Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT I M P I A N 2

π™±πšŽπš›πšœπš’πš‘ πš‹πšŽπš›πšœπš’πš‘ πš•πšŠπš™πšŠπš”...
πš‚πšŠπš–πš‹πš’πš• πš—πšπšŠπš‹πšœπšŽπš—....
π™ΌπšžπšπšŠπš‘ πš–πšžπšπšŠπš‘πšŠπš— 𝚊𝚍𝚊 πšπš˜πš›πšŽπš—πšπšŠπš— πš•πšŽπš πšŠπš...
 
π™±πšŽπš›πšœπš’πš‘ πš‹πšŽπš›πšœπš’πš‘ πš•πšŠπš™πšŠπš”...
πš‚πšŠπš–πš‹πš’πš• πš—πšπšŠπš‹πšœπšŽπš—....
π™ΌπšžπšπšŠπš‘ πš–πšžπšπšŠπš‘πšŠπš— 𝚊𝚍𝚊 πšπš˜πš›πšŽπš—πšπšŠπš— πš•πšŽπš πšŠπš...
Klo ada gorengan lewat kabarin lur
 

BAGIAN 40
MISTERI KEHIDUPAN



β€œKate nangdi awakmu iku.?” (Mau kemana kamu itu.?) Tanya Joko ketika aku melangkah ke arah pintu kosan, dengan berpakaian rapi.

β€œKate asistensi tugas akhirku.” (Mau asistensi tugas akhirku.) Jawabku sambil menghentikan langkahku dan aku langsung menoleh ke arah Joko.

β€œTak terno.” (Aku antar.) Jawab Joko sambil berjalan ke arahku.

β€œAwakmu durung ados cok.” (Kamu belum mandi cok.) Sahutku.

β€œRa ngurus. Gak no seng kate ngambung aku og.” (Gak urus. Gak ada yang mau cium aku kok.) Jawab Joko dan dia bersikukuh ingin mengantarkan aku kekampus.

β€œAku iso budal dewe cok.” (Aku bisa berangkat sendiri cok.) Ucapku.

β€œLek aku kate ngeterno, koen kate lapo.?” (Kalau aku mau ngantarkan, kamu mau apa.?) Tanya Joko.

β€œEmoh cok, emoh. Awakmu durung ados ngono loh. Ngisin – ngisini ae.” (Gak mau cok, gak mau. Kamu belum mandi gitu loh. Malu – maluin aja.) Ucapku dan sengaja aku mengatakan itu, agar Joko tidak mengantarkan aku kekampus. Joko harus berkonsentrasi kepada tugas akhirnya dan dia tidak perlu terlalu mengkhawatirkan aku.

Oh iya, semenjak kejadian aku masuk rumah sakit waktu itu, semua orang dikosan ini jadi perhatian banget sama aku. Mulai dari Mas Candra, Mas Jago, Joko dan juga Zaky yang tidak tinggal disini.

Mereka semua memperlakukan aku, seperti orang yang sedang menderita penyakit yang sangat parah. Aku sendiri tidak tau aku ini sakit apa dan mereka juga tidak memberitahuku, hasil dari pemeriksaan dokter dihari itu.

Tapi yang jelas, perhatian yang mereka berikan sangat luar biasa. Aku tidak boleh kelelahan, aku tidak boleh telat makan, aku tidak boleh bergadang, bahkan aku tidak boleh rokokkan. Djiancok.

Aku sangat curiga dengan perlakuan yang sangat istimewa ini. Tapi ketika aku bertanya dan mendesak mereka satu – persatu, mereka kompak mengalihkan pembicaraan.

Aku pun akhirnya menyerah dan tidak bertanya lagi, karena jujur sekarang aku merasa ada yang berbeda dengan diriku. Aku gampang letih, fisikku melemah, dadaku sesekali sesak dan akhirnya semua itu membuatku banyak berdiam diri.

Hiuufftt, huuuu.

Malam itu ketika aku tersadar dari pingsan ku, aku terkejut karena ada beberapa selang yang menancap ditanganku dan selang oksigen yang membantu pernafasanku. Akupun langsung bertanya kepada suster, dimana Joko dan Zaky yang mengantarkanku kerumah sakit.

Suster lalu keluar dan mencari dua sahabatku itu. Tapi ketika balik lagi, suster itu justru datang bersama Mas Candra. Mas Candra memberitahuku, bahwa Joko dan juga Zaky kembali kekosan untuk mengganti pakaian mereka yang basah.

Dengan sisa – sisa tenagaku yang terkuras habis akibat penyakit misteriusku, aku meminta tolong ke Mas Candra untuk kekosanku dan mengambilkan ramuan yang ada dikamarku.

Setelah Mas Candra kembali kerumah sakit dan menyerahkan ramuan buatan Eyang Putri, aku langsung meminum ramuan itu dan perlahan sakitku mulai sedikit berkurang. Tubuhku juga mulai bertenaga, walaupun tidak pulih seutuhnya.

Dokter dan suster yang ada di ruang UGD, langsung bingung dengan perubahan yang ada didiriku. Mereka seakan tidak percaya kalau aku bisa cepat pulih, setelah sempat tidak sadarkan diri.

Malam itu juga, aku memaksakan diri untuk pulang kekosan, bersama Mas Candra dan Mas Jago yang ternyata menungguku diluar ruang UGD. Dokter sempat melarangku, tapi karena aku berkeras, akhirnya dokter mengijinkan aku pulang dengan terpaksa.

Itulah cerita singkatku, ketika aku dirumah sakit. Dan semenjak hari itu sampai hari ini, perlakuan istimewa ini yang kudapat.

Sebenarnya aku sangat malu dengan teman – temanku, karena aku terlalu banyak merepotkan mereka semua. Tapi apa mau dikata, kondisi fisikku yang lemah ini hanya bisa membuatku pasrah dan aku mengerjakan tugas akhirku dengan pengawalan ketat dari mereka semua.

Selain itu juga, aku mendapatkan perhatian dari Ratna dalam mengerjakan tugas akhirku. Kami berdua sering keluar bersama dan kami juga mengerjakan tugas akhir ini bersama, walapun judul dan bidang yang kami ambil berbeda.

Aku dan Ratna jadi sering bertemu dan bersama, sampai larut malam. Rasa dihatikupun semakin dalam kepada Ratna dan hati ini semakin mantap untuk memilihnya sebagai kekasih hati, tapi belum ada kata ikrar yang terucap.

Arrgghhh. Gila, ini gila.

β€œTak terno cok, tak terno.” (Kuantar cok, kuantar.) Ucap Joko yang terus ngotot mengantarkan aku kekampus.

β€œAku iki sakjane loro opo seh cok.? Kok sak monone awakmu ambe aku.?” (Aku itu sebenarnya sakit apa sih cok.? Kok sampai segitunya kamu sama aku.?) Tanyaku ke Joko dan dia langsung terlihat salah tingkah.

β€œA, a, anu cok.” Ucap Joko terbata.

β€œLek awakmu njawab, aku gelem diterno nang kampus. Babahno awakmu durung adus, opo durung neseng. Sakarebmu wes.” (Kalau kamu jawab, aku mau diantarkan ke kampus. Biar kamu belum mandi apa belum berak. Terserah kamu sudah.) Ucapku sambil menatap ke arah mata Joko.

β€œAssuuu.” Gerutu Joko dan dia tetap tidak menjawab pertanyaanku.

β€œLang. sudah siap kekampus.?” Tiba – tiba terdengar suara Ratna dari arah pintu kosan, yang ada dibelakangku.

β€œHiuffttt, huuuu.” Terdengar Joko bernafas dengan lega dan aku langsung membalikan tubuhku ke arah Ratna.

β€œEh Rat. Iya, aku mau kekampus.” Jawabku.

β€œAyo. Kita banreng aja ya.” Ucap Ratna lalu dia tersenyum dengan manisnya.

β€œEntar dulu Rat, katanya Joko tadi mau ngantar aku kekampus.” Ucapku dan aku langsung menoleh ke arah Joko.

β€œEmoh. Aku ulung iyam.” (Gak mau. Aku belum mandi. Ulung = durung = belum) Ucap Joko dengan seperti anak kecil yang cadel, lalu dia berjalan ke arah kamarnya.

β€œHihihihi.” Ratna tertawa dibelakangku, melihat tingkah Joko yang seperti anak kecil itu.

β€œAsuuuu.” Makiku ke Joko, lalu aku menoleh ke arah Ratna lagi.

β€œIhhhh. Kasar banget sih ngomongnya.?” Ucap Ratna sambil pura – pura meraju, lalu dia melipatkan kedua tangannya didada, setelah itu dia menggelembungkan kedua pipinya.

Cok. Makin cantik aja wanita satu ini. Bajingan.

β€œKamu itu ngegemesin banget sih.?” Ucapku sambil mendekat ke arah Ratna, lalu mencubit kedua pipinya yang putih itu dengan sangat lembut sekali.

β€œApasih.” Ucap Ratna sambil menurunkan kedua tangannya dari lipatan didada dan dia tidak menghindari atau menolak cubitan mesraku ini.

β€œHehehehe.” Akupun langsung tersenyum, setelah itu aku berjalan kesebelahnya, lalu memutarkan tubuhnya ke arah depan dan aku langsung merangkul pundaknya.

β€œKita kekampus yuk.” Ucapku.

β€œHem.” Ucap Ratna dan nada bicaranya masih sedikit meraju.

β€œJangan meraju begitu dong. Entar cerahnya pagi ini, berubah jadi kelabu.” Ucapku dan aku tetap merangkulnya, lalu aku mengajaknya berjalan keluar pagar kosanku.

β€œHabisnya kamu itu kasar banget kalau ngomong.” Ucap Ratna sambil menyandarkan kepalanya dipundakku dan kami berjalan pelan.

β€œBukan kasar itu Rat. Itu bahasa sayangku sama Joko.” Jawabku.

β€œOooo. Jadi kamu sayang sama Joko aja ya.?” Tanya Ratna sambil menghentikan langkahnya, lalu dia menegakkan kepalanya dari sandaran dipundakku.

Aku langsung melepaskan rangkulanku dipundaknya, lalu aku berdiri menghadap ke arahnya.

β€œJadi kamu mau aku sayang juga.?” Tanyaku.

β€œTergantung.” Jawab Ratna, lalu dia berjalan lagi dengan cueknya.

Cok. pintar juga dia mengulur dan bermain dengan perasaan. Padahal tatapan matanya, jelas sekali memperlihatkan kalau dia sayang sama aku dan dia juga ingin disayang. Bajingan.

β€œGak usah main gantung – gantungan, sakit banget loh itu.” Ucapku sambil berjalan disebelah Ratna.

β€œGak sakit kalau benar – benar sayang.” Jawab Ratna.

β€œEmang begitu ya.? Berarti kalau gak sayang, baru terasa sakitnya.?” Tanyaku lagi.

β€œTergantung.” Ucap Ratna dan aku langsung mengerutkan kedua alis mataku.

β€œTergantung kalau dia gak sayang, tapi pura – pura sayang. Itu baru terasa rasa sakitnya.” Jawab Ratna.

β€œKatanya gak sakit, kalau benar – benar sayang.” Ucapku menggoda Ratna.

β€œLebih baik jujur kalau tidak sayang, dari pada harus berpura – pura sayang. Itu lebih menyakitkan daripada menggantungkan loh.” Jawab Ratna dan dari matanya, terpancar rasa cinta yang begitu mendalam kepadaku.

β€œEmang kita membicarakan siapa sih ini.?” Tanyaku sambil mengelus dada bagian kiriku pelan, karena hatiku mulai terasa nyeri. Wajah Ratna langsung terlihat panik dan dia lansung memegang punggung tangan kananku yang mengelus dada kiriku.

β€œTadi sudah minum ramuan.?” Ratna tidak menjawab pertanyaanku dan dia justru bertanya balik.

β€œSudah.” Jawabku singkat, lalu aku menarik nafasku dalam – dalam.

Hiuufftt, huuu.

Ratna dan teman – teman dikosan, sudah tau kalau setiap hari aku harus meminum ramuan tradisional dan mereka taunya ramuan itu dari Ibuku yang dibeli didesa.

β€œSakit ya.?” Tanya Ratna dengan tatapan mata yang sangat khawatir.

Ratna mengangkat tangan kananku dan sekarang telapak tangannya yang mengelus dadaku pelan.

β€œHiufffttt, huuuu.” Aku menarik nafas panjangku dan mengeluarkannya pelan. Nyeri itu perlahan mulai menghilang dan dadaku terasa lega.

β€œSudah enggak.” Jawabku lalu aku tersenyum, sambil memegang punggung tangan Ratna yang masih memegang dadaku.

β€œBeneran.?” Tanya Ratna lagi.

β€œIya. dan itu berkat sentuhan sayangmu ini.” Jawabku sambil meremas punggung tangan Ratna pelan.

β€œKamu itu ya. masih sempat – sempatnya bercanda.” Ucap Ratna dan wajahnya terlihat serus.

β€œAku gak bercanda, apalagi pura – pura.” Ucapku sambil mendekatkan wajahku ke arah wajah Ratna, dan.

CUPPP.

Aku mengecup kening Ratna dengan sangat lembut dan tangan kanan Ratna langsung terturun dari dadaku. Tubuhnya sedikit bergetar dan aku langsung memundurkan wajahku.

β€œAku sayang kamu.” Ucapku dan entah kenapa kata – kata ini bisa dari mulutku dengan mudahnya. Kata sayang ini mengalir begitu saja dan keluar dari dalam hatiku yang terdalam.

Ratna menatapku dengan tatapan mata yang terkejut, senang dan bercampur dengan bahagia. Tatapan matanya juga mengalirkan cinta dan sayang yang begitu kuat, sampai membuatku sedikit salah tingkah.

β€œJalan yuk.” Ucapku sambil membalikan tubuhku, lalu aku meraih telapak tangan kanan Ratna menggunakan telapak tangan kiriku. Aku genggam telapak tangannya itu, lalu aku berjalan sambil menariknya pelan.

β€œEh.” Ucap Ratnya yang terkejut dan dia langsung membalas genggaman tanganku.

Hiuuffttt, huuuu.

Lembut dan getaran – getaran cinta didalam genggaman tangan kami ini, sangat begitu terasa sekali. Aku takut mengeluarkan suaraku dan Ratna juga tidak mengajakku berbicara. Kami berdua sama – sama diam dan hanya tangan kami yang saling berbicara, serta bercumbu dengan mesranya.

β€œHoi. Pacaran aja terus.” Ucap Rendi yang lagi nongkrong diparkiran, di seberang kampus teknik kita. Rendi duduk bersama Bung Toni, Bendu, Wawan dan juga Alan anak baru.

Mereka sedang memutar minuman dan Bung Toni yang sedang menjadi bandarnya.

β€œIri.?” Tanyaku sambil melihat ke arah mereka dan aku tidak melepaskan genggaman tanganku ditelapak tangan Ratna.

β€œCukimai ko Lang.” Ucap Bung Toni lalu dia menuangkan minuman digelas yang kosong dan aku hanya tersenyum saja.

β€œArtinya apa itu Mas.?” Tanya Ratna dan dia memanggilku dengan sebutan Mas.

Cok. Panggilan Mas yang keluar dari bibir manis Ratna, sangat berbeda dan panggilan itu terasa sampai didalam hatiku yang terdalam.

β€œBung Toni sayang sama aku.” Bisikku dengan suara yang sangat lembut.

β€œIhhhh. Bohong ya.?” Ucap Ratna sambil mencubit lenganku dengan tangan kirinya.

β€œDuh, duh, duh. Kamu cemburu ya.?” Tanyaku dan aku pura – pura kesakitan, sambil mengelus bekas cubitan lembut Ratna, menggunakan tangan kananku.

β€œGe er.” Ucap Ratna pelan dan kembali dia pura – pura meraju, tapi tangan kanannya tidak melepaskan genggaman tangan kiriku.

β€œHey nona. Ko kasih picah saja bibir Gilang tu.” (Hey nona. Kamu kasih pecah saja bibirnya Gilang itu.) Ucap Bung Toni dengan logat timurnya yang sangat khas.

β€œCukimai ko Bung.” Ucapku ke Bung Toni.

β€œHahai.” Bung Toni tertawa dengan kerasnya dan aku hanya tersenyum saja.

β€œGak gabung Lang.?” Tanya Wawan dan aku hanya menggelengkan kepalaku pelan.

β€œMana mau dia gabung sama kita lagi.” Sahut Bendu.

β€œWaduh. β€˜Burungnya’ sudah diikat ya.?” Tanya Wawan ke Bendu, dengan nada yang mengejek.

β€œGak diikat Wan, tapi dikurung. Hahahaha.” Jawab Bendu.

β€œHahahaha.” Wawan, Bendu dan Bung Toni tertawa dengan keras, sedangkan Rendi hanya menggelengkan kepalanya.

β€œYa ampun.” Ucap Ratna yang sudah terbiasa mendengar kata – kata vulgar, dikampus yang penghuninya sebagian besar laki – laki ini.

Aku tidak tersinggung sama sekali dengan ejekan teman – temanku ini dan aku hanya tersenyum saja. Aku lalu melihat ke arah Alan, yang dari tadi diam saja. Anak yang pernah meninju aku itupun, langsung tertunduk dan tidak berani adu pandang denganku.

β€œKita masuk yuk.” Ucapku ke Ratna dan Ratna mengangguk pelan.

Aku lalu menarik tangan Ratna dan berjalan ke arah gerbang kampus.

β€œBajingan. Dicuekin kita.” Ucap Wawan.

β€œNangdi koen cok.?” (Kemana kamu cok.?) Tanya Bendu kepadaku.

β€œAsistensi skripsi.” Ucapku singkat sambil menoleh ke arah mereka dan aku memainkan kedua alis mataku.

β€œDJIANCOK.!!!” Maki mereka dengan kompaknya.

β€œHahahaha.” Giliran aku yang tertawa dan aku langsung berjalan lagi bersama Ratna.

β€œJawabanmu singkat, tapi langsung kena mental loh Mas. Hihihi.” Ucap Ratna lalu dia tersenyum dengan manisnya.

β€œKenapa bisa kena mental.?” Tanyaku.

β€œYa pasti kena mental lah. Buktinya mereka memaki seperti itu.” Jawab Ratna.

β€œYa kenapa.?” Tanyaku lagi.

β€œMas tadi kan ngomong, kita mau asistensi skripsi. Ya mereka pasti kena mental lah. Mereka kan satu angkatan dengan kita.” Jawab Ratna.

β€œGitu ya De.?” Ucapku dan Ratna langsung menghentikan langkahnya, sambil meremas telapak tanganku yang digenggamnya.

β€œDe.?” Tanya Ratna dan aku juga menghentikan langkahku.

β€œKenapa.?” Tanyaku balik

β€œMaksudnya De apa ya.? De sebagai Adik atau De sebagai.?” Tanya Ratna yang terdengar sengaja memotong bagian akhir pertanyaannya itu.

β€œDe yang kumaksud itu, sama seperti Mas yang kamu ucapkan.” Jawabku.

β€œIhhhh. Kok gitu sih jawabnya.?” Tanya Ratna dan aku langsung menarik tangannya lagi.

β€œTuh kan, kebiasaan. Kalau ditanya, pasti gak tuntas jawabnya.” Ucap Ratna.

β€œNanti aja dibahasnya De. Kita asistensi aja dulu.” Ucapku sambil melepaskan pegangan tanganku ditelapak tangan Ratna.

Kami berdua telah sampai didepan gedung ruangan Pak Tomo dan aku mau asistensi kepada beliau, sedangkan Ratna ke gedung dosen sipil untuk asistensi ke Pak Dullah.

β€œJanji nanti dibahas lagi.” Ucap Ratna.

β€œKenapa harus pakai janji segala sih.?” Tanyaku.

β€œKarena aku paling gak suka diberi harapan.” Jawab Ratna lalu dia membalikkan tubuhnya dan berjalan ke arah gedung dosen sipil.

Cok. Yang beri harapan siapa sih.? Aku kan tadi sudah mengucapkan kata sayang sama dia, apa itu kurang cukup.? Terus aku harus mengucapkan kata apa lagi.? Arrgghhh. Memang susah berhadapan dengan makluk bernama wanita ini.

Tapi ngomong – ngomong, kami sudah jadian gak ya.? Walaupun aku sudah mengucapkan kata sayang, Ratna kan belum mengiyakan dan kami belum berikrar apapun. Apa ini yang dimaksud Ratna, dengan kata – katanya barusan.? Tidak suka diberi harapan. Arrgghhh. Bajingan.

Aku pun berjalan masuk menuju ruangan Pak Tomo, dengan banyak sekali pertanyaan dikepalaku. Dan ketika aku sampai didepan ruangan beliau, aku menarik nafasku dalam – dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. Aku juga menenangkan pikiranku dan membuang sejenak semua pertanyaan dikepalaku. Aku ingin focus dengan tugas akhirku dulu, agar aku bisa menjawab semua pertanyaan Pak Tomo.

Tiba – tiba nafasku memburu dan seluruh tubuhku sangat letih sekali. Entah kenapa setelah keluar dari rumah sakit, aku tidak bisa berjalan terlalu jauh dan juga tidak bisa melakukan pekerjaan yang berat. Fisikku sangat lemah dan gampang sekali capek.

β€œHu, hu, hu, hu.” Nafasku memburu dan aku langsung duduk dikursi yang ada didepan ruangan Pak Tomo.

Aku sandarkan punggungku disandaran kursi, dengan kedua kaki yang aku luruskan kelantai. Kepalaku aku dangakkan dan aku sandarkan diatas sandaran kursi.

β€œHiuffttt, huuuu.” Aku menarik nafasku dalam – dalam, lalu mengeluarkannya perlahan.

Aku pejamkan kedua mataku perlahan, sambil mengatur nafasku yang masih memburu ini.

Beberapa saat kemudian, aku membuka kedua mataku sambil menegakkan kepalaku. Aku berdiri perlahan lalu berjalan ke arah ruangan Pak Tomo.

TOK, TOK, TOK.

Aku langsung mengetuk pintu ruangan Pak Tomo yang tertutup ini.

β€œMasuk.” Jawab Pak Tomo dari dalam ruangan sana.

Aku buka pintu ruangan Pak Tomo, lalu aku mengangguk kepada beliau yang melihat ke arahku.

β€œMasuk, terus tutup pintu ruangannya lagi.” Ucap Pak Tomo dengan tatapan mata yang dingin dan tidak tersenyum sama sekali.

β€œIya Pak.” Jawabku dengan sopannya dan aku langsung masuk kedalam ruangan, lalu aku menutup pintu ruangan Pak Tomo lagi.

Aku berjalan ke arah Pak Tomo dengan pikiran yang aku buat setenang mungkin. Aku tidak mau terlihat gugup, karena kalau aku gugup pasti akan menimbulkan banyak pertanyaan yang akan mempersulit tugas akhirku.

β€œPermisi Pak.” Ucapku, lalu aku duduk dikursi yang ada dihadapan beliau.

β€œMohon maaf mengganggu waktunya Pak. Saya minta izin mau asistensi tugas akhir saya.” Ucapku dan Pak Tomo hanya menatapku.

Cok. Kok suasananya jadi tegang begini ya.? Aku belum pernah ditatap Pak Tomo seperti ini, selama aku berkuliah dikampus ini. Apa karena aku baru pertama kali asistensi tugas akhir dan suasananya memang seperti ini.? Atau jangan – jangan ada masalah yang lain, sampai Pak Tomo menatapku seperti ini.?

Sudahlah. lebih baik aku langsung kepada tujuanku saja, daripada pikiranku makin berlarut – larut.

Akupun langsung mengeluarkan tugas akhirku dari dalam tas, setelah itu aku meletakannya diatas meja.

β€œMohon maaf Pak. Sebelumnya saya ingin memberitahukan, tentang judul skripsi yang saya buat Pak. Judulnya adalah, Studi Perencanaan pondasi tiang pancang beton Hotel Sunan Kuning.” Ucapku dan Pak Tomo masih belum bersuara.

Aku menyodorkan dokumen tugas akhirku dan Pak Tomo langsung menerima dokumen itu, lalu membukanya.

β€œSebelum kita membahas tugas akhir saya, saya ingin menjelaskan sedikit tentang jenis – jenis pondasi.” Ucapku dan Pak Tomo hanya menunduk, sambil membuka satu persatu dokumenku.

β€œAda beberapa jenis pondasi untuk konstruksi bangunan Pak. Pondasi tiang pancang, pondasi bore pile, pondasi telapak, pondasi menerus dan pondasi rakit.” Ucapku lagi dan Pak Tomo mulai melingkari beberapa kalimat, dibeberapa lembar dokumen yang beliau lihat.

Cok. kelihatannya banyak banget yang dikoreksi dan aku harus memperbaiki secepatnya.

β€œJenis pondasi itu, digunakan tergantung dengan daya dukung tanah dan fungsi bangunan yang akan dibangun.” Ucapku dan Pak Tomo langsung melihat ke arahku, dengan dokumen tugas akhirku yang terbuka.

β€œTerus.?” Tanya Pak Tomo yang akhirnya bersuara dan tatapannya langsung membuatku gugup seketika.

β€œDaya dukung tanah itu maksudnya adalah.” Ucapku terpotong, karena Pak Tomo langsung menutup dokumen tugas akhirku.

β€œBukan itu maksudku. Maksudku itu, terus bagaimana dengan kelanjutan hubunganmu dengat keponakanku Ratna.?” Tanya Pak Tomo yang melenceng sangat jauh dari tugas akhirku dan aku dibuatnya terkejut setengah mati.

β€œMaksudnya Pak.?” Tanyaku.

β€œKamu tau kan arah tujuan dari pertanyaanku ini.?” Pak Tomo bertanya balik.

β€œSaya tau Pak. Tapi mohon maaf, apa pertanyaan Bapak ada hubungannya dengan tugas akhir saya.?” Tanyaku dan sekarang justru aku semakin tegang dibuatnya.

β€œKalau masalah tugas akhir, saya tidak perlu banyak bertanya. Kamu sudah terbiasa dilapangan dan rumus yang digunakan untuk menghitung kekuatan pondasi, pasti sudah kamu kuasai. Hanya beberapa narasi yang perlu kamu perbaiki dan kamu bisa melanjutkan ke bab selanjutnya.” Ucap Pak Tomo dengan santai tapi penekanan katanya sangat tegas.

β€œSekarang itu yang terpenting bagaimana kelanjutan hubunganmu dengan keponakanku.” Ucap Pak Tomo lagi.

β€œBaik Pak, saya akan menjawab pertanyaan Bapak. Tapi saya mohon, kita tutup dulu pembahasan tentang tugas akhir saya, agar kita bisa membahas masalah yang lain.” Ucapku dan jujur hatiku sangat berdebar kali ini.

β€œBaiklah. Kita tutup pembahasan tugas akhirmu dan kita bahas masalahmu dengan Ratna.” Ucap Pak Tomo sambil mendorong dokumen tugas akhirku ke arahku.

β€œKita bahas sampai tuntas, baru kamu boleh keluar dari ruanganku.” Ucap Pak Tomo dan aku langsung menarik nafasku dalam – dalam.

β€œHiuuufft, huuuu.”

β€œSaya menyayangi Ratna Pak.” Ucapku tanpa basa – basi dan aku mengucapkannya dengan mantap.

Walaupun sebenarnya tubuhku agak gemetaran dan hatiku berdebar, tapi semua itu tidak membuatku ragu sedikitpun untuk mengucapkannya.

Hati ini sudah terlalu letih mengarungi luasnya samudra perasaan dan hati ini sudah lelah terombang – ambing ditengah lautan badai asmara. Cukup sudah petualangan cintaku selama ini dan sekarang saatnya hati ini berlabuh, dipelabuhan cinta yang tepat. Pelabuhan hati itu bernama Ratna Silvi Juwita.

β€œApa yang memantapkan hatimu dan apa yang membuatmu yakin, dengan pilihanmu ini.?” Tanya Pak Tomo.

β€œCinta Pak. Hanya cinta yang membuatku yakin dengan semua ini.” Jawabku.

β€œAku tidak suka dengan laki – laki pembual dan laki – laki pengobral cinta. Laki – laki seperti itu biasanya hanya memberi harapan palsu dan setelah mendapatkan apa yang di inginkannya, dia akan meninggalkan pasangannya dengan luka hati yang terdalam.” Ucap Pak Tomo.

β€œApa yang harus saya lakukan, supaya Bapak percaya dengan perasaan saya ini.?” Tanyaku.

β€œBawa kedua orang tuamu dan segera resmikan hubungan kalian.” Ucap Pak Tomo dan itu langsung membuatku terkejut dibuatnya.

Kembali aku menarik nafasku dalam – dalam, setelah itu mengeluarkannya perlahan.

Aku memang mencintai Ratna, tapi tidak mungkin secepat ini aku meresmikan hubungan kami ini. Walapun aku sudah mempunyai penghasilan yang lumayan, tapi aku masih belum mencapai impianku dan aku belum membahagikan kedua orang tuaku.

Aku pasti akan membawa kedua orang tuaku untuk menemui kedua orang tua Ratna dan Juga Pak Tomo, tapi tidak mungkin saat ini.

Arrgghhh. Gila.

β€œKamu pasti berpikir, kenapa aku meminta secepat ini dan terkesan memaksamu untuk membawa kedua orang tuamu kan.? Kamu juga pasti berpikir, belum mencapai impian dan membahagikan orang tuamu kan.?” Tanya Pak Tomo dan aku hanya diam, kerena apa yang ditanyakan beliau ini memang benar sekali.

β€œApa didesamu mengijinkan seorang laki – laki dan perempuan keluar sampai malam.? Apa didesamu mengijinkan seorang laki – laki memegang tangan atau memeluk wanita yang belum ada ikatan yang sah.? Apa didesamu mengijinkan laki – laki mencium wanita yang bukan suaminya.?” Tanya Pak Tomo dan aku langsung menundukan kepalaku.

β€œBoleh kamu tinggal jauh dari desamu, tapi jangan tinggalkan norma kehidupan yang sudah diajarkan kedua orang tuamu.”

β€œAku tidak memaksamu untuk menikahi keponakanku, tapi aku harap kamu paham dengan batasanmu.”

β€œAku tidak perduli dengan caramu memperlakukan wanita – wanita yang ada disekitarmu, tapi jangan dengan keluargaku atau orang terdekatku. Aku tidak suka itu.”

β€œDan untuk yang terakhir. Kalau kamu serius, segera resmikan hubungan kalian. Tapi kalau hanya sekedar kata esok kalau sudah sukses baru akan diresmikan, lebih baik kamu tinggalkan Ratna secepatnya.” Ucap Pak Tomo dan aku langsung menegakan kepalaku lagi.

β€œSaya rasa sudah cukup pembahasan kita. sekarang silahkan keluar, karena sebentar lagi saya ada rapat dengan Pak Rektor.” Ucap Pak Tomo yang tidak memberikan aku kesempatan untuk menjawab semua ucapannya tadi.

Cok. Katanya harus sampai tuntas pembahasannya, kenapa sekarang aku malah disuruh keluar.?

Jujur ini pembahasan yang sangat nanggung dan belum ada titik temu dari kami berdua. Akupun belum mengatakan iya atau tidak, tentang kelanjutan hubunganku dengan Ratna. Tapi kalaupun pembahasan ini dilanjutkan, aku belum bisa memberi suatu keputusan. Bingungkan.? Bajingan.

β€œMas, mas.” Ucap seseorang yang mengejutkanku dan aku langsung membuka kedua mataku.

Cok. Rupanya aku tertidur didepan ruangan Pak Tomo dan aku dibangunkan petugas kebersihan yang sedang menyapu diruangan ini.

β€œOh iya Mas.” Ucapku sambil menegakkan dudukku.

β€œMas mau ketemu Pak Tomo ya.?” Tanya petugas kebersihan itu.

β€œIya Mas. Bapak ada kan.?” Tanyaku.

β€œAda, tapi sebentar lagi mau rapat dengan Pak Rektor.” Jawab petugas kebersihan itu.

Ha.? Mau rapat dengan Pak Rektor.? Kok sama dengan mimpiku barusan ya.?

β€œOh iya kalau begitu mas. Saya mau asistensi sebentar.” Ucapku sambil berdiri dan tubuhku sudah lumayan segar.

β€œOke Mas.” Ucap petugas itu lalu dia melanjutkan menyapunya.

Dan ketika aku sudah sampai didepan ruangan Pak Tomo, pintunya terbuka dan Pak Tomo keluar dengan terburu – buru.

β€œPagi Pak.” Sapaku.

β€œPagi. Ada apa Lang.?” Tanya Pak Tomo.

β€œMau asistensi pertama untuk tugas akhir saya Pak.” Jawabku.

β€œLetakkan saja diatas mejaku. Nanti aku periksa setelah rapat dengan Pak Rektor.” Ucap Pak Tomo lalu berjalan dan tetap membiarkan pintu ruangannya terbuka.

β€œIya Pak.” Jawabku dan beliau berjalan melewati aku.

β€œJangan lupa tutup pintu ruanganku ya.” Ucap Pak Tomo sambil menoleh ke arahku.

β€œIya Pak.” Jawabku dan Pak Tomo tetap menoleh ke arahku, dengan pandangan yang sangat berbeda sekali.

β€œSetelah rapat, aku mau mengobrol sama kamu.” Ucap Pak Tomo dan sebelum aku menjawab pertanyaan beliau, Pak Tomo berjalan ke arah ruangan Pak Rektor.

Cok. Kenapa bisa aku ketiduran ya.? Coba aku tidak ketiduran, mungkin masih sempat asistensi dan aku bisa balik kekosan, untuk melanjutkan mengerjakan tugas akhirku ini.

Tapi ngomong – ngomong, mimpiku aneh juga. Apa itu hanya sekedar mimpi atau pertanda Pak Tomo menginginkan ketegasanku dalam masalah hubunganku dengan Ratna.? Terus kenapa Pak Tomo mengajakku mengobrol setelah beliau selesai rapat.? Apa beliau mau membahas seperti yang aku mimpikan tadi atau membahas masalah tugas akhirku.?

Sudahlah. lebih baik aku menaruh tugas akhirku dimeja Pak Tomo, setelah itu mendatangi Ratna yang sedang asistensi diruangan Pak Dulah.

Aku lalu masuk keruangan Pak Tomo dan setelah meletakkan tuga akhirku diatas meja, aku keluar lagi dan tidak lupa aku menutup pintu ruangannya. Aku keluar gedung rektorat ini dan terlihat Ratna berjalan ke arahku.

β€œGimana.? Banyak yang diperbaiki.?” Tanya Ratna.

β€œAku belum sempat asistensi, Pak Tomo keluar ruangan. Beliau ada rapat dengan Pak Rektor.” Jawabku.

β€œBanyak yang antri ya.? Kok gak sempat asistensi.?” Tanya Ratna.

β€œIya.” Jawabku berbohong, karena kalau aku menjawab ketiduran didepan ruangan Pak Tomo, pasti akan banyak pertanyaan selanjutnya.

β€œPunyamu bagaimana.?” Tanyaku sebelum Ratna bertanya lagi.

β€œAda perbaikan, tapi gak banyak.” Jawab Ratna.

β€œBaguslah. Kita cari makan dulu yuk. Entar kita bahas perbaikanmu disana.” Ucapku.

β€œMas belum makan ya.?” Tanya Ratna sambil mengerutkan kedua alis matanya.

β€œSudah. Cuman aku haus aja.” Jawabku.

β€œKok ngomongnya cari makan.?” Tanya Ratna lagi.

β€œCerewet banget sih.” Ucapku sambil menggenggam telapak tangan kanan Ratna dengan tangan kiriku.

β€œEh.” Ratna terkejut tapi dia tidak menepis genggaman tanganku.

Ratna melirik ke arah genggaman tanganku, lalu melihat ke arahku dan aku tetap melihat ke arah depan.

Aku menarik pelan tangannya dan kami berdua mulai berjalan ke arah luar kampus.

β€œNamanya juga cewe, pasti cerewet lah.” Ucap Ratna.

β€œTapi gak semua kan.?” Tanyaku sambil melirik ke arah Ratna.

β€œEmang kenapa.? Gak suka ya sama cewe cerewet.?” Tanya Ratna sambil menghentikan langkahnya dan telapak tangan kami tetap saling berpegangan.

β€œTergantung.” Jawabku dan aku juga menghentikan langkahku, lalu menghadap ke arah Ratna.

β€œGak usah main gantung – gantungan, sakit banget loh itu.” Ucap Ratna dan dia membalikan kata – kataku tadi.

β€œGak sakit kalau benar – benar sayang.” Jawabku dan aku juga membalikan kata – katanya.

β€œEmang beneran sayang.?” Tanya Ratna sambil menatap bola mataku dengan sangat dalam.

β€œSayanglah. Kalau gak sayang, gak mungkin kamu digandeng terus.” Ucap Seseorang dan kami berdua langsung melihat ke arah orang itu.



Pop Ratna

Beberapa hari yang lalu.

β€œApa hubunganmu dengan Gilang.?” Tanya Om Tomo sambil mengendarai mobilnya.

Astaga. Setelah beberapa kali memergoki aku dan Gilang bergandengan tangan, akhirnya Om Tomo bertanya juga tentang hal ini.

Hiuufftt, huuu.

Aku menarik nafasku dalam – dalam, lalu mengeluarkannya berlahan.

β€œTeman Om.” Jawabku dengan suara yang bergetar.

Jujur aku bingung harus menjawab apa pertanyaan Om Tomo, karena aku dan Gilang sampai saat ini hanya berteman. Entah teman yang seperti apa, karena aku merasa lebih dari sekedar teman biasa.

Mau dibilang pacaran, tapi belum ada kata yang terucap.

Mau dibilang sahabat, tapi perasaan tidak bisa dibohongi.

Aku sangat menyayangi dan mencintai Gilang, semenjak bertemu pertama kali dikampus teknik kita waktu itu.

Aku menyadari, menyayangi dan mencintai Gilang itu sangat tidak mudah. Ada beberapa wanita disekitarnya yang pasti mempunyai perasaan yang sama seperti perasaanku. Mulai dari Mba Gendhis, Kinanti mantan pacarnya dan Mba Sarah. Itu yang aku ketahui loh ya, gak tau yang lain.

Cemburu, marah dan benci pada diri sendiri, selalu bergulat didalam diriku setiap harinya. Aku yang tidak bisa berbuat sesuatu untuk cintaku, hanya bisa menangis setiap malamnya.

Rasa sedih didalam hatiku, sedikit terobati, ketika aku bertemu dengan Gilang dan Gilang mengajari aku mata kuliah yang kurang aku pahami.

Bagiku Gilang itu bukan hanya sebagai cintaku yang terpendam. Gilang itu bisa sebagai seorang teman, sahabat, saudara, pembimbing, bahkan sebagai dosen.

β€œTeman.?” Tanya Om Tomo sambil melirik ke arahku.

β€œI, I, I, iya Om.” Jawabku terbata.

β€œTeman yang seperti apa.?” Tanya Om Tomo dan kali ini pandangan Om Tomo lurus kedepan.

β€œYa, ya, ya, teman Om.” Jawabku.

β€œJangan membohongi aku Rat. Jangan.” Ucap Om Tomo dan itu langsung membuatku terdiam.

β€œAku tau Gilang itu pemuda yang baik dan bertanggung jawab dalam berbagai hal, terkecuali satu, masalah hati.”

β€œDengan pesonanya yang luar biasa, dia bisa mendapatkan wanita manapun yang dia suka. Aku sangat tidak suka itu, apalagi kalau dia mencoba mempermainkan perasaan orang – orang terdekatku.” Ucap Pak Tomo dan aku langsung menoleh ke arahnya.

β€œGilang tidak mempermainkan perasaan Ratna Om.” Ucapku yang mencoba membela Gilang.

β€œTidak mempermainkan perasaan, tapi memberi harapan, apa itu gak lebih menyakitkan.?” Tanya Om Tomo.

β€œBukan Gilang yang memberikan harapan, tapi justru Ratna yang tidak bisa menempatkan perasaan ini. Ratna yang salah Om, Ratna yang terlalu berharap kepada Gilang.” Jawabku.

β€œTapi dia laki – laki dan harusnya dia sadar, kalau segala sikapnya itu bisa menyakiti wanita yang ada disekitarnya.” Ucap Om Tomo dengan suara yang bergetar.

Aku menatap wajah samping Om Tomo dan beliau seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Ucapannya memang terdengar emosi, tapi bukan karena sikap Gilang. Aku merasa Om Tomo mengucapkan ini, karena ada sesuatu dengan Gilang dan entah apa itu.

Om Tomo itu lebih mengenal Gilang dari pada aku, karena setiap ada dirumah, Om Tomo selalu bercerita tentang perjuangan dan semangat yang Gilang yang sangat luar biasa.

Ini yang membuatku heran dengan ucapan Om Tomo barusan. Beliau menceritakan sisi lain seorang Gilang dan dari arah pembicaraannya, Om Tomo seperti ingin menjauhkan aku dari Gilang. Tidak pernah sekalipun aku mendengar keburukan tentang Gilang walau sekecil apapun, keluar dari ucapan Om Tomo. Tapi kenapa hari ini berbeda.? Ada apa ya.?

β€œAda apa dengan Gilang Om.?” Tanyaku dan bertepatan dengan mobil yang dikendarai Om Tomo berhenti didepan rumah.

Om Tomo langsung melihat ke arahku dengan wajah yang sempat terkejut, tapi beliau berusaha menutupinya.

β€œMaksudmu apa Rat.?” Tanya Om tomo.

β€œAda apa dengan Gilang Om.? Kemarin – kemarin Om selalu menyanjung Gilang, tapi kenapa hari ini berbeda.?” Tanyaku balik.

β€œTidak ada apa – apa Rat. Aku hanya mengingatkanmu, karena kamu sekarang itu menjadi tanggung jawabku. Kedua orang tuamu menitipkanmu kepadaku, selama di Kota Pendidikan ini.”

β€œWalaupun seandainya kedua orang tuamu tidak menitipkanmu kepadaku, kamu tetap tanggung jawabku.” Ucap Om Tomo dengan suara yang pelan sambil memalingkan wajahnya.

β€œAda dengan Gilang Om.?” Tanyaku lagi dan sekarang nada bicaraku sudah mulai meninggi, karena aku yakin terjadi sesuatu dengan orang yang aku cintai itu.

Om Tomo langsung melihat ke arahku, tapi tidak menjawab pertanyaanku.

β€œOke kalau Om tidak mau cerita, Ratna tidak akan memaksa. Tapi mohon maaf, dengan sikap Om yang seperti ini, cinta Ratna ke Gilang semakin besar dan tidak ada yang bisa menghalanginya.” Ucapku dengan suara yang bergetar.

β€œHiuufffttt, huuuu.” Om Tomo menarik nafasnya dalam – dalam, dan tatapan matanya langsung terlihat sangat sedih sekali.

β€œGilang sakit parah Nak. Parah sekali.” Ucap Om Tomo dengan mata yang berkaca – kaca dan itu langsung membuatku terkejut.

β€œSa, sa, sakit apa Om.?” Tanyaku terbata.

β€œKanker hati stadium empat.” Jawab Om Tomo dan kedua mataku langsung berkaca – kaca.

Ya ampun Gilang. Dibalik sikapmu yang ceria dan semangatmu yang sangat luar biasa, ternyata kamu menyimpan penyakit yang sangat parah dan bisa merenggut nyawamu sewaktu – waktu.

Astaga. Kenapa aku tidak pernah menaruh curiga selama ini sih.? Seringkali aku melihatnya mengelus dada dengan nafas yang agak sesak, tapi aku tidak pernah terpikirkan olehku, kalau dia sakit kanker hati. Kenapa aku bisa sebodoh ini.?

Katanya aku cinta, katanya aku sayang, katanya aku perhatian, tapi kenapa bisa aku kecolongan seperti ini.? Gilang, hiks, hiks, hiks.

β€œDokter sudah angkat tangan dan umur Gilang diperkirakan hanya tinggal beberapa hari saja.” Ucap Om Tomo dan air mataku langsung mengalir dengan derasnya.

β€œJa, ja, jadi gara – gara itu Om mau aku menjauhi Gilang.? Hiks, hiks, hiks.” Tanyaku dan Om Tomo langsung terdiam sambil terus menatapku dengan sedihnya.

β€œMaaf Om, maaf. Cinta Ratna justru semakin besar dan Ratna akan mendampingi Gilang, disaat – disaat yang pasti akan sangat menyakitkan baginya ini.” Jawabku, lalu aku membuka pintu mobil dengan hati yang sangat sedih dan air mata yang terus mengalir.

β€œRat, Ratna.” Panggil Om Tomo ketika aku turun dari mobil dan aku tidak menghiraukannya.

Braakkk.

Aku menutup pintu mobil, lalu aku berlari ke arah rumah.

β€œHiks, hiks, hiks, hiks.” Air mataku terus mengalir dan ketika sampai didalam rumah, aku langsung berlari masuk kedalam kamarku dan menguncinya.

Aku menangis sejadi – jadinya dan menutup wajahku dengan bantal.

Gilang. Aku masih tidak percaya dengan semua ini. Apa benar kamu menderita penyakit yang ganas itu.? Apa benar usiamu tinggal beberapa hari lagi.? Apa cintaku akan benar – benar kandas sebelum terucap.?

Iiiihhh. Kenapa aku harus memikirkan cintaku, bukan memikirkan kesehatannya.?

Tuhan. Kalau memang cintaku harus kandas dan Gilang bisa bertahan hidup lebih lama lagi, aku akan dengan ikhlas melepaskan cintaku kepadanya Tuhan. Berikan mukjizatmu kepadanya Tuhan. Aku mohon. Hiks, hiks, hiks.

Sudahi air matamu Ratna, sudahi. Sekarang pikirkan bagaimana caramu mendampingi Gilang, di saat – saat yang menyakitkan ini. Pikirkan bagaimana supaya Gilang senang, pikirkan bagaimana Gilang bisa bahagia dan pikirkan bagaimana membuat Gilang tertawa.

Mungkin dengan cara itu pikiran Gilang akan lebih tenang dan bisa membuatnya berjuang melawan penyakit ganasnya itu. Memang benar penyakit itu kecil kemungkinannya bisa selamat. Tapi tidak ada yang tidak mungkin didunia ini, asalkan kita mau berjuang dan berusaha untuk mendapatkannya. Tuhan tidak akan tinggal diam, melihat makluk ciptaannya yang berjuang untuk kebaikannya.

Hiuufftt, huuu.




β€œSayanglah. Kalau gak sayang, gak mungkin kamu digandeng terus.” Ucap seseorang dan kami berdua langsung melihat ke arah orang itu.

Rendi yang bersuara tadi dan dia datang bersama mahasiswa yang memukul Gilang waktu itu. Kalau gak salah dia bernama Alan.

β€œTerus kapan kamu gandeng anak disebelahmu itu.?” Tanya Gilang ke Rendi dan tangannya tetap menggenggam erat tanganku.

β€œAnjing. Kalau dia mungkin naksir aku, tapi kalau aku, cuihh.” Ucap Rendi sambil menoleh ke arah Alan yang ada dikanannya, lalu dia meludah ke arah kiri.

β€œCuk.” Gerutu Alan pelan.

β€œGak usah nggerutu, kusepak kamu nanti.” Ucap Rendi dan Alanpun langsung terdiam.

β€œKasar banget sih kamu sama pasanganmu Ren.?” Tanya Gilang yang terus menggoda Rendi.

β€œMulutmu Lang, mulutmu.” Ucap Rendi dan dia berhenti tepat dihadapan kami.

Rendi lalu mengeluarkan rokoknya, setelah itu dia mengambil sebatang dan membakarnya.

β€œHiufftt, huuuu.” Rendi menghisap rokoknya, lalu dia mendangakkan kepalanya keatas dan mengeluarkan asap tebal dari mulutnya.

β€œEnak ya rokoknya.?” Tanya Gilang dan aku langsung meremas tangan Gilang.

β€œMas.” Ucapku dan aku langsung melihat ke arah Gilang.

Gilang menoleh ke arahku sambil tersenyum dan aku langsung memasang wajah jutek.

β€œEnak. Mau.?” Tanya Rendi sambil menyodorkan bungkusan rokoknya ke Gilang dan Gilang kembali melihat ke arah Rendi.

β€œRendi.” Ucapku sambil melotot.

β€œCanda Rat, canda.” Ucap Rendi sambil mengantongi bungkusan rokoknya.

β€œSudah, sudah.” Ucap Gilang yang mencoba mencairkan suasana dan Rendi hanya tersenyum.

β€œMau kemana kamu Ren.?” Tanya Gilang.

β€œYa mau ketemu kamu lah.” Jawab Rendi dan aroma minuman, samar – samar tercium dari mulutnya.

β€œMales aku ketemu kamu. Ganggu orang pacaran aja.” Ucap Gilang dan aku terkejut mendengarnya.

Entah ini hanya candaan atau memang serius, tapi hatiku langsung berbunga – bunga mendengarnya.

β€œTaik kamu itu.” Omel Rendi.

β€œHehehe. Emang ada apa sih.? Kamu itu gak bisa ya, sebentar aja gak lihat aku.?” Tanya Gilang dengan nada yang bercanda.

β€œKurang ajar. Siapa juga yang mau lihatin kamu terus.? Aku itu mau antar makhluk satu ini ketemu kamu.” Ucap Rendi sambil melirik ke arah Alan.

β€œMakhluk.? Emang dia sejenis apa Ren.?” Tanya Gilang sambil melepaskan genggaman tangannya ditelapak tanganku.

β€œAmoeba.” Jawab Rendi singkat.

β€œHahahaha.” Gilang langsung tetawa dan aku hanya tersenyum, sambil menggelengkan kepala.

Alan tidak berani menyahut dan kegarangan yang ditunjukannya waktu itu, hilang seketika.

β€œEmang kamu bisa membelah diri ya.?” Tanyaku, karena jujur aku masih agak marah dengan Alan, karena dia memukul orang yang kucintai.

β€œKok dianggap serius Mba.?” Alan bertanya balik dengan wajah yang memelas.

β€œYa akukan cuman tanya. Tinggal jawab enggak atau iya aja, kok ribet banget sih.?” Ucapku dan Alan langsung menarik nafasnya dalam – dalam.

β€œSudah – sudah. Kenapa kamu cari aku.? Mau ngajak aku berkelahi lagi.?” Tanya Gilang dan wajah Alan langsung memucat.

Entah apa yang sudah dikatakan atau diperbuat oleh Rendi kepadanya, sampai Alan terlihat pucat seperti ini. Atau mungkin karena dihajar oleh Rendi hari itu.? Atau Rendi bercerita tentang Gilang yang dulunya β€˜gila’.? Entahlah. Tapi yang jelas, dari mata Alan terlihat ketakutan yang sangat luar biasa.

β€œEnggak Mas, enggak. Saya justru mau minta maaf sama sampean.” Ucap Alan dan wajahnya terlihat gugup sekali.

β€œSantai aja Lan. Gak perlu minta maaf, karena gak ada yang perlu dimaafkan.” Jawab Gilang dengan tenang, sementara Rendi hanya menghisap rokoknya saja.

Alan langsung menunduk dan dia tidak berani menatap wajah Gilang.

β€œCuman itu aja yang mau kamu ucapkan.?” Tanya Gilang dan Alan kembali mengangkat wajahnya.

β€œKalau cuman itu, berarti sudah gak ada masalahkan.?” Tanya Gilang lagi dan Alan tetap tidak menjawabnya.

β€œAku pergi dulu ya Ren. Aku lapar.” Ucap Gilang lalu dia memegang telapak tanganku lagi.

β€œKamu gak ngajak aku makan.?” Tanya Rendi.

β€œEnggak, nanti kamu gangguin aku pacaran lagi.” Ucap Gilang dengan cueknya, lalu dia menarik tanganku dan mulai berjalan pelan.

β€œOooo. Bajingan.” Maki Rendi.

β€œHehehe.” Gilang hanya tertawa sambil terus berjalan, meninggalkan Rendi dan Alan.

β€œMas ini senang betul godain Rendi.” Ucapku sambil mengeratkan pegangan tangan kami, ketika sudah agak jauh berjalan.

β€œGak apa – apa, mumpung masih ketemu.” Jawab Gilang dan aku langsung menghentikan langkahku.

Kata – kata Gilang itu seperti menusuk gendang telingaku dan menyayat – nyayat hatiku.

Gilang juga menghentikan langkahnya dan dia langsung menoleh ke arahku.

β€œKenapa.?” Tanya Gilang.

β€œA, a, apa maksudnya kata – kata itu.?” Tanyaku dengan terbata.

β€œKata – kata yang mana.?” Tanya Gilang dengan wajah yang terlihat bingung.

β€œMumpung masih ketemu.” Jawabku dengan nada yang sangat berat sekali..

β€œKita kan lagi mengerjakan tugas akhir dan sebentar lagi mau lulus. Itu berarti kita pasti akan jarang bertemu dengan Rendi dan juga teman – teman yang lain.” Jawab Gilang dan wajahnya masih terlihat bingung.

β€œJangan pernah mengucapkan kata – kata seperti itu.” Ucapku dan suaraku bergetar pelan.

β€œLoh, memang benar kan.?” Ucap Gilang dan perlahan wajahnya terlihat memucat.

β€œTerus kamu mau ninggalin aku gitu.?” Tanyaku dan kedua mataku langsung berkaca – kaca.

Aku bersusah payah menahan agar air mata ini tidak tertumpah walau setetespun, tapi aku tidak bisa. Kesedihan yang begitu mendalam, membuat dadaku serasa dipenuhi air mata dan kelopak mataku tidak sanggup menahannya.

β€œKok kamu ngomong begitu sih Rat.?” Tanya Gilang dan kedua tangannya langsung merangkul kepala belakangku.

Ditariknya kepala belakangku sampai wajah sampingku menempel didadanya.

β€œAku sayang kamu Rat, aku sayang kamu.” Ucap Gilang sambil mengelus kepalaku pelan.

Ucapan Gilang membuat air mata semakin memenuhi dadaku, tapi dengan sekuat tenaga aku berusaha agar air mata ini tidak banyak yang keluar. Aku takut Gilang akan curiga dan dia memaksaku untuk jujur dengan kondisinya saat ini, karena dia tidak tau kalau sedang menderita kanker stadium empat.

β€œAku tidak butuh ucapan yang keluar dari mulutmu.” Ucapku dengan emosi yang tertahan.

β€œMa, ma, maksudnya.?” Tanya Gilang terbata.

Kedua tangannya langsung memegang kedua pipiku dan wajahku diangkatnya sedikit, sampai wajah kami berhadapan dengan jarak yang sangat dekat sekali. Tatapan mata kami bertemu dan terlihat ada cinta didalam bola matanya itu.

β€œKalau kamu benar – benar menyayangi aku, aku ingin pembuktian darimu.” Ucapku dan aku mengucapkannya, sambil menguatkan hatiku.

β€œApa yang perlu aku buktikan.?” Tanya Gilang dan tatapan matanya sangat dalam sekali.

β€œKamu pasti tau arah tujuan ucapanku.” Jawabku dan aku tidak memanggilnya Mas lagi.

β€œKamu ingin aku lamar.?” Tanya Gilang dan aku menganggukan kepalaku pelan.

β€œBaiklah. Aku akan melamarmu setelah kita berdua lulus kuliah.” Ucap Gilang dan aku langsung menggelengkan kepalaku pelan.

β€œKamu ingin secepatnya.?” Tanya Gilang dan kembali aku menganggukan kepalaku.

β€œOke. Pada saat kita wisuda nanti, kedua orang tuaku pasti akan hadir. Dan setelah selesai semua prosesi wisuda, aku akan membawa kedua orang tuaku untuk melamarmu.” Ucap Gilang dan kembali aku menggelengkan kepalaku pelan.

β€œTerus kamu maunya kapan.?” Tanya Gilang sambil mencubit pelan kedua pipiku.

β€œLang. Aku perempuan dan saat ini aku menumpang dirumah Om Tomo. Walaupun aku keponakannya, aku malu kalau keluar malam bersama laki – laki yang belum ada ikatan sama sekali.” Jawabku.

β€œMemang sih kita keluar untuk asistensi dan juga mengerjakan tugas kuliah, bukan untuk bersenang – senang. Tapi Om Tomo beberapa kali memergoki kita bergandengan tangan dan berpelukan.” Ucapku dan Gilang langsung terdiam.

Aku sengaja mengucapkan kata – kata ini, agar Gilang segera melamarku dan meresmikan hubungan kami. Aku ingin menemaninya melewati semua ini, sebagai pasangan hidupnya. Entah penyakitnya nanti bisa sembuh atau tidak, aku tidak perduli dengan semua itu. Walapun akhirnya nanti hubungan kami hanya beberapa saat, aku tidak akan menyesali seumur hidupku.

β€œTapi semua terserah kamu. Kalau kamu tidak mau, ya tidak apa – apa. Aku tidak ingin hubungan kita berjalan dengan didasari dengan keterpaksaan.” Ucapku yang ingin memancing reaksi Gilang.

β€œAku sudah bilang sama kamu, kalau aku itu sayang sama kamu. Aku tidak pernah bermain – main dengan yang namanya perasaan dan aku pasti akan membuktikannya.” Ucap Gilang sambil melepaskan kedua telapak tangannya dipipiku.

β€œSetelah ini aku akan pulang kedesa dan aku akan berbicara dengan kedua orang tuaku. Aku akan meyakinkan kedua orang tuaku, agar besok bisa melamarmu dan setelah wisuda kita akan langsung menikah.” Ucap Gilang lalu kembali dia menarik kepala belakangku dan menyandarkan wajah sampingku didadanya.

β€œMaaf. Saat ini aku hanya bisa melamarmu secepatnya. Untuk masalah pernikahan, aku pasti akan menikahimu tapi setelah wisuda.” Ucap Gilang sambil membelai rambutku.

β€œPernikahan itu pasti butuh persiapan Rat. Apalagi untuk pemuda dari desa seperti aku, pasti banyak hal yang harus dilakukan sebelum menikah.” Ucap Gilang lagi dan dadaku langsung bergetar dengan hebatnya.

β€œMa, ma, maaf. Hiks, hiks, hiks.” Ucapku dan akhirnya air matakupun tertumpah dipelukan laki – laki yang sangat kucintai ini.

β€œJangan kamu ucapkan kata – kata itu Rat. Jangan. Harusnya aku yang mengucapkan kata itu, karena aku belum bisa membuktikan cintaku kepadamu.” Ucap Gilang dengan suara yang sangat lembut, selembut belaiannya dikepalaku.

β€œHiks, hiks, hiks.” Air mataku tidak bisa aku bendung lagi dan aku hanya bisa pasrah bersama butiran air mataku ini.

Entah ini air mata bahagia, air mata kesedihan, air mata kekecewaan, air mata kepuasan, air mata kemarahan, atau air mata kegembiraan. Tapi yang jelas, air mata ini diiringi oleh cintaku yang sangat tulus dari dalam relung hatiku yang terdalam.

β€œSudahlah Rat, lebih baik tenangkan dulu hatimu saat ini.” Ucap Gilang sambil memegang kedua pipiku dan dia mendekatkan wajahnya kewajahku lagi. Dihapusnya deraian air mataku dengan kedua jempolnya dan dia melakukannya dengan wajah yang semakin memucat dan bibir yang tersenyum.

β€œKita kewarung dulu yuk. Sekarang perutku lapar.” Ucap Gilang lagi dan aku langsung mengangguk pelan.

Gilang merangkul pundakku dan mengajakku berjalan pelan. Akupun langsung mengikuti irama langkah Gilang, sambil membersihkan sisa – sisa air mataku.

β€œKita singgah ditoko sebelah kampus ya.? Aku mau membeli sesuatu.” Ucapku ketika kami sampai didepan gerbang kampus.

β€œIya.” Jawab Gilang singkat dan dia seperti tidak perduli, dengan pandangan orang – orang yang begitu ramai didepan kampus yang melihat ke arah kami. Gilang terus merangkul pundakku dengan cueknya dan dia seperti memamerkan kesemua orang, kalau aku ini kekasihnya.

Setelah sampai ditoko yang ada disebelah kampus, Gilang melepaskan rangkulannya dipundakku. Aku masuk kedalam toko, sedangkan Gilang membenarkan tali sepatunya yang terlepas, tepat dipinggir jalan.

Aku lalu membeli tissue, karena persediaan tissueku yang ada ditasku sudah habis.

Dan pada saat aku membayar tissue yang aku pegang, tiba – tiba aku mendengar sebuah mobil berhenti dipinggir jalan sana.

CITTTT.

Lalu,

BUHGGG.

β€œARGGHHH.” Aku mendengar jeritan orang yang kesakitan dan aku langsung membalikan tubuhku.

Tiga orang turun dari mobil hartop berwarna hijau tua. Satu orang membawa balok dan dua orang memapah seseorang yang tidak sadarkan diri, masuk kedalam mobil. Orang yang tidak sadarkan itu tampak mengeluarkan darah segar dari kepala belakangnya dan itu langsung membuat kedua kakiku bergetar dengan hebatnya.

β€œGILAANGG.” Teriakku dan ketiga orang itu langsung masuk kedalam mobil, setelah itu mobil melaju sambil membawa Gilang yang tidak sadarkan diri.

β€œDJIANCOK.!!!” Teriak Mas Pandu yang berlari dari arah kampus, lalu sebuah mobil berhenti disebelah Mas Pandu.

β€œNAIK MAS.” Teriak Mas Adam dan satu lagi kalau tidak salah Mas Arief yang sedang memegang kemudi mobil.

Mas Pandu langsung masuk kedalam mobil, lalu mobil itu melaju mengejar mobil hartop berwarna hijau tua tadi.

β€œHIKS, HIKS, HIKS, HIKS.” Tangisku kembali pecah dengan seluruh tubuhku gemetaran.

Gilang yang sedang berjuang melawan penyakitnya, sekarang diculik dan sebelum dibawa tadi, kepalanya dihantam balok sampai mengeluarkan darah.

Rasa takut dan panic langsung menyelimuti tubuhku, sehingga membuat air mata ini terus mengalir.

Kedua kakiku langsung lemas dan aku terduduk didepan emperan toko.



Pop Joko.

β€œGilang kemana Jok.?” Tanya Zaky yang baru datang dikosanku.

β€œKekampus.” Jawabku sambil melihat ke arah jam dinding.

β€œKok gak diantar.?” Tanya Zaky lagi dan dia langsung duduk diruang tengah.

β€œTadi perginya sama Ratna.” Jawabku sambil melihat ke arah Zaky lalu melihat ke arah jam dinding lagi.

β€œKamu kenapa sih.? Kok kayak orang bingung begitu.?” Tanya Zaky.

β€œGilang belum balik – balik dari tadi.” Jawabku lalu aku mengambil bungkusan rokokku dan mengambilnya sebatang.

β€œKita susul aja ke kampusmu.” Ucap Zaky dan dia langsung berdiri dari duduknya.

β€œYo.” Ucapku lalu aku menghisap rokokku, setelah itu aku berdiri.

Gilang. Manusia satu ini membuat kepalaku terasa mau pecah saja. Kondisinya yang sudah tidak seperti dulu lagi, membuatku harus memutar otak lebih keras lagi.

Aku sudah mencari kesana – kemari obat untuk penyakitnya, tapi hasil yang kudapat nol besar. Aku tidak berputus asa dan sampai detik ini, aku terus mencari pengobatan alternative untuknya.

Konsentrasiku pun terbelah, antara mencari obat dan juga menjaga dia. Bukannya aku tidak percaya Mas Jago, Mas Candra ataupun Zaky, dalam menjaga Gilang. Tapi aku lebih puas kalau aku sendiri yang menjaganya dan memastikan kondisinya.

Zaky. Dia sekarang menjadi salah satu orang terdekatku dan dia selalu ada disaat –saat genting. Terus terang kehadirannya banyak membantuku dan dia menjadi pengganti Gilang, walaupun tidak sesempurna manusia gathel itu.

Zaky itu pembawaannya sebenarnya santai dan tenang. Dia memiliki sedikit kemiripan dengan Gilang, tapi emosinya yang kadang membuatku agak bingung dengan dirinya. Emosinya kadang meledak – ledak, kadang tertahan, kadang sabar dan kadang tidak terkontrol.

β€œAyolah Jok. Kok kamu malah ngelamun sih.?” Ucap Zaky yang mengejutkanku.

β€œIya.” Ucapku dan kami berdua langsung keluar kekosan dan menuju kampus teknik kita dengan menggunakan mobil.

β€œKita gak coba ke Desa Jati Bening lagi kah Jok.?” Tanya Zaky sambil melihat ke arah depan dan focus kepada menyetirnya.

Sudah sering kali Zaky mengajakku bahkan setengah memaksa, untuk kerumah Eyang Ranajaya. Tapi aku malas untuk kembali kesana, karena pasti jawabannya akan tetap saja. Eyang Ranajaya tidak akan membantu kami dan entah apa yang dipikirkan orang tua itu, sampai tidak ingin membantu pengobatan Gilang.

β€œEnggak, percuma aja.” Jawabku singkat dan Zaky sempat melirikku sebentar, lalu melihat ke arah depan lagi.

β€œTerus apa rencanamu hari ini.?” Tanya Zaky dengan suara yang sangat berat sekali.

β€œHiuufftt, huuu.” Aku menarik nafasku dalam – dalam lalu mengeluarkannya perlahan.

β€œBelum tau aku Ky. Aku belum dapat info lagi, tentang pengobatan alternative.” Jawabku dan Zaky langsung menggelengkan kepalanya pelan.

β€œSudah tiga hari ini kita tidak melakukan apapun dan kita tidak kemana – mana Jok.” Ucap Zaky dengan suara yang bergetar dan dia seperti kebingungan sama seperti aku.

Aku pun hanya diam sambil menghisap rokokku dan membuang asapnya lewat jendela samping mobil yang terbuka.

Tampak didepan kami sana, ada sedikit keramaian. Mobil melambat dan aku langsung melihat ke arah sebelah kanan mobil. Seorang wanita menangis, sambil memeluk kedua lututnya. Wanita itu melihat ke arah jalan dengan tatapan mata yang kosong, sementara beberapa orang disekitarnya tidak berani mendekat.

β€œCOK.” Makiku dengan kerasnya dan Zaky langsung menghentikan mobilnya lalu melihat ke arah wanita yang menangis itu.

β€œRatna Jok. Kenapa Ratna itu.?” Tanya Zaky dengan paniknya dan aku langsung turun dari mobil, lalu berlari ke arah Ratna.

β€œRat, Rat. Kamu kenapa Rat.?” Tanyaku ketika aku sudah sampai dihadapannya dan aku langsung bersimpuh dihadapannya.

β€œHiks, hiks, hiks.” Tangis Ratna semakin keras dan itu membuat jantungku berdetak dengan cepatnya.

Aku menoleh kekanan dan kekiri, untuk mencari Gilang.

β€œKamu habis ribut sama Gilang.?” Tanyaku dan Ratna terus menangis.

β€œMana Gilang Rat, Mana dia.?” Tanyaku.

Ratna mengangkat tangan kanannya dengan gemetaran, lalu dia menunjuk ke arah belakangku.

Aku menoleh ke arah belakang dengan jantung yang semakin berdebar, karena aku takut penyakit Gilang kambuh.

Dag, dug, dag, dug, dag, dug.

Bunyi detakan jantungku yang sangat cepat.

Dan pada saat aku menoleh kebelakang, terlihat Zaky berdiri sambil menunduk melihat ke arah aspal jalanan. Air mata Zaky tertumpah dan kedua tangannya terkepal dengan kuatnya. Dia terlihat sangat emosi dan aku langsung melihat ke arah yang dilihat Zaky dan itu arah sama yang ditunjuk Ratna.

Percikan darah terlihat disekitar Zaky dan itu langsung membangkitkan emosi didalam diriku.

Djiancok. Ada apa dengan Gilang.? Apa dia ditabrak dan sekarang dibawa kerumah sakit.? Tapi kalau dia ditabrak, kenapa Ratna hanya duduk disini dan tidak ikut kerumah sakit.? Atau jangan – jangan Gilang berkelahi.? Bajingan.

β€œGilang tadi diculik orang Mas.” Ucap seseorang yang berdiri tidak jauh dari tempat aku bersimpuh ini.

β€œDi, di, diculik.?” Tanyaku yang terkejut dan dengan suara yang bergetar.

β€œIya Mas. Tadi ada beberapa orang yang naik mobil hartop warna hijau tua, yang menculik Gilang.” Sahut yang lain.

β€œKepala belakangnya tadi dipukul pakai balok sampai berdarah, terus dia pingsan dan dimasukan kedalam mobil.” Ucap yang lain lagi.

β€œGILANG. HIKS, HIKS, HIKS, HIKS.” Ratna berteriak dengan histerisnya, lalu dia menangis dengan suara yang sangat keras sekali.

β€œDJIANCOK.” Makiku dengan emosinya, lalu aku berdiri dengan cepatnya.

β€œTERUS KALIAN SEMUA DIAM SAJA.?” Ucapku sambil memandang orang yang ada disekitarku satu persatu.

Mereka semua ketakutan dan menunduk satu persatu. Beberapa orang pun nampak mundur perlahan dan mencoba menjauh dari tempat aku berdiri.

β€œBanyak sekali laki – laki disekitar sini dan gak ada satupun yang mencoba menyelamatkan Gilang.? BAJINGAN KAMU SEMUA.” Ucapku lalu aku memaki mereka semua.

β€œHiks, hiks, hiks, hiks.” Terdengar isakan tangis Ratna dan beberapa wanita langsung mendekat dan merangkulnya.

Aku lalu melihat ke arah Zaky dan wajahnya terlihat semakin emosi. Matanya berkaca – kaca, giginya mengerat dan nafasnya memburu.

β€œKamu tau pelakunya Ky.?” Tanyaku karena Zaky tidak bersuara sama sekali dari tadi.

Zaky tidak menjawab pertanyaanku dan dia langsung membalikan tubuhnya.

β€œZaky.” Panggilku dan dia tidak menghiraukan aku.

Akupun langsung mengejar Zaky dan meninggalkan Ratna yang ditenangkan beberapa wanita.

β€œKamu tau pelakunya.?” Tanyaku sambil memegang pundak Zaky dan menariknya, sampai dia menoleh ke arahku.

β€œIni semua salahku Jok, ini semua salahku.” Ucap Zaky sambil menahan emosinya.

β€œMaksudmu.?” Tanyaku sambil mengerutkan kedua alis mataku..

β€œNanti aku cerita di mobil. Sekarang itu lebih baik kita pergi ketempat dimana Gilang dibawa.” Ucap Zaky dan kedua tanganku langsung terkepal dengan kuatnya.

β€œDjiancok.” Makiku dan Zaky langsung membalikan tubuhnya lalu membuka pintu mobilnya.

Aku berjalan cepat ke arah pintu sebelah kiri, lalu aku membuka pintu itu dan menutupnya dengan keras.

BRAKKKK.

Zaky langsung menyalakan mesin mobilnya, lalu dia menjalankan mobilnya dengan kecepatan yang tinggi.

BRUUMM.

Suasana tegang dan penuh dengan emosi, langsung terasa didalam mobil ini. Aku dan Zaky sama – sama emosi dan siap meledakannya.

β€œKamu ingat orang – orang yang meneror proyek kalian dilapangan.?” Tanya Zaky dan dia menatap ke arah lurus kdepan.

β€œSekarang bukan waktunya kamu bertanya Ky. Sekarang itu kamu harus menjelaskan, siapa penculik Gilang dan bagaimana kamu bisa mengenal mereka.” Ucapku dengan emosinya.

β€œMereka semua teman – temanku Jok.” Ucap Zaky dengan suara bergetar dan itu membuatku sangat terkejut dan bercampur emosi. Kedua tanganku bergetar dan pandanganku langsung mengarah kepada Zaky.

β€œKenapa Ky.? Kenapa.? Berikan aku satu alasan saja, supaya aku tetap menganggapmu sebagai teman.” Ucapku sambil mengepalkan kedua tanganku, lalu melemaskannya dan mengepalkannya lagi.

Jujur aku sangat kecewa dengan Zaky, karena aku sudah menganggapnya lebih dari sekedar teman. Aku bahkan sempat membandingkannya dengan Gilang, tapi ternyata hari ini Gilang diculik oleh teman- temannya dan dia mengetahuinya. Bajingann.

Ada apa sih sebenarnya.? Apa Zaky sudah merencanakannya dari dulu dan dia berpura – pura bersahabat dengan kami.? Apa aku harus menghajarnya sekarang juga.? Djiancok.

β€œKejujujuran.” Jawab Zaky singkat.

β€œKejujuran.?” Tanyaku sambil menoleh ke arahnya dan menatapnya dengan tajam.

Mobil melaju dengan kencang, karena Zaky terus menginjak gas mobilnya dengan kuat. Entah kemana dia membawaku, tapi yang jelas ini mengarah kepinggiran kota ini.

β€œDari awal aku sudah bilang sama kamu, kalau aku mau bersahabat sama kamu dan juga Gilang. Tidak ada tujuan apapun selain bersahabat, apalagi mencelakai Gilang sampai seperti ini.” Jawab Zaky.

β€œKalau niatmu bersahabat dengan kami, kenapa kamu membiarkan teman – temanmu melakukan ini kepada Gilang.? Bajingan.” Tanyaku.

β€œAku gak menyangka kalau mereka sampai nekat melakukan ini kepada Gilang Jok. Aku gak menyangka sama sekali. Asal kamu tau, bisa saja aku berbohong kepadamu tentang kejadian hari ini, tapi aku tidak mau melakukan itu. Sepahit apapun yang harus aku terima, aku harus jujur sama kamu. Sebajingan – bajingannya mereka, mereka itu temanku.” Ucap Zaky dengan emosinya yang tertahan.

β€œAku gak tau ada masalah apa mereka dengan kami, sampai mereka berani menculik dan melukai Gilang yang sedang sakit parah. Dan tujuanku saat ini hanya satu, aku akan menghabisi mereka semua.” Ucapku lalu aku menghisap rokokku, untuk menenangkan pikiranku yang sangat emosi ini.

β€œJangan Jok, jangan.” Ucap Zaky.

β€œBerarti kamu berdiri bersama mereka.?” Tanyaku dan Zaky langsung menoleh ke arahku sejenak.

β€œKalau begitu aku akan menghabisi kamu juga.” Ucapku dan Zaky langsung melihat ke arah depan, lalu menambah kecepatan mobilnya.

β€œCoba kamu berada diposisiku saat ini. Seandainya Gilang yang menculik temanku, apa yang akan kamu lakukan.?” Tanya Zaky dan aku hanya menatapnya dengan tajam.

β€œApa kamu akan membiarkan aku bertarung dengan Gilang atau kamu yang akan berduel dengan Gilang.?” Tanya Zaky lagi.

Cok. Kenapa Zaky membuat pertanyaan seperti ini.? Apa dia tidak rela kalau aku menghabisi teman – temannya dan dia sendiri yang akan melakukannya.?

β€œJok. Teman – temanku yang bajingan itu, telah berbuat kesalahan dengan menculik Gilang. Mereka melakukan itu karena tidak rela kalau aku bersahabat dengan kalian berdua. Mereka tidak ingin aku menjauh, tapi cara mereka salah.”

β€œAku sendiri yang harus memberi mereka pelajaran Jok. Aku sendiri. Tidak ada yang boleh ikut campur. Entah nantinya mereka sekarat atau mati sekalipun, hanya kepalan tanganku sendiri yang boleh melakukan itu.” Ucap Zaky dan tatapan matanya dipenuhi emosi yang menggila.

β€œAku belajar semua ini dari Gilang Jok. Kalau kamu melakukan kesalahan, dia sendiri yang akan menghukummu dan dia pasti akan sakit hati kalau orang lain yang melakukannya.” Ucap Zaky dengan suara yang bergetar dan mata yang berkaca – kaca.

β€œJadi aku mohon sama kamu, biarkan aku sendiri yang melakukannya. Aku akan memberi mereka pelajaran dan pastinya akan lebih sakit dari yang dialami Gilang.” Ucap Zaky dan perlahan tetesan air matanya mulai menetes.

Djiancok. Ini adalah pilihan yang sangat sulit sekali. Zaky terlihat merasa sangat bersalah dengan perbuatan teman – temannya, tapi aku sangat ingin melampiaskan dendamku ini.

Kalau aku mengikuti emosiku saat ini, perkelahianku dengan Zaky tidak akan terhindarkan lagi dan persahabatan yang terjalin pasti akan berantakan seketika. Belum lagi kalau seandainya Gilang tau aku dan Zaky ribut gara – gara permasalahan ini, kemungkinan Gilang pasti akan marah kepadaku. Bajingan.

Ketulusan persahabatan terlihat jelas dimata Zaky. Sesalah apapun teman – temannya, dia yang akan bertanggung jawab. Dia akan membela teman – temannya dan dia juga yang akan menghukum teman – temannya.

Entah aku harus senang atau tidak dengan cara Zaky ini, tapi jujur aku masih tidak terima dengan perlakuan teman – temannya itu.

Beberapa saat kemudian, mobil kami berhenti disebuah rumah yang cukup besar dan letaknya jauh dari permukiman penduduk. Didepan rumah tersebut, ada tiga mobil yang terparkir. Salah satu mobil itu berjenis hartop berwarna hijau tua, sesuai dengan petunjuk dari orang – orang yang ada didekat kampus teknik kita tadi.

β€œAku mohon sekali lagi kepadamu, biarkan aku yang memberi pelajaran untuk teman – temanku.” Ucap Zaky sambil melihat ke arahku, lalu dia mematikan mesin mobilnya.

Aku tidak menjawab ucapan Zaky, tapi aku langsung membuka pintu mobil. Aku segera keluar untuk mencari keberadaan Gilang dan memastikan kondisinya.

Pikiranku yang tadinya agak ragu dengan apa yang aku lakukan setelah ini, sekarang langsung memantapkan sikap. Kalau sampai terjadi apa – apa dengan Gilang, aku tidak akan perduli dengan ucapan Zaky. Aku akan langsung membantai teman – temannya yang bajingan itu dan aku tidak akan memberi maaf bagi mereka semua. Aku tidak perduli dengan apa yang terjadi nanti, yang penting aku akan membanti mereka dulu. Djiancok.

Aku berlari ke arah pintu rumah itu dan Zaky berlari menyusulku.

BAGGHH, BUGGHH, BAGHHH, BUGHHH.

Terdengar suara baku hantam dari dalam rumah dan aku langsung mendobrak pintu yang tertutup itu.

BRUAKKK.

Pintu terbuka dan pemandangan yang mengerikan langsung terlihat diruang tengah. Belasan orang tergeletak tidak sadarkan diri dengan kondisi yang berdarah – darah, sedangkan belasan lainnya mengeroyok tiga orang yang aku kenal.

Perkelahian itupun langsung terhenti dan mereka semua melihat ke arahku yang berdiri didepan pintu.

β€œTiga singa kampus teknik kita.” Ucap Zaky dari arah belakangku, lalu dia berdiri disebelahku.

Tiga orang yang dimaksud Zaky itu adalah Mas Pandu, Mas Arief dan Mas Adam. Mereka bertiga seperti singa - singa yang melawan kumpulan hyena yang mengeroyok mereka.

β€œItu temanmu Jok.?” Tanya Mas Pandu dengan tatapan yang mengerikan, sambil menunjuk ke arah Zaky.

Wajah Mas Pandu masih terlihat mulus, sementara Mas Arief dan Mas Adam sudah berdarah – darah.

Aku tidak menjawab pertanyaan Mas Pandu dan aku hanya memandang sekeliling, untuk mencari keberadaan Gilang.

Pandanganku langsung tertuju pada seseorang yang terduduk dengan kedua kaki berselonjor dan punggung yang menyandar didinding. Wajahnya memucat dan tidak ada goresan luka sedikitpun disana. Orang itu langsung melihat ke arahku dan dia menganggukan kepalanya pelan. Dia seperti mengkodeku agar tetap tenang dan bersabar dengan emosiku ini.

Orang itu adalah Gilang Adi Pratama.

β€œGilang.” Gumamku pelan dan dengan suara yang bergetar.

Aku langsung berlari ke arahnya dan tidak menghiraukan orang – orang yang melihat ke arahku.

β€œKoen gak po – po cok.? Koen gak po – po ta.?” (Kamu gak apa kah cok.? Kamu gak apa kah.?) Ucapku dengan paniknya dan aku langsung bersimpuh disebelahnya.

Aku pegang pundak Gilang sebelah kanan menggunakan tangan kiriku dan Gilang menoleh ke arahku pelan, dengan tubuh yang sangat lemas dan bagian dinding tepat belakang kepala Gilang bersandar, terlihat bercakan darah segar.

Djiancok. Ini pasti karena bekas hantaman balok yang diceritakan orang – orang tadi.

β€œHu, hu, hu, hu.” Emosiku langsung terbakar, ketika aku mencium darah segar Gilang.

Jiwa membunuhku langsung bangkit dan aku ingin membantai manusia – manusia keparat itu. Bajingan.

β€œDjiancok.” Ucapku pelan, tapi dengan emosi yang sangat luar biasa.

Aku menoleh ke arah teman Zaky yang masih berdiri dan aku ingin membunuh mereka semua sekarang juga.

β€œSa, sa, sabar Jok.” Ucap Gilang terbata dan dia langsung memegang punggung tangan kiriku yang masih berada dipundaknya, dengan tangan kirinya.

Telapak tangan Gilang terasa dingin dan aku langsung melihat ke arahnya. Gilang berusaha tersenyum dengan bibirnya yang terlihat agak membiru.

β€œTak pateni wong – wong iku cok, tak pateni.” (Kubunuh orang – orang itu cok, ku bunuh.) Ucapku dengan suara yang bergetar dan mata yang berkaca – kaca.

Gilang menggelengkan kepalanya pelan dan aku hanya bisa menunduk, dengan air mata yang mulai mentes dipipiku. Aku yang sangat emosi ini, tidak bisa mengeluarkan semua energy yang ada didalam tubuhku.

Aku hanya bisa menangis, karena aku merasa menjadi orang yang tidak berguna sama sekali. Aku tidak bisa menjaga Gilang, padahal dia kondisinya sedang sakit parah. Aku tidak bisa melindunginya, ketika para keparat itu menculiknya. Aku tidak bisa melampiaskan amarahku, padahal para keparat itu berdiri tidak jauh dari aku. DJIANCOK.

β€œTiga singa dari kampus teknik kita.” Ucap Zaky dan aku lansgung melihat ke arahnya. Zaky berjalan pelan ke arah Mas Pandu, Mas Adam dan Mas Arief. Kelihatannya dia tidak terima teman – temannya dibantai dan dia ingin membalas dendam kepada ketiga singa kampus teknik kita itu.

β€œKalian sudah tidak muda lagi. Kalian sekarang hanya tiga ekor singa tua dan harusnya kalian bertiga beristirahat dikosan, sambil menyelesaikan tugas akhir dengan tenang.” Ucap Zaky ketika sudah berdiri dihadapan Mas Pandu.

β€œTeman - temanmu sudah mengusik salah satu keluarga kami dan mereka semua harus menanggung akibatnya, termasuk kamu.” Ucap Mas Pandu sambil menunjuk wajah Zaky dan teman - teman Zaky yang masih berdiri, langsung mendekat kebelakang Zaky.

β€œSebenarnya tadi itu aku berencana akan menghukum teman – temanku dengan kepalan tanganku sendiri. Tapi karena kalian sudah berani menyentuh mereka duluan, mau tidak mau aku akan membantai kalian bertiga dulu, setelah itu baru aku akan memberi pelajaran teman – temanku ini.” Ucap Zaky sambil mengepalkan kedua tangannya.

Bajingan Zaky ini. Dia berani berbicara seperti itu kepada Mas Pandu, padahal hari itu dia bersama anak – anak black house pernah dibantai oleh penghuni pondok merah. Apa dia mau nyetorkan nyawa.? Kenapa dia tidak menyerahkan teman – temannya itu, biar menjadi urusan kami disini.

Tapi sebentar dulu. Bagaimana Mas Pandu, Mas Arief dan Mas Adam sampai disini.? Terus kalau mereka bertiga sampai bertarung dengan Zaky, aku harus berada diposisi mana.? Walaupun aku kurang respek dengan mereka bertiga, para dedengkot pondok merah itu sudah datang terlebih dahulu dan menyelamatan Gilang dari para bajingan – bajingan ini. Kalau urusan dengan para bajingan ini, aku tidak perduli. Mau dibantai atau dibunuh sekalipun aku akan membiarkannya. Tapi bagaimana kalau berurusan dengan Zaky.? Bajingan.

β€œHajar mereka.” Teriak salah satu orang dibelakang Zaky.

Zaky yang terkejut mendengar teriakan itu, langsung menoleh ke arah teman – temannya.

β€œBlack, tahan.” Ucap Zaky yang mencoba menahan orang yang berteriak itu, tapi belasan orang lainnya langsung maju dan menyerang tiga singa tua yang berdiri tidak jauh dari hadapan Zaky.

BAGGHH, BUGGHH, BAGHHH, BUGHHH.

BAGGHH, BUGGHH, BAGHHH, BUGHHH.

Tiga singa tua itu menyambut belasan orang itu dengan serangan yang menggila.

Mas Pandu menggunakan kedua kepalan tangannya, untuk meninju orang – orang yang ada dihadapannya.

BAGGHH, BUGGHH, BAGHHH, BUGHHH.

BAGGHH, BUGGHH, BAGHHH, BUGHHH.

Mas Arief dan Mas Adam yang sudah berdarah – darah, mengamuk dan menjatuhkan lawan - lawannya.

BAGGHH, BUGGHH, BAGHHH, BUGHHH.

BAGGHH, BUGGHH, BAGHHH, BUGHHH.

Zaky yang melihat kejadian itu terlihat sangat marah sekali. Entah dia marah karena teman – temannya tidak mendengarkan ucapannya atau karena teman – temannya mulai terbantai satu – persatu.

β€œLang.” Ucapku sambil menoleh ke arah Gilang, yang menatap lurus ke arah petermpuran.

Matanya terlihat berkaca – kaca dan wajahnya terlihat sangat sedih sekali. Kalau aku tebak, Gilang seperti merasa bersalah dengan pertempuran ini dan dia tidak mampu menghentikannya.

β€œKenapa pertempuran ini harus terjadi Jok.? Kenapa.? Ini membuat hatiku sangat sakit sekali, apalagi pertempuran ini terjadi karena aku.” Ucap Gilang dengan suara yang bergetar.

BAGGHH, BUGGHH, BAGHHH, BUGHHH.

BAGGHH, BUGGHH, BAGHHH, BUGHHH.

Ucapan Gilang yang terdengar menyedihkan itu, di iringi dengan suara baku hantam yang semakin membuat suasana menjadi sangat sedih sekali.

β€œAku gak tau alasan mereka menculikku dan membawaku ketempat ini. Aku tidak dendam atau marah dengan mereka semua.Tapi kalau boleh aku memilih, lebih baik aku mati dan tidak ada orang yang saling berkelahi karena aku.” Ucap Gilang sambil memegangi dadanya dan itu langsung membuat amarahku memuncak.

β€œDjiancok. Lambemu lek ngomong cok.” (Djiancok. Mulutmu kalau ngomong cok.) Ucap dengan emosinya, karena kata – kata Gilang itu sangat menyakiti hatiku.

β€œKate gak dendam, iku urusanmu cok. tapi ra usah guyon ambe nyowo cok.” (Mau gak dendam, itu urusanmu cok. Tapi jangan bercanda dengan nyawa cok.) Ucapku sambil melotot ke arahnya.

BAGGHH, BUGGHH, BAGHHH, BUGHHH.

BAGGHH, BUGGHH, BAGHHH, BUGHHH.

β€œAwakmu kate mati a.? Matio cok, matio. Tapi sakdurunge awakmu mati, patenono aku disek cok. Patenono aku. Bajingan.” (Kamu mau matikah.? Mati sana cok, mati sana. Tapi sebelum kamu mati, bunuh aku dulu cok. Bunuh aku. Bajingan.) Ucapku dengan emosinya, sambil menatapnya dengan tajam.

BAGGHH, BUGGHH, BAGHHH, BUGHHH.

BAGGHH, BUGGHH, BAGHHH, BUGHHH.

β€œJangan pernah melawan takdir dari Sang Pencipta Jok. Jangan. Hidup dan matimu sudah diatur olehNya, jadi jangan berkehendak sendiri.” Ucap Gilang dengan tatapan sayunya.

β€œTerus takdire uripku dewean.? Ngono a.? Djiancok.” (Terus takdirnya hidupku sendirian.? Begitukah.? Djiancok.) Makiku.

β€œSemua tergantung dari bagaimana caramu menjalani kehidupan ini Jok. Kamu mau hidup sendiri atau kamu mau hidup berdampingan dengan yang lain.” Ucap Gilang lalu dia melihat ke arah pertempuran yang semakin menjadi.

BUHGGGG, BUMMMMM.

Mas Adam terkena sebuah tinjuan dari arah dagunya dan itu langsung membuat Mas Adam roboh dan tidak sadarkan diri.

BUHGGGG, BUMMMMM.

Sebuah tinjuan mengenai rahang Mas Arief dan Mas Arief juga langsung tumbang dilantai ruangan ini.

Bajingan. Kedua serangan itu dilakukan oleh Zaky dan dia berhasil merobohkan dua orang dedengkot kampus teknik kita bersamaan. Djiancok.

Seluruh teman – teman Zaky telah tumbang dan sekarang yang berdiri diruangan ini tinggal Mas Pandu dan Zaky saja.

Pelipis, hidung dan mulut Zaky mengeluarkan darah, sedangkan Mas Pandu hanya mengeluarkan sedikit darah ditepi bibirnya. Tapi walaupun Zaky terlihat parah seperti itu, dia berdiri tegak dan siap melawan Mas Pandu.

Cok. Bagaimana bisa Zaky menjadi kuat seperti ini.? Kenapa waktu penyerangan kos black house, Zaky tidak menjadi sekuat sekarang.? Apa karena situasi yang sangat membangsatkan ini dan itu membangkitkan sisi lain dari jiwa Zaky sang predator.?

β€œTinggal kita berdua yang berdiri ditempat ini dan harus menyisakan satu orang saja.” Ucap Zaky sambil menatap tajam ke arah Mas Pandu.

β€œGak usah banyak bicara kamu.” Ucap Mas Pandu sambil membersih kan darah ditepi bibirnya.

β€œDan satu orang yang tetap berdiri itu hanya aku.” Ucap Zaky yang tidak menghiraukan ucapan Mas Pandu, lalu dia melayangkan pukulannya ke arah wajah Mas Pandu.

WUTTT, WUUTT, WUUTT.

Mas Pandu menghindari pukulan Zaky yang sangat kuat dan cepat itu.

WUTTT, WUUTT, WUUTT.

Zaky yang terbawa emosinya itu, terlalu terburu – buru menyerang dan Mas Pandu dengan mudah menghindarinya. Kalau saja saja Zaky lebih tenang, bisa saja Mas Pandu bernasib sama seperti Mas Adam dan Mas Arief yang masih tergeletak dilantai.

WUTTT, WUUTT, WUUTT.

Mas Pandu terus menghindar dan terlihat mencari celah untuk membalas serangan Zaky.

WUTTT, WUUTT, WUUTT.

Mas Pandu menunduk menghindarai tinjuan Zaky dari arah kirinya. Tangan kanan Zaky yang melewati atas kepala Mas Pandu, membuat bagian ketiak bawah sebelah kanannya terbuka dan itu celah bagi Mas Pandu untuk melancarkan serangannya.

Lalu dengan sekuat tenaga, Mas Pandu meninju bagian bawah ktiak Zaky yang terbuka, menggunakan kepalan tangan kirinya.

BUHHHGGG.

β€œARGGHH.” Zaky berteriak kesakitan dengan tubuh yang melengkung ke arah kanan.Mas pandu.

BUHHGGGG.

Mas Pandu menyambutnya dengan hantaman diwajah sebelah kiri Zaky, dengan kepalan tangan kanannya yang kuat itu.

β€œAARGGHHH.” Zaky berteriak kesakitan lagi, dengan tubuh yang oleng kesebelah kiri.

Lalu.

BUHHHGGG, BUHHHGGG, BUHHHGGG, BUHHHGGG, BUHHHGGG.

Mas Pandu melayangkan pukulannya bertubi – tubi ke arah wajah, dada dan perut Zaky dengan brutalnya.

BUHHHGGG, BUHHHGGG, BUHHHGGG, BUHHHGGG, BUHHHGGG.

Zaky tidak berdaya dan darah kembali keluar dari wajah Zaky.

Cukup, cukup. Zaky tidak tau apa – apa dan dia tidak berhak mendapatkan hukuman yang seperti ini. Kalau hanya mau memberinya pelajaran, cukup beri beberapa kali pukulan saja.

Bantai itu teman – teman Zaky yang terkapar dan bunuh mereka semua, sampai Mas Pandu puas. Tapi jangan Zaky, jangan dia.

BUHHHGGG, BUHHHGGG, BUHHHGGG, BUHHHGGG, BUHHHGGG.

Melihat sahabatku yang sudah tidak berdaya tapi terus mendapat serangan dari Mas Pandu, membuat darahku mendidih dan aku langsung berdiri dengan cepatnya.

β€œJok.” Ucap Gilang tapi aku tidak menghiraukannya.

BUHHHGGG, BUHHHGGG, BUHHHGGG, BUHHHGGG, BUHHHGGG.

Tubuh Zaky tersandar didinding, lalu.

Mas Pandu membalikkan tubuhnya, lalu mengarahkan tendangan balik ke arah wajah samping kanan Zaky menggunakan tumit kanannya dengan kuat.

BUHGGGG.

Zaky pun langsung roboh dengan wajah sebelah kiri menghantam lantai dengan sangat keras.

JEDUUKKK, BUUMMMM.

β€œMAS PANDU.!!!” Teriakku dan Mas Pandu langsung menoleh ke arahku, dengan tatapan mata yang dipenuhi amarah dan emosi yang menggila.



#Cuukkk. Apakah ini akhir dari segalanya.? Apakah semua harus selesai disini atau justru baru dimulai ditempat ini.? Apakah sahabat akan menjadi musuh, atau musuh yang akan menjadi sahabat.? Apakah orang lain akan benar – benar menjadi pasangan hidup, atau pasangan hidup yang akan menjadi orang lain.? Ahhh. Semesta ini memang penuh dengan misteri kehidupan dan hanya Sang Pemilik Hidup yang tau segalanya.
 
Selamat malam Om dan Tante.

Maaf kalau updetannya telat, karena RLnya lagi padat banget.
Semoga updetannya bisa dinikmati dan jangan lupa saran serta masukannya.

Mohon maaf kalau ada salah tulis dan selamat berkahir pekan.

Salam Hormat dan Salam Persaudaraan.

:beer::beer::beer:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd