Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA [Incest - No SARA] DIORAMA - Bukan Cerita Cinta

Ora melu² absen Om...
Tapi apdet 😜
Siap om, ceritanya udah tak tulis sampe slese sih, tapi masih dlm bentuk raw, alias masih perlu editing di sana-sini. Terutama kapital n tanda baca.

Juga masih ada beberapa opsi alur cerita dlm satu chapter (ak nulis beberapa alur cerita dlm cerbung ini) jadi....
 
Siap om, ceritanya udah tak tulis sampe slese sih, tapi masih dlm bentuk raw, alias masih perlu editing di sana-sini. Terutama kapital n tanda baca.

Juga masih ada beberapa opsi alur cerita dlm satu chapter (ak nulis beberapa alur cerita dlm cerbung ini) jadi....
Joz Gandoz 👍
Mantap Om
Ditunggu nggih apdetane A.S.A.P
Matur suwun :ampun:
 
Mohon maaf buat Semua Sobat Semprot dimari, dikarenakan waktu nubi terlalu banyak tersita untuk mencangkul disawah dan ngarit, maka nubi dengan menyesal belum bisa membalas komen satu per satu


Maka dari itu, monggo, Dilanjutpun saja...

ZONA NYAMAN | COMFORT ZONE


Tangan mungil lembut itu melingkar di leganku, sedangkan kepalanya disandarkan di bahu-kananku, matanya terpejam dengan ekspresi nyaman, terpekur, tidur dengan nafas teratur. Aku memandangnya lekat-lekat, wajah manisnya berbaur sempurna dengan kilauan cahaya redup lampu kabin Boeing 777 milik KLM yang kami tumpangi. Perjalanan lumayan lancar dari Juanda tadi sore, dengan penerbangan pertama kami menggunakan Singapore Airlines, kami mendarat dengan selamat di Changi, melakukan proses transit sekitar 2-jam; yang membuat wanita ini entah kenapa menjadi luar biasa riang dan berenergi. Namun seperti mainan yang dicabut baterainya saat penerbangan kedua kami, dia langsung bersandar dibahuku dan memejamkan mata hanya selang beberapa menit setelah take-off

Kurang-lebih 12 jam kemudian, aku tahu, aku akan berada dinegeri asing. Negeri yang kutuju untuk belajar, meninggalkan bintang polarisku dibelahan dunia yang lain. Kegamangan itu begitu mecengkeramku tadi pagi, seperti lengan-lengan spektral kasat mata yang menarik-narik dan menahan langkah kakiku. Namun keberadaan wanita disampingku ini, dengan semua antusiasme, dukungan dan senyuman-senyuman riangnya seolah menempatkanku kembali di Zona Nyaman

Zona dimana aku bisa mengeksplorasi diriku semaksimal mungkin, Zona dimana setiap keputusanku mendapatkan apresiasi yang seharusnya, dimana joke-joke garing yang aku celotehkan mendapatkan cengiran tulus, dimana aku hanya harus bicara sepatah kata dan kalimat itu dipahami secara utuh oleh wanita imut yang mendengarkan-nya. Zona dimana aku merasa hangat, dalam dinding hatiku yang sebelumnya terlanjur membeku dan membatu, setelah bertahun-tahun pengabdian tak berujungku ku kepada Yulia, sang bintang Polaris-ku

Aku membetulkan letak mantel tebal ku yang sedikit melorot, yang kupakai untuk menyelimuti bagian depan tubuh wanita yang memeluk lenganku dengan erat ini. Seakan diantara sadar dan tidak sadar, wanita disampingku ini malah semakin mempererat pelukannya. Aku menyingkirkan sedikit rambut yang jatuh diwajah imutnya, yang ia ikuti dengan gerakan manja, membetulkan letak kepalanya dibahuku. Sejenak mata sipit dengan bentuk melengkung seperti bulan sabit itu berkedip bangun dan menatapku. Tangannya meraih dan mengelus pipiku

“Kamu ga bobo kah? Long flight lho” desisnya manja

“Dan melewatkan pemandangan indah ini? Nggak ah, terimakasih!” Aku meliriknya, lalu melirik ke arah jendela yang hanya setengah terbuka

Feli ikutan melirik ke jendela “Apaan, cuman gelap ini… ga keliatan apa-apa”

“Oya? Tapi kok pemandangan yang kulihat Indah banget ya?” aku nyengir sambil meliriknya penuh arti

“Iih!” desisnya pendek sambil mencubit manja lenganku yang dipeluknya erat

“Lah, lagian baru 20 menit take off, langsung ngorok aja kamu Ci…”

“Hihihi… yagapapa to, abis nyaman sih… jam berapa sih?” ujarnya sambil kembali mengeratkan pelukannya ke lenganku. Rencananya setibanya di Schiphol, kami akan naik kereta ke Maastricht. Perjalanan sekitar dua setengah jam via Nederlanse Spoorwegen yang terkenal tepat waktu

Disana, kami sudah membooking sebuah kamar di penginapan dekat Maastricht university, sementara untuk ditinggali kami berdua, selama menjalani proses daftar ulang dan wawancara akhir. Selanjutnya, aku akan tinggal di di UM Guesthouse yang berbiaya lebih terjangkau saat menjalani proses kuliah. Dan, aku akan tergabung di FSE, The Faculty of Science and Engineering

“21.47 waktu Jakarta” jawabku singkat setelah sekilas melirik jam Xiaomi yang melilit di pergelangan kiriku “Tell me again, napa sih kamu harus ngekor aku sampe Maastricht? Ngerepotin gak sih?” candaku

“Iih Jahat! Masa aku ngerepotin sih? Yakan sekalian liburan, suka-suka lah aku mau liburan kemana!” sanggahnya “Lagian mama-papa masih ada di aussie ada urusan, ngapain juga aku sendirian di rumah jal? Bosen gak tuh?” terangnya sambil sok manja

“Oh, jadi itu alasannya? Kareba Feli cuman takut bosen aja kalo di rumah?” desahku sok kecewa

Feli melirikku geli “Iya, iya, aku mau nganterin dan nyemangatin si meneer hollander pacar baruku yang mau sekolah di Maastricht University, udah puas dengan jawabannya mister?” kikiknya lucu sok ngambek

“Hilih, pacar baru owg, yang lama kemana tuh?” godaku

“Ilang di segitiga Bermuda!” rajuknya konyol, aku ngekek

“Eh, kamu udah nyewa mobil buat transportasi sementara? Ato mau beli aja?” tanyanya lebih lanjut

“Enggak ah, aku mau beli sepeda aja buat ke kampus, trus kalau mau kemana-mana pake public transport, udah browsing-browsing di Marktplaats sih, banyak sepeda second masih bagus-bagus, harganya juga wajar” jawabku

“Dan menurutmu salah, kalau I adore you because of it?” liriknya sok genit

“Because of what? Lagian, kapan sih aku pernah bilang Feli salah?” kekehku sok ganteng “Lagian aku terlalu miskin buat nyewa ato beli mobil disana, lagian ribet harus ngurus langganan parkir, males pun…” cengirku

“Iih!” rajuknya lagi sambil semakin ndusel-nduselin kepalanya di bahuku

Sepontan aku cium ubun-ubun-nya, gemes sih…

Feli kembali melirikku “Love you…” bisiknya lirih manja, hampir hanya berupa gerakan bibir

“Masa-sih?” godaku sok genit

“Iih!” desisnya, yang diikuti cubitan lagi

Aku tersenyum “Love you too” jawabku lirih ditelinganya…

Dan pelukan itu kembali dia pererat…

“I love you more…” desisnya lagi seolah tidak mau kalah dengan ekspresi malu-malu, entah beneran entah enggak, tapi keknya akting deh

“More than three thousand?” tanyaku becandaan

“Iih!” cubitan lagi, kalau aku roti, pasti aku hanya akan tinggal remah-remah karena banyaknya cubitan yang kuterima akhir-akhir ini

“Three thousand? More… much more…” si lucu ini malah mengatakan itu sambil membenamkan wajahnya di ketiakku, sok malu-malu

“Denger itu Tony Stark?! Tony yang ini dapet More than three thousand, malahan much more!” sombongku mutlak, yang tentusaja berakhir dengan sebuah cubitan gemas lagi. Kali ini di perut. Jadi remah-remah beneran keknya aku bentar lagi sih…

---

10 Mei, lebih dari tujuh minggu yang lalu. Matahari sore memancarkan sisa-sisa cahayanya yang lelah dan berwarna lembayung tua. Angin yang bertiup di Sim-Six, restoran dengan kosep kebun dimana kini kami berada-pun tidak begitu berhasil memompa keberanianku. Jantungku berdegup kencang, butiran-butiran keringat mulai menetes di dahi dan leherku. Aku duduk dengan canggung dikursi dengan meja bulat didepanku, kaku dan gemetaran, tulang ku serasa dilolosi begitu saja dari tubuhku, meninggalkan seonggok keberanian yang terkelumbruk layu

Rangkaian kata-kata yang kulatih berkali-kali didepan cermin pun menghilang, menguap bersama rasa gugup yang merayap didadaku bagaikan laba-laba kecil dengan dengan enam kakinya yang lincah

“Aku… merasa sangat nyaman setiap kali bersamamu. Dan setiap kali komunikasi kita mengalami jeda seperti biasanya, aku selalu merasa tidak bisa berkonsentrasi. Akhir-akhir ini, pikiran dan bayanganmu selalu hadir di hampir setiap waktu-ku. Aku yakin, aku sayang sama kamu. Walau pun aku juga ragu untuk mengungkapkan hal ini, mengingat diriku sendiri yang masih jauh dari layak. Tapi aku akan mencoba memberanikan diri; Feli – Felicia Putri Wardjojo, maukah kamu membuka hati untuk kudekati? Maukah kamu memberiku kehormatan untuk mengenalmu lebih dekat?” Akhirnya aku membulatkan tekad untuk mengutarakan niatku yang sebenarnya ketika mengundangnya ke tempat ini. Alasan ‘mau ngajak dia ngomong sesuatu yang serius’ sore itu sukses mengantarkan kami kemari

Puji Tuhan, kata-kata yang telah kutulis dan kuhafalkan ribuan kali didepan cermin itu kurang lebih bisa kukatakan semuanya. Walaupun dengan artikulasi, intonasi dan pitch control yang berantakan

Namun setelah itu, keheningan serta kecanggungan terjadi kembali, lama banget

“Kamu… Nembak aku nih ceritanya?” cengirnya memecah keheningan dan kecanggungan kami

“Eh… eee... maaf kalau aku… terlalu gak tau diri…”

“Aku udah nunggu lama lho… Kamu kenapa lama banget sih nembak aku?” kerlingnya menggoda

“Eh? Ja… jadi… makdudnya… aku diterima?”

“Ih! Diterima apaan? Emangnya interview?” desisnya lucu dengan mimik muka menahan tawa yang membuatnya lebih nampak super cute “Aku pikir-pikir dulu ya? Kamu gak keberatan kan menunggu?”

Aku menelan ludah “Menunggu?” Jawaban itu harusnya memupus harapan apapun yang sempat merebak dihatiku dalam kelimat Feli sebelumnya, tapi entah kenapa, kepercayaan diriku malah kembali, aku tersenyum “Menunggu?” ulangku “Aku bersedia melakukan apapun yang Feli minta, jadi kalau cuman menunggu mah… selama apapun waktu yang Feli butuhin…” desisku percaya diri

“Iih, gak lama kok, jadi gausah dramatis gitu juga kale! Aku cuman butuh mempertimbangkan dan memastikan beberapa hal, gapapa kan?” ujarnya riang

Dan sepanjang petang itu, entah kenapa aura yang Feli pancarkan memang riang banget, dan aura itu menular kepadaku. Maka petang itupun, kami habiskan dalam aliran obrolan yang sangat menyenangkan

Keesokan paginya, aku merasa mentari bersinar dengan lebih ceria daripada biasanya, seakan ikutan gembira bersamaku yang mempunyai Semangat baru, Pacar baru! Eh, nggak juga ding, aku belum dapat jawaban sampai pagi itu, mungkin hari ini, yakinku pada diri sendiri. Aku optimis, harus dong! Aku bertemu lagi dengan Feli di kantin siang itu, janjian makan bareng. Tidak ada jawaban, hanya obrolan biasa, ya, seperti biasanya. Sore harinya, kami bertemu lagi di parkiran hanya untuk saling mengucapkan hati-hati dijalan, tetap tidak ada jawaban, malam harinya kami WA-an, tetap tidak ada jawaban. Dan detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, hari berganti minggu, tetap tidak ada jawaban

Kami tetap saling bertemu, bahkan frekuensi ketemuan kami jauh lebih sering. Di lorong Gedung fakultasnya, saat aku dengan sengaja main ke sana hanya sekedar untuk melihat wajahnya. Diperpus, saat entah kenapa dia ngintilin aku kesana waktu aku butuh nyari referensi untuk paper-ku. Dikantin hampir tiap siang, bahkan kami janjian untuk lari pagi bareng, namun tetap tidak ada jawaban

Maka berminggu-minggu kemudian, ditempat yang sama, dipetang yang sama, di dalam balutan kenyamanan atmosfir menyenangkan Sim-Six yang sama, kami duduk berhadapan kembali. Kali ini Feli yang mengundangku kesana, untuk memberikan jawaban, katanya. Bahkan kami duduk dimeja yang sama dengan yang terakhir kalinya. Tepat disamping kolam koi. Ikan-ikan koi yang selalu berenang dengan ekspresi bosan itu, kurasakan sesekali iseng tertarik untuk melirik kami. Mungkin ikut penasaran dengan jawaban yang akan Feli berikan atas proposalku berminggu-minggu yang lalu. Tapi hanya sekilas, setelah itu, mereka pun kembali berenang dengan cuek. Meninggalkanku sendirian berbalut keheningan, apakah mungkin mereka juga telah lelah menunggu? Dasar ikan tidak sabaran! Fix, ikan, mulai sekarang, kita gak temen! Kalian gak sabaran sih…

Dan keheningan itu masih saja menggantung diantara kami, kaku seperti celana yang baru saja dikanji lalu dijemur dibawah matahari yang bersinar terlalu terik. Kegugupan yang sama kembali menyergapku. Namun aku berusaha duduk dengan ekspresi tenang, setenang lap basah yang teronggok di pojok ruangan. Jujur, sekarang, optimisme ku memang sudah tinggal setipis dan serapuh kertas yang tercelup air

“Aku…” -- ucapnya memecah keheningan -- “Sebenernya udah tau jawabannya dari pertama kali kamu nembak kemaren, aku sebenernya pengen langsung ngomong, tapi entah mengapa aku jadi takut kalau aku melukaimu…” lanjutnya



“Oh?” aku mendesis, kukira aku tau arah pembicaraan ini, dan optimismeku yang tadinya memang sudah sangat tipis, sekarang lenyap sama sekali, menguap, ajur, ambyar, berantakan! Namun aku tetap bertahan, memberikan kesempatan untuknya agar melanjutkan omongan, karena aku sebenarnya juga sudah siap dengan jawaban apapun yang akan Feli berikan. Walaupun penolakan pasti akan sangat menyakitkan, namun pernyataan hati-ku saat itu memang tulus beneran. Ya, aku siap…

“I adore you; you know… Bahkan kelebatan bayanganmu pun selalu bisa bikin hari-hariku mendadak cerah, keseriusanmu belajar… Kamu tuh cowo dengan tampang gak culun, tapi paling sering ngelayap ke perpus! Dan cengar-cengiran wagu sok cool di wajah jelek-mu itu, ngebayang-bayangin aku terus sampe ke mimpi-mimpi-ku…” dia menelan ludah “Aku tuh ibaratnya secret admirer-mu lho! Tapi aku takut, kalau aku menerima rasa sayangmu, trus keadaan gak berjalan seperti yang kita bayangkan…” Feli menelan ludah kembali

“Tapi aku gak takut, I love you… dan aku tidak takut apapun konsekuensinya…” desisku lirih memotong omongannya, ya aku harus menyatakan ini sekarang. Atau tidak sama sekali

“I love you too… dan kurasa kamu pasti tau itu…” bisiknya sepontan, tidak kalah lirih

“Ja… Ja… jadi… Apanih? Feli mau pacaran denganku?” tanyaku kembali dalam intonasi ragu, tapi kali ini aku to the point. Masa-masa merayu sudah lewat, saatnya lhas-lhes, thas-thes, sat-set! - dan seperti yang tadi kubilang, apapun konsekuensinya!

Feli cuman tersenyum (masa sih aku harus mendiskripsikan kalau senyumnya manis banget?) sambil mengangguk-ngangguk kecil

Eh, kamu masih inget si Tomat yang warnanya paling merah seAlam semesta yang kemaren aku minta tolong kamu cariin? Nah, kalau udah ketemu, aku yakin warna merahnya si tomat, kalau dibandingkan dengan warna wajahku sekarang… Eh, kamu juga gak serius nyari kan? Sudahlah, Fix, kita gak temenan! Kamu nyari tomatnya gak seriusan sih…

Aku terkikik kikik sendiri, mesam-mesem, salah tingkah dengan memalukan

“Jadi…” tanyaku masih mencoba meyakinkan diri sendiri

Feli masih mengangguk-angguk sok malu-malu sambil senyam-senyum menatapku. Matanya yang emang sipit berubah menjadi sebuah garis melengkung lucu, membuat wajah yang memang sudah extra manis ini menjadi betul-betul tak tertahankan. Mungkin Ruh-ku saat ini sudah mengidap diabetes saking seringnya mengkonsumsi wajah extra-terlalu-manis ini. Komorbid komorbid dah, ga peduli gue!

“Beneran Fel?”

Anggukan yang sama, kali ini dengan cengiran Jutaan-Giga-watt yang nyetrum banget sampe hati. Waduh, keknya ni anak emang manisnya unlimited deh. Kalau kamu sempet mengumpulin sari tetes tebu sebaskom, trus kamu pakai buat berendem tujuh hari tujuh malem tambah se-jam duabelas menit, aku yakin masih kalah manis sama senyuman Feli-ku saat ini. Cieh, Feli-ku…

“Eh, sorry Fel, kalau aku sekarang tereak – Tengkiu God Alhamdullilah Puji Tuhan!! – gitu, kenceng-kenceng, kamu boleh ga?” tanyaku, minta ijin dulu dong, pacar baru yang baik gimana sih?

“Ya gak lah! malu lah! Gamau… iih!” cengirnya sok merajuk

“Sorry, sorry, aku gembira banget soalnya…” aku menelan ludah, sambil berusaha mati-matian agar tidak bertingkah norak. Setelah mengumpulkan keberanian sedikit, tanganku melata, menggapai tangannya, trus menggenggamnya dengan malu-malu

“Eh! Apanih?” hardik manja Feli sambil melirik dan menunjuk kearah tanganku yang menggenggam tangannya dengan gemetar

“Soriii” ucapku sambi melepas pegangan tangan itu dengan kalut “Khilaf…” lanjutku belingsatan

“Ih! Kamu tuh emang beneran baru pertama kali ini ya nembak cewek?” interogasinya wagu sambil senyam senyum aneh

“Ya nggak lah, aku tuh dah pengalaman banget lah!” batahku gak kalah wagu

“Masa sih? Gak deh gitu yang kudengar dari Aan” kali ini senyumnya penuh kemenangan

“Dasar Pengkianat!” makiku sok geram kepada si Aan.

Apa aku pernah cerita tentang Aan? Belum ya? Sori-lah, soalnya dia adalah mahluk paling absurd seAlam semesta. Temen dari SD dan selalu menjadi tempat curhatku semenjak SMP sampe sekarang (Oke deh, kita saling curhat), yang ndilalah kebetulan kuliah juga satu kampus, bahkan satu jurusan denganku (Oke Oke, kami janjian sih), tapi tentusaja hal-hal tersebut tidak membuat posisinya dalam hidupku serta-merta automatis istimewa. Cuman sekedar temen buat maen game dan buat mempercayakan satu-dua rahasia hidupku kepadanya (iyadeh deh ngaku, Semua rahasia ku, aku ceritain ke dia!). Oke, baiklah, daripada berbelit-belit, aku ngaku aja lah, dia adalah sobatku dari orok!

Tapi jangan harap aku menceritakan apapun tentangnya kepadamu. Selain males karena emang ga penting benget, aku juga bukan jenis teman pengkhianat yang sembarangan menyebarkan informasi sensitif mengenai teman-teman-ku kepada orang lain!

Btw, aku suka coffee latte. Hanya sekedar informasi saja, barangkali kamu suatu saat butuh mengetahui sesuatu yang rahasia tentang Aan… Ya gitu deh, aku sangat suka coffee latte… terutama yang gratisan, ngerti kan maksudku? FYI, aku pernah memergoki dia ciuman sama Asih, mbak dirumahku – yang tentu saja kamu tidak akan pernah mendengar cerita ini dariku, dan Oh, ada sedikit kejadian yang kebetulan kulihat dengan mata kepalaku sendiri, antara dia dan guru Bahasa Inggris di SMA kami, yang tentu saja tidak akan pernah kuceritakan kepadamu. Coffee Latte, ya, aku sangat suka Coffee Latte…

“Eh, jangan marah dong, sini deh!” ucap Feli memecahkan lamunan rencana pembalasan dendam-ku kepada si pengkhianat itu, ekspresinya kalem-kalem geli

“Apaan?”

“Sini” panggilnya lagi

“Apasih?”

“Sini, maju dikit, tak kasi tau sesuatu” panggilnya sambil melambai-lambai kecil, melakukan isyarat tangan agar aku memajukan kepalaku ke arahnya sambil menempelkan tangan ke sebelah pipi-nya

Aku berdiri dan membungkuk melewati meja, kukira dia akan membisikkan sesuatu

“Apaan?” tanyaku songong



CUP…!!



Tetiba Feli menciumku dong…

Di pipi dong…

Sebelah kanan dong…

“ALHAMDULLILLAAHH YAA ROBB!! PUJI TUHAANNNN!!! SUPERRR MASSEEEHHH !!!” Teriakku sepontan (Uhuy!) sambil mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi. Ok, baiklah, aku emang norak!

Bodo amat!!

Aku bahagia Masehhh….

“Anton iiiihhhh, maluuu aaaahhh…!!!” hardiknya malu-malu sambil dengan kalap melambai-lambaikan tangannya menyuruhku tenang, trus ngikik sambil menutupi wajahnya yang memerah dengan kedua tangan. Sudah cukup dengan si Tomat merah, bosen iih…

Ya, begitulah ceritanya, akhirnya aku beruntung diperbolehkan menjadi pacar dari wanita yang istimewa dan selalu membuatku merasa nyaman ini…



---

Tidak seperti Fakultas sosial dan hukum yang terletak di sebelah kiri sungai Meuse yang penuh dengan bangunan tua bersejarahnya, FSE - The Faculty of Science and Engineering yang aku tuju berada di sebelah kanan sungai itu. Sebuah distrik yang lebih modern secara arsitektural. Gedung-gedung disini dibangun dengan gaya yang lebih efektif dan minimalis. Feli akan menemani aku selama seminggu disini. Setelah dia balik ke Indonesia, aku akan pindah ke UM Housing yang berbiaya lebih rendah daripada hotel yang dia booking untuk kami selama seminggu. Aku sebenarnya sudah melakukan reservasi di salah satu housing yang direkomendasikan agen kami, tapi karena disana aku akan sekamar dengan dua orang mahasiswa internasional lainnya, maka otomatis Feli tidak bisa tinggal disana selama semingguan ini

Aparthotel Randwyck dipilihnya untuk tinggal sementara. Dia yang booking sih, kalau aku sih tidak begitu memerlukan kemewahan yang seperti ini. Walaupun ku akui pilihannya ini memudahkanku untuk berjalan ke FSE yang hanya berjarak satu blok dari hotel kami. Kalau UM Housing yang ku booking agak jauhan, dan memerlukan bersepeda selama 30 menitan untuk jalan ke kampus. Cari yang murah kan? Tapi dari hotel ini, aku hanya harus melewati Endepolsdomein Straat melintasi Skillab maka sampailah digedung FSE

Kami tiba tadi pagi sekitar jam empat dinihari di Schiphol, waktu setempat, trus langsung naik kereta, sampai hotel sekitar jam tujuh. Tubuh kami, yang melakukan perjalanan 12 jam melewati berbagai, zona waktu pun terkena dampaknya. Sesampainya dikamar, Feli langsung tumbang di Kasur, tidur lagi. Sedangkan aku melangkah ke jendela, membukanya sedikit untuk menikmati udara awal musim panas di belanda, yang menurut thermometer yang ada di luar, suhu berkisar 10 sampai 12 derajad celcius, yang masih cukup dingin bagi mahluk tropis macam kami. Aku harus menyesuaikan diri secepatnya, walaupun ini bukan perjalanan ke Belanda pertamaku, namun iklim memang kadang menjadi hal tersendiri

Lagian pagi itu juga aku berencana untuk melakukan daftar ulang di kampus. Membiarkan Feli dengan istirahatnya, aku berangkat dengan hanya meninggalkan sebuah catatan kecil di samping ranjang kami. Aku kembali ke kamar sekitar jam dua siang, hanya untuk mendapati Feli masih malas-malasan di tempat tidur. Dengan banyak sekali remah-remah roti di bedcovernya. Laper dia…

“Hai cantik” sapaku dengan cengiran lebar saat memasuki kamar. Kamar kami ini tergolong berarsitektur sangat modern. Sebuah kamar minimalis dengan konsep monochrome, yang hanya memadukan warna hitam dan putih disertai aksen kayu dibeberapa bagian, dan warna merah cirikhas Randwyck hotel

Feli hanya tersenyum simpul, manis deh “Kamu tadi langsung ke kampus beb?” tanyanya

“Iya, sorry kamu masih pules tadi, jadi gak tak pamitin” jawabku

“It’s OK lah, kamu dah maem?” tanya nya sok perhatian

“Sarapan sih tadi di bawah, tapi belum maem siang, ntar aja kita jalan sambil cari maem malem” ujarku sambil meletakkan tas ransel yang berisi segala dokumen birokrasiku dan buku-buku lalu berjalan mendekati ranjang. Menunduk sekilas ke arah Feli, menciumnya lalu duduk ditepi ranjang “Feli pengen maem apa malem ni?”

“Apa pilihanya?” tanyanya sepontan (uhuy!)

“Hmm…” aku membuka map di Handphone dengan cepat “Ada restoran Indonesia di Maastricht Centre Ceramique, kita cuman tinggal jalan ke halte MECC Forum yang ada di belakang hotel, deket, sekitar 400 meter, trus naik bis nomor 57, btw aku tadi udah beli ov-chipkaart, turun di Centre Ceramique, jalan lagi 300 meteran sampai kita di Kapulaga Indonesisch Restaurant, sounds good?” tanyaku mengangkat wajah dari HP dan memandangnya

Feli hanya memonyongkan bibir, ga tau apa maksudnya “Restoran Indonesia ya?”

“Yep, lama-lama Belanda gentian dijajah ama Indo deh, banyak banget orang kita di mari” cengirku, yang diikuti oleh ketawa ngikik Feli “Emang beb mo maem apa sih?” tanyaku lagi

“Malem ini?”

“Hmmm” jawabku

“Malam ini aku mau makan kamu” cengirnya absurd

Jiah!!

Kelitikin sekalian!

Gemes deh!



---



Akhirnya malam itu kami tidak jadi kemana-mana, hanya cari angin jalan-jalan di sekitar hotel. Menyusuri Gaetano Martinolaan straat, berbelok kekanan menuju Joseph Bechlaan straat, akhirnya kami menemukan Bakery café kecil di sudut jalan itu yang berdiri dengan dinding kacanya. Feli langsung jatuh cinta dengan muffin mereka, dan katanya Straberry delightnya juga enak. Aku cuman pesen mochaccino sama mengambil dua croissant serta beef lasagna dalam porsi besar. Namanya juga laper! Kami nongkrong berhadapan, tenggelam dalam suasana nyaman kafe itu, seperti gelembung yang melindungi kami dari dunia keras diluar sana. Tersenyum dan ngobrol ngalor ngidul, seperti:

“No way !! Dane DeHaan? Yang di Valerian? Ganteng? Hhaaahh… seleramu Ci!” omelku gak terima saat nanyain siapa aktor luar yang ganteng menurut Feli

“Dia mirip deCaprio waktu muda gak sih?” kikiknya membela diri “Oke, oke, sekarang kamu!”

“Yang ganteng?”

“Cantik deh!”

“Luar?”

“Yep”

“Hmm, sapa ya… Emilia Clarke?” cengirku kurang yakin

“Uiiihh… Mother of Dragon, tapi emang cakep sih, OK deh, aku akuin seleramu lumayan” kekehnya “Oke, lagu, what’s your perfect song?”

“Perfect?” tanyaku “Maksudlu lagu yang theme song banget di hidupku?”

“Enggak, yang perfect, maksudku yang kek lirik ama nadanya ngeblend banget, yang bikin kamu ga bosen buat dengerin”

“Aaapaan ya? Aku bukan pengamat musik sih, dan selera musikku juga ga netep, asal enak aja buat memenin baca, ya tak dengerin, dari rock sampe koplo” aku mencoba berfikir “Apaan ya? Ga nemu deh, tapi pas di pesawat kemaren, aku ga sengaja dengerin lagu di Entertainment centre dan langsung suka”

“Paan?”

“I wanna Grow Old With You” ucapku sambil mengedipkan sebelah mata

“Westlife?”

“Eh, kok tau?”

“Yaaa, mungkin karena aku kebetulan penggemar westlife? Xixixi…” kikiknya malu-malu

“Jiah! For real?”

“Ye, mang napa?”

“Ga sih, aku juga suka xixixi”

“Yep, I wanna grow old with you too” kekehnya sambil cengar-cengir wagu “Ato mungkin kalau kita nemuin codex untuk bikin eksilir awet muda, mungkin kita bisa punya lebih banyak waktu barengan hehe…”

“Ah, mungkin kita harus segera mulai nyari tu barang ke Perancis, sebelum keduluan ama Dr. John Dee” candaku

“No way! Kamu juga baca itu?” ujarnya gak percaya sambil membelalakin mata sipitnya, jatuhnya nggemesin, tau gak sih?

“Indeed, I am, miss Parnelle…” candaku sambil melakukan gerakan menunduk sopan dan mengangkat topi imajiner

“I love it – ga tau napa pas baca tu novel, kek pas relate ae sama aku waktu itu” ucapnya sambil senyum dengan mata berbinar

“Napa? Ya, penggambaran legendanya komplet sih, tapi menurutku time-line cerita-nya agak tergesa-gesa gak sih?”

“Enggak sih, eh, iya juga sih, time line-nya emang kek agak… ah, tapi aku suka penggambaran saling percayanya antara Nicholas dan Parnelle Flamel, like – oh, Nicholas bilang; mereka tidak akan semudah itu mengalahkan Parnelle ku, ato Parnelle bilang kek – Nicholas itu lelaki pintar, beberapa tetua marah tidak akan menghalanginya, kita sudah bersama ratusan tahun, aku tahu persis apa yang bisa dia lakukan… that kind of trust, I just love it… Haruse pasangan emang gitu ga sih? Saling percaya? Aku tuh selalu ngebayangin jadi mrs. Parnelle sepanjang novel”

“Bukannya saling percaya sama pasangan itu cuman sekedar hal normal? Ya senormal jangan mencuri, atau jangan berbuat jahat, semacam itu. Mungkin cuman karena udah gak sering kedengaran dilakukan, jadinya kek keliatan luar biasa. Ah, tapi menurutku kamu bukan Parnelle deh…” ledekku

“Trus?”

“Feli lebih ke Scáthach” ucapku sambil mengedipkan mata “Feli tuh fighter banget”

“Ih! Masa sih?” sanggahnya lucu “Eh, tapi Parnelle juga petarung lho! Dan kamu, kamu gambarin dirimu sendiri sebagai siapa?” tanyanya

“Aku? Hmmm… sapa ya? Niten mungkin…” Kulihat mata Feli sepontan membelalak, dan aku ngakak sendiri “Iya, aku tuh bukan jenis pemeran utama, aku tuh jenis yang; Cepat pergi! Aku akan memberikan sedikit waktu untuk kalian! - Trus bendiri mengeraskan tekad dan dengan gagah menghadapi musuh yang terlalu kuat, hanya untuk menyongsong kematian yang hampir pasti – biar temennya pada selamat” kataku sok-sok’an sambil bikin pose narik dada, digagah-gagahin

“Huhuhuhu… tapi nanti aku cedih kalau kamu sampai mati – Lagian aku kadang gondok ama Niten” rajuknya wagu dengan mimik muka dibikin-bikin sok imut

“Napa?”

“Kelamaen nembak Scáthach nya!” candanya wagu

Haiz…!!

Keknya ada yang nyindir nih?

Dan petang itu berlalu dengan obrolan kita yang super nyambung. Atmosfir Joseph Bechlaan straat benar-benar terasa menyelubungi kami dengan aroma optimisme-nya. Kami berjalan pulang ke hotel dengan badan saling berhimpitan. Feli memeluk pinggangku dengan erat dan aku juga mendekap bahunya. Sesekali dia melepaskan diri, berlari-lari kecil dan bergelayutan di papan penunjuk jalan sepanjang Gaetano Martinolaan straat. Berasa film india kali, cuman yang meranin cina. Aku cuman senyam-senyum melihat keimutannya

Feli ini jenis cewe yang kalau senyum tuh lebar banget. Aura tulus selalu memancar dari senyumnya yang walaupun terkadang senyum itu sendiri tidak mudah keluar. Rambutnya yang sebahu lebih dikit digelungnya asal-asalan agar tidak menganggu syal yang dia kenakan, menyisakan dua jalur rambut yang selalu melambai didahinya dan tiap kali membuatnya sibuk untuk menyelipkan rambut-rambut itu ke belakang telinga. Wajahnya polos, tidak banyak make-up kelihatan disana dan alisnya yang cenderung tebal untuk ukuran cewe, emang ngangenin

Aku tersenyum mengikuti langkahnya yang tiba-tiba energik ini dengan rasa syukur yang meluap. Aku merasa sangat beruntung, bisa mendapatkan kasih sayang cewe ini…



---



Aku keluar dari kamar mandi hanya berlilitkan haduk, sedangkan handuk yang satu lagi kupakai untuk mengkucel-kucel rambutku. Yep, aku memutuskan untuk mandi karena seharian emang belum mandi. Tapi Felli bersikeras untuk gak mau mandi, dingin katanya

“WHAT THE HELL?!!” Teriaknya sambil melotot saat melihatku keluar dari kamar mandi setengah telanjang. Saat ini dia duduk di sofa kamar kami sambil mainan HP

“What?” aku kaget

“Woii! Kamu setengah telanjang!” teriaknya lagi

“Oh, Shit sorry, bajuku masih di koper, dan tadi aku gak sempet ngambil sebelum mandi, So… so… sorry, aku gak berniat bikin kamu ga nyaman” jawabku grogi “Aku… aku akan ambil cepet-cepet…”

“Kenapa?” tanya-nya lagi

“Kenapa apa? Look, aku minta maaf, aku gak bermaksud…”

“Nggak, maksudnya kenapa kamu harus pakai baju cepet-cepet?”

“Eh?”

“WoW babe, you’re sexy, aku ga nyangka kamu seseksi ini… ya aku tau pas peluk lenganmu kamu terasa berotot… tapi… WoW… please… gausah pake baju aja… hihihi…” desisnya lagi sambil masih melotot dengan cengiran yang absurd

“Elu gila!” protesku sambil cepet-cepet buka koper untuk cari baju

“Napa emang? Aku pacarmu kan? Masa ga boleh liat badanmu sih? Sini!’

“Ogah!” protesku ngekek

Feli malah meloncat dari sofa dan berjalan mendekatiku dengan mata melotot serem “Wow babe, six pack… I don’t expect it…Beneran ini… Astagahh… Aku ga nyangka kutu buku kek kamu… ya Tuhan Terimakasih ya Alah Bapa yang ada di Sorgaaa sudah baik banget sama akuuuu!!” ujarnya ngaco nakutin sambil berusaha meraba perutku

“Njir, Kutu buku owg! Apaan sih ah? Risih ah!”

“Liat ah!”

“Emoh!”

“Anton! Liat! “

“Gamau!”

“Iih, Anton Jahat”

“Biarin!”

“Eh, kamu mau liat teteku ga?” ujarnya sambil ngangkat-ngangkat alis wagu

“Astagah!” cengirku cuek “Paan sih?”

“Iiiiihhh….” Ujarnya gemes sambil dengan serampangan meraba perutku

Dan akhirnya, dengan penuh perjuangan, karena Feli terus-terusan narik kaos dan celana yang mencoba ku pakai, aku berhasil juga berbaju. Fyuh…

“Iiiihh, Anton jahat!” rajuknya lagi

“Bodo amat!” hardikku ngekek

“Babee, liattt…” rajuknya sambil menggelendot manja di pangkuanku sambil menggoncang-goncangkan bahuku

“Liat apa?” tanyaku sok kalem

“Liat kamu”

“Yaudah liat aja!” saranku

“Liat kamu telanjang…”

“Ogah, bukan muhrim!” hardikku becandaan

“Bodo!” rajuknya lagi “Liatttt”

“Paan sih?”

“Liatt! Liatt! Liatt! Liatt! Liatt! Liatt! Liatt! Liatt! Liatt! Liatt! Liatt!” rajuknya

“Aneh!”

“Ih jahat, sama pacar sendiri gak mau liatin!’ Feli masih merajuk, tapi keknya akting deh

“Lu aneh, dimana-mana tuh cowoknya yang biasanya maksa liat body ceweknya, lah ini kebalik!”

“Biarin, emansipasi ini namanya! Udah ah, liat! Cepet!”

“Ogah!”

“Ngggghhh babeee liaattt…” masih mode merajuk

“Apaan sih?”

“Hiiihhhhh… Jahat! Ayo, cepet buka! Anton! Bukalahhhh…” rajuknya kali ini sambil berusaha ngangkat-ngangkat kaosku

“Ini apaan sih? Risih tau! Ini namanya pelecehan sexual, tau gak sih?!”

“Biarin! Ngelecehin pacar sendiri ini, cepet to, gausah banyak bicaraaa… bukaaalah… babe….”

“Apaan sih?!!”



---



“Babe…”

“Hmm…” jawabku

“Liat…” rajuknya

“Astagah! Masih aja?! Udah deh bobo yah!” bujukku sambil memegang pipinya yang berbaring disampingku dengan mimik bosan. Yep, saat ini kami memang sudah berbaring diranjang. Jam sudah nunjukin hampir tengah malem, tadi setelah melalui diskusi yang alot dan konsolidasi politik yang tidak mudah, akhirnya Feli mau juga kusuruh berbaring buat siap-siap bobo “Eh, cantik denger, besok aku wawancara pagi, bentar tok, abis itu aku bebas, trus kita jalan-jalan deh, ntar tak liatin tempat-tempat yang bagus deh” rayuku lagi

“Gamau liat tempat bagus…” rajuknya lagi

“Lha mau liat apa?” tanyaku songong

“Mau liat kamu telanjang…”

“Astagahhh…. Udahlah babe… ya? Sttt, bobo!” ujarku tegas

“Gamau bobo…”

“Lha maunya apa? Cantik ku, Sayang ku, Cintaku, Honey Bunny kuuuu….”

“Mau ditindihin” jawabnya mesum

“Feli ih!”

“Kamu gak terangsang ya babe sama aku? Aku sedih lho! Aku panas dingin lho padahal…” Feli masih aja berada dalam mode merajuk

“Astaga naga Feliiii… Pikirannya lho, kok gitu sih?”

“Habiss…”

“Yadah, mana tangan?”

“Apa?”

“Tanganmu”

“Mo apa?” tanya-nya sambil mengulurkan tangan, yang langsung ku sambar dan kuarahkan ke selangkanganku “ASTAGAHH!!” pekiknya kaget gak menyangka hal itu kulakukan sambil dengan kalap menarik tangannya dari selangkanganku “Apa itu tadi?”

“Apaan?” tanyaku songong

“Itu!”

“Apa?”

“Ya itu tadi!”

“Lah, tadi merajuk, katanya aku gak terangsang sama kamu, udah buktiin sendiri kan?”

Feli malah membekap mulutnya sendiri “Omigot, itu tadi kontol kamu beb?” tanyanya absurd

“Ya iyalah, masa punya tetangga tak taruh disitu?” candaku

“Astagah babe! Kamu teryata ngaceng?” tanyanya makin gak beres “Anjir! Kamu bule ya?” matanya membelalak lucu

“Bodok! Bokap-nyokap ku kan Jawa, kamu kan tau, bule dari mana coba?” sumpah, penting gak sih klarifikasi kek gini?

“Kok gede? Jawa kan sama kayak Cina, kan kecil…” Feli meringis

“Ah, lu rasis deh!” sekarang gentian aku yang merajuk

“Pegang lagi ya?” tanyanya

“He’eh” jawabku singkat

“Edan, kamu beneran ngaceng sih…”

“Bodo amat!”

“Kamu terangsang sama aku ya beb?”

“Ya kira-kira begitu”

“Trus napa kamu gak coba grepe-grepe aku sih?”

“Lah kan aku jagain kamu…”

“Jagain dari apa?” tanya-nya semi berbisik

“Ya dari aku sendiri, aku kan sebenernya mesum otaknya…” bisikku gantian dengan nada jengkel-jengkel gemes

“Aku ga usah dijagain, aku digrepe aja… Ayukkk cepett ihh… Grepeee tauk…” ujarnya sambil tetep berbisik kacau, sembari ngucel-ngucel senjataku

Ah, Mbuh ah!

Aku nyerah deh!

Nyerah untuk bertahan…

Maka semerta-merta aku memutar tubuh, sedikit bergulat sampai berhasil memposisikan badanku sendiri diatas Feli, menindihnya dan membentangkan kedua tangannya kesamping atas. Posisi kedua kelamin kami berhimpitan, hanya terpisahkan pakaian tipis yang seolah sia-sia menempel pada tubuh kami. Aku menghentikan gerakan dan menatap kedua mata wanitaku yang kini setengah terpejam. Ada sedikit ekspresi kaget disana. Aku menelan ludah, kembali gamang, bahkan dengan semua provokasi tadi. Kedua mata kami bertemu pandang. Aku kembali menelan ludah

Feli tersenyum tipis dan berbisik “I’m ready for you…”

“You shouldn’t… I can’t…” desisku dalam sedikit penyesalan

“Ayolah, kamu gak berfikir ini yang pertama buatku kan? Maaf, kalau aku tidak se-innocence itu…I told you before, ini salah satunya yang aku takutkan… membuatmu kecewa…” desahnya

Aku kembali menelan ludah, gamang

“Aku… membuatmu kecewa?” tanya-nya lagi

“Kenapa Feli berfikir begitu?”

Feli malah jadi setengah melamun, pandangannya menerawang, seolah penuh penyesalan…

Aku melanjutkan perkataanku “Dari awal, aku tidak pernah peduli apakah aku yang pertama, kedua, ketiga, atau keberapapun buatmu Fel, satu hal yang aku yakin tentang diriku sendiri, aku akan selalu berjuang, untuk menjadi yang terakhir buatmu…”

“You melt me… aku gak tau omonganmu ini cuman sekedar gombalan atau bukan, tapi satu hal yang aku juga yakin, I Love So Much…”

“I Love you too Felicia Putri Handojo… So much…”

Dan aku mencium bibir lembut itu. Intim, mesra dan penuh luapan perasaan…

Walaupun keadaan itu tidak berlangsung lama...

Begitu birahi kembali mengambil alih, Feli kembali menjadi sosok tengil yang tadi. Desahan, lenguhan dan teriakannya mengiringi setiap tusukan yang kulakukan didalam relung vaginanya. Feli melejat, menggelinjang, memeluk dan menciumiku dengan ganas. Seprei kamipun banjir dengan cairan orgasme-nya, atau sekedar cairan pelumas vaginanya yang meleleh dan muncrat kemana-mana. Ternyata Feli ini jenis wanita yang sangat ceria di ranjang. Dan keceriaanya itu betul-betul melambungkanku. Membawaku terbang kealam cinta yang terbentang tak berbatas. Apa aku sudah menyebutkan kalau tubuh wanita ini juga luar biasa fleksibel?

Ah…

Dan sekali lagi, fleksibilitas jiwa, cinta, rasa dan tubuh wanita mungil yang sangat kucintai ini menyeretku ke Zona Nyaman yang demi demi apapun dilangit dan kolongnya, tidak akan pernah ingin kutinggalkan selamanya…

I Love her…

So much…

Too much…

.
.
.

End of ZONA NYAMAN | COMFORT ZONE

To be Conticrot...




Mohon komentarnya mengenai tulisan nubi, baik dari sisi cara penceritaan, plot, diksi, tata bahasa maupun tanda baca dan ejakannya
Kritik dan saran master semuanya benar-benar nubi harapkan untuk dapat memperbaiki penulisan cerita nubi kedepannya

Matursuwun
:ampun::ampun::ampun:
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd