Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT I M P I A N 2

Cerita yg sempurna Komplit pokok E ra ono Tandingane Best Ter The Best,dan Joko Ndancuk i temenan,ilmune sesat tur Ngawur Ngentek i Prawan go Ilmune Ra Mbois Babar Blass koen Cok,mugo ae di Pateni ro Sandi po di sadarke ro anak e Gilang si Abimanyu trus Bunuh diri dewe Menyesal Akhir e Si Joko mang Ndancuk I temenan...Salam Melon saiki ora Salam Semongko wees To....
 
Dekat, dekat dan sangat dekat sekali bibirnya di bibirku. Dan ketika bibir kami akan bersentuhan, aku lalu memejamkan kedua mataku.

“KEMAYU. TANGIO COK, DJIANCOK.!!!” (Genit. Bangunlah cok, djiancok.) Teriak seseorang dan itu suara Cakra yang sangat keras sekali.

Akupun langsung tersadar dengan halusinasi ini dan aku langsung membuka kedua mataku dengan cepatnya.

“ARGGHHHHHH.” Teriakku dan sekarang aku sudah berada dibawah guyuran air terjun hutan terlarang lagi.

“Hu, hu, hu, hu, hu.” Nafasku memburu dan tidak ada suara atau wujud Yanti dihadapanku lagi.

“DJIANCOK KOEN IKU. KENEK KIMPET AE GAK ISO KONSENTRASI. BAJINGAN.” (Djiancok kamu itu. Kena kemaluan wanita aja gak bisa konsentrasi. Bajingan.) Ucap Cakra dengan emosinya dan dia sekarang berdiri dipinggir sungai sana, sambil berkacak pinggang.

“Hu, hu, hu, hu.” Aku mencoba mengatur nafasku dan aku melakukannya sambil menundukan kepalaku.

“Ndang muduno cok. Delok’en bulane iku loh.” (Cepat turun cok. lihatlah bulannya itu loh.)

Aku lalu melihat ke arah bulan dan bayangan hitam itu sudah hampir menutupi seluruh bagian bulan. Sinar terangnya tingal sedikit lagi dan sekarang membentuk sabit yang sangat tipis sekali.

Djiancok. Beberapa saat lagi akan terjadi gerhana bulan dan aku masih berada dibawah pancuran air terjun ini.? Bajingann. Apa sempat aku menuju ke arah sumber mata air dan menghentikan Joko untuk membangkitkan penguasa hutan terlarang.?

Ahh, persetanlah. Sempat gak sempat, aku harus segera menuju kesumber mata air sekarang juga.

Aku lalu melompat dari batu yang aku duduki ini, setelah itu aku berlari ke arah pinggir sungai.

“Assuuu. Dadi uwong kok ngacengan.” (Anjing. Jadi orang kok gampang konak.) Gerutu Cakra ketika aku akan keluar dari sungai dan aku tidak menghiraukannya.

Aku keluar sungai dengan terburu – buru, lalu setelah itu aku berlari ke arah jalan setapak yang menuju sumber mata air.

“DJIANCOK.” Maki Cakra yang ikut berlari dibelakangku dan aku langsung menghentikan lariku.

Aku berhenti bukan karena makian Cakra dan makian itu juga bukan ditujukan kepadaku. Makian itu ditujukan kepada sesosok makhluk yang berdiri didepan jalan setapak sana.

Makhluk itu sangat besar dan lebih besar dari makhluk yang memenggal kepala Cakra. Makhluk ini lebih menyeramkan dan terlihat lebih kuat dari makhluk yang aku kalahkan tadi.

Hiuuffftt, huuu. Makhluk ini tidak muncul saja, aku belum tentu bisa mencapai sumber mata air dengan tepat waktu. Apalagi ada dia yang menghalangi jalanku.

“Samblek wes. Kesuwen arek iki.” (Hajar sudah. Kelamaan anak ini.) Bisik Cakra dibelakangku dan aku langsung meliriknya.

“Cukup sudah perjalananmu sampai disini. Kamu akan aku beri kesempatan untuk melihat kehancuran semesta ini di tempatmu berdiri, setelah itu aku akan menghabisi nyawamu.” Ucap Makhluk yang menyeramkan itu dan aku langsung menatap ke arah matanya yang terlihat sangat mengerikan itu.

“Loh, loh, loh. Ngelamak begedel siji iki. Mosok trah Jati diomongi ngono iku.? Lek aku seng diomongi koyo ngono, wes tak tungkak cangkeme.” (Loh, loh, loh. Kurang ajar perkedel satu ini. Masa keturunan Jati di omongin seperti itu.? Kalau aku yang di omongin seperti itu, sudah kuinjak pakai tumit mulutnya.) Ucap Cakra dan memang itu salah satu kebiasaannya dari dulu. Memanas – manasi aku, ketika aku akan berkelahi. Dia berharap aku semakin emosi dan aku membantai lawanku sampai mampus. Kata – katanyapun lebih pedas dari pada ucapan Simbah mata merah.

Aku tidak menghiraukan ucapan Cakra, karena kalau aku menjawabnya, dia akan semakin bersemangat untuk memanas – manasi aku.

“Kamu bukan Sang Pemilik Hidup dan bukan kamu yang mengatur hidupku.” Ucapku sambil menunjuk ke arah wajahnya.

“Wah, seneng aku lek ngene iki.” (Wah, senang aku kalau begini ini.) Ucap Cakra dan dia tau kalau aku berbicara sambil menunjuk wajah seseorang, berarti aku sangat tidak menyukai orang itu.

“Kamu memang menakutkan, tapi tidak sedikitpun membuatku takut.” Ucapku lagi dan wajah makhluk itu terlihat sangat tidak terima dengan ucapanku.

“Sombong sekali kau anak muda. Aku ralat ucapanku. Aku akan membunuhmu sekarang juga dan rohmu yang akan melihat hancurnya semesta ini.” Ucap makhluk itu, lalu dia mengangkat kedua tangannya setinggi dadanya, setelah itu dia menghentakannya kebawah.

WUUTTTT.

DREDEK, DREDEK, DREDEK, DREDEK.

Tiba – tiba tanah yang kupijak bergetar dengan hebat dan bumi ini terasa tergoncang dengan kuat. Gempa bumi yang dasyat seketika datang dan membuat tubuhku bergoyang.

“Loh, loh, loh. Kok ngene.? Gak asyik guyone begedel siji iki.” (Loh, loh, loh. Kok begini.? Gak asyik bercandanya perkedel satu ini.) Ucap Cakra yang terus saja bersuara.

Goncangan ini hanya beberapa saat dan dilanjut dengan hembusan angin yang sangat kencang sekali.

WUSSS, WUSSS, WUSSS.

Pepohonan disekitarku meliuk – liuk dan saling bergesekan dengan pepohonan yang lain.

KRETAK, KRETAK, KRETAK.

Bunyi akar pepohonan yang keluar dari dalam tanah dan pepohonan itu seperti akan tercabut dari tanah ini.

“HAHAHAHAHA.” Makhluk itu tertawa dengan keras.

Angin kencang itu tiba – tiba berhenti dan pohon – pohon kembali berdiri dengan tegak.

Lalu beberapa saat kemudian, muncul satu lagi makhluk dari belakang pohon yang besar dan dia langsung berdiri dibelakang dibelakang makhluk pertama tadi.

Dan ternyata, bukan hanya satu makhluk. Belasan makhluk lainnya muncul, lalu diikuti puluhan, ratusan, ribuan bahkan lebih banyak lagi, turun dari atas bukit sana.

“Loh, loh, loh. Iki.” (Loh, loh, loh. Ini.) Ucap Cakra yang tidak bisa mengunci mulutnya dari tadi.

“Lah, loh, lah, loh ae ket mau. Tak sepak cangkemmu koen engko.” (Lah, loh, lah, loh aja dari tadi. Kusepak mulutmu nanti.) Ucapku sambil melirik ke arah Cakra. Aku sengaja melirik ke arah Cakra dan mengucapkan kata – kata ini, untuk mengalihkan pikiranku sejenak dan mencari cara agar sampai ke sumber mata air dengan cepat.

Jujur aku bingung harus berbuat apa sekarang ini. Aku bukannya takut menghadapi makhluk yang tidak terhitung jumlahnya ini. Yang aku pikirkan saat ini, gerhana bulan sebentar lagi akan mencapai puncaknya.

Sekuat – kuatnya aku, sesakti – saktinya aku dan sehebat – hebatnya aku, tidak mungkin aku bisa menerobos gerombolan makhluk – mahluk yang ada di hadapanku ini dengan cepat.

“Lek ngomong li li li, nggededer ilatku cok.” (Kalau ngomong li li li, gemetar lidahku cok.) Ucap Cakra, lalu dia menggidikkan tubuhnya.

“Iso meneng gak.?” (Bisa diam gak.?) Ucapku.

“Wedi yo.? Hehehehe.” (Takut ya.? Hehehehe.) Tanya Cakra lalu dia menertawakan aku.

“Assuu.” Makiku.

“Lek tak trawang wajahmu seng kemayu iki, ketok ane awakmu gak wedi blas. Mek rodok dredek. Hahahaha.” (Kalau aku baca wajahmu yang centil ini, kelihatannya kamu tidak takut sama sekali. Cuman agak grogi. Hahaha.) Ucap Cakra dan kembali dia tertawa, melihat wajahku yang agak panik ini.

Kembali aku tidak menghiraukan Cakra dan aku melihat ke arah gerombolan makhluk yang ada dihadapanku ini.

“Hiuuuuffftt, huuuuu.” Aku menarik nafasku dalam – dalam dan aku berusaha untuk berkonsentrasi, untuk mencari jalan keluar dari permasalahan yang berada didepan mataku ini.

Ini adalah pertarunganku yang terbesar dan pasti yang terakhir. Aku harus mengeluarkan semua kemampuan yang ada didalam diriku dan aku harus berhasil. Entah bagaimana caranya, yang jelas aku harus mencapai sumber mata air.

“Tenang Le, tenanglah. Kamu jangan mengatur Sang Pencipta, dalam pertarunganmu kali ini. Lakukan apa yang harus kamu lakukan. Untuk hasil akhirnya, serahkan semua kepada Sng Pencipta.” Ucap seseorang yang mendengung dikepalaku dan itu bukan suara Simbah mata merah.

Argghh, gila. Kenapa aku bisa segoblok ini ya.? Halusinasi hutan ini sangat kuat dan mampu membuat keraguan – keraguan, muncul didalam hatiku. Aku tidak pernah seperti ini ketika akan bertarung dengan siapapun yang akan menjadi lawanku. Yang ada didalam pikiranku ketika akan bertarung, datang, selesaikan lalu pulang. Aku tidak pernah memikirkan siapa lawanku, sebanyak apa dan sekuat apa, aku tidak perduli itu. Jiwa dan ragaku aku serahkan kepada Sang Pencipta, sehingga itu memudahkan aku untuk mengeluarkan semua kemampuanku.

Baiklah Wan. Sekarang waktunya kamu bertarung dan habisi semua yang ada dihadapanmu.

“Hiufffttt, huuuuu.” Kembali aku menarik nafas panjangku dan kali ini aku melakukannya, sambil mengelus kepala tato rajawali yang ada didadaku.

Tiba – tiba seluruh tubuhku memanas, tapi pandanganku tidak memerah. Hawa panas keluar dari dalam dadaku dan itu membuatku kepanasan, disuhu yang sangat dingin dihutan ini.

“Hu, hu, hu, hu.” Nafasku memburu dan aku langsung menunduk, melihat ke arah dadaku.

Mata ditatto rajawali yang ada didadaku, terlihat mengeluarkan sebuah cahaya berwarna merah darah dan aku belum pernah melihatnya selama tattoo ini terlukis didadaku.

Aku merasa tattoo ini hidup dan itu membuat tubuhku semakin memanas. Darahku seperti direbus dan keringat mengucur deras dari seluruh tubuhku.

WUSSS, WUSS, WUSS, WUSS.

Hembusan angin yang sangat kencang terasa dari atas kepalaku dan ini bukan angin yang ditiup oleh semesta. Angin ini seperti dari kepakan sayap dan aku langsung melihat ke arah atas kepalaku.

Lima ekor burung rajawali yang sangat besar, terbang diatas kepalaku. Burung rajawali itu bulunya berwarna hitam pekat dan bola matanya berwarna merah darah. Dimasing – masing tengkuk burung rajawali, ada makhluk yang menungganginya. Makhluk bermata merah, bermata hitam, bermata biru, bermata hijau dan bermata bening.



Makhluk Mata Merah


Makhluk Mata Biru


Makhluk mata Hitam


Makhluk Mata Hijau


Makhluk Mata Bening


Gila. Kelima makhluk penguasa semesta ini ikut dalam pertarunganku, luar biasa.

“Loh, loh, loh. Ono bolomu cok.” (Loh, loh, loh. Ada temanmu cok.) Ucap Cakra yang terkejut melihat burung – burung besar berterbangan dilangit.

Kehadiran kelima burung rajawali ini membuat darahku semakin mendidih dan jiwa membunuhku bangkit sebangkit – bangkitnya. Tapi walaupun aku emosi seperti ini, mataku tidak memerah sama sekali. Mungkin karena Simbah bermata merah, sedang berada diatas salah satu burung rajawali.

Sudahlah, biarkanlah aku bertarung sebagai petarung sejati, tanpa ada pengaruh kekuatan apapun. Lagipula saat ini sudah ada lima kekuatan yang akan membantuku dan kami pasti akan bisa membantai iblis – iblis yang ada dihadapan kami ini.

Aku lalu mengepalkan kedua tanganku dengan erat dan bersiap menyerang semua musuh – musuhku.

“Le.” Ucap Simbah bermata merah dan aku langsung melihat ke arahnya.

Simbah bermata merah duduk ditengkuk burung rajawali dengan gagahnya dan dia menghunuskan pedangnya ke arah musuh - musuh dihadapan kami. Makhluk mata hijau, mata biru, mata hitam dan mata bening, juga mengeluarkan senjatanya masing – masing dan mereka semua seperti menunggu komando untuk menyerang.

Kembali aku melihat ke arah musuh – musuh kami, lalu aku menunjuk ke arah mereka dengan tangan kiriku.

“BANTAI.” Teriakku lalu aku berlari ke arah musuh – musuh kami.

“BANTAI.” Teriak Cakra dan dia tetap berdiri ditempatnya. Cakra tidak ikut bertempur dan dia hanya memberikanku semangat.

“ARGGHHHHHH.” Raungan dari kelima makhluk yang ada diatasku dan burung rajawali terbang melesat ke arah ribuan lawan – lawan kami.

Aku berlari sekencang – kencangnya dan terdengar bunyi tapak kaki yang bergemuruh dibelakangku. Aku tidak menghiraukan suara itu dan aku fokus pada ribuan musuh dihadapanku. Semangatku berkobar dengan adanya lima rajawali dan lima makhluk yang menungganginya. Keyakinanku pun berlipat untuk sampai di sumber air tepat waktu.

“ARGGHHHHH.” Aku berteriak sambil berlari menuju ke makhluk yang pertama menghadangku.

Dan ketika aku sudah berada tidak jauh dari makhluk itu, aku melompat dengan bertumpu pada kaki kiriku, lalu aku mengarahkan lututku ke arah lehernya.

BUGHHHH.

“HUUPPP.” Makhluk itu langsung terlempar kebelakang, lalu dia roboh terlentang.

WUSSSSS.

Kelima rajawali terbang rendah dan makhluk bermata merah, biru, hitam, hijau dan bening, mengarahkan senjata yang mereka bawa, keleher musuh – musuh kami.

JRAB, JRAB, JRAB, JRAB, JRAB, JRAB.

Simbah bermata merah dan makhluk bermata biru, menggunakan pedang yang sangat panjang. Makhluk bermata hitam, hijau dan bening, menggunakan sabit yang gagangnya panjang seperti tongkat.

JRAB, JRAB, JRAB, JRAB, JRAB, JRAB.

Satu persatu musuh kami roboh tanpa kepala, lalu tubuh dan kepala mereka menghilang seperti debu.

“AARGGHHHH.” Terdengar teriakan dari banyak orang dibelakangku dan aku langsung menoleh ke asal suara itu.

Puluhan bahkan ratusan ksatria dengan mata yang berwarna merah, biru, hitam, hijau dan bening, berlari ke arahku, lalu melewatiku dan menyerang ke arah musuh yang mulai kocar – kacir.

Gila. Siapa para ksatria ini.? Apa mereka makhluk dari alam lain dan mereka semua dulunya manusia seperti aku, yang memiliki kekuatan mata.?

Akupun terdiam sejenak, melihat para ksatria itu bertarung dengan ganasnya. Mereka membantai musuh dengan brutal dan mereka juga membawa senjata, sama seperti makhluk – makhluk yang berada di tengkuk rajawali.

“Ora umum, ora umum, ora umum.” Teriak Cakra dengan mata yang berubah menjadi hitam pekat, lalu dia berlari dan dia ikut menyerang musuh – musuh kami.

Cok. Kelihatannya Cakra sudah tidak bisa menahan dirinya dan akhirnya dia ikut juga dalam pertempuran yang sangat dasyat ini.

Akupun langsung berlari dan pandangan mataku langsung memerah seperi darah. Aku mengejar musuh yang berlarian ke arah bukit dan aku menyerangnya tanpa ampun.

BUHGGG, PAKKKK, BUHGGG, PAKKKK, BUHGGG, PAKKKK.

BUHGGG, PAKKKK, BUHGGG, PAKKKK, BUHGGG, PAKKKK.

Aku dan Cakra menggila dengan menghajar lawan – lawan kami menggunakan tangan kosong.

BUHGGG, PAKKKK, BUHGGG, PAKKKK, BUHGGG, PAKKKK.

BUHGGG, PAKKKK, BUHGGG, PAKKKK, BUHGGG, PAKKKK.

“HAHAHAHA. Akhirnya aku bisa bertarung bersama si kemayu lagi.” Ucap Cakra sambil membantai lawannya.

BUHGGG, PAKKKK, BUHGGG, PAKKKK, BUHGGG, PAKKKK.

BUHGGG, PAKKKK, BUHGGG, PAKKKK, BUHGGG, PAKKKK.

“Jembut.” Makiku dan aku juga menghajar setiap musuh yang ada dihadapanku.

CLAP, CLAP, CLAP, CLAP.

DUARRRR, DUARRRR, DUARRRR, DUARRRR.


Kilatan petir dan dilanjut dengan suara yang menggelegar, menghentikan seranganku dan juga Cakra.

DREDEK, DREDEK, DREDEK, DREDEK.

Tanah yang kupijak tiba – tiba bergetar dengan hebat dan gempa bumi terjadi lagi, tapi hanya sebentar saja.

“COK.” Maki Cakra sambil melihat ke arah tanah yang dipijak, lalu dia melihat ke arah bukit tempat dimana mata air berada.

Aku lalu melihat ke arah yang sama dan terlihat tanah ini retak. Ujung tanah retak itu berada dipijakan Cakra dan retakan itu semakin melebar ke atas bukit. Bukit terbelah menjadi dua dan belahannya membentuk jurang yang sangat dalam sekali, sampai memperlihatkan sungai lava didalam sana.

Lalu tiba – tiba dari dalam lava yang mendidih, muncul sebuah cahaya bulat yang cukup besar. Cahaya itu keluar sampai kelangit dan menembusnya. Cahaya itu membuat lubang yang sangat besar dilangit dan energy yang sangat luar biasa menyeramkan, turun dari atas sana.

WUSSS, WUSS, WUSS, WUSS.

Angin dari berbagai arah berhembus sangat kencang, menuju ke cahaya yang membelah langit. Angin itu membentuk pusaran angin yang sangat dasyat dan menarik benda – benda yang ada disekitarnya.

Astaga. Apa itu proses kebangkitan dari makhluk penguasa hutan terlarang.? Bajingann.

Aku lalu melihat ke arah bulan dan gerhana bulan ternya sudah mencapai puncaknya.

“Le.” Ucap Simbah bermata merah dan aku langsung menoleh kebelakang.

Burung Rajawali yang ditunggangi Simbah terbang ke arahku dan aku langsung belari ke arah depan. Dan ketika ada sebuah batu yang agak besar didepanku, aku jadikan tumpuan untuk meloncat.

“ARRGGHHHH.” Aku berteriak sambil meloncat dan aku menggunakan kaki kananku untuk mendorong tubuhku, agar bisa meloncat setinggi – tingginya.

Tubuhku melayang keudara dan burung rajawali terbang rendah dibawahku, lalu.

BUHGGG.

Tubuhku disambut oleh burung rajawali dan aku duduk ditengkuknya, dengan Simbah mata merah yang langsung menyatu ketubuhku. Tangan kananku memegang pedang panjang milik Simbah mata merah, dengan posisi terlentang ke arah kanan.

“BANTAI YANG ADA DI ATAS COK.” Teriak Cakra yang ada dibawah dan dia terus mengejar musuh – musuh kami, beserta para kesatria, empat rajawali dan empat makhluk mata.

WUSSS, WUSS, WUSS, WUSS.

Burung rajawali terbang ditengah angin yang sangat kencang dan menuju kepusaran angin didekat sumber air.

Dan dari posisiku ini, aku bisa melihat makhluk yang sangat besar berada ditengah pusaran angin dan didasar tanah yang terbelah tadi. Makhluk itu keluar dari lava dengan posisi tidur menghadap kelangit dan tubuhnya melayang menuju kepermukaan tanah.

Gila. Aku harus segera menghentikan makhluk itu, agar tidak muncul dipermukaan tanah. Tapi ini pasti sangat berat sekali, karena aku dan burung rajawali harus menembus pusaran angin, sebelum sampai kemakhluk itu.

“AARRGGGHHHH.” Terdengar terikan seorang pemuda yang berdiri dipinggiran sumber air dan diujung retakan tanah.

Pemuda itu Joko dan dia berdiri sambil merentangkan kedua tangan, serta wajah menghadap kelangit.

“Pegang kalung dileher rajawali dengan kuat, terus kalau sudah sudah sampai di ujung tanah yang terbelah, tebaskan pedang yang ada di tanganmu di kayu yang tertancap didekat sumber mata air.” Ucap Simbah yang mendengung dikepalaku.

Aku lalu memegang kalung dileher rajawali dengan kuat dan rajawali semakin melesat menembus pusaran angin yang sangat kencang sekali.

WUSSSSS.

Tubuhku seperti tertarik oleh pusaran angin dan aku semakin mengeratkan peganganku. Pedang yang aku hunuskan kesamping pun, aku turunkan disebelah kananku

Aku melirik ke arah tubuh makhluk yang terus melayang menuju kepermukaan tanah dan rajawali ini semakin melambat, karena kuatnya arus putaran angin.

WUSSSSS, WUSSSSS, WUSSSSS, WUSSSSS.

Pusaran angin semakin kuat dan cepat, ketika aku berada di dekat sumber mata air.

WUSSSSS, WUSSSSS, WUSSSSS, WUSSSSS.

Akhirnya burung rajawali ini bisa menembus pusaran angin dan diatas sumber mata air ini, hembusan angin tidak sekencang disekeliling kami.

Burung rajawali mengitari sumber mata air dan Joko tepat berada dibawahku. Joko sedang mendangakkan kepala dan merentangkan kedua tangannya, untuk melakukan ritual membangkitkan makhluk penguasa hutan terlarang. Mulutnya berkomat – kamit dan itu membuat pusaran angin disekitar kami semakin kencang.

Beberapa saat kemudian, bunyi kepakan sayap burung rajawali ini menyadarkan Joko dan dia langsung membuka kedua matanya. Matanya terlihat bersinar berwarna bening dan menyala dengan terang.

Dia menatapku dengan tajam dan terlihat sangat emosi sekali.

“DJIANCOK.” Maki Joko sambil menunjuk ke arahku.

Kembali aku menghunuskan pedang ke arah samping dan bersiap menebas kayu yang tertancap didekat Joko berdiri. Waktuku sudah tidak banyak dan aku harus segera merobohkan kayu itu. Sedangkan untuk urusan Joko, setelah urusan ini selesai aku akan berbicara kepadanya dan aku akan mencoba untuk menyadarkannya.

Burung rajawali menukik kebawah dan aku langsung mengayunkan pedang yang kubawa, ke arah belakang.

WUSSSS.

Dan ketika sudah dekat dengan kayu yang tertancap itu, aku langsung mengayunkan pedang ke arah depan.

TRANGG.

Pedangku menghantam sebuah senjata tajam dan bukan kayu yang aku incar tadi.

Burung rajawali terbang keatas lalu berputar balik dan berhenti sejenak diudara, sambil mengepakan sayapnya.

Dan ketika aku bersiap untuk menebas kayu tadi, terlihat dibawah sana Joko berdiri sambil menenteng sebuah sabit yang gagangnya panjang seperti tongkat. Rupanya sabitnya tadi yang menangkis pedangku dan entah darimana dia mendapatkan senjata itu. Joko tadi berdiri tidak membawa senjata dan disekitarnya juga tidak ada senjata sama sekali. Senjata yang dipegangnya itupun, sama seperti senjata makhluk bermata bening yang ikut bertempur bersamaku dibawah sana.

“TURUN KAU PENGECUT.” Teriak Joko sambil mengacungkan sabitnya ke arahku dan ini bukan seperti Joko yang dulu aku kenal. Joko yang dulunya pemuda santun dan baik hati, sekarang terlihat menjadi kasar dan tidak beretika.

“Terbang merendah.” Ucapku kepada burung rajawali, sambil mengelus tengkuk lehernya pelan.

Burung rajawali terbang merendah dengan gerakan yang perlahan dan aku langsung berdiri di tengkuk lehernya. Aku meloncat kebawah, ketika burung rajawali sudah dekat dengan tanah.

Buhggg.

Bunyi kakiku ketika menginjak tanah.

“Kenapa kamu turun Le.?” Suara Simbah mendengung ditelingaku.(Le = Tole = anak.)

“Ada yang mau selesaikan sedikit dengan Joko Mbah.” Jawabku sambil menurunkan pedang yang aku hunus.

“Waktu kita tidak banyak, jangan gegabah kamu.” Ucap Simbah.

“Sebentar aja Mbah. Semoga dengan waktu yang sebentar, aku bisa menyadarkannya.” Ucapku.

“Le. Joko itu berada ditempat ini bukan satu atau dua jam. Dia sudah tujuh tahun dan tidak pernah beranjak pergi walau satu detikpun. Anak itu sudah bukan seperti yang dulu kamu kenal. Dia sekarang jahat dan sangat sadis sekali.”

“Ilmu sambung nyowo yang akan dimilikinya nanti, itu hanya puncak dari segala ilmu yang didapatkannya selama berada ditempat ini. Joko sudah mempunyai kekuatan yang hebat, walaupun belum mendapatkan ilmu sambung nyowo.”

“Jadi jangan kau remehkan dia.” Ucap Simbah dengan nada yang meninggi.

“Saya tidak meremehkannya Mbah, saya hanya ingin menyadarkannya.” Ucapku.

“Tidak akan bisa. Otak anak itu sudah benar – benar dikuasai oleh makhluk yang ada ditempat ini dan tidak ada satupun yang bisa menyadarkannya.” Ucap Simbah.

“Mbah. Berikan saya waktu sebentar saja.” Ucapku yang masih bersikukuh untuk berbicara dengan Joko.

“Cok. Ini pasti karena pembicaraanmu dengan Darman tadikan.? Sudahlah Le. Kamu gak usah mencoba – coba bermain dengan makhluk itu. Ingat, banyak nyawa manusia tergantung kepadamu dibawah sana. Satu detik saja kamu telat, bencana yang maha dasyat pasti akan terjadi.” Ucap Simbah.

“Kalau tujuanmu kesini hanya untuk menghentikan ritualku, aku akan membunuhmu ditempat ini. Aku tidak perduli siapa kamu dan aku tidak sedikitpun takut kepadamu.” Ucap Joko yang mengejutkanku dan aku langsung melihat ke arahnya. Tatapan matanya mengerikan sekali dan dia memang benar – benar saat ini.

“Bantai dia sekarang Le, bantai. Sebelum kamu menyesalinya nanti, lebih baik kamu bantai dia sekarang juga.” Ucap Simbah yang terus mendengung di ruang kepalaku.

“Hentikan semua ini sekarang juga Jok, hentikan. Kamu anak baik dan masih banyak orang yang menyangimu, termasuk aku.” Ucapku kepada joko dengan suara yang bergetar dan aku tidak menghiraukan ucapan Simbah.

“Cok. Kamu memang keras kepala Le.” Ucap Simbah dengan emosinya dan jiwanya yang menyatu dengan jiwaku, terasa sangat panas sekali.

“Jangan ajari aku tentang kasih sayang. Cukup sudah semesta ini saja yang memberikan aku pelajaran tentang kehidupan dan aku tidak akan mempercayainya lagi atau siapapun saat ini. Aku akan mengatur hidupku sendiri dan aku tidak akan membiarkan siapapun turut campur.” Ucap Joko sambil memiringkan kepalanya kekanan dan kekiri, lalu dia bersiap untuk menyerangku.

“Jok. Biarkan Sang Pencipta yang mengatur kehidupan kita dan jangan coba – coba untuk mengaturnya sendiri, atau semuanya akan berantakan. Hanya Sang Pencipta yang tau, apa yang kita butuhkan saat ini.” Ucapku yang mencoba meyakinkan Joko.

“Cuiihhh.” Joko meludah ke arah sebelah kanannya.

“Aku tidak percaya dengan yang namanya Sang Pencipta, Sang Pembuat Hidup atau Sang Pemilik Segalanya. Aku adalah aku dan aku yang menentukan hidupku sendiri.” Ucap Joko dengan emosinya.

“Tanpa impian, kamu tidak akan merasakan yang namanya berjuang. Tanpa cinta, hidupmu akan terasa hampa. Dan tanpa Sang Pencipta, kamu bukan siapa – siapa.” Ucapku.

“Aku muak mendengar kata – kata impian dan juga kata – kata cinta. Lebih baik tutup mulutmu dan nikmati sisa - sisa akhir kehidupanmu. Aku akan menghabisimu saat ini juga dan kamu pasti akan menyesali semua ini, karena takdir telah membawamu ketempat ini.” Ucap Joko sambil mengangkat senjatanya dan mengarahkan sabitnya ke arahku.

“Aku tidak akan pernah menyesal dengan jalan hidupku yang membawaku ketempat ini, karena saat ini justru saat terbaik di takdir kehidupanku.” Jawabku dan cukup sudah aku meyakinkan manusia satu ini, karena ucapanku tidak ada yang didengarnya sedikitpun. Mungkin kepalan tanganku yang akan didengarnya nanti.

Aku sekarang memang sedang memegang senjata, tapi aku tidak akan menggunakannya untuk melukai Joko. Aku akan menggunakan senjata ini, hanya untuk menangkis serangan senjatanya dan mematahkan kayu yang akan menutup tanah yang terbelah ini, hanya itu.

“Sudah berulang kali aku mengucapkan kata – kata ini, tapi aku tidak akan pernah bosan dan aku akan terus mengucapkannya kepadamu. Lindungi mereka yang ada dibelakangmu, hormati mereka yang ada disampingmu dan habisi siapa saja yang berdiri menantangmu. Angkat senjatamu dan bantai dia.” Ucap Simbah dan kedua mataku semakin memerah.

“Kubunuh kamu, kubunuh. Kamu sudah berani menggangguku dan kamu harus menerima akibatnya.” Ucap Joko dan itu membuat darahku langsung mendidih.

“ARRGGHHHH.” Ucap Joko berteriak sambil berlari ke arahku dan mengarahkan senjatanya ke arahku.

“BANTAI.” Ucap Simbah dan aku langsung mengangkat pedang yang ada ditanganku.

Joko yang sudah berada dihadapanku, langsung melayangkan senjatanya ke arahku dan aku menangkisnya dengan pedangku.

TRANG, TRANG, TRANG, TRANG.

Bunyi gesekan senjata kami yang saling bertemu dan itu mengeluarkan percikan – percikan api.

TRANG, TRANG, TRANG, TRANG.

Joko terus menyerangku dengan amarah yang menggila dan aku terus menangkis serangannya.

TRANG, TRANG, TRANG, TRANG.

Dia menyerangku dari arah kanan, kiri, atas dan bawahku. Dan memang benar apa yang dikatakan Simbah tadi, kalau kemampuan Joko telah meningkat dan ilmunya tidak bisa diremehkan. Kekuatannya bahkan sudah bisa menandingi aku atau bahkan sekarang sudah berada diatasku.

Energy yang keluar dari tubuhnya terasa sangat kuat dan dia bukan lagi pemuda Desa Sumber Banyu yang biasa, tapi pemuda yang memiliki kekuatan yang sangat luar biasa.

TRANG, TRANG, TRANG, TRANG.

Joko sangat lihai menggunakan senjatanya dan justru aku yang canggung dengan pedangku. Aku tidak terbiasa bertarung menggunakan senjata dan aku juga tidak bisa melepaskan pedang ini, karena pedang ini seperti menyatu dengan genggaman telapak tanganku.

TRANG, TRANG, TRANG, TRANG.

Bunyi gesekan senjata kami ini memekakan telingaku dan membuat gigiku terasa ngilu sekali.

“ARRGHHHH.” Joko berteriak dan dia langsung menginjak dadaku dengan kuat.

Aku yang canggung menggunakan pedangku dan sedang berkonsentrasi dengan serangan senjata Joko, tidak menyangka kalau dia akan menggunakan kakinya untuk menyerangku.

BUHHGGGG.

Injakannya masuk kedadaku dengan telak dan itu langsung membuatku terlempar kebelakang.

“HUUPPPP.” Nafasku sesak dan tubuhku melayang kebalakang, lalu roboh dengan posisi terlentang ditanah.

BUUMMM.

SRETTTT.

Punggungku yang tidak memakai kaos ini, menghantam kerikil – kirikil tajam yang ada dipinggiran sumber air, lalu tubuhku terseret beberapa meter kebelang.

Joko langsung meloncat dan mengarahkan senjatanya yang berbentuk sabit itu ke arah dadaku, dengan posisi seperti orang yang sedang mencangkul.

“ARRGHHHH.” Teriak Joko dan ujung sabit itu sudah berada tidak jauh dari dadaku.

Aku langsung mengangkat pedangku dan menangkis senjata Joko, sekuat tenagaku.

TRANGGG.

Senjata Joko terayun kesamping kanan dan posisi tubuhnya melayang diatasku. Aku langsung mengangkat kaki kananku dan aku arahkan keperutnya yang tidak ada perlindungan itu.

BUHGGGG.

Injakanku masuk dengan telak ke arah perutnya dan itu membuat tubuhnya melayang kebelakang. Joko yang ilmunya sudah meningkat itu, terlalu sigap dengan seranganku dan dia bisa mendarat ditanah dengan sempurna.

Aku lalu bangkit dengan menggunakan gerakan kick up, tapi tidak menggunakan kedua tanganku. Aku angkat kedua kakiku sampai lututku medekat ke arah dadaku dan bokongku terangkat, lalu aku mendorong kedua kaki kedepan dengan kuat dan aku sedikit bertumpu pada punggungku ditanah.

“HUUUPPP.” Tubuhku melayang keudara, lalu kedua kakiku mendarat ditanah dan aku langsung memasang kuda – kuda.

Pandanganku menunduk dan terlihat tetesan darah yang membentuk garis dari tempat beridi Joko sampai dibawah kakiku. Tempat berdiri Joko itu awal punggungku terjatuh dan aku terseret sampai ditempat aku berdiri ini.

Gila, berarti punggungku terluka karena terkena kerikil tajam dan aku tidak merasakan sakitnya. Ini pasti karena aku dibawah pengaruh kekuatan mata merah, jadi luka ini tidak terasa sama sekali.

Pandanganku langsung beralih ketanah yang terbelah dan tubuh makhluk penguasa hutan terlarang itu, sedikit lagi mencapai permukaan tanah.

Cok. Waktuku sudah sangat mepet sekali dan aku harus segera menebas kayu yang berada didekat Joko. Tapi kelihatannya perjuanganku sangat berat, karena Joko masih berdiri tegak. Bahkan menurutku, dia belum mengeluarkan semua kemampuannya.

Tapi apapun itu, berat bukan berarti tidak bisa aku taklukan.

SRENGGG.

Joko menggesekan sabitnya kebatu – batu kerikil yang ada didekatnya, lalu kembali dia mengacungkan senjatanya keaarahku.

WUT, WUT, WUT, WUT, WUT.

Joko memutar – mutarkan senjatanya dibagian tengahnya, setelah itu dia memegang ujung bagian bawah gagang tongkatnya, lalu mengarahkan bagian sabit tajamnya ke arah lehar bagian samping kiriku.

Sabit yang memiliki panjang gagang tongkat kira – kira dua meter lebih itu, melesat dengan cepat dan aku langsung menangkisnya dengan pedangku.

TRANGG.

Lalu dengan cepat aku memutarkan tubuhku ke arah Joko dan senjata kami berdua masih saling menggesek. Dengan posisi tubuhku yang membelakangi Joko, aku mengangkat sikut kiriku dan aku arahkan kewajah Joko.

BUHGGGG. SRETTTTT.

Joko terlebih dahulu menginjak punggungku dan injakannya sangat kuat. Tubuhku terpental dan aku roboh kedepan, lalu dadaku terseret di kerikil – kerikil tajam lagi.

“ARGGHHHH.” Tubuhku terseret beberapa meter kedepan, dengan posisi wajahku yang menoleh kekiri dan aku angkat sedikit, lalu terhenti karena kepalaku bagian atas terhantam batu yang besar.

BUHGGGG.

Pandanganku langsung berkunang – kunang dan aku merasa ada kilatan yang berasal dari arah belakangku. Aku lalu memutarkan tubuhku ke arah kanan dan sekarang posisinya aku tertidur dengan posisi mengahadap ke arah langit.

TRANGGG.

Sabit Joko menghantam batu kerikil di samping wajahku dan itu sejajar dengan telingaku.

Bajingan. Anak muda ini rupanya mengincar tengkorak kepala bagian belakangku dan dia benar – benar ingin membunuhku.

“DJIANCOK.” Maki Joko, karena sabitnya tidak mengenai sasaran.

Joko lalu menoleh ke arahku yang terlentang disebelah kirinya. Posisi sabit yang seperti sedang mencangkul ditanah itu, bagian tajamnya langsung diarahkan kebagian leherku.

Diayunkan sabitnya itu ke arah belakang atau ke arah kanannya dan gerakannya seperti pemain golf yang ingin memukul bola ditanah.

Aku lalu menyepak lutut kiri Joko bagian sampingnya dengan kaki kananku, sambil memutarkan tubuhku ke arah kiri.

BUHHGGGG.

JEDUUKKKK.

Lutut kirinya menghantam krikil, sementara kaki kanannya menekuk. Lalu sambil memutar, aku mengarahkan tumitku ke arah wajah kirinya.

BUHHGGGG.

“ARRGHHHH.” Teriak Joko.

Kepalanya limbung ke arah kanan dan wajah kanannya langsung menghantam bebatauan dengan kerasnya.

BUMMMMMM.

Joko tersungkur ditanah dan ini kesempatanku untuk menebas kayu yang berada tidak jauh dari tempatku terlentang ini.

Aku langsung cepat bangkit dan berlari ke arah batang kayu itu, sambil mengarahkan pedangku kesamping.

Dan sebelum ujung pedangku aku ayunkan, sesosok makhluk yang sangat besar, muncul dari tanah yang terbelah. Makhluk yang poisinya tadi tertidur dan melayang, sekarang perlahan mulai berdiri dan melayang diantara tanah yang terbelah itu.

Cok. Inikah makhluk penguasa hutan terlarang dan makhluk yang paling ditakuti kebangkitannya di semesta ini.? Apakah dia sekarang benar – benar bangkit dan aku sudah terlambat untuk menghentikannya.? Bajingan.

Makhluk dihadapanku ini benar – benar memiliki wajah yang sangat seram sekali. Matanya ada tiga. Satu dikanan dan satu dikiri, sedangkan yang satu lagi berada dikeningnya dan lebih besar dari kedua matanya yang lain. Kepalanya bertanduk dibagian samping kanan serta bagian samping kiri kepalanya, dan dia tidak memiliki batang hidung. Hanya dua lobang yang cukup besar, diantara mata dan mulutnya. Gigi – giginya besar dan ada empat taring yang keluar dari mulutnya.

Tubuhnya memang sangat besar, tapi kedua kakinya agak pendek dan perutnya sangat buncit.

Cok. Makhluk ini benar – benar iblis yang menyeramkan dan mungkin dia satu – satunya makhluk yang membuat tubuhku merinding. Ya, seluruh tubuhku memang merinding dan nyaliku seperti ciut ditatap oleh matanya.

“HAHAHAHAHA.” Makhluk itu tertawa dengan keras dan tawanya langsung menggetarkan tanah yang kupijak.

Terus apa yang harus aku lakukan.? Pertarunganku dengan Joko belum selesai dan sekarang makhluk hutan terlarang sudah dibangkitkan. Apakah sudah tidak memiliki kesempatan sedikitpun saat ini dan aku sudah kalah dengan pertarungan ini.?

Tidak, itu tidak mungkin. Selagi nyawa ini masih berada ditubuhku, aku masih mempunyai kesempatan dan makhluk ini pasti bisa aku kirim ke asalnya lagi.

“Tamatlah riwayatmu kini.” Ucap Joko dari arah belakangku.

Bajingan. Belum juga aku bertarung dengan makhluk yang menyeramkan itu, yang satu sudah bangun lagi. Kelihatannya aku harus menenangkan diriku sejenak dan aku harus mempelajari situasi. Joko merupakan lawan yang tangguh dan makhluk penguasa hutan terlarang ini pasti ketangguhannya lebih berlipat – lipat.

Aku tidak boleh gegabah dan aku harus bisa memanfaatkan kesempatan sekecil apapun.

Hiuuffffffttt, huuuuu.

Aku menarik nafasku dalam – dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. Aku tundukan wajahku dan terlihat darah segar mengalir dari dada sampai perutku.

Cok. Seluruh dadaku terluka dan lukanya membentuk garis - garis dari bagian atas dadaku, sampai sebatas celana panjang yang aku kenakan. Celanakupun sobek dibagian paha, sampai sebatas lutut. Sobekan dicelana itu tembus sampai kulit pahaku dan pahaku juga tergores.

Hiufffttt, huuuuu.

Kembali aku menarik nafasku dalam – dalam dan kali ini aku barengi dengan mengusap dadaku yang terluka. Aku mengusapnya tepat dibagian tattoo kepala rajawali. Darahku memenuhi tattoo kepala rajawali yang bertinta hitam itu, dan tiba – tiba suhu tubuhku memanas dengan cepat.

WUSSS, WUSSS, WUSSS, WUSSS.

Angin yang sangat kencang terasa mengenai tubuhku dan aku langsung mendangakan kepalaku keatas.

Burung rajawali yang aku tunggangi tadi terbang mengelilingi aku dan ketika posisi kami berhadapan, burung rajawali itu menukik tajam ke arahku dan perlahan menjadi bulatan berwarna merah serta bercahaya terang.

WUUTTTT.

Burung rajawali itu terbang semakin cepat, lalu dia menabrak bagian dadaku dengan kuatnya.

BUHGGG.

SRETTTT, SRETTT, SRETTT.

Tubuhku terseret kebelakang, dengan posisi tetap berdiri tegak. Bekas kedua kakiku yang menyeret ditanah terlihat jelas dan nafasku langsung memberat.

“Hu, hu, hu.”

Burung rajawali itu telah menyatu didalam tubuhku, bersama Simbah mata merah. Tubuhku terasa memiliki kekuatan yang berlipat – lipat dan aku siap untuk bertarung lagi.

“BAJINGANNN.” Teriak Joko dan aku langsung menoleh kearahnya. Dia berlari ke arahku sambil mengayunkan senjatanya dan wajah bagian kanannya terlihat berdarah – darah, karena tendanganku tadi.

“Saatnya kita membantai mereka dan tidak perlu ada negoisasi lagi. Paham kamu.!!!” Ucap Simbah dengan penekanan kata yang keras dan tegas.

Aku hanya diam saja sambil menatap ke arah Joko yang berlari ke arahku.

Dan ketika sudah sampai didekatku, Joko langsung mengayunkan sabitnya menggunkakan kedua tangannya. Dia mengayunkan dari arah kanan dengan kuat dan aku langsung menangkisnya dengan pedang yang ada ditanganku.

TRAANGGG.

Lalu dengan cepatnya, aku memutarkan tubuhku ke arahnya, sambil melakukan tendangan balik.

WUUTTTT, BUGGHHH.

Tendangan balikku kali ini masuk kedadanya dengan telak dan itu langsung membuat tubuh Joko terlempar kebelakang. Tubuhnya melayang lalu terjatuh kebebatuan kerikil, setelah itu terseret beberapa langkah dan dia langsung terlentang sambil memegangi dadanya.

“COK.” Maki Joko.

“Urusan anak itu dilanjut nanti, kita bereskan dulu makhluk penguasa hutan terlarang.” Ucap Simbah dan aku langsung menoleh ke arah makhluk yang masih melayang diantara tanah yang terbelah itu.

“Kekuatannya belum sempurna, karena ritual Joko belum selesai. Sekarang mari kita kirim dia ke bagian bumi yang paling terdalam.” Ucap Simbah lagi dan aku langsung berlari ke arah makhluk itu.

Dipinggir tanah yang terbelah itu, ada bebatuan yang agak besar dan itu bisa aku jadikan tumpuan untuk meloncat ke arah makhluk itu.

Aku semakin mempercepat lariku dan kaki kiriku aku hentakan diatas bebatuan itu, sehingga aku melayang dan posisiku lebih tinggi dari makhluk itu. Aku lalu mengangkat kaki kananku dan aku arahkan kedadanya.

“ARRGGGHHHH.” Aku berteriak sekencang – kencangnya dan aku memusatkan seluruh kekuatanku ditelapak kaki kananku.

Aku menyerang makhluk itu dengan injakan, seperti burung rajawali yang ingin mencengkram musuhnya dengan kuku – kuku tajamnya.

BUHGGGG.

Tubuh makhluk itu terhempas kebelakang dan punggungnya menghantam ke arah dinding tanah yang terbelah.

Kedua kakiku menapak ditanah dan posisiku sekarang berada diseberang tanah yang terbelah. Aku berdiri memunggungi makhluk penguasa hutan terlarang dan aku langsung membalikan tubuhku dengan cepat.

Aku lalu mengayunkan pedangku ke arah leher makhluk itu dengan sekuat tenagaku.

“JANGAAANN.” Teriak Joko dan aku tidak memperdulikannya.

JRABBBB.

“ARRGGHHHHH.” Lengkingan makhluk itu terdengar sangat keras dan kepalanya langsung terlepas dari lehernya. Darah berwarna hitam pekat keluar dari tenggorokan makhluk itu dan tubuhnya langsung terjatuh kedalam jurang terdalam, yang berisi aliran lava yang sangat panas.

“BANGSAT. KAMU SUDAH MENGHANCURKAN SEMUA RENCANAKU DAN KAMU HARUS MENANGGUNG AKIBATNYA.” Teriak Joko disebarang sana dan dia sangat – sangat emosi sekali.

“Tidak usah hiraukan anak itu. Sekarang tebas kayu yang ada didekat sumber air, agar tanah ini menyatu dan mengubur makhluk ini selamanya. Jangan sampai terlambat atau makhluk itu bisa muncul kepermukaan tanah lagi.” Ucap Simbah.

“Tidak dihiraukan bagaimana mbah.? Anak itu sekarang berada didekat batang kayu yang akan aku tebas.” Jawabku.

“Kalau begitu, tebas juga anak itu bersama batang kayunya.” Ucap Simbah.

“Mbah.” Ucapku singkat.

“Kenapa.? Kamu mau membiarkan duri didalam daging dan seluruh tubuhmu yang akan merasakan sakitnya.? Sudahlah Le, sudah. Joko tidak mungkin lagi bisa disadarkan. Kalau kamu tidak cepat membantai Joko dan menebas kayu itu, bencana ini tidak akan bisa dihindarkan lagi. Makhluk itu pasti akan bangkit lagi, walaupun kamu sudah memenggal kepalanya.” Ucap Simbah dengan emosinya dan aku hanya diam, sambil mencari celah untuk menebas kayu yang tertancap itu.

Joko sepertinya paham dengan apa yang akan aku lakukan dan diapun menunggu kayu itu, sambil terus menatapku dengan tajam. Kalau saja aku tidak mengincar kayu itu, mungkin Joko akan menyebrangi tanah yang terbelah ini dan dia pasti langsung mengajakku berduel.

“JANGAN BANYAK BERPIKIR. WAKTUMU TIDAK BANYAK.” Teriak Simbah yang menggema dikepalaku.

Akupun langsung berlari, lalu aku meloncat menyebrangi jurang yang cukup lebar ini. Lava yang mengalir didasar jurang, terlihat sangat jelas sekali. Akupun sempat melihat sesuatu yang terbang dari dasar jurang, menuju kepermukaan tanah.

Gila. Apa yang terbang tadi itu adalah makhluk penguasa hutan terlarang.? Cok. lagi - lagi apa yang diucapkan Simbah bermata merah benar. Waktuku sudah tidak banyak dan mungkin saja kalau makhluk itu berada dipermukaan tanah, aku tidak bisa mengembalikannya kedasar jurang lagi.

Bugghhh.

Kedua kakiku mendarat diseberang tanah yang terbelah dan Joko langsung berlari ke arahku, sambil mengarahkan senjatanya ke arahku.

TRANG, TRANG, TRANG, TRANG.

Aku menangkis serangan Joko dan dia terus menyerangku dengan membabi buta. Wajahnya terlihat sangat ingin membantaiku dan dia sangat dendam sekali kepadaku.

TRANG, TRANG, TRANG, TRANG.

Aku menangkis serangan senjata Joko dan dia semakin menggila saja.

TRANG, TRANG, TRANG, TRANG.

Pikiranku saat ini terbelah dan sebenarnya aku tidak mengeluarkan kekuatanku yang sepenuhnya, ketika melawan Joko. Aku masih menganggapnya pemuda yang masih bisa disadarkan, walaupun kondisinya yang seperti ini. Apa yang aku pikirkan ini, bukan karena ucapan Darman, tapi sekali lagi aku masih mengharapkan Joko kembali menjadi pemuda yang baik.

“Le. Kamu sendiri yang pernah mengucapkan. Cintailah sewajarnya dan membencilah seperlunya. Jangan mau diperbudak oleh rasa sayang yang membabi buta, karena itu pasti akan menjadikan gelap mata. Jadi tuntaskan sekarang juga kewajibanmu, karena yang kamu hadapi ini bukan manusia lagi, tapi iblis yang dipenuhi hawa nafsu.” Ucap Simbah.

TRANG, TRANG, TRANG, TRANG.

Sebuah cahaya terlihat keluar dari dasar jurang dan itu pasti cahaya dari makhluk penguasa hutan terlarang.

“Aku tidak akan membiarkanmu lagi untuk menghancurkan rencanaku dan aku akan membunuhmu ditempat ini.” Ucap Joko sambil terus menyerangku.

TRANG, TRANG, TRANG, TRANG.

Senjata kami saling menempel dan pertempuran terhenti sejenak. Kami beradu pandang dan tatapan mata Joko memang benar – benar sudah dikuasai oleh iblis.

“Kelihatannya kamu tidak bisa diberi hati Jok, kamu harus segera dihentikan.” Ucapku sambil mendorong pedangku kedepan, sampai senjata kami tidak bersentuhan lagi.

“BANGSATTT.” Maki Joko sambil menarik senjatanya ke arah belakang lalu mengayunkan ke arah wajahku.

WUSSSS.

Aku tidak menangkis serangannya, tapi aku memundurkan wajahku sampai senjata itu melewati kedua mataku.

Tangannya yang mengayun kesebelah kiri, membuat pertahanan ditubuhnya agak kendor.

Aku lalu menghantam wajahnya menggunakan gagang pedang bagian bawah.

BUHGGGG.

“AARGGHHHH” Joko berteriak kesakitan dan pukulanku tepat mengenai keningnya, sampai dia terdanga.

Aku lalu memutarkan tubuhku dan mengarahkan tumitku ke arah wajah samping Joko.

BUHGGGG.

Tubuh Joko oleng kekananku dan aku menyambutnya dengan sepakan kaki kananku ke arah wajah samping kirinya.

BUHGGGG.

Sepakanku sangat keras dan itu membuat Joko langsung tumbang kesebelah kiriku, dengan posisi wajah sampingnya mengantam bebatuan dengan kerasnya.

BUMMMMM.

“CEPAT TEBAS KAYU ITU, KARENA MAKHLUK ITU SUDAH DEKAT DIPERMUKAAN TANAH.” Ucap Simbah dan aku langsung melihat ke arah kayu didekat sumber air.

Aku lalu berlari ke arah kayu itu, sambil mengayunkan pedangku dari arah samping.

Dan ketika aku sudah didekat kayu itu.

JRABBB.

“HIUUUFFTTT.” Aku menghentikan lariku, karena ada benda tajam yang menancap dibetis kiriku, sampai mengenai tulang kakiku.

“UHHHHHHH.” Rasa sakit yang sangat luar biasa, langsung terasa dari betisku dan merambat kesekujur tubuhku. Kekuatan mata merah yang menguasai diriku dan biasanya mampu menahan rasa sakit separah apapun, kali ini seperti tidak berdaya.

Rasa sakit ini membuat ini membuat tubuhku melemah dan aku langsung menurunkan ujung pedangku dibatu, yang ada dibawahku. Aku berpegangan digagangnya dengan kuat, karena kakiku tidak bisa aku langkahkan.

“Hu, hu, hu, hu.” Aku lalu menoleh ke arah betisku dan ujung sabit Joko menancap sangat dalam sekali.

Sabit Joko terasa sangat panas didalam dagingku dan rasa sakit yang luar biasa, perlahan membuat kaki kiriku bergetar dengan hebatnya.

“ARGGHHHH.” Aku menahan rasa sakit sambil memejamkan kedua mataku sejenak, lalu aku membukanya lagi.

“Kamu tidak akan bisa menghentikan kebangkitan makhluk penguasa hutan terlarang.” Ucap Joko yang masih terlentang diatas kerikil dan rupanya dia tadi melemparkan sabitnya, sampai mengenai betisku.

Perlahan dia mulai bangkit dari tidurnya dan wajahnya terlihat sangat mengerikan sekali. Selain wajahnya berdarah – darah, dia seperti sedang dirasuki sesosok makhluk yang sangat kuat dan juga hebat. Mungkin itu ilmu yang sudah didapatkan selama tujuh tahun berada dihutan ini. Bajingan.

Joko yang sudah berdiri tegak, langsung mengangkat tangan kanannya keatas.

Dan tiba – tiba.

SRETTTT.

Sabit yang menancap dibetisku tercabut, tanpa Joko menyentuhnya dan sabit itu langsung melayang ke arah Joko.

Tap.

Gagang kayu sabit itu langsung digenggam Joko dan dia terlihat semakin mengerikan, dengan senjata yang ada ditangannya itu.

“ARGGHHHH.” Aku merintih kesakitan, karena darah mengucur deras dari betisku.

Persetan dengan rasa sakit ini. Lebih baik sekarang aku menebas kayu yang sudah tidak jauh dari tempatku berdiri ini, setelah itu aku akan melanjutkan berduel dengan Joko.

Aku lalu melihat ke arah kayu itu lagi, setelah itu aku berjalan tertatih – tatih.

WUSSSS.

Joko berlari dengan cepat dan sekarang tiba – tiba dia sudah berdiri didekat kayu, sambil mengarahkan sabitnya ke arahku.

Hiuuffttt, huuuu.

Aku menarik nafas panjangku dan aku mengangkat pedangku ke arah Joko.

“Cukup sudah permainan kita ini dan aku akan menyelesaikannya sekarang juga.” Ucapku dan rasa sakit dibetisku, langsung membakar emosiku.

Kedua mataku semakin memerah dan aku sudah siap dengan akhir pertarungan ini.

“Kamu yang akan berakhir ditempat ini.” Ucap Joko sambil mengayunkan sabitnya ke arah belakang, lalu mengarahkannya ke arahku.

TRANG, TRANG, TRANG, TRANG.

Aku langsung menyerang Joko dan kembali senjata kami saling beradu.

TRANG, TRANG, TRANG, TRANG.

Aku tidak mengiraukan rasa sakit dibetisku, luka didada dan juga luka dipunggungku. Aku juga sudah cukup memberikan Joko kesempatan, tapi rupanya itu hanya membuang – buang waktuku.

Joko mengayunkan senjatanya dari arah kanan dengan kuat dan aku juga menyambutnya dengan ayunan yang kuat.

TRAANGGGG.

Senjata Joko terlepas dari genggaman tangannya dan jatuh jauh dari posisi kami berdiri.

Kembali aku mengayunkan pedangku ke arah leher Joko, tapi dia memundurkan kepalanya.

SREETTTTT.

Ujung pedangku mengenai dadanya dan pakaian yang dikenakannya langsung sobek. Ujung pedangku sempar merobek kulit dada Joko, tapi tidak terlalu dalam.

“ARGHHHH.” Teriak Joko kesakitan, karena darah segar keluar dari dadanya dan juga dari seluruh wajahnya.

Kepalanya yang condong kebelakang, membuat dadanya tidak terlindung dan aku langsung menginjaknya dengan kuat.

BUGGHHHHH.

“HUUPPPP.” Joko kesakitan dengan nafas yang tertahan dan kedua mata yang melotot. Tubuhnya terpental kebelakang, lalu dia roboh terlentang.

Sebenarnya aku bisa menyerangnya lagi, tapi aku harus menebas kayu itu dulu.

Aku lalu memutar tubuhku dan sempat terlihat dari arah tanah yang terbelah, makhluk penguasa hutan terlarang bangkit dari posisi tidurnya dan tubuhnya melayang diantara tanah yang terbelah itu. Kepalanya telah menyatu lagi dengan tubuhnya dan dia menatapu penuh dengan amarah.

JRABBBBB.

Aku menebas kayu itu dan kayu itu langsung terpotong, dengan ujung kayu yang runcing, karena aku menebasnya dengan posisi miring dari atas kebawah.

TAP.

Kayu itu jatuh ketanah, lalu terdengar teriakan Joko serta makhluk penguasa hutan terlarang, yang sangat memekan telinga.

“DJIANCOOKKK.”

“AARGGHHHHHHHH.”

Tanah yang aku pijak langsung bergoyang dan diikuti aliran air yang sangat deras dari sumber mata air.

“Ambil batang kayu itu dan lemparkan kedada makhluk itu Le.” Ucap Simbah mata merah dan aku langsung berjalan tertatih, setelah itu aku membungkukan tubuhku, untuk mengambil kayu yang aku potong tadi.

WUSSS, WUSSS, WUSSS, WUSSS.

Angin kencang kembali terasa dan ini lebih kencang dari sebelumnya. Goncangan ditanah yang kupijak semakin terasa kuat dan aku langsung membalikan tubuhku, melihat ke arah makhluk yang menatapku dengan tajam itu.

“KEMBALILAH KEALAMMU.” Teriakku sambil melemparkan kayu yang aku pegang dengan tangan kanan, sedangkan tangan kiriku memegang pedang.

WUUSSSS, JRABBBB.

Kayu itu menancap tepat didada makhluk itu dan kedua matanya alnsgung melotot kesakitan. Tubuhnya terhempas dan menghantam dinding tanah disebelah sana.

CLAP, CLAP, CLAP, CLAP.

DUAR, DUAR, DUAR, DUAR.


Kilatan petir dan diikuti suara yang menggelagar.

Tubuh makhluk itu masuk kedalam jurang dan tanah yang terbelah ini, perlahan mulai menyatu.

CLAP, CLAP, CLAP, CLAP.

DUAR, DUAR, DUAR, DUAR.


WUSSS, WUSSS, WUSSS, WUSSS.

Kilatan petir terus bersahut - sahutan dan angin beritiup dengan kencangnya. Sumber mata air meluapkan isinya dan sangat deras sekali.

“Kamu telah mengacaukan segalanya dan kamu harus menerima akibatnya. AKU JOKO PURNOMO BERSUMPAH DIMATA AIR INI, AKAN MENGHABISI KAMU DAN JUGA SELURUH KETURUNAN JATI.” Ucap Joko dengan emosinya, lalu tubuhnya melayang ke arahku dan dia melayangkan kepalan tangannya ke arahku.

Amarahku bergejolak, ketika aku mendengar sumpah Joko. Emosiku meluap – luap dan siap untuk diledakkan.

“Sebelum kamu membunuh keluargaku, aku yang akan membunuhmu terlebih dahulu.” Ucapku sambil mengayunkan tangan kananku ke arah belakang dan aku bersiap menyambut tubuh Joko yang melayang ke arahku.

“ARGHHHHHHH.” Kami berdua sama – sama berteriak dan,

BUHGGGGGG.

Kepalan tanganku masuk kedadanya terlebuh dahulu dan tubuhnya yang melayang itu, langsung terlempar kebelakang dan terjatuh dialiran air yang sangat deras. Aku memukulnya dengan kekuatan penuh dan itu pasti bisa melumpuhkannya, atau malah bisa membunuhnya.

“ARGGHHHHH.” Teriak Joko yang kesakitan.

BYURRR.

Tubuhnya masuk ke aliran sungai yang deras, lalu terseret jauh. Aku ingin mengejarnya, tapi tubuhnya sudah tidak terlihat lagi.

“AARGGHHHHHH.” Aku berteriak untuk meluapkan sisa – sisa emosi yang masih ada ditubuhku.

Pandanganku perlahan kembali seperti biasa dan tubuhku langsung lemas seketika.

Buhgggg.

Tubuhku roboh ketanah dan pedang yang ada ditangan kiriku menghilang entah kemana.

Hembusan angin mulai mereda dan getaran ditanah juga mulai menghilang, seiring dengan tanah yang sudah merapat seperti semula. Aliran air di sumber mata airpun, juga mulai tenang dan tidak deras seperti tadi.

“ORA UMUM, ORA UMUM, ORA UMUM.” Ucap Cakra yang datang dari arah bawah.

“Hu, hu, hu, hu, hu.” Nafasku memburu dan aku langsung tidur terlentang, menatap ke arah bulan yang sudah bersinar dengan terang.

Seluruh tubuhku terasa perih, akibat luka – luka yang aku derita. Aku tidak sanggup bergerak lagi dan aku hanya bisa tidur terlentang.

“Luar biasa kamu wan.” Ucap Cakra sambil mendekat ke arahku, lalu dia menjulurkan tangan kanannya ke arahku dan tubuhnya sedikit membungkuk.

Aku menyambut uluran tangan Cakra dan dia langsung membantuku untuk duduk. Cakra lalu mengangkat tubuhku yang lemas ini dan menyandarkan dibatu yang agak besar. Dia menyandarkan punggungku dengan sangat berhati – hati, karena luka dipunggungku sangat parah sekali.

“Ahhhhh.” Aku mengeluarkan nafas panjangku, sambil mendangakan kepalaku dan Cakra hanya menatapku sambil tersenyum.

“Apa yang didapat dari semua ini Cak.?” Tanyaku.

“Pelajaran hidup.” Jawab Cakra singkat dan dia berdiri tepat dihadapanku.

“Cintailah sewajarnya dan membencilah seperlunya. Jangan mau diperbudak oleh rasa sayang yang membabi buta, karena itu pasti akan menjadikan gelap mata.” Ucap Cakra lagi.

“Itu kata – katamu dan aku sudah merasakan, bagaimana yang namanya gelap mata.” Ucap Cakra sambil menatapku dan dari tatapan matanya itu, terlihat rasa penyesalan yang begitu mendalam.

“Aku dan Joko mempunyai kisah yang agak sama Wan, sama – sama digelapkan rasa sayang dan tidak siap untuk kehilangan rasa itu.”

“Usia kamipun hampir sama, ketika harus menghadapi ujian yang sangat berat itu.”

“Tapi sekali lagi itu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagiku.”

“Bukan hanya diri sendiri yang menderita, tapi orang yang kita sayangi juga akan ikut menanggung penderitaan. Bahkan orang yang ada disekitar kita juga akan terkena akibatnya.”

“Hiuffttt, huuuu.” Cakra menarik nafasnya dalam – dalam, setelah itu mengeluarkannya perlahan.

“Aku sangat menyesal Wan, aku sangat menyesal sekali.” Ucap Cakra dan kata – katanya terdengar sangat tulus.

“Sudahlah Cak, aku tau kamu orang baik.” Ucapku yang mencoba menenangkan Cakra.

“Sifat baik dan buruk pada seseorang, itu hanya seperti membalikan telapak tangan Wan. Ketika orang baik tidak mampu menanam keikhlasan didalam hatinya, dia akan bisa berubah menjadi jahat dalam sekejap. Orang baik yang tidak mampu menahan nafsunya yang begitu besar, dia akan terseret dalam pusaran ambisinya dan tersesat didalam kegelapan perjalanan hidupnya.” Ucap Cakra dengan suara yang bergetar.

“Tapi kamu telah menemukan titik terbaik ditakdir hidupmu kan.?” Tanyaku.

“Iya. Dan proses untuk menuju ke titik itu begitu menjacokan, karena aku harus menyakiti kamu, Anjani dan seluruh keluargamu.” Jawab Cakra dan matanya terlihat berkaca – kaca.

“Cak. Apapun yang telah kamu lakukan selama ini, doa ku tidak pernah putus kepada Sang Pencipta, agar menjadikanmu orang yang baik. Doaku terkabul bahkan melebihi apa yang aku minta, karena kamu menjadi yang terbaik saat ini.” Ucapku.

“Sudahlah Cak. Jalani saja takdirmu saat ini dan biarkan Sang Pencipta yang mengaturnya. Dia tau apa yang baik dan tidak untukmu.” Ucapku lagi dan Cakra langsung menunduk sambil menyapu seluruh wajahnya dengan telapak tangannya.

“Kamu memang saudaraku yang terbaik, tapi sayang kebersamaan kita hanya singkat sekali.” Ucap Cakra lalu dia melihat ke arah sumber mata air.

“Apa sekarang waktunya kamu akan pergi.?” Tanyaku dan jujur aku sangat berat mengucapkan kata – kata ini.

“Iya. Tapi ada yang harus aku selesaikan dulu, agar jiwaku tenang di alam keabadian.” Jawab Cakra sambil menoleh ke arahku lagi.

“Apa itu.?” Tanyaku.

“Aku akan melepaskan kekuatan mata hitam yang ada pada diriku, karena aku tidak ingin menjadi seperti ksatria – ksatria yang bertarung bersama kita dibawah tadi.” Jawab Cakra dan aku langsung mengerutkan kedua alis mataku.

“Menjadi ksatria seperti mereka, membuat jiwa kita tidak akan tenang di alam keabadian. Karena setiap ada gerhana, jiwa – jiwa mereka akan turun kebumi. Apalagi kalau sampai ada pertarungan seperti tadi, para ksatria akan terpanggil dengan sendirinya.” Ucap Cakra.

“Oh. Jadi ini penyebab kamu ikut dalam pertarungan tadi, padahal sebelumnya kamu tidak bisa terlibat karena berbeda alam.?” Tanyaku.

“Hem.” Jawab Cakra sambil mengangguk pelan, lalu dia berjalan ke arah sumber mata air.

“Apa tidak ada salam perpisahan atau pelukan terakhir.?” Tanyaku lagi.

“Salam jempol kejepit.” Jawab Cakra sambil mengangkat tangan kanannya keudara, dengan posisi jempol terjepit diantara jari telunjuk dan jari tengahnya. Diapun melakukannya tanpa menoleh ke arahku sama sekali.

“Jembutt.” Makiku dan Cakra terus berjalan.

“Oi. Tunggu aku disana ya.” Ucapku dan Cakra langsung menoleh ke arahku sambil tersenyum, setelah itu dia masuk kedalam sungai.

Dan setelah sampai dibawah sumber mata air yang mengalir, Cakra langsung mencuci kedua tangannya, lalu dia membasuh wajahnya dan membasahi kepalanya.

Beberapa saat kemudian, Cakra menadahkan kedua tangannya dan menampung air ditelapak tangannya. Cakra lalu meminum air itu, setelah itu dia menegakkan tubuhnya.

“ARGHHHHHH.” Cakra berteriak sekencang – kencangnya, dengan kedua tangan yang terlentang dan kepala yang mendangak keatas.

Lalu tiba – tiba sesosok makhluk berwajah seram, keluar dari sumber mata air dan terbang diatas kepala Cakra. Makhluk itu melayang sambil meletakan telapak tangannya dikening Cakra dan tubuh Cakra langsung bergetar dengan hebatnya. Sebuah bulatan cahaya berwarna hitam keluar dari mulutnya dan tubuh Cakra terlihat mengejang.

“HORRGGGG.” Kembali Cakra berteriak dan dia seperti merasakan kesakitan yang sangat luar biasa.

CLAP.

Cakra dan juga makhluk yang menyeramkan itu tiba – tiba menghilang entah kemana. Suasana hutan inipun menjadi sunyi dan yang terdengar hanya bunyi butiran air yang jatuh dari sumber mata air kesungai.

“Mandilah disumber mata air itu, untuk membersihkan tubuhmu dan mengakhiri semua yang sudah kamu lakukan dari tadi Le.” Ucap Simbah mata merah.

“Iya Mbah. Tapi sebelum itu ada yang mau saya tanyakan mbah.” Ucapku.

Tiba – tiba Simbah mata merah menampakan wujudnya dan duduk diatas batu yang berada dihadapanku.

“Apa yang mau kamu tanyakan.?” Tanya Simbah.

“Kenapa makhluk dan para ksatria mata hitam, mata hijau, mata biru dan mata bening, ikut dalam pertempuran kita tadi.?” Tanyaku.

“Kelima makhluk warna mata itu memiliki ikatan batin dan memiliki hubungan yang sangat erat. Dan ketika salah satu diantara mereka ada yang berperang, yang lainnya akan membantu.” Jawab Simbah.

“Salah satu yang aku hadapi tadi itu, Joko yang menggunakan kekuatan mata bening Mbah. Tapi kenapa Makhluk bermata bening justru malah memihak kita.?” Tanyaku.

“Le. Makhluk berkekuatan mata itu hanya memberikan kekuatannya, kepada manusia yang mempunyai garis keturunan dan yang berhak untuk mendapatkan kekuatan mata.”

“Setelah mendapatkan kekuatan mata, semua tergantung dari manusia itu sendiri. Dia bisa mengendalikan kekuatannya atau dia yang akan dikendalikan.”

“Dan ketika manusia itu sudah keluar dari jalur, maka dia akan mendapatkan hukuman.” Jawab Simbah

“Berarti makhluk berkekuatan mata itu kejam dong. Mereka hanya memberikan kekuatan, tapi mereka tidak bisa mencegah manusia yang akan keluar dari jalur.” Ucapku.

“Kenapa kamu tidak berani mengucapkan itu kepada Penciptamu, ketika ada ciptaannya yang terjerumus dalam kejahatan.?” Tanya Simbah dan itu langsung membuatku terdiam.

“Kekuatan mata itu, ibarat nafsu yang ada didalam dirimu Le. Kamu mau menurutinya, atau kamu bisa mencegahnya. Mudahkan.” Ucap Simbah dan penjelasan Simbah ini sangat bisa aku terima.

“Kalau masalah ksatria bagaimana Mbah.? Apa manusia itu masih terikat, ketika dia sudah berada didalam alam keabadian.?” Tanyaku.

“Apa yang dikatakan Cakra tadi, tidak semuanya benar. Jiwa manusia yang sudah berada dialam keabadian, sudah tidak ada hubungannya dengan kehidupan disemesta ini.” Jawab Simbah.

“Terus kenapa Cakra bisa datang dan ikut dalam pertempuran tadi.?” Tanyaku.

“Cakra belum melepaskan kekuatannya, ketika ajal menjemputnya.” Jawab Simbah dan aku langsung menundukan kepalaku sejenak.

Aku lalu menarik nafasku, setelah itu aku berdiri perlahan.

“Hiuuffft.” Aku menahan rasa sakit yang sangat luar biasa dari sekujur tubuhku.

“Kamu mau kemana.?” Tanya Simbah ketika aku sudah berdiri.

Aku berdiri bertumpu pada kaki kananku dan kaki kiriku hanya menjinjit saja.

“Aku ingin tenang ketika aku berada dialam keabadian Mbah.” Jawabku.

“Maksudmu, kamu ingin melepaskan kekuatanmu.?” Tanya Simbah dan aku langsung mengangguk pelan.

“Jangan gila kamu Le. Saat ini belum saatnya kamu melepaskan kekuatanmu.” Ucap Simbah.

“Terus kapan Mbah.? Apa harus menunggu seperti Cakra dulu, baru aku akan melepaskan kekuatanku.? Ajal kita tidak ada yang tau Mbah.” Ucapku.

“Aku tau itu Le. Tapi bukan berarti harus saat ini dan ditempat ini.” Sahut Simbah yang mencoba menahanku.

“Esok atau hari ini, bagiku sama saja Mbah. Aku sudah mencapai titik tertinggi didalam kehidupanku dan aku sudah tidak ingin bertarung lagi. Aku ingin melepaskan semuanya, saat ini juga.”

“Terimakasih karena Mbah sudah mendampingi aku selama ini dan terimakasih karena Mbah sudah memberikan aku pelajaran hidup yang sangat banyak sekali.”

“Aku sangat bersyukur, karena sudah pernah mengenal Mbah. Terimakasih, terikasih dan terimakasih.” Ucapku, lalu aku berjalan dengan tertatih – tatih.

“Jangan Le, jangan saat ini.” Ucap Simbah dan aku tidak menghiraukannya.

Kaki kananku aku masukan kedalam sungai yang dalamnya semata kakiku, lalu aku berjalan ke aliran sumber mata air.

“Uhhhhh.” Luka – lukaku yang terkena air terasa sangat perih dan aku hanya memejamkan kedua mataku sesaat, lalu berjalan lagi.

“Le.” Panggil Simbah dan aku langsung menghentikan langkahku, lalu aku menoleh ke arah Simbah.

“Mohon maaf Mbah. Keinginanku sudah bulat dan aku akan tetap melepaskan kekuatanku.” Ucapku pelan dan dengan penekanan kata yang sangat sopan sekali.

“Baiklah. Aku tidak akan menghalangimu lagi, asalkan kamu sudah benar – benar ikhlas dengan semua ini. Dan setelah ini, kamu akan menghadapi semuanya seorang diri, tanpa ada diriku yang mendampingimu.” Ucap Simbah dan aku langsung menganggukan kepalaku, sambil tersenyum kepada Simbah.

Aku lalu menghadap depan lagi dan sekarang aku sudah berdiri dibawah sumber mata air yang mengalir. Aku lalu membungkukan tubuhku dan membasuh kedua lenganku, lalu wajahku, rambut, telinga dan kedua kakiku.

Dan yang terakhir, aku menampung air ditelapak tanganku, lalu aku meminum air itu.

“Gluk, gluk, gluk, gluk, gluk.”

Air yang sangat segar ini membasahi tenggorokanku dan langsung menyatu didalam tubuhku.

Beberapa saat kemudian, tubuhku terasa sangat panas sekali, padahal aku tidak mengenakan baju.

“ARGGHHHHHH.” Aku berteriak untuk mengeluarkan hawa panas ditubuhku, sambil mendangakkan kepalaku

“ARGGHHHHHH.” Aku terus berteriak dan tubuhku mulai bergetar dengan hebatnya.

Bayangan sesosok makhluk terbang diatasku dan itu seperti yang mendatangi Cakra tadi.

Makhluk itu lalu meletakkan telapak tangannya dikeningku dan aku merasa nyawaku seperti tertarik, oleh sentuhan tangan makhluk itu.

“ARGGHHHHHH.” Aku merasakan sakit yang sangat luar biasa dan ini yang paling menyakitkan yang aku rasakan seumur hidupku.

Aku merasa sesuatu menjalar dari dalam tubuhku, mulai dari ujung kakiku, kelutut, paha, perut, dada dan terhenti ditenggorokanku. Sesuatu itu seperti terganjal ditenggorokanku dan sakitnya sangat luar biasa.

Sesuatu yang menjalar itu, rasanya seperti goresan silet disetiap inchi bagian tubuh yang dilewatinya.

“ARGGHHHHH.” Aku berteriak sekencang – kencangnya, sambil terus mendangakkan wajahku kelangit.

Perutku terasa mual dan aku ingin memuntahkan sesuatu dari mulutku

“HOEKKK.” Bulatan cahaya berwarna merah darah keluar dari mulutku dan seluruh tubuhku semakin terasa bergetar.

Bulatan cahaya merah itu masuk ditelapak tangan makhluk itu, lalu tiba – tiba dia menghilang dari pandanganku.

“Hu, hu, hu, hu.” Nafasku cepat dan memburu, tenggorokanku terasa lega dan aku langsung menundukan kepalaku.

Tubuhku langsung lemas dan kepalaku sangat pusing sekali. Pandanganku berbayang dan tubuhku mulai sempoyongan.

“Akhirnya kamu melepaskan kekuatanmu anak muda. Sekarang aku akan membalas dendam, karena kamu telah menghalangi pasangan hidupku untuk bangkit lagi.” Ucap sesosok makhluk yang berada diatas sumber mata air.

Aku lalu mendangakkan kepalaku dan terlihat sesosok makluk perempuan tua yang luar biasa menyeramkan. Wujud makhluk ini sama seperti makhluk penguasa hutan terlarang, yang aku gagalkan kebangkitannya tadi. Tapi bedanya makhluk ini berjenis perempuan.

Makhluk itu menatapku dengan tajam, setelah itu dia meloncat ke arahku, sambil mengarahkan injakan kakinya ke arah dada sebelah kiriku dengan kuat.

BUHHGGGGG. KRAKKKKK.

“HUUPPPP.” Nafasku sesak dan tubuhku melayang kebelakang, lalu terhempas ditengah sungai, dan.

Gelap.



Pop Orang Ketiga.

Ke esokan harinya, di Desa Jati Bening.

“Bagaimana Kondisi Irawan Dimas.?” Tanya Jati kepada besannya.

“Kondisinya kritis Kang Mas. Untuk luka luarnya, aku bisa menyembuhkannya dengan cepat. Tapi untuk luka dalamnya.” Jawab Ranajaya dengan suara yang bergetar dan dia sangat berat untuk melanjutkan perkataannya. Ranajaya hanya menggelengkan kepalanya pelan dan Jati langsung menarik nafasnya dalam – dalam.

“Hiuufftt, huuuu.”

“Aku sudah berjanji kepada Anjani, kalau aku akan mengantarkan Irawan dalam kondisi apapun. Tapi jujur aku sangat berat sekali, melihat kondisi Irawan yang seperti ini. Aku tidak sanggup melihat kesedihan dari Anjani.” Ucap Jati dengan mata yang berkaca – kaca.

“Sebenarnya aku ingin ikut mengantarkan Irawan kepulau seberang Kang Mas. Mungkin dengan kehadiranku, Anjani akan sedikit lebih kuat. Tapi kondisi cucu kita Sandi di Kota Pendidikan, sangat mengkhawatirkan sekali dan aku harus segera kesana.” Sahut Ranajaya.

“Ikatan batin Sandi dan Irawan memang sangat kuat, sampai Irawan kritispun, Sandi ikut terbaring dirumah sakit.” Ucap Jati, lalu dia menghisap rokok klobotnya.

“Huuuuu.” Jati mengeluarkan asap tebal dari mulutya.

“Entah semua ini saling berkaitan atau tidak, tapi kejadian – kejadian ini beruntun dan hampir bersamaan waktunya. Setelah kemarin lusa Sandi melamar Ayu dan hitungannya bertemu dua lima, Irawan saat ini kritis dan Sandi juga ikut – ikutan drop dirumah sakit. Belum lagi Bapaknya Ayu yang tiba – tiba sakit dan sampai saat ini sakitnya tidak diketahui.” Ucap Jati lagi dan tatapan matanya terlihat kosong.

“Cucu kita sudah tidak mempercayai adat leluhur dan kita tidak bisa memaksanya untuk mempercayainya Kang Mas. Irawan juga tidak bisa melarang Sandi, karena cintanya yang begitu besar kepada Sandi.” Sahut Ranajaya.

“Tapi inilah takdir kehidupan yang harus dijalani. Apapun yang sudah dipilih, itu yang harus dipertanggung jawabkan Kang Mas.” Ucap Ranajaya dan mereka berdua langsung diam, dengan lamunan masing – masing.



Beberapa hari kemudian ditempat yang berbeda.


Seseorang sedang membopong sahabat lamanya, yang baru terdampar dipinggiran sungai, jauh dari Desa Sumber Banyu.

“Ada apa denganmu Jok.?” Tanya Zaky kepada Joko, sambil menyandarkan punggung Joko dipinggiran sebuah batu besar.

“Engga ada apa – apa Ky. Aku hanya baru selesai dengan sebuah permainan yang sedikit gila.” Jawab Joko.

“Sedikit gila.? Kondisimu seperti ini, kamu bilang sedikit gila.?” Tanya Zaky sambil melihat kondisi sahabatnya yang sangat menyedihkan itu.

Pakaiannya compang – camping, luka diwajah dan sekujur tubuh. Belum lagi guratan – guratan ditelapak tangan juga telapak kaki yang memutih juga terlihat, karena terlalu lama terendam di air sungai.

“Ya. Hanya sedikit gila aja, karena setelah ini aku akan memulai permainan yang lebih gila lagi.” Ucap Joko dan tatapan matanya terlihat sangat emosi sekali.

“Siapa lawanmu dalam permainan gila itu Jok.?” Tanya Zaky.

“Keluarga Jati.” Jawab Joko singkat dan mata Zaky juga langsung terlihat emosi.

“Aku ikut permainan gila itu.” Ucap Zaky dengan suara yang bergetar.

“Jangan. Ini adalah permainanku dan hanya aku saja yang boleh bermain disana. Aku tidak perduli kamu itu sahabatku atau karena tadi kamu sudah menyelamatkan aku, aku tidak perduli itu.” Ucap Joko sambil menatap Zaky dengan tajam.

“Terserah kamu setuju atau tidak, tapi aku akan melibatkan diriku dalam permainan ini.” Ucap Zaky dan dia membalas tatapan mata Joko, dengan lebih tajam lagi.

“Beri aku satu alasan yang tepat, agar aku bisa mengubah keputusanku.” Ucap Joko.

“Dendam atas kematian Ayahku, ditangan Irawan Jati.” Ucap Zaky dengan suara yang bergetar dan mata yang berkaca – kaca.



#Cuukkk. Dendam ini sepertinya tidak akan ada habisnya, ketika nafsu sudah menguasai kepala. Apakah dendam yang dimulai dari sumber mata air sungai terlarang, bisa berakhir disana juga.? Entahlah. Tapi yang jelas, dendam ini pasti akan menumpahkan darah yang begitu banyak dan air mata yang tidak bisa terbendung. Djiancok.!!!
Cuk..iki baru paten tenan…
Wis top markotop hu @Kisanak87
 
Jok... Jok... Cah gemblung....
Dendam kowe tak beralasan...
Sinting....
Kayaknya cuman Gilang atau keturunan nya
Yang bisa menyadarkan si joko gemblung...
Pertarungan sandy dan anak2nya akan berlanjut.....
:mantap: :mantap: :mantap:
makasih episode spesial pake telornya
mas @Kisanak87 ...
cerita ini telah membuka celah yg hilang di cerita Matahari...

Selalu ditunggu cerita selanjutnya mas...

Salam Hormat....

Salam Persaudaraan....
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd