Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT I M P I A N 2




BAGIAN 35
MENGURANGI ATAU MENAMBAH MASALAH.?



“Mau kemana kamu Rah.?” Tanyaku kepada Sarah.

“Mau balik ke kotaku Lang.” Jawab Sarah yang langsung mengejutkanku.

“Kok baru sekarang kamu ngomong, kalau mau balik ke kotamu.?” Tanyaku dengan nada suara yang agak panik.

“Aku tadi sore kekosanmu, tapi gak ada orang.” Jawab Sarah sambil melihat kearah yang lain.

“Ya, ya, ya memang gak ada orang. Tapi kenapa mendadak seperti ini.?” Tanyaku lagi dengan terbata.

“Aku sudah wisuda Lang, jadi buat apa lagi aku di kota ini.? Aku juga gak mau terlalu lama menjadi bebanmu.” Jawab Sarah dengan mata yang berkaca – kaca dan tetap tidak melihat kearahku.

Cuukkk. Memang selama ini aku selalu memberi uang kepada Sarah, setiap akhir pekan. Sudah beberapa bulan ini aku memberinya, tepatnya setelah kejadian di diskotik waktu itu. Tapi bagiku itu bukan sebagai beban dan aku tidak pernah mengharap dia mengembalikan pemberianku itu. Aku ikhlas membantu, karena memang dia sangat membutuhkannya. Arrgghhhh.

“Rah, aku sudah bilang berkali – kali sama kamu, kalau kamu itu tidak pernah kuanggap sebagai bebanku. Jadi kenapa kamu ngomong seperti itu terus.?” Tanyaku dengan nada yang agak meninggi.

“Bagimu mungkin aku ini bukan bebanmu, tapi bagiku.? Aku punya perasaan Lang, aku punya perasaan.” Ucap Sarah sambil melihat kearahku dan menatap kearah mataku.

“Kita tidak punya hubungan darah atau ikatan apapun, tapi kamu terus membantuku Lang.” Ucap Sarah lagi dan perlahan tetesan air matanya mulai turun membasahi pipinya.

“Apa membantu orang lain itu harus mempunyai hubungan atau ikatan tertentu.?” Tanyaku dengan suara yang pelan.

“Terus aku harus bagaimana.? Apa aku tetap tinggal di kota ini dan berdiam diri sambil menikmati semua pemberianmu.? Ayolah Lang, pikirkan perasaanku juga.” Ucap Sarah dengan suara yang bergetar dan aku hanya menatapnya saja.

“Tolong biarkan aku pergi Lang.” Ucap Sarah lagi, lalu perlahan dia menundukan kepalanya. Sempat terlihat kesedihan yang mendalam ditatapan matanya, sebelum menunduk tadi.

“Aku tidak punya niat, apalagi hak untuk menghalangi kepergianmu Rah. Tapi sebelum kamu pergi, aku hanya ingin kamu pamit kepadaku, itu saja. Cukup sudah satu orang saja yang pergi dari hidupku tanpa pamit.” Ucapku dan Sarah langsung mengangkat wajahnya pelan dan menatapku lagi.

“Bukannya aku tidak mau pamit denganmu Lang, bukan. Tapi jujur aku malu untuk menemuimu, setelah semua yang kamu lakukan kepadaku. Selain malu, aku takut ketika aku menemui kamu, aku justru mengurungkan niatku untuk pergi.” Ucap Sarah dan wajahnya semakin terlihat sangat sedih.

“Kenapa.?” Tanyaku.

Sarah tidak menjawab pertanyaanku, tapi dia langsung memeluk tubuhku dengan erat dan menangis didadaku.

“Hiks, hiks, hiks.” Sarah menangis sesenggukan dan aku langsung membalas pelukan wanita ini.

Pelukannya sangat erat dan aku langsung membelai rambut belakangnya.

Pelukan Sarah terasa sangat berbeda dan langsung menggetarkan hatiku. Rasa sedih dan rasa takut kehilangan, menyatu dipelukannya. Cinta, sayang, rindu, marah dan benci, juga ikut terasa didalam pelukan ini. Rasa cinta yang tak terucap, sayang yang terpendam, rindu yang terbelenggu, marah yang tersimpan dan benci karena situasi.

Aku merasakan semua itu didalam pelukan Sarah dan jujur didalam hatikupun sama seperti itu.

Cuukkk. Aku menyayangi wanita ini. Aku tidak ingin dia meninggalkan aku secepat ini dan aku ingin dia lebih lama lagi disini. Tapi apa bisa seperti itu.? Apa hakku untuk melarangnya pergi.? Kalaupun seandainya dia mau tetap berada dikota ini, apa aku bisa menjamin kalau cintaku seutuhnya hanya untuk dirinya.? Apa aku benar - benar tidak akan membagi cintaku kepada wanita – wanita yang lain.? Gendhis dan Ratna. Arrggghhh.

Jangan. Aku tidak boleh melakukan itu. Aku sadar Sarah sangat menyayangi aku dan aku tau itu, lewat pelukannya ini. Kalau dia menjadikan aku laki – laki kesayangannya dihati dan hanya satu – satunya, masa aku harus membagi sayangku kepada beberapa wanita.? Kejam banget dong aku. bajingann.

Tik, tik, tik, tik.

Perlahan rintik hujan turun dan kami berdua tidak beranjak dari tempat ini. Aku dan Sarah sama – sama menikmati pelukan perpisahan ini, dan kami berdua sama – sama menahan rasa yang ingin meledak dari dalam hati.

Hujan ini tidak terlalu deras, tapi cukup membuat kepala kami basah. Hujan ini tidak terlalu deras, tapi tangis Sarah yang justru membasahi dadaku. Hujan ini tidak terlalu deras, tapi hati ini terasa banjir oleh air mata.

Hiuffttt, huuuu.

“Boleh aku pulang kan Lang.?” Tanya Sarah, sambil mengangkat wajahnya dari dadaku. Kami berdua tetap berpelukan dengan mata yang saling berpandangan.

“Pulang lah Rah, pulang lah.” Ucapku sambil menempelkan keningku dikeningnya.

“Aku tidak bisa menahanmu, karena aku tidak bisa memberikan kasih sayangku seutuhnya untukmu.” Ucapku lagi dengan suara yang bergetar dan entah mengapa aku bisa berkata seperti ini.

“Aku tau itu dan itu penyebabnya aku tidak mau lebih lama dikota ini. Aku pasti tidak bisa memendam rasa sayangku kepadamu, kalau aku tetap disini. Lebih baik aku pergi dan aku belajar melupakanmu, jauh dari kota ini.” Ucap Sarah dan itu sangat – sangat menyayat hatiku.

CUUPPP.

Aku mengecup bibirnya dengan lembut, karena aku tau dia pasti sangat berat berkata jujur seperti ini kepadaku. Akupun sengaja mengecup bibirnya, agar dia menghentikan ucapannya. Aku takut setiap ucapannya, akan mengundang hujan badai kesedihan dimalam ini.

“Maaf.” Ucapku sambil menyentuh bibirnya dengan jempol tangan kananku.

“Aku yang harusnya meminta maaf kepadamu, karena aku telah mengungkapkan isi hatiku yang aku pendam selama ini. Harusnya aku tidak jatuh hati kepadamu, karena kamu telah memberikan segalanya kepadaku. Maaf kalau aku kalau telah jujur tentang isi hatiku, tapi ini harus aku lakukan. Aku sudah cukup lega dengan kejujuranku ini, walapun aku tau kita tidak mungkin bersatu.” Ucap Sarah dan bibirnya terasa bergetar, di usapan jempolku kananku ini.

Aku pun langsung mengangkat keningku dari keningnya, sambil menggelengkan kepalaku pelan.

“Semoga kamu bahagia dengan pilihan hatimu.” Ucap Sarah, lalu dia menarik leher belakangku dan.

CUUPPP.

Dia mengecup bibirku dengan lembut, setelah itu dia memelukku lagi dengan eratnya.

Cuukkk. Aku tidak kuat dengan anugrah mata yang aku miliki saat ini, kalau aku harus menyakiti perasaan wanita – wanita yang ada disekitarku. Pasti ini bukan air mata yang terakhir dan pasti ada air mata dari wanita – wanita yang lain. Jahat banget aku cuukkk.

Aku merangkul leher Sarah dan pandanganku tertuju pada jendela kosan barbara. Dilantai satu tampak seorang wanita berdiri didekat kelambu dan dia adalah Gendhis. Sedangkan dilantai dua, aku juga melihat seorang wanita yang melihat kearahku. Wanita yang dilantai dua itu adalah Mery, pacar dari Rendi.

Ahhh. Kenapa Mery melihat kearahku dan sejak kapan dia ada disitu.? Kalau Gendhis, aku tau dia pasti cemburu karena aku telah memeluk dan berciuman dengan Sarah. Tapi kalau Mery.? Kenapa wanita cantik itu melihat kearahku terus.? Ada apa dengannya.?

Tin.

Bunyi klakson mobil yang tiba – tiba berhenti dibelakangku dan kami berdua langsung melepaskan pelukan kami ini.

“Mba Sarah.?” Tanya sisopir kepada Sarah yang berdiri disebelahku.

“Travel galunggung ya Pak.?” Ucap Sarah dan Pak Sopir langsung mengangguk.

“Aku pergi sekarang Lang.” Ucap Sarah sambil melihat kearahku dan ternyata yang mobil yang datang ini, mobil travel yang akan membawa Sarah kekotanya.

Aku diam saja dan tidak menjawab ucapan Sarah yang berpamitan kepadaku. Lidahku terasa kaku dan tenggorokanku terasa tercekat. Aku tidak sanggup mengucapkan sepatah katapun, karena ternyata aku belum ikhlas sepenuhnya melepas kepergiannya. Tadi aku memang sempat ikhlas melepasnya, tapi sekarang entah kenapa tiba – tiba aku merasa sebagian jiwaku juga ikut pamit kepadaku. Bajingaann.

“Ini tasnya ya Mba.?” Tanya Pak Sopir yang ternyata sudah turun dan berdiri didekat tas Sarah.

“I, i, i, iya Pak.” Jawab Sarah terbata.

Karena hatiku yang sangat sedih dan mataku yang berkaca – kaca, aku langsung mengalihkannya dengan membantu Pak Sopir, mengangkat tas Sarah ke belakang mobil.

Satu persatu tas Sarah dimasukan kedalam mobil dan setelah itu, Pak Sopir naik lagi ke mobil.

“Aku pergi sekarang Lang.” Pamit Sarah lagi dan aku tetap tidak menjawabnya. Kali ini Sarah tidak melihat kearahku dan aku juga langsung memalingkan wajahku.

Bajingan. Kenapa harus seperti ini dan kenapa juga harus turun hujan.? Apa semesta juga ikut bersedih dengan situasi ini dan sengaja mengirimkan hujan, agar air mata kami bisa bersembunyi dibalik air hujan yang membasahi pipi kami.? Assuuu.

Sarah langsung berjalan kearah pintu mobil bagian tengah dan aku meliriknya dari ujung ekor mataku.

“Aku pergi sekarang lang.” Ucap Sarah lagi, sambil memegang pintu mobil dan tetap tidak melihat kearahku.

Kletek.

Sarah membuka pintu mobil dan aku langsung melihat kearahnya yang menunduk. Dia terlihat bersiap untuk masuk kedalam mobil.

“Ha, ha, hati – hati.” Ucapku bergumam pelan dan dia pasti tidak mendengarnya.

Sarah langsung membalikan tubuhnya dan dia berlari kearahku. Lalu.

CUUPPP.

Sarah mengecup bibirku dan kedua lengannya langsung merangkul leherku.

Kedua tangankupun langsung menyambut rangkulannya ini, dengan melingkar dibagian punggung bawahnya.

CUUPPP. CUUPPP. CUUPPP. MUACCHHH.

Aku memiringkan kepalaku kearah kiriku dan Sarah juga memiringkan kepalanya kearah kirinya, seiring dengan ciuman kami yang semakin dalam.

CUUPPP. CUUPPP. CUUPPP. MUACCHHH.

Aku mengulum bibir bawahnya dan Sarah mengulum bibir atasku. Ciuman ini terasa sangat menyakitkan dan perih sekali dihati.

CUUPPP. CUUPPP. CUUPPP. MUACCHHH.

Dan ketika ciuman kami semakin dalam,

MUACCHHH.

Sarah melepaskan ciumannya, lalu dia menatap wajahku sejenak, setelah itu dia mendekap tubuhku dan aku membalasnya sambil memejamkan kedua mataku.

“Aku gak mau nangis lagi dan aku harap kamu melepas kepergianku dengan senyumanmu.” Ucap Sarah dengan suara yang bergetar dan wajah sampingnya disandarkan didadaku.

“Kamu bahagia.?” Tanyaku balik dan Sarah langsung mengangkat wajahnya dari dadaku dan menatap mataku.

“Tolong jawab dengan jujur. Kalau kamu bahagia, aku pasti akan tersenyum melepas kepergianmu.” Ucapku lagi, sambil membelai pipinya.

“Aku gak tau bisa bahagia atau tidak. Tapi yang jelas aku berani melangkah, karena aku tidak mau terkurung didalam ketakutan hatiku.” Jawab Sarah lalu bibirnya mulai tersenyum.

Cuukkk. Jawaban ini seakan menampar kedua pipiku dengan keras.

Dia yang seorang wanita berani melangkah seorang diri, untuk meninggalkan semua cinta dan sayang yang ada dihatinya. Dia rela mengubur semuanya didalam sebuah kenangan, tanpa memperdulikan rasa sakit yang pasti sangat menyiksanya. Dia mampu mengambil keputusan terberat didalam hidupnya, mampu menegarkan hatinya dan mampu menguatkan tekadnya, walaupun aku tau itu pasti sangat sulit.

Sedangkan aku.? Aku yang seorang laki – laki ini, tidak bisa tegas dengan hatiku sendiri. Bajingann.

“Kamu wanita hebat dan kamu wanita yang sangat kuat Rah. Semoga kebahagiaan menantimu di ujung jalan yang kau pilih saat ini.” Ucapku.

“Kata – katamu ini semakin memantapkan langkahku Lang.” Ucap Sarah, lalu kembali dia tersenyum dengan manisnya.

Tik, tik, tik, tik.

Rintik hujan semakin deras dan kami berdua langsung melepaskan pelukan kami ini.

“Selamat tinggal.” Ucap Sarah lalu dia membalikan tubuhnya dan berjalan kearah pintu mobil.

“Aku lebih suka mengucapkan sampai jumpa, karena aku berharap kita akan bertemu dilain waktu.” Ucapku dan Sarah hanya menolehku kearahku sejenak dengan senyuman dibibirnya, setelah itu dia masuk kedalam mobil tanpa menoleh kearahku lagi.

Bruummm.

Mobil mulai berjalan pelan, meninggalkan aku yang masih berdiri mematung. Kepergian Sarah inipun, diiringi dengan hujan yang semakin deras saja.

Hiuffttt, huuuu.

Aku menunduk sambil membasuh wajahku yang dipenuhi air hujan, setelah itu aku menegakkan kepalaku dan berjalan kearah kimba yang terparkir didekat pagar.

Kedua wanita yang menatapku didua lantai berbeda itu, ternyata masih ada disana. Dan ketika aku melihat kearah mereka bergantian, mereka langsung menutup kordennya dan beberapa saat kemudian, lampu kamar mereka pun dimatikan.

Kletek, kletek, kletek. Tek, tek, tek. Teng, teng, teng.

Aku menyalakan mesin kimba, setelah itu aku naik dan menjalankan kimba pelan. Aku menikmati derasnya hujan yang membasahi kepalaku dan hawa dingin yang menyelimuti seluruh tubuhku. Aku menikmati semua ini dan aku ingin mendinginkan kepalaku yang terasa panas, setelah kejadian seharian ini.

Treng, teng, teng, teng.

Akupun sengaja lewat didepan rumah Bu Har, yang sudah seminggu ini kosong. Bu Har maupun Bi Ati pergi entah kemana dan tanpa ada kabar sama sekali. Aku berkali – kali kesana, untuk menuntaskan sedikit masalah yang berhubungan dengan Pak Danang.

Treng, teng, teng, teng.

Dan ketika sampai didepan rumah Bu Har, terlihat seseorang sedang mengunci pagar dari luar. Akupun menghentikan kimba tepat dibelakang orang itu.

Treng, teng, teng, teng.

“Eh Mas gilang, kok malam – malam begini mandi hujan.?” Tanya Cak Yanto penjaga rumah Bu Har. Dia seperti terkejut dengan kehadiranku dan dia berdiri sambil memegang payungnya.

“Tadi kebetulan dari kosan teman Cak.” Ucapku lalu aku membasuh wajahku.

“Oooo.” Ucap Cak Yanto dan hujan pun semakin deras saja.

“Oh iya Pak. Bu Har sama Bi Ati kemana sih Pak.?” Tanyaku.

“Bu Har menyusul suaminya keluar negeri. Kalau Bi Ati pulang kampung.” Jawab Cak Yanto.

“Oooo.” Ucapku yang yang terkejut, sambil mengangguk pelan.

“Emang kenapa Mas.? Sampean kan gak punya tanggungan lagi. Kata Bu Har, kosan sampean sudah dibayar sampai dua tahun kedepan.” Ucap Cak Yanto dan itu langsung mengejutkanku.

Sejak kapan aku membayar uang kosan sampai dua tahun.? Aku memang sudah membayar untuk bulan ini. Tapi untuk bulan depan dan seterusnya, belum sama sekali. Akupun berniat untuk keluar dari kosanku, kalau seandainya jawaban Bu Har tentang keterlibatannya dengan Pak Danang tidak memuaskanku.

Terus bagaimana kalau sudah seperti ini.? Apa aku akan keluar dari kosanku aja.? Enggak ah, aku gak mau meninggalkan tempat yang penuh kenangan itu. Lagian belum tentu Bu Har terlibat yang begitu mendalam dengan Pak Danang. Bisa saja Bu Har dimanfaatkan, tanpa dia sadari.

“Mas.” Panggil Cak Yanto yang mengejutkanku.

“Oh iya Cak. Kalau begitu saya balik kekosan dulu.” Ucapku.

“Iya Mas. Sampean balik aja kekosan, sampean sudah basah kuyub seperti ini kok.” Ucap Cak Yanto dan aku langsung menganggukan kepalaku, lalu aku menghusap wajahku lagi.

“Iya Cak. Pamit dulu ya.” Pamitku lalu aku memasukan perseneling kimba dan menarik gas kimba pelan.

Trenteng, teng, teng, teng.

Bajingan. Kenapa sih semua orang terdekatku yang pergi, tidak pamit dulu kepadaku.? Apa salahnya mengucapkan kata pamit, setelah itu menghilanglah semaunya.

Bu Har. Walaupun masih banyak pertanyaanku tentang dia dan dia dekat dengan Pak Danang, dia sudah berbaik hati dengan menyuruhku tinggal dikosannya gratis, ditahun pertama. Aku hanya membayar beberapa bulan kemarin, setelah itu aku menempati kosannya gratis selama dua tahun kedepan.

Bi Ati. Dia juga banyak membantuku selama aku dikota ini. kenapa dia ikut – ikutan pergi tanpa pamit.?

Intan. Kalau wanita ini tidak usah dibicarakan, bisa gila aku. Walaupun aku belajar untuk bangkit dari wanita satu ini, tapi jujur kerinduanku sangat dalam sekali kepadanya.

Sarah. Untung saja aku tadi sempat menemuinya, walaupun itu tidak disengaja. Kalau aku tidak lewat depan kosan Barbara, mungkin dia juga pergi tanpa pamit kepadaku.

Kinanti. Wanita ini juga termasuk tidak pamit kepadaku. Tidak pamit kalau dia dilamar oleh Guntur. Bajingann.

Trenteng, teng, teng, teng.

Aku menarik gas kimba ditengah hujan yang sangat deras ini.

Dan ketika aku sampai didekat kosan, terlihat seorang wanita berdiri disebelah pagar kosanku. Wanita itu kehujanan dan dia mendekap tubuhnya sendiri. Wanita itu adalah Kinanti, wanita yang aku sangat aku benci saat ini.

Cuukkk. Mau apa lagi wanita ini disini.? Tidak puaskah dia mencabik cabik hatiku.? Apa sih mau nya.? Kenapa dia selalu hadir, disaat aku mulai melupakannya.? Apa dia belum puas dengan semua yang dilakukannya kepadaku.? Apa dia baru puas kalau melihat aku mati tersiksa.? Bajingann.

“Kinanti.” Ucapku yang terkejut, ketika aku menghentikan kimba didekatnya.

“Hai Lang.” Jawab Kinanti dengan bibir yang bergetar dan tubuh yang menggigil. Kedua tangannya mendekap tubuhnya yang basah kuyub itu dan dia menatapku dengan tatapan mata yang sayu.

Melihat kondisinya yang kedinginan dan agak menyedihkan itu, kejengkelan didalam hatikupun perlahan terkikis dan berganti dengan rasa kasihan kepadanya.

“Kamu nunggu aku.?” Tanyaku sambil turun dari kimba dan aku membuka pagar kosan.

Kinanti tidak menjawab pertanyaanku dan dia tetap berdiri didekat pintu pagar kosan. Aku lalu memarkirkan kimba, setelah itu aku membalikan tubuhku dan berjalan kearahnya.

“Kamu nunggu aku.?” Tanyaku sekali lagi dan dia hanya mengangguk pelan.

“Kita masuk kedalam.” Ajakku, karena selain tubuhnya yang menggigil kedinginan, hujan juga masih sangat deras.

Wajahnya terlihat ragu dan dia sesekali melihat kearah pintu kosan.

“Ayolah.” Ucapku sambil meraih pergelangan tangannya yang mendekap tubuhnya, lalu aku menariknya pelan.

“Eh.” Ucapnya yang terkejut, tapi tidak menolak pegangan tanganku.

Ketika aku akan membalikan tubuhku, sebuah mobil datang dari arah sebelah kanan dan tiba - tiba berhenti didekat pintu pagar kosanku.

Tin.

Orang itu mengklaksonku dan aku melihat kearah mobil itu. Kaca bagian depan sebelah kiri terturun setengah dan seorang wanita cantik terlihat duduk didalam sana. Wanita itu melihatku dengan lirikan yang penuh arti dan dia adalah Mery.

Cuukkk. Dia lagi – dia lagi. Kenapa dia melihatku seperti ini sih.? Apa dia menyukai.? Tapi diakan sudah punya pacar dan pacarnya itu sahabatku. Rendi Van Gerrit.

“Gilang. Dikosan lagi pesta tuh. Kamu ditunggu gak datang – datang.” Ucap seorang laki – laki yang duduk disebelah kanan Mery dan dia adalah Rendi bule.

Cuukkk. Iya, ya. Mas Pandu tadi kan mengundang aku kepondok merah. Kok aku bisa lupa ya.?

“Anu Ren.” Ucapku sambil mendekat kearah kaca mobil yang terturun setengah, sedangkan Mery agak menggeser kekanan, karena terkena rintik hujan. Tangan kiriku pun tetap menggenggam tangan Kinanti.

“Hahaha. Iya, iya aku paham.” Ucap Rendi, sementara Mery melirik kearah tanganku yang memegang pergelangan tangan Kinanti.

“Oh iya, kamu dari mana Ren.?” Tanyaku mengalihkan pembicaraan.

“Nyusul Mery, terus kekosan lagi.” Jawab Rendi sambil melirik kearah Mery, lalu melihat kearahku lagi.

“Ooo.” Ucapku sambil menganggukan kepalaku pelan.

“Jalan yu beb. Ganggu orang yang lagi pacaran aja.” Ucap Mery ke Rendi.

“Iya ay. Pacarannya seru lagi. Hujan hujanan tengah malam.” Sahut Rendi.

“Hehe.” Mery pun hanya tertawa dengan nada yang agak sinis, sambil melirik kearahku.

Ahh. Kenapa sih wanita ini.? Kenapa dia jutek banget sama aku.? Apa jangan – jangan karena dia tadi melihatku berpelukan dan berciuman dengan Sarah, lalu sekarang aku menggandeng Kinanti.? Jadi dia mengganggapku laki – laki mata keranjang gitu.? Bajingann.

“Ya sudah, aku jalan dulu ya Lang.” Ucap Rendi.

“Oke.” Ucapku sambil mengarahkan jempol kananku kepadanya.

Rendi membalasnya dengan senyuman, sedangkan Mery hanya melirikku dengan ujung ekor matanya.

Kaca mobil mulai naik lagi, lalu mobil berjalan pelan meninggalkan aku dan Kinanti.

Hiuuffttt, huuuu.

Aku menarik tangan Kinanti lagi dan kami berdua masuk kedalam kosanku, dengan kondisi basah kuyub.

“Itu kamar mandi, aku kekamar dulu, ambil pakaian ganti buatmu.” Ucapku sambil melepaskan pegangan tanganku.

Kinanti melangkah kearah kamar mandi dan aku masuk kedalam kamarku. Aku memilih kaos ku yang agak besar dan tidak lupa celana training yang akan dipakai Kinanti. Aku juga membawa handuk dan membawa perlengkapan pakaian gantiku.

TOK, TOK, TOK.

Aku mengetuk pintu kamar mandi dan Kinanti membuka pintunya sedikit.

“Nih. Pakaian ganti.” Ucapku sambil menyerahkan pakaian ganti untuknya dan aku juga menyerahkan handukku.

Setelah Kinanti berganti pakaian dan dia keluar dari kamar mandi, akupun masuk kedalam kedalam kamar mandi dan Kinanti duduk diruang tengah.

Pada saat kami berselihan jalan didepan kamar mandi, Kinanti agak membungkukan tubuhnya dan dia menutupi bagian dadanya.

Aku tidak terlalu focus melihat kaosku yang sangat longgar sekali dipakainya dan aku langsung menutup pintu kamar mandi. Akupun terkejut melihat pakaian Kinanti yang tergantung dibelakang pintu kamar mandi. Pikiranku melayang, ketika pandanganku tertuju pada bra dan cd berwarna putih yang tergantung diatas kaos serta celana jeansnya yang basah.

Cuukkk. Pantas aja dia menutupi bagian dadanya, rupanya dia gak pakai bra. Bajingann.

Dan setelah aku mandi dan berganti pakaian, aku keluar dari kamar mandi dan Kinanti masih duduk diruang tengah.

“Mau teh.?” Tanyaku sambil melihat kearahnya yang duduk bersila diatas kursi panjang. Pandanganku tertuju pada bagian dadanya yang didekapnya.

Arrgghhh. Kok aku melihat bagian itunya sih.?

“I, I, iya.” Jawab Kinanti terbata.

Aku lalu berjalan kearah dapur dan merebus air. Aku sengaja melakukan itu, selain karena ingin membuat minuman penghangat tubuh, aku juga ingin menghilangkan pikiranku yang tiba – tiba terfokus pada dada Kinanti.

Aku lalu membuat segelas teh untuk Kinanti dan segelas kopi untukku, setelah itu aku keruang tengah dan menyerahkan segelas teh panas kepada Kinanti.

“Terimakasih.” Ucap Kinanti yang menerima segelas teh dari aku.

Aku lalu duduk disebelah Kinanti, agar pandanganku tidak tertuju pada dadanya.

Hiuffttt, huuu.

Suurrppppp.

Aku menyeruput kopiku, setelah itu meletakkan gelasku dimeja. Aku lalu mengambil rokokku dimeja, setelah itu aku membakarnya.

Suurrppppp.

Giliran Kinanti yang menyeruput tehnya, tapi setelah itu dia tidak meletakkan cangkirnya dimeja. Dia memegang gelasnya dengan telapak tangannya, untuk menambah kehangatan tubuhnya.

Kami berdua sama – sama diam dan sengaja aku tidak bertanya tujuannya datang kekosanku ini. Aku ingin dia sendiri yang berbicara, tanpa aku minta.

Cukup lama kami berdiam diri dan tidak terasa rokokku pun tinggal satu kali isapan lagi.

“Hiuufffttt, huuuu.” Aku menghisap dalam – dalam rokokku, setelah itu aku mematikannya diasbak.

Suurrppppp.

Kinanti meminum lagi tehnya, setelah itu dia meletakkan gelasnya dimeja.

“Maaf.” Ucap Kinanti singkat, lalu dia menyandarkan kepala bagian sampingnya dibahuku.

Duh, kok dia seperti ini ya.? Dia gak sadar kalau dia akan menikah dengan Guntur.? Dia gak takut kalau khilafkah.? Bajingann.

“Untuk apa.?” Tanyaku dengan pandangan lurus kedepan.

“Aku tahu banyak hal yang membuatmu kecewa kepadaku. Tapi aku tetap mau minta maaf, walaupun mungkin kamu sudah terlanjur sangat sakit sekali.” Ucap Kinanti dengan suara yang bergetar.

Cuukkk. Bukannya mungkin, tapi aku memang sudah terlanjur sangat sakit sekali. Kok gak nyadar banget sih.?

“Aku memang egois dan aku memang salah, karena menyakiti kamu yang telah banyak berkorban untukku. Akupun sadar, kalau aku tidak pantas kau maafkan dengan semua kesalahanku ini.” Ucap Kinanti lagi.

“Tapi sekali lagi. Aku butuh kata maafmu, agar aku bisa melangkah untuk masa depanku yang pasti akan sangat berat ini.” Ucap Kinanti yang semakin lama terdengar semakin menyedihkan saja.

“Gak ada yang perlu dimaafkan Kinanti. Gak ada. Kamu telah memilih jalan hidupmu dan kamu pasti paham dengan segala resikonya.” Jawabku.

“Karena aku paham resikonya, malam ini aku datang untuk memohon maaf kepadamu dan aku mohon restumu.” Ucap Kinanti dan aku langsung menggelengkan kepalaku pelan.

“Maaf saja gak perlu kamu ucapkan, apalagi sampai meminta restu dariku.” Ucapku sambil melirik kearah rambut bagian atas kepalanya, yang berada didekat pipi kananku.

Dan entah kenapa, tiba - tiba aku ingin sekali membelai rambutnya yang masih agak basah ini. Aku tau dia pasti sedang menanggung beban yang sangat berat, sampai dia datang kekosanku dan menungguku dengan kondisi hujan yang sangat lebat.

Walaupun aku sangat sakit dan kecewa kepadanya, tapi aku tidak tega melihatnya menanggung beban berat itu seorang diri.

Aku menarik nafasku dalam – dalam dan aku menahan tanganku yang ingin membelai rambutnya. Aku tidak ingin ketika aku membelai rambutnya, perasaan cintaku akan bangkit dan bisa saja tindakanku akan lebih jauh dari sekedar membelai rambutnya. Dan kalau sampai itu terjadi, bisa saja pernikahannya dengan Guntur akan batal.

Aku tidak bisa membayangkan kalau pernikahannya akan batal. Itu pasti akan membuat desaku gempar dan keluarga Kinanti akan menanggung malu yang sangat luar biasa.

Aku harus mengambil keputusan dan aku harus mengakhiri semuanya malam ini juga, sepahit atau sesakit apapun itu.

“Hiuuffttt, huuuu.” Kinanti menarik nafasnya panjang, setelah itu dia mengeluarkannya perlahan.

“Aku memang pernah mencintaimu, tapi dengan cara yang sederhana.” Ucapku pelan dan Kinanti langsung mengangkat kepalanya dari bahuku.

“Kesederhanaan cintaku, mungkin tidak bisa menyempurnakan hidupmu. Aku sadar itu dan aku akan belajar untuk tidak menyesali semua ini.” Ucapku lagi dan pandangan Kinanti lurus kedepan.

“Apapun dan siapapun yang kamu pilih dalam perjalanan hidupmu, aku akan selalu berharap itu yang terbaik untukmu.” Ucapku dan Kinanti langsung melihat kearahku dengan mata yang berkaca – kaca.

“Kamu taukan kalau aku juga sangat berat mengambil keputusan ini.?” Tanya Kinanti dengan suara yang bergetar dan linangan air matanya yang perlahan mulai menetes.

“Sudahlah, jangan teteskan air matamu lagi untukku. Ada laki – laki yang sudah siap menampung air matamu, disaat kamu sedih ataupun bahagia.” Ucapku sambil melihat kearah matanya, lalu melihat kearah lurus depanku lagi.

Aku mengucapkan kata – kata itu, sambil menguatkan hatiku. Aku tau kata – kataku ini pasti terdengar sangat perih bagi Kinanti. Tapi biarlah, biarlah kata – kataku menjadi pelecut bagi Kinanti, agar dia segera melangkah meninggalkan semua kenangan cinta kami yang menyedihkan ini.

“Apa kamu tidak sakit.?” Tanya Kinanti dan aku langsung melihat kearahnya.

“Gak perlu kamu tau bagaimana aku sekarang. Yang jelas aku menikmati.” Jawabku.

“Walau itu perih.?” Tanya Kinanti, sambil membersihkan air matanya.

“Kan kamu sendiri yang bilang, kalau cinta itu gak selamanya berakhir dengan menyatunya dua insan. Ada kalanya dia harus berpisah dipersimpangan jalan, bukan karena berbeda tujuan, tapi terpaksa mengambil arah berlainan.” Jawabku.

“Dan menurutku saat ini, hal terbaik yang bisa aku lakukan adalah melepaskanmu, membebaskanmu dan membebaskanku, dari ikatan cinta yang tak mungkin menyatu ini.” Ucapku lagi.

“Walau itu perih.?” Tanya Kinanti lagi sambil menggeser duduknya, menghadap kearahku. Air mata sudah tidak terlihat menetes lagi dimatanya, tapi tatapan matanya tetap terlihat sedih.

“Diakhir kesedihan, Sang Pencipta pasti menyiapkan kebahagiaan untuk mahluk ciptaannya. Jadi apa yang perlu dikhawatirkan.?” Ucapku.

“Sudahlah, yang terpenting itu ambil pelajaran dimasa lalu dan tinggalkan yang menyakitkan. Jangan biarkan belenggu kesedihan menutup jalanmu menuju masa depan.” Ucapku lagi dan aku mengalihkan pandanganku dari wajah Kinanti, menatap kearah lurus depanku lagi.

“Walau itu perih.?” Tanya Kinanti yang tetap dengan pertanyaannya, sambil meraih daguku dengan tangan kanannya, sampai aku menoleh kearahnya lagi.

Aku melihat wajah Kinanti sejenak sambil tersenyum, setelah itu aku menoleh kearah depan lagi.

Kinanti yang tidak puas dengan jawabanku, langsung duduk dipangkuanku dengan bertumpu kepada kedua lututnya dan kedua kaki yang tertekuk dikursi. Selangkangan kami pun saling menempel dan kedua tangannya langsung melingkar dileherku, dengan matanya yang menatap mataku tajam.

Aku yang terkejut dengan sikap Kinanti ini, langsung terdiam dan aku hanya membalas tatapan matanya.

“Kamu jahat Lang, kamu jahat.” Ucap Kinanti, lalu.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP, MUACCHHHH.

Dilumatnya bibirku dengan kasar dan emosi yang tertahan.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP, MUACCHHHH.

“IRRGGGGHHHH.” Digigitnya bibir atasku, lalu dilanjutkan dengan kuluman singkat, setelah itu dilepaskannya.

“Uhhhhh.” Aku menahan rasa sakit akibat gigitannya dan Kinanti langsung menempelkan keningnya dikeningku.

“Kamu jahat Lang, kamu jahat. Hiks, hiks, hiks.” Ucap Kinanti dan dilanjut dengan tangisnya yang terdengar lirih.

Marah, sayang, benci dan cinta, menyatu dan dibungkus dengan nafsu yang perlahan mulai merasuki pikiranku.

Aku marah karena dia memperlakukan aku semena – mena seperti ini. Setelah dia menyakiti hatiku, sekarang dia datang bersama tangisnya dan tanpa merasa bersalah dia menciumku dengan cara seperti ini.

Aku sayang kepadanya, karena bagaimanapun juga dia pernah mengisi hatiku dan rasa sayang itu masih tersisa sampai detik ini.

Aku benci kepadanya, karena ini selalu dilakukannya ketika kami ada masalah. Dia dulu boleh melakukan hal seperti ini, karena kami masih ada hubungan. Tapi sekarang.? Sekarang dia sudah mau menikah dan kami sudah tidak ada hubungan sama sekali. Jadi untuk apa kecupan dan tangisnya seperti ini.? Untuk apa.?

Aku cinta kepadanya dan dia pasti bisa meluluhkan emosi dihatiku, walaupun dia melumat bibirku dengan sangat kasar sekali. Aku cinta kepadanya, karena air matanya ini bisa merontokan kebencian dan kemarahan yang ada dihatiku. Aku cinta kepadanya, walaupun dia berkali – kali menyakiti hatiku. Bajingann.

Dan yang terakhir. Semua perasaanku yang tidak menentu ini, dibungkus nafsuku yang perlahan mulai bangkit.

Kuluman yang kasar dan rangkulan ditengkuk leherku, serta gesekan diselangkangan kami ini, jujur membuat nafsuku berlahan mulai menguasai kepalaku dan membuat kemaluanku mulai berdiri.

Cuukkk. Sudah suasana dingin seperti ini, dia malah memberikan kehangatan yang entah disengaja atau tidak. Bajingann.

Tapi entar dulu. Bagaimana bisa nafsuku bisa bangkit disituasi seperti ini ya.? Apa yang terjadi dengan diriku.? Harusnya suasana seperti ini hanya diselimuti dengan kesedihan dan air mata, tanpa perlu campur tangan nafsu didalamnya. Djiancok.!!!

“Kamu jahat Lang, jahat.” Ucap Kinanti dan sekarang dia mengangkat keningnya dari keningku, lalu dia menegakkan tubuhnya dengan tetap bertumpu pada kedua lututnya dikursi. Posisinya yang setengah berdiri itu, membuat wajahku terdanga melihat kearah wajahnya.

Kedua mataku langsung reflek melihat kearah dadanya yang membusung dan samar – samar terlihat cetakan puttingnya dikaosku yang dikenakannya.

Arrgghhh. Kenapa aku harus melihat kearah dadanya lagi sih.? Assuuu.

Kinanti menjambak rambut belakangku sampai kepalaku terdanga lagi dan mata kami bertatapan.

“Kenapa kamu gak mau jujur tentang lara nya hatimu.?” Tanya Kinanti dan sekarang dia memegang kedua pipiku dengan lembut.

“Sudahlah Kinanti..” Ucapku terpotong, karena Kinanti langsung menundukan kepalanya dan melumat bibir atasku dengan sangat lembutnya.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP.

“Hem, hem, hem, hem.” Kulumannya yang sangat lembut dan tidak sekasar tadi, menghasilkan desahan yang perlahan membakar nafsuku.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP.

“Hem, hem, hem, hem.” Ciumannya semakin dalam dan kulumannya semakin lembut terasa.

Bibir atasku dihisapnya dan kedua pipiku diremasnya dengan lembut.

Lidahnya menyapu bibir atasku yang ada didalam mulutnya.

Cuukkk. Tubuhku bergetar dan nafsuku semakin terbakar saja.

Aku harus mengakhiri semua ini, kalau tidak ciuman ini bisa berlanjut dan bisa saja nafsu ini menggelapkan mata kami berdua.

“Hem, hem, hem, hem.”

Kedua tanganku yang dari tadi menapak dikursi, perlahan merangkul pinggangnya dan merapatkannya kearahku.

Bajingann. Kenapa aku tidak mencegahnya dan kenapa justru aku merapatkan tubuhnya kearahku.? Asuu.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP.

Kinanti melepaskan lumatannya, lalu dia mengecup bibirku beberapa kali, setelah itu dia menegakkan tubuhnya lagi dan kedua pipiku tetap dipegangnya.

“Apa yang kamu mau dariku Kinanti.?” Tanyaku sambil menatap matanya dan kedua tanganku masih melingkar dipinggangnya.

“Kejujuran.” Jawab Kinanti dan jempolnya menghusap bibirku yang basah.

“Jujur tentang apa.? Keperihan hatiku.? Untuk apa.? Kamu sudah mau menikah, jadi tidak usah memikirkan tentang isi hatiku lagi.” Jawabku dan kembali Kinanti duduk diatas pahaku lagi, lalu dia memeluk tubuhku dengan erat.

Dagunya diletakkan dipundakku dan buah dadanya yang lumayan besar pun, menempel erat didadaku dan membuat nafsuku seperti dipermainkan saja.

“Kinanti, cukup ya. Apa yang kita lakukan ini sudah terlalu jauh.” Ucapku sambil membelai punggungnya.

Sebenarnya aku tidak ingin mengakhiri kegilaan ini, karena jujur aku ingin yang lebih jauh lagi. Tapi aku tidak boleh melakukannya, karena wanita yang sedang memeluk aku ini akan menikah. Bajingann.

“Enggak. Aku gak akan melepas pelukanku. Aku ingin menikmati malam ini bersama seorang laki – laki yang telah banyak berkorban untukku.” Ucap Kinanti dengan suara yang bergetar.

“Kamu bukan milikku lagi dan kamu akan segera menikah.” Ucapku.

“Itu salah satu alasanku datang malam ini.” Sahut Kinanti.

“Maksudnya.?” Tanyaku yang terkejut.

Kinanti mengangkat dagunya dari pundakku, lalu dia menatapku.

“Sudahlah, aku capek dan gak mau berdebat sama kamu lagi.” Ucap Kinanti dan sekarang suaranya terdengar lembut.

“Jadi maksudmu itu kita dari tadi berdebat.?” Tanyaku yang bingung dengan sikap Kinanti yang tiba – tiba berubah menjadi lembut ini.

“Lang.” Ucap Kinanti dan dia tidak menjawab pertanyaanku.

Akupun tidak melanjutkan pertanyaanku, karena sekarang bukan hanya ucapannya saja yang lembut, tapi tatapan matanya juga menjadi lembut dan meneduhkan jiwaku yang sudah tidak menentu seharian ini.

“Aku capek.” Ucap Kinanti lagi dan dia menggerakkan tubuhnya sedikit, sehingga membuat selangkangannya menggesek selangkanganku pelan.

“Uhhhh.” Aku mendesah pelan, karena gesekan ini membuat kemaluanku semakin tegak berdiri.

“Aku ingin melepas semua bebanku, sehingga esok aku bisa memulai kehidupanku yang baru, tanpa ada ganjalan sedikitpun. Aku tidak ingin menyesal dikemudian hari.”

“Aku janji tidak akan memaksamu lagi, untuk mengeluarkan semua ganjalan yang ada dihatimu..” Ucap Kinanti sambil membelai pipiku dan kedua tanganku masih merangkul punggungnya.

“Maafkan aku yang selalu egois kepadamu.” Ucap Kinanti dan aku hanya menggelengkan kepalaku pelan.

“Dan setelah bebanmu kamu lepaskan, kamu akan pergi..” Ucapku yang terpotong, karena Kinanti lagi – lagi mengecup bibirku dengan lembut.

CUUPPP.

“Cukup Lang, cukup. Setiap kata – kata yang keluar dari bibirmu, langsung menggores hati ini.” Ucap Kinanti, setelah dia mengecup bibirku.

“Aku kangen kamu Lang, aku kangen. Aku kangen dengan suara lembutmu, aku kangen dengan tatapan cintamu dan aku kangen dengan belaian sayangmu.”

“Aku mohon untuk yang terakhir kalinya, berikan aku semua itu untuk malam ini, walaupun itu hanya sedikit saja.” Ucap Kinanti dan aku seolah terhipnotis dengan tatapan matanya.

Entah ini hanya alibiku yang memang sedang membutuhkan kasih sayang, atau aku yang tiba – tiba terkurung dalam cinta berbalut nafsu ini. bajingan.

Perlahan Kinanti melepaskan pegangannya dipipiku dan dia menepis rangkulanku dipinggangnya. Kinanti lalu menegakkan tubuhnya dan memegang ujung bawah kaos yang dikenakannya. Lalu dalam sekejap, Kinanti menarik ke atas kaos yang dikenakannya itu, sampai terlepas.

Kinanti membuang kaos yang dikenakannya kesamping, lalu dia menggerakan kepalanya kesamping kanan dan kesamping kiri, sehingga rambutnya terurai dengan indahnya.

Aku pun terkejut menatap dadanya yang terbuka itu. Buah dada yang ukurannya sangat pas dengan genggaman tanganku, putingnya yang mancung berwarna kecoklatan dan kulit mulusnya yang berwarna kuning langsat.

Cuukkk. Tubuh polos ini sudah lama tidak pernah aku lihat dan entah mimpi apa aku semalam, detik ini aku bisa melihat tubuh mulus ini lagi. Uhhhh.

“Ki, Ki, Kinanti.” Ucapku terbata.

CUPPP.

Kinanti merangkul leherku lagi dan dia langsung mengecup bibirku dengan lembutnya.

“Sudahlah Lang, aku tau kamu juga menginginkannya kan.?” Ucap Kinanti sambil memainkan jari telunjuk kanannya dipipiku, lalu kebibirku dengan perlahan.

Sentuhannya itupun membuat bulu kudukku berdiri dan membuat nafsuku semakin menggila.

“A, a, a, apa ini tidak terlalu berlebihan.?” Tanyaku lagi, dan.

CUPPP.

Kinanti mengecup bibirku lagi.

“Tidak ada yang berlebihan, karena kita berdua tidak memiliki ikatan yang sah dengan siapapun saat ini.” Ucap Kinanti dan dengan nada yang membuat nafsuku semakin menjadi.

Gila, kenapa Kinanti bisa jadi seperti ini dan terlihat binal sekali.? Dia tidak terlihat seperti biasanya. Seorang gadis desa yang lugu dan pemalu.

Bukannya aku tidak suka, bukan seperti itu. Siapa sih laki – laki zaman sekarang, yang tidak terpesona dan nafsunya bangkit seketika, ketika melihat wanita cantik bertelanjang dada dihadapannya.? Siapa.? Tunjukan satu kepadaku, maka aku akan belajar mengendalikan nafsuku kepadanya. Bajingan.

“Ki, Ki, Kinanti.” Ucapku yang terus terbata dan kedua tanganku memegang kulit pinggangnya yang mulus.

CUPPP.

Kinanti mengecup bibirku lagi, sambil meremas rambut belakangku pelan.

“Kamu juga menikmatinya kan.? Kalau kamu gak menikmatinya, kita hentikan ini sekarang juga.” Ucap Kinanti, sambil menggerakkan pinggulnya kedepan dan kebelakang dengan perlahan.

Uhhhh. Gerakannya itu membuat batangku tergesek selangkangannya dan semakin mengeras saja.

Aku tidak menjawab perkataan Kinanti barusan dan kedua tanganku yang memegang pinggulnya, langsung mengarah ke punggung bagian bawahnya.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP.

Kinanti menyambar bibirku bagian bawah dan dia melumatnya, sambil merapatkan dadanya kearah dadaku.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP.

Perlahan aku mulai membalas lumatannya dan menghisap bibir atas Kinanti. Kedua tangankupun mengelus kulit punggung Kinanti dengan pelan.

“Hem, hem, hem.” Desahan kami ditengah lumatan yang semakin dalam dan panas ini.

“Hem, hem, hem.” Kepala kami bergantian miring kekanan dan kekiri, dengan lidah yang ikut bermain dalam lumatan kami.

MUACCHHH.

Kinanti melepaskan lumatannya dan dia langsung mengarahkan dagunya kearah bibirku.

CUPPP.

Aku mengecup dagunya dan Kinanti langsung mendangakkan kepalanya.

CUPPP, CUPPP, CUPPP, CUPPP, CUPPP.

Giliran lehernya yang aku kecup dan Kinanti langsung mendesah, sambil menjambak rambut belakangku.

“Ahhhh.” Desah Kinanti sambil membusungkan dadanya, sampai kecupanku dilehernya terlepas.

Buah dadanya pun, terpampang jelas dihadapanku dan puttingnya yang mancung kecoklatan, seperti mengundangku untuk aku remas dan aku emut pucuknya. Uhhh.

Pelan – pelan, akupun mendekatkan bibirku kearah putting Kinanti yang berjarak sangat dekat sekali dengan wajahku.

Sluppp.

Aku menjilat puttingnya dan kedua tanganku tetap memeluk tubuhnya.

“Ahhhhh.” Desah Kinanti dan dia menjambak rambut belakangku lagi.

Sluppp, sluppp, sluppp, sluuppp.

Aku memainkan kedua putingnya yang imut itu bergantian dan tubuh Kinanti menggeliat dengan erotisnya.

“Uhhhhh.” Desah Kinanti yang semakin menjadi dan tiba – tiba dia memegang kedua pipiku, lalu dia memundurkan wajahku sampai jilatanku diputtingnya terlepas.

Kinanti lalu menunduk dan memegang ujung kaos bagian bawahku, lalu menariknya keatas, sampai kaosku terlepas.

Dia melepas kaosku sambil menurunkan kakinya dilantai, lalu dia berdiri dan menjatuhkan kaosku. Lalu sambil menatap mataku, Kinanti membungkuk sambil menurunkan celana training yang dikenakannya, sampai dia telanjang bulat.

Kemaluan yang disekitarnya ditumbuhi sedikit bulu itu, kembali aku lihat setelah bertahun – tahun yang lalu aku menjamahnya. Kemaluan yang indah dan pasti terawat itu, terlihat sangat menggo dan membuat kemaluanku berontak sejadi – jadinya dibalik celanaku.

Bajingann. Aku yang melihat Kinanti melepas celananya itu, hanya bisa terdiam dan sekali lagi aku seperti terhipnotis dengan keadaan ini. Aku sangat menikmati dan aku seperti tidak sanggup menghentikan semuanya.

Perlahan Kinanti berlutut dilantai, lalu dia memajukan tubuhnya kearahku, setelah itu dia memegang ujung celanaku dan terus menatap mataku.

CUUPPP.

Kinanti mengecup bibirku pelan, lalu dia menurunkan celanaku perlahan. Aku mengangkat pinggulku dan itu membuat Kinanti semakin mudah melepaskan celanaku.

Batang kemaluanku langsung berdiri tegak, ketika celanaku sudah sampai disetengah pahaku. Dia terus menarik turun celanaku dan setelah terlepas, Kinanti meletakkannya disebelahnya sambil terus menatap mataku. Kinanti lalu bersimpuh dilantai dan dadanya sejajar dengan kedua lututku, yang sekarang dibukanya agak lebar.

Lalu,

Tap.

Kinanti menggenggam batang kemaluanku bagian bawah dan aku langsung menegakkan tubuhku. Aku lalu memegang punggung tangan kanan Kinanti, sambil menggelengkan kepalaku pelan.

“Cukup Kinanti, cukup.” Ucapku pelan dengan suara yang bergetar.

“Cukup.?” Tanya Kinanti sambil meremas batangku dan mulai mengocoknya pelan.

“Auuhhhh.” Desahku.

“Beneran cukup.?” Tanya Kinanti lagi dengan tatapan menggoda dan kocokan tangan yang sangat lembut.

“Uhhhhh.” Desahku lagi sambil memejamkan mataku dan aku mengendurkan pegangan tanganku dipunggung tangan Kinanti.

Sluuup.

“Ahhhhh.” Aku membuka mataku, karena Kinanti menyapu kepala batangku dengan lidahnya.

“Beneran cukup.?” Lagi lagi Kinanti bertanya dengan tatapan yang sedikit binal dan diakhiri dengan jilatan dilubang kencingku.

Sluuppp.

“Hep. Uhhhhh.” Ucapku mendesah dan aku menyandarkan punggung dikursi.

Kedua telapak tanganku aku letakan di sebelah pahaku, lalu aku memejamkan mataku sejenak, setelah itu menatap kearah Kinanti yang langsung tersenyum kepadaku.

Sluuppp, sluuppp, sluuppp, sluuppp.

Kinanti menjilat kepala batangku, sambil mengocok batangku dan kedua matanya terus menatap kearah mataku.

Sluuppp, sluuppp, sluuppp, sluuppp.

Clook, cloook, cloook, cloook, cloook.

“Hup.” Kepala kemaluanku dimasukan kedalam mulutnya, lalu dihisapnya sampai pipinya terlihat kempot.

“Ahhhh.” Desahku dan sekarang aku benar – benar menikmati blowjob dari wanita yang entah sekarang berstatus apa dihatiku ini.

Sluuppp, sluuppp, sluuppp, sluuppp.

Clook, cloook, cloook, cloook, cloook.

Kepala batangku keluar masuk didalam mulutnya, bagian bawah batangku dikocok tangan kanannya dan kedua bijiku diremasnya menggunakan tangan kirinya.

Sluuppp, sluuppp, sluuppp, sluuppp.

Clook, cloook, cloook, cloook, cloook.

Beberapa saat kemudian, Kinanti menghentikan isapannya dan juga kocokannya dibatangku. Dia lalu berdiri perlahan, dengan batangku yang telah sangat basah oleh air liurnya. Kinanti mengangkang diatas pahaku, dengan posisi setengah berdiri dan bertumpu pada kedua lututnya.

Kinanti yang posisinya lebih tinggi dari aku, langsung merangkul leherku dan melumat bibirku.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP.

Bibir kami menyatu dan aku membalasnya dengan lumatan yang penuh dengan nafsu, lalu.

Tap.

Kedua tanganku langsung hinggap di buah dada Kinanti.

MUACCHHH.

Kinanti melepaskan lumatan bibir kami, lalu dia menatapku dan kembali dia tersenyum. Kali ini pun senyumnya seperti senyum penuh kemenangan.

“Kenapa.?” Tanyaku dan Kinanti tidak menjawab pertanyaanku.

Dia langsung melumat bibirku lagi dan aku dengan cueknya, meremas kedua buah dadanya pelan.

Aarrgghhh. Persetan dengan batasan yang ada. Persetan dia telah bertunangan dan akan menikah. Persetan dengan semua itu.

Dia sendiri yang bilang, kalau hubungannya dengan Guntur belum resmi, walaupun sudah bertunangan.

Aku dan dia sekarang sudah dikuasai nafsu dan kami sama – sama tidak terpaksa melakukan hal ini. Biarlah ini terjadi dan biarlah ini mengalir mengikuti nafsu yang terbakar ini.

“Hemm, hemm, hemm, hemm.” Desah kami bersahut – sahutan.

Kedua tanganku terus meremas buah dada Kinanti yang kenyal dan agak mengeras. Sesekali aku juga memainkan kedua putting Kinanti dan itu membuatnya semakin bernafu melumat bibirku.

“Hemm, hemm, hemm, hemm.”

Aku lalu melepaskan remasanku didadanya dan aku langsung mengarahkan jari tengahku, kebelahan kemaluannya yang ternyata sudah basah.

MUACCHHH.

Kinanti melepaskan lumatannya lagi dan dia juga menepis jariku dibelahan kemaluannya.

Dia lalu membungkuan sedikit tubuhnya, sambil memegang kemaluanku yang berdiri tegak.

Perlahan dia menurunkan pinggulnya, sampai belahan kemaluannya menyentuh kepala batangku. Di arahkannya kepala batangku itu, sampai sedikit membelah kemaluannya.

“Uhhh.” Desah Kinanti sambil menggesekan kepala kemaluanku dibelahan kemaluannya.

Aku menahan pinggulnya, ketika kepala kemaluanku mulai masuk di kemaluannya.

Kinanti melihat kearahku dan dia menghentikan gerakannya.

“Yakin.?” Tanyaku kepadanya.

“Tetap tatap mataku dan jangan memejamkannya sekali saja.” Ucap Kinanti sambil menurunkan pinggulnya lagi dan perlahan kepala kemaluanku mulai masuk lebih dalam dimaluannya.

Blessss.

“Ahhhhhhh.” Desah Kinanti.

“Kenapa.? Uhhhh.” Tanyaku karena aku disuruh menatap matanya dan aku akhiri dengan desahan, karena jepitan belahan kemaluan Kinanti yang sangat rapat dan sempit ini.

“Ahhhhhh. Supaya kamu tau, aku ragu atau yakin dengan semua ini. Ahhhhh.” Jawab Kinanti dengan mata yang sayu dan dia berusaha untuk tidak memejamkan kedua matanya, karena pinggulnya terus terturun dan setengah batangku sudah berada didalam kemaluannya.

Gila, ini kedua kalinya aku bersetubuh dengan Kinanti. Yang pertama ketika aku mengambil keperawanannya dan ini yang kedua kalinya. Tapi rasanya, justru sekarang ini semakin sempit dan rapat saja. bajingann.

Ingin rasanya aku memejamkan mata dan menikmati sensasi jepitan ini, tapi Kinanti melarangnya. Diapun terlihat memaksakan untuk tetap membuka matanya dan terkadang juga dia melotot, karena kemaluanku yang pelan tapi pasti, sudah tinggal sedikit lagi masuk seutuhnya.

“Uhhhhhh, gila. Rapat banget punyamu.” Gumamku.

“Hemmm. Karena sampai detik ini, hanya kamu yang pernah melakukannya bersamaku. Ahhhh.” Jawab Kinanti dan kemaluanku telah benar – benar masuk seutuhnya.

Kedua matanya melotot dan dia mendesah begitu merdunya.

Aku pun terenyuh mendengar jawaban Kinanti ini dan aku langsung menyambar bibirnya yang terbuka itu.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP.

MUACCHHH.

Kinanti langsung melepaskan ciumanku dan nafasnya langsung tersengal – sengal.

“Uh, uh, uh, uh, uh.” Nafasnya cepat dan memburu, disertai jepitan yang sangat luar biasa dari dinding kemaluannya.

“Kamu itu ya, hu, hu, hu, hu, hu.” Ucapnya terpotong dan dia berusaha mengatur nafasnya.

“Kenapa.? Uhhhh.” Tanyaku.

“Bisa gak ciumannya entar dulu.? Aku itu lagi atur nafasku dulu, soalnya punyamu besar banget. Ihhhhhh.” Ucap Jawabnya.

“Maaf, maaf.” Jawabku dan sekarang kami berdua sudah tidak secanggung tadi. Persetubuhan terlarang ini, membuat kami berdua sudah sangat santai dan kami berdua sama – sama menikmati kegilaan ini.

“Jangan goyang dulu. Biarkan punyaku beradaptasi sebentar. Uhhhh.” Ucap Kinanti.

Akupun hanya mengangguk, sambil memegang pinggangnya.

Kembali aku menikmati sensasi jepitan yang sangat luar biasa ini dan kulihat Kinanti sesekali mendangakkan kepalanya, untuk mengatur nafasnya.

“Ahhh, ahhh, ahhh.” Ucap Kinanti yang mendesah.

“Katanya disuruh menatap matamu.? Kok kamu mendangakkan kepalamu sih.?” Tanyaku yang sekarang mulai berani menggodanya.

“Jahat.” Ucap Kinanti sambil merangkul leherku dan menariknya, sampai wajah kami berdekatan.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP.

Kinanti melumat bibirku dan aku membalas lumatannya.

MUACHHH.

“Hu, hu, hu, hu, hu.” Nafas Kinanti mulai agak teratur, ketika lumatan kami terlepas.

“Gila, punyamu besar banget Lang. Ahhh” Ucap Kinanti pelan, sambil mengggoyang pinggulnya pelan.

“Jangan digoyang dulu kalau belum siap.” Ucapku dan Kinanti tidak menjawab ucapanku. Kinanti hanya menatapku sambil menggigit bibir bawahnya.

Aku meremas buah dadanya lagi, sambil memainkan puttingnya dengan jempolku.

“Uhhhhh.” Desah Kinanti sambil menunduk dan rambutnya terurai menutupi wajahnya.

Aku melepaskan remasanku didadanya dan aku langsung merapikan rambutnya, dengan menyelipkan di daun telinganya.

Kinanti mengangkat wajahnya dan menatapku lagi, sambil menggoyangkan pinggulnya kedepan dan kebelakang.

“Ahhhhh.” Desah kami bersamaan.

Gila. Jepitan dinding kemaluan Kinanti, meremas batang kemaluanku dan seperti menghisapnya lebih dalam.

Aku lalu menegakkan tubuhku dan kedua tanganku menggapai bongkahan bokongnya.

Kinanti langsung merapatkan dadanya kearahku dan meletakan dagunya dipundak kanannku.

“Aku goyang ya.” Bisik Kinanti tepat ditelingaku dan membuat nafsuku semakin menggelora.

“Uh, uh, uh, uh, uh” Desah Kinanti sambil menggerakan pinggulnya kedepan dan kebelakang.

Dadanya menempel erat didadaku, sementara perutnya menggesek perutku, mengikuti irama goyangannya.

“Ahhhhhh.” Desahku sambil meremas bongkahan bokongnya.

Aku memundurkan sedikit kepalaku, sampai dagu Kinanti terangkat dari pundakku. Aku lalu memiringkan kepalaku dan mengecup leher Kinanti.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP.

“Ahhhhh.” Desah Kinanti sambil menjambak rambut belakangku dan tubuhnya menggelenjang kenikmatan.

Sluuppp, sluuppp, sluuppp, sluuppp.

Aku jilat lehernya dari bawah, sampai kedekat daun telinganya.

“Gilang. Ahhh.” Desah Kinanti.

Kedua kakinya yang bersimpuh diatas kursi, bergantian diangkatnya dan kedua telapak kakinya telah menapak dikursi. Posisinya sekarang, dia mengangkang dihadapanku sambil terus menjambak rambutku.

Kemaluan Kinanti benar – benar basah dan keringat mulai keluar dari tubuhnya.

“Gantian kamu yang goyang, tapi jangan cepat – cepat ya.” Bisik Kinanti yang membuat bulu kudukku berdiri.

“Hem.” Jawabku lalu aku mengangkat bongkahan bokong Kinanti agak tinggi, sampai batangku keluar setengah.

Aku tusuk kemaluan Kinanti pelan, lalu aku tarik lagi setengah, setelah itu aku tekan lagi dengan perlahan.

“Ahhhh.” Desah Kinanti.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

Aku menggoyangkan pinggulku, sambil menahan bokong Kinanti yang terangkat.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

“Ahhhh.” Kinanti terus mendesah, sambil mengibaskan rambutnya kekanan dan kekiri.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

CUPPP, CUPPP, CUUPP.

Kinanti mengulum bibirku dan aku semakin bersemangat memaju mundurkan pinggulku.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

“Hem. hem, hem, hem.” Desah kami disela lumatan kami.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

Tempo goyanganku pun semakin lama semakin cepat dan liar, sementara Kinanti semakin erat merangkul leherku.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

“Ahhh, ahh. Nikmat banget Lang, nikmat banget.” Racau Kinanti.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

“Hem, iya. Punyamu sempit banget.” Bisikku sambil terus menggoyang.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

“Uh, uh, uh, uh,uh.” Desah Kinanti yang mengikuti irama genjotan pinggulku.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

“Aku mau keluar Lang, aku mau keluar. Uh, uh, uh, uh.” Ucap Kinanti dengan nafas yang memburu.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

“Ahhhh, ahhh, ahhhh.” Desahku.

“Ahhhhhh.” Kinanti mengangkat pinggulnya, sampai kemaluanku keluar dari kemaluannya.

Plop.

Lalu.

“Uhhhhhh.” Tubuh Kinanti mengejang dan aku melihat cairan yang kental keluar dari kemaluannya.

“AHHHH.” Desah Kinanti lalu dia duduk diatas pahaku, dengan kepala yang terdanga. Kedua tanganku yang ada dibongkahan bokongnya, sekarang berada dipunggungnya.

Butiran keringat disertai nafas yang cepat dan memburu, membuat wajah Kinanti terlihat semakin menggoda.

“Uh, uh, uh, uh, uh.” Kinanti menatap wajahku dengan mata yang sayu dan wajah yang memerah.

“Ini nikmat banget Lang. Ahhhh.” Kinanti terus meracau dan matanya merem melek.

Aku hanya tersenyum sambil membelai punggungnya. Aku sengaja membiarkannya untuk menikmati sisa – sisa orgasme yang masih dirasakannya.

“Kamu belum ya.? Uh, uh, uh,uh.” Tanya Kinanti.

“Sudahlah. Kamu nikmati saja.” Jawabku.

“Gak bisa gitu dong. Aku rebahan dikursi aja ya.?” Ucap Kinanti.

“Istirahat dulu sebentar, nikmati aja dulu.” Jawabku.

“Kita tuntaskan cepat, terus kita istirahat.” Ucap Kinanti.

Aku melebarkan kedua mataku dan memiringkan sedikit kepalaku.

“Aku baru datang dari desa dan aku baru saja kehujanan.” Ucap Kinanti lagi.

“Kalau begitu, kita langsung istirahat aja.” Ucapku dan Kinanti menggelengkan kepalanya pelan.

“Enggak, kita selesaikan sekarang.” Jawab Kinanti sambil merangkul leherku lagi.

“Sudahlah Kinanti, kamu kelihatan kecapean.” Ucapku sambil membelai rambutnya.

“Kamu kira aku gak bisa menyelesaikan ini.?” Tanya Kinanti lalu dia mengecup bibirku pelan.

CUUPPP.

“Baiklah.” Ucapku dengan telapak tangan kiriku dipunggung bawah Kinanti dan telapak tangan kananku dipunggung atas Kinanti.

Aku lalu mendekap tubuh Kinanti lebih erat, setelah itu aku berdiri dengan posisi Kinanti memelukku.

“Huuppp.” Ucapku yang berdiri dengan bersusah payah dan kedua kaki Kinanti langsung melingkar dipinggangku.

“Mau kemana.?” Tanya Kinanti sambil menatapku.

“Kekamarku aja.” Jawabku dan Kinanti langsung meletakkan dagunya dipundakku.

Aku lalu berjalan pelan kearah kamarku sambil menggendong Kinanti. Aku lalu menutup pintu kamarku dan menguncinya.

Aku berjalan kearah kasurku, setelah itu aku membungkukan tubuhku dan meletakkan Kinanti diatas kasurku. Kinanti terlentang diatas kasurku dengan kedua kaki yang tertekuk keatas dan agak mengangkang.

Tubuh polos Kinanti terlihat jelas dari ujung kaki sampai ujung rambutnya. Kemaluannya basah dan agak memerah, keringat yang menambah keseksian tubuhnya, buah dada yang mengencang, wajah yang sedikit letih tapi masih ingin melanjutkan permainan ini dan rambut yang sedikit acak – acakan.

“Kok lihatnya gitu sih.? Aku malu tau.” Ucapnya sambil menutup buah dadanya dengan kedua tangannya, lalu merapatkan pahanya.

Jembutt. Bisa – bisanya dia bilang malu, setelah kami melakukan persetubuhan yang luar biasa barusan. Bajingann.

“Terus kalau malu bagaimana.?” Tanyaku yang bersimpuh dihadapannya yang mengangkang.

Kinanti langsung tersenyum, lalu menurunkan kedua tangannya dari dadanya dan membuka pahanya lagi.

Aku membalas senyumannya, setelah itu aku jongkok sambil memegang kemaluanku dengan tangan kanan, sementara jempol kiriku menggesek bagian tengah kemaluannya.

“Uhh.” Desah Kinanti.

Kugesekan kepala kemaluanku di belahan kemaluan Kinanti yang basah itu.

Tubuh Kinanti menggelinjang dan.

Blesss.

Kepala kemaluanku mulai menerobos belahan kemaluan Kinanti yang sempit.

“Huupp.” Kinanti menatapku ketika kemaluanku sudah masuk seperempat dan aku langsung menghentikan dorongan pinggulku.

Kedua tanganku lalu meremas buah dada Kinanti dengan lembut, sambil memainkan puttingnya.

Kemaluan Kinanti terasa berkedut dan aku menekan batangku masuk sedikit, lalu aku menghentikannya lagi.

“Ahhhhh.” Desahku yang menikmati jepitan kemaluan Kinanti yang sempit.

Aku menghentikan remasanku didada Kinanti, lalu aku memajukan wajahku sampai mendekat kearah wajahnya, sambil menekan pinggulku lagi.

“Ahhhhh.” Desah Kinanti dan aku langsung melumat bibirnya, sambil menekan pinggulku lagi, sampai kemaluanku masuk seutuhnya.

“Hem, hem, hem, hem.” Bunyi desahan ditengah lumatan kami berdua.

Aku melumat bibir bawah Kinanti dan dia melumat bibir atasku.

“Hem, hem, hem, hem.”

Lalu sambil melumat bibir Kinanti, aku menarik sedikit kemaluanku, lalu aku mendorongnya kedalam lagi.

“Hem, hem, hem, hem.”

Lalu beberapa saat kemudian,

Plok, plok, plok, plok, plok.

Aku mulai menarik dan mendorong pinggulku dengan irama yang lambat.

Plok, plok, plok, plok, plok.

Aku lepaskan lumatanku dan aku bertumpu pada kedua telapak tanganku yang menapak dikasur, disebelah dada Kinanti.

Plok, plok, plok, plok, plok.

“Ahhhh, ahhh, ahhh, ahhhh.” Desah Kinanti dengan kepala yang menoleh kekanan dan kekiri.

“Enak.?” Tanyaku dan keringat dari keningku, menetes mengenai kening Kinanti.

“Banget. Uh, uh, uh, uh.” Jawab Kinanti

Plok, plok, plok, plok, plok.

“Aku angkat kakimu ya.?” Tanyaku sambil terus menggenjotnya.

“Hem, hu, hu, hu, hu.” Jawab Kinanti dan aku langsung mengentikan gerakanku.

Setelah itu aku angkat tubuhku lagi dan tetap bertumpu pada kedua lututku. Aku angkat kedua paha Kinanti dan tumitnya aku sandarkan dibahuku. Kedua tanganku lalu menggapai buah dada Kinanti dan meremasnya, setelah aku mulai menggoyangkan pinggulku lagi.

Plok, plok, plok, plok, plok.

Plok, plok, plok, plok, plok.

“Ahhhhh. Gilaaa. Ahhhhh.” Desah Kinanti agak panjang, sambil mendangakan kepalanya.

Kedua tangannya memegang punggung tanganku dan aku mulai mempercepat goyanganku.

Plok, plok, plok, plok, plok.

Plok, plok, plok, plok, plok.

“Ahhh, ahhh, ahhh, ahhh.” Desah kami bersahut – sahutan.

Plok, plok, plok, plok, plok.

Plok, plok, plok, plok, plok.

“Aku mau keluar lagi Lang, aku keluar lagi. Ah, ah, ah, ah.” Ucap Kinanti dan aku langsung menurunkan kedua kakinya yang ada dipundakku.

Aku dekatkan wajahku diwajah Kinanti, setelah itu aku menggoyangnya lagi.

Plok, plok, plok, plok, plok.

Plok, plok, plok, plok, plok.

CUUPPP.

Aku mengecup, lalu melumat bibir Kinanti dan goyanganku semakin aku percepat.

Plok, plok, plok, plok, plok.

Plok, plok, plok, plok, plok.

“Hem, hem, hem.” Desah kami berdua.

Lalu beberapa saat kemudian, aku merasa cairan kenikmatan sudah mulai berada diujung kepala kemaluanku dan siap menyembur.

Plok, plok, plok, plok, plok.

Plok, plok, plok, plok, plok.

Aku menggoyangkan pinggulku semakin cepat.

Muacchhh.

Kinanti melepaskan kuluman kami.

“Jangan keluarkan didalam. Uh, uh, uh, uh.” Ucap Kinanti dengan nafas yang memburu.

Aku menganggukan kepalaku, sambil terus menggoyangkan pinggulku.

Plok, plok, plok, plok, plok.

Plok, plok, plok, plok, plok.

“Aku keluar Lang, aku keluar. Uhhhh.” Ucap Kinanti sambil meremas sprei kasurku dengan kuatnya.

“Aku juga mau keluar Kinanti. Ah, ah, ah.” Ucapku.

Plok, plok, plok, plok, plok.

Plok, plok, plok, plok, plok.

“Ahhhhhh.” Desah Kinanti panjang dan tubuhnya mengejang.

Aku lalu menarik kemaluanku

Plop.

Dan,

Crot, crot, crot, crot, crot, crot, crot.

Aku mengeluarkan air maniku diperut Kinanti dan dia masih mengejang, karena dia juga mencapai orgasmenya yang kedua.

Kami berdua sama – sama menikmati orgasme yang sangat indah ini, dengan mata yang terpejam sesaat, lalu berpandangan lagi.

“Huuu, huuu, huuu, huuu, huuu.”

“Huuu, huuu, huuu, huuu, huuu.”

Nafas kami sama – sama memburu, dengan keringatku dan keringat Kinanti yang mengalir membasahi tubuh kami berdua.

Aku lalu menindih tubuh Kinanti dengan sikutku untuk menahan beban tubuhku.

“Huuu, huuu, huuu, huuu, huuu.”

“Huuu, huuu, huuu, huuu, huuu.”

Kami berdua mengatur nafas dengan tatap saling berpandangan, lalu.

CUUPPP.

Aku mengecup bibir Kinanti sesaat, lalu melepaskannya.

“Uh, uh, uh. Kamu berat banget sih.? Dadaku ku sesak tau.” Ucap Kinanti dengan manjanya.

“Eh, iya.” Jawabku, lalu aku angkat tubuhku dan aku langsung merebahkan tubuhku disebelah Kinanti.

“Ahhh.” Ucapku yang sekarang tidur terlentang.

Kami berdua sama – sama diam, sambil terus mengatur nafas. Aku menatap lurus kearah langit – langit kamarku, lalu aku menoleh kearah Kinanti yang juga menatap kearah langit – langit.

“Huuuuu.” Aku mengeluarkan nafas panjangku dan Kinanti langsung menoleh kearahku.

Tatapan mata Kinanti yang tadinya dipenuhi gairah, perlahan terlihat sayu lagi dan mulai berkaca – kaca.

“Kenapa.? Kamu menyesal.?” Tanyaku sambil memiringkan tubuhku, menghadap kearahnya.

Tangan kananku pun langsung membelai rambutnya dan dia tersenyum dengan tatapan mata yang masih terlihat sedih.

“Enggak. Aku gak pernah menyesal melakukan ini denganmu.” Ucap Kinanti dengan suara yang bergetar.

“Terus kenapa kamu sedih.?” Tanyaku.

“Enggak Lang, aku gak sedih kok. Aku justru bahagia, karena aku bisa bersamamu malam ini.” Jawab Kinanti dan dari tatapan matanya, dia seperti menyembunyikan sesuatu.

“Beneran.?” Tanyaku lagi.

“Apasih kamu itu.?” Ucap Kinanti sambil memalingkan wajahnya dan melihat lurus kearah langit – langit kamarku lagi.

Aku merebahkan tubuhku lagi dan melihat kearah langit – langit kamarku juga.

Hiufttt, huuuu.

Terdengar Kinanti menarik nafas panjangnya dan aku tidak menolehkan wajahku kearahnya.

Beberapa saat kemudian, Kinanti langsung memiringkan tubuhnya kearahku, dengan dada bagian kirinya menempel didadaku sebelah kiri dan tangan kirinya membelai dadaku sebelah kanan. Kaki kirinya menyilang diatas pahaku, wajah sampingnya disandarkan didadaku dan rambut atasnya tepat dibawah daguku. Air maniku yang keluar diperutnya tadi, terasa lengket dibagian samping perutku. Bajingann.

Perlahan aku merasa dadanya bergetar dan dia seperti sedang menahan tangisnya. Aku lalu membelai rambutnya dengan tangan kiriku dan akhirnya tangisnya pun langsung pecah.

“Hiks, hiks, hiks, hiks.” Tangisnya terdengar lirih dan menyayat hati.

“Kenapa Lang, kenapa.? Hiks, hiks, hiks.” Tanya Kinanti disela tangisnya.

Cuukkk. Ini maksudnya kenapa, apa sih.? Kenapa hubungan kami bisa berakhir gitu.? Kalau itu maksud pertanyaannya, kan dia sendiri yang bisa menjawabnya. Kenapa harus bertanya kepadaku.? Dia yang mengakhiri dan dia juga yang memutuskan untuk menikah dengan Guntur, jadi kenapa harus ditanyakan lagi.?

Apa ini tujuannya datang kemari malam ini.? Apa dia sengaja memberikanku kehangatan, lalu dia mengorek luka masa lalu dan dia membuat opini seolah - olah dia yang menjadi korban. Begitu maksudnya.? Bajingaann.

Masa habis enak – enak, kok sekarang harus menyesal dan tangis - tangisan sih.? Arrgghhh.

Hiuuffttt, huuu.

Aku menarik nafas panjangku dan aku tetap membelai rambutnya dengan lembut.

"Perpisahan itu bukanlah sesuatu yang diharapkan dan tidak ada yang siap dengan hal itu Kinanti.” Ucapku pelan dengan suara yang bergetar.

“Tetapi hidup itu pilihan. Dan ketika kamu sudah berani menjatuhkan pada satu pilihan, jalani.” Ucapku lagi.

“Sakit Lang, sakit banget. Hubungan kita itu sudah melewati banyak hal. Ada cinta, luka, tangis, perjuangan, tawa dan bahagia. Dan itu yang membuat perpisahan ini semakin berat saja.” Ucap Kinanti dan kami berdua berbicara, dengan tidak saling menatap.

Aku melihat kearah langit – langit kamarku, sementara Kinanti yang bersandar didadaku, menunduk dan entah dia melihat apa..

“Nikmati saja kehidupan ini dan jadikan perpisahan kita ini, menjadi perpisahan terindah. Kalau kamu menikmatinya, langkahmu akan semakin mudah dalam mengarungi kehidupan ini.” Ucapku yang mencoba menenangkannya, walaupun aku sendiri sangat kacau.

"Perpisahan semanis atau seindah apa pun, tetaplah perpisahan Lang. Dan itu pasti menyakitkan." Ucap Kinanti dan kembali aku menarik nafasku dalam – dalam.

“Apa kamu tidak merasakan sakit seperti yang aku rasakan.?” Tanya Kinanti.

“Aku tadi sudah bilang sama kamu, gak perlu kamu tau bagaimana aku sekarang. Yang jelas aku menikmati.” Jawabku.

"Jadi hentikan air matamu dan jangan menangis lagi, karena itu akan membuat perpisahan ini akan menjadi semakin berat." Ucapku lagi dan aku terus membelai rambutnya.

“Baiklah. Aku akan mencoba menikmati semua ini, tapi aku mohon jawab pertanyaanku untuk yang terakhir kalinya.” Ucap Kinanti sambil mengangkat wajahnya dari dadaku, lalu dia menatapku sambil membersihkan sisa air matanya yang mengalir.

Akupun tidak menjawab perkataan Kinanti dan aku hanya menatapnya saja.

“Apakah yang kita lakukan barusan, bisa mengurangi sedikit lara dihatimu kepadaku.?” Tanya Kinanti dan itu langsung mengejutkanku.

Bajingann. Jadi apa yang baru saja terjadi, itu sudah direncanakan Kinanti.? Dia sengaja menjadi wanita yang sedikit liar, dengan datang kekosanku lalu mengajakku bersetubuh, karena dia ingin menebus kesalahannya.? Djiancokk.!!!

Kenapa aku tidak menyadari dari awal ya.? Harusnya aku sadar kalau Kinanti itu wanita yang pemalu dan malam ini, dia mengorbankan harga dirinya. Dia sengaja melakukannya hanya untuk membuatku bahagia dan melupakan kesakitanku kepadanya. Bajingann.

Bodohnya aku, malah aku larut dengan tatapan matanya yang sengaja dibuatnya menggoda dan aku malah terbuai dengan ‘permaianannya’. Assuuu.

“Kenapa Kinanti.? Kenapa.? Aku kira kamu memang benar – benar kangen denganku dan menginginkan perpisahan yang indah. Tapi kenapa kamu melakukannya karena ingin menebus kesalahanmu denganku.? Kenapa.?” Tanyaku dengan nada yang seakan tidak percaya dengan semua ini.

“Siapa yang bilang aku gak kangen sama kamu.? Siapa yang bilang aku tidak ingin perpisahan yang indah.? Siapa Lang.? Aku kan hanya bertanya. Apakah yang kita lakukan tadi, bisa mengurangi sedikit laramu yang kamu sembunyikan dari aku atau tidak.?” Jawab Kinanti, lalu diakhiri dengan pertanyaan yang sangat menggathelkan sekali.

“Arrghhhhh.” Gumamku dengan kesalnya.

“Kamu bahagia atau tidak malam ini.?” Tanya Kinanti.

“Kenapa harus bertanya seperti itu sih.?” Tanyaku balik.

“Kamu bahagia atau tidak malam ini.?” Tanya Kinanti lagi dengan tegasnya.

“Akukan sudah bilang, aku akan menikmati semuanya.” Jawabku.

“Kamu bahagia atau tidak malam ini.?” Tanya Kinanti yang tidak puas dengan jawabanku.

“Ya. Aku bahagia. Puas kamu.” Jawabku dengan kesalnya dan Kinanti langsung tersenyum dengan mata yang berkaca – kaca, lalu dia menyandarkan wajahnya didadaku lagi dan tidak melihat kearah wajahku.

Cukkk. Sudah begitu aja.? Dia gak melanjutkan obrolannya.? Arrgghhhh.

“Kinanti.” Panggilku dan aku justru tidak puas dengan sikapnya ini.

“Sudah ya, aku ngantuk. Aku mau tidur.” Ucap Kinanti dengan entengnya, lalu tangan kirinya memeluk dadaku.

“Tapi.” Ucapku terpotong.

“Lang. Aku capek banget dan aku butuh istirahat.” Ucap Kinanti sambil mengangkat wajahnya sejenak dan menatapku, lalu dia menyandarkan kepalanya didadaku lagi.

Uassuuuu.

Akupun langsung terdiam, karena wajah Kinanti tadi memang terlihat sangat letih dan dia ingin beristirahat. Aku sangat - sangat tidak puas dengan obrolan kami ini dan aku ingin melanjutkannya. Tapi aku tidak ingin memaksanya, karena kondisi yang tidak memungkinkan. Besok setelah bangun pagi, aku akan melanjutkan obrolan kami sampai tuntas.

Dan beberapa saat kemudian, terdengar dengkuran halus dari mulut Kinanti dan dia sudah tertidur pulas.

Bajingann. Hanya mendengar kata aku bahagia, dia sudah bisa tertidur nyenyak seperti ini dan meninggalkan aku dengan mata yang masih melek. Assuuu, asuuu.

Aku lalu menggapai selimut yang ada didekat kakiku, menggunakan kaki kananku. Aku tidak bisa bangun, karena setengah tubuh Kinanti menindih tubuhku.

Aku lalu menyelemuti tubuh polos kami, karena cuaca malam ini yang sangat dingin sekali. Hujanpun sudah berhenti, meninggalkan genangan kenangan yang melarakan hati. Jembutt.

Rasa letih, marah, jengkel yang bercampur bahagia, membuat mataku sangat sulit aku pejamkan. Aku berusaha keras memejamkan mataku, tapi tetap saja tidak bisa.

Dengkuran Kinanti semakin lama terdengar agak keras dan pasti dia sangat pulas sekali tidurnya.

Dan beberapa saat kemudian, akhirnya mataku terasa berat dan aku memejamkan mataku perlahan.

Hiufffttt, huuuuu.

“Sayang.” Sayup – sayup terdengar suara seorang wanita, ketika mataku baru saja terpejam.

“Sayang.” Panggil wanita itu lagi.

Cukkk. Tumben banget Kinanti manggil aku sayang.? Tapi kenapa dia bangunin aku, bukannya dia sudah tertidur pulas.? Apa dia mau melanjutkan permainan kami tadi atau dia mau melanjutkan obrolan yang menggantung diantara kami.?

“Sayang.” Suara itu terus memanggilku dan suara itu semakin jelas terdengar.

Akupun langsung tersadar, karena suara itu bukan suara Kinanti. Suara itu, suara dari..

“Intan.” Ucapku sambil membuka kedua mataku, lalu aku duduk dari posisi tidurku.



Aku terbangun disebuah taman yang sangat indah dan dipenuhi dengan bunga – bunga yang bermekaran. Karena posisiku yang sedang duduk, pandanganku pun terhalang oleh tanaman disekitarku.

Aku lalu berdiri dan mencari asal suara Intan tadi.

“Intan, Intan, Intan.” Panggilku sambil memutarkan tubuhku.

Dan dibawah sebuah pohon yang tidak jauh dari tempat aku berdiri, seorang wanita duduk disebuah kursi panjang dan dia tidak melihat kearahku.

“Intan.” Panggilku dan dia langsung menoleh kearahku, sambil tersenyum dengan manisnya.

Cuukkk. Wanita yang sangat aku rindukan selama ini dan dia baru muncul kali ini dihadapanku. Dia muncul dengan senyuman yang sangat khas dan mampu mengobati rindu yang terpendam.

“I, I, Intan.” Panggilku sekali lagi.

“Sini.” Panggil Intan sambil melambai kearahku.

Tanpa berpikir dua kali, akupun berlari kearahnya dengan hati yang berbunga – bunga, seperti tanaman yang ada disekitarku ini.

“Hu, hu, hu, hu, hu.” Aku berhenti dihadapan Intan, lalu aku membungkuk dan telapak tanganku bertumpu pada lututku.

“Intan. Hu, hu, hu, hu.” Ucapku dengan nafas yang cepat dan memburu.

Cuukkk. Kok bisa aku kecapean seperti ini ya.? Padahal jarak Intan sangat dekat dan aku tidak terlalu lama berlarinya. Apakah ini pengaruh karena aku habis ‘bermain’ dengan Kinanti barusan.? Apa Intan mengetahuinya.? Apa dia akan marah denganku.?

“Hai sayang.” Ucap Intan dengan lembutnya, sambil membelai pipiku dan ternyata dia tidak marah denganku.

Aku masih membungkuk dihadapannya dan diapun masih duduk dikursinya.

“Kamu jahat banget sih Tan.? Kenapa kamu pergi tamat pamit.? Hu, hu, hu, hu.” Ucapku dan Intan tersenyum sambil terus membelai pipiku.

“Kan sudah waktunya aku pergi.” Jawab Intan.

“Aku tau kamu akan pergi, tapi setidaknya kamu pamit dulu bisakan.?” Ucapku, lalu aku menegakkan tubuhku dan belaian Intan terlepas dari pipiku.

“Jangan marah dong sayang.” Ucap Intan sambil berdiri dan ketika dia akan menyentuh pipiku lagi, aku langsung mundur selangkah kebelakang.

Intan melihatku dari ujung kaki sampai ujung kepalaku.

“Kamu pasti tau aku habis berbuat apa.” Ucapku dengan suara yang bergetar.

“Aku tidak ingin membahas masalah itu.” Ucap Intan lalu dia tersenyum lagi.

“Terus.?” Tanyaku.

“Aku hanya ingin bilang. Jadilah Gilang yang seperti dulu.” Ucap Intan dan sekarang wajahnya berubah menjadi serius.

“Maksudnya.?” Tanyaku sambil mengerutkan kedua alis mataku.

“Jadilah Gilang yang tenang dan sabar dalam menghadapi segala sesuatu.” Jawab Intan.

“Emang aku berubah ya.?” Tanyaku lagi.

“Menurut sayang.?” Intan bertanya balik.

“Gak tau. Aku gak bisa menilai diriku sendiri.” Jawabku.

“Tidak bisa menilai diri sendiri, tapi bisa merasakannya kan.?” Tanya Intan.

“Aku gak tau.” Jawabku sambil menggelengkan kepalaku pelan dan Intan langsung melipatkan kedua tangannya didada.

“Kalau menurutmu aku berubah, kamu harus kembali.” Ucapku lagi dan Intan langsung melebarkan kedua matanya.

“Maksudnya.?” Tanya Intan.

“Kalau menurutmu aku berubah, pasti karena aku kehilangan arah. Aku kehilangan dirimu dan aku bingung harus kemana melangkahkan kakiku.” Jawabku.

“Ubah caramu memandangku dan cara memandangmu kepada dunia ini sayang.” Ucap Intan.

“Dunia yang kamu tinggali tidak abadi, sama seperti ketika aku ada disana.” Ucap Intan lagi.

“Tapi cinta kita abadi kan.?” Tanyaku.

“Abadi tapi tidak membutakan sayang.” Jawab Intan sambil menurunkan kedua tangannya, dari lipatan didada.

“Teruslah melangkah, sampai impianmu tercapai. Impian tentang sejatinya kehidupan.” Ucap Intan lagi.

“Apakah sejatinya kehidupan itu tentang rasa sakit.?” Tanyaku dengan suara yang bergetar.

“Kalau itu tentang rasa sakit, aku sudah sangat sakit sekali Tan.” Ucapku dengan mata yang berkaca – kaca.

"Begitu banyak rasa sakit yang aku terima dan yang paling menyakitkan itu berpisah denganmu. Kalau aku tau berpisah itu sesakit ini, aku lebih memilih untuk tidak mengenalmu sama sekali." Ucapku dan butiran air mataku mulai menetes dipipiku.

“Rasa sakit itu tergantung dari dirimu sendiri sayang. Kalau kamu menikmatinya, rasa sakit itu akan berakhir dengan kebahagiaan. Tapi kalau kamu terus mengeluh apalagi sampai terjerumus, kamu akan semakin tersesat dan tidak akan menemukan jalan menuju impianmu.” Ucap Intan dan aku langsung menunduk.

"Perpisahan itu bukan berarti berhenti menyatukan hati, meski kita tidak ada di dunia yang sama." Ucap Intan dan aku tetap menunduk.

"Arti perpisahan yang sebenarnya itu, ketika seseorang tidak pernah saling mengingat lagi dan itu pasti sangat menyakitkan." Ucap Intan dan aku langsung mengangkat wajahku, menatap kearah Intan.

"Sayang. Sakitnya perpisahan kita ini, tidak akan sebanding dengan kebahagiaan ketika cinta kita akan menyatu di alam keabadian kelak." Ucap Intan sambil membersihkan air mataku yang masih menetes.

Aku pun langsung tersadar mendengar ucapan Intan yang begitu lembut ini dan aku langsung memeluknya dengan erat. Intan pun langsung membalas pelukanku dan dia membelai punggungku dengan lembutnya

Cuukkk. Pelukan ini cuukkk. Aku sangat merindukan pelukan ini dan aku sangat mencintai wanita ini cuukkk. Bajingannn.

Pelukan ini yang sangat mendamaikan hatiku dan pelukan ini yang bisa mengobati seluruh luka hatiku saat ini. Tapi apa pelukan ini bisa selamanya aku rasakan.? Arrgghhh.

"Kalau kita nanti bertemu lagi, kamu gak akan meninggalkan aku lagi kan.?” Tanyaku dan Intan langsung mengendurkan pelukannya.

Intan langsung menatapku dan kembali dia tersenyum dengan manisnya.

“Asalkan kamu bisa menemukan impian sejatinya kehidupanmu.” Jawab Intan sambil melepaskan pelukannya, lalu dia mundur beberapa langkah.

“Hey. Kamu mau kemana.?” Tanyaku.

“Pulang dan aku menunggumu dirumah.” Ucap Intan lalu dia tersenyum lagi.

“Kenapa cepat banget sih.? Gak bisakah lebih lama kita bertemunya.?” Tanyaku lagi.

Intan hanya tersenyum, lalu dia membalikan tubuhnya dan berjalan meninggalkan aku, menuju sebuah cahaya yang bersinar diujung sana.

“Intan.” Panggilku dan dia langsung menoleh kearahku.

“Aku masih kangen.” Ucapku dan kembali dia tersenyum.

Aku menunduk sejenak, lalu aku mengangkat wajahku kearahnya lagi yang masih menoleh kearahku.

“Aku sayang kamu.” Ucapku.

Intan mengangguk, lalu dia menoleh kearah cahaya tadi dan dia berjalan lagi.

Dan tiba – tiba.

TAPPP.

Cahaya itu bersinar sangat terang, sampai kilauannya membuat aku memejamkan kedua mataku.



Rasane, kangen sing ono njero atiku, saben turu aku kelingan esem lan ngguyumu. (Rasanya, rindu yang ada didalam hatiku, setiap tidur aku teringat senyum dan tawamu.)


Aku mendengar suara seseorang bernyanyi dan itu seperti suara dari Joko. Aku tidak menghiraukan nyanyian sahabatku itu dan aku tetap memejamkan kedua mataku. Tubuhku masih terasa letih dan hawa dingin ini, membuatku malas untuk membuka mata.

Rasane, tresno sing ono njero dadaku, nganti kapan kowe isih neng uripku. (Rasanya, cinta yang ada di dalam dadaku, sampai kapan kamu ada dihidupku.)

Nyanyiannya semakin keras terdengar dan aku langsung merenggangkan tubuhku, sambil tetap memejamkan mataku. Tubuhku terasa makin kedinginan dan aku seperti tidak memakai pakaian saja.

Cuukkk. Tadi agak hangat, sekarang kok kedinginan ya.? Apa mungkin karena tadi aku memakai selimut, jadi tubuhku terasa hangat.? Tapi kalau selimutku terlepas dari tubuhku, harusnya kan tidak terlalu dingin seperti ini. Masa pakaianku tidak bisa memberikanku kehangatan sama sekali sih.?

Pakaian.? Cukkk. Semalam akukan tidur telanjang bersama Kinanti. Bajingann.

Akupun langsung membuka mataku dan aku langsung duduk dikasurku.

Tidak terlihat Kinanti ada dikamarku dan aku langsung berdiri dengan paniknya.

Ahhh, gila. Kalau Joko tau aku semalam bobo bareng sama Kinanti, bisa geger kosan ini. Assuuu.

Dan ketika aku akan membuka pintu kamarku yang tertutup, aku baru tersadar kalau aku belum memakai pakaian. Aku lalu melihat kearah pintu yang ada dihadapanku dan terlihat pakaianku yang semalam digunakan Kinanti serta yang aku kenakan, tergantung dipaku yang ada dipintu.

Pakaian ini semalam tercecer di diruang tamu, tapi kenapa sekarang tergantung di sini.? Apa jangan – jangan Kinanti yang menggantungkannya disini.? Terus sekarang Kinanti pakai pakaian apa dan sekarang dia ada dimana.?

Arrgghhh. Aku lalu mengenakan pakaianku, setelah itu aku membuka pintu kamarku. Terlihat Joko sedang bermain gitar dan dia menyanyikan lagu tentang kerinduanya.

Rasane, kangen sing ono njero atiku, saben turu aku kelingan esem lan ngguyumu. (Rasanya, rindu yang ada didalam hatiku, setiap tidur aku teringat senyum dan tawamu.)

Rasane, tresno sing ono njero dadaku, nganti kapan kowe isih neng uripku. (Rasanya, cinta yang ada di dalam dadaku, sampai kapan kamu ada dihidupku.)


Joko bernyanyi sambil menyandarkan punggungnya dikursi dan kepalanya terdanga. Joko duduk diseberang kursi yang aku pakai bertempur semalam bersama Kinanti.

Aku menoleh kekanan dan kekiri, lalu melihat kearah dapur. Aku mencari keberadaan Kinanti, tapi dia tetap tidak terlihat. Aku lalu melihat ke arah kamar mandi dan pintunya terbuka setengah.

Ahhh, tidak mungkin dia dikamar mandi. Terus dimana dia ya.?

Aku lalu melihat kearah pintu ruang tamu dan pintunya tertutup.

“Arekke wes tak kongkon muleh.” (Anaknya sudah aku suruh pulang.) Ucap Joko sambil menghentikan nyanyiannya, sambil terus memetik gitarnya.

Jreng, jreng, jreng.

“Sopo.?” (Siapa.?) Tanyaku.

“Sopo meneh lek gak mantan yayangmu.” (Siapa lagi kalau bukan mantan yayangmu.) Jawab Joko dan aku langsung terkejut dibuatnya.

“Sopo seh.?” (Siapa sih.?) Tanyaku yang pura – pura tidak mengerti dan aku langsung duduk dikursi yang aku buat main bersama Kinanti semalam.

“Ojo nde kono cok, mambu pesing.” (Jangan disitu cok, bau pesing.) Ucap Joko dengan tatapan yang meledek kearahku dan dia tidak menjawab pertanyaanku.

“Assuuu.” (Anjingg) Gumamku pelan dan aku tetap duduk dikursi ini dengan cueknya.

“Hahaha.” Joko tertawa pelan dan kelihatannya dia tau tentang kegiatanku semalam.

Aku lalu mengambil rokokku yang ada diatas meja dan aku tidak melihat dua gelas bekas minumku semalam bersama Kinanti.

Dan setelah lagunya selesai, Joko langsung meletakan gitarnya dan mengambil rokoknya.

“Pirang ronde mambengi cok.?” (Berapa ronde semalam cok.?) Tanya Joko dengan cueknya, lalu dia membakar rokoknya.

“Opone.?” (Apanya.?) Tanyaku yang seolah – olah tidak mengerti pertanyaannya.

“Pirang ronde.?” (Berapa ronde.?) Tanya Joko lagi dan dia pasti tidak akan berhenti bertanya, sebelum aku menjawab pertanyaannya ini.

“Ping suwidak jaran.” (Berkali – kali) Jawabku dengan jengkelnya.

“Uhuk, uhuk, uhuk.” Joko yang tersedak asap rokoknya.

“Asuuu. Mangkane Kinanti mlakune mbegagah. Bajingan koen cok.” (Anjingg. Makanya Kinanti jalannya mengangkang. Bajingan kamu cok.) Ucap Joko kepadaku.

“Kirekk.” (Anjingg.) Makiku.

“Hahahaha.” Kali ini tawa Joko terdengar keras dan aku langsung menghisap rokokku.

“Arekke wes tak kongkon nang omae Mak Jah.” (Anaknya sudah kusuruh kerumah Mak Jah.) Ucap Joko, ketika aku membakar rokokku.

“Uhuk, uhuk, uhuk.” Giliran aku yang tersedak asap rokokku, ketika aku mendengar kata Mak Jah.

Mak Jah itu tukang urut yang ada dipinggiran desa Jati Bening. Beliau itu ahlinya mengurut wanita. Beliau itu bisa membuat kemaluan wanita yang sudah bersuami, terasa lebih rapat dan keset seperti punya perawan. Dan konon katanya, Mak Jah juga bisa mengembalikan keperawanan seorang wanita, menggunakan pijatan dan ramuan yang dibuatnya. Aku sih gak terlalu percaya, tapi banyak wanita kota yang datang kerumahnya.

“Djiancok.!!!” Makiku ke Joko.

“Lapo koen muring – muring cok.?” (Kenapa kamu marah – marah.?) Tanya Joko yang langsung membuatku salah tingkah.

“Hehehe, gak opo – opo.” Jawabku.

“Oooo.” Ucap Joko.

Aku lalu berdiri dan berjalan kearah kamar mandi, sambil menghisap rokokku.

“Kate nangdi koen cok.?” (Mau kemana kamu cok.?) Tanya Joko.

“Niseng. Melu ta.?” (Berak. Ikutkah.?) Tanyaku sambil menoleh kearahnya.

“Matamu.” Maki Joko dan aku langsung masuk kekamar mandi.

Dan ketika aku menutup pintu kamar mandi, tidak terlihat pakaian Kinanti yang digantungnya dibalik pintu ini.

Cuukkk. Kelihatannya Kinanti benar – benar sudah pergi dari kosan ini dan dia tidak pamit kepadaku.

Arrgghhh. Kenapa sih wanita – wanita yang ada disekitarku pergi dan tidak ada yang pamitan kepadaku.? Bajingann.

Akupun langsung membuka pakaianku dan jongkok di klosed, sambil menikmati rokokku.

Dan setelah selesai membuang hajat lalu dilanjut mandi, aku lalu keluar kamar mandi dan menuju kearah dapur.

“Ngamen yo Jok.” (Ngamen yuk Jok.) Ajakku dan terlihat sudah ada sarapan dimeja makan.

“Hem.” Jawab Joko.

“Sopo seng masak iki.?” (Siapa yang masak ini.?) Tanyaku.

“Yo Kinanti, masa aku.?” Jawab Joko.

Aku lalu sarapan dan setelah itu bersiap untuk berangkat mengamen. Hari ini aku tidak ada jadwal kuliah, begitu juga Joko. Entah kenapa hari ini aku ingin menghilangkan kepenatan, dengan cara mengamen. Jokopun terlihat suntuk, makanya dia menerima ajakanku.

“Piye tugas gambarmu.?” (Gimana tugas gambarmu.?) Tanyaku dan kami berdua sudah keluar kosan.

“Durung mari.” (Belum selesai.) Jawab Joko yang memegang gendang paralonnya.

“Terus lapo koen muleh nang kosan.?” (Terus kenapa kamu pulang kekosan.?) Tanyaku lagi.

“Ngintip koen cok. hahaha.” (Ngintip kamu cok. hahaha.) Jawab Joko lalu dia tertawa.

“Matamu.” Sahutku, lalu aku menghisap rokokku.

“Ngamen nangdi iki.?” (Ngamen kemana ini.?) Tanya Joko.

“Emboh.” (Gak tau.) Jawabku.

“Daerah kosan cedek’e kampus kuru yo.” (Daerah kosan dekat kampus kuru yuk.) Ajak Joko.

“Yo.” Jawabku dan kami berdua langsung mencari angkot, untuk menuju kearah kampus kuru.

Kami berdua sengaja naik angkot dan tidak naik kimba, karena pasti repot dengan gitar dan gendang paralon yang kami bawa.

Dan setelah sampai didekat kampus kuru, aku dan Joko berjalan menyusuri jalan yang berada disamping kampus kuru. Kami menyinggahi beberapa kos yang kami lewati dan mengamen disana.

Dan ketika kami keluar dari salah satu kosan, kami melihat dari kejauhan, segerombol orang memakai jaket berwarna merah keluar dari sebuah kosan yang berwarna hitam. Mereka adalah penghuni pondok merah dan mereka berjalan kearah mobil yang terpakir dihalaman kosan itu.

Aku dan Joko yang melihat hal itu, langsung bersembunyi disalah satu kosan, ketika ketiga mobil yang ditumpangi penghuni pondok merah mengarah kearah kami. Sengaja kami besembunyi, karena aku gak enak dengan Mas Pandu. Semalam aku lupa tidak datang kekosan pondok merah, untuk memenuhi undangannya.

“Mari lapo wong – wong iku.?” (Habis ngapain orang – orang itu.?) Tanya Joko.

“Ngapel.” Jawabku singkat.

“Asuuu.” Maki Joko.

Dan setelah ketiga mobil itu melewati kami, aku lalu penasaran dengan kos yang berwarna hitam dan terlihat menyeramkan itu.

“Kate nangdi koen cok.?” (Mau kemana kamu cok.?) Tanya Joko dan aku langsung menujuk kearah kosan berwarna hitam itu.

“Kate lapo.?” (Mau ngapain.?) Tanya Joko.

“Ngamen ndeng.” (Ngamen gila.) Jawabku sambil berjalan kearah kosan itu.

“Aneh – aneh ae arek iki.” (Aneh – anah aja anak ini.) Omel Joko dan dia berjalan disebelahku.

Kami lalu berhenti sejenak didepan kosan ini dan melihat situasi kearah sekeliling.

“Kok medeni kosan iki.? Opo nduwe duwet arek kosane.?” (Kok menyeramkan kosan ini.? Apa punya uang anak kosannya.?) Tanya Joko.

“Gak ngerti. Dicoba ae.” Jawabku dan kami berdua sudah berdiri dihadapan kosan itu.

Sebelum masuk kedalam kosan itu, aku dan Joko saling memandang, lalu berjalan lagi kearah pintu dengan cueknya. Dan ketika sampai didepan pintu kosan yang terbuka setengah itu, terlihat puluhan penghuni kosan itu babak belur dan berdarah – darah.

“Ketokane mari di sun ambe arek – arek pondok merah.” (Kelihatannya habis di cium sama anak – anak pondok merah.) Bisik Joko.

“Ho, oh.” Sahutku.

“Terus piye.? Tetep ngamen ta.?” (Terus gimana.? Tetap ngamen kah.?) Tanya Joko lagi dan aku langsung mengangguk pelan.

“Permisi, selamat siang.” Ucap Joko dengan lantangnya dan mereka semua langsung melihat kearah kami.

JRENG,

Bunyi petikan gitarku.

DUNG, TAK.

Tabuhan gendang Joko.

Kami berdua bernyanyi dengan cueknya, walaupun tatapan mereka marah dan jengkel kepada kami berdua. Lagu yang kami bawakan pun, sesuai dengan kegundahan hati kami. Tidak perduli dengan suasana tegang yang ada dihadapan kami, karena kami sudah terbiasa ditatap seperti itu.




Dan setelah lagu kami berakhir, salah seorang dari mereka berdiri dan melihat kearah kami.

“Anjing. Beraninya kalian mengamen disini.” Ucap seseorang dan kalau tidak salah, dia adalah Galih, orang yang mau berkelahi denganku waktu itu.

“Berani aja Mas. Emang kenapa.?” Jawab Joko dengan cueknya.

“Gimana kalau mereka berdua aja yang kita jadikan pelampiasan.” Ucap seseorang kepada Galih.

“Bisa.” Ucap Galih sambil berdiri dan dia melihat kearahku.

Beberapa orang juga ikut berdiri dan mereka bersiap menyerang kami berdua.

“Hei anak muda. Jangan angkuh ya. Lawan pondok merah aja kalian babak belur, apa lagi lawan kami.” Jawab Joko dengan sombongnya.

“Bangsat.” Maki Galih dengan emosinya.

“Lih, duduk.” Ucap seseorang dan dia adalah Zaky.

Galih pun langsung duduk, tanpa berani membantah perintah Zaky.

Cuukkk. Mengerikan juga Zaky ini. Dia satu – satunya yang tidak terlalu parah dibanding teman – temannya dan sepertinya dia sangat berpengaruh dikosan ini.

Hiufftt, huuu.

Zaky lalu menatap kami berdua bergantian, setelah itu dia membakar rokoknya.

“Huuuu.” Zaky mengeluarkan asap rokok dari mulutnya.

“Maaf kalau teman – temanku gak sopan.” Ucap Zaky dengan tenangnya.

“Santai saja, kami biasa kok diperlakukan seperti ini.” Jawabku.

“Jangan seperti itulah. Oh iya, bagaimana kalau kalian duduk dulu dan menikmati sebotol minuman bersama kami, sebagai penebus kesalahan teman – temanku yang tidak sopan kepada kalian.” Ucap Zaky dan tatapan matanya seperti menyimpan sesuatu.

“Oke.” Jawab Joko yang langsung masuk kedalam kosan dengan cueknya.

Kok Joko malah menerima tawaran meraka ya.? Harusnya kami pergi saja dari tempat ini. Zaky pasti memiliki tujuan tertentu kepada kami, setelah dia dan teman – temannya dibantai oleh penghuni pondok merah. Dia juga pasti berpikir, karena ucapan Joko tentang kekalahan mereka dengan pondok merah tadi.

Ajakan Zaky sebenarnya baik dan bukannya aku tidak menghargai tawarannya, bukan seperti itu. Tapi aku tidak ingin mencampuri permasalahan mereka dan pondok merah. Itu saja.



#Cuukkk. Tujuan kami mengamen itu untuk menghilangkan kepenatan, bukan untuk menambah permasalahan. Sudah cukup semua masalah yang ada dikepalaku dan aku tidak ingin menambahnya lagi. Bajingann.!!!
 
Terakhir diubah:
Selamat siang Om dan Tante.

Mohon maaf kalau updetannya telat.
Mohon maaf kalau gak sesuai harapan.
Mohon maaf kalau ada typo.
Mohon maaf kalau dalam pengetikan ada yang gak nyambung.
Dan mohon maaf kalau kurang greget.

Mohon maaf lagi, mungkin updetan selanjutnya juga agak lama.
Pikiran lagi gak bisa fokus dan kondisi masih belum stabil.

Akhir kata saya ucapkan,
Selamat menikmati dan semoga yang ada diforum ini, selalu diberi kesehatan dan selalu dalam lindunganNya.
Tetap patuhi protokol kesehatan dan semoga wabah ini cepat berlalu.

Salam Hormat dan Salam Persaudaraan.
:beer::beer::beer:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd