Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT I M P I A N 2

Selamat malam menjelang pagi..

Mohon maaf atas keterlambatan updetannya.
Dan mohon maaf juga kalau banyak typonya.

Setelah ini ada mission impossible.
Menamatkan cerita ini dan membuat cerita untuk LKTCP 2021.
Impossible nya, belum ada yang diketik dua - duanya dan harus selesai dalam dua hari..
Semoga bisa, kalau gak bisa ya mohon dimaafkan..
:Peace:

Akhir kata, selamat menikmati dan semoga diterima.
Jangan lupa saran dan masukannya.

Salam Hormat dan Salam Persaudaraan.
:beer::beer::beer:
Semangattttt
 
Setelah pernikahan Gilang & Ratna tiba2 jd rame banget yaa???
Aku hanya bisa mengucapkan :
SELAMAT MENEMPUH HIDUP BARU
UNTUK GILANG DAN RATNA
SEMOGA MENJADI KELUARGA YG SAKINAH MAWADAH WA RAHMAH
diiringi dengan derai AIR MATA dan kontol yg ngaceng hak hak hak ...
Nguaceng kok sambil nangis .. Opok iso???? 🤣🤣🤣 jiancuukkk apdate 🤣🤣🤣
 
“Papah dan Mamah setuju kok.” Ucap seseorang dibelakangku dan aku langsung menoleh kebelakang.

Sepasang suami istri yang bergandengan tangan, tampak berdiri sambil tersenyum ke arah kami berdua. Sang suami berwajah ganteng seperti bule, sementara yang perempuan berwajah cantik khas pulau ini.

“Papah, Mamah.” Ucap Ratna dengan wajah yang terkejut, sekaligus bahagia.

Waw. Ini kedua orang tua Ratna.? Gila. Pantas aja Ratna berwajah cantik, rupanya kedua orang tuanya sangat rupawan seperti ini.

“Sayang.” Ucap Mamahnya Ratna, sambil melepaskan pegangan tangannya ditangan suaminya, lalu beliau merentangkan kedua tangannya ke arah Ratna.

“Mamah.” Ucap Ratna dengan mata yang berkaca – kaca, lalu dia berlari dan memeluk Mamahnya dengan erat.

“Hiks, hiks, hiks, hiks. Kangen.” Ucap Ratna dan Mamahnya langsung membelai rambut Ratna pelan.

“Makin cantik aja anak Mamah ini.” Ucap Mamahnya dengan suara yang sangat lembut sekali.

“Iya Mah.” Ucap Papahnya Ratna, lalu beliau memeluk Ratna dan juga istrinya bersamaan.

Pelukan itu memperlihatkan kasih sayang dan juga cinta yang sangat luar biasa. Aku sampai tidak bisa berucap apapun dan aku hanya bisa melihat pemandangan yang penuh dengan cinta ini.

Djiancok. Apa aku bisa mencintai Ratna, seperti yang ditunjukan Papahnya itu.? Apa aku bisa menyayangi Ratna, seperti kasih sayang beliau berdua.? Apa aku bisa memberikan perhatian, tanpa ada kekurangan sedikitpun seperti kedua orang tuanya.?

Hiuufft, huuuu.

Papah Ratna melepaskan pelukannya, sambil melihat ke arahku. Beliau lalu berjalan ke arahku dan menjulurkan tangan kanannya ke arahku.

“Hartono, Hartono Van Gerrit.” Ucap Papahnya Ratna memperkenalkan diri dan aku langsung menyambutnya, sambil mencium punggung tangan beliau.

“Gilam Om. Gilang Adi Pratama” Ucapku setelah mencium punggung tangan beliau dan aku mengucapkannya dengan sangat sopan sekali.

Tapi entar dulu. Nama beliau tadi apa.? Hartono Van Gerrit.? Kok sama dengan nama belakang Rendi sih.? Apa Ratna dan Rendi itu punya hubungan saudara.? Tapi kenapa mereka berdua bersikap biasa aja dan Ratna atau Rendi tidak pernah bercerita kepadaku.?

“Kok manggilnya Om sih.? Katanya mau menikah dengan putri saya, kok manggil saya begitu.?” Ucap Papahnya Ratna dan aku langsung tersipu malu.

“Ma, ma, maaf Pah.” Ucapku dengan agak kaku, karena aku sangat malu sekali.

“Mas, Mba, kok gak langsung masuk.” Ucap Pak Tomo yang berdiri didekat pintu rumahnya.

“Aku masih mau kenalan sama calon menantuku Tom.” Ucap Papahnya Ratna.

“Nanti lagi aja kenalannya. Sekarang masuk dulu, karena acaranya mau dimulai.” Ucap Pak Tomo.

“Kalian berdua juga cepat masuk.” Ucap Pak Tomo kepadaku dan juga Ratna yang sedang dirangkul mamahnya.

“Satu menit.” Ucap Papahnya Ratna ke Pak Tomo, lalu melihat ke arahku.

“Oke.” Jawab Pak Tomo lalu beliau masik kedalam rumahnya lagi.

“Beri aku satu alasan, agar aku tidak menyesal telah menyetujui hubunganmu dengan putriku.” Ucap Papahnya Ratna dan itu semakin membuatku grogi.

Aku menarik nafasku dalam – dalam, lalu mengeluarkannya perlahan.

“Saya mencintai Ratna Pah.” Jawabku dan terlihat wajah Papahnya Ratna seperti tidak puas dengan jawabanku.

“Kebahagiaan, kehangatan, dan perhatian, itu bagian dari cinta dan saya akan berusaha mencurahkan semuanya untuk Ratna.”

“Mungkin cinta saya tidak sesempurna seperti yang Papah dan Mamah berikan untuk Ratna. Tapi sebagai calon pasangan hidup dari putri tersayang Papah, saya berjanji akan berusaha untuk membahagiakan Ratna, demi kesempurnaan cinta kami Pah.” Ucapku dan Papah Ratna langsung memelukku dengan erat.

Ratna yang melihat Papahnya memelukku, langsung menitikkan air matanya, dirangkulan Mamahnya.

“Semoga bahagia selalu menyertaimu nak.” Ucap Papah Ratna dengan suara yang bergetar, sambil menepuk punggungku pelan.

Beliau lalu melepaskan pelukannya dan giliran Mamah Ratna yang mendekat ke arahku.

“Menikah itu bukan hanya menerima kebaikan dari pasangan, tapi juga menerima hal yang paling buruk.”

“Jujur dan saling menguatkan, adalah cara yang terbaik dalam mengarungi biduk rumah tangga Nak.” Ucap Mamahnya Ratna dan aku hanya mengangguk pelan.

“Mamah tau, hari ini acaranya hanya untuk lamaran saja. Tapi tidak salahkan kalau Mamah menitip pesan seperti ini.?” Tanya Mamahnya Ratna kepadaku.

“Enggak Mah. Justru Gilang sangat berterimakasih, karena nasehat mamah ini sangat berguna sekali bagi Gilang.” Ucapku dan Mamah Ratna langsung tersenyum.

Aku meraih tangan kanan beliau lalu aku menciumnya dan Mamah Ratna langsung mengecup keningku, seperti Ibuku mengecup kening Ratna tadi.

CUUPPP.

“Kita masuk sekarang.” Ucap Papahnya Ratna.

Papahnya Ratna langsung merangkul Ratna dan berjalan masuk kedalam rumah. Sementara Mamahnya Ratna yang berdiri dihadapanku, langsung merangkul lengan kiriku dan mengajakku masuk kedalam rumah juga.

Didalam ruangan rumah Pak Tomo, keluargaku yang laki – laki duduk lesehan diruang tamu, sementara yang perempuan duduk diruang tengah. Pak Tomo tampak duduk didekat Bapakku dan Papahnya Ratna langsung menyalami seluruh keluargaku.

Mamahnya Ratna melepaskan rangkulannya ditanganku, lalu mendekat ke arah Ibuku sambil menggapai tangan Ratna yang terlihat malu.

Suasana sedikit tegang terlihat diwajah seluruh keluargaku, begitu juga Pak Tomo. Mereka semua tadinya mengobrol santai, tapi ketika Papahnya Ratna masuk, semua orang jadi terdiam dan tidak ada yang berbicara satupun.

“Jadi bagaimana ini.?” Tanya Papahnya Ratna dan beliau duduk disebelah Pak Tomo, sementara aku langsung duduk disebelah Joko.

“Mohon maaf Mas. Perkenalkan nama saya Darman. Saya Bapak dari Gilang Adi Pratama. Saya datang bersama keluarga besar saya, untuk melamar ananda Ratna.” Ucap Bapakku tanpa basa – basi, yang langsung kepada tujuan kedatangan kami kerumah ini.

“Cok. Bapak kok langsung ngomong begitu.? Kenapa gak pakai acara basa – basi dulu.?” Bisik Joko kepadaku.

“Bapakku kok.” Jawab Damar yang duduk disebelah kanan Joko, sementara aku disebelah kiri Joko.

“Assuu.” Maki Joko ke Damar, dengan suara yang sangat pelan sekali.

“Oh. Ini acara lamaran aja ya.?” Tanya Papahnya Ratna dan se isi rumah ini langsung tertuju kepada beliau.

“Maksudnya bagaimana Mas.?” Tanya Pak Tomo ke Papahnya Ratna.

“Ya saya kira langsung menikah, soalnya kami kan harus balik kenegeri kincir angin secepatnya.” Jawab Papahnya Ratna dan kami semua langsung terkejut dibuatnya.

“Cok. Kok enak nasibmu cok.” Bisik Joko dan aku tidak menghiraukannya.

“Kalau sampean berkenan menerima lamaran kami dan meminta hari ini juga pernikahannya, keluarga kami sangat senang sekali Mas.” Ucap Bapakku dan seluruh keluargaku langsung tersenyum mendengarnya.

“Bajingan. Koen rabi dino iki cok.” (Bajingan. Kamu menikah hari ini cok.) Bisik Joko lagi kepadaku dan aku tetap tidak menghiraukannya.

Pandanganku langsung tertuju ke Ratna. Wajahnya terlihat bahagia, dengan senyum yang mengambang dibibir dan mata yang berkaca – kaca.

“Sikat wes.” (Sikat sudah.) Ucap Joko yang terus saja bersuara.

Dadaku langsung berdetak dengan kencang dan keringat dingin langsung keluar di keningku. Bukan karena penyakitku yang kambuh, tapi karena suasana ini semakin menegangkan bagiku.

Semalam Bapak memang berencana untuk langsung menikahkan aku, tapi itu hanya sekedar permintaan kepadaku dan bukan keharusan. Ucapan Papah Ratna ini seolah mengaminkan ucapan Bapak semalam dan sekarang Bapak terlihat sangat senang sekali.

Terus bagaimana ini.? Apa hari ini aku benar – benar akan menikah dengan Ratna.?

Bukannya aku tidak senang atau bahagia, bukan seperti itu. Tapi apa ini tidak terlalu cepat.? Aku dan Ratna kan belum mempersiapkan segalanya. Terus bagaimana dengan kelanjutan tugas akhir kami.?

Djiancok. Kok aku malah mikirin tugas akhir sih.? Nikah yang sudah didepan mata ini yang seharusnya aku pikirin. Bajingan.

“Ya sudah Mas. Kalau begitu kita nikahkan aja sekarang. Nunggu apa lagi.?” Ucap Papahnya Ratna kepada Bapakku dan itu semakin membuat dadaku berdetak dengan cepat.

“Benar juga Mas. Rukun dan syarat nikahnya kan sudah lengkap. Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk menunda pernikahan ini.” Sahut Bapakku.

“Ada mempelai laki – laki, ada mempelai perempuan, ada wali nikah untuk mempelai perempuan dan diruangan ini pasti ada yang mau menjadi sebagai saksi nikah, terus proses nikah. Bereskan.?” Ucap Bapakku lagi dengan tenangnya.

“Beres Pak.” Sahut Mas Candra, Mas jago dan juga Joko dengan kompaknya.

Cok. Jadi aku beneran akan menikah hari ini.? Gak bercanda kan.?

“Ba, bagaimana dengan mahar untuk nikahnya Pak.?” Tanyaku dan entah kenapa aku berani bertanya seperti ini.

“Mahar apa yang bisa kamu siapkan saat ini.?” Tanya Papahnya Ratna dengan santainya.

“Kenapa kamu bingung.? Itu sudah ada seperangkat alat untuk ibadah, jadi untuk apa lagi kamu bertanya.?” Sahut Pak Tomo.

“Ya sudah, kita mulai saja akad nikahnya.” Ucap Papah Ratna dan lagi – lagi ucapan beliau membuatku terkejut.

Cok. Semudah itukah urusan untuk pernikahan.? Apakah tidak ada ritual atau persyaratan yang harus aku jalani dan aku penuhi.?

Tapi kalau dipikir – pikir, menikah itu ya memang seperti itu. Apa coba persyaratan yang kurang.? Gak ada kan.? Apa harus mengadakan digedung mewah dan menyebar ribuan undangan.? Apa harus sampai mengeluarkan uang yang bertumpuk dan menyibukan banyak orang.? Enggak perlu kan.? Lebih baik uang itu digunakan untuk membeli rumah atau modal usaha. Gak perlu bermewah - mewah, tapi ujungnya hanya berbicara gengsi. Djiancok.

“Lang.” Panggil Papahnya Ratna yang mengejutkanku dari lamunan.

“Ya Pah.” Jawabku.

“Cok. Papah.? Sejak kapan kamu manggil Bapaknya Ratna dengan sebutan Papah.?” Bisik Joko dan Damar langsung menyenggol lutut Joko.

“Maju kemari.” Ucap Papahnya Ratna dan aku langsung melihat ke arah Bapakku, lalu melihat ke arah Ibu.

Kedua orang tuaku mengangguk pelan dan seperti menyuruhku agar duduk dihadapan Papahnya Ratna.

Untuk kesekian kalianya, aku menarik nafasku dalam – dalam untuk menenangkan hatiku yang sangat tegang ini. lalu setelah agak tenang, aku berdiri perlahan lalu berjalan ke arah Ibuku.

Aku bersimpuh dihadapan Ibuku dan aku langsung mencium punggung tangan orang yang sudah melahirkan aku kedunia ini. Tidak ada kata yang sanggup aku ucapkan dan hanya air mataku yang membasahi tangan beliau ini yang menjadi ucapan permohonan restuku.

Ibuku tidak mengeluarkan sepatah katapun dan beliau hanya membelai kepalaku pelan.

Aku lalu meminta restu kepada Bapak, ke empat Mbahku, kedua adikku dan teman – temanku. Setelah selesai meminta restu, aku langsung duduk bersila dihadapan Papahnya Ratna.

“Nak. Duduk disebelah calon suamimu.” Ucap Papahnya Ratna kepada Ratna.

Ratna lalu meminta restu kepada Ibunya, Pak Tomo dan juga istrinya. Ratna juga meminta restu kepada Papahnya, lalu dia duduk disebelahku.

Istri Pak Tomo berdiri, lalu memasangkan sebuah kain selendang untuk menutupi kepalaku dan juga kepala Ratna.

“Baiklah. Sekarang kita akan memulai akad nikah ini dan saya sendiri yang akan menikahkan putri saya.” Ucap Papahnya Ratna dengan suara yang bergetar.

“Seisi ruangan ini akan menjadi saksi pernikahan ini dan semoga kita semua diberi kemudahan oleh Sang pencipta.” Ucap Papahnya Ratna, sambil menjulurkan tangan kanannya kepadaku.

Dengan tangan yang agak bergetar, aku menyambut tangan kanan Papahnya Ratna dan beliau langsung menggenggam tanganku.

“Saya nikahkan engkau Ananda Gilang Adi Pratama Bin Darman, dengan anak saya yang bernama Ratna Silvi Juwita Binti Hartono Van Gerrit dengan mas kawin berupa seperangkat alat ibadah dibayar tunai.” Ucap Papahnya Ratna sambil menatapku dan mengeratkan gengaman tangannya.

Aku menarik nafasku, lalu aku mengucapkan kalimat yang akan menjadi pembuka jalan hidup baruku.

“Saya terima nikahnya Ratna Silvi Juwita Binti Hartono Van Gerrit dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.” Ucapku dengan sekali tarikan nafas dan aku mengucapkannya dengan tegas.

“SAH.” Teriak Joko, Damar, Mas Candra dan Mas Jago dengan kompaknya.

“Huuuu.” Aku hembuskan nafas panjangku, dengan sedikit bergetar.

Papah Ratna melihatku dan aku langsung membungkuk, lalu mencium punggung tangan beliau yang masih aku genggam.

“Hiks, hiks, hiks.” Terdengar isakan tangis Ratna dan aku langsung menegakkan tubuhku, lalu melihat ke arah Ratna.

Aku rapikan rambutnya yang terurai dan aku selipkan ditelinga kanannya.

Ratna menoleh ke arahku, di iringi dengan suasana yang hening diruangan ini. Tidak ada yang bersuara dan semua hanya menundukan kepala. Perlahan Ratna menggeser tubuhnya, sampai duduk menghadap ke arahku.

“Kamu tau, sebenarnya kemarin sore aku lebih memilih diam dan tidak mengeluarkan isi hatiku, karena aku takut kamu akan terluka nantinya.” Ucapku sambil memegang tangan kanannya dan meremasnya pelan.

“Tapi ternyata diamku salah dan itu justru menyakiti perasaanmu. Dan bukan hanya kamu, tapi semua orang yang menyayangi aku.”

“Aku bodoh, karena aku berpikir semuanya akan baik – baik saja nantinya. Tapi ternyata sekali lagi aku salah, salah karena cintamu benar – benar luar biasa.”

“Terimakasih sudah mencintaiku dan terimakasih sudah menerima aku sebagai suamimu.”

“Terimakasih sudah melengkapi ketidaksempurnaanku, dengan sempurnanya cintamu.” Ucapku lalu aku mengangkat punggung tangan kanan Ratna, setelah itu aku mencium telapak tangannya dengan lembut.

CUUPPP.

Aku pegang jemari lentik istriku ini dengan tangan kiriku, sambil merogoh kotak kecil dikantong depan celananku.

Tap.

Aku buka kotak cincin itu, lalu aku ambil cincin bermata biru muda dan aku langsung memasang cincin itu diujung jari manis Ratna.

“Aku menyayangi kamu hari ini, esok dan seterusnya.” Ucapku, lalu dengan tangan yang bergetar, aku mendorong cincin itu masuk kejari manis Ratna.

Cincin itu terpasang sempurna dan sangat pas dijari lentik Ratna.

Ratna memegang telapak tangan kananku dengan kedua tangannya, setelah itu dia mengecup punggung tanganku pelan.

CUUPPP.

Air matanya menetes dan membasahi punggung tangan kananku dan aku langsung membelai rambutnya pelan.

“Ratna tidak tau apa artinya cinta. Yang Ratna tau, Ratna hanya merasa nyaman ketika Ratna berada disamping Mas.” Ucap Ratna sambil menegakan tubuhnya dan menatapku dengan lingan air matanya.

“Kita sama – sama tidak sempurna dan semoga ikatan ini yang akan menyempurnakan ketidak sempurnaan kita.”

“Mohon maaf, Ratna tidak bisa merangkai kata – kata yang indah, untuk mewakilkan kebahagiaan didalam hati ini.”

“Terimakasih atas kebahagiaan yang Mas berikan, dan Ratna yakin masih banyak kebahagiaan lain yang akan menanti Ratna esok hari.” Ucap Ratna sambil menatap mataku.

Mamah Ratna langsung mendekat dan menyerahkan sebuah kotak kecil kepada Ratna. Ratna yang terkejut itu langsung menerima kotak kecil itu dan langsung membukanya.

Sebuah cincin bermata bening terselip ditengah kotak dan Ratna langsung mengambilnya, sambil menatap Mamahnya.

Mamahnya mengangguk dan seperti mengkode Ratna untuk memakaikannya untukku. Ratna langsung melihat ke arahku dan memegang jari manis tangan kananku.

“Bimbing Ratna Mas. Bimbing Ratna kejalan yang akan kita lalui bersama.” Ucap Ratna sambil memasangkan cincin dijariku dan aku menyambutnya dengan mengecup keningnya dengan lembut.

CUUPPP.

Itu sekelumit cerita dihari yang sangat membahagiakan bagiku, bagi Ratna dan bagi mereka yang menyayangi kami berdua.

Tidak ada kemewahan, tapi terasa sangat istimewa. Tidak ada kemeriahan, tapi terasa sangat meriah. Tidak banyak orang, tapi terasa banyak doa yang mengelilingi aku.

Hari ini adalah hari bahagiaku, sekaligus hari yang paling menyedihkan yang pernah aku jalani. Wajah seluruh orang dirumah Pak Tomo terlihat tersenyum, tapi tatapan mereka tidak bisa membohongi aku.

Aku tidak bisa melarang mereka untuk tidak melakukan hal yang paling aku benci, yaitu mengasihani aku. Tapi kalau seandainya aku berada diposisi mereka, mungkin aku juga akan mengasihani orang yang sedang bertarung melawan penyakit seperti yang aku alami ini.

Entah aku harus bagaimana esok hari. Tapi yang jelas kehadiran Ratna disampingku pasti akan memberikanku semangat, untuk menghadapi hari – hari terberat yang sudah menanti.

Sebagai seorang laki – laki dan kepala rumah tangga, aku juga tidak akan terlalu merepotkan istriku. Aku akan berjuang sekuat tenaga untuk melawan penyakitku ini dan aku akan berusaha untuk melakukan aktifitas seperti biasa.

Hiufftt, huuuu.

Sore hari setelah acara pernikahanku dan seluruh keluarga besarku selesai bercengkrama, aku meminta izin untuk membawa Ratna kekosanku. Pak Tomo sempat melarangku dan menawarkan untuk tinggal dirumahnya, tapi aku tidak ingin merepotkan beliau dan aku masih bisa menolaknya.

Sebenarnya aku ingin mencari kontrakan baru, tapi Joko melarangku dan dia memintaku untuk tinggal dikosan saja. Kalau sudah Joko yang berbicara, aku pasti tidak bisa menolaknya. Akupun akhirnya memutuskan untuk tinggal sementara dikosan.

Oh iya. Keluargaku sore ini juga balik ke Desa Sumber Banyu dan diantar oleh Mas Jago. Sedangkan aku balik kekosan bersama Ratna dan Joko, diantar oleh Mas Candra.

Kembali suasana haru menyelimuti rumah Pak Tomo, ketika kami berpamitan untuk kekosan. Air mata pun menghiasi wajah – wajah sedih keluargaku dan aku juga tidak mampu membendung air mataku.

Kami berdua lalu masuk kedalam mobil, sambil bergandengan tangan dan kami berdua saling menguatkan.

Hiuufftt, huuuu.

“Piye cok.?” (Bagaimana cok.?) Tanya Joko ketika mobil sudah berjalan meninggalkan rumah Pak Tomo.

“Opone seng piye.?” (Apanya yang bagaimana.?) Tanyaku sambil merangkul pundak Ratna dan kami berdua duduk dikursi belakang mobil.

“Rangkul aku Jok.” Ucap Mas Candra sambil melirik ke arah spion tengah mobil.

Joko lalu menoleh ke arahku, lalu dengan cepatnya dia melihat ke arah depan lagi.

“Djiancok.” Gerutu Joko.

“Mas. Bisa gak ngomongnya gak pakai memaki.?” Tanya Ratna dan dia memanggil Joko dengan sebutan Mas juga.

“Bisa aja. Tapi tolong kasih tau laki – laki yang duduk disebelahmu itu. Bilang, wajahnya gak usah menggathelkan seperti itu.” Jawab Joko

“Memangnya ada apa dengan wajah laki – lakiku ini.? Dia ganteng dan juga jantan loh Mas.” Ucap Ratna sambil menyandarkan kepalanya dipundakku.

“Jadi maksudmu kami gak ganteng dan gak jantan gitu Rat.?” Tanya Mas Candra.

“Ganteng itu relative Mas. Tapi kalau jantan, itu pilihan.” Jawab Ratna.

“Maksudnya.?” Tanya Joko sambil menoleh ke arah belakang.

“Kalau ganteng itu sudah biasa Mas. Tapi kalau jantan, itu hanya sebutan bagi laki – laki yang berani meminang seorang wanita.” Jawab Ratna dan aku langsung memainkan kedua alis mataku ke arah Joko, yang masih menoleh ke arah kami berdua.

“Bajingan. Podo – podo nggatheli.” (Bajingan. Sama – sama menjengkelkan.) Gerutu Joko sambil melihat ke arah depan lagi.

“Apa Mas.?” Tanya Ratna.

“Enggak, enggak ada apa – apa kok Rat. Mas Candra itu loh. nyupirnya kurang jeli.” Jawab Joko.

“Kenapa aku yang dibawa – bawa.? Gantian sini kamu yang nyetir.” Ucap Mas Candra ke Joko.

“Joko biasa naik sapi, mau disuruh bawa mobil.? Bisa – bisa dia berdiri diatap mobil, sambil pegang tali. Terus dia bilang. Yihaa. Hus, hus, hus.” Sahutku.

“Hahahaha.” Mas Candra langsung tertawa senang.

“Assuu.” Maki Joko lagi dan suasana didalam mobil ini, langsung berubah penuh dengan candaan.

Perjalanan kamipun akhirnya sampai juga dikosan. Aku dan Ratna turun dari mobil, setelah itu aku kebagasi bagian belakang mobil untuk mengambil dua tas pakaian Ratna.

“Sudah masuk aja. Entar aku yang bawa.” Ucap Mas Candra.

“Santai aja Mas. Aku masih kuat bawa tas ini.” Ucapku sambil mengambil tas pakaian Ratna yang besar, sementara tasnya yang kecil, langsung diambil oleh Ratna.

“Rat.” Panggil Joko.

“Kenapa Mas.?” Tanya Joko.

“Kamu gak ngucapin terimakasih sama Mas ganteng ini kah.?” Tanya Joko sambil menepuk dada bagian kirinya dengan pelan.

“Ganteng.? Ganteng atap yang bocor.?” Tanyaku.

“Genteng iku cok, genteng. Mosok aku dipadakno ambe genteng.? Bajingan.” (Genteng itu cok, genteng. Masa aku disamakan sama genteng.? Bajingan.) omel Joko dan aku hanya tersenyum saja, sambil berjalan ke arah pintu kosan.

“Eh cok. Ngatasi a.?” (Eh cok. Mampu menyelesaikan kah.?) Tanya Joko dan aku hanya tersenyum, sambil menggelengkan kepalaku pelan.

“Ganteng tapi gak jantan, percuma.” Ratna yang menjawab dan itu langsung membuat mata Joko melotot.

“Maksudmu bagaimana Rat.?” Tanya Joko dan Ratna langsung menggandeng tanganku.

“Masuk yo yang.” Ucap Ratna kepadaku dan dia tidak menjawab pertanyaan Joko. Ratna mengucapkan kata – kata itu pelan didekat telingaku, sambil melirik ke arah Joko.

“Rat.” Ucap Joko dan aku langsung masuk kedalam kosan, dengan Ratna yang menggelendot mesra dilenganku.

“Nanti desahnya jangan kencang – kencang ya.” Ucapku dengan suara yang agak keras, tapi nadanya seperti berbisik.

“Djiancok.” Maki Joko.

“Hahaha.” Akupun tertawa dan aku sudah berdiri didepan pintu kamarku.

“Mau mandi dulu De.?” Tanyaku ke Ratna.

“Ratna mau istirahat dulu sebentar. Bolehkan Mas.?” Jawab Ratna dan aku langsung menganggukan kepalaku, sambil membuka pintu kamar.

Aku meletakan tas yang kubawa didekat lemariku dan Ratna juga meletakan tas yang dibawanya. Ratna lalu duduk didekat kasurku, dengan kaki yang terselenjor kedepan.

Aku lalu menutup pintu kamarku dan menguncinya. Sekarang aku tidak sendirian lagi dikamar ini dan aku bersama istriku. Aku takut ketika Ratna mengganti pakaiannya, teman – temanku lupa dan langsung main nyelonong aja kekamarku. Kan bisa repot urusannya.

Setelah pintu kamar aku kunci, perlahan aku membalikan tubuhku dan melihat ke arah Ratna. Kami berdua sempat saling memandang, lalu sama – sama memalingkan wajah. Suasana didalam kamar inipun, tiba – tiba menjadi kaku.

Arrgghh. Jujur aku sangat canggung dengan kondisi seperti ini. Aku dan Ratna itu kemarin – kemarin bersahabat dan hari ini tiba – tiba sudah menjadi suami istri. Memang aku sudah terbiasa menggandeng tangannya, bahkan aku pernah menciumnya. Tapi itukan waktu kami belum menikah dan bebanku tidak terlalu berat waktu itu.

Ha.? Beban.? Gak salah nih.? Kenapa aku harus terbebani.? Ratna kan sekarang sudah sah jadi istriku, jadi harusnya aku lebih bebas untuk menyentuhnya. Kalau mau jadi beban pikiran, ya dulu waktu sebelum ada ikatan yang sah. Gimana sih aku ini.? bodoh banget.

Tenang Lang, tenang. Kamu harus bisa tenang dalam kondisi seperti ini. Wanita yang duduk dihadapanmu ini adalah istrimu, jadi kamu gak perlu tegang apalagi canggung. Masa menghadapi wanita lain kamu bisa tenang, sedangkan dengan istrimu sendiri gak tenang.? Bajingan.

“De.” Ucapku kepada Ratna dan istriku itu langsung menoleh ke arahku sambil tersenyum.

Aku lalu melangkah ke arahnya, sambil menjulurkan tangan kananku ke arahnya. Ratna menyambut uluran tanganku dan menarik tanganku pelan, sampai aku terduduk disebelahnya.

“Kenapa.? Mau ‘main’.?” Tanya Ratna dan kami duduk sambil melihat ke arah lurus kedepan.

Cok. Kok langsung jujur seperti ini sih istriku ini.? Aku tau kata ‘main’ yang diucapkan itu, bukan kata main seperti biasa. Kata ‘main’ itu pasti untuk malam pertama kami. Djiancok. Kenapa gak pakai acara romantis – romantisan dulu, baru bicara menjurus untuk malam pertama. Aku saja masih mencoba mengontrol pikiranku, malah dianya yang ceplas ceplos. Bajingan.

“’Main’ apa.?” Tanyaku sambil menoleh ke arahnya.

“Huu. Mukanya sudah mesum begitu, pakai acara nanya mau ‘main’ apa.” Ucap Ratna sambil mendorong pipiku pelan.

“Emang kelihatan ya.?” Tanyaku sambil mengerutkan kedua alis mataku.

“Gak kelihatan sih, cuman nampak aja.” Jawab Ratna, sambil mengalihkan pandangannya lurus kedepan, lalu dia mengibaskan rambutnya pelan.

Huuu. Seksi banget sih wanitaku ini. Apa dia sengaja melakukan gerakan itu, untuk memancing birahiku.?

Arrgghhh. Jadi enak kalau begini.

Akupun langsung memajukan wajahku, untuk mencium pipinya.

“Eh, eh, eh. Mau ngapain.?” Tanya Ratna sambil menghindari ciumanku dan aku langsung menghentikan gerakanku.

“Itu loh ada semut didekat telinga.” Ucapku berbohong, sambil memundurkan wajahku.

“Alasan. Bilang aja mau cium.” Ucap Ratna sambil membersihkan daun telinganya.

“Gak percaya, tapi dibersihkan juga.” Ucapku sambil melihat ke arah depan lagi.

“Apa’an sih.?” Ucap Ratna.

Hiuuffttt, huuuu.

“Eh De. Ade ada hubungan keluarga sama Rendi ya.?” Tanyaku untuk mencairkan suasana yang kaku ini.

“Hem. Gimana ya.?” Ucap Ratna, sambil menampakan wajah seperti agak kebingungan.

“Kok bingung.?” Tanyaku sambil merangkul pundak Ratna dan Ratna langsung menggeser tubuhnya, merapat ketubuhku.

“Kami berdua memang punya hubungan saudara, tapi jauh banget.” Jawab Ratna dan aku langsung melihat ke arahnya.

“Kok kamu baru ngomong kalau punya hubungan saudara dengan Rendi.?” Tanyaku sambil melepaskan rangkulanku dipundaknya, lalu aku merapikan rambutnya dan aku selipkan ketelinganya, sehingga melihatkan lehernya yang putih bersih.

“Gak apa – apa. Sudah ah, ga usah di bahas lagi.” Jawab Ratna sambil menoleh ke arahku sebentar, lalu melihat ke arah depan lagi.

“Kenapa.?” Tanyaku, lalu aku mengecup leher Ratna pelan.

CUUPPP.

“Iiiiihhhh. Kok nyium leher sih.?” Ucap Ratna yang sedikit mendesah, sambil menoleh ke arahku dan memegang bagian lehernya yang aku cium tadi.

“Gak apa – apa.” Jawabku sambil tersenyum, lalu aku melihat ke arah depan lagi.

Aku tidak melanjutkan pembahasan tentang hubungan persaudaraannya dengan Rendi lagi, karena Ratna terlihat malas untuk membahasnya.

“Papah sama Mamah sejak kapan tinggal dinegeri kincir angin.?” Tanyaku dan kembali aku merangkul pundak Ratna.

“Mulai Ratna masuk kuliah.” Jawab Ratna singkat.

“Kok Ade gak ikut.?” Tanyaku lagi sambil menoleh ke arahnya dan daun telinga Ratna tepat berada didepan mulutku.

CUPPP.

Aku mengecup daun telinga Ratna dan Ratna langsung memiringkan wajahnya, karena kegelian.

“Iiiihhh. Nakal banget sih.” Rengek Ratna sambil menoleh ke arahku, lalu mendorong pelan pipiku.

“Terus kenapa.?” Tanyaku.

“Kok kenapa itu loh. bibirnya itu loh nakal banget.” Ucap Ratna sambil mencubit pelan pipiku.

“Iiihhh. Maksudku itu, kenapa Adek gak ikut ke negeri kincir angin.?” Tanyaku sambil memegang punggung tangan Ratna yang masih memegang kedua pipiku.

“Oooo. Kalau Ratna ikut kesana, Ratna gak ketemu Mas dong.” Ucap Ratna dan wajah kami sudah berhadapan, dengan jarak yang dekat.

“Cuman itu jawabannya.?” Tanyaku sambil mendekatkan wajahku ke arahnya dan Ratna memundurkan wajahnya, sambil mengerutkan kedua alis matanya.

“Mau nyium ya.?” Tanya Ratna dengan polosnya.

“Emang kenapa.? Gak boleh ya kalau aku mencium istriku sendiri.?” Tanyaku dan Ratna langsung terkejut mendengar pertanyaanku.

Perlahan wajah terkejutnya langsung berubah menjadi sedih dan matanya langsung berkaca – kaca.

“Ma, maaf.” Ucap Ratna dengan terbata.

“Untuk.?” Tanyaku yang kebingungan.

“Maaf kalau Ratna tidak menyadari posisi Ratna saat ini dan Ratna tidak bisa menjalankan kewajiban Ratna sebagai seorang istri.” Ucap Ratna pelan, lalu dia memalingkan wajahnya, setelah itu dia menunduk.

“Ya ampun De. Kamu itu ngomong apasih.?” Tanyaku dan Ratna tetap menunduk.

Aku lalu merangkak ke arah depan Ratna dan kakinya yang tadinya terselonjor, sekarang menekuk kesamping pahanya. Aku duduk bersila dihadapannya, lalu aku angkat pelan dagunya, sampai tatapan matanya melihat ke arah mataku.

“Hey. Kamu itu istriku yang sangat luar biasa De.” Ucapku lalu aku tersenyum kepadanya.

“Maaf Mas, maaf. Ratna takut.” Ucapnya dan aku langsung mengerutkan kedua alis mataku.

“Takut kenapa.?” Tanyaku.

“Ma, ma, malam pertama.” Jawab Ratna terbata, sambil memainkan ujung kebaya yang masih dikenakannya.

“Ha.?” Ucapku yang terbengong, mendengar jawaban polos istriku ini.

Cok. Pantas saja dia selalu menghindar kalau aku cium, rupanya dia takut menghadapi malam sakral ini.? Bajingan.

Tapi kenapa tadi dia memancingku dengan kata ‘main’, sedangkan dia sendiri takut dengan yang namanya malam pertama.? Apa dia tadi berusaha untuk mencairkan suasana, tapi ternyata tidak berhasil.? Terus aku harus bagaimana ini.? Apa iya malam pertama kami, hanya dilewatkan begitu saja.? Walaupun Ratna sudah sah sebagai istriku, tidak mungkin aku memaksanya, apalagi sampai memperkosanya. Gak lucu banget itu. bajingan.

“Ya udah De. Kalau kamu takut, kita tunda aja sampai kamu siap.” Ucapku menenangkan Ratna, walaupun dari dalam hatiku yang terdalam, ada sedikit kekecewaan yang terasa.

“Itu dia Mas. Ratna bingung, karena Ratna mau menyempurnakan hari bahagia kita ini, dengan malam pertama.” Jawab Ratna dan itu semakin membingungkanku.

“Jangan dipaksakan De. Ditunda dulu aja.” Sahutku yang terus menenangkannya.

“Emang Mas gak mau melakukannya dengan Ratna ya.?” Tanya Ratna dengan wajah yang terlihat kecewa dan sedih.

“Melakukan apa.?” Tanyaku yang semakin bingung dengan sikapnya.

“Ya itu.” Jawab Ratna.

“Ya itu apa.?” Tanyaku lagi.

“Ihhhh. Mas ini loh.” Rengek Ratna dengan manjanya.

“Hehehe.” Dan aku hanya tersenyum, sambil membelai rambutnya pelan.

“Mas kok malah ketawa sih.?” Tanya Ratna.

“Mas gak ketawa kok.” Jawabku.

“Sebel ah.” Ucap Ratna meraju, sambil memalingkan wajahnya.

“Ya sudah, ya sudah. Sekarang Ade maunya bagaimana.?” Tanyaku.

“Tau.” Jawab Ratna dan dia tetap tidak melihat ke arahku.

“Hiufftt, huuuu.” Aku menarik nafasku dalam – dalam dan Ratna langsung melihat ke arahku.

“Mas gak apa – apa.?” Tanya Ratna dan aku langsung menggelengkan kepalaku pelan.

“Beneran.” Tanya Ratna lagi.

“Iya De.” Jawabku.

“Hiufftt, huuuu.” Giliran Ratna yang menarik nafasnya dalam – dalam, lalu mengeluarkannya perlahan.

“Kenapa.?” Tanyaku.

“Gak apa – apa.” Jawab Ratna.

“Ya sudah. Bagaimana kalau kita melakukannya, tapi pelan – pelan aja. Kalau Ade merasa gak sanggup atau kesakitan, kita hentikan.” Ucapku dan sengaja aku mengucapkan ini, agar dia tidak terlalu takut dan kecewa.

“Bo, boleh.” Jawab Ratna dengan terbata dan wajah yang terlihat tegang, sekaligus gembira.

Aku lalu mendekatkan wajahku ke wajah Ratna dan Ratna langsung menarik nafasnya dalam – dalam, setelah itu dia menutup matanya. Aku menghentikan gerakanku dan jarak wajah kami sangat dekat sekali.

Wajah Ratna sedikit memucat, bibirnya bergetar dan matanya terpejam dengan kuat. Istriku terlihat sangat tegang dan juga sangat grogi sekali. Jangankan berciuman atau bersentuhan, bertatapan mata saja, dia tidak berani melakukannya.

Ada apa dengan Ratna ya.? Kalau dia malu atau takut berdekatan dengan laki - laki, kenapa sebelum menikah dia berani memegang tanganku, memandang mataku, bahkan sempat sampai berciuman.

Kelihatannya aku harus mencairkan suasana ini dulu, agar bisa membuat Ratna sesantai mungkin dan tidak terbebani dengan malam pertama kami ini.

Aku colek hidung Ratna sampai dia terkejut dan dia langsung membuka matanya.

“Sayang. Kenapa sih ngagetin.?” Tanya Ratna dengan wajah yang terlihat bingung.

“Sayang.? Sekarang manggilnya sayang nih.?” Godaku.

“Iiiihhh. Ditanya kok malah nanya balik.” Ucap Ratna sambil memencet hidungku pelan dan wajahnya perlahan mulai terlihat santai.

Aku pegang punggung tangan kanannya yang memencet hidungku sampai terlepas, lalu aku kecup telapak tangannya itu, sambil melihat wajahnya.

CUUPPP.

“Aku sayang kamu.” Ucapku dan Ratna langsung membelai wajahku dengan tangan kirinya.

“Ratna juga sayang sama Mas.” Ucap Ratna dan aku menarik tangannya pelan, sampai wajahnya mendekat kepadaku.

Kedua matanya kembali terpejam dan aku mengecup telapak tangannya yang masih aku genggam ini.

CUUPPP.

“Aku sayang kamu.” Ucapku lagi dan mata Ratna kembali terbuka.

Wajah kami sudah sangat dekat sekali, sampai hembusan nafasnya terasa diwajahku.

“Ra, Ra, Ratna juga sayang.” Ucap Ratna dengan mata yang sayu dan suara yang bergetar.

Aku memiringkan wajahku ke arah kanan dan Ratna lagi – lagi memejamkan kedua matanya.

CUUPPP.

Aku kecup lagi telapak tangannya dan Ratna membuka lagi kedua matanya.

“Aku sayang kamu.” Ucapku yang mengulangi kata – kataku.

“Ra, Ra, Ratna juga sayang.” Jawabnya yang terus terbata.

Jarak bibir kami sangat dekat dan aku langsung menempelkan bibirku di bibir Ratna.

CUUPPP.

Ratna sempat terkejut dan kembali dia menutup matanya. Aku tetap membuka mataku dan aku tidak mengulum bibirnya. Aku hanya menempelkan bibirku dibibirnya dan itu rasanya sudah sangat luar biasa.

Bibirnya yang sedikit bergetar, mengalirkan rasa cinta yang begitu mendalam dan menularkan getarannya sampai kedalam hatiku.

Aku menikmati setiap detik bibir kami yang saling menempel dan jujur, nafsu belum bermain didalam kepalaku.

Nafas Ratna memberat dan dia tetap memejamkan matanya.

Kedua tanganku langsung merangkul dibelakang lehernya dan kedua tangan Ratna berada diatas pahanya.

Aku belai rambutnya yang lurus dan indah, untuk menenangkan ketegangan yang dia rasakan.

Kedua mata Ratna perlahan mulai terbuka dan bibirnya sudah mulai tidak bergetar, tapi tertutup. Bibirnya atasnya tetap menyatu dengan bibir bawahnya dan sangat terasa sekali dia canggung dalam berciuman.

Hem.

Aku mulai mengulum bibir bawahnya pelan dan perlahan bibir Ratna mulai terbuka sedikit. Bibir atasku mulai masuk kedalam mulutnya, tapi dia tidak mengulumnya.

Hem, hem, hem, hem.

Aku terus mengulum bibirnya pelan, sambil sesekali aku menyapu bibir bawahnya dengan lidahku.

Hem, hem, hem, hem.

Desahan Ratna mulai terdengar, dengan di iringi nafasnya yang mulai cepat.

Muuaacchh.

Aku lepaskan kuluman bibirku dan nafas Ratna langsung memburu.

“Hu, hu, hu, hu.” Deru nafas Ratna yang terdengar dan tatapan matanya semakin sayu.

“Kenapa.?” Tanyaku sambil membelai pipinya yang lembut.

“Hu, hu, hu, hu. Ratna belum pernah berciuman, apalagi selama ini Mas. Hu, hu, hu.” Ucap Ratna sambil memegang punggung tangan kananku yang membelai pipinya.

Wajahnya memerah, nafasnya tersengal – sengal, kedua matanya sayu dan pengangan tangannya sangat erat sekali.

“Belum pernah berciuman.? Terus yang waktu itu kita lakukan apa.?” Tanyaku dan kembali aku menggodanya, agar Ratna menjadi tenang kembali.

“Itukan gak disengaja dan jujur itu pertama kali bibir ini bersentuhan dengan bibir laki - laki. Hu, hu, hu.” Ucap Ratna dan dia mencoba mengatur nafasnya.

Cok. Kelihatannya Ratna benar – benar gadis polos dan belum pernah ‘berhubungan’ dengan laki – laki manapun. Djiancok. Itu beda sekali dengan aku yang sudah sering kali ‘berhubungan’ dengan beberapa wanita.

Ratna menyerahkan segala kehormatannya dengan laki – laki yang menjadi suaminya, sementara aku, entah apa yang bisa aku berikan kepadanya. Bajingan.

“Mas.” Ucap Ratna dan nafasnya sudah mulai tenang.

“Ya.” Ucapku.

“Mikir apa.?” Tanya Ratna.

“Engga De.” Ucapku berbohong.

Ratna lalu berlutut dihadapanku, dengan tubuh yang tegak dan kedua tangan yang melingkar dileherku.

“Mas. Ratna tidak perduli dengan masa lalu percintaan Mas gilang, karena Ratna mencintai dan menerima Mas Gilang dengan sepenuh hati. Ini bukan karena kita sudah menjadi suami istri loh ya. Tapi sebelum kita meresmikan hubungan kita ini, hati Ratna sudah memantapkan pilihannya. Jadi Ratna mohon, tidak usah memikirkan masa lalu. Masa lalu itu hanya kenangan dan itu milik kita masing – masing. Sedangkan masa depan, masa depan itu milik kita bersama.” Ucap Ratna yang seperti tau isi kepalaku dan kedua tanganku langsung merangkul pinggulnya.

Kepalaku terdanga, karena posisi wajah Ratna lebih tinggi dari posisiku yang duduk ini.

“Terimakasih De.” Ucapku dengan suara yang bergetar, karena ucapan Ratna yang terdengar sangat tulus ini.

Ratna lalu tersenyum, setelah itu dia mendekatkan wajahnya kewajahku dan,

CUUPPP.

Ratna mengecup bibirku, lalu dia menatapku mataku lagi.

“Sudah berani ngecup ya.?” Tanyaku.

“Emang gak boleh ya.?” Ratna bertanya balik.

“Boleh sih. Tapi bisa agak lama’an dikit gak.?” Tanyaku.

“Maunya.” Ucap Ratna dan sekarang dia sudah benar – benar sangat santai.

Aku tarik punggung Ratna agar lebih merapat ke arahku dan langsung aku menempelkan bibirku dibibir Ratna yang merapat.

Bibir bawahnya aku apit dengan bibir atas dan bibir bawahku, lalu perlahan aku melumat bibirnya dengan lembut

“Hem, hem, hem, hem.” Desahku dan lagi – lagi Ratna tidak membalas lumatanku. Dia hanya membuka bibirnya sedikit, sehingga bibir atasku masuk lebih dalam kedalam mulutnya.

Bibirnya aku hisap dan sesekali aku sapu dengan lidahku.

Nafas Ratna terasa cepat keluar dari hidungnya dan perlahan dia mulai membalas melumat bibir atasku.

“Hem, hem, hem, hem.” Desah kami bersahut – sahutan, disela lumatan yang semakin memanas ini.

Kepala Ratna menunduk dan leherku dirangkulnya dengan kuat. Sedangkan aku, aku mendangakkan kepalaku, sambil mengelus pungung Ratna dan sesekali telapak tanganku hinggap di kedua bongkahan bokong Ratna. Kedua tanganku tidak meremas bokongnya, karena aku takut dia tidak merasa nyaman..

Ciuman kami berlangsung cukup lama, sehingga air liur kami menyatu disela kuluman yang sangat nikmat ini.

Bebeberapa saat kemudian, aku memasukan lidahku kedalam mulut Ratna dan Ratna langsung melepaskan kuluman kami.

“Muaacchhh.”

“Sayang. Hu, hu, hu, hu.” Ucap Ratna dan wajahnya terlihat terkejut, dengan nafas yang tersengal – sengal.

“Kenapa.?:” Tanyaku.

“Kalau ciuman itu, harus pakai lidah ya.? Hu, hu, hu, hu.” Tanya Ratna dengan polosnya.

“Enggak juga. Tapi kalau menurutku, lebih enak kalau lidah ikut bermain.” Ucapku dan Ratna langsung mengerutkan kedua alis matanya. Kedua tangannya tetap merangkul leherku dan kedua tanganku sekarang berada dibokongnya.

“Kenapa sayang.? Sayang gak suka ya kalau aku pakai lidah.?” Tanyaku dan Ratna mengkidikkan tubuhnya.

“Hiiii.” Ucap Ratna.

“Sayang jijik ya.?” Tanyaku lagi.

“Bukan begitu yang. Cuman agak geli – geli gimana gitu.” Jawab Ratna dan kembali dia mengkidikan tubuhnya.

“Ya sudah. Kalau sayang gak suka, aku gak pakai lidah lagi.” Ucapku.

“Bukannya gak suka sayang. Cuman Ratna agak canggung aja, karena Ratna gak punya pengalaman sama sekali dalam berciuman.” Jawab Ratna dan sekarang dia membelai rambutku.

“Oke. Kalau begitu ciumannya yang biasa aja ya.” Ucapku dan Ratna langsung melumat bibirku.

Bibir lembut, imut dan seksi Ratna, terasa geli dan juga perlahan mulai membangkitkan nafsuku.

“Hem, hem, hem, hem.”

Aku membalas lumatannya dan tiba – tiba, lidahnya masuk kedalam mulutku dan menyapu bagian dalam bibir atasku.

“Heeeeemm.” Desahku dan itu benar – benar sangat nikmat sekali.

Aku langsung meremas bokong Ratna dengan lembut dan Ratna sempat terkejut sesaat. Dia menghentikan sapuan lidahnya dan aku langsung menghisap lidahnya, lalu ujung lidahnya aku sapu dengan ujung lidahku.

“Hup. Ahhhh.” Desah Ratna.

Aku melepas kan ciuman kami dan Ratna langsung meletakan keningnya dikeningku.

“Kenapa.?” Tanyaku.

“Tangannya nakal.” Ucap Ratna dengan manjanya.

“Suka gak.?” Tanyaku lagi dan Ratna mengangguk pelan.

Aku meremas lagi bokong Ratna dan Ratna langsung mengecup bibirku.

CUUPPP.

“Jadi bagaimana.?” Tanyaku dan kening kami masih saling menempel.

CUUPPP.

Ratna mengecup ujung hidungku.

“Apanya yang bagaimana.?” Tanya Ratna.

“Kita lanjutkan atau kita istirahat dulu.?” Tanyaku.

Ratna langsung menegakkan tubuhnya dan melepaskan rangkulannya dileherku. Istriku itu mengangguk pelan, lalu dia tertunduk malu.

Aku lalu menegakkan tubuhku dan bertumpu pada kedua lututku, sampai tinggi kami berdua agak sejajar.

“Boleh aku buka.?” Tanyaku kepada Ratna yang masih menunduk dan Ratna langsung mengangkat wajahnya.

“Apanya.?” Tanya Ratna dengan polosnya dan tatapan matanya, kembali membuatku grogi dan salah tingkah.

“Ya, ya, ya, baju kamu sama bajuku.” Jawabku terbata.

“Ha.?” Ucap Ratna yang terkejut sambil menyilangkan kedua tangannya didada.

“Katanya tadi mau dilanjutkan, kok gak mau buka baju.?” Tanyaku dengan herannya.

“Emang harus pakai acara buka baju gitu.?” Tanya Ratna dan aku langsung mengerutkan kedua alis mataku.

“Terus bagaimana kita ‘melakukannya’, kalau kita berdua tidak buka baju.?” Tanyaku.

“Begitu ya.? Tapi Ratna kan malu yang.” Ucap Ratna lalu dia menunduk lagi.

“Malu.?” Tanyaku sambil memeluk pinggangnya agak kebawah atau tepatnya dibongkahan bokongnya.

“Gimana ya.?” Jawab Ratna yang kebingungan.

“Masa malu sama suaminya sendiri sih.?” Tanyaku dan aku merapatkan tubuhnya ke arahku, sambil meremas pelan bokongnya.

“Iihhhhh.” Ratna mendesah pelan sambil mengangkat wajahnya, lalu dia menggigit bibir bawahnya.

Waw. Kelihatannya kelemahan Ratna berada dibokongnya dan nafsunya bisa cepat bangkit kalau aku meremasnya.

CUUPPP.

Aku mengecup ujung hidungnya, sambil terus meremas bokongnya.

“Yang. hem.” Ucap Ratna, lalu diakhiri dengan desahan yang sangat seksi sekali.

“Kenapa yang.?” Tanyaku dan sekarang aku mulai meraba paha sampingnya. Rabaanku kemudian naik keatas, tepat dibalik kebaya yang dipakainya, untuk mencari ujung kain jarik dibagian perutnya.

“Gak apa – apa. Hemm.” Ucap Ratna dengan pandangan sayunya dan kedua tangannya langsung merangkul leherku.

“Kamu cantik.” Ucapku lalu aku mengecup bibirnya, ketika aku menemukan ujung kain jariknya dan aku langsung melepaskannya perlahan.

CUUPPP.

Ratna langsung melumat bibirku dan aku membalasnya, dengan menghisap bibir bagian atasnya.

Kian jarik yang ditahan oleh sabuk yang dikenakan Ratna akhirnya terlepas, dan terturun kebawah.

“Hem, hem, hem, hem.” Desah kami bersahut – sahutan dan aku langsung berdiri, sambil menarik tubuh Ratna supaya ikut berdiri.

Kain jarik yang dikenankannya pun terlepas dan rupanya Ratna menggunakan celana short pendek yang ketat.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP.

Ciuman kami semakin memanas dan aku tidak tau Ratna sadar atau tidak, kalau kain jariknya terlepas.

Perlahan kedua tanganku meraba paha sampingnya dan mengarah kebokongnya.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP.

“Hemmmm.” Ratna mendesah disela lumatan kami, dengan tubuh yang sedikit bergetar.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP.

Aku remas bokongnya, lalu kedua tanganku masuk kedalam celana short yang dikenakannya. Telapak tanganku menyentuh kulit mulus bokong Ratna dan itu langsung membuat Ratna mengelinjang kenikmatan.

“Hemmmm.” Desah Ratna sambil menghisap bibir bawahku dan aku meremas bokong yang padat itu dengan sangat pelan.

Matanya semakin sayu dan dia menatapku penuh dengan nafsu.

Aku lalu meraih ujung celana short Ratna dan menurunkannya perlahan, sambil mengulum bibir Ratna.

“Hem, hem, hem, hem.” Desah kami bersahut – sahutan.

Aku turunkan celana short Ratna, sampai sebatas pahanya.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP.

Lidah kami saling bergantian masuk kedalam mulut kami dan Ratna sudah sangat menikmati kuluman kami.

“Hem, hem, hem, hem.”

Tangan kananku aku arahkan kebagian paha kiri Ratna dan tangan kiriku tetap meremas bokongnya.

Aku meraba paha kiri Ratna dengan lembut dan rabaan ini terus berjalan ke arah bagian selangkangan Ratna.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP.

Tanganku sudah menyentuh bibir kemaluan Ratna yang sangat basah dan aku langsung membelai bagian tengahnya, menggunakan jari tengahku.

“Hemmmmm.” Desah Ratna dan tubuhnya menggeliat.

Basah, lembab dan becek, sangat terasa dijari tengahku ini. Kemaluankupun sudah berdiri dengan tegak dan nafsu sudah mulai menguasai kepalaku.

Tubuh Ratna semakin menggeliat, ketika aku menggesek pelan bagian tengah kemaluannya.

“Hem, ehem, ehem, ehem.” Desah Ratna disela lumatannya.

Beberapa saat kemudian. Pahanya mengapit tanganku yang ada selangkangannya, lalu tubuhnya bergetar dengan hebat.

“MUACHHH.” Ratna langsung melepaskan kuluman kami dan dia mendesah dengan suara yang coba ditahannya.

“Heemmmmmm.” Desah Ratna dan kepalanya langsung terdanga, dengan di iringi cairan yang kental keluar dari kemaluannya.

“Sayang. Hu, hu, hu, hu.” Ucap Ratna dengan kepala yang tegak kembali dan mata yang sedikit melotot, serta kedua tangan yang memegang tanganku yang ada diselangkangannya.

“Kenapa yang.?” Tanyaku dan aku langsung menarik tanganku yang dipegangnya.

“Kenapa Ratna bisa pipis yang enak banget.? Hu, hu, hu, hu.” Tanya Ratna lalu menunduk, dan.

“Ha.” Ucap Ratna yang terkejut, sambil menutupi kemaluannya yang terbuka itu.

“Sayang lepas kain jarik sama celana dalam Ratna.?” Tanya Ratna sambil melihat ke arahku.

“Sayang gak terasa.?” Tanyaku balik sambil melihat ke arah selangkangannya yang coba ditutupi dengan kedua telapak tangannya itu.

“Jangan lihat.” Ucap Ratna sambil menutupi kedua mataku dengan telapak tangan kanannya dan telapak tangan kirinya tetap berada diselangkangannya.

Tangan kiriku langsung memegang pergelangan tangan kiri Ratna dan aku menurunkannya perlahan.

“Kenapa yang.?” Tanyaku.

“Ratna malu.” Jawabnya dengan wajah yang memerah. Entah karena masih dikuasai kenikmatan atau memang benar – benar malu.

Tangan kirinya tetap aku pegang dengan tangan kananku, sementara tangan kananku langsung memegang tangan kirinya yang menutupi kemaluannya.

“Gak perlu malu sayang. Kamu istriku yang sangat cantik dan kamu itu seksi banget.” Ucapku yang mencoba merayunya.

“Iya, tapi Ratna kan belum pernah telanjang dihadapan laki – laki.” Ucap Ratna dan aku langsung merangkul lehernya, lalu aku rapatkan wajah sampingnya didadaku.

“Terus bagaimana sekarang.?” Tanyaku dan aku langsung mengelus punggungnya pelan.

“Yang. Tangannya sayang tadi kena pipisnya Ratna ya.?” Tanya Ratna yang tidak menjawab pertanyaanku dan dia justru mengangkat wajahnya dari dadaku, lalu menatap wajahku.

Aku hanya tersenyum dan matanya kembali melotot.

“Kenapa dilapkan di kebaya Ratna.?” Tanya Ratna sambil menoleh ke arah punggungnya yang aku belai.

“Ihhhh. Jorok banget sih.” Ucap Ratna yang meraju.

“Emang tadi sayang pipis ya.?” Tanyaku dan kembali Ratna melihat ke arahku.

“Tau.” Jawab Ratna dan aku langsung melepaskan rangkulanku dilehernya, setelah itu aku menyerong kesamping, lalu aku membopong tubuh Ratna.

“Yang, sayang.” Ucap Ratna yang terkejut dan tubuhnya sedikit berontak.

“Aduh duh.” Tubuhku bergoyang dan aku tidak kuat terlalu lama membopong tubuh Ratna.

Aku lalu membungkuk dan kedua lututku langsung terjatuh di kasur.

“Duh, duh, duh.” Ucap Ratna dan aku meletakan tubuhnya diatas kasur.

“Maaf yang, maaf.” Ucapku.

“Kenapa pakai membopong segala sih.? Sudah tau tubuhnya sekarang gampang capek, pakai acara gendong Ratna segala.” Ucap Ratna dengan tubuh yang tertidur dan kembali dia menutupi selangkangannya.

“Ya biar romantis yang.” Ucapku dan aku merebahkan tubuhku disebelah tubuh Ratna, dengan posisi menyamping. Aku tidak berani meletakkan kepala belakangku dikasur, karena pasti terkena lukaku yang masih tertutup perban ini.

Kami berdua saling berpandangan dan aku tersenyum kepadanya.

“Sok – sok’an romantis.” Ucap Ratna dan dia mencoba untuk memakai celana shortnya.

Aku langsung menahan tangannya, agar membiarkan shortnya tetap terturun

“Mau dilanjutkan apa enggak.?” Tanyaku.

“Sayang curang.” Ucap Ratna.

“Kenapa curang.” Tanyaku.

“Masa Ratna sudah telanjang, tapi sayang masih pakai celana.” Jawab Ratna.

“Ya sudah, lepasin dong celanaku.” Ucapku.

“Ha.” Ucap Ratna sambil menoleh ke arahku.

“Mau nggak.?” Tanyaku dan wajah Ratna terlihat kebingungan.

“Kelama’an.” Ucapku dan aku langsung membuka kancing celanaku lalu menurunkan resleting celanaku.

“Sayang, sayang.” Ucap Ratna yang menahan gerakan tanganku.

“Hehe. Bercanda kok.” Ucapku dan aku membiarkan kancing celanaku terbuka, serta resletingnya terturun.

“Iiihhh.” Ucap Ratna sambil memegang punggung tanganku yang berada diatas kemaluanku.

“Mau lanjut gak.?” Ucapku yang tidak bosan bertanya seperti ini dan Ratna langsung melirik ke arah selangkanganku.

“Yang, kok besar.?” Tanya Ratna yang melihat gelembung kemaluanku yang masih tertutup celana dalamku. Posisi kemaluanku yang berdiri tegak, membuat ujung kepala kemaluan mengintip sedikit di atas celana dalamku.

“Masa sih.?” Tanyaku.

“A, a, apa itu cukup, masuk di.” Ucap Ratna yang terptong dan dia malu melanjutkan ucapannya.

“Pasti masuklah.” Sahutku.

“Gak mungkin yang. Punya sayang besar begitu, masa bisa masuk di punya Ratna yang sempit ini.” Ucap Ratna dengan wajah yang kembali terlihat grogi.

“Masuk yang. Coba diukur dulu.” Ucapku.

“Ha.? Gimana cara ngukurnya yang.?” Tanya Ratna.

“Ya dipegang dong yang.” Jawabku sambil menggeser tanganku dari selangkanganku, sehingga tangan Ratna yang berada dipunggung tanganku, jatuh diatas kemaluanku.

“Yang.” Ucap Ratna terkejut dan sekarang telapak tanganku yang memegang punggung tangannya.

Aku langsung melumat bibirnya, sambil mencengkram pelan punggung tangan Ratna dan itu membuat tangan Ratna meremas kemaluanku.

“Hemm.” Desahku.

Tangan Ratna tidak berontak dan perlahan dia mulai meremas kemaluanku dengan sendirinya.

Tangan kananku yang memegang tangan Ratna, sekarang aku angkat, lalu aku arahkan kekemaluan Ratna.

“Hemm.” Desah Ratna dan pinggulnya sempat terdorong sedikit kebelakang, ketika jemariku menyentuh kemaluannya.

Aku menggosok kemaluannya lagi dan itu membuat pinggulnya bergoyang pelan, lalu di ikuti kedua lututnya yang tertekuk dan paha yang sedikit terbuka.

Uhhhh. Posisi Ratna yang mengangkang seperti ini, membuatku lebih mudah menggosok kemaluannya.

“Hem, hem, hem.” Desah Ratna.

Karena posisi Ratna disebelah kiriku, dia agak kesulitan meremas kemaluanku dengan tangan kanannya. Ratna lalu memiringkan tubuhnya sedikit ke arahku, dengan posisi tetap mengangkang. Tangan kirinya langsung menyelinap masuk kedalam celana dalamku dan dia langsung memegang batang kemaluanku.

“Muaaccchhh. Hu, hu, hu.” Ciumannya dilepaskan dan nafasnya tersengal – sengal.

“Besar banget ini yang. Hu, hu, hu.” Ucap Ratna sambil terus menggenggam kemaluanku dan aku terus menggosok kemaluannya.

“Pasti cukup yang, pasti cukup. Uhhhh.” Ucapku dan nafsuku benar – benar memuncak, karena genggaman tangan Ratna dikemaluanku ini.

“Beneran yang.? ahhhhh.” Tanya Ratna dan dia mengangkat sedikit pinggulnya, karena ada cairan yang merembes dari kemaluannya.

“Kita coba dulu ya. Kalau memang sakit, kita berhenti.” Ucapku dan tanpa persetujuannya, aku langsung bangkit dari posisiku ini dan pegangan tangan Ratna dikemaluanku terlepas.

“Yang.” Ucap Ratna dengan agak ragu, sambil meluruskan kakinya lagi dan dia menutupi kemaluannya.

“Sayang ragu ya.?” Tanyaku dan sekarang aku bersimpuh diantara kedua kakinya.

“E, e, enggak kok.” Jawab Ratna terbata.

“Kalau begitu, kita mulai ya.” Ucapku dan aku langsung berdiri, lalu aku menurunkan celana panjangku dan juga celana dalamku.

Aku lalu melepaskan kaosku dan sekarang aku berdiri telanjang bulat, dihadapan Ratna yang tertidur.

“Ha.” Ucap Ratna sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, sehingga menampakkan kemaluannya yang bersih, serta ditumbuhi sedikit rambut itu.

Waw. Pahanya, selangkangannya, kemaluannya dan juga pusarnya, terlihat sangat putih bersih dan juga terawat. Pasti bagian dadanya yang masih tertutup kebaya itu tidak kalah bersih dan pasti sangat seksi sekali.

Kemaluanku benar – benar berdiri tegak dan Ratna tidak berani membuka tangan yang menutupi wajahnya.

Aku lalu membungkukan tubuhku dan aku langsung menurunkan celana short yang masih berada dibagian bawah paha Ratna.

“Yang.” Ucap Ratna sambil membuka sedikit tangannya dan memperlihatkan matanya, ketika celananya berhasil aku loloskan.

Aku lalu menekuk kaki Ratna, setelah itu aku melebarkannya sedikit.

“Yang, yang. Kok langsung dimasukin.?” Tanya Ratna dengan paniknya, sambil memegang kedua tanganku yang berada dilututnya.

“Siapa yang mau masukin yang.?” Ucapku, lalu aku mendekatkan wajahku di kemaluan Ratna.

“Yang, yang. Mau apa yang.?” Tanya Ratna dan sekarang dia memegang kedua pipiku, lalu menahannya.

“Sayang percaya aku kan.?” Tanyaku sambil melihat ke arah wajahnya dan hidungku sangat dekat sekali dengan kemaluan Ratna yang wangi ini.

“Iya percaya. Tapi sayang mau apa.?” Tanya Ratna dan aku langsung menjilat kemaluannya dengan ujung lidahku.

“UHHHHH.” Desah Ratna, dengan pinggul yang sedikit termundur.

Kedua jempolku langsung membuka bibir kemaluannya yang berwarna agak kemerahan ini, lalu aku menjilat bagian daging mungil ditengahnya.

“Ahhhhh.” Desah Ratna lagi dan sekarang kedua tangannya langsung dilepaskan dari kedua pipiku.

Slurp. Slurp. Slurpp.

Lidahku menyapu bagian tengah kemaluan Ratna yang sangat – sangat basah ini dan tubuh Ratna menggelinjang kenikmatan. Keringatnya membasahi tubuhnya dan nafasnya tersengal – sengal.

”Hu, hu, hu, hu, hu, hu.”

Slurp. Slurp. Slrupp.

Aku terus menjilat kemalauannya dan sekarang tangan kananku meraba perutnya yang rata dan seksi itu, sementara jempol kiriku memainkan bagian atas kemaluannya.

Ratna langsung memegang punggung tangan kananku dan meremasnya dengan kuat.

Slurp. Slurp. Slurpp.

“Yang, yang, yang. Uhhhhh.” Ucap Ratna pelan dan di iringi dengan desahannya, yang membuatku semakin bersemangat menjilati kemaluannya.

Slurp. Slurp. Slurpp.

Jempol kiriku terus memainkan kemaluan Ratna dan lidahku terus menari dilubang sempit kemaluan Ratna.

“U, u, u, u, uhhhh.” Desah Ratna dan kemaluannya berdenyut.

“Ah, sayang, sayang. Ratna mau pipis lagi.” Ucap Ratna dan.

Srettttt, sretttt, sretttt, sretttt, sretttt, sretttt.

Cairan bening langsung keluar dari kemaluan Ratna, tepat ketika aku mengangkat wajahku.

“Ahhhhhhh.” Ratna mendesah, sambil merapatkan kedua pahanya dan kedua tangannya meremas sprei dengan kuatnya.

“Uhhhhh. Uh, uh, uh, uh, uh, uh.” Ratna terus mendesah, lalu diakhiri dengan nafas yang tersengal – sengal.

Matanya merem melek dan keringat membasahi kebaya yang dipakainya.

“Yang. Hu, hu, hu.” Panggil Ratna, lalu dia berusaha mengatur nafasnya.

“Kenapa yang.?” Tanyaku.

“Maaf, kasurnya Ratna pipisin.” Ucap Ratna.

Cok. Ratna memang benar – benar polos. Dua kali dia merasakan kenikmatan, tapi dia menganggapnya sebagai pipis biasa. Hehe, bajingan.

“Emang Ade pipis ya.?” Tanyaku menggoda Ratna.

“Iiihhh. Ngeledek ya.?” Ucap Ratna dan nafasnya perlahan sudah seperti biasa.

“Enggak kok. Aku kan cuman tanya aja.” Ucapku dan Ratna langsung memejamkan kedua matanya sejenak.

“Hiuffttt, huuuu.” Ratna menarik nafasnya dalam – dalam, lalu mengeluarkannya perlahan.

“Gila, kok bisa enak banget sih Mas.?” Tanya Ratna sambil membuka kedua matanya dan menatap ke arahku.

“Apanya.? Pipisnya.?” Tanyaku balik.

“Tau ah. Ratna tanya serius, malah dibercandain.” Ucap Ratna, sambil memiringkan tubuhnya dan menghadap ke arah dinding.

Bokongnya yang semok, montok, mulus, putih dan menggoda untuk kujamah, langsung terlihat dihadapanku.

“Yang bercandain itu siapa.? Kan aku tanya De.” Ucapku dan Ratna tetap melihat ke arah dinding.

“De.” Ucapku dan Ratna tetap diam saja.

Akupun langsung tidur dengan posisi miring, lalu aku meremas bokong Ratna dengan lembut.

“Iiiihhh.” Ucap Ratna lalu dia membalikan tubuhnya dan melihat ke arahku.

“Marah ya.?” Tanyaku, lalu aku mengecup bibirnya dengan lembut.

CUPP.

“Yang marah siapa.?” Tanya Ratna sambil mencubit kedua pipiku dengan gemasnya.

“Hehe. Terus bagaimana ini.?” Tanyaku lagi, sambil memegang batang kemaluanku yang berdiri tegak.

“Maunya bagaimana.?” Tanya Ratna sambil menepis tanganku yang memegang batangku, lalu gantian Ratna yang memegang batangku dengan agak kuat.

“Uuhhhh. Yang.” Ucapku yang terkejut, karena Ratna tiba – tiba menjadi sedikit liar.

“Giliran lagi main, manggilnya yang.” Ucap Ratna, lalu dia mengocok batangku pelan.

Clok, clok, clok, clok, clok.

“Aduh, duh. Uhhhhh.” Desahku dan tatapan Ratna langsung berubah menjadi binal, lalu dia menyapu bibir bagian atasnya dengan lidahnya.

Cok. Istriku lagi menggodaku dan dia mencoba memainkan nafsuku. Bajingan.

Clok, clok, clok, clok, clok.

“Yang. Uhhhh.” Desahku dan irama kocokan tangan Ratna, mulai agak cepat.

“Sekarang giliran Ratna yang buat Mas pipis.” Ucap Ratna, lalu dia mengedipkan mata sebelah kirinya.

Clok, clok, clok, clok, clok.

“Uhhhh. Gimana caranya buat Mas pipis.?” Tanyaku dan Ratna langsung menghentikan kocokannya dan dia meremas batangku dengan kuatnya.

“Duh, duh, duh.” Ucapku sambil memegang pergelangan tangan Ratna.

“Sayang kira, Ratna gak bisa muasin gitu.?” Tanya Ratna dan genggamannya semakin kuat dan itu membuatku batangku sedikit sakit, tapi kenikmatannya lebih banyak.

“I, I, I, iya yang.” Jawabku terbata.

“Ayo kita lakukan sekarang juga.” Ucap Ratna, sambil melepaskan gengaman tangannya.

DUNG, TAK, DUNG, TAK, DUNG.

JRENG, JRENG, JRENG. JRENG.

Terdengar bunyi tabuhan gendang paralon dan petikan gitar, yang mungkin berasal dari kamar Joko.

Cok. Apa suara kami berdua terdengar sampai luar kamar, sampai teman – temanku memainkan alat musiknya.? Bajingan.

“Yang.” Ucap Ratna dengan wajah yang sedikit panik dan dia seperti paham dengan apa yang aku pikirkan.

“Sudah, cuekin aja. Mereka pasti paham kok.” Ucapku yang mencoba menenangkannya.

“Tapi.” Ucap Ratna terpotong.

“Jadi buat Mas pipis gak.?” Tanyaku dan mata Ratna langsung melotot.

Akupun langsung tersenyum, setelah itu duduk diantara selangkangan Ratna yang aku tekuk dan aku lebarkan sedikit.

Pandangan mataku, langsung tertuju pada belahan kemaluan Ratna yang kemerahan dan sempit. Kemaluan Ratna seperti sedang tersenyum dan mengundangku untuk masuk kedalam.

“Kenapa dilihatin sih.?” Tanya Ratna dengan suara yang sangat pelan sekali dan dia mengucapkan itu sambil menutup kemaluannya.

Kembali aku tersenyum, lalu aku memajukan tubuhku sampai berada diatas tubuh Ratna. Posisiku sekarang, aku merangkak diatas tubuh Ratna dan aku bertumpu pada tangan kiriku. Tangan kananku mengocok batang kemaluanku dan aku menatap ke arah mata Ratna.

“Sudah siap.?” Tanyaku dan wajah Ratna langsung terlihat tegang. Tatapan kebinalannya tadi langsung hilang seketika dan matanya sekarang terlihat sayu.

“Su, su, sudah.” Jawab Ratna terbata dan tangannya yang menutupi kemaluannya, sekarang berada disamping tubuhnya.

Aku lalu duduk bersimpuh lagi dan jempol kiriku, langsung menyentuh bagian atas kemaluan Ratna.

“Uhhhhh.” Ucap Ratna sambil memejamkan kedua matanya.

DUNG, TAK, DUNG, TAK, DUNG.

JRENG, JRENG, JRENG. JRENG.

Suara alat music masih terdengar dari luar kamarku dan itu tidak mempengaruhi aku sama sekali.

“Kalau sakit bilang ya yang.” Ucapku sambil memajukan pinggulku, sampai ujung kemaluanku menyentuh kemaluan Ratna yang basah.

Ratna mengangguk pelan dan aku langsung menggesek bibir kemaluan Ratna, menggunakan kepala batangku.

“Ahhhh.” Ratna mendesah pelan, sambil meremas speri kasurku.

Wajahnya terlihat semakin tegang dan aku langsung menghentikan gerakanku

“Sakit.?” Tanyaku dan batang kemaluanku belum masuk sama sekali.

“Emang sudah masuk.?” Tanya Ratna.

“Belum yang. hehe.” Ucapku lalu aku tersenyum.

“Dasar.” Ucap Ratna menggerutu.

“Yang, bisa buka kebayanya gak.?” Tanyaku sambil menggesekan kepala batangku lagi ditengah kemaluannya.

“Kenapa.? Uhhh.” Tanya Ratna lalu dia mendesah, ditengah wajahnya yang tegang itu.

“Biar sayang lebih rileks.” Jawabku dengan asal.

“Oh iya.? Emang pengaruh gitu.?” Tanya Ratna dengan polosnya dan aku menghentikan gesekanku dikemaluannya.

“Sayang itu dari tadi berkeringat dan keringat itu terhalang kain kebaya. Kalau kain kebaya dilepaskan, otomatis keringat itu bebas mengalir dan sayang pasti akan rileks sekali.” Ucapku dan entah mendapatkan teori dari mana, aku mengucapkan kata – kata itu.

“Bener juga ya.” Sahut Ratna dan perlahan Ratna mulai membuka kancing serta peniti di kebaya yang dipakainya.

Aku memperhatikan setiap detail gerakan tangan Ratna, ketika membuka kain kebaya yang dipakainya dan itu membuat kemaluanku semakin tegak berdiri.

Ratna mengangkat tubuhnya sedikit, untuk meloloskan kebaya dari lengannya. Dan sekarang, tubuh Ratna hanya ditutupi bra berwarna putih. Kulit Ratna benar – benar mulus, bersih, putih dan pastinya terawat sekali.

Matakupun langsung tertuju pada buah dada Ratna, yang ukurannya kira – kira segenggaman tanganku ini.

Uhhhh.

“Branya gak sekalian dibuka yang.?” Tanyaku dengan nafsu yang semakin menggila dikepalaku.

“Oh iya.” Jawab Ratna, sambil mengangkat sedikit tubuhnya, lalu dia meraih pengait bra nya yang ada dibagian belakang, setelah itu dia meloloskannya dari tubuhnya.

Cok. Buah dada yang sekal dan putiing yang berwarna kemerahan, langsung tersaji dihadapanku dan itu membuat aku menelan air liurku.

“Sayang.” Ucap Ratna sambil menutupi buah dadanya.

“Pasti tadi itu akal – akalan sayang aja, supaya Ratna buka baju kan.?” Tanya Ratna yang baru menyadi teori ngawurku tadi.

“Enggak kok.” Jawabku berbohong.

“Bohong.” Jawab Ratna dan aku langsung menggesek kemaluannya lagi, untuk mengalihkan pembicaraan kami ini.

“Uhhhh. Sayang jahat.” Rengek Ratna dengan manja, sambil terus menutupi kedua buah dadanya.

“Yang.” Ucapku dan aku bersiap menekan batang kemaluanku.

Ratna seperti paham dengan maksudku dan dia langsung menganggukan kepalanya pelan.

Tanganku kiriku langsung meraba perutnya, agar Ratna lebih santai dan memancing nafsunya.

“Uhhhh.” Desah Ratna.

Kemaluan Ratna sudah sangat basah dan aku langsung menekan kepala batangku sedikit kedalam.

Blesss.

“Uhhhh.” Desah Ratna, sambil memejamkan kedua matanya.

Kepala batangku yang sudah masuk masuk didalam, disambut dengan remasan yang kuat dan seperti ingin disedot lebih dalam lagi.

Cok. Baru kepala batangku saja yang masuk, aku sudah merasakan kenikmatan yang luar biasa. Bagaimana kalau batangku masuk seutuhnya.? Bisa melayang tinggi ke angkasa aku nanti. Bajingan.

Aku lalu menghentikan gerakanku dan memposisikan tubuhku agar lebih nyaman ketika nanti aku mendorong pinggulku.

Tangan kananku tetap menggenggam bagian tengah batangku, sementara tangan kiriku sekarang sudah meraba naik kebagian bawah buah dada Ratna, yang masih ditutupi telapak tangannya.

“Hemmm.” Ratna mendesah pelan.

Tangan kiriku perlahan menggeser tangan kanan Ratna, agar aku bisa menyentuh buah dadanya itu.

Entah dia sadar atau tidak, tapi tangan kanannya terangkat dan aku langsung menggapai buah dadanya yang kenyal dan padat itu.

“Hemmmm.” Tubuh Ratna melengkung, ketika aku meremas buah dadanya dan sesekali memainkan puttingnya yang mengeras.

Perlahan aku mendorong lagi kemaluanku, sampai masuk seperempat.

DUNG, TAK, DUNG, TAK, DUNG.

JRENG, JRENG, JRENG. JRENG.

Suara alat music teman temanku, sekarang dikuti dengan suara nyanyian mereka yang samar – samar terdengar.

“Yang. Uhhhhh.” Ucap Ratna sambil membuka kedua matanya dan aku langsung menghentikan gerakanku.

“Sakit.?” Tanyaku.

“Enggak. Cuman agak ngilu.” Jawab Ratna, lalu dia menggigit bibir bawahnya.

“Kita berhenti aja ya.” Ucapku.

“Enggak. Kita lanjutkan.” Ucap Ratna sambil menatapku.

Karena posisi kemaluanku sudah masuk seperempat, akupun membungkukan tubuhku ke arah Ratna dan aku bertumpu pada kedua tanganku di samping tubuhnya.

“Uh, uh, uh, uh.” Nafasku mulai tersengal – sengal dan keringatku sudah menetes, mengenai tubuh Ratna.

“Sayang capek.?” Tanya Ratna sambil membelai pipiku.

“Enggak.” Ucapku sambil menggelengkan kepalaku pelan.

Dinding kemaluan Ratna semakin menjepit dan meremas batang kemaluanku dengan kuat.

“Uhhhh.” Desahku.

“Boleh aku lanjutkan.?” Tanyaku dan Ratna langsung mengangguk pelan.

Kedua tanganku langsung hinggap di buah dada Ratna dan aku langsung meremasnya pelan.

“Hem, hem, hem.” Suara desahan Ratna terdengar seksi dan aku langsung mendekatkan wajahku, keputing kanan Ratna.

CUUPPP.

Aku kecup puting kanan Ratna, sementara puting bagian kirinya aku pilin perlahan.

“Ahhhhhh.” Desah Ratna sambil merangkul leherku.

Kembali aku menekan pinggulku dan ujung kemaluanku berjuang keras, untuk masuk kedalam lubang kemaluan yang sangat sempit itu.

“Awwwww.” Desah Ratna.

Entah dia merasa kasakitan atau kenikmatan, karena aku memainkan kedua putingnya dan aku juga menusuk kemaluannya.

Kembali aku menghentikan gerakanku dan kali ini aku mengangkat wajahku, sampai menatap mata Ratna.

“Uh, uh, uh, uh.” Nafas kami berdua memburu dan tubuh kami berdua sudah bermandikan keringat.

“Yang, yang. ngilu.” Ucap Ratna dan aku merasa ujung kemaluanku seperti sedang terhalang sesuatu didalam sana, tapi entah apa itu.

CUPPP.

Aku mengecup bibir Ratna dengan lembut dan wajahnya terlihat kembali tegang.

“Tadi katanya mau buat aku pipis, kok sudah nyerah gitu.?” Ucapku dan sengaja aku mengucapkan itu, karena aku tau gengsi istriku ini pasti sangat besar.

“Siapa yang nyerah.?” Tanya Ratna dan matanya yang tadinya sayu, sekarang sedikit melotot.

“Ya sayang lah. Hemmmm.” Ucapku sambil menekan pelan pinggulku.

Bret, bret, bret, bret.

Kepala batang kemaluanku seperti menembus sesuatu dan kepala batang kemaluan semakin terasa diremas saja.

“Ratna nyerah.? Kapan Ratna bilang begitu.? Uhhhhh.” Ucap Ratna dengan mata yang melotot dan sedikit berkaca – kaca, bertepatan dengan batang kemaluanku yang sudah mentok dan masuk seutuhnya.

“Jadi sayang gak nyerah nih.? Ahhhh.” Tanyaku dan aku mengistirahatkan kemaluanku didalam sana, agar kemaluan Ratna beradabtasi dengan batangku.

“Hu, hu, hu, hu. Ya enggak lah.” Ucap Ratna dengan nafas yang tersengal – sengal.

Aku menatap matanya dengan sangat dalam dan sungguh aku sangat – sangat mencintai wanita yang sudah menjadi istriku ini.

“Aku sayang kamu istriku.” Ucapku dan air mata langsung keluar dari kelopak mata Ratna.

CUUPPP, CUUPPP.

Aku mengecup kedua mata Ratna bergantian dan Ratna langsung memejamkan kedua matanya sesaat.

“Kamu sayangku.” Ucapku sambil menarik pinggulku sedikit keatas.

“Uhhhh.” Desah Ratna dan aku menyambutnya dengan kecupan yang pelan dibibirnya.

CUUPPP.

“Kamu cintaku.” Ucapku lagi, sambil menekan pinggulku kedalam.

“Ahhhhh.” Desah Ratna dan kedua matanya melirik keatas, menyisakan bulatan hitamnya setengah.

CUUPPP.

Aku kecup lagi bibirnya pelan, lalu menghentikan gerakanku.

“Hu, hu, hu, hu.” Nafasku memburu dan bersahut – sahutan dengan Ratna.

“Sudah masuk semua ya yang.? Hu, hu, hu. hu.” Tanya Ratna dan aku langsung tersenyum, sambil menganggukan kepalaku.

“Uhhhh. Pantas aja tadi perih.” Ucap Ratna dan linangan air matanya kembali turun membasahi pipinya.

“Uh, uh, uh. Sekarang masih perih.?” Tanyaku lagi.

“Sedikit, tapi gak seperih tadi.” Jawab Ratna dan aku merasa kemaluan Ratna terasa berkedut, seperti memijit batang kemaluanku.

“Terus.?” Tanyaku.

“Sakit, tapi gak sesakit yang Ratna pikirkan tadi. Mas bisa membuat kesakitan Ratna tidak begitu terasa.” Jawab Ratna, sambil membelai pipiku lalu mengecup bibirku dengan lembut.

CUUPPP.

“Ratna sayang Mas.” Ucap Ratna dan aku langsung menghapus air matanya, lalu aku mengecup bibirnya.

CUPPP.

“Ratna cinta Mas.” Ucap Ratna lagi dan kembali aku mengecup bibirnya.

CUPPP.

Kening kami berdua saling menempel dan hidung kami saling bergesekan.

“Boleh Mas goyang sekarang.?” Tanyaku.

“Iya, tapi jangan cepat – cepat. Masih ngilu.” Jawab Ratna dan aku langsung melumat bibirnya.

CUPPP, CUPPP, CUPPP.

Lidah kami bergantian saling memasuki mulut kami. Aku mengisap lidah Ratna ketika didalam mulutku dan Ratna juga menghisap lidahku ketika didalam mulutnya.

“Hem, hem, hem.” Desah kami disela lumatan kami.

Aku lalu mengangkat pinggulku sedikit.

“Huuuup, ahhhh.” Ucap Ratna sambil melepaskan lumatan kami dan aku mendorong pinggulku kedalam lagi.

“Pelan – pelan yang. Ahhhh.” Ucap Ratna dan aku mengecup bibirnya lagi, sambil menarik pinggulku, sampai menyisakan setengah batangku didalam.

“Hemmm.” Jawabku dan kembali aku menekan pinggulku kedalam.

Mata Ratna sedikit melotot ketika aku menekan batangku kedalam dan ketika aku menariknya keluar.

Dan ketika Ratna sudah mulai bisa beradabtasi dengan goyanganku ini, aku lalu mulai menggenjot pelan pinggulku.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Uh, uh, uh, uh, uh.” Nafas kami sama – sama memburu dan aku masih menggenjot dengan irama yang pelan.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Uh, uh, uh, uh, uh. Masih perih yang.?” Tanyaku sambil terus menggenjot.

“Uh, uh, uh, uh, uh. Gak terlalu yang.” Jawab Ratna, sambil mendangakkan kepalanya keatas.

“Hemmmmm.” Desah Ratna yang tertahan dan urat – urat lehernya terlihat dengan jelas.

“Slurrpppppp.” Aku menjilat leher Ratna dan itu membuat tubuhnya menggelinjang.

“Ahhhhhh.” Desah Ratna dan kedua tangannya meremas speri dengan kuat.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Ah, uh, ah, uh, ah, uh.” Desah kami bersahut sahutan.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Enak banget yang, enak banget. Ah, ah, ah, ah.” Ucapku lalu aku mendesah.

“Uh, uh, uh, uh, uh. Ratna juga mulai terasa enak yang.” Jawab Ratna sambil melihat ke arahku dan bibir kami saling melumat lagi.

CUPPP, CUPPP, CUPPP.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Hem, hem, hem, hem.” Suara desahan kami disela lumatan ini.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Uhhhhhh.” Desahku lalu aku menghentikan gerakanku sejenak, dengan posisi kemaluanku didalam kemaluan Ratna.

“Masih ngilu yang.? Hu, hu, hu, hu.” Tanyaku dengan nafas yang cepat.

“Iya Yang. Tapi sudah terasa nikmat kok. Hu, hu, hu, hu. hu.” Jawab Ratna dan keletihan terlihat diwajahnya.

“Boleh aku pipis didalam.?” Tanyaku dan Ratna hanya mengagguk pelan.

“Kalau goyangannya aku cepatin, sakit gak.?” Tanyaku lagi.

“Gak tau. Dicoba aja yang.” Jawab Ratna dan sekarang aku yang mengangguk pelan.

Aku lalu menegakkan tubuhku, karena kedua tanganku yang kubuat tumpuan membungkuk, terasa sedikit keram.

Aku lalu memegang buah dada Ratna dan bersiap untuk bergoyang lagi.

“Hem.” Desah Ratna sambil memegang kedua punggung tanganku.

“Aku goyang ya.?” Ucapku dan selangkangan kami berdua, menempel erat.

Ratna mengangguk dan aku mulai menarik pinggulku lagi, lalu menekannya kedalam.

“Ahhhhhh.” Desah kami bersamaan, lalu.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Aku mulai menggoyang lagi, sambil meremas kedua buah dada Ratna.

“Ah, uh, ah, uh, ah, uh.” Desah kami sambil saling bertatapan.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Enak yang, enak. Hu, hu, hu.” Gumamku.

“He eh. Uh, uh, uh, uh.” Jawab Ratna.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Aku mengehentikan goyanganku sejenak, lalu memajukan tubuhku, merapat ketubuh Ratna. Aku tidak sepenuhnya menindih tubuh Ratna, karena aku masih bertumpu pada kedua sikutku.

Aku lalu menggoyang lagi, sambil melumat bibir Ratna.

CUPPP, CUPPP, CUPPP.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Hem, hem, hem, hem.” Suara desahan kami disela lumatan ini.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Tempo gerakanku mulai agak cepat dan Ratna tidak protes sama sekali. Dia justru sangat menikmati dan dia melumat bibirku dengan ganasnya.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Hem, hem, hem, hem.”

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Muacchhh.” Ratna melepaskan ciumannya dan menatapku dengan sayu.

“Ratna mau pipis lagi yang. Hu, hu, hu.” Ucap Ratna.

“Aku juga yang. Aku juga mau pipis. Ah, ah, ah. ah.” Jawabku sambil mempercepat goyanganku.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Ah, uh, ah, uh, ah, uh.” Desah kami berdua.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Air maniku sudah terasa berkumpul diujung batang kemaluanku dan nikmatnya sungguh luar biasa.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Ahhhhhh.” Desah Ratna dengan tubuh yang mengejang.

Dan,

Srettttt, sretttt, sretttt, sretttt, sretttt, sretttt.

Cairan Ratna keluar lagi dan bersamaan dengan.

Crotttt, crotttt, crotttt, crotttt, crotttt, crotttt, crotttt.

Aku juga menumpahkan air maniku kedalam kemaluan Ratna.

“Uuuhhhh.” Desahku sambil menekan kemaluanku kedalam kemaluan Ratna.

“Aaahhhh.” Ratna mengejang dan tubuhnya bergetar.

Kami berdua sama – sama merasakan gelombang orgasme yang begitu hebatnya dan kami seperti dibawa terbang tinggi ke angkasa yang dipenuhi kenikmatan.

Gila. Ini sangat luar biasa dan baru kali ini aku merasakan kenikmatan yang sungguh membahagiakan. Bukannya aku tidak menghargai kenikmatan yang dulu pernah diberi wanita – wanita yang ada disekitarku, tapi jujur baru kali ini aku bermain dengan lepas.

Mungkin aku bisa selepas ini, karena Ratna pasanganku yang sah, jadi tidak ada beban dipundakku. Ini bukan alasan, tapi memang benar – benar kenyataan. Bukan hanya kenikmatan yang aku dapatkan, tapi juga rasa sayang dan rasa cinta yang semakin besar kepada istriku ini.

Hiuufftt, huuuu.

“Yang, bisa turun.? Ngilu banget. Hu, hu, hu.” Ucap Ratna yang mengejutkanku.

“Oh iya. Uh, uh, uh, uh.” Jawabku dengan nafas yang cepat, lalu aku menegakkan tubuhku, sambil melepaskan kemaluanku dari dalam kemaluan Ratna.

Plop.

Kemaluan Ratna terlihat memerah, karena bercak darah perawan yang ada dipinggir kemaluannya dan juga dikasurku. Air manikupun sedikit meluber keluar dari kemaluan Ratna.

“Ahhhhhh.” Hembusan nafas Ratna yang panjang dan dia melakukannya, sambil menyelonjorkan kedua kakinya yang tertekuk.

Aku lalu merangkak kesebelah Ratna, lalu aku tidur dengan posisi menyamping menghadap Ratna, karena kepalaku belakangku terasa sakit kalau aku tidur terlentang.


Samar – samar terdengar sebuah lagu dan itu menggantikan irama music dari teman – temanku tadi.

“Hiuufftt, huuu.” Aku menarik nafasku dalam – dalam, sambil membelai pipi Ratna yang sedang menghadap ke arah langit – langit kamarku.

“Huuuuuu.” Ratna menghela nafas panjangnya, sambil menoleh ke arahku.

“Gila ya Mas. Hu, hu, hu.” Ucap Ratna dengan sisa – sisa kenikmatan diwajahnya dan juga keletihan dimatanya.

“Banget De. Ini gila banget. Hu, hu, hu.” Ucapku.

Ratna langsung memiringkan tubuhnya dan dia juga menghadap ke arahku.

“Jalan kehidupan seseorang siapa yang tau. Kemarin kita masih berstatus sahabat, sekarang sudah jadi suami istri.” Ucap Ratna sambil membelai dadaku.

“Iya. sama seperti usia manusia. Tidak ada yang tau.” Jawabku dan entah kenapa bibirku langsung berucap seperti ini.

Ratna sempat terkejut dengan ucapanku dan dia langsung menatapku dengan tatapan yang sangat dalam sekali.

“Sayang sudah tau tentang.” Ucap Ratna terpotong dan dia seperti tidak tega melanjutkan pertanyaannya.

“Sudah.” Jawabku singkat, lalu aku tersenyum kepadanya.

“A, a, apa sayang menyerah dengan penyakit ini.?” Tanya Ratna, sambil menyentuh bagian dadaku sebelah kiri bawah.

“Enggak. Ada kamu yang menjadi penyemangatku dan aku pasti akan berjuang sekuat tenagaku.” Jawabku dan Ratna langsung memelukku dengan erat.

Dadanya terasa bergetar dan dan aku tau dia berusaha menahan tangisnya.

“Jangan menangis sayang, jangan. Aku tidak mampu melihatmu meneteskan air mata.” Ucapku sambil membelai rambutnya dengan lembut.

“Enggak, Ratna gak akan meneteskan air mata lagi. Ratna sudah mendapatkan cintanya sayang dan Ratna sudah sangat bahagia sekali hari ini.” Ucap Ratna dengan suara yang bergetar dan keningnya menempel didadaku.

“Kamu wanita hebat yang, hebat sekali.” Ucapku sambil terus membelai rambutnya dan perlahan air mataku menetes dengan bangsatnya.

Air mata ini keluar tidak permisi dan air mata ini jatuh tepat diatas rambut wanita yang aku sayangi.

“HUUPPPP.” Tiba – tiba dadaku terasa sangat sakit sekali dan hatiku terasa dicengkram dengan kuatnya.





#Cuukkk. Ini perih banget cok. Air mataku sampai menetes karenanya dan aku tidak sanggup menahan air mataku cok. Bajingan.
Mantoeeell



@Kisanak87 /USER] is back


Lancroetkan hu🦅🦅💦💦
 
Bimabet
“Papah dan Mamah setuju kok.” Ucap seseorang dibelakangku dan aku langsung menoleh kebelakang.

Sepasang suami istri yang bergandengan tangan, tampak berdiri sambil tersenyum ke arah kami berdua. Sang suami berwajah ganteng seperti bule, sementara yang perempuan berwajah cantik khas pulau ini.

“Papah, Mamah.” Ucap Ratna dengan wajah yang terkejut, sekaligus bahagia.

Waw. Ini kedua orang tua Ratna.? Gila. Pantas aja Ratna berwajah cantik, rupanya kedua orang tuanya sangat rupawan seperti ini.

“Sayang.” Ucap Mamahnya Ratna, sambil melepaskan pegangan tangannya ditangan suaminya, lalu beliau merentangkan kedua tangannya ke arah Ratna.

“Mamah.” Ucap Ratna dengan mata yang berkaca – kaca, lalu dia berlari dan memeluk Mamahnya dengan erat.

“Hiks, hiks, hiks, hiks. Kangen.” Ucap Ratna dan Mamahnya langsung membelai rambut Ratna pelan.

“Makin cantik aja anak Mamah ini.” Ucap Mamahnya dengan suara yang sangat lembut sekali.

“Iya Mah.” Ucap Papahnya Ratna, lalu beliau memeluk Ratna dan juga istrinya bersamaan.

Pelukan itu memperlihatkan kasih sayang dan juga cinta yang sangat luar biasa. Aku sampai tidak bisa berucap apapun dan aku hanya bisa melihat pemandangan yang penuh dengan cinta ini.

Djiancok. Apa aku bisa mencintai Ratna, seperti yang ditunjukan Papahnya itu.? Apa aku bisa menyayangi Ratna, seperti kasih sayang beliau berdua.? Apa aku bisa memberikan perhatian, tanpa ada kekurangan sedikitpun seperti kedua orang tuanya.?

Hiuufft, huuuu.

Papah Ratna melepaskan pelukannya, sambil melihat ke arahku. Beliau lalu berjalan ke arahku dan menjulurkan tangan kanannya ke arahku.

“Hartono, Hartono Van Gerrit.” Ucap Papahnya Ratna memperkenalkan diri dan aku langsung menyambutnya, sambil mencium punggung tangan beliau.

“Gilam Om. Gilang Adi Pratama” Ucapku setelah mencium punggung tangan beliau dan aku mengucapkannya dengan sangat sopan sekali.

Tapi entar dulu. Nama beliau tadi apa.? Hartono Van Gerrit.? Kok sama dengan nama belakang Rendi sih.? Apa Ratna dan Rendi itu punya hubungan saudara.? Tapi kenapa mereka berdua bersikap biasa aja dan Ratna atau Rendi tidak pernah bercerita kepadaku.?

“Kok manggilnya Om sih.? Katanya mau menikah dengan putri saya, kok manggil saya begitu.?” Ucap Papahnya Ratna dan aku langsung tersipu malu.

“Ma, ma, maaf Pah.” Ucapku dengan agak kaku, karena aku sangat malu sekali.

“Mas, Mba, kok gak langsung masuk.” Ucap Pak Tomo yang berdiri didekat pintu rumahnya.

“Aku masih mau kenalan sama calon menantuku Tom.” Ucap Papahnya Ratna.

“Nanti lagi aja kenalannya. Sekarang masuk dulu, karena acaranya mau dimulai.” Ucap Pak Tomo.

“Kalian berdua juga cepat masuk.” Ucap Pak Tomo kepadaku dan juga Ratna yang sedang dirangkul mamahnya.

“Satu menit.” Ucap Papahnya Ratna ke Pak Tomo, lalu melihat ke arahku.

“Oke.” Jawab Pak Tomo lalu beliau masik kedalam rumahnya lagi.

“Beri aku satu alasan, agar aku tidak menyesal telah menyetujui hubunganmu dengan putriku.” Ucap Papahnya Ratna dan itu semakin membuatku grogi.

Aku menarik nafasku dalam – dalam, lalu mengeluarkannya perlahan.

“Saya mencintai Ratna Pah.” Jawabku dan terlihat wajah Papahnya Ratna seperti tidak puas dengan jawabanku.

“Kebahagiaan, kehangatan, dan perhatian, itu bagian dari cinta dan saya akan berusaha mencurahkan semuanya untuk Ratna.”

“Mungkin cinta saya tidak sesempurna seperti yang Papah dan Mamah berikan untuk Ratna. Tapi sebagai calon pasangan hidup dari putri tersayang Papah, saya berjanji akan berusaha untuk membahagiakan Ratna, demi kesempurnaan cinta kami Pah.” Ucapku dan Papah Ratna langsung memelukku dengan erat.

Ratna yang melihat Papahnya memelukku, langsung menitikkan air matanya, dirangkulan Mamahnya.

“Semoga bahagia selalu menyertaimu nak.” Ucap Papah Ratna dengan suara yang bergetar, sambil menepuk punggungku pelan.

Beliau lalu melepaskan pelukannya dan giliran Mamah Ratna yang mendekat ke arahku.

“Menikah itu bukan hanya menerima kebaikan dari pasangan, tapi juga menerima hal yang paling buruk.”

“Jujur dan saling menguatkan, adalah cara yang terbaik dalam mengarungi biduk rumah tangga Nak.” Ucap Mamahnya Ratna dan aku hanya mengangguk pelan.

“Mamah tau, hari ini acaranya hanya untuk lamaran saja. Tapi tidak salahkan kalau Mamah menitip pesan seperti ini.?” Tanya Mamahnya Ratna kepadaku.

“Enggak Mah. Justru Gilang sangat berterimakasih, karena nasehat mamah ini sangat berguna sekali bagi Gilang.” Ucapku dan Mamah Ratna langsung tersenyum.

Aku meraih tangan kanan beliau lalu aku menciumnya dan Mamah Ratna langsung mengecup keningku, seperti Ibuku mengecup kening Ratna tadi.

CUUPPP.

“Kita masuk sekarang.” Ucap Papahnya Ratna.

Papahnya Ratna langsung merangkul Ratna dan berjalan masuk kedalam rumah. Sementara Mamahnya Ratna yang berdiri dihadapanku, langsung merangkul lengan kiriku dan mengajakku masuk kedalam rumah juga.

Didalam ruangan rumah Pak Tomo, keluargaku yang laki – laki duduk lesehan diruang tamu, sementara yang perempuan duduk diruang tengah. Pak Tomo tampak duduk didekat Bapakku dan Papahnya Ratna langsung menyalami seluruh keluargaku.

Mamahnya Ratna melepaskan rangkulannya ditanganku, lalu mendekat ke arah Ibuku sambil menggapai tangan Ratna yang terlihat malu.

Suasana sedikit tegang terlihat diwajah seluruh keluargaku, begitu juga Pak Tomo. Mereka semua tadinya mengobrol santai, tapi ketika Papahnya Ratna masuk, semua orang jadi terdiam dan tidak ada yang berbicara satupun.

“Jadi bagaimana ini.?” Tanya Papahnya Ratna dan beliau duduk disebelah Pak Tomo, sementara aku langsung duduk disebelah Joko.

“Mohon maaf Mas. Perkenalkan nama saya Darman. Saya Bapak dari Gilang Adi Pratama. Saya datang bersama keluarga besar saya, untuk melamar ananda Ratna.” Ucap Bapakku tanpa basa – basi, yang langsung kepada tujuan kedatangan kami kerumah ini.

“Cok. Bapak kok langsung ngomong begitu.? Kenapa gak pakai acara basa – basi dulu.?” Bisik Joko kepadaku.

“Bapakku kok.” Jawab Damar yang duduk disebelah kanan Joko, sementara aku disebelah kiri Joko.

“Assuu.” Maki Joko ke Damar, dengan suara yang sangat pelan sekali.

“Oh. Ini acara lamaran aja ya.?” Tanya Papahnya Ratna dan se isi rumah ini langsung tertuju kepada beliau.

“Maksudnya bagaimana Mas.?” Tanya Pak Tomo ke Papahnya Ratna.

“Ya saya kira langsung menikah, soalnya kami kan harus balik kenegeri kincir angin secepatnya.” Jawab Papahnya Ratna dan kami semua langsung terkejut dibuatnya.

“Cok. Kok enak nasibmu cok.” Bisik Joko dan aku tidak menghiraukannya.

“Kalau sampean berkenan menerima lamaran kami dan meminta hari ini juga pernikahannya, keluarga kami sangat senang sekali Mas.” Ucap Bapakku dan seluruh keluargaku langsung tersenyum mendengarnya.

“Bajingan. Koen rabi dino iki cok.” (Bajingan. Kamu menikah hari ini cok.) Bisik Joko lagi kepadaku dan aku tetap tidak menghiraukannya.

Pandanganku langsung tertuju ke Ratna. Wajahnya terlihat bahagia, dengan senyum yang mengambang dibibir dan mata yang berkaca – kaca.

“Sikat wes.” (Sikat sudah.) Ucap Joko yang terus saja bersuara.

Dadaku langsung berdetak dengan kencang dan keringat dingin langsung keluar di keningku. Bukan karena penyakitku yang kambuh, tapi karena suasana ini semakin menegangkan bagiku.

Semalam Bapak memang berencana untuk langsung menikahkan aku, tapi itu hanya sekedar permintaan kepadaku dan bukan keharusan. Ucapan Papah Ratna ini seolah mengaminkan ucapan Bapak semalam dan sekarang Bapak terlihat sangat senang sekali.

Terus bagaimana ini.? Apa hari ini aku benar – benar akan menikah dengan Ratna.?

Bukannya aku tidak senang atau bahagia, bukan seperti itu. Tapi apa ini tidak terlalu cepat.? Aku dan Ratna kan belum mempersiapkan segalanya. Terus bagaimana dengan kelanjutan tugas akhir kami.?

Djiancok. Kok aku malah mikirin tugas akhir sih.? Nikah yang sudah didepan mata ini yang seharusnya aku pikirin. Bajingan.

“Ya sudah Mas. Kalau begitu kita nikahkan aja sekarang. Nunggu apa lagi.?” Ucap Papahnya Ratna kepada Bapakku dan itu semakin membuat dadaku berdetak dengan cepat.

“Benar juga Mas. Rukun dan syarat nikahnya kan sudah lengkap. Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk menunda pernikahan ini.” Sahut Bapakku.

“Ada mempelai laki – laki, ada mempelai perempuan, ada wali nikah untuk mempelai perempuan dan diruangan ini pasti ada yang mau menjadi sebagai saksi nikah, terus proses nikah. Bereskan.?” Ucap Bapakku lagi dengan tenangnya.

“Beres Pak.” Sahut Mas Candra, Mas jago dan juga Joko dengan kompaknya.

Cok. Jadi aku beneran akan menikah hari ini.? Gak bercanda kan.?

“Ba, bagaimana dengan mahar untuk nikahnya Pak.?” Tanyaku dan entah kenapa aku berani bertanya seperti ini.

“Mahar apa yang bisa kamu siapkan saat ini.?” Tanya Papahnya Ratna dengan santainya.

“Kenapa kamu bingung.? Itu sudah ada seperangkat alat untuk ibadah, jadi untuk apa lagi kamu bertanya.?” Sahut Pak Tomo.

“Ya sudah, kita mulai saja akad nikahnya.” Ucap Papah Ratna dan lagi – lagi ucapan beliau membuatku terkejut.

Cok. Semudah itukah urusan untuk pernikahan.? Apakah tidak ada ritual atau persyaratan yang harus aku jalani dan aku penuhi.?

Tapi kalau dipikir – pikir, menikah itu ya memang seperti itu. Apa coba persyaratan yang kurang.? Gak ada kan.? Apa harus mengadakan digedung mewah dan menyebar ribuan undangan.? Apa harus sampai mengeluarkan uang yang bertumpuk dan menyibukan banyak orang.? Enggak perlu kan.? Lebih baik uang itu digunakan untuk membeli rumah atau modal usaha. Gak perlu bermewah - mewah, tapi ujungnya hanya berbicara gengsi. Djiancok.

“Lang.” Panggil Papahnya Ratna yang mengejutkanku dari lamunan.

“Ya Pah.” Jawabku.

“Cok. Papah.? Sejak kapan kamu manggil Bapaknya Ratna dengan sebutan Papah.?” Bisik Joko dan Damar langsung menyenggol lutut Joko.

“Maju kemari.” Ucap Papahnya Ratna dan aku langsung melihat ke arah Bapakku, lalu melihat ke arah Ibu.

Kedua orang tuaku mengangguk pelan dan seperti menyuruhku agar duduk dihadapan Papahnya Ratna.

Untuk kesekian kalianya, aku menarik nafasku dalam – dalam untuk menenangkan hatiku yang sangat tegang ini. lalu setelah agak tenang, aku berdiri perlahan lalu berjalan ke arah Ibuku.

Aku bersimpuh dihadapan Ibuku dan aku langsung mencium punggung tangan orang yang sudah melahirkan aku kedunia ini. Tidak ada kata yang sanggup aku ucapkan dan hanya air mataku yang membasahi tangan beliau ini yang menjadi ucapan permohonan restuku.

Ibuku tidak mengeluarkan sepatah katapun dan beliau hanya membelai kepalaku pelan.

Aku lalu meminta restu kepada Bapak, ke empat Mbahku, kedua adikku dan teman – temanku. Setelah selesai meminta restu, aku langsung duduk bersila dihadapan Papahnya Ratna.

“Nak. Duduk disebelah calon suamimu.” Ucap Papahnya Ratna kepada Ratna.

Ratna lalu meminta restu kepada Ibunya, Pak Tomo dan juga istrinya. Ratna juga meminta restu kepada Papahnya, lalu dia duduk disebelahku.

Istri Pak Tomo berdiri, lalu memasangkan sebuah kain selendang untuk menutupi kepalaku dan juga kepala Ratna.

“Baiklah. Sekarang kita akan memulai akad nikah ini dan saya sendiri yang akan menikahkan putri saya.” Ucap Papahnya Ratna dengan suara yang bergetar.

“Seisi ruangan ini akan menjadi saksi pernikahan ini dan semoga kita semua diberi kemudahan oleh Sang pencipta.” Ucap Papahnya Ratna, sambil menjulurkan tangan kanannya kepadaku.

Dengan tangan yang agak bergetar, aku menyambut tangan kanan Papahnya Ratna dan beliau langsung menggenggam tanganku.

“Saya nikahkan engkau Ananda Gilang Adi Pratama Bin Darman, dengan anak saya yang bernama Ratna Silvi Juwita Binti Hartono Van Gerrit dengan mas kawin berupa seperangkat alat ibadah dibayar tunai.” Ucap Papahnya Ratna sambil menatapku dan mengeratkan gengaman tangannya.

Aku menarik nafasku, lalu aku mengucapkan kalimat yang akan menjadi pembuka jalan hidup baruku.

“Saya terima nikahnya Ratna Silvi Juwita Binti Hartono Van Gerrit dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.” Ucapku dengan sekali tarikan nafas dan aku mengucapkannya dengan tegas.

“SAH.” Teriak Joko, Damar, Mas Candra dan Mas Jago dengan kompaknya.

“Huuuu.” Aku hembuskan nafas panjangku, dengan sedikit bergetar.

Papah Ratna melihatku dan aku langsung membungkuk, lalu mencium punggung tangan beliau yang masih aku genggam.

“Hiks, hiks, hiks.” Terdengar isakan tangis Ratna dan aku langsung menegakkan tubuhku, lalu melihat ke arah Ratna.

Aku rapikan rambutnya yang terurai dan aku selipkan ditelinga kanannya.

Ratna menoleh ke arahku, di iringi dengan suasana yang hening diruangan ini. Tidak ada yang bersuara dan semua hanya menundukan kepala. Perlahan Ratna menggeser tubuhnya, sampai duduk menghadap ke arahku.

“Kamu tau, sebenarnya kemarin sore aku lebih memilih diam dan tidak mengeluarkan isi hatiku, karena aku takut kamu akan terluka nantinya.” Ucapku sambil memegang tangan kanannya dan meremasnya pelan.

“Tapi ternyata diamku salah dan itu justru menyakiti perasaanmu. Dan bukan hanya kamu, tapi semua orang yang menyayangi aku.”

“Aku bodoh, karena aku berpikir semuanya akan baik – baik saja nantinya. Tapi ternyata sekali lagi aku salah, salah karena cintamu benar – benar luar biasa.”

“Terimakasih sudah mencintaiku dan terimakasih sudah menerima aku sebagai suamimu.”

“Terimakasih sudah melengkapi ketidaksempurnaanku, dengan sempurnanya cintamu.” Ucapku lalu aku mengangkat punggung tangan kanan Ratna, setelah itu aku mencium telapak tangannya dengan lembut.

CUUPPP.

Aku pegang jemari lentik istriku ini dengan tangan kiriku, sambil merogoh kotak kecil dikantong depan celananku.

Tap.

Aku buka kotak cincin itu, lalu aku ambil cincin bermata biru muda dan aku langsung memasang cincin itu diujung jari manis Ratna.

“Aku menyayangi kamu hari ini, esok dan seterusnya.” Ucapku, lalu dengan tangan yang bergetar, aku mendorong cincin itu masuk kejari manis Ratna.

Cincin itu terpasang sempurna dan sangat pas dijari lentik Ratna.

Ratna memegang telapak tangan kananku dengan kedua tangannya, setelah itu dia mengecup punggung tanganku pelan.

CUUPPP.

Air matanya menetes dan membasahi punggung tangan kananku dan aku langsung membelai rambutnya pelan.

“Ratna tidak tau apa artinya cinta. Yang Ratna tau, Ratna hanya merasa nyaman ketika Ratna berada disamping Mas.” Ucap Ratna sambil menegakan tubuhnya dan menatapku dengan lingan air matanya.

“Kita sama – sama tidak sempurna dan semoga ikatan ini yang akan menyempurnakan ketidak sempurnaan kita.”

“Mohon maaf, Ratna tidak bisa merangkai kata – kata yang indah, untuk mewakilkan kebahagiaan didalam hati ini.”

“Terimakasih atas kebahagiaan yang Mas berikan, dan Ratna yakin masih banyak kebahagiaan lain yang akan menanti Ratna esok hari.” Ucap Ratna sambil menatap mataku.

Mamah Ratna langsung mendekat dan menyerahkan sebuah kotak kecil kepada Ratna. Ratna yang terkejut itu langsung menerima kotak kecil itu dan langsung membukanya.

Sebuah cincin bermata bening terselip ditengah kotak dan Ratna langsung mengambilnya, sambil menatap Mamahnya.

Mamahnya mengangguk dan seperti mengkode Ratna untuk memakaikannya untukku. Ratna langsung melihat ke arahku dan memegang jari manis tangan kananku.

“Bimbing Ratna Mas. Bimbing Ratna kejalan yang akan kita lalui bersama.” Ucap Ratna sambil memasangkan cincin dijariku dan aku menyambutnya dengan mengecup keningnya dengan lembut.

CUUPPP.

Itu sekelumit cerita dihari yang sangat membahagiakan bagiku, bagi Ratna dan bagi mereka yang menyayangi kami berdua.

Tidak ada kemewahan, tapi terasa sangat istimewa. Tidak ada kemeriahan, tapi terasa sangat meriah. Tidak banyak orang, tapi terasa banyak doa yang mengelilingi aku.

Hari ini adalah hari bahagiaku, sekaligus hari yang paling menyedihkan yang pernah aku jalani. Wajah seluruh orang dirumah Pak Tomo terlihat tersenyum, tapi tatapan mereka tidak bisa membohongi aku.

Aku tidak bisa melarang mereka untuk tidak melakukan hal yang paling aku benci, yaitu mengasihani aku. Tapi kalau seandainya aku berada diposisi mereka, mungkin aku juga akan mengasihani orang yang sedang bertarung melawan penyakit seperti yang aku alami ini.

Entah aku harus bagaimana esok hari. Tapi yang jelas kehadiran Ratna disampingku pasti akan memberikanku semangat, untuk menghadapi hari – hari terberat yang sudah menanti.

Sebagai seorang laki – laki dan kepala rumah tangga, aku juga tidak akan terlalu merepotkan istriku. Aku akan berjuang sekuat tenaga untuk melawan penyakitku ini dan aku akan berusaha untuk melakukan aktifitas seperti biasa.

Hiufftt, huuuu.

Sore hari setelah acara pernikahanku dan seluruh keluarga besarku selesai bercengkrama, aku meminta izin untuk membawa Ratna kekosanku. Pak Tomo sempat melarangku dan menawarkan untuk tinggal dirumahnya, tapi aku tidak ingin merepotkan beliau dan aku masih bisa menolaknya.

Sebenarnya aku ingin mencari kontrakan baru, tapi Joko melarangku dan dia memintaku untuk tinggal dikosan saja. Kalau sudah Joko yang berbicara, aku pasti tidak bisa menolaknya. Akupun akhirnya memutuskan untuk tinggal sementara dikosan.

Oh iya. Keluargaku sore ini juga balik ke Desa Sumber Banyu dan diantar oleh Mas Jago. Sedangkan aku balik kekosan bersama Ratna dan Joko, diantar oleh Mas Candra.

Kembali suasana haru menyelimuti rumah Pak Tomo, ketika kami berpamitan untuk kekosan. Air mata pun menghiasi wajah – wajah sedih keluargaku dan aku juga tidak mampu membendung air mataku.

Kami berdua lalu masuk kedalam mobil, sambil bergandengan tangan dan kami berdua saling menguatkan.

Hiuufftt, huuuu.

“Piye cok.?” (Bagaimana cok.?) Tanya Joko ketika mobil sudah berjalan meninggalkan rumah Pak Tomo.

“Opone seng piye.?” (Apanya yang bagaimana.?) Tanyaku sambil merangkul pundak Ratna dan kami berdua duduk dikursi belakang mobil.

“Rangkul aku Jok.” Ucap Mas Candra sambil melirik ke arah spion tengah mobil.

Joko lalu menoleh ke arahku, lalu dengan cepatnya dia melihat ke arah depan lagi.

“Djiancok.” Gerutu Joko.

“Mas. Bisa gak ngomongnya gak pakai memaki.?” Tanya Ratna dan dia memanggil Joko dengan sebutan Mas juga.

“Bisa aja. Tapi tolong kasih tau laki – laki yang duduk disebelahmu itu. Bilang, wajahnya gak usah menggathelkan seperti itu.” Jawab Joko

“Memangnya ada apa dengan wajah laki – lakiku ini.? Dia ganteng dan juga jantan loh Mas.” Ucap Ratna sambil menyandarkan kepalanya dipundakku.

“Jadi maksudmu kami gak ganteng dan gak jantan gitu Rat.?” Tanya Mas Candra.

“Ganteng itu relative Mas. Tapi kalau jantan, itu pilihan.” Jawab Ratna.

“Maksudnya.?” Tanya Joko sambil menoleh ke arah belakang.

“Kalau ganteng itu sudah biasa Mas. Tapi kalau jantan, itu hanya sebutan bagi laki – laki yang berani meminang seorang wanita.” Jawab Ratna dan aku langsung memainkan kedua alis mataku ke arah Joko, yang masih menoleh ke arah kami berdua.

“Bajingan. Podo – podo nggatheli.” (Bajingan. Sama – sama menjengkelkan.) Gerutu Joko sambil melihat ke arah depan lagi.

“Apa Mas.?” Tanya Ratna.

“Enggak, enggak ada apa – apa kok Rat. Mas Candra itu loh. nyupirnya kurang jeli.” Jawab Joko.

“Kenapa aku yang dibawa – bawa.? Gantian sini kamu yang nyetir.” Ucap Mas Candra ke Joko.

“Joko biasa naik sapi, mau disuruh bawa mobil.? Bisa – bisa dia berdiri diatap mobil, sambil pegang tali. Terus dia bilang. Yihaa. Hus, hus, hus.” Sahutku.

“Hahahaha.” Mas Candra langsung tertawa senang.

“Assuu.” Maki Joko lagi dan suasana didalam mobil ini, langsung berubah penuh dengan candaan.

Perjalanan kamipun akhirnya sampai juga dikosan. Aku dan Ratna turun dari mobil, setelah itu aku kebagasi bagian belakang mobil untuk mengambil dua tas pakaian Ratna.

“Sudah masuk aja. Entar aku yang bawa.” Ucap Mas Candra.

“Santai aja Mas. Aku masih kuat bawa tas ini.” Ucapku sambil mengambil tas pakaian Ratna yang besar, sementara tasnya yang kecil, langsung diambil oleh Ratna.

“Rat.” Panggil Joko.

“Kenapa Mas.?” Tanya Joko.

“Kamu gak ngucapin terimakasih sama Mas ganteng ini kah.?” Tanya Joko sambil menepuk dada bagian kirinya dengan pelan.

“Ganteng.? Ganteng atap yang bocor.?” Tanyaku.

“Genteng iku cok, genteng. Mosok aku dipadakno ambe genteng.? Bajingan.” (Genteng itu cok, genteng. Masa aku disamakan sama genteng.? Bajingan.) omel Joko dan aku hanya tersenyum saja, sambil berjalan ke arah pintu kosan.

“Eh cok. Ngatasi a.?” (Eh cok. Mampu menyelesaikan kah.?) Tanya Joko dan aku hanya tersenyum, sambil menggelengkan kepalaku pelan.

“Ganteng tapi gak jantan, percuma.” Ratna yang menjawab dan itu langsung membuat mata Joko melotot.

“Maksudmu bagaimana Rat.?” Tanya Joko dan Ratna langsung menggandeng tanganku.

“Masuk yo yang.” Ucap Ratna kepadaku dan dia tidak menjawab pertanyaan Joko. Ratna mengucapkan kata – kata itu pelan didekat telingaku, sambil melirik ke arah Joko.

“Rat.” Ucap Joko dan aku langsung masuk kedalam kosan, dengan Ratna yang menggelendot mesra dilenganku.

“Nanti desahnya jangan kencang – kencang ya.” Ucapku dengan suara yang agak keras, tapi nadanya seperti berbisik.

“Djiancok.” Maki Joko.

“Hahaha.” Akupun tertawa dan aku sudah berdiri didepan pintu kamarku.

“Mau mandi dulu De.?” Tanyaku ke Ratna.

“Ratna mau istirahat dulu sebentar. Bolehkan Mas.?” Jawab Ratna dan aku langsung menganggukan kepalaku, sambil membuka pintu kamar.

Aku meletakan tas yang kubawa didekat lemariku dan Ratna juga meletakan tas yang dibawanya. Ratna lalu duduk didekat kasurku, dengan kaki yang terselenjor kedepan.

Aku lalu menutup pintu kamarku dan menguncinya. Sekarang aku tidak sendirian lagi dikamar ini dan aku bersama istriku. Aku takut ketika Ratna mengganti pakaiannya, teman – temanku lupa dan langsung main nyelonong aja kekamarku. Kan bisa repot urusannya.

Setelah pintu kamar aku kunci, perlahan aku membalikan tubuhku dan melihat ke arah Ratna. Kami berdua sempat saling memandang, lalu sama – sama memalingkan wajah. Suasana didalam kamar inipun, tiba – tiba menjadi kaku.

Arrgghh. Jujur aku sangat canggung dengan kondisi seperti ini. Aku dan Ratna itu kemarin – kemarin bersahabat dan hari ini tiba – tiba sudah menjadi suami istri. Memang aku sudah terbiasa menggandeng tangannya, bahkan aku pernah menciumnya. Tapi itukan waktu kami belum menikah dan bebanku tidak terlalu berat waktu itu.

Ha.? Beban.? Gak salah nih.? Kenapa aku harus terbebani.? Ratna kan sekarang sudah sah jadi istriku, jadi harusnya aku lebih bebas untuk menyentuhnya. Kalau mau jadi beban pikiran, ya dulu waktu sebelum ada ikatan yang sah. Gimana sih aku ini.? bodoh banget.

Tenang Lang, tenang. Kamu harus bisa tenang dalam kondisi seperti ini. Wanita yang duduk dihadapanmu ini adalah istrimu, jadi kamu gak perlu tegang apalagi canggung. Masa menghadapi wanita lain kamu bisa tenang, sedangkan dengan istrimu sendiri gak tenang.? Bajingan.

“De.” Ucapku kepada Ratna dan istriku itu langsung menoleh ke arahku sambil tersenyum.

Aku lalu melangkah ke arahnya, sambil menjulurkan tangan kananku ke arahnya. Ratna menyambut uluran tanganku dan menarik tanganku pelan, sampai aku terduduk disebelahnya.

“Kenapa.? Mau ‘main’.?” Tanya Ratna dan kami duduk sambil melihat ke arah lurus kedepan.

Cok. Kok langsung jujur seperti ini sih istriku ini.? Aku tau kata ‘main’ yang diucapkan itu, bukan kata main seperti biasa. Kata ‘main’ itu pasti untuk malam pertama kami. Djiancok. Kenapa gak pakai acara romantis – romantisan dulu, baru bicara menjurus untuk malam pertama. Aku saja masih mencoba mengontrol pikiranku, malah dianya yang ceplas ceplos. Bajingan.

“’Main’ apa.?” Tanyaku sambil menoleh ke arahnya.

“Huu. Mukanya sudah mesum begitu, pakai acara nanya mau ‘main’ apa.” Ucap Ratna sambil mendorong pipiku pelan.

“Emang kelihatan ya.?” Tanyaku sambil mengerutkan kedua alis mataku.

“Gak kelihatan sih, cuman nampak aja.” Jawab Ratna, sambil mengalihkan pandangannya lurus kedepan, lalu dia mengibaskan rambutnya pelan.

Huuu. Seksi banget sih wanitaku ini. Apa dia sengaja melakukan gerakan itu, untuk memancing birahiku.?

Arrgghhh. Jadi enak kalau begini.

Akupun langsung memajukan wajahku, untuk mencium pipinya.

“Eh, eh, eh. Mau ngapain.?” Tanya Ratna sambil menghindari ciumanku dan aku langsung menghentikan gerakanku.

“Itu loh ada semut didekat telinga.” Ucapku berbohong, sambil memundurkan wajahku.

“Alasan. Bilang aja mau cium.” Ucap Ratna sambil membersihkan daun telinganya.

“Gak percaya, tapi dibersihkan juga.” Ucapku sambil melihat ke arah depan lagi.

“Apa’an sih.?” Ucap Ratna.

Hiuuffttt, huuuu.

“Eh De. Ade ada hubungan keluarga sama Rendi ya.?” Tanyaku untuk mencairkan suasana yang kaku ini.

“Hem. Gimana ya.?” Ucap Ratna, sambil menampakan wajah seperti agak kebingungan.

“Kok bingung.?” Tanyaku sambil merangkul pundak Ratna dan Ratna langsung menggeser tubuhnya, merapat ketubuhku.

“Kami berdua memang punya hubungan saudara, tapi jauh banget.” Jawab Ratna dan aku langsung melihat ke arahnya.

“Kok kamu baru ngomong kalau punya hubungan saudara dengan Rendi.?” Tanyaku sambil melepaskan rangkulanku dipundaknya, lalu aku merapikan rambutnya dan aku selipkan ketelinganya, sehingga melihatkan lehernya yang putih bersih.

“Gak apa – apa. Sudah ah, ga usah di bahas lagi.” Jawab Ratna sambil menoleh ke arahku sebentar, lalu melihat ke arah depan lagi.

“Kenapa.?” Tanyaku, lalu aku mengecup leher Ratna pelan.

CUUPPP.

“Iiiiihhhh. Kok nyium leher sih.?” Ucap Ratna yang sedikit mendesah, sambil menoleh ke arahku dan memegang bagian lehernya yang aku cium tadi.

“Gak apa – apa.” Jawabku sambil tersenyum, lalu aku melihat ke arah depan lagi.

Aku tidak melanjutkan pembahasan tentang hubungan persaudaraannya dengan Rendi lagi, karena Ratna terlihat malas untuk membahasnya.

“Papah sama Mamah sejak kapan tinggal dinegeri kincir angin.?” Tanyaku dan kembali aku merangkul pundak Ratna.

“Mulai Ratna masuk kuliah.” Jawab Ratna singkat.

“Kok Ade gak ikut.?” Tanyaku lagi sambil menoleh ke arahnya dan daun telinga Ratna tepat berada didepan mulutku.

CUPPP.

Aku mengecup daun telinga Ratna dan Ratna langsung memiringkan wajahnya, karena kegelian.

“Iiiihhh. Nakal banget sih.” Rengek Ratna sambil menoleh ke arahku, lalu mendorong pelan pipiku.

“Terus kenapa.?” Tanyaku.

“Kok kenapa itu loh. bibirnya itu loh nakal banget.” Ucap Ratna sambil mencubit pelan pipiku.

“Iiihhh. Maksudku itu, kenapa Adek gak ikut ke negeri kincir angin.?” Tanyaku sambil memegang punggung tangan Ratna yang masih memegang kedua pipiku.

“Oooo. Kalau Ratna ikut kesana, Ratna gak ketemu Mas dong.” Ucap Ratna dan wajah kami sudah berhadapan, dengan jarak yang dekat.

“Cuman itu jawabannya.?” Tanyaku sambil mendekatkan wajahku ke arahnya dan Ratna memundurkan wajahnya, sambil mengerutkan kedua alis matanya.

“Mau nyium ya.?” Tanya Ratna dengan polosnya.

“Emang kenapa.? Gak boleh ya kalau aku mencium istriku sendiri.?” Tanyaku dan Ratna langsung terkejut mendengar pertanyaanku.

Perlahan wajah terkejutnya langsung berubah menjadi sedih dan matanya langsung berkaca – kaca.

“Ma, maaf.” Ucap Ratna dengan terbata.

“Untuk.?” Tanyaku yang kebingungan.

“Maaf kalau Ratna tidak menyadari posisi Ratna saat ini dan Ratna tidak bisa menjalankan kewajiban Ratna sebagai seorang istri.” Ucap Ratna pelan, lalu dia memalingkan wajahnya, setelah itu dia menunduk.

“Ya ampun De. Kamu itu ngomong apasih.?” Tanyaku dan Ratna tetap menunduk.

Aku lalu merangkak ke arah depan Ratna dan kakinya yang tadinya terselonjor, sekarang menekuk kesamping pahanya. Aku duduk bersila dihadapannya, lalu aku angkat pelan dagunya, sampai tatapan matanya melihat ke arah mataku.

“Hey. Kamu itu istriku yang sangat luar biasa De.” Ucapku lalu aku tersenyum kepadanya.

“Maaf Mas, maaf. Ratna takut.” Ucapnya dan aku langsung mengerutkan kedua alis mataku.

“Takut kenapa.?” Tanyaku.

“Ma, ma, malam pertama.” Jawab Ratna terbata, sambil memainkan ujung kebaya yang masih dikenakannya.

“Ha.?” Ucapku yang terbengong, mendengar jawaban polos istriku ini.

Cok. Pantas saja dia selalu menghindar kalau aku cium, rupanya dia takut menghadapi malam sakral ini.? Bajingan.

Tapi kenapa tadi dia memancingku dengan kata ‘main’, sedangkan dia sendiri takut dengan yang namanya malam pertama.? Apa dia tadi berusaha untuk mencairkan suasana, tapi ternyata tidak berhasil.? Terus aku harus bagaimana ini.? Apa iya malam pertama kami, hanya dilewatkan begitu saja.? Walaupun Ratna sudah sah sebagai istriku, tidak mungkin aku memaksanya, apalagi sampai memperkosanya. Gak lucu banget itu. bajingan.

“Ya udah De. Kalau kamu takut, kita tunda aja sampai kamu siap.” Ucapku menenangkan Ratna, walaupun dari dalam hatiku yang terdalam, ada sedikit kekecewaan yang terasa.

“Itu dia Mas. Ratna bingung, karena Ratna mau menyempurnakan hari bahagia kita ini, dengan malam pertama.” Jawab Ratna dan itu semakin membingungkanku.

“Jangan dipaksakan De. Ditunda dulu aja.” Sahutku yang terus menenangkannya.

“Emang Mas gak mau melakukannya dengan Ratna ya.?” Tanya Ratna dengan wajah yang terlihat kecewa dan sedih.

“Melakukan apa.?” Tanyaku yang semakin bingung dengan sikapnya.

“Ya itu.” Jawab Ratna.

“Ya itu apa.?” Tanyaku lagi.

“Ihhhh. Mas ini loh.” Rengek Ratna dengan manjanya.

“Hehehe.” Dan aku hanya tersenyum, sambil membelai rambutnya pelan.

“Mas kok malah ketawa sih.?” Tanya Ratna.

“Mas gak ketawa kok.” Jawabku.

“Sebel ah.” Ucap Ratna meraju, sambil memalingkan wajahnya.

“Ya sudah, ya sudah. Sekarang Ade maunya bagaimana.?” Tanyaku.

“Tau.” Jawab Ratna dan dia tetap tidak melihat ke arahku.

“Hiufftt, huuuu.” Aku menarik nafasku dalam – dalam dan Ratna langsung melihat ke arahku.

“Mas gak apa – apa.?” Tanya Ratna dan aku langsung menggelengkan kepalaku pelan.

“Beneran.” Tanya Ratna lagi.

“Iya De.” Jawabku.

“Hiufftt, huuuu.” Giliran Ratna yang menarik nafasnya dalam – dalam, lalu mengeluarkannya perlahan.

“Kenapa.?” Tanyaku.

“Gak apa – apa.” Jawab Ratna.

“Ya sudah. Bagaimana kalau kita melakukannya, tapi pelan – pelan aja. Kalau Ade merasa gak sanggup atau kesakitan, kita hentikan.” Ucapku dan sengaja aku mengucapkan ini, agar dia tidak terlalu takut dan kecewa.

“Bo, boleh.” Jawab Ratna dengan terbata dan wajah yang terlihat tegang, sekaligus gembira.

Aku lalu mendekatkan wajahku ke wajah Ratna dan Ratna langsung menarik nafasnya dalam – dalam, setelah itu dia menutup matanya. Aku menghentikan gerakanku dan jarak wajah kami sangat dekat sekali.

Wajah Ratna sedikit memucat, bibirnya bergetar dan matanya terpejam dengan kuat. Istriku terlihat sangat tegang dan juga sangat grogi sekali. Jangankan berciuman atau bersentuhan, bertatapan mata saja, dia tidak berani melakukannya.

Ada apa dengan Ratna ya.? Kalau dia malu atau takut berdekatan dengan laki - laki, kenapa sebelum menikah dia berani memegang tanganku, memandang mataku, bahkan sempat sampai berciuman.

Kelihatannya aku harus mencairkan suasana ini dulu, agar bisa membuat Ratna sesantai mungkin dan tidak terbebani dengan malam pertama kami ini.

Aku colek hidung Ratna sampai dia terkejut dan dia langsung membuka matanya.

“Sayang. Kenapa sih ngagetin.?” Tanya Ratna dengan wajah yang terlihat bingung.

“Sayang.? Sekarang manggilnya sayang nih.?” Godaku.

“Iiiihhh. Ditanya kok malah nanya balik.” Ucap Ratna sambil memencet hidungku pelan dan wajahnya perlahan mulai terlihat santai.

Aku pegang punggung tangan kanannya yang memencet hidungku sampai terlepas, lalu aku kecup telapak tangannya itu, sambil melihat wajahnya.

CUUPPP.

“Aku sayang kamu.” Ucapku dan Ratna langsung membelai wajahku dengan tangan kirinya.

“Ratna juga sayang sama Mas.” Ucap Ratna dan aku menarik tangannya pelan, sampai wajahnya mendekat kepadaku.

Kedua matanya kembali terpejam dan aku mengecup telapak tangannya yang masih aku genggam ini.

CUUPPP.

“Aku sayang kamu.” Ucapku lagi dan mata Ratna kembali terbuka.

Wajah kami sudah sangat dekat sekali, sampai hembusan nafasnya terasa diwajahku.

“Ra, Ra, Ratna juga sayang.” Ucap Ratna dengan mata yang sayu dan suara yang bergetar.

Aku memiringkan wajahku ke arah kanan dan Ratna lagi – lagi memejamkan kedua matanya.

CUUPPP.

Aku kecup lagi telapak tangannya dan Ratna membuka lagi kedua matanya.

“Aku sayang kamu.” Ucapku yang mengulangi kata – kataku.

“Ra, Ra, Ratna juga sayang.” Jawabnya yang terus terbata.

Jarak bibir kami sangat dekat dan aku langsung menempelkan bibirku di bibir Ratna.

CUUPPP.

Ratna sempat terkejut dan kembali dia menutup matanya. Aku tetap membuka mataku dan aku tidak mengulum bibirnya. Aku hanya menempelkan bibirku dibibirnya dan itu rasanya sudah sangat luar biasa.

Bibirnya yang sedikit bergetar, mengalirkan rasa cinta yang begitu mendalam dan menularkan getarannya sampai kedalam hatiku.

Aku menikmati setiap detik bibir kami yang saling menempel dan jujur, nafsu belum bermain didalam kepalaku.

Nafas Ratna memberat dan dia tetap memejamkan matanya.

Kedua tanganku langsung merangkul dibelakang lehernya dan kedua tangan Ratna berada diatas pahanya.

Aku belai rambutnya yang lurus dan indah, untuk menenangkan ketegangan yang dia rasakan.

Kedua mata Ratna perlahan mulai terbuka dan bibirnya sudah mulai tidak bergetar, tapi tertutup. Bibirnya atasnya tetap menyatu dengan bibir bawahnya dan sangat terasa sekali dia canggung dalam berciuman.

Hem.

Aku mulai mengulum bibir bawahnya pelan dan perlahan bibir Ratna mulai terbuka sedikit. Bibir atasku mulai masuk kedalam mulutnya, tapi dia tidak mengulumnya.

Hem, hem, hem, hem.

Aku terus mengulum bibirnya pelan, sambil sesekali aku menyapu bibir bawahnya dengan lidahku.

Hem, hem, hem, hem.

Desahan Ratna mulai terdengar, dengan di iringi nafasnya yang mulai cepat.

Muuaacchh.

Aku lepaskan kuluman bibirku dan nafas Ratna langsung memburu.

“Hu, hu, hu, hu.” Deru nafas Ratna yang terdengar dan tatapan matanya semakin sayu.

“Kenapa.?” Tanyaku sambil membelai pipinya yang lembut.

“Hu, hu, hu, hu. Ratna belum pernah berciuman, apalagi selama ini Mas. Hu, hu, hu.” Ucap Ratna sambil memegang punggung tangan kananku yang membelai pipinya.

Wajahnya memerah, nafasnya tersengal – sengal, kedua matanya sayu dan pengangan tangannya sangat erat sekali.

“Belum pernah berciuman.? Terus yang waktu itu kita lakukan apa.?” Tanyaku dan kembali aku menggodanya, agar Ratna menjadi tenang kembali.

“Itukan gak disengaja dan jujur itu pertama kali bibir ini bersentuhan dengan bibir laki - laki. Hu, hu, hu.” Ucap Ratna dan dia mencoba mengatur nafasnya.

Cok. Kelihatannya Ratna benar – benar gadis polos dan belum pernah ‘berhubungan’ dengan laki – laki manapun. Djiancok. Itu beda sekali dengan aku yang sudah sering kali ‘berhubungan’ dengan beberapa wanita.

Ratna menyerahkan segala kehormatannya dengan laki – laki yang menjadi suaminya, sementara aku, entah apa yang bisa aku berikan kepadanya. Bajingan.

“Mas.” Ucap Ratna dan nafasnya sudah mulai tenang.

“Ya.” Ucapku.

“Mikir apa.?” Tanya Ratna.

“Engga De.” Ucapku berbohong.

Ratna lalu berlutut dihadapanku, dengan tubuh yang tegak dan kedua tangan yang melingkar dileherku.

“Mas. Ratna tidak perduli dengan masa lalu percintaan Mas gilang, karena Ratna mencintai dan menerima Mas Gilang dengan sepenuh hati. Ini bukan karena kita sudah menjadi suami istri loh ya. Tapi sebelum kita meresmikan hubungan kita ini, hati Ratna sudah memantapkan pilihannya. Jadi Ratna mohon, tidak usah memikirkan masa lalu. Masa lalu itu hanya kenangan dan itu milik kita masing – masing. Sedangkan masa depan, masa depan itu milik kita bersama.” Ucap Ratna yang seperti tau isi kepalaku dan kedua tanganku langsung merangkul pinggulnya.

Kepalaku terdanga, karena posisi wajah Ratna lebih tinggi dari posisiku yang duduk ini.

“Terimakasih De.” Ucapku dengan suara yang bergetar, karena ucapan Ratna yang terdengar sangat tulus ini.

Ratna lalu tersenyum, setelah itu dia mendekatkan wajahnya kewajahku dan,

CUUPPP.

Ratna mengecup bibirku, lalu dia menatapku mataku lagi.

“Sudah berani ngecup ya.?” Tanyaku.

“Emang gak boleh ya.?” Ratna bertanya balik.

“Boleh sih. Tapi bisa agak lama’an dikit gak.?” Tanyaku.

“Maunya.” Ucap Ratna dan sekarang dia sudah benar – benar sangat santai.

Aku tarik punggung Ratna agar lebih merapat ke arahku dan langsung aku menempelkan bibirku dibibir Ratna yang merapat.

Bibir bawahnya aku apit dengan bibir atas dan bibir bawahku, lalu perlahan aku melumat bibirnya dengan lembut

“Hem, hem, hem, hem.” Desahku dan lagi – lagi Ratna tidak membalas lumatanku. Dia hanya membuka bibirnya sedikit, sehingga bibir atasku masuk lebih dalam kedalam mulutnya.

Bibirnya aku hisap dan sesekali aku sapu dengan lidahku.

Nafas Ratna terasa cepat keluar dari hidungnya dan perlahan dia mulai membalas melumat bibir atasku.

“Hem, hem, hem, hem.” Desah kami bersahut – sahutan, disela lumatan yang semakin memanas ini.

Kepala Ratna menunduk dan leherku dirangkulnya dengan kuat. Sedangkan aku, aku mendangakkan kepalaku, sambil mengelus pungung Ratna dan sesekali telapak tanganku hinggap di kedua bongkahan bokong Ratna. Kedua tanganku tidak meremas bokongnya, karena aku takut dia tidak merasa nyaman..

Ciuman kami berlangsung cukup lama, sehingga air liur kami menyatu disela kuluman yang sangat nikmat ini.

Bebeberapa saat kemudian, aku memasukan lidahku kedalam mulut Ratna dan Ratna langsung melepaskan kuluman kami.

“Muaacchhh.”

“Sayang. Hu, hu, hu, hu.” Ucap Ratna dan wajahnya terlihat terkejut, dengan nafas yang tersengal – sengal.

“Kenapa.?:” Tanyaku.

“Kalau ciuman itu, harus pakai lidah ya.? Hu, hu, hu, hu.” Tanya Ratna dengan polosnya.

“Enggak juga. Tapi kalau menurutku, lebih enak kalau lidah ikut bermain.” Ucapku dan Ratna langsung mengerutkan kedua alis matanya. Kedua tangannya tetap merangkul leherku dan kedua tanganku sekarang berada dibokongnya.

“Kenapa sayang.? Sayang gak suka ya kalau aku pakai lidah.?” Tanyaku dan Ratna mengkidikkan tubuhnya.

“Hiiii.” Ucap Ratna.

“Sayang jijik ya.?” Tanyaku lagi.

“Bukan begitu yang. Cuman agak geli – geli gimana gitu.” Jawab Ratna dan kembali dia mengkidikan tubuhnya.

“Ya sudah. Kalau sayang gak suka, aku gak pakai lidah lagi.” Ucapku.

“Bukannya gak suka sayang. Cuman Ratna agak canggung aja, karena Ratna gak punya pengalaman sama sekali dalam berciuman.” Jawab Ratna dan sekarang dia membelai rambutku.

“Oke. Kalau begitu ciumannya yang biasa aja ya.” Ucapku dan Ratna langsung melumat bibirku.

Bibir lembut, imut dan seksi Ratna, terasa geli dan juga perlahan mulai membangkitkan nafsuku.

“Hem, hem, hem, hem.”

Aku membalas lumatannya dan tiba – tiba, lidahnya masuk kedalam mulutku dan menyapu bagian dalam bibir atasku.

“Heeeeemm.” Desahku dan itu benar – benar sangat nikmat sekali.

Aku langsung meremas bokong Ratna dengan lembut dan Ratna sempat terkejut sesaat. Dia menghentikan sapuan lidahnya dan aku langsung menghisap lidahnya, lalu ujung lidahnya aku sapu dengan ujung lidahku.

“Hup. Ahhhh.” Desah Ratna.

Aku melepas kan ciuman kami dan Ratna langsung meletakan keningnya dikeningku.

“Kenapa.?” Tanyaku.

“Tangannya nakal.” Ucap Ratna dengan manjanya.

“Suka gak.?” Tanyaku lagi dan Ratna mengangguk pelan.

Aku meremas lagi bokong Ratna dan Ratna langsung mengecup bibirku.

CUUPPP.

“Jadi bagaimana.?” Tanyaku dan kening kami masih saling menempel.

CUUPPP.

Ratna mengecup ujung hidungku.

“Apanya yang bagaimana.?” Tanya Ratna.

“Kita lanjutkan atau kita istirahat dulu.?” Tanyaku.

Ratna langsung menegakkan tubuhnya dan melepaskan rangkulannya dileherku. Istriku itu mengangguk pelan, lalu dia tertunduk malu.

Aku lalu menegakkan tubuhku dan bertumpu pada kedua lututku, sampai tinggi kami berdua agak sejajar.

“Boleh aku buka.?” Tanyaku kepada Ratna yang masih menunduk dan Ratna langsung mengangkat wajahnya.

“Apanya.?” Tanya Ratna dengan polosnya dan tatapan matanya, kembali membuatku grogi dan salah tingkah.

“Ya, ya, ya, baju kamu sama bajuku.” Jawabku terbata.

“Ha.?” Ucap Ratna yang terkejut sambil menyilangkan kedua tangannya didada.

“Katanya tadi mau dilanjutkan, kok gak mau buka baju.?” Tanyaku dengan herannya.

“Emang harus pakai acara buka baju gitu.?” Tanya Ratna dan aku langsung mengerutkan kedua alis mataku.

“Terus bagaimana kita ‘melakukannya’, kalau kita berdua tidak buka baju.?” Tanyaku.

“Begitu ya.? Tapi Ratna kan malu yang.” Ucap Ratna lalu dia menunduk lagi.

“Malu.?” Tanyaku sambil memeluk pinggangnya agak kebawah atau tepatnya dibongkahan bokongnya.

“Gimana ya.?” Jawab Ratna yang kebingungan.

“Masa malu sama suaminya sendiri sih.?” Tanyaku dan aku merapatkan tubuhnya ke arahku, sambil meremas pelan bokongnya.

“Iihhhhh.” Ratna mendesah pelan sambil mengangkat wajahnya, lalu dia menggigit bibir bawahnya.

Waw. Kelihatannya kelemahan Ratna berada dibokongnya dan nafsunya bisa cepat bangkit kalau aku meremasnya.

CUUPPP.

Aku mengecup ujung hidungnya, sambil terus meremas bokongnya.

“Yang. hem.” Ucap Ratna, lalu diakhiri dengan desahan yang sangat seksi sekali.

“Kenapa yang.?” Tanyaku dan sekarang aku mulai meraba paha sampingnya. Rabaanku kemudian naik keatas, tepat dibalik kebaya yang dipakainya, untuk mencari ujung kain jarik dibagian perutnya.

“Gak apa – apa. Hemm.” Ucap Ratna dengan pandangan sayunya dan kedua tangannya langsung merangkul leherku.

“Kamu cantik.” Ucapku lalu aku mengecup bibirnya, ketika aku menemukan ujung kain jariknya dan aku langsung melepaskannya perlahan.

CUUPPP.

Ratna langsung melumat bibirku dan aku membalasnya, dengan menghisap bibir bagian atasnya.

Kian jarik yang ditahan oleh sabuk yang dikenakan Ratna akhirnya terlepas, dan terturun kebawah.

“Hem, hem, hem, hem.” Desah kami bersahut – sahutan dan aku langsung berdiri, sambil menarik tubuh Ratna supaya ikut berdiri.

Kain jarik yang dikenankannya pun terlepas dan rupanya Ratna menggunakan celana short pendek yang ketat.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP.

Ciuman kami semakin memanas dan aku tidak tau Ratna sadar atau tidak, kalau kain jariknya terlepas.

Perlahan kedua tanganku meraba paha sampingnya dan mengarah kebokongnya.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP.

“Hemmmm.” Ratna mendesah disela lumatan kami, dengan tubuh yang sedikit bergetar.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP.

Aku remas bokongnya, lalu kedua tanganku masuk kedalam celana short yang dikenakannya. Telapak tanganku menyentuh kulit mulus bokong Ratna dan itu langsung membuat Ratna mengelinjang kenikmatan.

“Hemmmm.” Desah Ratna sambil menghisap bibir bawahku dan aku meremas bokong yang padat itu dengan sangat pelan.

Matanya semakin sayu dan dia menatapku penuh dengan nafsu.

Aku lalu meraih ujung celana short Ratna dan menurunkannya perlahan, sambil mengulum bibir Ratna.

“Hem, hem, hem, hem.” Desah kami bersahut – sahutan.

Aku turunkan celana short Ratna, sampai sebatas pahanya.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP.

Lidah kami saling bergantian masuk kedalam mulut kami dan Ratna sudah sangat menikmati kuluman kami.

“Hem, hem, hem, hem.”

Tangan kananku aku arahkan kebagian paha kiri Ratna dan tangan kiriku tetap meremas bokongnya.

Aku meraba paha kiri Ratna dengan lembut dan rabaan ini terus berjalan ke arah bagian selangkangan Ratna.

CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP, CUUPPP.

Tanganku sudah menyentuh bibir kemaluan Ratna yang sangat basah dan aku langsung membelai bagian tengahnya, menggunakan jari tengahku.

“Hemmmmm.” Desah Ratna dan tubuhnya menggeliat.

Basah, lembab dan becek, sangat terasa dijari tengahku ini. Kemaluankupun sudah berdiri dengan tegak dan nafsu sudah mulai menguasai kepalaku.

Tubuh Ratna semakin menggeliat, ketika aku menggesek pelan bagian tengah kemaluannya.

“Hem, ehem, ehem, ehem.” Desah Ratna disela lumatannya.

Beberapa saat kemudian. Pahanya mengapit tanganku yang ada selangkangannya, lalu tubuhnya bergetar dengan hebat.

“MUACHHH.” Ratna langsung melepaskan kuluman kami dan dia mendesah dengan suara yang coba ditahannya.

“Heemmmmmm.” Desah Ratna dan kepalanya langsung terdanga, dengan di iringi cairan yang kental keluar dari kemaluannya.

“Sayang. Hu, hu, hu, hu.” Ucap Ratna dengan kepala yang tegak kembali dan mata yang sedikit melotot, serta kedua tangan yang memegang tanganku yang ada diselangkangannya.

“Kenapa yang.?” Tanyaku dan aku langsung menarik tanganku yang dipegangnya.

“Kenapa Ratna bisa pipis yang enak banget.? Hu, hu, hu, hu.” Tanya Ratna lalu menunduk, dan.

“Ha.” Ucap Ratna yang terkejut, sambil menutupi kemaluannya yang terbuka itu.

“Sayang lepas kain jarik sama celana dalam Ratna.?” Tanya Ratna sambil melihat ke arahku.

“Sayang gak terasa.?” Tanyaku balik sambil melihat ke arah selangkangannya yang coba ditutupi dengan kedua telapak tangannya itu.

“Jangan lihat.” Ucap Ratna sambil menutupi kedua mataku dengan telapak tangan kanannya dan telapak tangan kirinya tetap berada diselangkangannya.

Tangan kiriku langsung memegang pergelangan tangan kiri Ratna dan aku menurunkannya perlahan.

“Kenapa yang.?” Tanyaku.

“Ratna malu.” Jawabnya dengan wajah yang memerah. Entah karena masih dikuasai kenikmatan atau memang benar – benar malu.

Tangan kirinya tetap aku pegang dengan tangan kananku, sementara tangan kananku langsung memegang tangan kirinya yang menutupi kemaluannya.

“Gak perlu malu sayang. Kamu istriku yang sangat cantik dan kamu itu seksi banget.” Ucapku yang mencoba merayunya.

“Iya, tapi Ratna kan belum pernah telanjang dihadapan laki – laki.” Ucap Ratna dan aku langsung merangkul lehernya, lalu aku rapatkan wajah sampingnya didadaku.

“Terus bagaimana sekarang.?” Tanyaku dan aku langsung mengelus punggungnya pelan.

“Yang. Tangannya sayang tadi kena pipisnya Ratna ya.?” Tanya Ratna yang tidak menjawab pertanyaanku dan dia justru mengangkat wajahnya dari dadaku, lalu menatap wajahku.

Aku hanya tersenyum dan matanya kembali melotot.

“Kenapa dilapkan di kebaya Ratna.?” Tanya Ratna sambil menoleh ke arah punggungnya yang aku belai.

“Ihhhh. Jorok banget sih.” Ucap Ratna yang meraju.

“Emang tadi sayang pipis ya.?” Tanyaku dan kembali Ratna melihat ke arahku.

“Tau.” Jawab Ratna dan aku langsung melepaskan rangkulanku dilehernya, setelah itu aku menyerong kesamping, lalu aku membopong tubuh Ratna.

“Yang, sayang.” Ucap Ratna yang terkejut dan tubuhnya sedikit berontak.

“Aduh duh.” Tubuhku bergoyang dan aku tidak kuat terlalu lama membopong tubuh Ratna.

Aku lalu membungkuk dan kedua lututku langsung terjatuh di kasur.

“Duh, duh, duh.” Ucap Ratna dan aku meletakan tubuhnya diatas kasur.

“Maaf yang, maaf.” Ucapku.

“Kenapa pakai membopong segala sih.? Sudah tau tubuhnya sekarang gampang capek, pakai acara gendong Ratna segala.” Ucap Ratna dengan tubuh yang tertidur dan kembali dia menutupi selangkangannya.

“Ya biar romantis yang.” Ucapku dan aku merebahkan tubuhku disebelah tubuh Ratna, dengan posisi menyamping. Aku tidak berani meletakkan kepala belakangku dikasur, karena pasti terkena lukaku yang masih tertutup perban ini.

Kami berdua saling berpandangan dan aku tersenyum kepadanya.

“Sok – sok’an romantis.” Ucap Ratna dan dia mencoba untuk memakai celana shortnya.

Aku langsung menahan tangannya, agar membiarkan shortnya tetap terturun

“Mau dilanjutkan apa enggak.?” Tanyaku.

“Sayang curang.” Ucap Ratna.

“Kenapa curang.” Tanyaku.

“Masa Ratna sudah telanjang, tapi sayang masih pakai celana.” Jawab Ratna.

“Ya sudah, lepasin dong celanaku.” Ucapku.

“Ha.” Ucap Ratna sambil menoleh ke arahku.

“Mau nggak.?” Tanyaku dan wajah Ratna terlihat kebingungan.

“Kelama’an.” Ucapku dan aku langsung membuka kancing celanaku lalu menurunkan resleting celanaku.

“Sayang, sayang.” Ucap Ratna yang menahan gerakan tanganku.

“Hehe. Bercanda kok.” Ucapku dan aku membiarkan kancing celanaku terbuka, serta resletingnya terturun.

“Iiihhh.” Ucap Ratna sambil memegang punggung tanganku yang berada diatas kemaluanku.

“Mau lanjut gak.?” Ucapku yang tidak bosan bertanya seperti ini dan Ratna langsung melirik ke arah selangkanganku.

“Yang, kok besar.?” Tanya Ratna yang melihat gelembung kemaluanku yang masih tertutup celana dalamku. Posisi kemaluanku yang berdiri tegak, membuat ujung kepala kemaluan mengintip sedikit di atas celana dalamku.

“Masa sih.?” Tanyaku.

“A, a, apa itu cukup, masuk di.” Ucap Ratna yang terptong dan dia malu melanjutkan ucapannya.

“Pasti masuklah.” Sahutku.

“Gak mungkin yang. Punya sayang besar begitu, masa bisa masuk di punya Ratna yang sempit ini.” Ucap Ratna dengan wajah yang kembali terlihat grogi.

“Masuk yang. Coba diukur dulu.” Ucapku.

“Ha.? Gimana cara ngukurnya yang.?” Tanya Ratna.

“Ya dipegang dong yang.” Jawabku sambil menggeser tanganku dari selangkanganku, sehingga tangan Ratna yang berada dipunggung tanganku, jatuh diatas kemaluanku.

“Yang.” Ucap Ratna terkejut dan sekarang telapak tanganku yang memegang punggung tangannya.

Aku langsung melumat bibirnya, sambil mencengkram pelan punggung tangan Ratna dan itu membuat tangan Ratna meremas kemaluanku.

“Hemm.” Desahku.

Tangan Ratna tidak berontak dan perlahan dia mulai meremas kemaluanku dengan sendirinya.

Tangan kananku yang memegang tangan Ratna, sekarang aku angkat, lalu aku arahkan kekemaluan Ratna.

“Hemm.” Desah Ratna dan pinggulnya sempat terdorong sedikit kebelakang, ketika jemariku menyentuh kemaluannya.

Aku menggosok kemaluannya lagi dan itu membuat pinggulnya bergoyang pelan, lalu di ikuti kedua lututnya yang tertekuk dan paha yang sedikit terbuka.

Uhhhh. Posisi Ratna yang mengangkang seperti ini, membuatku lebih mudah menggosok kemaluannya.

“Hem, hem, hem.” Desah Ratna.

Karena posisi Ratna disebelah kiriku, dia agak kesulitan meremas kemaluanku dengan tangan kanannya. Ratna lalu memiringkan tubuhnya sedikit ke arahku, dengan posisi tetap mengangkang. Tangan kirinya langsung menyelinap masuk kedalam celana dalamku dan dia langsung memegang batang kemaluanku.

“Muaaccchhh. Hu, hu, hu.” Ciumannya dilepaskan dan nafasnya tersengal – sengal.

“Besar banget ini yang. Hu, hu, hu.” Ucap Ratna sambil terus menggenggam kemaluanku dan aku terus menggosok kemaluannya.

“Pasti cukup yang, pasti cukup. Uhhhh.” Ucapku dan nafsuku benar – benar memuncak, karena genggaman tangan Ratna dikemaluanku ini.

“Beneran yang.? ahhhhh.” Tanya Ratna dan dia mengangkat sedikit pinggulnya, karena ada cairan yang merembes dari kemaluannya.

“Kita coba dulu ya. Kalau memang sakit, kita berhenti.” Ucapku dan tanpa persetujuannya, aku langsung bangkit dari posisiku ini dan pegangan tangan Ratna dikemaluanku terlepas.

“Yang.” Ucap Ratna dengan agak ragu, sambil meluruskan kakinya lagi dan dia menutupi kemaluannya.

“Sayang ragu ya.?” Tanyaku dan sekarang aku bersimpuh diantara kedua kakinya.

“E, e, enggak kok.” Jawab Ratna terbata.

“Kalau begitu, kita mulai ya.” Ucapku dan aku langsung berdiri, lalu aku menurunkan celana panjangku dan juga celana dalamku.

Aku lalu melepaskan kaosku dan sekarang aku berdiri telanjang bulat, dihadapan Ratna yang tertidur.

“Ha.” Ucap Ratna sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, sehingga menampakkan kemaluannya yang bersih, serta ditumbuhi sedikit rambut itu.

Waw. Pahanya, selangkangannya, kemaluannya dan juga pusarnya, terlihat sangat putih bersih dan juga terawat. Pasti bagian dadanya yang masih tertutup kebaya itu tidak kalah bersih dan pasti sangat seksi sekali.

Kemaluanku benar – benar berdiri tegak dan Ratna tidak berani membuka tangan yang menutupi wajahnya.

Aku lalu membungkukan tubuhku dan aku langsung menurunkan celana short yang masih berada dibagian bawah paha Ratna.

“Yang.” Ucap Ratna sambil membuka sedikit tangannya dan memperlihatkan matanya, ketika celananya berhasil aku loloskan.

Aku lalu menekuk kaki Ratna, setelah itu aku melebarkannya sedikit.

“Yang, yang. Kok langsung dimasukin.?” Tanya Ratna dengan paniknya, sambil memegang kedua tanganku yang berada dilututnya.

“Siapa yang mau masukin yang.?” Ucapku, lalu aku mendekatkan wajahku di kemaluan Ratna.

“Yang, yang. Mau apa yang.?” Tanya Ratna dan sekarang dia memegang kedua pipiku, lalu menahannya.

“Sayang percaya aku kan.?” Tanyaku sambil melihat ke arah wajahnya dan hidungku sangat dekat sekali dengan kemaluan Ratna yang wangi ini.

“Iya percaya. Tapi sayang mau apa.?” Tanya Ratna dan aku langsung menjilat kemaluannya dengan ujung lidahku.

“UHHHHH.” Desah Ratna, dengan pinggul yang sedikit termundur.

Kedua jempolku langsung membuka bibir kemaluannya yang berwarna agak kemerahan ini, lalu aku menjilat bagian daging mungil ditengahnya.

“Ahhhhh.” Desah Ratna lagi dan sekarang kedua tangannya langsung dilepaskan dari kedua pipiku.

Slurp. Slurp. Slurpp.

Lidahku menyapu bagian tengah kemaluan Ratna yang sangat – sangat basah ini dan tubuh Ratna menggelinjang kenikmatan. Keringatnya membasahi tubuhnya dan nafasnya tersengal – sengal.

”Hu, hu, hu, hu, hu, hu.”

Slurp. Slurp. Slrupp.

Aku terus menjilat kemalauannya dan sekarang tangan kananku meraba perutnya yang rata dan seksi itu, sementara jempol kiriku memainkan bagian atas kemaluannya.

Ratna langsung memegang punggung tangan kananku dan meremasnya dengan kuat.

Slurp. Slurp. Slurpp.

“Yang, yang, yang. Uhhhhh.” Ucap Ratna pelan dan di iringi dengan desahannya, yang membuatku semakin bersemangat menjilati kemaluannya.

Slurp. Slurp. Slurpp.

Jempol kiriku terus memainkan kemaluan Ratna dan lidahku terus menari dilubang sempit kemaluan Ratna.

“U, u, u, u, uhhhh.” Desah Ratna dan kemaluannya berdenyut.

“Ah, sayang, sayang. Ratna mau pipis lagi.” Ucap Ratna dan.

Srettttt, sretttt, sretttt, sretttt, sretttt, sretttt.

Cairan bening langsung keluar dari kemaluan Ratna, tepat ketika aku mengangkat wajahku.

“Ahhhhhhh.” Ratna mendesah, sambil merapatkan kedua pahanya dan kedua tangannya meremas sprei dengan kuatnya.

“Uhhhhh. Uh, uh, uh, uh, uh, uh.” Ratna terus mendesah, lalu diakhiri dengan nafas yang tersengal – sengal.

Matanya merem melek dan keringat membasahi kebaya yang dipakainya.

“Yang. Hu, hu, hu.” Panggil Ratna, lalu dia berusaha mengatur nafasnya.

“Kenapa yang.?” Tanyaku.

“Maaf, kasurnya Ratna pipisin.” Ucap Ratna.

Cok. Ratna memang benar – benar polos. Dua kali dia merasakan kenikmatan, tapi dia menganggapnya sebagai pipis biasa. Hehe, bajingan.

“Emang Ade pipis ya.?” Tanyaku menggoda Ratna.

“Iiihhh. Ngeledek ya.?” Ucap Ratna dan nafasnya perlahan sudah seperti biasa.

“Enggak kok. Aku kan cuman tanya aja.” Ucapku dan Ratna langsung memejamkan kedua matanya sejenak.

“Hiuffttt, huuuu.” Ratna menarik nafasnya dalam – dalam, lalu mengeluarkannya perlahan.

“Gila, kok bisa enak banget sih Mas.?” Tanya Ratna sambil membuka kedua matanya dan menatap ke arahku.

“Apanya.? Pipisnya.?” Tanyaku balik.

“Tau ah. Ratna tanya serius, malah dibercandain.” Ucap Ratna, sambil memiringkan tubuhnya dan menghadap ke arah dinding.

Bokongnya yang semok, montok, mulus, putih dan menggoda untuk kujamah, langsung terlihat dihadapanku.

“Yang bercandain itu siapa.? Kan aku tanya De.” Ucapku dan Ratna tetap melihat ke arah dinding.

“De.” Ucapku dan Ratna tetap diam saja.

Akupun langsung tidur dengan posisi miring, lalu aku meremas bokong Ratna dengan lembut.

“Iiiihhh.” Ucap Ratna lalu dia membalikan tubuhnya dan melihat ke arahku.

“Marah ya.?” Tanyaku, lalu aku mengecup bibirnya dengan lembut.

CUPP.

“Yang marah siapa.?” Tanya Ratna sambil mencubit kedua pipiku dengan gemasnya.

“Hehe. Terus bagaimana ini.?” Tanyaku lagi, sambil memegang batang kemaluanku yang berdiri tegak.

“Maunya bagaimana.?” Tanya Ratna sambil menepis tanganku yang memegang batangku, lalu gantian Ratna yang memegang batangku dengan agak kuat.

“Uuhhhh. Yang.” Ucapku yang terkejut, karena Ratna tiba – tiba menjadi sedikit liar.

“Giliran lagi main, manggilnya yang.” Ucap Ratna, lalu dia mengocok batangku pelan.

Clok, clok, clok, clok, clok.

“Aduh, duh. Uhhhhh.” Desahku dan tatapan Ratna langsung berubah menjadi binal, lalu dia menyapu bibir bagian atasnya dengan lidahnya.

Cok. Istriku lagi menggodaku dan dia mencoba memainkan nafsuku. Bajingan.

Clok, clok, clok, clok, clok.

“Yang. Uhhhh.” Desahku dan irama kocokan tangan Ratna, mulai agak cepat.

“Sekarang giliran Ratna yang buat Mas pipis.” Ucap Ratna, lalu dia mengedipkan mata sebelah kirinya.

Clok, clok, clok, clok, clok.

“Uhhhh. Gimana caranya buat Mas pipis.?” Tanyaku dan Ratna langsung menghentikan kocokannya dan dia meremas batangku dengan kuatnya.

“Duh, duh, duh.” Ucapku sambil memegang pergelangan tangan Ratna.

“Sayang kira, Ratna gak bisa muasin gitu.?” Tanya Ratna dan genggamannya semakin kuat dan itu membuatku batangku sedikit sakit, tapi kenikmatannya lebih banyak.

“I, I, I, iya yang.” Jawabku terbata.

“Ayo kita lakukan sekarang juga.” Ucap Ratna, sambil melepaskan gengaman tangannya.

DUNG, TAK, DUNG, TAK, DUNG.

JRENG, JRENG, JRENG. JRENG.

Terdengar bunyi tabuhan gendang paralon dan petikan gitar, yang mungkin berasal dari kamar Joko.

Cok. Apa suara kami berdua terdengar sampai luar kamar, sampai teman – temanku memainkan alat musiknya.? Bajingan.

“Yang.” Ucap Ratna dengan wajah yang sedikit panik dan dia seperti paham dengan apa yang aku pikirkan.

“Sudah, cuekin aja. Mereka pasti paham kok.” Ucapku yang mencoba menenangkannya.

“Tapi.” Ucap Ratna terpotong.

“Jadi buat Mas pipis gak.?” Tanyaku dan mata Ratna langsung melotot.

Akupun langsung tersenyum, setelah itu duduk diantara selangkangan Ratna yang aku tekuk dan aku lebarkan sedikit.

Pandangan mataku, langsung tertuju pada belahan kemaluan Ratna yang kemerahan dan sempit. Kemaluan Ratna seperti sedang tersenyum dan mengundangku untuk masuk kedalam.

“Kenapa dilihatin sih.?” Tanya Ratna dengan suara yang sangat pelan sekali dan dia mengucapkan itu sambil menutup kemaluannya.

Kembali aku tersenyum, lalu aku memajukan tubuhku sampai berada diatas tubuh Ratna. Posisiku sekarang, aku merangkak diatas tubuh Ratna dan aku bertumpu pada tangan kiriku. Tangan kananku mengocok batang kemaluanku dan aku menatap ke arah mata Ratna.

“Sudah siap.?” Tanyaku dan wajah Ratna langsung terlihat tegang. Tatapan kebinalannya tadi langsung hilang seketika dan matanya sekarang terlihat sayu.

“Su, su, sudah.” Jawab Ratna terbata dan tangannya yang menutupi kemaluannya, sekarang berada disamping tubuhnya.

Aku lalu duduk bersimpuh lagi dan jempol kiriku, langsung menyentuh bagian atas kemaluan Ratna.

“Uhhhhh.” Ucap Ratna sambil memejamkan kedua matanya.

DUNG, TAK, DUNG, TAK, DUNG.

JRENG, JRENG, JRENG. JRENG.

Suara alat music masih terdengar dari luar kamarku dan itu tidak mempengaruhi aku sama sekali.

“Kalau sakit bilang ya yang.” Ucapku sambil memajukan pinggulku, sampai ujung kemaluanku menyentuh kemaluan Ratna yang basah.

Ratna mengangguk pelan dan aku langsung menggesek bibir kemaluan Ratna, menggunakan kepala batangku.

“Ahhhh.” Ratna mendesah pelan, sambil meremas speri kasurku.

Wajahnya terlihat semakin tegang dan aku langsung menghentikan gerakanku

“Sakit.?” Tanyaku dan batang kemaluanku belum masuk sama sekali.

“Emang sudah masuk.?” Tanya Ratna.

“Belum yang. hehe.” Ucapku lalu aku tersenyum.

“Dasar.” Ucap Ratna menggerutu.

“Yang, bisa buka kebayanya gak.?” Tanyaku sambil menggesekan kepala batangku lagi ditengah kemaluannya.

“Kenapa.? Uhhh.” Tanya Ratna lalu dia mendesah, ditengah wajahnya yang tegang itu.

“Biar sayang lebih rileks.” Jawabku dengan asal.

“Oh iya.? Emang pengaruh gitu.?” Tanya Ratna dengan polosnya dan aku menghentikan gesekanku dikemaluannya.

“Sayang itu dari tadi berkeringat dan keringat itu terhalang kain kebaya. Kalau kain kebaya dilepaskan, otomatis keringat itu bebas mengalir dan sayang pasti akan rileks sekali.” Ucapku dan entah mendapatkan teori dari mana, aku mengucapkan kata – kata itu.

“Bener juga ya.” Sahut Ratna dan perlahan Ratna mulai membuka kancing serta peniti di kebaya yang dipakainya.

Aku memperhatikan setiap detail gerakan tangan Ratna, ketika membuka kain kebaya yang dipakainya dan itu membuat kemaluanku semakin tegak berdiri.

Ratna mengangkat tubuhnya sedikit, untuk meloloskan kebaya dari lengannya. Dan sekarang, tubuh Ratna hanya ditutupi bra berwarna putih. Kulit Ratna benar – benar mulus, bersih, putih dan pastinya terawat sekali.

Matakupun langsung tertuju pada buah dada Ratna, yang ukurannya kira – kira segenggaman tanganku ini.

Uhhhh.

“Branya gak sekalian dibuka yang.?” Tanyaku dengan nafsu yang semakin menggila dikepalaku.

“Oh iya.” Jawab Ratna, sambil mengangkat sedikit tubuhnya, lalu dia meraih pengait bra nya yang ada dibagian belakang, setelah itu dia meloloskannya dari tubuhnya.

Cok. Buah dada yang sekal dan putiing yang berwarna kemerahan, langsung tersaji dihadapanku dan itu membuat aku menelan air liurku.

“Sayang.” Ucap Ratna sambil menutupi buah dadanya.

“Pasti tadi itu akal – akalan sayang aja, supaya Ratna buka baju kan.?” Tanya Ratna yang baru menyadi teori ngawurku tadi.

“Enggak kok.” Jawabku berbohong.

“Bohong.” Jawab Ratna dan aku langsung menggesek kemaluannya lagi, untuk mengalihkan pembicaraan kami ini.

“Uhhhh. Sayang jahat.” Rengek Ratna dengan manja, sambil terus menutupi kedua buah dadanya.

“Yang.” Ucapku dan aku bersiap menekan batang kemaluanku.

Ratna seperti paham dengan maksudku dan dia langsung menganggukan kepalanya pelan.

Tanganku kiriku langsung meraba perutnya, agar Ratna lebih santai dan memancing nafsunya.

“Uhhhh.” Desah Ratna.

Kemaluan Ratna sudah sangat basah dan aku langsung menekan kepala batangku sedikit kedalam.

Blesss.

“Uhhhh.” Desah Ratna, sambil memejamkan kedua matanya.

Kepala batangku yang sudah masuk masuk didalam, disambut dengan remasan yang kuat dan seperti ingin disedot lebih dalam lagi.

Cok. Baru kepala batangku saja yang masuk, aku sudah merasakan kenikmatan yang luar biasa. Bagaimana kalau batangku masuk seutuhnya.? Bisa melayang tinggi ke angkasa aku nanti. Bajingan.

Aku lalu menghentikan gerakanku dan memposisikan tubuhku agar lebih nyaman ketika nanti aku mendorong pinggulku.

Tangan kananku tetap menggenggam bagian tengah batangku, sementara tangan kiriku sekarang sudah meraba naik kebagian bawah buah dada Ratna, yang masih ditutupi telapak tangannya.

“Hemmm.” Ratna mendesah pelan.

Tangan kiriku perlahan menggeser tangan kanan Ratna, agar aku bisa menyentuh buah dadanya itu.

Entah dia sadar atau tidak, tapi tangan kanannya terangkat dan aku langsung menggapai buah dadanya yang kenyal dan padat itu.

“Hemmmm.” Tubuh Ratna melengkung, ketika aku meremas buah dadanya dan sesekali memainkan puttingnya yang mengeras.

Perlahan aku mendorong lagi kemaluanku, sampai masuk seperempat.

DUNG, TAK, DUNG, TAK, DUNG.

JRENG, JRENG, JRENG. JRENG.

Suara alat music teman temanku, sekarang dikuti dengan suara nyanyian mereka yang samar – samar terdengar.

“Yang. Uhhhhh.” Ucap Ratna sambil membuka kedua matanya dan aku langsung menghentikan gerakanku.

“Sakit.?” Tanyaku.

“Enggak. Cuman agak ngilu.” Jawab Ratna, lalu dia menggigit bibir bawahnya.

“Kita berhenti aja ya.” Ucapku.

“Enggak. Kita lanjutkan.” Ucap Ratna sambil menatapku.

Karena posisi kemaluanku sudah masuk seperempat, akupun membungkukan tubuhku ke arah Ratna dan aku bertumpu pada kedua tanganku di samping tubuhnya.

“Uh, uh, uh, uh.” Nafasku mulai tersengal – sengal dan keringatku sudah menetes, mengenai tubuh Ratna.

“Sayang capek.?” Tanya Ratna sambil membelai pipiku.

“Enggak.” Ucapku sambil menggelengkan kepalaku pelan.

Dinding kemaluan Ratna semakin menjepit dan meremas batang kemaluanku dengan kuat.

“Uhhhh.” Desahku.

“Boleh aku lanjutkan.?” Tanyaku dan Ratna langsung mengangguk pelan.

Kedua tanganku langsung hinggap di buah dada Ratna dan aku langsung meremasnya pelan.

“Hem, hem, hem.” Suara desahan Ratna terdengar seksi dan aku langsung mendekatkan wajahku, keputing kanan Ratna.

CUUPPP.

Aku kecup puting kanan Ratna, sementara puting bagian kirinya aku pilin perlahan.

“Ahhhhhh.” Desah Ratna sambil merangkul leherku.

Kembali aku menekan pinggulku dan ujung kemaluanku berjuang keras, untuk masuk kedalam lubang kemaluan yang sangat sempit itu.

“Awwwww.” Desah Ratna.

Entah dia merasa kasakitan atau kenikmatan, karena aku memainkan kedua putingnya dan aku juga menusuk kemaluannya.

Kembali aku menghentikan gerakanku dan kali ini aku mengangkat wajahku, sampai menatap mata Ratna.

“Uh, uh, uh, uh.” Nafas kami berdua memburu dan tubuh kami berdua sudah bermandikan keringat.

“Yang, yang. ngilu.” Ucap Ratna dan aku merasa ujung kemaluanku seperti sedang terhalang sesuatu didalam sana, tapi entah apa itu.

CUPPP.

Aku mengecup bibir Ratna dengan lembut dan wajahnya terlihat kembali tegang.

“Tadi katanya mau buat aku pipis, kok sudah nyerah gitu.?” Ucapku dan sengaja aku mengucapkan itu, karena aku tau gengsi istriku ini pasti sangat besar.

“Siapa yang nyerah.?” Tanya Ratna dan matanya yang tadinya sayu, sekarang sedikit melotot.

“Ya sayang lah. Hemmmm.” Ucapku sambil menekan pelan pinggulku.

Bret, bret, bret, bret.

Kepala batang kemaluanku seperti menembus sesuatu dan kepala batang kemaluan semakin terasa diremas saja.

“Ratna nyerah.? Kapan Ratna bilang begitu.? Uhhhhh.” Ucap Ratna dengan mata yang melotot dan sedikit berkaca – kaca, bertepatan dengan batang kemaluanku yang sudah mentok dan masuk seutuhnya.

“Jadi sayang gak nyerah nih.? Ahhhh.” Tanyaku dan aku mengistirahatkan kemaluanku didalam sana, agar kemaluan Ratna beradabtasi dengan batangku.

“Hu, hu, hu, hu. Ya enggak lah.” Ucap Ratna dengan nafas yang tersengal – sengal.

Aku menatap matanya dengan sangat dalam dan sungguh aku sangat – sangat mencintai wanita yang sudah menjadi istriku ini.

“Aku sayang kamu istriku.” Ucapku dan air mata langsung keluar dari kelopak mata Ratna.

CUUPPP, CUUPPP.

Aku mengecup kedua mata Ratna bergantian dan Ratna langsung memejamkan kedua matanya sesaat.

“Kamu sayangku.” Ucapku sambil menarik pinggulku sedikit keatas.

“Uhhhh.” Desah Ratna dan aku menyambutnya dengan kecupan yang pelan dibibirnya.

CUUPPP.

“Kamu cintaku.” Ucapku lagi, sambil menekan pinggulku kedalam.

“Ahhhhh.” Desah Ratna dan kedua matanya melirik keatas, menyisakan bulatan hitamnya setengah.

CUUPPP.

Aku kecup lagi bibirnya pelan, lalu menghentikan gerakanku.

“Hu, hu, hu, hu.” Nafasku memburu dan bersahut – sahutan dengan Ratna.

“Sudah masuk semua ya yang.? Hu, hu, hu. hu.” Tanya Ratna dan aku langsung tersenyum, sambil menganggukan kepalaku.

“Uhhhh. Pantas aja tadi perih.” Ucap Ratna dan linangan air matanya kembali turun membasahi pipinya.

“Uh, uh, uh. Sekarang masih perih.?” Tanyaku lagi.

“Sedikit, tapi gak seperih tadi.” Jawab Ratna dan aku merasa kemaluan Ratna terasa berkedut, seperti memijit batang kemaluanku.

“Terus.?” Tanyaku.

“Sakit, tapi gak sesakit yang Ratna pikirkan tadi. Mas bisa membuat kesakitan Ratna tidak begitu terasa.” Jawab Ratna, sambil membelai pipiku lalu mengecup bibirku dengan lembut.

CUUPPP.

“Ratna sayang Mas.” Ucap Ratna dan aku langsung menghapus air matanya, lalu aku mengecup bibirnya.

CUPPP.

“Ratna cinta Mas.” Ucap Ratna lagi dan kembali aku mengecup bibirnya.

CUPPP.

Kening kami berdua saling menempel dan hidung kami saling bergesekan.

“Boleh Mas goyang sekarang.?” Tanyaku.

“Iya, tapi jangan cepat – cepat. Masih ngilu.” Jawab Ratna dan aku langsung melumat bibirnya.

CUPPP, CUPPP, CUPPP.

Lidah kami bergantian saling memasuki mulut kami. Aku mengisap lidah Ratna ketika didalam mulutku dan Ratna juga menghisap lidahku ketika didalam mulutnya.

“Hem, hem, hem.” Desah kami disela lumatan kami.

Aku lalu mengangkat pinggulku sedikit.

“Huuuup, ahhhh.” Ucap Ratna sambil melepaskan lumatan kami dan aku mendorong pinggulku kedalam lagi.

“Pelan – pelan yang. Ahhhh.” Ucap Ratna dan aku mengecup bibirnya lagi, sambil menarik pinggulku, sampai menyisakan setengah batangku didalam.

“Hemmm.” Jawabku dan kembali aku menekan pinggulku kedalam.

Mata Ratna sedikit melotot ketika aku menekan batangku kedalam dan ketika aku menariknya keluar.

Dan ketika Ratna sudah mulai bisa beradabtasi dengan goyanganku ini, aku lalu mulai menggenjot pelan pinggulku.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Uh, uh, uh, uh, uh.” Nafas kami sama – sama memburu dan aku masih menggenjot dengan irama yang pelan.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Uh, uh, uh, uh, uh. Masih perih yang.?” Tanyaku sambil terus menggenjot.

“Uh, uh, uh, uh, uh. Gak terlalu yang.” Jawab Ratna, sambil mendangakkan kepalanya keatas.

“Hemmmmm.” Desah Ratna yang tertahan dan urat – urat lehernya terlihat dengan jelas.

“Slurrpppppp.” Aku menjilat leher Ratna dan itu membuat tubuhnya menggelinjang.

“Ahhhhhh.” Desah Ratna dan kedua tangannya meremas speri dengan kuat.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Ah, uh, ah, uh, ah, uh.” Desah kami bersahut sahutan.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Enak banget yang, enak banget. Ah, ah, ah, ah.” Ucapku lalu aku mendesah.

“Uh, uh, uh, uh, uh. Ratna juga mulai terasa enak yang.” Jawab Ratna sambil melihat ke arahku dan bibir kami saling melumat lagi.

CUPPP, CUPPP, CUPPP.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Hem, hem, hem, hem.” Suara desahan kami disela lumatan ini.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Uhhhhhh.” Desahku lalu aku menghentikan gerakanku sejenak, dengan posisi kemaluanku didalam kemaluan Ratna.

“Masih ngilu yang.? Hu, hu, hu, hu.” Tanyaku dengan nafas yang cepat.

“Iya Yang. Tapi sudah terasa nikmat kok. Hu, hu, hu, hu. hu.” Jawab Ratna dan keletihan terlihat diwajahnya.

“Boleh aku pipis didalam.?” Tanyaku dan Ratna hanya mengagguk pelan.

“Kalau goyangannya aku cepatin, sakit gak.?” Tanyaku lagi.

“Gak tau. Dicoba aja yang.” Jawab Ratna dan sekarang aku yang mengangguk pelan.

Aku lalu menegakkan tubuhku, karena kedua tanganku yang kubuat tumpuan membungkuk, terasa sedikit keram.

Aku lalu memegang buah dada Ratna dan bersiap untuk bergoyang lagi.

“Hem.” Desah Ratna sambil memegang kedua punggung tanganku.

“Aku goyang ya.?” Ucapku dan selangkangan kami berdua, menempel erat.

Ratna mengangguk dan aku mulai menarik pinggulku lagi, lalu menekannya kedalam.

“Ahhhhhh.” Desah kami bersamaan, lalu.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Aku mulai menggoyang lagi, sambil meremas kedua buah dada Ratna.

“Ah, uh, ah, uh, ah, uh.” Desah kami sambil saling bertatapan.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Enak yang, enak. Hu, hu, hu.” Gumamku.

“He eh. Uh, uh, uh, uh.” Jawab Ratna.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Aku mengehentikan goyanganku sejenak, lalu memajukan tubuhku, merapat ketubuh Ratna. Aku tidak sepenuhnya menindih tubuh Ratna, karena aku masih bertumpu pada kedua sikutku.

Aku lalu menggoyang lagi, sambil melumat bibir Ratna.

CUPPP, CUPPP, CUPPP.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Hem, hem, hem, hem.” Suara desahan kami disela lumatan ini.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Tempo gerakanku mulai agak cepat dan Ratna tidak protes sama sekali. Dia justru sangat menikmati dan dia melumat bibirku dengan ganasnya.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Hem, hem, hem, hem.”

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Muacchhh.” Ratna melepaskan ciumannya dan menatapku dengan sayu.

“Ratna mau pipis lagi yang. Hu, hu, hu.” Ucap Ratna.

“Aku juga yang. Aku juga mau pipis. Ah, ah, ah. ah.” Jawabku sambil mempercepat goyanganku.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Ah, uh, ah, uh, ah, uh.” Desah kami berdua.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Air maniku sudah terasa berkumpul diujung batang kemaluanku dan nikmatnya sungguh luar biasa.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

Plokk, Plokk, Plokk, Plokk.

“Ahhhhhh.” Desah Ratna dengan tubuh yang mengejang.

Dan,

Srettttt, sretttt, sretttt, sretttt, sretttt, sretttt.

Cairan Ratna keluar lagi dan bersamaan dengan.

Crotttt, crotttt, crotttt, crotttt, crotttt, crotttt, crotttt.

Aku juga menumpahkan air maniku kedalam kemaluan Ratna.

“Uuuhhhh.” Desahku sambil menekan kemaluanku kedalam kemaluan Ratna.

“Aaahhhh.” Ratna mengejang dan tubuhnya bergetar.

Kami berdua sama – sama merasakan gelombang orgasme yang begitu hebatnya dan kami seperti dibawa terbang tinggi ke angkasa yang dipenuhi kenikmatan.

Gila. Ini sangat luar biasa dan baru kali ini aku merasakan kenikmatan yang sungguh membahagiakan. Bukannya aku tidak menghargai kenikmatan yang dulu pernah diberi wanita – wanita yang ada disekitarku, tapi jujur baru kali ini aku bermain dengan lepas.

Mungkin aku bisa selepas ini, karena Ratna pasanganku yang sah, jadi tidak ada beban dipundakku. Ini bukan alasan, tapi memang benar – benar kenyataan. Bukan hanya kenikmatan yang aku dapatkan, tapi juga rasa sayang dan rasa cinta yang semakin besar kepada istriku ini.

Hiuufftt, huuuu.

“Yang, bisa turun.? Ngilu banget. Hu, hu, hu.” Ucap Ratna yang mengejutkanku.

“Oh iya. Uh, uh, uh, uh.” Jawabku dengan nafas yang cepat, lalu aku menegakkan tubuhku, sambil melepaskan kemaluanku dari dalam kemaluan Ratna.

Plop.

Kemaluan Ratna terlihat memerah, karena bercak darah perawan yang ada dipinggir kemaluannya dan juga dikasurku. Air manikupun sedikit meluber keluar dari kemaluan Ratna.

“Ahhhhhh.” Hembusan nafas Ratna yang panjang dan dia melakukannya, sambil menyelonjorkan kedua kakinya yang tertekuk.

Aku lalu merangkak kesebelah Ratna, lalu aku tidur dengan posisi menyamping menghadap Ratna, karena kepalaku belakangku terasa sakit kalau aku tidur terlentang.


Samar – samar terdengar sebuah lagu dan itu menggantikan irama music dari teman – temanku tadi.

“Hiuufftt, huuu.” Aku menarik nafasku dalam – dalam, sambil membelai pipi Ratna yang sedang menghadap ke arah langit – langit kamarku.

“Huuuuuu.” Ratna menghela nafas panjangnya, sambil menoleh ke arahku.

“Gila ya Mas. Hu, hu, hu.” Ucap Ratna dengan sisa – sisa kenikmatan diwajahnya dan juga keletihan dimatanya.

“Banget De. Ini gila banget. Hu, hu, hu.” Ucapku.

Ratna langsung memiringkan tubuhnya dan dia juga menghadap ke arahku.

“Jalan kehidupan seseorang siapa yang tau. Kemarin kita masih berstatus sahabat, sekarang sudah jadi suami istri.” Ucap Ratna sambil membelai dadaku.

“Iya. sama seperti usia manusia. Tidak ada yang tau.” Jawabku dan entah kenapa bibirku langsung berucap seperti ini.

Ratna sempat terkejut dengan ucapanku dan dia langsung menatapku dengan tatapan yang sangat dalam sekali.

“Sayang sudah tau tentang.” Ucap Ratna terpotong dan dia seperti tidak tega melanjutkan pertanyaannya.

“Sudah.” Jawabku singkat, lalu aku tersenyum kepadanya.

“A, a, apa sayang menyerah dengan penyakit ini.?” Tanya Ratna, sambil menyentuh bagian dadaku sebelah kiri bawah.

“Enggak. Ada kamu yang menjadi penyemangatku dan aku pasti akan berjuang sekuat tenagaku.” Jawabku dan Ratna langsung memelukku dengan erat.

Dadanya terasa bergetar dan dan aku tau dia berusaha menahan tangisnya.

“Jangan menangis sayang, jangan. Aku tidak mampu melihatmu meneteskan air mata.” Ucapku sambil membelai rambutnya dengan lembut.

“Enggak, Ratna gak akan meneteskan air mata lagi. Ratna sudah mendapatkan cintanya sayang dan Ratna sudah sangat bahagia sekali hari ini.” Ucap Ratna dengan suara yang bergetar dan keningnya menempel didadaku.

“Kamu wanita hebat yang, hebat sekali.” Ucapku sambil terus membelai rambutnya dan perlahan air mataku menetes dengan bangsatnya.

Air mata ini keluar tidak permisi dan air mata ini jatuh tepat diatas rambut wanita yang aku sayangi.

“HUUPPPP.” Tiba – tiba dadaku terasa sangat sakit sekali dan hatiku terasa dicengkram dengan kuatnya.





#Cuukkk. Ini perih banget cok. Air mataku sampai menetes karenanya dan aku tidak sanggup menahan air mataku cok. Bajingan.
Mantoeeell



@Kisanak87 is back


Lancroetkan hu🦅🦅💦💦
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd