ada tapi – tapian. Sekarang kamu pulang kekosanmu dan ambil segala perlengkapan yang kamu butuhkan. Kamu akan diantar sopirku, setelah itu kekantor ini lagi untuk menjemputku.” Ucap Pak Danang lalu melangkah lagi kearah ruangannya.

Duh. Gimana ini ya.? Kalau aku tetap menolak, urusannya akan semakin panjang dan aku akan semakin telat kerumah Mas Jo. Apa lebih baik aku terima saja tawaran Pak Danang ini.? Aku kan belum pernah ke Desa Sumber Banyu. Paling tidak kalau aku bersama Pak Danang, perjalananku akan sedikit aman.

Akupun langsung berkemas dan bersiap untuk balik kekosanku.

“Nok, Panggilkan Kumis.” Ucap Pak Danang dari dalam ruangannya.

“Iya Pak.” Sahutku, lalu aku berdiri sambil mengenakan kacamataku.

Aku langsung keluar ruangan dan mencari Pak Kumis, sopir dari Pak Danang.

Tampak diluar kantor sana, mobil Pak Jarot baru saja pergi meninggalkan kantor ini.

“Pak Kumis, dipanggil Pak Danang.” Ucapku kepada Pak Kumis yang sedang asyik merokok diruang tamu kantor.

“Oh iya Mba.” Jawab pak Kumis lalu dia mematikan rokoknya, setelah itu berdiri dan berjalan kearah ruangan Pak Danang.

Aku mengikuti Pak Kumis berjalan dibelakangnya, untuk mengambil beberapa barang dimejaku dan bersiap untuk pulang kekosan.

Beberapa saat kemudian,

“Nok, kamu sama Pak Kumis ya.” Ucap Pak Danang yang keluar dari ruangannya, bersama Pak Kumis.

“Iya Pak.” Jawabku dan kali ini aku tidak menolak tawaran Pak Danang.

“Setelah dari kosan Denok, jemput aku.” Ucap Pak Danang ke Pak Kumis yang berdiri disebelahnya.

“Siap Pak.” Jawab Pak Kumis.

“Denok kekosan dulu ya Pak.” Pamitku ke Pak Danang dan beliau menganggukan kepalanya

Aku lalu diantar Pak Kumis kekosan dan kami berdua tidak banyak bicara selama diperjalanan. Lebih tepatnya sih aku yang banyak diam.

Bayangan dua orang laki – laki silih berganti bermain dipikiranku. Mas Jo yang kusayangi dan sedang dalam kedukaan, lalu Pak Jarot dengan pelukan dan belaiannya yang mengobrak – abrik perasaanku.

Aku sudah memfokuskan pikiranku ke Mas Jo, tapi bayangan Pak Jarot terus saja mengganggunya. Lama – kelamaan, aku merasa ikatan batin dengan Pak Jarot semakin menguat saja. Apa benar dia Ayahku.? Tapi bagaimana bisa.? Apa Ibuku dan Pak Jarot beneran main gila dibelakang Ayahku.? Ihhhhhh. Semoga saja pikiranku ini tidak benar.

Dan tidak terasa akhirnya mobil ini sampai dikosanku. Akupun bergegas masuk kedalam kosan untuk mengangganti pakaian dan tidak lupa aku membawa beberapa pakaian ganti yang aku masukan kedalam tasku.

Setelah semua beres, aku keluar kosan dan Pak Kumis menungguku didalam mobil.

Mobilpun meninggalkan kosan dan anehnya, mobil ini tidak memutar arah kekantorku lagi. Seharusnya mobil ini menjemput Pak Danang yang menunggu dikantor, tapi Pak Kumis malah mengarahkan kepinggiran kota. Arah jalannya pun bukan menuju jalan ke daerah kota dimana Mas Jo tinggal. Jadi kira – kira Pak Kumis mau membawaku ke mana ya.?

“Kita ini mau kemana ya Pak.?” Tanyaku ke Pak Kumis yang duduk didepan bagian kanan, sementara aku duduk dikursi belakang bagian kiri.

“Kita jemput Pak Danang dulu Mba.” Ucap Pak Kumis dengan sopannya, lalu menambah kecepatan mobil yang kami tumpangi ini.

“Bukannya Pak Danang menunggu kita dikantor ya.?” Tanyaku yang curiga dengan gelagat Pak Kumis ini, apalagi mobil ini mengarah ke daerah perbatasan kota yang sangat sepi.

“Tadi Pak Danang pesan, beliau mau menemui kliennya sebentar. Ini kita mau kesana.” Ucap Pak Kumis dan dia tidak mengurangi kecepatan mobilnya sama sekali.

Kok jadi seperti ini sih.? Pak Danang tadi gak ada membicarakan tentang jadwalnya bertemu klien. Dan kalau Pak Danang ada janji bertemu dengan klien, aku pasti tau jadwal itu. Tapi kenapa sekarang tidak terjadwal olehku.? Ahhhh. Bikin suasana jadi gak enak aja loh. Kalau tau seperti ini, lebih baik aku naik bis aja tadi.

“Beneran kita mau ke Pak Danang ya pak.?” Tanyaku untuk memastikan sekali lagi.

“Iya Mba.” Jawab Pak Kumis singkat tanpa melihat kearahku.

Lalu tiba – tiba perasaan takut menyelimuti tubuhku, ketika mobil ini berbelok ke jalan yang menuju pantai diselatan kota ini. Jalanan ini sangat sepi dan melewati hutan yang sangat menakutkan. Jalanan ini juga terkenal dengan begal dan perampok, yang menghadang setiap orang yang akan melewatinya. Tidak ada desa sama sekali, kecuali didekat pantai sana dan itu jaraknya sangat jauh.

Apa mungkin Pak Danang menemui klien didaerah pantai sana.? Klien apa.? Apa klien yang berhubungan dengan pengerjaan bendungan yang ada dikabupaten sebelah.? Tapi kenapa harus membawaku.? Pak Danang kan tau kalau aku mau kerumah Mas Jo yang sedang berduka. Tapi kenapa malah membawaku kemari.? Atau jangan – jangan ini akal – akalan Pak Kumis saja.?

“Pak.” Panggilku ke Pak Kumis dengan suara yang bergetar dan ketakutan.

“Jangan banyak tanya ya Mba. Saya bisa turunkan Mba disini loh.” Ucap Pak Kumis yang langsung membuatku terkejut dan semakin ketakutan.

Ya ampun. Kalau sampai aku diturunkan didaerah ini, tidak mungkin aku bisa kembali kekota. Daerah ini sangat sepi dan tidak ada kendaraan yang lewat, apalagi matahari sudah mulai terbenam seperti ini. Para begal dan perampok, pasti sudah bersiap menyambutku kalau aku diturunkan ditengah jalan.

Tubuhku tiba - tiba merinding dan air mataku perlahan mulai menetes. Aku yang ketakutan ini, tidak berani mengajak Pak Kumis berbicara lagi.

Lampu mobil mulai dinyalakan dan mobil semakin melaju dijalanan yang sangat sepi ini. Pak Kumis terlihat memainkan lampu jauh mobil sebanyak tiga kali, ketika melewati jalanan yang lurus. Itu tidak sekali tapi berkali – kali. Entah apa maksudnya, tapi aku melihat ada bayangan sepeda motor dipinggir jalan dan mereka hanya diam saja. Gila.

Aku semakin ketakutan dan air mataku tidak berhenti menetes.

Lalu perlahan Pak Kumis mengurangi kecepatan mobil, setelah itu membelokan mobil kearah kanan. Jalan yang kami lewati ini mulai menyempit dan hanya bisa dilewati satu mobil saja.

Beberapa saat kemudian, tampak terlihat sebuah rumah tua didepan sana. Mobil ini pun semakin melambat dan berhenti tepat didepan rumah tua itu.

“Hiks, hiks, hiks.” Tangisku pun akhirnya mulai bersuara.

“Kalau kamu gak bisa diam, aku bawa mobil ini ketengah hutan tadi dan kuturunkan kamu disana.” Ucap Pak Kumis sambil menoleh kearahku.

Tatapan Pak Kumis terlihat sangat bengis dan kata – katanya terdengar sangat menakutkan. Sosok Pak Kumis tidak terlihat seperti yang selama ini aku kenal, ramah dan murah senyum. Malam ini dia seperti seorang penjahat dan dia seperti ingin menerkamku saja.

Akupun akhirnya terdiam, sambil membersihkan air mataku yang terus mengalir.

“Turun.” Ucap Pak Kumis, sambil membuka pintu mobil bagian kanan dan dia turun lebih dulu.

Aku yang ketakutan ini pun, tidak bisa menggerakkan kedua tanganku. Tubuhku bergetar dan nafasku memburu.

BRAKKK.

Pak Kumis memukul atap mobil sambil memasukan kepalanya lewat jendela depan.

“TURUN.!!!” Bentak Pak Kumis dengan kerasnya.

Kedua tanganku dengan refleknya membuka pintu bagian kiri, lalu dengan kaki yang bergetar aku turun dari mobil ini. Bentakan Pak Kumis ini bisa membuat seluruh tubuhku bergerak, walaupun dengan ketakutan yang sangat luar biasa.

Bagaimana aku tidak ketakutan. Seumur hidupku belum pernah ada orang yang bersuara keras, apalagi membentak diriku seperti ini. Jangankan dibentak, melihat orang yang melotot saja aku sudah sangat ketakutan. Apalagi ditengah hutan dan situasi yang seperti ini.? Jantungku terasa seperti berhenti berdetak.

Ada dengan Pak Kumis.? Aku tidak pernah berbuat salah kepada dia dan aku selalu bersikap sopan kepadanya. Aku gak tau apa yang dia inginkan dari diriku dan aku juga gak tau kenapa dia setega ini kepadaku. Jadi kenapa tiba – tiba dia berubah jahat seperti ini.?

Aku lalu menutup pintu mobil pelan dan Pak Kumis langsung membakar rokoknya.

“Huuuu.” Pak Kumis mengeluarkan asap rokok dari mulutnya.

“Kita Masuk.” Ucap Pak Kumis, lalu dia melangkah ke arah pintu rumah tua itu.

Dengan menundukan kepala dan kaki yang bergetar, akupun mengikuti langkah Pak Kumis. Air matakupun kembali menetes disetiap langkahku.

Aku melangkah pelan kearah rumah tua yang terlihat sangat sepi ini. Tidak ada terlihat kendaraan terparkir dihalaman, kecuali mobil yang kami tumpangi barusan. Apa aku hanya berdua saja dengan Pak Kumis dirumah tua ini.? Terus apa yang akan dilakukannya kepadaku.? Apa dia mau..? Jangan, jangan sampai hal itu terjadi. Aku tidak ingin menyerahkan kehormatanku kepada orang jahat ini. Aku hanya ingin menyerahkannya kepada orang yang kusayangi, Mas Jo. Itupun setelah hubungan kami telah disahkan.

Terus apa yang harus aku lakukan kalau Pak Kumis memaksa dan mengancamku.? Apa aku berani melawan.? Apa aku lari saja sekarang.? Tapi kalau kejadian yang lebih buruk menimpaku diluar sana bagaimana.?

Ya Tuhan. Tolong lah Denok. Hiks, hiks, hiks.

“Cepat jalanmu.” Ucap Pak Kumis kepadaku dan dia sudah berdiri didepan pintu, sambil memegang gagang pintu.

Mas Jo, Maafkanlah Denok yang tidak bisa menemanimu disaat – saat seperti ini Mas. Maafkanlah juga, kalau seandainya terjadi sesuatu kepada diri Denok. Denok gak tau harus berbuat apa dalam kondisi seperti ini. Kalau seandainya sesuatu yang buruk terjadi kepada Denok, Denok tidak akan mampu bertatap muka dengan Mas Jo lagi.

Dengan ketakutan dan kesedihan yang luar biasa, aku melangkahkan kedua kakiku menuju pintu rumah tua yang seakan menjadi pintu neraka kehidupanku.

Ini situasi terburuk yang pernah aku alami dan tidak pernah aku membayangkannya seumur hidupku. Dipaksa masuk kedalam rumah tua yang berada ditengah hutan belantara, pastinya ada sesuatu rencana jahat yang sudah dipersiapkan untukku. Entah rencana jahat apa itu. Hiks, hiks, hiks.

“Halo Denok.” Ucap seseorang yang menyambutku diruang tengah, ketika aku sudah berdiri didepan pintu rumah ini.

Orang itu adalah Pak Danang. Orang yang menjadi pimpinan dikantorku dan orang yang sempat membuatku kagum, karena gayanya dalam memimpin.

Orang itu tampak duduk sambil menikmati segelas minuman dan dia dikelilingi belasan orang yang berwajah seram. Mereka semua menatapku dari ujung kaki sampai ujung rambutku. Tatapan mereka itu seolah ingin menelanjangi aku dan menerkam tubuhku bersama – sama.

Keringat yang deras langsung mengucur dari keningku dan aroma minuman keras diruangan ini, semakin membuatku takut setengah mati.

“Berdiri disitu atau orang – orangku ini yang akan menyeretmu beramai – ramai.” Ucap Pak Danang dengan santainya, sambil menunjuk kearah tengah ruangan ini.

Pak Danang. Kok Bapak jadi seperti ini sih.? Ada apa denganmu Pak.? Kenapa kamu seperti ini sama aku.? Aku telah membuat kesalahan apa, sampai kau membawaku ketempat ini dan memperlakukan aku seperti ini.?

“Majulah. Kamu mau aku yang seretkah.?” Ucap Pak Kumis yang sangat mengejutkanku.

“MAJU.!!!” Tiba – tiba Pak Kumis berteriak dan itu semakin mengejutkanku. Akupun sampai memejamkan kedua mataku dan seluruh tubuhku bergetar dengan hebatnya.

“Jangan terlalu kasar begitu Mis.” Ucap Pak Danang ke Pak Kumis.

Nafasku memburu dan aku sangat, sangat, sangat ketakutan sekali.

Aku lalu melangkah dan lagi – lagi dengan kaki yang bergetar.

Pak Danang yang melihatku ketakutan seperti ini, langsung meletakkan gelasnya dan berdiri perlahan. Dia lalu berjalan mendekati aku, sambil menghisap rokoknya dengan tangan kanannya.

Aku sekarang sudah berdiri ditengah ruangan dan Pak Danang juga sudah berdiri dihadapanku.

Lalu tiba – tiba.

TAP.

Tangan kirinya langsung memegang buah dadaku bagian kanan dan dia hanya meletakkannya, tanpa meremasnya sama sekali. Aku yang terkejut dan ketakutan ini, hanya terdiam dengan nafas yang semakin memburu.

“Santai saja sayang. Santai.” Ucap Pak Danang dan dia mulai meremas buah dadaku pelan.

Aku tidak berani menepis atau menghindari remasan tangan Pak Danang dibuah dadaku. Aku hanya diam dengan air mata yang semakin deras mengalir dipipiku.

“Kalau kamu menurut seperti ini, kamu akan mendapatkan kenikmatan yang sangat luar biasa. Tapi kalau sekali saja kamu menolak atau berteriak, kamu akan merasakan bagaimana rasanya diperkosa ramai – ramai.” Ucap Pak Danang sambil terus meremas dadaku dengan lembutnya.

Ucapan Pak Danang ini langsung membuat dadaku sesak dan seperti menghantam gendang telingaku. Sakit dan sangat sakit sekali aku mendengarkannya. Bahaya yang sangat besar sudah menungguku didepan dan aku tidak bisa berlari atau menghindarinya. Apa aku hanya diam dengan kepasarahanku.? Ya Tuhan.

Aku langsung memejamkan kedua mataku dan air mataku tidak bisa berhenti mengalir.

“Nikmati ya.” Ucap Pak Danang lalu dia menurunkan telapak tangan kirinya kearah perutku, dan dengan cepatnya memasukan telapak tangannya kedalam kaosku.

Mataku langsung terbuka, karena kaosku terangkat keatas perutku dan memperlihatkan kulit perutku yang putih ini. Lalu dengan kasarnya dia memasukan telapak tangannya kedalam bra ku yang sempit ini dan meremas buah dadaku dengan kasarnya.

“IIHHHHHHH.” Aku meringis kesakitan karena Pak Danang memencet puttingku dengan kuatnya.

“Hiks, hiks, hiks.” Tangisku kembali terdengar dan aku langsung memejamkan kedua mataku lagi.

Belum pernah aku dilecehkan seperti ini didepan umum dan belum pernah ada laki – laki yang sekurang ajar ini kepadaku. Mas Jo pernah meremas buah dadaku tapi dia izin dulu denganku. Itupun dia melakukannya dari luar kaosku, tidak seperti apa yang dilakukan oleh Pak Danang saat ini.

Ada apa denganku hari ini.? Kenapa aku harus mendapatkan hal yang tidak pantas seperti ini.? Apa dosa dan kesalahan yang pernah aku lakukan.? Apa Tuhan.? Apa.?

Bayangan wajah Mas Jo yang melihatku dengan keadaan seperti ini, langsung terbayang dikepalaku.

Maafkan Denok Mas Jo, maafkan Denok. Hiks, hiks, hiks.

“Kamu pasti bingung kenapa harus berada ditempat seperti ini kan.?” Tanya Pak Danang dan aku langsung membuka mataku.

Pak Danang yang melihatku menangis dan ketakutan seperti ini, bukannya iba tapi dia makin bersemangat meremas buah dadaku. Semua laki – laki yang ada diruangan inipun, hanya berani memandang sambil menelan ludah mereka.

Aku menatap mata Pak Danang dengan wajah yang sangat – sangat memelas sekali dan aku berharap dia menghentikan kegilaan ini.

“Yang pertama, karena kamu itu cantik. Aku sudah menunggu waktu seperti ini sejak pertama kali kamu masuk dikantorku.” Ucap Pak Danang tanpa menghiraukan tatapan memelasku ini.

“Yang kedua.” Ucapnya terpotong dan dia mengeluarkan tangannya dari dalam braku, lalu merapikan kaosku lagi.

Pak Danang lalu merangkul pundakku dan mengajakku berjalan kearah ruang belakang.

“Aku ingin membalas dendam.” Bisik Pak Danang dan aku langsung menghentikan langkahku, lalu melihat kearah Pak Danang.

“Aku gak menyuruhmu berhenti. Kamu mau jadi santapan mereka semua.?” Ucap Pak Danang dan kembali aku melangkahkan kakiku, mengikuti rangkulan Pak Danang.

CUUPPP.

Tiba – tiba Pak Danang mengecup pipiku, lalu dia tersenyum sambil terus melangkahkan kakinya.

Kecupan dan senyuman Pak Danang ini langsung menghancurkan hatiku dan membuatku seperti wanita yang sudah tidak punya harga diri lagi.

Kami berdua terus berjalan kearah ruang belakang rumah tua ini dan meninggalkan belasan orang – orang yang berwajah sangar diruang tengah.

Setelah sampai diruang belakang, Pak Danang yang masih merangkulku membelokan langkahnya kesebuah kamar.

Air mataku semakin deras mengalir, ketika kami berdua sudah berada didalam kamar dan Pak Danang langsung mengunci pintu kamar ini.

Pak Danang mengarahkan aku untuk berdiri didepan lemari, yang ada kacanya seukuran tubuhku. Aku bisa melihat ujung kakiku sampai ujung rambutku dari kaca ini dan aku juga bisa melihat Pak Danang yang berdiri dibelakangku.

Pak Danang melepaskan kacamataku dan meletakannya dimeja sebelah.

“Hemmm. Aku suka aroma tubuhmu Nok.” Ucap Pak Danang sambil mencium leher bagian kananku.

Tubuhku pun langsung merinding dibuatnya dan aku menangis sesenggukan.

“Hiks, hiks, hiks.” Aku menangis sambil menundukan kepalaku dan Pak Danang langsung mengangkat daguku, agar aku menegakkan kepalaku.

“Hentikan suara tangismu dan jangan sampai kamu memejamkan mata, apalagi sampai menundukan kepalamu.” Ucap Pak Danang yang wajahnya berada dibahu kananku.

“Hep, hep, hep.” Aku menarik nafasku, sambil menahan tangisku.

“Kamu boleh mengeluarkan air matamu tapi jangan bersuara, atau kamu akan merasakan kesakitan yang sangat luar biasa. Kamu juga akan merasakan, bagaimana rasanya kemaluanmu ini digilir oleh semua anak buahku.” Ancam Pak Danang sambil mencolek kemaluanku dari luar celana levisku yang ketat.

Aku yang terkejut, langsung memundurkan pinggulku dan bokongku langsung menyentuh kemaluan Pak Danang yang ada dibelakangku.

“Uhhhh. Bokongmu ini nakal banget sih.” Ucap Pak Danang dan tangan kanannya, meremas bokongku agak kuat.

“Hiuuffttttt.” Aku menarik nafasku dalam – dalam.

Pak Danang terlihat tersenyum dengan senangnya dan sekarang kedua tangannya, langsung hinggap dikedua buah dadaku lagi.

“Aku tau kamu tidak suka dikasari, karena kamu itu type wanita yang suka diperlakukan dengan lembut dan manja. Ya kan.?” Tanya Pak Danang dan aku tidak menjawab pertanyaannya.

“Aku akan memperlakukanmu seperti tuan putri dan aku harap kamu jangan sekali – kali berontak. Ingat, aku bisa berbuat kasar sekali.” Ucap Pak Danang dan perlahan kedua tangannya mulai meremas kedua buah dadaku dengan lembutnya.

Pikiranku berkecamuk saat ini. Takut, marah, benci, gelisah, muak dan tentunya sangat sakit sekali hati ini. Aku hanya bisa pasrah tanpa bisa berani melawan ataupun menolak setiap apapun yang dilakukan Pak Danang terhadap diriku.

Ancamannya membuatku bertekuk lutut dan aku berada dititik nadir ketakutan didalam hidupku. Aku sadar dengan keadaanku sekarang ini, aku pasti akan kehilangan kehormatan yang aku jaga selama ini. Aku tidak bisa berbuat apa – apa, karena aku hanya wanita cengeng, lemah dan tidak berdaya.

“Pa, Pa, Pak.” Ucapku terbata.

“Kenapa sayang.?” Tanya Pak Danang dan dia tidak menghentikan remasannya didadaku.

“Bo, bo, boleh saya tanya.?” Tanyaku dengan sangat ketakutan sekali.

“Boleh.” Ucap Pak Danang singkat dan perlahan kedua tangannya turun kebawah, lalu menyelinap dibalik kaosku.

Perutku yang rata ini dirabanya dengan lembut dan tubuhku merinding dibuatnya. Rabaannya terus merambat naik sampai menyentuh bagian bawah braku, lalu perlahan merambat kesamping sampai melewati kedua ketiakku dan sekarang berada dikulit punggungku.

“Ke, ke, kenapa, Bapak mau balas dendam kepada Denok.? A, a, apa salah Denok Pak.?” Tanyaku dan aku menguatkan hatiku yang ketakutan ini.

Akupun bersiap seandainya dia marah dan memperlakukan aku dengan kasar.

Jujur aku ingin tau, ada apa dengan semua ini. Kenapa dia ingin balas dendam dan ingin menikmati tubuhku, padahal selama ini dia tidak pernah menampakan gelagat mencurigakan ataupun mengungkapkan ketertarikannya kepadaku. Kalau seandainya dia pernah menyatakan isi hatinya dan aku menolaknya lalu menghinanya, wajar dia marah dan dendam kepadaku. Tapi ini tidak sama sekali. Jadi masalah apa yang membuatnya dendam kepadaku.?

Klik.

Pak Danang membuka kaitan bra dipunggungku dan dengan refleknya, aku langsung memejamkan kedua mataku.

“Aku bilang jangan pejamkan matamu.” Ucap Pak Danang dengan sedikit emosi dan kedua tangannya langsung mengarah kedepan, lalu meremas kedua buah dadaku dari dalam kaosku dengan kuatnya.

“Ihhhhhhhh, sakit. Hiks, hiks, hiks,” Ucapku lalu aku menangis.

“Kamu mau buat aku marah beneran ya.?” Ucap Pak Danang dan sekarang dia mencubit kedua putingku dengan sangat kasar sekali.

“Enggak Pak, enggak. Ampun. Hup.” Ucapku yang ketakutan dan aku langsung menahan nafasku.

Akupun berusaha menahan suara tangisku, karena itu pasti akan membahayakan diriku.

Lebih baik aku mati, dari pada harus melayani semua anak buah Pak Danang diluar sana. Tapi apa berani aku bunuh diri.? Bagaimana caranya.? Apa itu tidak semakin menyakitkan.? Terus aku harus bagaimana sekarang.? Apa aku diam saja, menikmati apa yang akan dilakukan Pak Danang.?

Hiks, hiks, hiks.

Akupun hanya bisa menangis dan menjerit dari dalam hatiku.

“Aku akan memberikan kesempatan sekali lagi kepadamu. Ikuti aturan main yang sudah aku ucapkan tadi.” Ucap Pak Danang dan sekarang dia meremas buah dadaku dengan lembut lagi.

“Oh iya, kamu tadi tanya apa.?” Tanya Pak Danang, sambil melepaskan remasannya di buah dadaku, lalu mengeluarkan kedua tangannya dari dalam kaosku.

Hiuufftt, huuuu.

Aku menarik nafasku dan ada sedikit perasaan lega, karena remasan Pak Danang terlepas dari dadaku. Tapi sedikit kelegaanku itu rupanya hanya sesaat, karena Pak Danang langsung mengangkat kaosku keatas dan membukanya. Kembali aku hanya bisa pasrah dan menjerit dari dalam hati, apalagi braku yang telah terlepas kaitannya ini diloloskan dari tubuhku.

Aku bertelanjang dada didepan kaca dan Pak Danang tersenyum senang dibelakangku.

“Ke, ke, kenapa Bapak dendam sama Denok.?” Tanyaku dengan suara yang bergetar.

“Oh itu ya.?” Ucap Pak Danang, lalu.

Tap.

Kedua telapak tangannya berada digundukan buah dadaku, sementara jempol dan jari tengahnya memelintir putingku dengan lembut.

Walaupun aku benci, muak dan tidak suka dengan perlakukan Pak Danang ini, tapi permainannya diputingku membuat nafasku memberat dan nafsu ikut bermain dikepalaku.

Aku belum pernah bertelanjang dada didepan laki – laki manapun, apalagi putting dan buah dadaku dipermainkan seperti ini. Tidak pernah sama sekali.

Hal inipun membuat nafsu dan sakit hatiku bergelut, sehingga membuat keringat keluar dari keningku.

“Dendamku kepada Jarot.” Ucap Pak Danang dan aku langsung terkejut dibuatnya.

Aku menoleh kearah Pak Danang perlahan dan Pak Danang langsung menyambutku dengan mengulum bibirku.

CUUPPP.

Bibir bawahku dihisapnya dan aku diam tidak membalasnya. Hisapannya pun perlahan diikuti dengan permainan lidahnya yang menggesek bibir bawahku. Tangan kirinya meremas buah dada bagian kiriku dengan lembut, sedangkan tangan kanannya terus memainkan putting kananku pelan.

CUPPP, CUPPP, CUPPP, MUAACCHHH.

Kulumannya dilepaskan, lalu dilanjutkan dengan menjilat leher bagian kananku sampai naik kebelakang telingaku.

“Hemmm.” Aku menahan desahanku, karena jilatan dibelakang telingaku ini adalah titik terlemahku. Jangankan dijilat, dipegang saja sudah membuat nafsuku naik perlahan.

“Huuuuu.” Pak Danang meniup lubang telingaku pelan dan membuat tubuhku bergetar.

Getaran ditubuhku perlahan menjadi nafsu, ketika lidah Pak Danang masuk kedalam lubang telinga bagian kananku.

Slurrpppp, slurrppp, slurrppp, slurrppp.

Bunyi sapuan lidahnya membuatku memiringkan kepalaku kesebelah kiri, tapi Pak Danang terus mengejarnya dan makin bernafsu menyapu telingaku dengan lidahnya.

Slurrpppp, slurrppp, slurrppp, slurrppp.

Pergolakan batinku semakin menjadi dan aku melihat wajahku dikaca, sudah sangat memerah.

Slurrpppp, slurrppp, slurrppp, slurrppp.

Jilatannya membuat telingaku basah dan sekarang kedua tangannya turun meraba perutku, lalu berhenti dikancing celanaku.

Dia membuka kancing celanaku pelan, lalu menurunkan resleting celanaku perlahan.

Slurrpppp, slurrppp, slurrppp, slurrppp.

“Uhhhhhh.” Akhirnya desahanku keluar, karena Pak Danang menjilat belakang telingaku lagi.

Kancing celanaku terlepas dan resleting celanaku sudah terturun. Tangan kanannya lalu meraba perutku, kemudian turun kebagian bawah dan mengusap tepat diatas kemaluanku. Rabaannya pelan dan seperti terus memancing nafsuku.

Maafkan Denok Mas Jo. Maafkan wanitamu yang hanya diam dan seolah malah menikmati kebiadaban Pak Danang ini.

“Ternyata sudah basah, huuuuu.” Ucap Pak Danang yang tangannya sudah berada dibelahan kemaluanku, lalu diakhiri dengan tiupan dilubang telingaku lagi. Dia lalu tersenyum dengan wajah yang penuh nafsu.

Gila. Ternyata jari Pak Danang telah berada dibelahan kemaluanku dan aku baru menyadarinya.

Jari tangan kanan Pak Danang terus menggesek kemaluanku dan membuat tubuhku menggelinjang. Sementara tangan kirinya meremas buah dadaku sebelah kiri.

Gesekan jemari Pak Danang perlahan mulai masuk sedikit dan menyentuh daging mungil; yang ada didalam kemaluanku. Pak Danang memainkan daging mungil itu dan membuat kedua lulutku bergetar, serta nafasku memburu. Tangan kirinya terus memainkan putingku, sehingga membuatku tersiksa dengan kenikmatan ini.

“Hu, hu, hu, hu.”

“Uhhhhhh.” Nafas panjangku aku keluarkan sambil mengapit jemari Pak Danang, dengan merapatkan kedua pahaku.

Aku merasakan getaran yang sangat luar biasa di kemaluanku dan cairan mulai merembes keluar.

“Ahhhhhhh.” Desahku sambil mendangakkan kepalaku keatas dan bertumpu pada pundak Pak Danang.

Permainan jemari Pak Danang mulai agak cepat dikemaluanku dan itu menambah kenikmatan yang semakin menggila.

Aku lalu mencengkram tangan Pak Danang, supaya dia menghentikan permainan ini.

“Hubungan dendam dengan Pak Jarot, dan Bapak melampiaskannya kepada Denok apa Pak.?” Tanyaku untuk mengalihkan nafsuku, karena kemaluanku telah benar – benar basah.

Aku yang harusnya marah dan meronta ini, justru harus menerima kenyataan kalau perlahan aku mulai menikmati permainan gila ini.

Entah setan apa yang merasuki aku, tapi yang jelas hembusan nafasnya ditelingaku tadi, seolah menutup kesadaran pikiranku. Aku seperti terhipnotis dan nafsu mulai menguasai kepalaku.

Pak Danang mengangkat jarinya yang ada dikemaluanku dan yang ada dibuah dadaku. Dia memundurkan tubuhnya dan itu membuatku sedikit kecewa.

Gila, kenapa aku bisa seperti ini.? Harusnya aku senang karena dia menghentikannya, tapi kenapa aku bisa kecewa.? Apa Pak Danang sudah bisa menguasai diriku.?

“Aku akan melanjutkan, tapi minumlah dulu.” Ucap Pak Danang sambil menyerahkan sebotol minuman kepadaku.

“Apa Bapak mau menyentuhku lagi.?” Tanyaku dengan suara yang bergetar.

“Oooo. Rupanya kamu sudah menikmatinya ya.?” Tanya Pak Danang dan langsung membuatku malu.

“Maksud Bapak.?” Tanyaku mengalihkan pembicaraan.

“Hahahaha. Maksudku tadi itu, mau melanjutkan ceritaku. Tapi berhubung kamu sudah bernafsu, kita tunda aja obrolannya ya. Hahahaha.” Ucap Pak Danang, lalu tertawa mengejekku.

Aku yang terpojok ini, langsung mengambil botol minuman ditangan Pak Danang dan meminumnya.

Cairan yang masuk kedalam tenggorakanku yang kering ini, membuatku sangat lega sekali. Aku sangat kehausan, karena kejadian – kejadian yang aku alami tadi. Pak Danang yang melihatku meminum cairan yang diberikannya itu, kembali tersenyum dengan penuh nafsunya.

Aku lalu berjalan kearah meja yang ada didekatku, untuk meletakan botol minuman ini. Dan tiba - tiba, perlahan tubuhku mulai diselimuti gairah sampai membuatku menggigil. Buah dada dan puttingku terasa mengeras, diikuti keringat dingin yang keluar dari seluruh tubuhku.

Aku mencoba menguasai tubuhku yang dikuasai hawa nafsu ini, dengan berdiri tegak dan memegang ujung meja. Aku merapatkan kedua pahaku, sambil menggesekkan antara paha kanan dan paha kiriku. Kemaluanku tiba – tiba berkedut dan kedutan itu semakin lama semakin menjadi. Kedutan itu di iringi cairan yang menumpuk dikemaluanku dan siap untuk membanjiri lantai ini.

Gila, kenapa aku bisa seperti ini.? Apa minuman tadi sudah dicampuri sesuatu, atau aku saja yang terlalu menikmati permainan gila Pak Danang tadi.? Apa aku ingin disentuhnya lagi dan merasakan kenikmatan yang lebih dalam.? Tapi bagaimana bisa seperti ini.? Nggak mungkin aku bisa menikmati seperti ini, kalau Pak Danang tidak berbuat sesuatu kepadaku. Ini pasti gara - gara hembusan nafas Pak Danang ditelingaku tadi, lalu ditambah cairan yang baru aku minum barusan. Gila.

“Uhhhhh.” Aku meliuk – liukan tubuhku karena kemaluanku berkedut dengan kencangnya.

Cukup, cukup, cukup.

Aku tidak boleh larut terlalu dalam lagi dan aku harus menguatkan hatiku. Ada cinta yang tidak boleh aku kecewakan dan dia yang lebih pantas untuk mendapatkan kehormatanku ini.

Aku berusaha mengontrol pikiranku sekuat tenaga dan tidak larut dengan getaran – getaran hawa nafsu yang menguasai diriku.

“Ahhhhhh.” Tangan kananku memegang bagian tengah kemaluanku yang masih tertutup celana ini, sementara tangan kiriku memegang ujung meja dan aku buat tumpuan untuk berdiri.

“Uhhhhh.” Desahku sambil meremas kemaluanku dengan tangan kananku dan kedua pahaku aku rapatkan dengan kuat.

Tujuanku sebenarnya ingin menahan agar cairan dikemaluanku tidak keluar. Tapi kenapa justru aku meremasnya dan aku malah menikmati remasanku sendiri.

Gila. Gairahku semakin memanas, nafsuku semakin menggila dan pikiranku semakin liar.

Aku ingin disentuh lagi, aku ingin dijamah lagi, aku ingin dipeluk lagi dan aku ingin ada jemari yang menjelajahi seluruh tubuhku.

Sret, sret, sret, sret, sret.

“Uh, uh, uh, uh, uh, uh.” Tubuhku mengejang dan cairan yang ada didalam kemaluanku, akhirnya keluar dengan deras dan membasahi celana serta cdku.

“AHHHHHHH.” Desahku.

Aku mendangakan kepalaku dan menikmati semua cairan yang keluar dari kemaluanku. Nikmat ini sangat luar biasa dan aku hanyut di dalamnya.

“Keluarkan sayang, keluarkan semua.” Bisik Pak Danang yang berdiri dibelakangku, lalu dia melingkarkan kedua tangannya didadaku.

“Enggak, aku gak mau Pak. Aku mencintai Mas Joko.” Ucapku yang memberanikan diri menolak perintah Pak Danang.

Aku tegakkan kepalaku dan Pak Danang merapatkan dadanya dipunggungku.

“Kamu cantik, seksi dan menggairahkan sekali.” Bisik Pak Danang ditelinga kananku dan kedua tangannya meremas buah dadaku dengan sangat lembutnya.

Dia terus menggodaku dengan kata – kata yang manis dan remasannya semakin membuatku melayang.

“Ahhhhhh.” Kembali desahanku keluar dan perlahan aku menyandarkan kepala belakangku di bahu kirinya.

Pak Danang pun menyambutnya dengan memainkan kedua putingku.

“Jangan Pak, jangan.” Ucapku dengan suara yang bergetar dan aku tetap menahan gejolak nafsu dihatiku.

“Huuuuu.” Kembali Pak Danang meniup lubang telingaku pelan dan membuat tubuhku bergetar dengan hebatnya.

“Puttingmu ini indah banget sayang.” Bisik Pak Danang sambil terus memainkan puttingku.

“Ahhhhhh.” Desahanku semakin menjadi dan Pak Danang langsung mencium leher bagian kananku.

CUUPPPP.

Lalu dijilitnya leherku sampai didekat daun telingaku.

Sluurrpppp.

Aku memejamkan kedua mataku karena aku sudah tidak kuat lagi. Terserah Pak Danang akan menyakiti aku lagi atau bagaimana, aku sudah pasrah dengan semuanya.

“Kamu mau kenikmatan yang lebih dalam lagi sayang.?” Tiba – tiba suara Mas Jo terdengar ditelingaku dan aku langsung membuka kedua mataku.

Akupun menoleh kearah samping dan Mas Jo langsung menyambutku dengan senyumannya.

“Mas Jo.” Ucapku yang terkejut dengan kehadiran orang yang sangat aku cintai dan aku langsung membalikkan tubuhku kearahnya.

“Kamu mau melakukannya denganku kan sayang.?” Ucap Mas Jo sambil membelai pipiku.

Aku mengangguk pelan, dan.

CUUUPPPP, CUUUPPPP, CUUUPPPP, MUACCHHHHH.

Bibir kami langsung saling melumat dengan penuh hawa nafsu. Tangan Mas Jo melingkar dipinggangku dan tanganku melingkar dilehernya.

CUUUPPPP, CUUUPPPP, CUUUPPPP, MUACCHHHHH.

Aku mencintai laki – laki ini dan aku sangat merindukan pelukan hangatnya.

CUUUPPPP, CUUUPPPP, CUUUPPPP, MUACCHHHHH.

Bibir kami saling menghisap, lalu lidah kami saling bergantian menjelajah didalam mulut kami.

CUUUPPPP, CUUUPPPP, CUUUPPPP, MUACCHHHHH.

Ciuman yang panas ini benar – benar membakar birahiku dan rangkulanku dilehernya langsung kulepaskan. Kedua tanganku menyentuh bagian atas kancing kemeja yang dikenakannya, lalu aku melepaskan satu persatu kancing itu dengan tetap saling berciuman.

CUUUPPPP, CUUUPPPP, CUUUPPPP, MUACCHHHHH.

Aku melepaskan ciuman kami ini, lalu aku membuka kemejanya dengan cepat. Senyuman bahagia dibibir Mas Jo, membuatku semakin bersemangat.

CUP, CUP, CUP, CUP.

Aku mengecup bibir, dagu, lalu turun kedada dan perut Mas Jo yang terbuka ini.

Entah siapa yang menuntunku melakukan ini, karena aku belum pernah melakukannya dengan siapapun.

Mungkin karena cintaku yang terlalu besar dengan Mas Jo dan aku ingin menyerahkan kehormatanku kepadanya, jadi aku bisa melakukan hal yang gila ini.

Aku menurunkan kedua lututku dilantai dan posisiku sekarang, berlutut dihadapan Mas Jo. Aku langsung memegang kancing celananya, lalu membukanya dan menurunkan resletingnya pelan.

Dengan tangan yang bergetar dan nafsu yang semakin menggelora, aku menurunkan celana dan cd Mas Jo bersamaan, sampai sebatas pahanya.

Sreetttt.

Kemaluan Mas Jo keluar dan berdiri tegak dihadapanku dengan perkasanya.

Gila. Baru pertama kali ini aku melihat kemaluan seorang pria dan ini sangat jelas sekali. Kemaluan ini besar, berurat dan berwarna coklat tua.

Waw. Apa cukup kemaluan ini masuk kedalam kemaluanku.? Apa tidak robek dan sakit kemaluanku nantinya.? Tapi kenapa kata orang, yang besar ini yang nikmat.? Arrgghhh. Pikiranku semakin ngelantur dan dipenuhi dengan hal – hal yang erostis.

Dengan tangan yang bergetar, aku mulai memegang kemaluan Mas Jo dan kemaluan ini semakin terlihat besar dilingkaran tanganku.

“Di isap dong yang.” Ucap Mas Jo sambil membelai rambutku.

“Maksudnya.?” Tanyaku kepada Mas Jo, sambil mendangakkan kepalaku dan melihat kearah Mas Jo.

“Masukan kedalam mulutmu sayang.” Ucap Mas Jo sambil membungkukan sedikit tubuhnya dan menyentuh bibirku dengan lembutnya.

“Apa cukup yang.?” Tanyaku yang terkejut, sambil terus menggenggam kemaluannya yang benar – benar keras ini.

“Kepalanya aja yang, gak usah sama batangnya.” Ucap Mas Jo, sambil mendorong pinggulnya dan kepala kemaluan Mas Jo mendekat kearah bibirku.

“Denok belum pernah yang.” Ucapku dan Mas Jo membelai rambutku pelan.

“Kamu pasti bisa.” Ucap Mas Jo sambil mendorong lagi pinggulnya dan ujung kemaluan Mas Jo, langsung menempel dibibirku.

Aku membuka pelan bibirku, lalu aku memasukan ujung kemaluan itu didalam mulutku dan menghisapnya dengan kuat.

“AWWW.. Pelan – pelan Nok, jangan kena gigi. Sakit tau.” Ucap Mas Jo dan kata – katanya tidak lembut lagi.

“Ma, ma, maaf Mas.” Ucapku terbata.

“Sudah. Jangan dihisap lagi. Mending kamu jilat aja, seperti menjilat es krim.” Ucap Mas Jo dan aku mengangguk pelan.

Sluurrppp.

Aku menjilat ujung kemaluan Mas Jo perlahan, supaya Mas Jo menikmati dan tidak kesakitan. Aku tidak ingin Mas Jo marah lagi kepadaku.

“Uhhhhh. Begitu yang, iya begitu.” Ucap Mas Jo dan sekarang kata – katanya menjadi lembut lagi.

Sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp.

Akupun bersemangat menjilat ujung kemaluan Mas Jo, karena dia terlihat senang dan menikmati sentuhan lidahku ini.

Sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp.

Ujung kemaluan dan seluruh kepala kemaluan yang berbentuk seperti helm ini, tidak luput dari sapuan lidahku.

Sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp.

“Ah, ah, ah, ah, ah.” Desah Mas Jo, lalu dia menjambak rambutku dengan kasarnya.

Aku terkejut dengan jambakan Mas Jo ini, tapi aku tetap bersemangat menjilat kemaluannya. Mungkin Mas Jo sangat menikmati dan aku tidak perduli dengan sikap kasarnya ini.

“Sambil kocok batangnya yang, ahhhhhhh.” Perintah Mas Jo kepadaku.

“Gini ya yang.?” Ucapku sambil menggerakan genggaman tanganku di batang kemaluan Mas Jo.

“Iya, terus jilatin lagi.” Ucap Mas Jo.

Sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp.

Clok, clok, clok, clok, clok, clok.

Aku menjilati kepala kemaluan Mas Jo, lalu lidahku berhenti dibelahan ujungnya dan menjilati dibagian itu agak lama. Sementara batang kemaluan Mas Jo aku kocok dengan agak cepat.

“AHHHHHHH.” Mas Jo mendesah dengan kerasnya dan jambakannya semakin kuat dirambutku.

Sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp.

Clok, clok, clok, clok, clok, clok.

“Ahhhhhhh, uuhhhhhh.” Desah Mas Jo lagi.

Sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp.

Clok, clok, clok, clok, clok, clok.

“Cukup, cukup, cukup.” Ucap Mas Jo sambil menarik rambutku kebelakang.

Aku mendangakan kepalaku lagi dan melepaskan genggamanku dibatang kemalaunnya.

Mas Jo menurunkan celana dan cdnya sampai terlepas, lalu membuangnya kesamping kasur. Mas Jo pun sudah bertelanjang bulat dihadapannku yang masih berlutut ini.

Perlahan ditariknya aku sampai berdiri, lalu gantian celana dan cdku yang dilepaskannya.

Waw. Kami berdua sudah bertelanjang bulat dan aku sudah sangat siap, untuk menyerahkan kehormatanku kepada Mas Jo.

CUUUPPPP, CUUUPPPP, CUUUPPPP, MUACCHHHHH.

Kembali Mas Jo melumat bibirku sambil mendekap tubuhku dengan sangat erat. Kaki Mas Jo melangkah kedepan dan aku melangkah mundur.

CUUUPPPP, CUUUPPPP, CUUUPPPP, MUACCHHHHH.

Mas Jo terus melumat bibirku, lalu melepaskannya dan mendorong dadaku sampai aku terjatuh kebelakang.

Buhhggg.

Aku terjatuh dikasur yang ada dibelakangku, dengan posisi kedua kaki yang menjuntai kelantai.

Diangkatnya kedua kakiku keatas, sampai telapak kakiku berpijak pada kasur. Kedua lututku direnggangkan agak lebar dan aku mengangkan dihadapan Mas Jo.

Mas Jo melihat kearah kemaluanku, lalu dia membungkukan tubuhnya. Dan,

Sluurrppp.

Mas Jo menjilat belahan kemaluanku dan aku langsung mengejang dibuatnya.

“AHHHHH.” Desahku sambil meremas kasur dengan kuat.

Sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp.

Mas Jo menjilati kemaluanku dan lidahnya sedikit masuk kedalam belahan kemaluanku.

“Ahhhh, ahhhhh, ahhhhh.” Desahku sambil menoleh kekanan dan kekiri.

“Mekimu indah Nok, indah banget. Pasti meki ini sempit dan menggigit.” Ucap Mas Jo dengan kata – kata yang kasar dan jorok banget.

Sluurrppp.

Mas Jo menjilat kemaluanku lagi dan sekarang dibagian daging mungil yang terpampang jelas dihadapannya.

“Ahhhhhh.” Desahku.

Gila. Ini nikmat banget dan membuat tubuhku semakin mengejang.

Sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp.

Mas Jo menjilati daging mungil itu dengan cepat dan gesekan lidahnya itu, menambah sensasi yang begitu nikmatnya.

Clok, clok, clok, clok, clok, clok.

Jari tengahnya digesekan dibelahan kemaluanku dan lidahnya terus menjilati daging mungil itu.

Clok, clok, clok, clok, clok, clok.

Basah dan becek, sangat terasa dikemaluanku.

“Ahhhhhh, Ahhhhhh.” Desahku dan aku membuka kedua mataku.

Sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp.

Clok, clok, clok, clok, clok, clok.

“Enak Mas, enak banget. Aahhhhh.” Rengekku dengan manja dan Mas Jo terus menyiksaku dengan kenikmatan ini.

Sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp.

Clok, clok, clok, clok, clok, clok.

Dan beberapa saat kemudian, aku merasa ada cairan yang mau menyembur lagi dari kemaluanku.

Aku menahannya dengan kuat, karena aku tidak ingin membasahi wajah Mas jo dengan pipisku.

Sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp, sluurrppp.

Clok, clok, clok, clok, clok, clok.

Jilatan dan kocokan Mas Jo dikemaluanku, akhirnya membuat pertahananku jebol.

Dan tiba - tiba.

Srettt, srettt, srettt, srettt, srettt, srettt, srettt.

Cairan yang deras dan sangat banyak sekali, keluar dari kemaluanku. Cairan ini bukan pipisku, karena terasa sangat berbeda. Cairan ini keluarnya begitu nikmat dan membuatku melayang tinggi ke angkasa.

Tubuhku mengejang, kedua tanganku meremas kain sprei dengan kuat dan kedua pahaku merapat, menikmati sensasi yang luar biasa ini.

“AHHHHHHHH.” Desahku sambil memejamkan kedua mataku lagi.

Kenikmatan ini seolah merenggangkan semua sendi – sendi yang ada ditubuhku dan membuat tubuhku lemas sekatika.

Gila. Baru permainan lidah Mas Jo saja, sudah membuatku seperti ini. Apalagi lagi nanti kalau kemaluan yang besar itu yang bermain, apa aku ga semakin melayang tinggi.

“Uh, uh, uh, uh, uh, uh, uh.” Nafasku cepat dan memburu.

Kedua kakiku pun terturun dilantai lagi dan tubuhku sangat lemas, selemas lemasnya.

“Uh, uh, uh, uh, uh, uh, uh.” Aku mengatur nafasku dan menikmati sisa – sisa kenikmatan yang masih terasa.

Kedua kakiku diangkat keatas lagi dan kali ini pahaku dibuka dengan lebarnya.

“Mas Jo, sabar dulu Mas. Denok istirahat sebentar. Huuuuu.” Ucapku pelan dan aku meminta waktu untuk beristirahat sejenak.

Mas Jo tidak memperdulikan ucapanku dan aku merasa sebuah benda tumpul menggesek bagian tengah kemaluanku.

“Mas.” Ucapku dengan melasnya dan aku tetap memejamkan kedua mataku.

Aku sudah sangat lelah, sampai membuka kedua mataku saja sangat berat sekali.

Gesekan itu terasa semakin dalam dan ujung kemaluan Mas Jo, sudah sedikit masuk didalam kemaluanku.

“Mas Jo.” Rengekku dengan manja, karena gesekan itu terasa sangat geli dan nikmat.

“JAROT. TERIMALAH DENDAMKU INI. ANAKMU SEKARANG SUDAH BERADA DIBAWAH PENGARUHKU DAN AKU AKAN MERENGGUT KEHORMATANNYA SEKARANG JUGA.” Terdengar teriakan Pak Danang yang mengejutkanku dan aku langsung membuka kedua mataku.

Pak Danang sudah bersiap memasukan batangnya di kemaluanku dan tidak ada Mas Jo dihadapanku. Kemana Mas Jo ku.? Kemana dia.?

Aku lalu menoleh kekanan dan kekiri, tapi tidak ada Mas Jo didalam kamar ini. Yang ada hanya Pak Danang dengan wajah yang menakutkan itu.

Gila. Apa dari tadi aku melakukannya dengan Pak Danang.? Bagaimana bisa.? Apa Pak Danang tadi mempengaruhi pikiranku, jadi aku mengkhayal bermain dengan Mas Jo.?

Gila, ini gila banget.

“Hiks, hiks, hiks, hiks.” Tiba – tiba tangisku pecah dan aku merasa sangat berdosa sekali dengan Mas Jo.

Dan kesedihanku semakin menjadi, karena Pak Danang menyebutku sebagai anak Pak Jarot. Dia membalas dendam kepadaku, karena menurutnya aku anak Pak Jarot. Aku tidak tau kesalahan apa yang telah diperbuat Pak Jarot, sampai harus aku yang menanggung dosanya ini.

“HIks, hiks, hiks, hiks.” Aku terus menangis, sambil memalingkan pandanganku kearah yang lain.

PLAKKK.

Pak Danang menampar pipiku dengan kerasnya, sampai wajahku tertoleh kearahnya.

“Pak. Hiks.” Ucapku yang kesakitan dengan tangis yang tertahan, sambil memegang pipiku yang baru ditamparnya.

“Aku bilang jangan ada suara tangis, masih saja terdengar tangismu itu.” Ucap Pak Danang dengan emosinya, lalu dia mendorong pinggulnya sampai batangnya yang besar itu membelah kemaluanku.

Perih dan sakit sekali terasa kemaluanku, karena Pak Danang memasukkannya dengan paksa.

“Arrrgghhhh.” Aku melotot dan kepalaku aku angkat, sambil mencoba mendorong dada Pak Danang dengan sisa – sisa tenagaku.

Kedua tanganku dipegangnya, lalu diletakan disamping kepalaku dan dia menekannya dengan sangat kuat sekali.

“Jangan berontak atau aku akan lebih kasar lagi sama kamu. Kamu mau aku seret keluar sana.?” Ancam Pak Danang dengan mata yang melotot.

“Ja, ja, jangan Pak.” Ucapku terbata.

“Oke. Nikmati semua ini dan jangan pejamkan matamu.” Ucap Pak Danang, sambil mendorong pinggulnya lagi.

“Iiiiiiiiiii.” Ucapku pelan dan air mataku meleleh, karena kemaluanku semakin perih terasa.

Aku menitikkan air mata, tapi tidak ada suara tangis yang keluar dari mulutku.

Sakit dikemaluanku terasa begitu menyiksa, karena Pak Danang terus memaksa kemaluannya yang besar itu, masuk kedalam kemaluanku. Kemaluannya itupun seakan merobek – robek kemaluanku.

Sakit dikemaluanku terasa sampai didalam hatiku. Hatiku seperti diris – iris karena aku tidak mampu menjaga kehormatanku ini, untuk orang yang sangat mencintai aku dan aku juga mencintainya.

Bret, bret, bret.

Kemaluan Pak Danang semakin dalam tertanam dan terasa telah merobek selaput perawanku.

“Arrgghhhhh.” Rintihku yang kesakitan dan Pak Danang tersenyum dengan puasnya.

Sobekan diselaput perawanku, langsung meluluh lantakan hidupku dan menghancurkan semua impianku. Aku menjadi manusia yang paling berdosa dan aku sudah tidak punya harga diri lagi.

Perih, nyeri dan sakit yang aku rasakan ini, sangat dalam sekali. Air mataku tiba – tiba berhenti mengalir dan aku menatap mata Pak Danang, dengan tatapan yang begitu melasnya.

“Kamu tau Nok. Aku sengaja memancing birahimu dengan bisikan – bisikanku dan aku juga sengaja mencampuri obat untuk minumanmu tadi.” Ucap Pak Danang dan tusukan kemaluannya terasa sangat dalam, sampai terasa didinding rahimku.

Diapun sudah tidak mendorong lagi, karena kemaluannya sudah tertananam seutuhnya dikemaluanku.

Sakit ini benar – benar membuatku terdiam dan aku tidak sanggup lagi untuk mengungkapkan bagaimana perih yang aku rasakan.

“Aku juga sengaja menyuruhmu untuk tetap membuka matamu, agar aku bisa melihat kesedihan dan rasa sakit dimatamu. Kamu tau kenapa.?” Ucap Pak Danang dan tatapan matanya berubah menjadi menyeramkan.

Aku menggeleng pelan dan sangat ketakutan.

“Karena kamu anak si penjahat kelamin, Jarot.” Ucap Pak Danang dan butiran air mataku kembali menetes.

Ya Tuhan. Ternyata aku benar anak dari Pak Jarot. Aku anaknya dan aku harus menerima kenyataan pahit ini, disaat hidupku hancur lebur seperti ini. Hancurnya kehidupanku ini pun, semua karena dia dan aku harus menerima balas dendam dari Pak Danang.

Entah dosa apa yang telah diperbuat laki – laki tidak bertanggung jawab itu, sampai Pak Danang yang kukenal baik hati bisa murka dan sadis seperti ini.

Sekarang yang aku rasakan hanya kesedihan yang tidak terbatas dan kesakitan yang tidak pernah terbayangkan didalam hidupku. Bukan hanya fisikku yang sakit, tapi seluruh hatiku juga terasa perih sekali.

“Jarot telah berani main gila dengan istriku dan Dani itu hasil kegilaan dari mereka. Kamu itu saudara Dani satu Ayah, tapi berbeda Ibu. Jadi kamu pahamkan kenapa dendamku ini kulampiaskan kepadamu.?” Ucap Pak Danang dan aku hanya menggelengkan kepala, karena tidak percaya dengan kelakuan bejat Ayah kandungku sendiri.

“Jarot harus tersiksa dan dia harus melihatmu menderita seumur hidupnya Nok. Dia harus merasakan kepedihan yang aku rasakan, karena putrinya sudah aku tiduri.” Ucap Pak Danang sambil mendekatkan wajahnya kearahku, lalu dia melumat bibir bawahku dengan kasarnya.

“IHHHGGGGGG.” Jeritanku tertahan, karena Pak Jarot menggigit bibir bawahku dengan kuatnya dan dia mulai menggoyangkan pinggulnya dengan sangat kasar sekali.

“HIIIIIIIII.” Suara Pak Danang terdengar geram dan dia terus menggigit bibirku dengan sekuat tenaganya.

Bibir dan kemaluanku terasa sangat perih dan hanya butiran air mata saja, yang bisa mewakili sakit yang aku rasakan.

“Ahhhhhh.” Ucap Pak Danang yang melepaskan gigitannya dibibirku, dan terlihat darah segar digigi serta dari mulutnya yang dipamerkan kepadaku.

Darah itu rupanya dari bibir bawahku dan itu bekas gigitannya yang buas tadi.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

Belum sempat aku merasakan sakit dari bibirku yang terluka ini, Pak Danang menggoyang pinggulnya dengan kasar dan sekarang kedua tangannya menjambak rambutku dengan kuatnya.

“Sa, sa, sakit Pak.” Rintihku yang tersiksa sambil memegang memegang kedua tangan Pak Danang.

“Apa.? Sakit.?” Ucap Pak Danang dan dia menekan pinggulnya kedalam dan mataku langsung melotot dibuatnya.

“ARRGGHHHHHH.” Aku kesakitan tapi aku tidak bisa menggerakkan kepalaku, karena tertahan jambakan tangan Pak Danang.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

Pak Danang menarik keluar batang kemaluannya dan menekannya kedalam dengan kuat. Dia melakukannya berulang – ulang dan aku semakin meringis kesakitan.

“Sakitmu kesenanganku, deritamu bahagiaku dan air matamu membangkitkan nafsuku.” Ucap Pak Danang sambil menguatkan jambakannya, lalu terus menggoyangkan pinggulnya dengan cepat dan kasar.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

“Uhhhhhhh.” Ucapku dan aku sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakit ini.

“Hu, hu, hu, hu. Sempit banget mekimu Nok, sempit banget.” Racau Pak Danang.

“Iiihhhhhhh.” Rintihan demi rintihanku, membuat Pak Danang semakin bersemangat memperkosa aku.

“JAROT.!!! MEKI PUTRIMU ENAK BANGET. HAHAHAHA.” Teriak Pak Danang, lalu dia tertawa dengan senangnya.

Pandanganku mulai meredup dan ketika aku akan memejamkan kedua mataku, Pak Danang melepaskan jambakannya, sambil menekan pinggulnya kedalam. Aku tidak bisa merasakan sakitnya kemaluanku, dan tiba – tiba.

PLAK, PLAK, PLAK, PLAK, PLAK, PLAK.

Dia menamparku dengan kuat, lalu tiba – tiba.

Gelap.

Dan beberapa saat kemudian,

Byurr.

Kepalaku basah oleh siraman air dan aku langsung membuka kedua mataku perlahan. Pandangan mataku kabur dan aku memejamkan kedua mataku lagi. Aku tergolek lemah dan seluruh tubuhku terasa sangat sakit sekali.

Gila. Apa yang terjadi dengan diriku.? Kenapa tubuhku terasa sakit dan pandangan mataku kabur.? Apa aku baru saja kecelakaan.? Atau aku bermimpi sangat buruk sekali.?

Uhhhhh.

Rintihku yang kesakitan, sambil mencoba menggerakan tubuhku yang terasa remuk redam ini.

Gila, sakit dan sangat sakit sekali sekujur tubuhku.

Aku lalu membuka kedua mataku lagi dan perlahan pandanganku mulai menerang. Aku lalu melihat sekelilingku dan terlihat Pak Danang berdiri, tanpa mengenakan pakaian sama sekali. Dia berdiri melihat ke arahku, sambil memegang kemeja dan celananya.

Ya Tuhan. Rupanya aku tidak sedang bermimpi buruk atau kecelakaan. Aku baru saja diperkosa oleh manusia biadab itu, karena dia melampiaskan dendamnya kepadaku. Kesalahan yang telah diperbuat oleh orang lain, tapi aku yang harus menanggungnya seperti ini.

“Sebenarnya aku mau membalas dendamku kepada Jarot, dengan lebih kasar lagi kepada dirimu. Tapi jujur, aku sangat menyayangimu Nok. Dendamku seolah runtuh, ketika aku bisa menikmati tubuhmu seutuhnya.” Ucap Pak Danang sambil mengenakan celananya, lalu memakai kemejanya.

Gila. Bisa – bisanya dia mengucapkan rasa sayangnya kepadaku, setelah dia menyakiti aku seperti ini. Manusia yang tercipta dari apa Pak Danang ini.?

“Tunggu sebentar ya. aku masih ingin menikmati tubuh mulusmu lagi. Aku mau keluar sebentar.” Ucap Pak Danang, lalu dia meninggalkan aku dengan terburu – buru.

Aku terdiam dengan posisi masih tertidur diranjang yang penuh dosa ini. Pandanganku mengarah kelangit – langit kamar dan tertuju pada lampu gantung yang ada diatas sana. Sinar lampu itu terlihat meredup dan hiasan dipinggirnya terlihat berdebu.

Hiuffttt, huuuu.

Aku sudah tidak suci lagi Tuhan. Aku sudah kotor dan aku sudah tidak pantas berada didunia yang kau ciptakan ini. Mungkin sakitku ini tidak begitu terasa, dibandingkan dengan sakit yang akan dialami Mas Jo, setelah tau semua ini.

Dia telah kehilangan kedua orang tuanya dan dia juga pasti merasa terpukul dengan apa yang aku alami saat ini. Aku tidak sanggup melihat wajah Mas Jo ketika itu terjadi Tuhan. Jangankan melihatnya, membayangkannya saja aku sudah tak kuasa.

Selain tubuhku yang sudah kotor, ternyata kehidupanku juga sudah lama kotor sekali. Aku dilahirkan dari hasil yang menjijikan, dari hubungan Ibuku dan selingkuhannya. Orang yang selama ini bekerja denganku dikantor dan dulunya aku sangat dekat dengannya, ternyata dia Ayah kandungku. Pak Jarot.

Cukup sudah aku berada didunia ini dan sekarang saatnya aku akan mengakhiri semuanya. Bukannya aku menyerah dengan keadaan Tuhan, tapi keadaan yang akhirnya membuatku mengambil keputusan.

Ijinkan aku mengakhiri semua ini Tuhan. Ijinkanlah.

Hiuffttt, huuuu.

Dengan sisa – sisa tenagaku, aku duduk dengan bersusah payah. Darah begitu banyak tercecer disprei yang berwarna putih ini dan itu darah yang keluar dari kemaluanku.

Kedua kakiku aku turunkan kelantai, lalu dengan sekuat tenaga aku berdiri dan berjalan sempoyongan. Aku ingin mencari tali dan menggantungkannya dilampu hias diatas sana.

Dan ketika aku berdiri didepan kaca, terlihat wajahku begitu menyedihkan. Rambutku acak – acakkan, bibirku berdarah akibat gigitan Pak Danang tadi, kedua pipiku membiru dan mataku terlihat sangat sembab.

Tidak terlihat bekas – bekas kecantikanku lagi, dipantulan kaca itu. Hanya wajah yang kotor dan penuh dosa yang terlihat disana.

Kalau sudah begini, apa yang mau aku tunjukan dihadapan Mas Jo ku tersayang.? Engga ada, engga ada sama sekali.

Aku mengelus wajahku sejenak dan tidak ada rasa sakit sama sekali yang terasa di pipiku yang membiru, ataupun bibirku yang terluka. Sakit yang kurasakan justru dari dalam hatiku yang terdalam.

Akupun tidak sanggup memandang wajahku yang kotor dan hina ini terlalu lama lagi.

Aku lalu membuang pandanganku kesekeliling ruangan kamar ini, untuk mencari tali.

Karena tidak ada tali yang kutemukan dan hanya terlihat asbak yang berada diatas meja, aku pun berjalan kearah asbak itu dan mengambilnya. Aku lalu berjalan mendekat kearah kaca itu lagi.

Dan.

PRANGGGG.

Aku melemparkan asbak itu sekuat tenagaku, sampai kaca dihadapanku pecah berantakan. Aku membungkukan tubuhku dan mengambil salah satu pecahan kaca, setelah itu aku berdiri lagi sambil menempelkan bagian tajam kaca ke urat nadi dipergelangan tangan kiriku.

Maafkan Denok Mas Jo, Maafkan Denok. Aku tidak bisa mendampingi disisa hidupmu, tapi cintaku akan abadi selamanya untukmu.

BRUAKKKK.

Pintu kamar ini didobrak dan aku langsung melihat kearah pintu kamar yang terbuka itu. Seorang laki – laki berdiri menatapku, dan.

Sreetttttt.

Aku goreskan pecahan kaca ini ke lenganku dan aku menekannya sangat kuat sekali.





#Cuukkk. Aku hanya menatapnya dan aku tidak mengucapkan sepatah katapun. Aku sudah lelah di dunia ini dan cukup sudah rasa yang kualami. Rasa cinta untuk yang pertama dan yang terakhir, rasa sakit yang juga untuk pertama dan yang terakhir. Selamat tinggal untuk semua.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd