Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG I N S Y A F

II. Perhentian Pertama

"Sebenarnya tidak ada hal yang benar-benar baru dalam kehidupan, semua adalah pengulangan kejadian sebelumnya. Hanya saja seringkali kita tidak menyadarinya"

Begitu pula dengan Hamid, ketika Bus yang ditumpanginya memasuki terminal Andalas, Hamid dan Rizal bergegas turun, Hamid menatap sekeliling bola matanya berputar, melihat anak-anak kecil yang berjualan mnyusuri terminal, Hamid membayangkan dirinya beberapa tahun silam sebelum diajak Buya Abdullah tinggal di Pesantren. Hamid menghirup nafas dalam-dalam memenuhi paru-parunya dengan udara. Meski udara di kota Padang sedikit panas dan tidak sesejuk Bukittinggi namun cukup membuat Hamid nyaman, seperti seorang narapida yg menghirup udara kebebasannya.


"Kita makan dulu, Da" Rizal membuka obrolan
"makan dimana?" tanya Hamid sambil matanya mencari-cari sesuatu
"Disitu aja, Da" Rizal menunjuk ke arah sudut terminal


Mereka pun berjalan menuju warung nasi yang berada di sudut terminal tersebut, nampak di sekitar warung nasi berada beberapa orang tengah main gaple sambil minum minuman keras. Beberapa lagi kelihatan sedang mengamati kondisi terminal.

Ketika hendak masuk ke dalam warung, Hamid melemparkan pandangan ke orang orang yang tengah berkumpul di sekitar warung, namun cuma dibalas dengan tatapan tajam, dengan aura yang sangat tidak bersahabat sama sekali

Setelah makan mereka keluar dari warung tersebut, Hamid tidak lagi memperhatikan ke arah kerumunan preman terminal tersebut, takut terjadi masalah dikarenakan masalah sepele, Hamid hanya mengikuti langkah Rizal yg tergesa gesa

"Baru selesai makan Zal, jalannya pelan-pelan saja, nanti yang kau makan keluar kembali" Sela Hamid setengah tertawa

"Banyak preman, Da, nanti kita di palak" ada kecemasan di raut muka Rizal

Hamid menarik tangan Rizal lalu berbisik
"Kalau di palak, kita patahin tangan mereka Zal" ucap Hamid sambil mengangkat alisnya.
Rizal hanya tersenyum sambil mengangkat jempolnya.
"Kalau ada Uda, saya tidak perlu takut lagi "

"Tempat tinggal kau masih dari sini Zal? " Hamid kembali bertanya

" Lumayan Da, tapi kita naik bis kota nanti di Kampung Jawa"

Hamid yang baru kali pertama menginjakkan kaki di Kota Padang tentu saja hanya mengiringi langkah kaki Rizal.
Setelah berjalan 10 menit dari Terminal Andalas ke Kampung Jawa, Hamid dan Rizal menumpangi sebuah biskota menuju tempat tinggal Rizal. Setelah 15 Menit perjalanan, mereka turun di depan sebuah rumah besar di cat kuning. Rumah besar ini ada dua bagian, di sebelah rumah besar ada paviliun yang terdapat beberapa kamar, namun masih dalam satu pekarangan. Di pekarangan rumah nampak parkir sebuah bus ukuran sedang, dan beberapa buah mobil yang di branding logo partai kuning

Rizal mengajak Hamid masuk ke sebelah Rumah kuning, menuju paviliun, tampaknya disitulah Rizal tinggal.
Rizal merogoh kantongnya, mengeluarkan anak kunci, memutar ke kiri, dan mendorong pintu dengan kaki, mempersilahkan Hamid masuk

"Taruh bawaanya disini aja Da, pakaiannya susun aja di dalam lemari itu."

Hamid mengeluarkan pakaian dari bungkusanya, lalu menaruh di lemari yang ditunjukkan Rizal.

"Zal, kamar mandi dimana? Saya mau berwudhu" tanya Hamid kepada Rizal

" Uda jalan ke belakang, pas mentok belok ke kanan, kamar mandinya disitu"

Rizal menjawab sambil menggerakkan tangannya"

"Uda sholat saja dulu, saya mau ke sebelah, biasanya jam segini ada Pak Herman, saya mau menemui beliau dulu, sekalian minta ijin buat Uda tinggal disini"

"Uda tidak apa-apa kan, saya tinggal sendiri? "

Hamid mengangguk sambil tersenyum, bersamaan dengan Hamid menuju kamar mandi, Rizal juga keluar menuju rumah besar.


Rizal masuk ke rumah besar tersebut, tampaknya sepi, namun ketika hendak mengetok sebuah ruangan berpintu warna coklat, Rizal mendengar sesuatu, dia sandarkan telinganya ke daun pintu, sambil melihat ke arah luar

"Kalau tidak mau dengan solusi yang kita tawarkan, terpaksa ambil jalan tengah"
"maksud bapak jalan tengah apa?"
"Hilangkan,, win win solution bukan? Satu korban saja, dua tiga masalah terselesaikan"
"Apakah tidak terlalu mencolok pak?"
"tidak akan, sekarang petrus sedang bergerilya. Orang akan mengira korban adalah korban petrus, ya kau harus bisa mengerjakannya dengan bersih dan cepat, lalu buang ke Sitinjau Laut mayatnya"

"Masalahnya sekarang, Zoni masih di dalam penjara, pak. Kita harus mencari eksekutor baru, di satu sisi, kondisi sekarang sulit, eksekutor yang mumpuni banyak merapat ke kubu pak Azwar"

Rizal terkesiap dengan apa yang didengarnya, dadanya berdegup kencang, segera disudahi acara mengupingnya dan segera mengetok pintu.

Tok.. Tok.. Tok...

"
"Assalamualaikum"

" Walaikumsalam" terdengar sahutan dari dalam,

"masuk Zal" Kembali jawaban suara terdengar dari dalam ruangan, sepertinya orang yang di dalam ruangan sudah tahu, kalau yang mengetok pintu adalah Rizal.
Rizal memutar kenop pintu, lalu perlahan masuk, tampak dua orang di ruangan tersebut, satunya brewokan, berusia 50th lebih, satunya lagi lebih muda, berambut cepak ala abri masuk desa.

"Ada apa, Zal? Kau baru tiba dari kampung?" bapak yang brewokan menanyai Rizal

"Iya pak, baru sampai, ngg anu pak itu, saya bawa teman dari kampung, dia mau cari kerja disini, selain itu, dia saya ajak tinggal disini. Boleh kan pak? "
Rizal agak gugup karena masih teringat pembicaraan yang tadi sempat didengarnya

"oh itu, ha.. Ha.. Ha.."

"Ya silahkan saja, tapi bukan perempuan kan? yang kau ajak tinggal disini?" " Bapak itu menjawab dan bertanya dengan tertawa sekaligus. Bisa dibayangkan? Ya jangan dibayangkan, cuma bapak-bapak ini, brewokan pula.

"Bukan pak, laki laki, mana berani saya membawa perempuan kesini" Rizal sedikit tersipu

"Kau perlu sentuhan wanita Zal, agar tidak terlalu kaku, carilah perempuan di kampus mu, kalau tidak ketemu, kau minta carikan sama Bang Rafi ini"
jawab bapak itu sambil menunjuk ke arah pria yang berambut cepak

"Jangan, kau kuliah saja, nanti kalau sudah sukses, uang mu sudah banyak, wanita akan bersujud di kaki mu, Zal. Yang jadi bajingan biar kami saja"
Si pria cepak tersenyum simpatik kepada Rizal, sambil menaikkan alis matanya.

Rizal balas tersenyum lalu permisi keluar.

"Sekali kali boleh lah kau ajak si Rizal, menikmati hiburan malam"
si bapak tua berucap sambil menyalakan rokok kreteknya

"Biarkan dia menyelesaikan kuliahnya pak, sayang kalau kecerdasannya diracuni oleh hal-hal buruk"

"Ha.. Ha.. Ha.. " si bapak tua tertawa keras mendengar jawaban si pria berambut cepak

" Harusnya prinsip ini yang kau pakai bertahun-tahun yang lalu, Fi. Kau kuliah di Pulai Jawa, di kampus ternama, kau juga cerdas, sama seperti Rizal"

Kali ini pak tua menatap pemuda berambut cepak itu dengan serius sembari menyipitkan matanya..

"Belum terlambat untuk memperbaiki semuanya, Fi" si bapak tua melanjutkan bicaranya sambil meniupkan asap rokoknya ke langit-langit ruangan.

Keluar dari rumah besar tersebut, Rizal kembali bertanya-tanya tentang hal yg dicuri dengarnya ketika menguping tadi, kalau tidak salah ada kata "hilangkan" "petrus" dan semacamnya, bagaimana mungkin Pak Herman yg dikenalnya baik, dermawan dan seorang politikus itu akan merencanakan perbuatan yang melanggar hukum. Pak Herman adalah orang yang dikagumi oleh Rizal, menurut Rizal, Pak Herman adalah orang yang baik, bahkan biaya kuliah Rizal dan beberapa anak lainnya ditanggung oleh Pak Herman. Banyak tanda tanya menari-nari di kepala Rizal, selain seorang wakil rakyat apakah ada hal lainya yang dilakukan Pak Herman?

"Apa sebenarnya yang akan dilakukan pak Herman? " Rizal cuma bertanya dalam hati

Rizal kembali ke rumah sebelah dan berjalan menuju kamarnya, sampai di kamar, Rizal mendapati Hamid tengah melipat sajadah. Sepertinya Hamid baru selesai menunaikan kewajibannya.

"Da, tadi saya sudah bicara sama Pak Herman, kata beliau, Uda diizinkan tinggal disini"

"Terimakasih banyak ya Zal, saya juga mau berterimakasih kepada Pak Herman, bisakah kita menemuinya? Rasanya kurang pantas pula kalau cuma kau yg minta izin Zal"

Rizal cuma tertawa kecil
"Baiklah Da, nanti kita temui Pak Herman"

Rizal kembali menerawang soal apa yang didengarnya tadi, otaknya masih berpikir tentang hal hal buruk yang akan terjadi. Tapi seperti yang Bang Rafi bilang, sebaiknya memang Rizal fokus kuliah saja.

"Da, kita pindah ngobrolnya ke depan saja, biar nanti sekalian kita menemui Pak Herman"

Hamid cuma mengangguk sambil tersenyum, lalu melangkahkan kakinya keluar kamar.

Sampai di pekarangan rumah, ada semacam pendopo, disampingnya terparkir sebuah bus, di pendopo itu Hamid dan Rizal kembali melanjutkan obrolan mereka.

"Jadi, Uda mau mencari kerja dimana?"
"belum tau Zal, dengan bekal ijazah Pesantren rasanya sulit juga mencari kerja sekarang. Tapi yang jelas, asalkan halal, saya mau mengerjakan apapun Zal"

Hamid menjawab pertanyaan Rizal, sembari memikirkan apa yang hendak di lakukannya esok hari.

Sementara itu dari arah rumah besar, keluar dua orang pria, pak Herman Dan Rafi.
Rizal yang melihat Pak Herman keluar dari rumah, bergegas mengajak Hamid untuk menemui orang tua tersebut.

"Pak, Bang, ini Uda Hamid, kawan yang mau tinggal disini yang tadi saya ceritakan
"Oh.. Ha.. Ha.. Ha.. " Pak Herman tertawa, Hamid dengan cepat mengulurkan tangannya
" Hamid, Pak" tangan kanan Hamid terulur, disambut oleh pak Herman dengan genggaman tangan yang sedikit erat, "Herman"
Lalu Hamid bersalaman lagi dengan Rafi, "saya Hamid, bang"
"Rafi" Rafi tersenyum sambil menepuk nepuk bahu Hamid.

"Kau dari Bukittinggi juga ya Mid? Tetangganya Rizal?

"iya pak, saya dari Bukittinggi juga, tapi dari Pesantren Haji Abdullah"

"Hah? Ha. Ha.. Ha.. Tapi aku tak pernah melihat kau di Pesantren itu Mid"

Rafi dan Rizal cuma diam menatap ke arah Pak Herman.

"Benar pak, saya 8 tahun disana, baru tadi pagi saya keluar pesantren "

"ha ha ha" Pak Herman kembali tertawa

"Haji Abdullah itu mamak ku, beliau adik bungsu dari ibuku, Mid"

"Berarti bapak yang sering saya dengar di Pesantren, kalau ada kemenakan Buya Haji, yang rutin membantu keperluan pesantren "

" Hamid ha.. Ha.. Ha. Saya kesana malam hari, paling sering menjelang Subuh, makanya kita tidak pernah bertemu di pesantren. Lalu kenapa kau keluar dari Pesantren Mid? "

Pak Herman menatap Hamid dengan tajam

" Saya ingin mencari peruntungan nasib pula di luar pesantren Pak"

Hamid menjawab seraya menundukkan wajahnya

"Kau tidak usah cari kerja, kau tinggal disini, bantu bantu disini bareng Rizal dan ada satu lagi si Chairul. Nanti nama kau akan dimasukkan dalam struktur organisasi dan itu ada honornya tiap bulan. Nanti bisa kau kembangkan diri dari sini, membangun koneksi, sambil belajar apapun "
Pak Herman berkata sambil mengangguk kepada Rafi. Rafi pun membalas anggukan Pak Herman tersebut.

" Ya sudah saya dan Rafi jalan dulu, besok kita ngobrol lagi ya Mid. Zal, kalau ada kebutuhan jangan sungkan"

Rizal dan Hamid serempak mengangguk

"Iya Pak" jawab Rizal seraya menyalami Pak Herman dan Rafi, Hamid pun menyalami kedua orang tersebut, ketika hendak berjalan menuju mobil, Rafi setengah berteriak kepada Hamid, "Mid besok malam kita jalan jalan ya, biar kau dan Rizal tidak sama-sama kaku" Rafi berucap sambil tertawa, Hamid cuma mengangguk, dan tersenyum seperti yang biasa dia lakukan.

Di dalam mobil yang dikemudikan Rafi, Pak Herman menyalakan kembali rokok kreteknya, lalu menurunkan kaca mobil.

"Kau tau Fi, jika ingin kaya, jangan jadi petani, jadilah peternak"

Rafi cuma diam, karena sudah seperti ini, Pak Herman kembali akan memberikan wejangan atau petuah kehidupan, Rafi cuma mendengar dan merekam dengan baik apa-apa yang diucapkan Pak Herman.

"Jika ingin kaya lagi, jangan jadi peternak, jadilah pedagang.

Dan jika jadi pedagang, berdagang emaslah.

Namun diantara semua perdagangan, yang paling besar untungnya adalah perdagangan manusia."

Pak Herman menutup kalimatnya, sembari menghembuskan asap rokok kreteknya menatap tajam semburat jingga yang mulai tampak di ufuk barat.

Rafi tercekat, "Maksudnya, pak? Perdagangan manusia? Human Traficking?

Kita mengumpulkan wanita dan anak-anak lalu menjual mereka?"

"Ha.. Ha.. Ha.. Pak Herman hanya tertawa, lalu menepuk-nepuk bahu kiri Rafi

"Nanti kau akan mengerti, fi"
Rafi hanya mengangguk sambil menatap lurus ke depan.

"Hidup adalah investasi, Fi, dan investasi yang paling baik harus kau tanamkan pada manusia"

Pak Herman menutup wejangannya sambil membuang rokoknya yang belum setengah dia hisap.

*********************

Di sebuah tempat hiburan di arah selatan kota, tampak seorang laki laki berbadan tegap yang setengah berlari menaiki tangga menuju lantai atas tempat hiburan tersebut, karena hari masih sore mendekati senja, tentu saja tempat hiburan tersebut belum di buka untuk umum. Hanya ada beberapa karyawan yang membersihkan tempat tersebut.

Sampai di lantai atas, pemuda tersebut menuju ruangan yang ada di bahagian pojok lantai. Lalu perlahan mengetok pintu.

Tok..tok..tok.
Tok.. Tok.. Tok..

Beberapa kali pemuda tersebut mengetok pintu tersebut, lalu terdengar bunyi gagang pintu dari dalam.

Ceklek..

Seorang perempuan membukakan pintu, Si pemuda tersebut masuk, sekilas ia melihat ke arah perempuan yang hanya dibalut pakaian dalam, sementara bajunya entah kemana.

Tubuhnya sintal, padat, gundukan di dadanya penuh, seperti hendak melompat keluar, sangat mencolok jika diperhatikan, kulitnya yang kuning langsat dibalut bra berwarna merah menyala, sementara di bawahnya juga dibalut kain tipis berwarna senada, membungkus gundukan yg tampak sedikit gemuk di antara paha gadis tersebut, potongan rambutnya seleher, mempertontonkan lehernya yang berjenjang, bisa dipastikan siapaun akan tergoda untuk menggaulinya.

"Kau suka dengan mainanku yang baru Hendra?""

Tampak seorang pria berumur sekitar 40tahun, berperawakan seram, gemuk, perut buncit, dengan kumis tebal, dan mata besar yang menambah kesan licik di wajahnya bertanya kepada pemuda yang disapa Hendra tersebut

"Kupastikan yang satu ini tidak bisa kau sentuh, dia kesayanganku, baru datang minggu lalu dari pulau seberang"

Pria yang bernama Hendra cuma tertegun ke arah si gadis, tampak gadis itu tengah berjalan menuju pria buncit tersebut, Hendra memperhatikan ayunan pinggul yang mempesona, dengan gumpalan daging padat nan empuk di kedua belah pantatnya, bergetar seirama ayunan langkah kaki gadis tersebut

Gadis itupun naik ke pangkuan pria buncit tersebut.

"Anjing!!!
Pria jelek yang beruntung"
Hendra menyumpah di dalam hati

"Mari duduk Hendra, ceritakan perkembangannya"

Pria buncit menawarkan Hendra dukuk, Hendra duduk di kursi yang berhadapan dengan si pria buncit, mereka di batasi meja kaca yang di atasnya ada botol minuman berakohol merk mahal, juga bungkusan kondom yang sepertinya belum dibuka segelnya

Hendra menatap ke arah pria buncit, dengan si gadis yang duduk di pangkuannya, si gadis duduk menyamping, nampak jelas oleh Hendra paha mulus nan sekal milik gadis itu, juga payudara yang terayun ayu, karena tak henti henti dimainkan oleh tangan si pria buncit. Payudara yang indah, entah bagaimana bentuknya jika bungkusnya itu di buka. Ah, Hendra menahan nafsunya yang tiba tiba naik ke ubun ubun, karena tontonan masyuk di depannya.


Hendra menarik nafas dalam-dalam lalu mulai bicara

"Agak sulit mengeksekusinya, dia selalu di kawal, lagi pula dia juga jarang masuk ke tempat hiburan, selain ke kantor, dia cuma di rumah, rumahnya pun ada pengawalan dari beberapa orang penjaga. Menyarang secara frontal sangat beresiko, tapi saya masih mencari waktu yang pas untuk mengeksekusinya"

Ucap hendra sambil menarik nafasnya, karena bersamaan dengan ia menutup kalimatnya, si buncit jelek itu sudah melepaskan bra si gadis, sepasang daging bulat nan kenyal itu terayun, tangan kiri si buncit memilin-milin puting payudaranya yang berwarna merah jambu, sementara bibir si buncit dengan kumis tebalnya asik menyusu ke payudara yang sebelah lagi, si gadis mendesih, setengah tererang dan menggeliat, tangannya menekan kepala si buncit agar terus melumat payudaranya yang sudah basah oleh ludah si buncit, lalu si buncit menghentikan aktifitasnya.

"Jika kau tidak segera menghabisinya, semua rencana kita bisa buyar. " Kau tau, di partai aku tidak bisa berbuat banyak. Di dalam ormas aku pun di bawah dia, merebut posisinya di Partai pun sangat susah. Jika kau bergerak lambat, bisa dipastikan kau pulang kampung, kembali menghela pukat di kampung mu!"

Suara pria buncit itu bergetar, lalu melanjutkan bicaranya

"Namun yang perlu kau ingat, Dalam permainan catur, kau tidak bisa langsung membunuh raja. Kau harus makan dulu pion pionnya. Kalau bisa secepat mungkin kau bunuh mentrinya. Ya mentrinya yang paling penting, harus kau lenyapkan dahulu. Karna raja langkahnya cuma kotak, sementara mentri jangkauan langkahnya lebih panjang"

Si buncit lalu mengulum puting payudara yang si gadis, sementara tangannya yang tadi bertugas memlintir puting sudah dimutasikan, ke balik celana dalam gadis cantik tersebut.

Jari sibuncit menari nari dibalik celana dalam si gadis, entah apa yang dicarinya disana, sepertinya jari sibuncit sudah hafal dengan keadaan disana, hingga tak berapa lama si gadis terengah engah, desahannya yang tertahan mulai keluar merdu berpacu dengan nafasnya yang memburu, tangannya pun dengan kuat menjambak rambut si buncit dengan kuat

"Berarti saya harus mengeksekusi Rafi terlebih dahulu boss? "
Si buncit pun menghentikan kegiatannya, di lepaskan kulumannya dari payudara lalu mengeluarkan senyumannya yang bengis.

Gadis yang bercelena dalam merah tersebut, sepertinya sudah hampir sampai di puncak lalu dihentikan begitu saja, nampak sedikit kesal, ia memasukkan kembali jemari sibuncit kedalam selangkangannya.

"Benar" kata sibuncit sambil memainkan jarinya di lembah basah selangkangan si gadis, gadis itu kembali mendesah dan menggeliatkan tubuhnya yang mulai berkeringat.

"Benar Hendra, kau harus lebih dulu melenyapkan Rafi, karena Rafi adalah otak bajingan itu, dia hanya tubuh, tanpa Rafi dia tidak akan bisa apa-apa. Kau terlalu lambat belajar Hendra, dan kau harus sesegera mungkin menghabisi Rafi,

Gadis itu turun, lalu bersimpuh di antara kedua kaki si buncit, perlahan menarik resluiting celana si buncit, dengan hati-hati si gadis mengeluarkan kemaluan si buncit, yang mungkin tidak enak kalau di katakan kecil, bohong juga kalau dibilang besar.

"Anjing!! Muka jelek, kontol kecil, tapi beruntung, kenapa di dunia ini dipenuhi oleh orang orang bertitit mungil (oke, karena ukuran juga merubah sebutan) tapi beruntung menikmati memek kelas satu"

Hendra tersenyum, entah tersenyum karena ukuran kemaluan bosnya yang tampak menghilang dalam genggaman gadis tersebut, entah karena dapat ide untuk menyelesaikan pekerjaannya.

"Baiklah boss, saya faham atas apa yang akan saya lakukan, saya akan melakukan dengan serapi mungkin, kalau tidak ada hal lain lagi, saya pamit boss"

Si buncit menggeliat, mulutnya mendesis menikmati kulumat sigadis pada kemaluan nya.

"Aarrgghhh... Hmmm.. Baiklah, segera saja kau kembali dengan membawa kabar bagus untuk ku"

"ok boss, saya permisi" Hendra segera berdiri, sebelum berbalik, Hendra menatap ke gadis tersebut, tampak mulut gadis itu tanpa kepayahan sudah menelan semua bagian kemaluan bossnya.
Hendra berjalan keluar, bergumam ia di dalam hati, "Titit semungil itu cuma tertolong dengan uang yang banyak, kalau si buncit itu miskin, paling tititnya cuma jadi santapan tungau saja" gerutu Hendra di dalam hati

Gadis itu mengulum kemaluan si buncit dengan telaten dan bijaksana, tau karena ukurannya biasa saja ya kecil, dengan tanpa susah payah mulut sigadis bisa menelan dari ujung hingga ke pangkal kemaluan si buncit, lidah si gadis berputar putar di kepala kemaluan si buncit, si buncit mengerang lalu, menyuruh gadis itu berdiri, dengan posisinya yang masih duduk, si buncit memeluk paha padat si gadis, kepalanya dibenam kan ke selangkangan sambil menghirup aroma liang peranakan si gadis yang masih terbungkus celana dalam

Hidung si buncit tak henti henti mengendus, lidahnya menjilat lembah yang telah basah dari luar celana dalam. Perlahan si buncit menurunkan celana dalam si gadis, dengan gerakan yang sedikit menggoda, si gadis menggerakkan pinggulnya dengan menggoda, membuat nafsu si buncit berlari cepat ke ubun-ubun.
Si buncit duduk lagi di kursi, lalu menyuruh gadis itu menaikinya, dengan sekali gerakan, si gadis duduk dipangkuan si buncit, nafas si buncit makin memburu, begitu pula dengan deru nafas si gadis, si gadis menggapai kemaluan mungil si buncit lalu menuntun kemaluan mungil tersebut memasuki liang surgawinya.
Entah karena faktor perutnya yang buncit, atau kemaluannya yang mungil, cuma kepala kemaluan si buncit yang bisa memasuki memek si gadis, si gadis mulai kepayahan mengakali, si buncit pun mulai sesak nafasnya.

Si buncit tidak kehabisan akal, meski nafsunya sudah di ubun-ubun akal sehatnya masih jalan, lalu si buncit menyuruh si gadis terlentang di lantai, dengan segera si gadis terlentang di lantai, sambil membuka paha nya lebar-lebar, sementara tangannya, membuka celah liang kemaluannya yang sudah memerah dan basah.

Si buncit menjilat liang surgawi gadis tersebut, si gadis menggelinjang, dan mendesah, si buncit perlahan menaiki si gadis, menuntun kemaluan mungilnya untuk memek tembem yang berjembut sedikit tebal namun rapi tersebut.

Kemaluan sibuncit berhasil masuk, dia rasakan dulu kehangatan dan denyut liang basah di dalam sana. Lalu perlahan, sibuncit menggoyangkat pantat nya seirama dengan titit mungil yang keluar masuk memek tembem milik gadis itu, cuma beberapa detik sibuncit mempercepat genjotannya, lalu mengejang, arrggghhhh... Ahhhhh... Keluar sudah sperma sibuncit di dalam liang surgawi gadis nan molek itu.

Si gadis terdiam di bawah tindihan si buncit, kesal hatinya karena hasratnya tidak terpuaskan

"Anjing!! Tititnya bau, ukurannya mungil, 3x genjot udah jackpot. Untung banyak uang ini orang" gumannya di dalam hati.

Si buncit bangkit melepaskan dirinya dari tubuh sigadis,

"Kamu puas kan dek Rosa?" tanya sibuncit ke gadis tersebut.

"Puas Pak, enak" Gadis yg ternyata bernama Rosa itu menjawab, sembari berjalan menenteng celana dalamnya menuju kamar mandi yang ada di sudut ruangan itu.


**********
Mohon maaf para suhu suhu disini. Updatenya dikit, maaf juga sedikit berantakan. Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca cerita yang tidak ada apa - apa nya ini.
Salam hangat persaudaraan dari saya :cendol:
 
Selamat malam Para Suhu, puas tidak puas semoga saja dipuas puaskan membaca cerita dari saya. Mungkin masih jauh dari bagus dibandingkan banyak cerita disini. Saya terima kritik dan sarannya. Mohon maaf dan harap maklum kalau masih berantakan tulisannya, maklum tulisan perdana saya.

Semoga kita semua berbahagia selalu

:Peace:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd