Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA [Incest - No SARA] DIORAMA - Bukan Cerita Cinta

"Memiliki pabrik Meuble dengan pasaran Eksport, SBPU di dua tempat dan usaha bidang pengembangan perumahan, sebenarnya ekonomi keluarga kami lumayan. Tapi itu punya bokap. Bukan punyaku. Dan anak dia banyak. Ya, anak kandungnya cuman dua. Aku dan adikku cewek yang usianya terpaut jauh. Dia masih SD sekarang. Anak yang lain, ya anak asuh. Bokap biayain dan nyekolahin mereka"

Anton ini anaknya Frans (Dede) sama Ine ya, hu?
Di akhir cerita Trampoline kan Dede punya usaha eksport kerajinan kan?
 
Terakhir diubah:
Mohon maaf kalau Saya belum sempat membalas satu persatu komentar para Master dan Suhu dimari
Saya sangat berterimakasih atas semua apresiasinya.
Saya harap, Master dan Suhu yang membaca tidak enggan untuk selalu menuliskan sepenggal komentar sebagai tolok ukur Saya dalam membagi tulisan sederhana ini

Terimakasih

:ampun::ampun:


Tidak Perlu banyak kata lagi, mari...

Dilanjutpun...

Cokelat-Biru Pt. 2



Episode lalu...

Tapir edan itu malah ngelepas kaosnya trus dilempar ke keranjang cucian. Dengan cuek dia berjalan masuk kamarnya. Gue cuman ngelirik mahluk yang sekarang setengah telanjang itu. Tubuh mamel-sekel-nya melenggang dengan cuman dibalut sama strit super ketat semi transparan dengan warna skintone dan BH cokelat dengan sedikit kombinasi renda berwarna biru didepannya. Cokelat-Biru

Aku menghempaskan pantat kuat-kuat kembali ke sofa sambil menghidupkan TV, lalu menghela nafas panjang

Hidup Gue… Bakalan tersiksa kek-nya…

Huft…

---

Gak kerasa, udah setengah semester aku hidup dengan gerandong terkutuk itu. Selama ini, kami memang – tidak kusangka – bisa menyesuaikan diri satu dengan yang lain. Karena kuliah awalan, kebanyakan jam kami memang sama. Walau beda jurusan. Aku Sipil, dia FIB. Jadi saben pagi, aku nganterin dia ke Gedung-nya dulu, sebelum muter ke Gedung tehnik. Dikampus kami, tiap fakultas, gedungnya pisah-pisah. Dan konyolnya lagi, jalan yg ada didalem kampus, muter-muter karena banyak jalur searah. Untung Lia mau aku bonceng pake motor. Jadi lebih praktis

Masalahnya timbul, kalau kita berdua bangun kesiangan dan harus kuliah pagi sedangkan kamar mandi cuman satu. Tapi akhir-akhir ini kami sudah menemukan solusinya

Setelah beberapa perdebatan panjang, akhirnya kami terbiasa juga mandi barengan berdua

Demi efisiensi waktu

Karena Yulia ini kalau mandi sendiri suka lama, ternyata, menurut pengakuannya, dia kesusahan buat nyabunin punggung. Makanya pas mandi bareng sering minta disabunin. Eh, tapi kita ga telanjang bulet lho ya. Masih pake deleman lah. Baik waktu dibawah shower, maupun pas berendem di bath-up. Tapi kalau pagi kita jarang berendem di bath-up, soalnya buru waktu kan? Biasanya kita berendem bareng pas malem, pake air anget ditaburin garem inggris, buat ngilangin Cepek

Eh, tunggu dulu. Kalau malem kan ga buru-buru ya? Trus kenapa juga harus berendem bareng yak?

Baru kepikiran gue…

Njir, jadi jijik nih

---

“Nyet! Cakep ga?” kata Yulia

Dengan cuek tiba-tiba si songong itu berguling dan nindihin aku yang tengkurep sambil baca buku. Malem itu, kita emang ngobrol di kamarku. Awalnya aku tengkurep sambil baca buku disisi ranjang-ku yang lain sambil berusaha mengabaikan apapun ocehan yang keluar dari mulutnya. Sedangkan Tapir itu nggelosot disisi ranjang yang satu lagi

Malah ditindihin!

Sambil nindihin, Yulia melingkarkan tangannya dileherku dari belakang buat nunjukin foto di HP dia, nutupin buku yang sedang kubaca

“Berat Pir! Turun ah!” hardik-ku

“Cakep ngga?!” eyel dia, masih nindihin aku. Yulia make strit andalan kalau dirumah, kali ini yang warna item. Bukan karena aku selalu perhatiin fashion dia lho-ya, cuman berusaha diskripsiin aja buat elu. Lagian, sekali lirik semua orang juga akan tau hal-hal simple gini.

Dan kukira dia ga pake BH, karena payudaranya neken punggungku dengan empuk tanpa kerasa ada ganjelan BH. Cuman kaos tipis kami yang menghalangi pungguung-ku dan dada-nya. Putingnya juga kerasa nge-grenjel banget sih. Sial, terlalu detail ya?

“B-aja, mang sapa dia?” tanyaku masih dalam posisi yang sama. Dadanya makin anget aja di punggung ku

“Namanya Ryan, anak Psikologi. Dia tadi siang nembak gue hehehe… gue belum kasih jawaban sih, enaknya di terima ga ya?” tanya-nya cuek

“Bodo amat!”

“Jahat ih, dimintain pendapat juga” eyelnya

“Turun ah, berat tau!” protesku lagi

“Gimana, lucu ga anakya?” eyelnya lagi

“Iya, iya, lucu, udah ah turun, berat nih, sesek…” protesku lagi, soalnya keknya dia malah nyaman-nyamanin diri diatas punggungku

“Terima gak, menurut lu?” katanya lagi sambil nyodor-nyodorin tu HP ke muka gue

“Suka-suka elu aja lah!” jawabku cuek, sambil ngedorong tu HP, mo lanjut baca lagi

“Yee…! Itu mah bukan saran… Eh, lu ada cewe yang udah lu taksir belum?”

“Bodo amat!”

“Jangan jangan lu gay ya nyet? Perasaan dari SMP SMA, lu ga pernah pacaran deh! Xexexe…”

“Rese! Turun ah!” bentak-ku protes sambil molet biar dia jatuh dari punggungku. Tapi dasar tegil, dia malah nguatin pegangan, sambil kakinya mbelit pinggangku. Jadiya kita berbalik. Sekarang aku diatas, dalam posisi terlentang nindihin dia yang dalam posisi terlentang juga. Tangan Yulia masih aja melingkar kenceng leherku dan kakinya masih dengan songong ngunci pinggangku. Berlagak seperti pegulat profesional

“Hahaha…” Tapir gila itu malah ngekek

“Arrghh!” aku berontak berusaha melepaskan diri dari kucian-nya. Tapi entah gimana proses struggle-ku, sekarang posisinya malah lebih awkward. Sekarang aku nindihin dia, dengan posisi menjijikkan

Tubuh dia yang terlentang, kutindih berhadapan. Tangannya berhasil kubentangkan, kutekan dengan telapak tanganku disamping kanan dan kiri dari kepalanya, sedangkan kaki Tapir gila itu masih mengunci pinganggku. Membelitnya disana. Dalam posisi itu, otomatis kedua kelamin kami beradu. Walau masih berada dalam celana masing-masing. Aku, kalau dirumah emang jarang pake sempak, cuman boxer doang. Jadi benturan dan gesekan antar alat kelamin kami memang kerasa banget. Ditambah lagi, pada tubuh bagian diatasnya, dadanya keteken sama dada-ku

Kami saling berpandangan. Canggung…

Ini adalah posisi yang canggung. Nindihin tante sendiri, model bangke seperti dia, di ranjang, dengan tanpa daleman terpasang pada tubuh, dan alat kelamin saling menggesek, adalah sesuatu yang canggung. Dan nggilani, kalau mau lebih detail ndiskripsi-in keadaan ini

“Nyet…” ucapnya dengan nada yang aneh sambil menatap mataku, masih belum ngelepasin kuncian kakinya. Sedangkan kedua lengannya masih kubentangkan dan tertahan oleh telapak tanganku

Aku juga menatap matanya

Yep, tante-ku ini sebenernya emang manis…

Eh?

Ditambah tubuh kami yang menempel rapat

Itu membuatku…

Sadar!

Lalu aku buru-buru mengangkat tubuh untuk beranjak dari atas tubuhnya. Tapi Yulia malah mengencangkan kuncian-nya, dan tangannya yang kulepaskan, dengan cepat menyabar kaos di bagian samping tubuhku. Menahan gerakan bangun-ku. Aku udah pernah bilang kan kalau dari kecil, gerakan tangan Yulia ini gesit banget, cocok kalau jadi copet!

“Monyett… bentar to…”

“Paan?” jawabku berhenti berontak. Karena semakin aku berontak, gesekan kedua alat kelamin kami semakin intense, dan itu…

“Lu, sayang ga sama gue?” tanya-nya tiba-tiba dengan intonasi yang aneh

Aku menatap matanya, dia balas menatap dengan berani. Pandangan kami beradu. Jarak yang demikian dekat antara kami, membuat hembusan-hembusan nafas-nya terasa panas di diwajahku. Gempuran wangi parfumnya juga menusuk hidungku. Dan rambutnya pun beraroma tak kalah menggoda. Matanya semakin sayu menatapku…

Yep, semakin dipandang, Yulia ini emang lumayan manis

Aku menelan ludah. Dibawah, kurasakan penisku sudah ereksi dengan sempurna, kurasa Yulia juga merasakan hal itu, karena penis itu memang langsung menekan pas di atas area bibir vagina-nya

Dengan pelan, aku melepaskan pegangan tangan Yulia dari kaos-ku dan bangkit duduk membelakanginya

Sejenak aku tidak memberikan jawaban dari pertanyaan ngawurnya

Setelah beberapa lama membisu, akhirnya aku bicara juga…

“Kamu kira, apa yang kulakuin buat kamu selama ini, bukan bentuk kasih sayang?” desahku

Gak tau kenapa, suasana malah jadi hening kembali

Rasa canggung ini, kayaknya lebih dibanding kejadian tindih-tindihan lagi

Sejenak kemudian, aku merasakan Yulia bangkit perlahan dan memelukku dari belakang

“Makasih ya Nyet, cuman kamu yang…” dan aku merasakan ada tetesan air mata di tengkuk-ku. Aku mengelus tangannya

Aku sebenernya juga merasa, kalau cuman Yulia yang…

Ah…

Masalahnya gini, anak ini, Yulia, memang bisa dibilang bergelimang harta sejak kecil, tapi sayangnya, karena karir atau apa aku gak ngerti, yang pasti ortunya memang jarang banget dirumah. Jarang banget ada buat-nya. Yulia, bisa dibilang selalu sendirian dari kecil. Apalagi dia anak tunggal. Itulah salah satu alasan mengapa, aku selalu mau kalau disuruh-suruhnya nganter kemana-mana

Aku cuman gak mau aja, kalau dia selalu merasa….

Sendirian…

Ya, walaupun sebenernya ga sendirian juga sih, dia punya banyak pembantu di rumah…

Eh?

Dan kadang, aku emang kangen ama senyumannya, apalagi saat aku tau dia tersenyum Karenaku

Tapi hanya Kadang-kadang…

Dan sangat jarang…

Bisa dihitung dengan jari…

Beneran deh…

Huft…

Nggak juga ding…

Aku…

---

“Eh, Nyet, lu masih perjaka ga?”

“Ugggh” hampir aja aku kesedak. Pagi itu kita emang cuman sarapan Indomie rebus. Tentu saja aku yang masak.

Kita duduk di meja makan, cepet-cepet sarapan karena buru waktu. Kita ada kuliah pagi. Tadi aja terpaksa mandinya barengan lagi. Dan selama dia dandan setelah mandi, aku masak mie

“Apaan sih lu Tapir? Aneh deh...”

“Gue dah gak perawan” ngaku-nya dengan berani, yang membuat ku sedikit agak kaget

“Bodo amat!” jawabku singkat

“Omonganlu Nyet! Kan Elu yang Merawanin gue!” ledek-nya sambil ngekek lalu berdiri dari kursi makan dan menghampiriku

“Maksudlo?!!”

“Dah ah, ayo brangkat!” desaknya sambil narik-narik tanganku

“Ni lho, belum abis mie gue!” protesku

“Ya, ntar gue traktir di kantin ah! Cepetan dong….” Eyel-nya

---

“Nyet, ntar ga usah jemput gue ya” katanya tiba-tiba diboncengan motorku

“Alhamdullilah ya Allah Puji Tuhan, akhirnya elu bisa mandiri Pir, akhirnya gue bebas dari kerja paksa ini” jawabku yang diikuti toyoran Yulia kekepalaku

“Brengsek lu Nyet!”

“Emang lu mau ke mana Pir?”

“Mo jalan ama Ryan, hehehe…”

“Yang lama ya! Pindah kosan sekalian kalau perlu” jawabku

“Ogah ah, ntar lu kangen lagi wkwkwkwk…” jawabnya absurd, sambil malah ngencengiin pegangan tangannya yang melingkar di perutku

“Lah, tapi ntar jadi traktir kan?” tanyaku keinget urusan perut, karena pelukan tangan-nya bener-bener kerasa ngegencet perut setengah terisiku

Indomi rebus, baru maem setengah mangkok gimana sih? Nangggung tau!

“Ah, kapan-kapan aja lah ya, janji deh… ok Nyet?” Jawabnya ringan

Dasar vangke gerandong dengan janjinya yang terlalu manis!!!

“Taik lu Pir!” jawabku lesu

---

“Anjir, beneran nih si Tapir dari tadi ga ngeresehin gue dengan bomb WA-nya” gumanku sambil nengokin jam 15.26

Aku duduk di tepi ranjang, buku Kimia Dasar yang penuh tempelan post-it dihalaman-halaman yang kutandai pun tergeletak disampingku, lagi sama malesnya dengan yang punya. Sepi juga ya rumah ini, tanpa kehadiran Tapir. Kayak kuburan ga ada setan-nya. Aku meregangkan tubuh lagi. Berasa pegal-pegal. Kalau di rumah, ada lik Warno, tukang kebun kami, yang suka ku mintain tolong buat pijitin pas lagi pegel-pegel gini

“Mas, saya sudah selesai, ada yang lain yang harus di bersihin?” tanya suara yang tiba-tiba saja wajahnya nongol didepan pintu kamar yang memang kubiarkan terbuka

“Eh, mba Yanti, kayaknya sudah deh mba, matursuwun sanget nggih mba…” jawabku sesopan mungkin sambil berdiri menghampirinya

Mba Yanti ini orang kampung sebelah perumahan kami, yang di suruh bunda untuk bersih-bersih dirumah. Seminggu tiga kali. Dan kehadirannya memang sangat-sangat membantu. Apalagi mba Yanti ini memang tipikal orang yang rajin, dan kami adalah tipikal orang yang semrawut. Ga tau tuh, bunda dapet kontaknya dari mana

“Lho, mbak Lia kemana mas, kok ga kelihatan?” tanya-nya lagi basa-basi, menanyakan Yulia

“Ga tau mba, kayaknya jalan deh sama temen-temen-nya” jawabku

“Ooo… yaudah mas, kalau tidak ada yang lain, saya pamit dulu ya…”

“Nggih mba, matursuwun nggih mba…” jawabku lagi

Mbak Yanti mengangguk kecil dan tersenyum, lalu segera putar badan

“Eh Mba!” cegahku cepat, keinget sesuatu

“Iya mas?” jawabnya

“Mba tau tukang pijet ga daerah sini?” tanyaku

“Siapa yang mau pijet mas?”

“Aku mba, badan agak pegel-pegel nih. Kalau dirumah suka di pijat soalnya”

“Oooh… maunya yang laki atau perempuan mas, yang mijat” tanya-nya

“Bebas aja mba, asal ga kenceng-kenceng aja mijatya, suka males kalau njarem”

“Lha kalau bebas, saya sendiri juga tukang pijat mas…” aku-nya

---

Dan memang betul, mba Yanti memang tukang pijat yang lumayan. Pijatannya tepat dan telaten. Aku kayaknya sampe ketiduran deh. Setengah sadar, aku melirik jam 16.40 – sudah hampir satu jam ternyata mba Yanti memijatku. Aku telanjang dada dengan hanya memakai boxer. Kurasakan tanganku menumpang pada kulit yang hangat sambil diurut-urut. Sekilas kulirik, lenganku memang dipangku sama mba Yanti sambil diurut. Sayang-nya setiap kali urutan, saat lenganku sedikit ditarik-nya, telapak tanganku mbentur-mbentur di area empuk dibawah pusernya. Dan kayaknya mba Yanti cuek aja

Tapi entah kenapa, malah burung-ku yang bereaksi. Untung aja tengkurep, jadi ga kelihatan deh, kalau kopral Zakaria lagi latihan PBB disana. Siappp Grak!!

“Udah mas yang belakang, sekarang balik badan” perintahnya
Matih!

Aku gamang, menimbang situasinya

“Ayok, balik badan mas” perintahnya lagi

Aku membalikkan badan pelan-pelan, dan saat posisiku sudah terlentang, benar saja, batang-ku membentuk tenda yang nyodok keatas dari dalam boxerku. Sekilas aku lirik, mba Yanti tidak bisa menahan senyum geli-nya

“Gak papa, normal itu” ujarnya sok menenangkan

Mba Yanti kembali mengurut kakiku, dari betis naik ke paha, sampai hampir menyentuh selangkanganku. Matanya sesekali melirik ke arah batangku yang kali ini sudah ku-double cover secara sempurna dengan kedua talapak tanganku. Dia terus-terusan tersenyum-senyum ngguateli

“Kenapa sih mas?” tanya nya sok lugu

“Geli” jawabku pendek malu-malu

“Nah sekarang mbak benerin perutnya” ujarnya lagi “Kakinya diluruskan mas”

Aku mengikuti arahannya

“Tangannya dong...” ucapnya. Sekarang posisi mba Yanti mengangkang diatas pahaku dengan bertumpu pada lututnya. Celana kulot selutut-nya agak tersingkap karena sengaja sedikit digulung agar tidak menganggu areal pijatannya

Aku memindahkan tanganku yang dari tadi kugunakan untuk melakukan double cover. Dan batang sialan ini kembali mencuat tegak. Emang gak tau diri nih batang. Mbak Yanti kembali melakukan tugasnya. Tangannya mengurut lembut dari dada, ulu hati, membuat gerakan memutar dan berakhir di samping kanan dan kiri dari batang yang semakin tegak. Aku memejamkan mata. Antara malu dan menikmati. Gerakan itu dia lakukan berulang-ulang. Kulit tangannya yang agak kasar serasa mengesek kulitku dengan erotisme yang aneh

“Nah, sekarang leher dan dada” ujarnya sembari bangkit dari atas tubuhku

Aman, batinku...

Mba Yanti merangkak, menggeser dan mengambil posisi timpuh di samping kepalaku

“Nah sekarang, taruh kepala mas Anton di pangkuan mba” perintahnya

“Eh? Di... dipangkuan?”

“Iya, sini” ujarnya sambil nenepuk-nepuk paha-nya sendiri. Kulihat, kulot yang dia pakai menyingsing sampai batas paha atasnya. Entah sengaja atau tidak. Mbak Yanti tersenyum. Aku memposisikan kepalaku di pangkuannya

“Nah, tangannya keatas, lingkarin di pinggang mbak” perintahnya lagi, yang kali ini segera kuturuti tanpa banyak tanya. Tapi sialnya, tanganku yang melingkar di pingganggya berkali kali jatuh dan tanpa sengaja menyentuh pantatnya

Mbak Yanti kembali mengurut. Kali ini, tangannya menyusup ke balik leherku. Melakukan pijatan-pijatan ritmik disana, lalu turun ke bahu, ke dada dan terus meluncur turun sampai keperutku. Disana, dia membuat gerakan melingkar, lalu meluncurkan kembali tanagannya sampai batas selanganganku. Lalu lagi-lagi berhenti tepat diposisi kanan-kiri batang pelerku. Dan dalam proses itu, karena dia harus menunduk, sedangkan kepalaku berada di pangkuannya, otomatis mukakku sedikit banyak tergesek, atau kalau bisa di bilang tergencet oleh payudaranya

Aku memejamkan mata setiap kali benda empuk itu menimpa wajahku. Tentu saja reaksi kopral Zakaria-ku semakin menjadi-jadi. Semakin tegak maksimal

“Udah mas…” ujarnya tiba-tiba

“Eh, I… Iya mba” jawabku gugup. Gak tau kenapa juga harus gugup, kepalaku masih berada di pangkuannya

“Mau diterapi sekalian gak?” tanya-nya kemudian sambil senyum, menunduk untuk menatap wajahku yang masih ada di pangkuannya

Mbak Yanti ini adalah wanita paruh baya. Aku gak tau berapa usia beliau persisnya. Mungkin berkisar antara 40an? Yang kutahu, anakya yang gede udah kelas satu SMP. Cewe, kadang suka ngikut juga bersih-bersih dirumah kami juga. Ga tau deh beliau punya anak yang lain atau enggak. Nggak pernah nanya. Mba Yanti, orangnya biasa. Gak kurus, ga gemuk. Dengan kulit sawo matang khas Semarangan. Ya, biasa lah pokoknya

“Ee… terapi apaan mba?” tanyaku menjawab pertanyaannya

“Itunya, titit-nya” jawabnya lugas sambil menunjuk titit-ku. Mungkin beliau biasa kali ya? Jawabannya bisa professional gini

“Te… te… terapi gimana mba?” tanyaku lagi sambil nelen ludah, gak nyadar kalau aku masih terlentang dengan kepalaku berada di pangkuannya

“Ya diurut lah” info-nya pendek

“Eeee… anu…”

“Halah, kelamaan! Sini tak terapi sekalian biar tuntas” putusnya sepihak

Tapi walau itu keputusan sepihak, tapi aku gak banyak protes sih. Aku mah, orangnya gampangan. Wekz, urusan ginian lah, ngikut aja kite! Ga gitu pengalaman juga sih…

Mbak Yanti menurunka kepalaku dari pangkuannya. Lalu beringsut ke arah selangkanganku

“Dilepas ya!” kata mba Yanti sambil menatap mataku, sedangkan tangannya langsung berusaha melorotin boxerku, lagi-lagi keputusan sepihak yang untung-nya tidak menimbulkan pertentangan apapun dari oposisi. Urusan ginian lah, ngikut aje kite…

Bego-nya, karena ketegangan-nya, penisku mengayun njepret saat boxer yang dengan sia-sia berusaha melindungi-nya itu dilucuti oleh kekuatan asing secara semena-mena

“Woooaaahh…. Gede mas titit-nya” puji-nya absurd yang tidak ku-jawab. Mau jawab apa coba?

Dan mbak Yanti mulai. Mbak Yanti memegang batang peler-ku dengan kedua tangannya, lalu mulai mengurut dengan ibu jarinya dari pangkal yang berbatasan dengan kantong buah zakarku ke arah ujung. Ibu jarinya membuat putaran-putaran ritmik sepanjang jalur itu. Aku cuman pasrah, berusaha memperhatikan apapun yang beliau kerjakan sambil mencengkeram spreiku erat-erat. Gerakan itu dia lakukan berulang-ulang secara telaten diselingi dengan kombinasi rumit tertentu yang membuatku semakin belingsatan

“Hmm, udah keluar pelumasnya mas” ujarnya, yang saat itu tidak kutanggapi. Karena bingung kan? Mau nanggepin apa coba? Mba Yanti malah main-mainin cairan yang sepengetahuanku dinamakan pre-cum yang dia sebut sebagai pelumas itu. Dia memutar-mutarkan di seputar kepala penis ku, di areal lobang-nya, lebih tepatnya. Rasanya? Geli savage!

“Coba ya… Aph…. Hmmm…. Gurih mas!” ujarnya sambil senyam-senyum diikuti sama lirikan genit, setelah mencecap ibu jari-nya sendiri yang berlumuran dengan pre-cum ku

“Tak minta boleh mas?” tanya-nya mbingungi

“A… Apanya mba?” tanyaku gak kalah mbingungi

“Ini-nya, cairannya…” ujarnya

“Eee… Maksudnya, mau dibungkus?” tanyaku konyol

“Hihihi… Gak usah lah, makan sini aja”

“Eh…. Anu…”

HAP!

Laluditangkap!


To be Konticrot lagi dulu lah ya...




Terimakasih telah membaca dan mengikuti tulisan sederhana nubi. Mohon bantuannya untuk mengekspresikan apapun bentuk tanggapan suhu. Baik berupa Like, Komen, maupun Cacian dan Makian

Segala bentuk Interaksi dari suhu, sangatlah penting artinya bagi nubi
 
Terakhir diubah:
Mohon komen untuk jalan ceritanya ya suhu, sebagai masukan nubi juga. Plot memang selalu nubi tulis sebelum membuat sebuah cerita. Tapi tidak menutup kemungkinan juga plot bisa di twist

Matursuwun
 
"Memiliki pabrik Meuble dengan pasaran Eksport, SBPU di dua tempat dan usaha bidang pengembangan perumahan, sebenarnya ekonomi keluarga kami lumayan. Tapi itu punya bokap. Bukan punyaku. Dan anak dia banyak. Ya, anak kandungnya cuman dua. Aku dan adikku cewek yang usianya terpaut jauh. Dia masih SD sekarang. Anak yang lain, ya anak asuh. Bokap biayain dan nyekolahin mereka"

Anton ini anaknya Frans (Dede) sama Ine ya, hu?
Di akhir cerita Trampoline kan Dede punya usaha eksport kerajinan kan?

Terimakasih suhu, sudah inget cerita ane yang dulu :malu:

Cerita Diorama ini sudah ane tulis 3/4 bagian- sampe chapter hampir tamat lah, tinggal edit-edit untuk meminimalisasi typo dan tanda baca. Dan memang ini adalah side story dari D-Universe. Nanti, si Dede akan muncul juga sebegai cameo [Spoiler kan?] hehehe...

Hatur thankyou suhu
:ampun::ampun:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd