Ini adalah pertama kalinya aku mengandung, aku belum terlalu paham. Untung saja ibuku selalu mendampingiku saat aku mengandung anak pertamaku. Cukup senang ada ibu yang selalu mendampingku meski suami semakin hari semakin disibukan dengan masalah kerjaan. Sehingga aku putuskan untuk tinggal bersama di rumah ibu.
“udh siap la ? ke RS nya ?” ucap ibuku yang melihatku yang berpakaian rapih.
“udh nih mih… yuk… berangkat.” Jawabku mengajak ibu.
“tapi mamih mamih cmn anter aja ya ra gpp ? soalnya mamiih ada pengajian dulu bentar. Tar mamih nyusul”
“ya udh gpp sendiri jg bisa sih benernya”
Ibu tak menjawab dan langsung menggandengku untuk pergi ke RS. Lokasi rumah sakit tersebut tidak terlalu jauh dengan rumah ibuku. Hanya memakan setengah jam perjalanan.
Sesampai nya di depan rumah sakit aku pun berpamitan dan sebelum turun dari mobil ibu mengecup kening dan kedua pipiku. “ati – ati ya ra kalau ada apa – apa kabarin mamih” pesannya di dlm mobil. ku jawab dengan anggukan. Lalu mobil ibuku melaju menuju ke sebuah masjid dimana tempat ia mengaji.
Di depan receptionist aku mendaftarkan namaku. Ku lihat sekeliling ruang tunggu ternyata cukup sepi, hanya seorang bapa – bapa yang mungkin sedang menunggu istrinya diperiksa oleh dokter. Akupun duduk di kursi tunggu dan mengeluarkan handphone untuk mengabari ibuku. Sedang asik2 nya mengabari ibuku tiba – tiba seorang bapak – bapak menyapaku.
“hai bu… lagi mau cek kandungannya ?” sapa nya padaku. Lalu aku menutup hp ku dan aku tersenyum padanya sebagai jawaban. “besar sekali bu kandungannya, apa kembar mungkin ya ?” lanjutnya.
“mungkin pa ?” jawabku datar. Aku tak mau terlalu banyak bicara pada orang yang tak ku kenal. Malas juga rasanya. Tak berapa lama namaku di panggil oleh seorang suster “nyonya aqila adinda malaika, silahkan masuk”. Untung saja namaku langsung di panggil, jadi tak perlu lama – lama untuk basa – basi dengan orang tak kukenal. Aku berpamitan padanya dan aku langsung masuk keruangan dokter.
Setelah aku masuk aku duduk di depan dokter yang sudah menungguku. “Eddi Hermawan” itulah yang di tertulis di ukiran kayu yang berada di mejanya. Dokter tersebut tersenyum dan mengajaku berjabat tangan. “siang dok, Aqila” ucapku seraya memperkenalkan diri pada dokter. Dokter lagi – lagi membalas nya dengan senyuman. Mungkin pikirnya ia tak perlu memperkenalkan dirinya lagi karena sudah tertera di atas mejanya. Ia hanya menyuruhku duduk kembali dan mulai menanyakan kehamilanku.
“ini hamil pertama bu ? sudah berapa bulan ?” Tanya nya padaku sambil melihat perutku yang sudah buncit.
“iya dok pertama kalinya, usianya 8 bulan jalan.” Jawabku sambil mengelus – ngelus perutku. Ia melanjutkan dengan pertanyaan dari seputar keluhan – keluhan apa yang di alami saat mengandung.
“ga ada kayanya dok hanya mual – mual biasa saja dok. Kata ibuku kalau mual – mual emang normal pada kehamilan. Tapi itupun pas awal – awal mengandung. Cmn jadi aga malasan sih dok sayanya. Males ngapa – ngapain. Hehe” jawabku pada dokter.
“owh itu sih normal bu kalau ibu nya jadi males – malesan memang bawaan dari jabang bayi yang ibu kandung. Tapi ibunya jadi senang berdandan ya ?”
Kujawab dengan anggukan dan sedikit heran, dengan pertanyaan dokter, tapi dokter tersebut langsung mengetahui apa yang ada di pikiranku. “soalnya bu aqila cantik banget”. Akupun tersenyum.
“boleh sekarang saya periksa bu ?” dokterpun berdiri dari tempat duduknya dan mempersilahkan aku untuk menaiki tempat tidur yang di pakai untuk memeriksa. “cukup besar juga ya bu perut ibu. Hati – hati pola makan juga di jaga ya bu.” Ucap sang dokter sambil mengelus – ngelus perutku yang masih tertutup baju.
Saya ukur dulu ya bu perutnya, aku diam dan menurutinya. Dokter pun membuka bagian bawah bajuku dan menyingkapkan sampai sebatas di bawah payudaraku. Ia mulai mengukur perutku dari belakang sampe depan perutku. “cukup bu.” Ucapnya. Aku pun menurunkan bajuku.
Saya periksa ukur lingkar dadanya juga ya bu…” pinta dokter padaku. Aku cukup kaget dengan permintaannya. “bisa di buka bajunya bu ?” lanjut dokter memintaku untk melepaskan bajuku, aku tidak langsung membuka bajuku. Sedikit heran dengan permintaan dokter tersebut. Melihat wajahku yang bingung dokter tersenyum “ini hanya untk pemeriksaan saja bu… saya sudah terbiasa kok melakukan ini” jelas sang dokter untuk meyakinkanku.
Aku coba menuruti nya, ku lepas sweater warna abu yang aku pakai setelahnya aku lepas baju yang aku pakai. Setelah aku menaruh kedua bajuku, aku berbalik ke dokter sambil menutup kedua payudaraku. Malu sekali rasanya, dan baru pertama kali aku seperti ini di depan suami yang bukan suamiku. Dokter tersenyum dan menjelaskan “bagaimana saya mengukurnya bu… kalau ibu tutup”
“malu dok….” Ucapku. Dokter tak menjawab ia raih kedua tanganku sambil tersenyum dan berusaha untuk melebarkan kedua tanganku. Perlahan tanganku dipegang oleh dokter dan aku menurutinya meskipun sedikit ragu. Perlahan namun pasti gerakan tangan dokter berhasil memperlihatkan kedua payudaraku yang ikut membengkak akibat kehamilanku. Aku menutup kedua mataku karena malu, perlahan tangan dokter melpaskan pegangannya dari tanganku. Sampai akhirnya lepas ia berbisi padaku yang masih menutup mata “tahan ya bu’ ia setengah memelukku. aku semakin gusar dengan perlakuan dokter tersebut. Namun yang kurasakan ada seperti pita yang menempel di kedua payudaraku, kucoba membuka mataku dengan perlahan. Kulihat sebuah tali ukur melingkari tubuhku yang tepat pada payudaraku. Setelah mengukur ia menulis nya di sebuah kertas. Setelah ia sadar aku telah membuka mata ku, ia tersenyum.
“santai saja bu… saya hanya ingin memeriksa kondisi tubuh ibu” dokter tersebut berusaha meyakinkan aku agar aku terlihat tenang. Ucapan demi ucapan yang di lontarkan darinya seolah menghipnotisku untuk percaya. Rasa was – wasku pun mulai luntur, kini aku coba mempercayai apa yang dokter tersebut lakukan. “semoga saja ini menjadi kebaikan untuk kandunganku” pikirku dalam hati.
Iapun melanjutkan pemeriksaan nya tersebut. Sekarang dokter tersebut menaruh sebuah sigmat di payudaraku. Aerolaku pun diukur olehnya dari kanan dan kiri ia tak lupa langsung menulisnya di sebuah kertas yang ia siapakan. Lalu putingku. Aku menggigit bibir bawahku menahan rasa geli yang aku rasa oleh perlakuan dokter tersebut. rasa geli ketika kedua tangan dokter meremas kedua payudaraku lalu memilin putingku yang sudah mengeras. Okter menyadari. Aku benar – benar tak tahan, tak kuasa ingin mendesah. Malu rasanya kalau aku mendesah di hadapan seorang lelaki yang bukan suamiku.
Dokter yangenyadari apa yang kurasa. Ia meminta aku ntuk menahannya ia meyakinkaku lagi untuk percaya padanya. Kuturuti semua perkataannya karena ia melakukannya untuk memeriksa kondisi putting dan payudaraku yang membengkak.
Kedua tangannya mulai meremas kedua payudaraku lagi dengan lembut sambil digoncang – goncangkan. tak lama menggoncang – goncangkan payudaraku dokter tersebut mengehntikan kegiatannya dan beranjak menuju lemari. Ia membawa sebuah benda kecil bulat.
Rasa penasaranku semakin jadi aku coba bertanya pada dokter alat apa yang di bawah oleh dokter.
“ini benda biasa disebut dildo. Cuma yang kecil nya. Saya mau coba ke payudara ibu agar asi nya bisa keluar dengan lancar. Nanti ibu pasti akan merasakan rasa geli yang luar biasa, ibu tahan ya. Kalau ibu mau mendesah… silahkan saja” jelas dokter padaku.
Selanjutnya ia menempelkan dildo tersebut pada pada putingku. Awalnya dildo tersebut bergetar dengan sangat halus, aku masih bisa menahan rasa gelinya. Namun makin lama dokter menambahkan getaran dari dildo yagn ia pegang. tak bisa aku bending rasa geliku, aku mendesah sejadi – jadinya. Ia tersenyum dan mencoba menenangkanku dengan setengah memeluk tubuhku. Tanpa sadar tanganku memeluk tubuhnya karena rasa geli. “doook… ahhhhh geli dok… akuhh… tak tahaaanhhh…”
Dokter tidak menjawab apapun ia terus melakukannya. Cukup lama, mungkin sekitar 3 menitan aku merasakan rasa geli tersebut. dokter mengehntikan kegiatannya dan menyuruhku untuk mengeluarkan asi. Aku yang sudah terlanjur horni dengna perlaku dokter, ku coba meremas payudaraku. Aku tak bisa berkonsentrasi, aku malah meremas payudaraku. Menjadikannya gerakan – gerakan tanganku sungguh sangat erotis di depan dokter. Tangan dokter menyentuh tanganku yang sedang asik meremas dan mengehntikannya. Tangannya lanjut meremas payudaraku dan putingku. Tapi ASI ku tak kunjung keluar juga.
“apa suami ibu menunggu di luar ?” tanyanya padaku. Aku yang sedang horni dan mendesah tersadar dengan pertanyaan dokter. Malu memang tapi tak dipungkiri aku menginginkan lagi remasan dokter yang sangat lembut. Dengan rasa malu aku hannya menggelengkan kepala.
“boleh saya yang bantu saja ya bu. Saya coba keluarkan asinya pakai mulut saya” dokter meminta izin untuk menyedot asi ku dengan mulutnya. Aku hanya mengangguk saja. Setelah anggukan ku dokter tanpa perintah langsung menyedot payudaraku dengan mulutnya. Putingku di mainkan oleh lidahnya.
“aaaah dok… enakkkh sekali dok…asssshhh… hmmm” tanpa sadar aku mendesah, dan memeluk kepala dokter. Jilatan – jilatan lidah dokter semakin liar, seperti menari diputingku. Dokter mengehntikan jilatannya lalu berpindah pada payudaraku yang sebelah kiri. Tak kuasa aku menahannya, desahan demi desahan sudah tak bisa aku tahan. Nikmat sekali rasanya.
Namun dokter tersebut menghentikan kegiatannya dan menatap wajahku yang sudah sangat horni. Kami saling menatap, aku sudah pasrah apa yang akan dilakukan dokter. Tapi tak disangka dokter memeintaku untuk melepaskan celanaku. Tak tak langsung menuruti apa yang diminta oleh dokter selanjutnya. Rasa malu dan rasa was – was menyelimuti dalam bathinku. Aku juga takut apa yang di lakukannya nanti membuatku lepas kontrol. Sekarang saja vaginaku sudah gatal, ingin rasanya berhubungan badan sekarang juga. Dokter terdiam mematung lalu menganggukkan kepala nya sebagai tanda untuk aku yakin padanya.
Seperti terhipnotis aku dengan dan tanpa paksaan melepaskan celanaku rokku. Dan tampkalah celana dalamku yang berwarna merah muda berenda. Lalu ku tutupi bagian vaginaku yang masih tertutup celana dalam. Dokter kembali tersenyum padaku dan mendekat. Di dekatkannya bibir dokter pada kupingku dan berbisik “lain kali jgn pake celana dalam seperti ini, pakailah G-String agar perut ibu enak.kalau bisa yang memakai tali di sebelah kiri kanannya” tak hanya saran yang ada di pikiranku, tapi rangsangan yang aku rasa lebih tajam menempel di telingaku. Lalu ia menuntunku untuk duduk di tempat pemeriksaan. Dan ia berlalu menuju mejanya, ia membawa sebuah sarung tangan yang terbuat dari latex. Ia memakaikan pada tangan kanannya. Ia menghampiriku dan membukakan kedua pahaku. Posisiku kini mengangkang lalu dokter berjongkok di tengah – tenah selangkanganku. Wajahnya begitu dekat tepat di tengah selangkanganku. Ada rasa malu dalam diriku ketika dokter mengkritik rambut – rambut vaginaku. Memang aku tak pernah bercukur rambut pada vaginaku, karena aku rasa tidak perlu.
Tangan kanan dokter merayap menuju lubang vaginaku. Tangan kirinya menahan selangkanganku yang lain dan menahan agar lubang vaginaku terbuka lebar. Tangan kanannya dengan lembut menyentuh klitorisku. Lalu menggerakannya seperti menggelitik klitorisku. Aku kembali mendesah dengan perlakuannnya. Aku yang sudah telanjang bulat tak kuhiraukan lagi rasa Maluku. Aku mulai meremas kedua tanganku, dan dokter memasukan jari nya secara perlahan kevaginaku yang sudah sangat basah. Gerakannya begitu pelan dan lembut, rasa nikmat menyelimuti diriku. Tak pernah aku diperlakukan seperti ini oleh suamiku. Nikmat sekali rasanya. Aku terus mendesah tanpa henti. “doook… nikmat sekali doook… terus dok lebih dalam dok…. Shhh aaaah iya disitu dok…” desahku ketika tangan kiri dokter memainkan klitorisku dan tangan kanannya mengocok lubang vaginaku sedikit kencang.. aaasssh doook … sudaaah doook… aku pengen kenciiiing….” Dokter tak menghiraukan perkataanku malah mempercepat kocokannya. Aku berusaha untuk menggerakan tubuhku agar dokter tidak tersemprot air kencingku yang akan keluar. Tetapi ia malah menahan tubuhku dan tak bisa bergerak… aku tak mempunya tenaga. Tubuhku melengkin dan tanganku meremas – remas sprei. mau tidak mau aku keluarkan di depan mukanya dan “seeeeeeer….” keluar cukup banyak tepat di muka dokter.
“hahh hah… hahh” nafasku tak beraturan pandanganku benar – benar kosong. Nikmat sekali rasanya, belum pernah aku merasakan senikmat ini. di tengah – tengah pikiranku yang sedang merasa kenikmatan dokter membuyarkan lamunanku “maaf bu menganggu, ini hanya pemeriksaan jadi kita akhiri dulu pemeriksaannya”.
Ucapannya membuatku kaget dan malu, terlebih lagi melihat muka dokter yang basah akibat cairan kenimatanku. Aku tak tau apa yang harus aku lakukan. Tapi dokter memasang muka biasa – biasa saja seakan tidak memperdulikan apa yang sudah terjadi. Tangannya memegang kepala bagian belakangku untuk membuatku pada posisi duduk.
“pakai kembali yuk baju ibu” ajaknya padaku sambil tersenyum dan mulai meninggalakanku tempat pemeriksaan. Ia menuju wastafle yang berada di sudut ruangan untuk membersihkan muka. selagi dokter mencuci mukanya, aku berpakaian kembali. Setelah dokter selesai mencuci mukanya. Ia menuju tempt duduknya dan mempersilahkan ku duduk di kursi yang ada di hadapannya.
Ia menjelaskan tentang keadaan tubuhku dan kandunganku. Dan ia perlu waktu lagi untuk memeriksanya. aku disarankan untuk menyediakan waktu untuk pertemuan selanjutnya. Dan memintaku untuk bisa inap di rumah sakit agar dokter bisa meng observasi kondisi kandungan dan kondisi aku. Aku tak langsung membuat keputusan, karena aku harus meminta izin pada suamiku. Lalu aku meminta izin untuk berpamitan dan tak lupa berterima kasih pada dokter.