Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA [Incest - No SARA] DIORAMA - Bukan Cerita Cinta

Mari, Dilanjutpun...



Kisah yang lalu...

“Lu emang tante jenis Taik, Pir!” desahku… Walau duit segitu emang berarti banget bagiku, tapi buat Yulia, itu kan cuman uang saku dia untuk tiga hari yak? … Mang dasar Tapir!

Dan aku mempererat pelukan ke tubuh telanjang tanteku yang emang beneran ku sayangi banget ini. Air di bathtub itupun berkecipak karena saat ini, kedua tubuh kami sedang saling membelit karena usaha kami untuk saling mempererat pelukan…



SEMUSIM | Aurora Borealis Part. 2

“Hai cantik” sapaku dengan intonasi ku riang-riangin

“Hi Ton…” jawabnya disertai senyuman yang lumayan dipaksakan, tapi gapapa, udah bisa tersenyum aja udah kemajuan

Aku kembali ke kost baru Ella agak siangan, ya ga siang-siang banget sih. Soalnya tadi acara mellow-mellow-an dengan satwa langka berlangsung agak lama. Mampir sebentar ke tukang bubur buat naik haji, eh nggak dong, buat beli bubur lah, buat sarapannya Ella. Dia memang masih agak canggung mentalnya, dan menurutku bagus kalau sementara tinggal di kamar dulu buat nenangin diri. Ya masing-masing orang emang punya cara tersendiri sih buat nenangin diri, ada yang healing dengan cara maen ke objek-objek wisata, ada juga yang milih staycation, dan untuk Ella, aku melihat, kesendirian serta hanya ditemani orang yang dia percaya saat ini, memang yang terbaik untuknya. Kebetulan orang yang dia percayai saat ini, katanya sih, aku

Enggak, aku nggak ngesex dengan tanteku Yulia tadi pagi di bathtub, aku sampaiin aja sekalian, kalau-kalau kamu mempertanyakannya. Kita melakukannya di ranjang, bukan di bathtub. Eh, nggak juga ding. Otak kamu sih ngeres. Memang, tadi sempet hampir menyerempet bahaya lagi saat tetiba Tapir gila itu kumat sangenya, tapi sebagai petugas kebon binatang yang baik dan Pancasilais, aku segera memberikannya obat penenang. Di tembakin, pas ke jidatnya. Nggak juga ding, aku hampir saja larut tadi, untung saja kita berdua segera sadar. Ga tau deh kalau kejadian lagi, kita berdua masih bisa nahan diri apa nggak. Gak sehat emang otak gue…

“Sarapan dulu yuk” ajakku

Ella cuman tersenyum, manis sih “Suapin…” rengeknya sok manja

“Eh?”

“Becanda kali Ton, sante napa?” selorohnya

“Oh, kirain serius, tiwasmen aku bahagia…” godaku sambil nyengir

Ella menghampiriku dan kami sarapan di lantai, duduk lesehan bersandar di ranjangnya. Seperti biasa, Ella sudah memakai kerudung dan kemeja rapi. Keknya agak terlalu rapi deh untuk sekedar berada di kamar aja. Dan kulihat, dia juga memakai blast on tipis, menebalkan sedikit alisnya pake pensil alis, membubuhkan sapuan eye liner yang pas dan memakai lip gloss tipis yang seger. Bukannya aku ahli dalam urusan make-up wanita, tapi tinggal bersama dengan perempuan pesolek yang setiap hari kudu nungguin dia berdandan sebelum kita keluar, bahkan sekedar buat cari maem, membuat ku kurang lebih bisa mengenali urusan dan tata-cara berdandan. Dan, seperti biasanya juga, Ella ini wangi banget

“Kamu cuman dikamar aja, napa dandan cantik banget sih El?” ucapku memulai obrolan

“Eh? Masa sih aku cantik?” cicitnya wagu, sumpah deh, pipinya tetiba memerah gitu

“Trus lu napa tersipu-sipu gitu sih? Sampe merah tuh pipimu”

“Iiiiih, pikiran yang kayak gitu gausah dibilang-bilangin napa? Malu kan?” protesnya sambil menutup mulut dengan tangan dengan cara di-imut-imutin. Akting ding kayaknya

“Rese ih! Aktinglu amatir!” selorohku

Ella malah ngekek “Aku tuh suka banget sama kamu tau gak sih Ton?” tembaknya

“Ya taulah, kita kan juga pernah ciuman, dulu…”

“Iya, dulu, sebelum kamu jadian sama Feli…”

“Hmm… Keknya kamu nyukain orang yang salah deh El” aku mendengus sok cuek

“Keknya gak gitu deh, keknya kamu yang disukai sama orang yang salah, aku mah dah bener nyukain kamu, cuman kamu yang ga suka sama aku, yakan?”

“gak gitu juga sih El”

“Tapi emang kalau dibandingan sama Feli ya gue kalah jauh lah, secara dia kan imut, baru putih banget”

“Kan Chinese, ya wajarlah kalau putih” jawabku sekenanya

“Kamu emang lebih suka yang oriental kek gitu ya Ton?”

“Sapa bilang?”

“Aku lah…” solotnya

“Jangan berasumsi…” desisku sok merajuk “Lagian kan aku udah mutusin dia untuk kamu” selorohku sembarangan

“Salah, dia yang mutusin kamu karena salah paham sama aku, yakan?”

“Nah!”

“Nah apaan?” kikinya

Aku beringsut mendekat dan menyeka sudut bibir Ella dengan ibu jariku “Sorry, Ada yang nyempil”

“Heh! Jangan gitu dong!” protesnya setengah merajuk sambil menepuk lenganku

“Apaan? Karena bukan muhrim?”

“Gak gitu, gue melting nih!” rajuknya sambil melirikku tajem

“Setdah! Aktingmu ki lho, amatiran!” aku geleng-geleng kepala melihat akting amatiran-nya itu “Eh, El, aku dah dapet yang dipake buat bayar kekuranganmu di pinjol…” infoku

“Hah?”

“Tapi…” aku meragu

“Tapi apa?”

“Tapi keknya orang yang ngancem-ngancem kamu, gak ada hubungannya langsung deh dengan lembaga pinjolnya, kayaknya lho ya…”

“Ga tau juga sih Ton… Aku…”

“HIz, udahlah, gausah diinget-inget lagi, yang pasti, begitu pinjaman lunas, kalau masih ada yang ngancem-ngancem kamu, ntar aku yang ngadepin”

“Percaya aja lah, sama my Avenger sih… jadi minta three thousand love ga?” candanya

“Hilih!” cibirkku “Eh, El…”

“Hmm…” dengungnya pendek sambil menatapku

“Gajadi

“Apaan sih? Aneh deh!” rajuknya “Eh, Ton…”

“Apaan? Awas kalau ikut-ikutan ga jadi!” ancamku becandaan

“Gajadi”

“Haiz!”

“Hehe… yaudah, jadi, jadi…”

“Paan?”

“Berarti, kalau kamu bayarin utangku ke pinjol, jadinya aku hutang sama kamu dong”

“Ya iyalah” selorohku

“Tapi aku bayarnya nyicil ya…”

“Gamau”

“Lho, kok gitu?”

“Ya aku maunya langsung lunas”

“Yakan aku ga punya duit”

“Sapa yang bilang aku minta dibayar duit?”

“Eh? Maksudnya?” Ella mendelik ragu, entah apa yang dipikirin, pasti jorok!

“Yakan udah kubilang kemaren, aku maunya kamu hidup dengan baik dan bahagia, udah itu aja, bagiku itu udah menjadi pembayaran cash dan lebih daripada lunas… yakan? Masa lupa sih? Kemaren kan kamu udah setuju dengan kesepakatan itu, kita udah deal, gimana sih?”

“Lu tuh aneh deh!”

“Aneh Bijimane?”

“Iya bagaimana aku bisa menjamin ato menjanjikan hidupku bakalan bisa baik dan bahagia?”

“Ya diusahakan lah!” selorohku

“Yakan aku gak tau bagaimana masa depanku nanti”

“Ya pokoknya kamu harus selalu berusaha bahagia, jangan… terus terusan bersedih dan nyeselin diri, yakan aku ikutan sedih kalo kamu sedih El !!”

“Kalau gitu nikahin aku dong!” selorohnya

“Lha kok?”

“Aku pasti bahagia deh kalau kamu nikahin”

“Mana ada jaminan kepastian kek gitu, kalau nikah sama aku pasti bahagia? Aneh deh!”

“Nah kan? Itu maksudku! Disampingmu selalu aja, gak jaminan bahagia, gimana jauh darimu jal?”

“Set dah, analogi macam apa pula ini…” aku geleng-geleng kepala

Dan keheningan sejenak tercipta

“Ton…”

“Hmm” dengusku

“Aku cuman becanda kok, aku… aku tau diri kok… aku sudah… rusak… dan foto-foto itu… jadi… aku tau diri kok, jangan dimasukin hati ya?”

Aku diam, tidak menjawab perkatann itu, hanya memandang wajah Laela lekat-lekat

“Anton ah, jangan gitu dong… jangan liat-liat terus, malu aku…” rengeknya sok manja

“El…”

“Pa?”

“Kamu tuh ga pantes deh…” ujarku pelan

“Maksudnya?”

“Ya gak pantes gitu mengasihani diri”

“Maksudnya?”

“Kamu tau gak apa yang aku lihat saat liat wajahmu?”

“Paan?”

“Wajah polos, yang kemarin tertidur di pangkuanku…”

“Eh?”

“Wajah yang… yang netesin air liurnya di tanganku soalnya kalo tidur ngeweh-ngeweh…”

Ella ngikik sambil nutup wajahnya “Boong ding!” protesnya wagu

“Wajah yang…” aku berhenti sejenak “yang sampai terbawa ke mimpiku, wajah polos yang menutupi hati yang keras dan berani, wajah polos yang sesungguhnya pemiliknya sangat kuat, tabah dan selalu dahuluin kepentingan orang lain dan keluarganya… yang berusaha menanggung dunia sendirian di pundaknya… yang rela tersakiti asal orang yang disayangi bahagia… aku tau, apa yang kamu lakukan ini, adalah caramu agar tidak membebani ibu-mu… walau pada suatu titik kamu akhirnya tumbang, tapi percobaan beranimu… mengagumkan… dan wanita seperti ini, adalah wanita yang terbaik untuk dijadikan pendamping hidup pria beruntung manapun…” aku menghela nafas “El, be confident… dan selalu yakin, kamu gak sendirian, kamu punya temen-temen, setidaknya, kamu punya aku…”

Bibir Ella malah berkedut-kedut, seperti menahan tangis “Aku punya kamu? Boong ding…”

“Emang…”godaku

“Jahat ding!”

“Emang!”

“Aku mau nangis…” rajuknya

“Cengeng lu!! Sini!!” ucapku sambil membentangkan tangan

Laela asal aja ngelempar badan kearahku, langsung nggelosoh di dadaku, bersimpuh di pangkuanku trus nangis… dan aku memeluknya, mengusap lembut punggungnya. Wanita ini, memang kuat, walau cengeng, jadi bikin aku serasa pengen ngelindungin dia terus… Apa pula ini? Selama ini, aku belum pernah serius pacaran. Baru sekali sama Feli, kemarin. Dan ternyata, hati itu… Susah banget ditebak… Susah banget dikendalikan, susah banget dimengerti keinginannya. Di satu sisi, aku sayang banget sama Yulia, hampir seperti tergila-gila, disisi lain, aku nyaman banget dengan Feli, seperti gak bisa hidup jauh darinya, dan sekarang dengan wanita ini, Ella, aku merasa harus selalu disampingnya, untuk melindungi dan membahagiakannya… Owalah, baru aja semusim tinta cinta mewarnai kehidupanku, ruwetnya udah minta ampun…

Duh Gusti…

“Egghh…” desis Ella sambil gerak-gerak aneh. Mungkin sudah hampir lima belas menitan dia duduk ngedeprok bersimpuh didepanku sambil memeluk perutku

“Napa?” tanyaku pelan

“Kakiku sakit…” rajuknya

“Lah! Kamu duduknya gitu sih, kesemutan kan?” aku nyengir “Bentar…” ucapku lagi sambil mendorong badannya dengan lembut, melepaskan pelukannya

Ella beringsut ke belakang dan memandangku sambil mengedip-ngedipkan matanya dengan polos. Imut banget tau gak sih? Aku beringsut berdiri dan mengulurkan tangan kepadanya, yang disambutnya dengan ragu. Aku menariknya berdiri, dia berdiri sambil mengernyitkan wajah, kayaknya beneran menahan sakit, mungkin kesemutan anak ini. Kami berdua sekarang berdiri berhadapan di tepi batas ranjangnya. Aku kemudian duduk di ranjang itu sedangkan Ella masih berdiri didepanku. Pandangan mata kami beradu. Selama beberapa saat, kami masih saling berpandangan. Ekpresi mukanya polos banget, mengerjap-ngerjap seperti mempertimbangkan sesuatu.

Tiba-tiba kepalanya ditelengkan. Aku mengerjap karena tiba-tiba aku merasakan sensasi serangan. Kau tau, sensasi yang kamu rasakan pas latih tanding atau pas berkelahi, sesaat sebelum lawan menyerangmu? Ah, kamu gak tau ding ya. Kamu lemah sih. Aku diajari dan dilatih untuk mempertajan insting ini oleh kakak sepupuku, mas Dede. Sangat berguna, terutama untuk mengantisipasi serangan mendadak. Mas Dede juga selalu memuji kalau aku berbakat. Entah apa maksudnya

“Eh?” Otakku kayaknya bingung mencerna sensasi yang kurasakan ini, namun seperti biasa, tubuhku bersiap. Mengencangkan otot perut, dan otot bahuku, seperti bersiap untuk menerima serangan. Aku semakin bingung dengan semua ini, aku cuman berdua dengan Ella di kamar ini, serangan dari mana coba? Dan ternyata serangan itu beneran datang…



BUK!



Tiba tiba Ella mencondongkan badannya, menumbukkan dan menekankan kedua telapak tangannya ke bahuku, mendorongku kebelakang, berusaha merobohkanku, menjengkangkanku

“Eh?” desisku kaget. Aku memang tidak roboh, beringsut pun tidak, apalagi terjengkang, karena memang badanku secara otomatis sudah bersiap. Tapi aku tetap saja kaget

“Eh?” desis Ella dalam waktu yang hampir bersamaan. Dalam waktu yang hampir bersamaan juga, kulihat ekspresi wajah Ella seperti kaget. Aku menelengkan kepala mencoba memproses kejadian ini dengan otakku yang lamban. Dan sensasi itu datang lagi, aku merasakan otot pinggang Ella mengendur, biasanya hal seperti ini dilakukan sebelum melakukan dorongan. Benar saja, dorongan kedua datang

“Eh?” decakku lagi, kali ini sedikit lebih kenceng, karena dorongan yang kurasakan… kuat sekali… aku menggeser tanganku yang tadinya tergantung lemas di samping tubuhku dan menariknnya kebelakang, untuk menyangga tubuhku dan memberikan daya tahan tambahan

“Eh?” Ekspresi wajah Ella nampak semakin bingung “Kok?”

Aku melawan, dengan sedikit tambahan tenaga, aku mendorong balik. Otot bahu dan perutkku mengencang, dan aku beringsut berdiri. Dorongan yang Ella lakukan memang terasa kuat sekali, tapi kurasa tenagaku sedikit diatasnya. Maka kini kami berdua berdiri berhadapan dengan Ella yang masih mencoba mendorongku, sekarang tangannya berada di dadaku, masih berusaha mendorong

“Errghhh!” Erangnya, sekarang Ella merubah posisi, mendorong sekuat tenaga dengan bahunya. Aku otomatis membuat kuda-kuda kecil. Walau otakku masih bingung untuk memproses kejadian ini, tapi tubuhku keknya jauh lebih siap. Lalu Ella, merubah posisi lagi, sekarang mendorong dengan memeluk pinggangku dan kurasakan kaki kirinya dikaitkan ke kaki kananku, berusaha menjegal dengan disertai dorongan kaki kanannya. Aku reflek lagi bergerak, dengan sedikit memutar lutut, dan merubah kuda-kuda serta memindah beban tubuh, kaitan kaki Ella mentah

“Eh?” desisnya

Aku tetap tidak bergeming

“Kok?” Ella mundur sambil menatap wajahku dengan kaget. Dan aku yakin dia juga menemukan ekpresi yang sama diwajahku. Ekspresi kaget. Ella mundur lagi beberapa langkah. Sensasi waspada yang kurasakan belum juga berkurang, malahan semakin kuat. Aku bengong, masih belum bisa memproses apa yang terjadi. Tiba- tiba…



WUTT!

Kaki kanan Ella mencuat dan menendang kearah kepalaku. Rok lebarnya memungkinkannya melakukan gerakan itu. Aku menarik badan sedikit ke belakang tandangan itu luput, hanya membentur angin. Aku mengira tendangan itu bakalan berlanjut dalam gerakan memutar, namun aku salah, Ella menarik kaki yang dipakai untuk menendang itu, ini bukan hal yang mudah, kalau kamu memahami sedikit beladiri, yang dia lakukan ini memerlukan koordinasi otot, keseimbangan badan dan kelenturan yang luar biasa, yang hanya bisa dilakukan orang yang berlatih dengan sungguh-sungguh. Dan tendangan yang ditarik itu sekarang diluncurkan kembali, kali ini rendah kearah pinggangku. Aku memapaknya dengan lengan kiriku. Terjadi benturan ringan, ini terlalu ringan dengan kecepatan itu, ini pengecoh kata instingku, dan benar saja, tendangan itu ditarik kembali, lalu kembali di luncurkan, ke arah leher sampingku. Aku menarik tangan kiriku lagi untuk memapak tendangan itu, masih dengan ekspresi cuek dan bosan

BUKK!

Benturan terjadi

“Awww!” pekik Ella sambil menarik tendangannya yang tadi kutahan dengan lengan kiriku, lalu berjingkat terpincang-pincang ke belakang. Aku masih bengong…

“Kamu gapapa?” itu kalimat bego pertama yang mampu meluncur dari mulutku. Aku masih bingung

“kakiku sakit…” desisnya sambil memegangi pahanya. Aku menelengkan kepala mencoba memahami situasi ini

“Eh?”

“Huft… pantes aja…” ujarnya sambil berjalan limbung dan terpincang-pincang kearahku. Melewatiku dan dengan cuek menghampaskan pantatnya di ranjang

“Maksudnya?” tanyaku, kali ini aku berdiri dihadapannya, dengan ekspresi wajah tolol, masih mencoba memproses semua itu. Dalam posisi duduk, Ella mendongak memandangku yang berdiri didepannya

“Ternyata kamu emang kuat… kok kamu bisa kuat gini sih?” tanyanya ngawur

“Eh?” aku masih berusaha memproses semua ini, belum kelar juga sih sampe sekarang…

“Aku tuh… kalau suka sama seseorang, pasti harus seseorang yang kuat, ya paling gak lebih kuat dariku lah, biar bisa merasa terlindungi. Mungkin ini insting, aku gaktau. Dan pas dari pertama ngelihat kamu, aku tuh gatau napa jadi suka banget. Aku sendiri juga heran, kamu kan cuman… maaf, kutu-buku? Trus kita ciuman dulu, oh, yaudah pikirku, gitu doang, tapi entah kenapa, rasa suka ini gak juga ilang. Trus pas ada kejadian ini, kesalahpahaman ini, kamu memeluk aku dan bilang mau melindungi aku. Aku bingung, pikirku, bisa apa dia? Dan ternyata kamu melakukannya dengan sepenuh hati. Dan aku semakin bingung, apalagi saat meluk kamu, aku merasakan ada sesuatu yang kuat banget, aku makin bingung, kutu buku ini kuat? Yang bener aja! Pikirku, dan ternyata…” Ella memandangku dengan sorot mata yang aneh, polos, lugu, tapi aneh “Ternyata kamu emang kuat beneran….” Desisnya lagi, kali ini dia menundukkan wajah

“Eh?” aku masih saja belum berhasil memproses kejadian itu di kepalaku. Kuat? Emang sih, aku pernah denger, kalau manusia sebenernya sama kayak binatang, selalu mencari pejantan yang paling kuat. Singa betina misalnya, dia hanya melayani pejantan terkuat di kelompoknya. Tapi kan itu singa, sedangkan Ella, kan cuman wanita kecil yang… Shit, iya juga, dia pebeladiri ding, dan pebeladiri mempunyai kecenderungan untuk memiliki insting yang lebih tajem daripada manusia normal lainnya, karena Latihan-latihan kami, tapi… “Kutu buku? Aku? Eh, trus, ja… jadi semua ini… masalahmu…” aku tergagap, sedikit mampu memproses hal ini, walau agak ragu

“Iya, kamu emang kutu buku kok!” - cengirnya bego - “aku memang punya masalah” desisnya kembali muram

“Hutangmu…”

“Iya, aku memang punya hutang…” Ella menelan ludah dengan gamang

“Percobaan bunuh diri?” aku meragu dalam pertanyaan itu

“Iya, aku memang… mencoba bunuh diri dengan menelan obat tidur banyak-banyak, tapi keknya kurang banyak… Aku bodoh, dan aku malu banget dengan perbuatanku, ditambah yang mergokin aku kamu… Ton… saat itu, aku memang serasa… sudah gak kuat lagi… aku…” Ella menunduk dan menutupi mulutnya, air matanya deras menetes, dia emang cengeng, nangisan, tapi… serangan itu tadi…

Aku beringsut, duduk disampingnya dan memeluk pundaknya. Ella malah menubrukkan badannya ke arahku, meringkuk di dadaku dan mulai menangis sejadi-jadinya. Ini tangisan paling kenceng dan paling tulus yang pernah dia lakukan didepanku, biasanya cuma tersenggal-senggal kecil dan terisak pendek, tapi kali ini, beneran mewek. Aku memeluknya sekenceng yang aku bisa, dan mengelus-elus punggungnya dengan sabar. Cewek aneh… !! Wagu dan aneh! Tapi kok nyenengin ya? Eh? Nyenengin? Paan sih? Kok?



---



“Jadi…” ucapku membuka omongan, aku menelan ludah sebentar “Ini apa?” ah, cuman itu yang bisa kuucapkan. Aku emang bego, mo tanya apa coba? Kamu ga paham kan? Aku sendiri juga gak paham kok

“Apanya?” tanyanya balik

“Ini”

“Ini apa?”

“Ya semua ini…”

“Ya semua ini ya seperti ini” jelasnya tanpa menjalaskan apapun

“Maksudku, cerita sebenarnya…”

“Ya ini udah cerita sebenarnya, aku berhutang untuk membayar uang kuliah, aku berusaha kerja, jadi SPG untuk membayar hutang itu, ternyata gak cukup, dan perhitungan bunganya bodoh, padahal aku anak FEB, bisa sebodoh itu. Trus mereka datang bawa tagihan, dan mengancam, kalau tidak kubayar, akan di tagihkan ke mama ku. Mamaku kan lagi rapuh semenjak bapak… Ah, Trus aku panik, trus mereka menyuruhku open BO buat membayar hutangku…” Ella kembali menyedot ingusnya, tapi dia menjelaskannya dengan sangat lugas

“Foto-foto itu…” aku gamang, takut mengorek trauma pemerkosaan itu

“Oh, itu… mereka memaksaku open BO, aku gak mau, mereka maksa, trus mereka mencegatku di gang masuk kosan, sepi kan? Aku melawan, tapi salah satu dari mereka kuat banget, mungkin sekuat kamu, aku kalah, keknya kepalaku trus dipukul dari belakang, aku pingsan, trus aku diculik, dibawa ke sebuah rumah, diiket dan ditelanjangi, trus difoto-foto…” jelasnya masih terdengar sangat lugas

“Trus? Kamu di…”

“Diperkosa? Enggak lah, Eh, jadi kamu pikir aku diperkosa gitu? Ya, salah satu dari mereka coba-coba sih, tapi kukira dia kapok…”

“kapok?”

“Mungkin sekarang impoten” cengirnya

“Ough…” aku membayangkan tandangan Ella, bersarang tepat di… ah… pecah, pecah deh tuh telur. Rasain!

“Trus, foto yang lain?”

“Iya, mereka mencoba-coba, ngiket aku, cambukin, foto-foto, keknya buat persiapan ngancem-ngancem deh, aku marah, jengkel, rasanya kek pengen bunuh mereka semua, tapi gak berdaya karena diiket…”

“Iya, kamu nangis banget di foto itu”

“Yakan aku emang dasarnya cengeng…” desisnya “Aku bisa melarikan diri malam itu, matahin tiang ranjang yang dipake ngiket aku…” katanya sambil berkutat menyibak rok panjang gamis lebar sampai ke paha-nya. Aku melihat paha kanan dia masih memar membiru dalam garis yang melintang. Bekas benturan dengan benda keras, mungkin bener tiang ranjang itu. Dia pinter, nendangnya pakai paha, kalau nendangnya pakai tulang kering, mungkin kerusakan jaringannya lebih parah

Aku kembali menatap wajahnya, yang sekarang, seperti biasanya, terlihat sembab, namun berusaha tegar

“Tapi…” Dia melanjutkan kembali ceritanya “Bagaimanapun hutang itu tetap ada kan? Dan akhirnya aku menyerah, aku mulai melakukan apa yang mereka suruh, sampai malam itu, aku merasa menjadi benar-benar kotor, aku pengen berhenti, tapi gimana caranya? Ake pengen lari, tapi kemana? dan akhirnya aku rasanya pengen mati aja… dan kamu nemuin aku… trus bantu aku sampe kayak gini, aku… malah jadi tambah bingung…” desisnya lagi, air matanya keluar lagi, ni anak emang beneran cengeng. Tapi kekuatan fisiknya gak karuan…

Aku menggenggam tangannya, mengangkat tangan kami ke dadaku dan menatap mata sembabnya “Aku lega…” desisku “Aku lega mendengar cerita ini, ya, aku memang bisa membantumu dengan masalah finansial, tapi aku bingung bagaimana membantumu dalam masalah psikologis mu…”

“Eh, kamu beneran mikirin aku sejauh itu?” tanya-nya songong

“Taik”

“Astagfirullah, bicaranya Ton…” desisnya

“Eh, maaf…” aku nyengir, Ella juga nyengir

“Kamu tuh lucu, tau gak sih?” ledeknya

“Whatever!” jawabku tengsin “Maksudku, kita tetap akan menyelesaikan masalahmu bersama-sama” lanjutku “Dan kamu tetap akan punya hutang kepadaku, dan harus melunasinya sesuai kesepakatan…”

“Oh, tentang hidup bahagia itu?”

“Iya, kurang lebih…”

“Tapi beneran kamu ga ada niat sama sekali buat nikahin aku kelak? Suatu hari nanti… mungkin…” kalimatnya menggantung

“Ah itu… Eh, napa jadi bahas itu lagi sih?”

“Oh, jadi emang ga ada sama sekali ya?” katanya dengan ekspresi sok sedih, aku yakin cuman akting sih…

“Apanya?”

“Niatnya… untuk…” desisnya

“Ah, gatau juga, kamu… tetiba jadi kek menarik banget… aku…”

“Tapi Feli jauh lebih menarik kan?”

“Itu… Eh, Anu… Maksudnya, eh, jadi…eh, aku mo ngomong apasih tadi? Jadi lupa kan?”

“Lah! Jangan bilang kalau…” potongnya tengil

“Kalau apa?” tanyaku

“Kalau hatimu mulai bercabang…” – lanjutnya sambil nenaik-naikkan alis dengan wagu - “Yes! Akhirnya aku ada kesempatan! Minimal istri ke-dua lah! Atau simpenan! OK Lanjut! Tadi mo ngomong apa?” cengirnya ngeledek deh…

“Keknya aku tetiba migrain deh!” desahku

“Gapapa, ntar aku pijitin, lanjut Maseeh! Tadi mo ngomong apa?” Ella malah jadi tengil

“Bodoamat!” dengusku ngambek

“Hihihi… Kamu tuh beneran lucu deh!” godanya lagi “Tenang aja, aku sadar diri kok, kalau dibandingkan Feli, aku jauhlah… Aku yang sekotor ini, dan Feli yang Goddess banget… jauh lah… Sante aja… Aku gausah terlalu dipikirin…” desahnya lagi, ragu…

“Kamu ngomong apa sih?” rajukku wagu

“Tapi bukan berarti aku akan nyerah begitu saja lho, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk merebutmu darinya! Apapun hasilnya besok… Aku akan bertarung, menang kalah urusan belakangan, aku akan bertarung sekuat tenaga untuk… memilikimu…” ucapnya sambil menatap wajahku

“Apaan sih?” tanyaku bingung, Ella hanya mengangkat bahu cuek

“We’ll see…” lanjutnya lagi

“Eh, kamu itu… apa mungkin aku salah? Mungkin dia memang bukan Scáthach deh, mungkin Scáthach-nya emang kamu…?” aku meracau gak karuan

“Ngomong apa sih Nton? Scáthach?”

“Eh, kamu gak tau?”

“Enggak” cengirnya “Apa Scáthach ini cantik?”

“Banget” desisku…

Ella malah nyengir “Pacaran yuk Maseeh…” tembaknya

“Eh?” aku bengong bego

“Yakan sekarang kamu jomblo, itung-itung sebelum kamu balikan sama Feli, napa gak kamu coba aja jajakin aku?” racaunya kacau

“Eh? Balikan? Jajakin?” Sumpah, aku bego banget deh, Ella malah tambah nyengir

“Jadi kamu ga mau?”

“Apanya?”

“Ya tadi, coba jajakin aku, kita sementara pacaran, sebelum kamu balikan sama Feli…”

“Eh?”

“Gamau ya? Eh, aku kedengeran kayak murahan banget ya?” desahnya sok murung

“Eh, gak gitu, maksudnya, aku kaget aja, kan… Eh, harusnya cowok yang nembak cewek, gak sih?” aku ngomong apasih?

“Yakan emansipasi” cengirnya, Ella ini sebenernya manis banget, tau gak sih? Dan tai lalat kecil didagunya itu… matanya yang bulet lucu, wajah chubbynya yang gemesin, pipinya yang temowel… sifatnya yang rancu, cengengnya yang ngangenin, nah aku bercabang kan…? Halah!

“Ah, ya gak gitu juga kan?” ucapku wagu berusaha mempertahankan argumentasi

“Yaudah, kalau gitu kamu yang nembak aku! Ayo cepetan!”

“Apanya?”

”Ayo! Tembak aku, sekarang…”

“Eh… aku…”

“Ya aku mau!” potongnya sambil nyengir dan memandangku dengan mata membelalak lucu

“Eh?”

“Oke Fix, kita resmi pacaran!” putusnya sepihak, semena-mena banget gak sih?

“Aku migrain…” keluhku sambil memegang kepala, pening bener sumpah ngadepin vampire satu ini

“Cini cayang, aku pijitin…” godanya sambil nyengir, manis banget tau gak sih?

“Apaan sih?” tolakku sambil menepis tagannya yang maen serobot aja mijit-mijit kepalaku

“Ih, jahat!” keluhnya lucu

“Arrrrghhhh!” erangku lirih, beneran deh, pusing!

Ella memutar tubuh, dari yang tadinya berhadapan, kini mensejajarkan duduknya disampingku, menumpangkan kedua tangan ke paha, pandangannya melamun sambil menggigit-gigit bibir bawahnya sendiri

“Hei…” panggilku galau

“Hmm” dengungnya cuek

“Coba liat pahamu lagi” ujarku pendek, eh, waduh, kek nya salah kalimat deh…

“Astagfirullah sayang….” Ujarnya spontan sambil menutup mulut dan membelalakkan mata dengan kaget menatapku, nah kan bener, aku salah kalimat… “Ternyata kamu jenis yang seperti itu…” lanjutnya sok syok, tapi aku yakin dia cuman akting. Opera sabun! Amatiran! Dasar!

“Maksodlo?” hardikku jengkel-jengkel gemes

“Kamu mau langsung melihat… Auratku?” masih dengan akting yang sama

“Anjay! Migrain beneran aku…” keluhku “Aku mau liat memarmu! Salah omong tadi”

“Owalah, bilang dong say, tiwasmen aku deg-deg-an, kukira kamu mau nakalin aku…” godanya wagu

“Bodo amat ah, gajadi deh!”

“Ih, ngambekan deh cinta, ih…” godanya lagi “Yaudah ni liat, liat yang lain juga boleh kok, aku kan udah kamu BO duaratus juta hihi…” lanjutnya wagu sambil kembali mengangkat rok lebarnya sampai ke paha, eh, maksudku, sampai ke lokasi memarnya. Dah bener kan, kalimatnya?

“Jangan omong gitu ah” Rajukku

“Iya maap, ngambekan sih cayang nih?”

“Bodoamat” aku melirik memar itu “Boleh pegang?” tanyaku

“Buat apa?” tanyanya bego “Iiihh, ayang cari kesempatan buat ngelus elus pahaku ya?” godanya lagi, narsis! Sok mulus banget gak sih? Tapi emang mulus sih… eh?

“Setdah! aku migrain beneran” rajukku sambil memijit keningku sendiri, kemudian aku menggelosoh, bersimpuh didepan posisi duduknya di tepi ranjang “Sorry” kataku sambil mengangkat kakinya ke pundakku “Lurusin sebentar” instruksiku, yang dengan nurut diikutinya.

Aku menempelkan jari tengah, jari manis dan kelingking dari kedua telapak tanganku ke samping pahanya, sedangkan telunjuk dan ibu jari kuletakkan diatas pahanya membuat bentuk segitiga, lalu aku memejamkan mata, mengatur nafas dan berkonsentrasi. Aku mulai menembakkan sedikit tenagaku bolak-balik diantara kedua belah telapak tanganku sendiri. Mirip seperti sonar, ini membantuku mendiagnosa luka dalamnya. Mas Dede yang mengajariku hal-hal seperti ini, dia bilang, walaupun aku memiliki aura emas, tapi kayaknya aku lebih cocok jadi penolong orang daripada petarung. Aku gak paham maksudnya dengan aura dan segala macem, tapi aku suka konsep menolong orang itu, dan aku setuju. Makanya, aku mempelajari tehnik pengobatan yang katanya turun menurun di keluarga kami ini dengan lebih antusias daripada mempelajari jurus-jurus beladirinya

“Aww!” rintih Ella

Aku mendongak dan menatap wajahnya “Tulang pahamu retak, walau udah mulai sembuh, aku heran, kamu kok masih bisa berjalan dengan luka seperti ini…” desisku prihatin

“Ya, karena… aku harus tetap berjalan kan? Sesakit apapun…” - desisnya - “Karena aku sendirian kan? Dan aku juga minum pain killer ding, hehehe…” ujarnya lagi dengan senyum kuyu, sedih aku dengernya

“Nggak sendiri lagi kurasa, kan kamu punya pacar baru” selorohku cuek sambil nunduk, masih konsentrasi kepada lukanya

“Boong ding, dasar tukang boo… AWWWW!” ledekannya terhenti oleh erangan, karena aku kembali memusatkan tenaga ke luka-nya

Aku berkonsentrasi, dengan menelungkupkan kedua tangan didaerah yang terluka, aku menyalurkan tenaga ku ke sana, membooster dan memaksa sel-sel tubuhnya untuk beregenerasi secepatnya. Bisa ku rasakan sel-sel itu bergemeretak, bergerak dan memecah diri, memperbaiki kerusakan karena benturan dan trauma yang mereka alami. Aku masih berkonsentrasi, sedikit lagi, otot-otot memang mempunyai sel yang lebih aktif dari pada tulang, mereka lebih cepat beregenerasi, mereka hampir selesai melakukan tugasnya, aku kemudian berkonsentrasi ke sel tulang. Sel-sel ini juga masih muda dan aktif, menyembuhkan orang yang lebih muda itu jauh lebih mudah daripada yang sudah berumur. Sedikit lagi, dan… Selesai. Aku mengangkat kedua telapak tanganku dari paha Ella. Memar itu sudah hilang, tulangnya juga aku yakin sudah tersambung, dan rasa sakitnya seharusnya otomatis juga reda

“Kamu…” Ella menatap pahanya dengan bingung, memar biru dalam yang tadi ada disana pun sudah hilang “Kamu…” sekarang dia menatap wajahku, aku nyengir “Kamu kek bukan manusia deh beb…”

Aku nyengir “Yoi, aku kan emang Setan…”

“Pacarku Malaikat… Alhamdullilah… Jangan jangan kamu emang beneran Malaikat yang diturunin buatku babe?” desisnya kacau sambil menutup mulutnya yang ternganga wagu. Aku menurunkan kakinya dari pundakku. Kan tadi aku bilang aku Setan yak? Napa tetiba berubah jadi Malaikat? Sinting ni anak!

Rok nya yang tersibak sampai pangkal paha kulihat sedikit gawat, celana dalam cream keliatan mengintip nyempil diujungnya. Aku menurunkan rok itu. Yang sepontan disibakkan kembali sama pemiliknnya. Dengan jengkel aku mendongak untuk melihat wajah Ella hanya untuk mendapati ekspresi mesum tengil yang nyengir sambil mengangkat-ngangkat alis sok nggemesin

“Emang gadaahlak lu El” protesku sambil bangkit berdiri lalu duduk disampingnya

“Kok… kok kamu bisa ginian sih beb? Aku sembuh lho! Aku gak ngerasa sakit apapun lagi lho! Ya Allah, ini Mukjizat… Aneh deh, kamu orang aneh… Kuat dan aneh…” Ella menatapku dengan ekspresi yang embuh

“Pret! Lu belajar biologi sono, ntar tau deh cara sel tubuh memperbaiki diri, aku cuman bantu nyepetin aja” jelasku ogah-ogahan

“Ogah, belajar ekonomi bisnis aja masih kejebak pinjol, aku kan dasarannya bego beb” rajuknya, pandangan kami kembali beradu

Dan keheningan itu tercipta kembali

“Eh beb, kita kan udah jadian, trus kamu tuh gak kepengen gitu cium-cium aku, ato gimana kek gitu? Ya maksudku memulai penjajakan gitu…” tanyanya tetiba, wagu deh!

“Bab-beb-bab-beb aja lu! Akutuh sebenernya dari tadi jengkel ama gemes ama kamu, penjajakan apaan?” jawabku sekenanya, apa adanya

“Yaudah, kalau gemes, sini to cium aku, kalo gitu!” rajuknya sambil merentangkan kedua tangannya

“Set dah!” desisku sambil maju, menyambut rengkuhannya

Dan kami pun berciuman. Tangan Ella membelit leherku dengan erat, akupun memeluk pinggangnya. Lalu kami jatuh berguling di Kasur. Ciuman ini, kurasakan terjadi bukan hanya karena nafsu, tetapi aku juga mencecap bulir-bulir cinta dan ketulusan disana. Dan bibir Ella memang manis, semanis kelihatannya. Ah, mungkin ini cuman rasa lip gloss nya? Ah, tapi yang pasti, aku terbuai. Wanita cengeng aneh ini, membuatku merasa… Dihargai dan Dibutuhkan…

Getaran yang aneh juga kurasakan darinya, seperti pendar-pendar sinyal tua dan kuno yang memang sudah tertanam di DNA setiap mahluk hidup sejak jaman penciptaan dahulu. Semacam program yang memang sudah ditanam disana oleh Sang Pencipta sendiri. Insting hewani. Ah, sejatinya kita semua memang binatang kan? Hanya norma-norma yang kita ciptakan sendiri dari otak tumpul kita yang membuat kita merasa dapat melepaskan diri dari golonngan binatang.

Namun sejatinya, kita semua adalah binatang. Aku berguling lagi, dan menindihnya, menciuminya seperti kesetanan. Dan Ella melakukan perlawanan yang luar biasa seimbang. Tangannya erat melingkar dileherku dan kakinya membelit pinggangku seterti gurita yang memeluk mangsanya. Kedua alat kelamin kami beradu, bergesekan dan saling mencumbu dari balik pakaian yang memang masih kami kenakan

CPLUK

Sejenak ciuman itu terlepas, disela pengambilan nafas kami, kami tersenggal. Pandangan kami bertemu. Dari matanya kulihat pancaran kegembiraan yang bercampur dengan berbagai macam emosi yang hampir tidak bisa kudefinisikan

“Ton, say you Love me…”Erang Ella disela senggalan nafasnya, aku menatapnya gamang….

“Aku…” Tiba-tiba guyuran kesadaran itu datang, aku menelan ludah, semakin gamang

“Do you love me?” ulangnya lagi, aku malah menunduk, terus terang aku galau, dengan apa yang baru-saja kulakukan. Aku menolongnya, hanya sekedar menolongnya, aku tidak menginginkan pamrih apapun, aku tidak menginginkan dibalas apapun, apalagi menginginkan tubuhnya apalagi cinta-nya. Jangan salah sangka, tubuh Ella ini sangat menarik, wajahnya juga manis banget dan aura yang terpancar darinyapun begitu memabukkan serta kasih sayang yang berusaha dia tunjukkan kepadakupun terasa begitu nyata. Tetapi, bukan itu alasanku melakukan semua yang kulalukan untuknya ini. Aku seperti tersadar, lalu mencoba melepaskan diri dari pelukannya, berusaha beringsut dari posisi menindihnya, mencoba menjauh dari nafsu jahatku sendiri yang tadi hampir saja menenggelamkan dan menyeret kami kepada masalah baru yang tidak perlu. Namun rengkuhan tangan kecil kuat Ella menahan leherku

“Tell me, do you love me?” Ulangnya lagi, dan aku masih saja hanya sanggup menatap mata indahnya, namun masih membisu, belum berhasil memberikan jawaban, belum berhasil membaca hatiku sendiri…

“You will…” desisnya pendek sambil kembali menarik leherku dan menciumku lagi… Dan aku kembali terbuai…

Ciuman demi ciuman kembali terjadi, bibir kami saling menghisap dan lidah kami saling membelit, pelukan kamipun semakin menguat seiring waktu. Kami beguling-guling, bergulat dan saling mengunci. Seprei yang tadinya rapi menutupi Kasur inipun, sudah berantakan tak tentu arah. Dengan tenaga yang tak kukira dimiliki tubuh mungil Ella, dia membalikkan posisi dari kutindih menjadi menindihku. Lalu dia bangkit, duduk mengangkang diatas pinggangku. Pandangan mata kami kembali bertemu

Jemari tangannya meraba dadanya sendiri lalu menyusup ke sela-sela kancing kemejanya sambil menatapku lekat-lekat “Anton…” - Desisnya menyeramkan – “…hari ini kamu milikku…”



BRETT!!



“Ahhh…” decakku terbelalak kagum…

Alih-alih melepas kancing kemeja itu satu persatu seperti layaknya perempuan sok erotis di film-film yang kadang kutonton, dia merobeknya seperti Superman merobek kemejanya ketika hendak berganti kostum. Diikuti gerakan kecil lincah selanjutnya, kemeja itu sudah terlepas dari badannya, hanya menyisakan BH Cream yang menjaga ketelanjangan dadanya. Kemeja itu dia lemparkan begitu saja kebelakang. Aku menatap kedua payudaranya yang menyembul dengan kencang. Membusung putih. Oh, aku tidak mengira badan Ella seputih ini. Dan sebagai seorang yang kelihatannya memang suka berolahraga, badannya memang kelihatan sangat kencang. Lalu dia merunduk, tangannya melata di dadaku, mencengkeram leher kaos yang kukenakan

“Dan suatu saat nanti…” - Dia mendesis lagi, masih dengan nada seram mengancam - “… kamu akan menjadi milikku selamanya…”



BRETTT!!



Kali ini korbannya adalah kaosku. Aku tidak tahu darimana badan mungil ini bisa memiliki tenaga sebesar itu, tapi aku takjub. Dan aku ngaceng sempurna. Sumpah, ini adalah hal paling erotis dan paling merangsang yang pernah aku alami…

“Ella…” desisku, mataku membeliak menatap dirinya

“Anton…” desisnya, dan matanya juga tidak kalah nanar menatapku

“WOW!” Kami bicara beberengan

“TUBUHMMU…” Bebarengan lagi, lalu saling berpandangan dan ngekek bareng juga

“Pantes aja kamu kuat!” katanya sambil meraba otot dada dan perutku

“Pantes aja tenagamu…” ucapku sambil meraba otot pinggangnya

Aku mengangkat tubuh bagian atasku seperti gerakan sit-up, dan gerakan itu kulakukan sepelan mungkin. Kamu tau, semakin pelan kamu mengangkat tubuh dalam gerakan sit-up, semakin besar tenaga otot perut yang diperlukan. Dan aku melakukannya super pelan, hanya untuk memamerkan kepada Ella kekuatan tubuhku. Aku nyengir sambil menatap matanya sepanjang gerakan itu. Kali ini, kami berdua berada dalam posisi duduk, berhadapan, dengan alat kelamin yang masih saling menggesek

“Dasar Tukang Pamer!!” hardiknya gemes sambil tersenyum manja, serta menggigit-gigit bibir bawahnya sendiri, Ella melingkarkan kembali tangannya di leherku lalu meremas gemas rambut di tengkukku

Aku nyengir, dan membelai wajahnya “Kamu, bener-bener pengen aku mengatakan kata-kata itu tadi?”

Ella tersenyum “Enggak sih, aku gak mau kamu cuman ngucapin di bibir tok, suatu hari nanti, akan kubuat kata-kata itu terukir di hatimu…”

“Kamu overestimate yourself” godaku sambil nyengir

“Oh, aku memang selalu percaya diri, aku seorang petarung” jawabnya

“Iya, kamu emang Scáthach!” ucapku lirih menyetujui klaimnya “Dan Ella… I love you, and I adore you, more than meets the eye” bisikku lirih. Emang iya owg, aku jujur, aku kan cuman belum berani mengucapkannya, ya cuman karena galau aja

“I know” cengirnya PeDe

Dan kami kembali berciuman, tangan kami melata pada tubuh satu sama lain, saling mengagumi. Ella meremas-remas Pundak, dada dan perutku, dan aku juga melakukan hal sama, kedua payudaranya kuremas dengan gemas dari balik BH yang masiih melindunginya, pinggang gilik cantik dan pantat kencangnya pun tidak luput dari keusilanku. Ella mengerang, dan aku melenguh. Tangannya melata ke kancing celanaku dan aku panik



CPLUK!



Aku melepaskan ciuman kami dan menyambar tangan kecilnya dengan cepat

“Eh! Kenapa?” tanya-nya ikutan sok panik

“Jangan sobek celanaku, aku kan gak bawa ganti” ucapku panik-polos

“Ya gak bisa lah! Kan Jeans! Ulet tauk!” hardiknya gak kalah polos, kami berdua spontan ngekek barengan. Eh, iya juga ya?



BRETT!!



“Aww!!” teriaknya kaget

“Ups! Ternyata rokmu bukan Jeans…” aku nyengir setelah merobek rok-nya, membelahnya menjadi dua lalu menunjukkannya depan wajah-imutnya, menyisakan hanya celana dalam cream tipis yang tadi sempet kulihat sekilas nyempil diselangkangannya

“Aeengggghhh… Tapi ini kan masih baru beebb…” Rengeknya wagu sambil mengambil robekan rok itu dari tanganku dengan mimik wajah yang dibuat sok merengut kehilangan

“Ya maap!” aku kembali nyengir

“Jahat!” rajuknya lagi. Ella melempar robekan rok itu sembarangan dan mendorong tubuhku. Aku mengikuti arah dorongan itu dan kembali terlentang “Kalau gitu lepas celananya!” rajuknya lagi

Ella membetot celanaku dengan kasar, aku menaikkan pantatku untuk memudahkannya

“Haaahh…” decaknya tertahan sambil menatap barangku, yang sumpah, aku perasaan belum pernah ngaceng sengaceng itu. Semua yang kami lakukan tadi, entah kenapa benar-benar merangsangku. Ella mengalihkan pandangannya ke wajahku “Well…” cengirnya culas

“Napa lu?” hardikku gemes sambil membuat wajah jijik

“Jackpot!” desisnya sambil nyengir culas. Aku juga nyengir. Ella memegang batang penisku dengan kedua tangannya

“Mau diapain?” tanyaku sok polos

Ella menelengkan kepalanya dan menatapku lagi sambil nyengir



HAUPTGG!



“Ahhhg! Eeeeelllaaa….” Aku melonjak dan menghempaskan kepalaku kebelakang kuat-kuat, karena tanpa pamanasan yang sewajarnya, Ella langsung memasukkan batang penisku jauh sampai ujung tenggorokannya. Spontan (uhuy!) deep throat! Bukan Cuma itu, Ella juga menghisapnya kuat kuat, dan lidahnya, entah bagaimana caranya terasa membelit, melata dan mencukil-cukil batang penis dan ujungnya yang sekarang tertanam didalam mulutnya. Aku menggenggam sprei kusut itu kuat-kuat

“Aaagghh! Anjirr lu Laaa…. Udah, udah, udah…. Arggh… Lagii ding… Ough… Udah…udah… Agghhh… Sialan lu…Ough…Lagii…... Udaaahhh…. Lagi ding…Oughhhh….” Dan hisapan-hisapan itu terus berlanjut tanpa mengindahkan permohonan ku…



CPLUK!



“Agh!” desahnya sambil melepas penisku dari mulutnya

Aku mendadak lemas, mengangkat kepala dan menatap wajahnya yang masih berada di atas penisku sambil nyengir dalam posisi merangkak “Piye kabare masbro, Luwih Enak Jamanku To?” ledeknya. Aku nyengir culas!

Seperti saat aku mendapatkan sensasi sesuatu akan menyerangku, aku tau dia juga bisa merasakan sensasi seperti itu, wajah Ella tiba-tiba nampak seperti ketakutan “Toonnn… mau apa lu? Jangan! Kubilang Jangan! Anton! Jangann macem-macem! Anton! Antoo…Awwww!!!”

Oke, kalau kamu memang mau deskripsi lebih komplet, pada dasarnya sih gerakan bantingan, dengan sedikit modifikasi oleh imajinasi mesumku sih! Jadi aku dengan cepat melipat dan memasukkan kedua kaki-ku kesela paha dalam Ella yang masih berada dalam posisi merangkak di bawah pinggulku yang terlentang, lalu dengan cepat pula, aku bangun dalam gerakan sit up dan meraih ketiak Ella. Sambil membetot tubuhnya keatas menggunakan tenaga tanganku, kakiku mencungkil selangkangannya, sehingga Ella terangkat dan terpuntir keatas seperti gerakan salto. Akupun mengikuti gerakan berputar itu dengan juga memuntir tubuhku



BRAK!



Tubuh Ella terpelanting dan membentur dinding di kepala ranjang. Mungkin karena insting beladirinya, Ella melakukan gerakan itu dengan elagan, sekarang posisinya, kepalanya terjungkir di bawah dan kakinya diatas lututnya kutahan dengan kedua tanganku, punggungnya menempel di tembok dan kedua tangannya kukunci dengan kakiku. Aku berusaha membuka pahanya lebar-lebar dengan membentangkan lutut yang kupegangam, Ella melawannya dengan sekuat tenaga. Tapi malaikat juga tau, siapa yang jadi juaranya.

Saat ini paha itu sudah terkangkang. Menyajikan pemandangan selangkangan gembul yang masih tertutup celana dalam cream tipis. Aku melongok kebawah dan mendapati wajah Ella dengan ekspresi memelas dan menggeleng-gelengkan kepalanya panik. Aku nyengir dan berpaling untuk mengendus dalam-dalam memek diluar celana dalam itu dengan hidungku dalam ekspresi sok culas

“Ton! Please… mau apa lu? Anton! Anton! Please! Jangan! Anton, denger!” melasnya yang gak kugubris. Aku kembali melongok kebawah dan menatap wajahnya sambil nyengir, cengiran sok culas dan sok jahat yang sama

“Anton! … Ton! … Please! … Lepasin aku! Anton!... Ton!” Mohonnya lagi. Kugubris? Jelas tidak! Enak aja! Aku malah melepaskan salah satu tanganku yang menahan lututnya dan mengelus memek gembul dari luar celana dalam tipisnya itu dengan gerakan sok kubikin jahat, memainkannya sebentar dan menggenggam ujung celana dalam yang menutupi bidang depan selangkangannya

“Anton… Ton! Please! Anton! Awas lu kalau berani-beraninyAAAAAAWWW!”



BRETT!!



Aku menggenggam dan merobek celana dalam Ella dengan mudah. Ella menjerit wagu dan mencoba menutup pahanya lagi, yang langsung kutahan kembali dengan tanganku. Sekarang, selangkangan itu mengangkang sempurna, mempertontonkan memek bergelambir merah muda dengan bulu jembut yang rimbun menutupi areal lubangnya. Walaupun Ella memprotes sejak tadi, namun kulihat memek itu berkedut-kedut dan mengkilat oleh cairan lubrikasinya. Aku kembali melongok ke bawah, kearah wajahnya sambil nyengir sok jahat. Ella menggeleng gelangkan kepalanya dengan panik dan menepuk nepuk pahaku dengan ujung telapak tangannya yang ku kunci lengannnya. Aku tambah menggodanya dengan menjulur-julurkan lidahku dalam gerakan menjilat-jilat

“Anton… Please…! Anton… Ton… Please Jangan! Ton…” Ella memelas, kugubris? Jelas tidak! Aku malah semakin tengil menjulur-julurkan lidahku dan bolak balik melirik memek dan wajahnya. Kukira dia tau isyarat itu. Ella kembali mencoba melawan dengan mengatupkan pahanya. Tebak apa?! Tidak berhasil Beb! Aku jauh lebih kuat. Aku kembali nyengir

“Anton Please… jangan ya sayang… Aku paling gak bisa di jilat memeknya… Ton… Cintaku, Sayangku, denger aku… Anton… Jangan ya… ya? Anton… Ganteng…. Jangan ya?? PLeasee….” Mohonnya lagi, kali ini sok disertai muka memelas dengan akting amatiran itu

“Apaan sih?” ledekku

“Ton, jangan dijilat, please…” mohonnya lagi

“Napa?” tanyaku cuek

“Anton please… Jangan ya? Ya? Sayang ya?”

“Jangan apa?” tanyaku sok tengil, trus membuat gerakan menjilat-jilat dengan lidahku

“Errghghh!” Ella mengejan dan mencoba lagi menutup pahanya

“Ow, Ow, Ow, percobaan yang baik sayang, tapi gak berhasil tuh!” ledekku

“Anton, sayang… Please, turunin Ella dong sayang… kita ngewek aja yukk… Lebih enak deh… Ya Sayang ya? Sayang… Anton… Please… Cintaku…” Rayunya lagi. Aku meleletkan lidah

“Ogah!” desisku pendek, masih nyengir dong

“ANTON! Awas lu kalau berani-berani jilat memekwaAAAAAWWWW!” jeritnya diakhir ancaman kosong nya

Lagian siapa yang mau jilatin memeknya sih? Aku cuman mau ngisep memek itu kuat-kuat dan menusukkan lidahku jauh-jauh kedalamnya aja owg. Lalu melakukan gerakan mencukil-cukil dan mengorek-ngorek dengan lidahku yang kukombinasi dengan sedotan-sedotan. Yang entah kenapa semakin membuat Ella melejang-lejang heboh dan gak tau dia dapat tenaga dari mana, tiba-tiba kepalanya diangkat, dan diarahkan kepahaku lalu menggigitnya kuat-kuat

“Argghh!” desahku pendek menahan rasa sakit dari gigitan itu. Melawan kau ya? Batinku, dan aku mengarahkan jilatan ku lebih kebelakang, kearah lubang duburnya, lalu menancapkan lidahku kesana dan mulai mengoreknya

“Aaaarrrggghhhh!” Ella melejang dan mendesah sampai reflek melepaskan gigitannya “Antonnn…. Brenggssse…. Agghhhhh!!!” teriaknya kembali karena aku kembali menyedot memeknya kuat-kuat, bersamaan dengan lejangan-lejangan tubuhnya lagi, aku merasakan semburan cairan amis-asin dari dalam vaginanya, yang langsung kusedot juga dalam-dalam “Aaaaagghhhhh…..” desahnya terakhir dengan lemas

Aku segera melepas tubuhnya, memapaknya dengan lembut, menggendongnya dan membaringkannya dalam posisi yang nyaman, lalu ikutan berbaring disampingnya dan memandangi wajahnya yang masih memejamkan mata dan tersenggal-sengggal. Sejenak setelah Ella berhasil menata nafasnya, dia melirikku dengan ekspresi lemas

“Anjing!” desisnya lirih

“Astagfirullah, bicaranya Ella…” selorohku nyindir. Ella mengangkat tangan lemasnya dan menampar pipiku gemes. Plak!

“Lu gila!” hardiknya lagi, lemes

“Enak ga?” cengirku

“Big-O” jawabnya masih lemes dan tersenggal-senggal, tapi masih sempet mengangkat telapak tangan dan membentuk huruf-O dengan telunjuk dan ibu jarinya

“Iya sih keknya, cairan memekmu ketelen banyak ama aku” infoku gaguna

“Sukurin! Dah dibilangin aku gak suka dijilat!” selorohnya

“Gak suka? Ah, masa-sih? Keknya lu menikmati deh” bantahku tengil

“Hmm… Ya sih, jujur aku tadi menikmati banget… hehe… aku… aku cuman gak suka konsepnya aja, kek mengekspose hal paling pribadi kita di depan mata orang lain, kek risih aku…” cengirnya

“Oh, Maaf kalau gitu, aku yang lancang maksa tadi…” ucapku menyesal beneran

“It’s OK, toh aku juga udah mengekspose perasaan dan hatiku ke kamu…”

“Tapi tetep aja aku salah, aku lancang… aku bener-bener minta maaf…” ucapku serius sambil menatap matanya dan membelai wajahnya dengan lembut. Ella mengangkat tangannya dan membelai pipiku dengan tak kalah lembut

“Tapi sumpah, tadi enak banget…” cengirnya

“Lah?” bingung aku, emang dasar cewek absurd!

“Jilatan lu gilak!”

“Bodoamat! Trus gimana nih? Udahan kita?” tanyaku

“Ogah, belum ngewek juga!” protesnya sambil membetot jilbab nya yang semakin gak karuan

“Sama aja” desisku pendek

“Apanya?”

“Tampangmu”

“Maksudnya?”

“Iya, tampang mu, make jilbab sama ga make jilbab, sama aja”

“Sama gimana?”

“Ya biasanya cewe-cewe tuh kalau pakai jilbab kek kelihatan lebih imut, trus pas dibuka ternyata beda. Kamu sama aja” jawabku

“Sama gimana?” tannyanya lagi

“Sama sama manis…” godaku

“Ih!” cengirnya dengan mimik muka sok di-jijik-jijik-in

Aku nyengir dan beringsut dari sampingnya lalu menuju kerarah selangkangan Ella yang masih terbaring lemas. Aku mengangkangkan kakinya lagi, mengangkat lututnya dan menggesek-gesekkan batang penisku diatas vaginanya yang sudah licin berlendir. Bahkan jembut-jembut lebatnya pun sudah basah kuyup dari campuran ludahku dan cairan orgasme-nya tadi

“Tunggu, tunggu, tunggu, jangan dimasukin sekarang…. Aku masih lemes…” mohonnya wagu sambil mengangkat tangan dalam isryarat stop

“Kagak, gak tak masukin owg, cuman digesek-gesek gini tok!” jawabku tengil sambil masih menggesek-gesekkan batang penisku ke bibir vaginanya. Kedua tanganku kupakai untuk memegang dan mengangkat kaki lemas Ella, sedangkan gesekan itu kulakukan hanya dengan menggerak-gerakkan pinggulku

“Ooooohh… yes… gesekin gitu enak sayangg… Oohhh… Yessss… Ooohhh… Enak banget Anjing…” Desisnya rancu, tangan lemasnya tergolek disamping kepala, matanya memjam dan menikmati. Wajah yang masih terbungkus hijab yang sudah acakadul itu entah kenapa benar-benar merangsangku

“Ella! Bahasanya lho!” protesku gemes, ya, emang kalau bicara sama anak-anak aku terbiasa dengan makian, tapi gak tau kenapa, kalau sama kalau sama Ella kok jadi awkward gitu kalau ada makian, kek risih. Apa karena kebiasaan aja? Soalnya sehari-hari Bahasa ni anak ketata banget…

“Crewet ih, langi ngewe ini, bebas dong…” protesnya

“Eh, iya juga ya? Yawis, kalau begitu, lanjut mbak’e…” cengirku bego, ya emang sebenernya pas Ella ngomong kotor, lebih nyange-in sih…

Aku masih tetap menggesek-gesekkan batang penisku diatas vaginanya dengan sabar, menunggu perintah selanjutnya dari bu boss-sensei-ku ini. Ella menyelipkan tangan ke punggung dan membuka BHnya sendiri, lalu dengan gerakan terampil selanjutnya, BH itupun dilolosinya dan dilemparnya gitu aja sembarangan. Kain itu sebelumnya adalah satu-satunya yang masih melekat pada tubuhnya, sekarang gak lagi, gak ngefek sih, tubuh itu sudah terkspose dengan begitu indah juga sebelumnya. Tapi karena kedua payudara yang sok datang telat kek bintang tamu itu begitu menggoda dengan putingnya yang mencuat berwarna merah muda kecokelatan, ya kujilat lah!

Aku mencecapi, menjilati dan menyedot payudaranya bergantian kiri dan kanan, sambil masih menggoyang-goyangkan pinggulku untuk menggesek bibir vagina basah kuyup itu dengan penisku. Bibir Ella megap-megap menikmati apa yang kulakukan. Gemes kan jadinya, yaudah, kusosor aja sekalian bibirnya. Kami kembali berciuman, mesra dan intim dengan mencurahkan segenap perasaan kami. Ella pun kembali melingkarkan tangannya ke leherku



CPLAKK



Ciuman kami terlepas, dan aku kembali tegak, menggesek-gesekkan lagi penisku ke bibir vagina Ella yang kurasakan menjadi semakin basah. Ella mengangkat kepala, dan meraih penisku dengan tangan kanan-nya, lalu menggesek-gesekkan kepala penis itu ke arah lobang memeknya

“Dah siap dimasukin?” tanyaku

“Sssssppp… bentar lagi beb, titidmu segini, kalau buru-buru sakit…”

“Maaf, aku gak pernah bermaksud nyakitin kamu El…”

“Sakit enak, Ella sukaaah massehh…” candanya sambil mengerling genit

“Hizz!”

“Ssssssttpppp…. Enak banget yang…”

“Hmmm…” Jawabku

“Masukin ya yang…” celetuknya

“He’eh”

“Pelan-pelan yahh…” instruksinya

“Iyahh…. Ketok pintu dulu dong, kalau mau masuk…” candaku

“Ehh, iyaaa…. Tokk… Tokk… Tokkk….” Katanya sambil menampar namparkan penisku ke vagianya

“Asalamalaikumm…” candaku menirukan intonasi Fico

“Alaikumsalam maseeh…. Mongo mas, silahkan masuk…” Jawabnya wagu dalam intonasi desahan yang di sexy-sexy-in

“Nggih mbak, aku masuk yaaa mbak…” jawabku gak kalah ganjen

“Iyaaaahh masss, pelan pelan yaaaa mas, jalannya licinn, abis di pel…”

“Dipel pake apatuh mbak?” godaku

“Pake lidanya yayangkuuuhh…” candanya ngaco, dan aku mendorong “Oughhh… Pelan-pelan sayang… Oughhh… iyaaahhh…terusss… Oughhh…. Ahhhh… udah masuk semuanya?” tanyanya sambil melihat kebawah

“masih separoh” infoku cepat

“Ihh gilak! Dorong lagi lah beb…” instruksinya lagi



SLEP! CPRETT!



“AUUGHHH!” teriaknya sepontan (uhuy!) karena aku mendorong penisku dengan kuat alih-alih pelan pelan “Ough! Dibilang pelan-pelan juga, tengil ah ayang…” protesnya “Udah masuk semua kah?”

“Belum, masih kurang dikit”

“SSssstttppptttt Aaaghhh… Elu Ton, suatu hari nanti, pasti jadi punyaku… dan punyamu akan jadi punyaku…liat aja ntar!” omelnya, dan aku sepontan menunduk lalu mencium bibirnya

“El, suatu hari nanti, kalau aku berpaling, kejar dan perjuangin aku ya…”

“Pasti…” dan kami berciuman kembali

Dan aku melakukan dorongan terakhir, dan peniskupun sekarang bersarang sempurna di relung vagina wanita aneh, kuat, tengil, berani, cengeng, namun manis istimewa ini… Burungkupun berasa sangat nyaman, seperti pulang kesarangnya, atau seperti hinggap di jendela, nenek sudah tua, giginya tinggal dua…

“Ough…” Entah siapa yang mengerang, kayaknya barengan deh. Sensasi itu memang begitu nikmat. Penisku yang bergerak menggelliat-gelliat didalam relung vaginanya, berusaha menjelajah sampai titik tarjauh-nya, menjelajah dengan gagah berani, seperti pesawat antariksa star trek; To seek out new life and new civilizations. To boldly go where no man has gone before! - mendapatkan perlakuan dan sambutan yang layak oleh wormhole yang coba kujelajahi ini. Empotan dan pilinan serta kedutan-kedutan aneh menenggelamkanku ke bahagia yang terdalam

“Heck!” Teriakku kaget, aku tercekik. Karena Ella yang sebelumnya mengelus-elus punggungku dengan mesra dalam keadaan tertindih, seiring persetubuhan halus, mesra dan berbudaya kami, tiba-tiba sekarang mencekik-ku dan mendorong leher serta kepalaku menjauh darinya. Dan gak tau gimana, entah karena tubuh anak ini memang elastis atau gimana, tiba-tiba salah satu kakinya sudah terkait di leher bagian depanku. Dan Ella menyentak bangun. Aku terlontar kebelakang seperti terjengkang. Ella mengikuti gerakanku, dan sekarang posisinya berbalik. Ella berada diatasku, nyengir dengan penuh kemenangan sambil mencekik-ku dan melakukan kuncian pinggang dengan kakinya. Sat! berasa kek MMA gue!

“Hehe… kamu kira bisa semena-mena ngisep memek-ku gitu aja tanpa ada balesan, Heh!” cenngirnya sok serem

“Eeeggghhhtttt…Ellaaa…Ggghhhhttt” cicitku, karena Ella emang beneran mencekik-ku sekuat tenaga, aku hanya memegangi kedua lengannya dengan kedua tanganku dalam ekspresi kalut

Dan Ella mulai menggerakkan pinggulnya, bukan maju mundur seperti layaknya gerakan koreografi standar saat melakukan posisi woman on top, tapi dia memutar-mutar pinggulnya seperti orang main holla-hop. Awalnya pelan, tapi dalam waktu singkat, tempo itu menjadi pusaran yang sangat kuat dan cepat. Ella, atau lebih tepatnya kami berdua, terpilin dan terangkat oleh pusaran bak angin puyuh yang dia ciptakan sendiri. Aku yang tercekik berusaha menguatkan otot leherku semaksimal mungkin agar cekikan itu tidak meremukkan tenggorokanku, karena memang Ella mencekikku beneran, aku yakin dia melakukannya sekuat tenaga

Aku melongok keatas, hanya untuk menemukan sesuatu yang mengerikan di wajahnya. Kombinasi antara wajah mengejan saat harus mengeluarkan tenaga maksimal, gertakkan gigi saat harus menahan suatu tekanan, dan beliakan mata seperti saat seseorang menahan kenikmatan. Kesimpulanku, Ella lepas kontrol, dia mirip seperti orang yang kesurupan. Dan tenaga maupun tempo pusaran pinggang itu tidak menunjukkan penurunan, malah semakin kuat dan cepat. Aku megap-megap kehabisan nafas sekaligus harus menahan apapun yang terjadi dengan batang pelirku yang terjepit di Lorong vagina berpusarnya. Dan entah mengapa, itu begitu merangsangku. Aku meraih ke depan, alih-alih mencoba melepaskan cekikan Ella di leherku, atau menahan pusaran pinggang yang serasa memilin dan meremukkan batang kontolku, aku malah meremas dan memainkan puting payudaranya

“ERRRRGGGGGHHHHHAAAHHHHHHHHH” Erangan kami berdua saat Ella tiba-tiba menghentikan pusaran pinggangnya dan kejang-kejang, cekikan yang kurasakan menjadi berlipat-lipat lebih kuat. Aku kembali menebalkan otot leher sebisaku, namun sekarang aku juga mencengkeram kedua lengan kecil cewe ini yang entah dari mana bisa mendapatkan tenaga begitu besar

“AKKHH!...” Hentakan terakhir, dan Ella tumbang. Ambruk menindihku dengan nafas tidak karuan

Aku juga sama, megap—megap mencoba mengambil nafas, tanganku terrentang lurus ke samping. Tenagaku serasa terkuras, dan kayaknya aku sudah keluar deh. Entah kapan, entah gimana, kelihatannya waktu terpilin tadi, kurasakan banyak sekali air maniku sudah mengucur deras didalam rahimnya. Aku gak tau, tapi aku lemes banget. Kami mengambil posisi itu sementara waktu, membiarkan nafas kami sedikit teratur. Aku mengangkat tangan, dan melingkarkannya ke punggung Ella yang menjeplok diatasku, menelungkup seperti kodok, lalu mengelusnya lembut

“Bego! Lu gila…!” desisku tersenggal

“Anjing…” – desisnya – “Senjata makan tuan…” tambahnya tidak kalah tersenggal

“Keknya aku dah keluar tadi… didalem… gatau gimana…” infoku sok akurat, eh?

“Bodoamat… aku juga gatau tadi berapa kali, berusaha kutahan…”

“Gerakan lu gila” desahku

“Kontol lu gila! Penuh benget, jadi malah ngorek memek-ku kemana-mana…” protesnya aneh

Dan keheningan itu kembali tercipta, kami ternyata masih perlu waktu tambahan untuk menenangkan diri kami masing-masing

“Babe…” desah Ella yang masih menelungkupi-ku

“Hmm…” desisku

“Kamu tadi beneran udah keluar didalem?”

“Iya”

“Yakin?” tambahnya seperti meyakinkan dirinya sendiri

“Keknya iya deh, napa iq?”

“Gapapa…” desisnya

“Ella takut hamil?”

“Napa takut hamil? Ngewenya sama kamu ini”

“Maksudnya?”

“Ya, maksudnya hamil ya udah, kita nikah, emang napa? lagian kan itu yang aku mau…” desisnya wagu

Aku ngekek, gak tau kenapa aku juga ga peduli, bodo amat! Hamil ya udah, kita nikah, emang napa? Lagian kan itu yang Ella mau…

“Tapi babe…” desisnya lagi

“Hmm…”

“Kenapa kamu masih aja berdiri didalemku?”

“Oh, ya, maaf, sebentar…” jawabku tengil sambil spontan memegang pantatnya dengan kedua tanganku dan menggoyang-goyangkan pinggulku dengan heboh

“Arrrgghhhh….” Teriaknya histeris, padahal cuman gitu doang, tapi kagetnya kek mendapatkan serangan mendadak, seperti kagetnya orang-orang Troya mendapati kuda kayu milik Odysseus yang tetiba memuntahkan pasukan lalu menyerang mereka, aku keknya yakin sih, dia cuman akting

“Arrrghhhhh…” Teriakku histeris karena Ella tiba-tiba menggigit pundakku sekuat tenaga. Dan aku semerta-merta menghentikan goyangan ku itu, mengakhirinya dengan tusukan sedalam yang aku bisa. Kutekan pantatnya kuat-kuat sambil kuangkat pantatku sendiri demi penetrasi maksimal. Ella mengejan-ngejan heboh beberapa saat lalu tumbang kembali diatas tubuhku

“Anjing bego! Ngapain gituan? Aku masih sensitif!!! Tolol!!” makinya sekenanya sambil tersennggal-senggal heboh. Eh, oke, ini akting yang lebih baek, kalau ini emamg cuman akting sih…

“Aihh…. Maaf… lha tadi di tanya napa masih berdiri didalem memek kamu, aku cuman muter-muter aja kok, nyari kursi buat duduk…” selrohku sambil ngekek

“Dasar Gila! Bego! Gada otak! Sedeng! Tolol! Aku orgasme lagi jadinya! Lemes taukkkk!!!” omelnya gak tentu arah sambil berusaha melingkarkan tangannya ke leherku, aku sedikir mengangkat kepala memudahkannya

“Aku salah lagi ya? Ya Maap” godaku

“Bodoamat!” rajuknya

“Ih, Jahat!” godaku lagi, dan kami terdiam lagi, butuh narik nafas kan? Lalu kuelus kembali punggung wanita yang entah kenapa saat ini tetiba begitu nempel dihatiku, ah, nempel ditubuhku lebih tepatnya. Ah, dihati juga ding, mungkin… Ah, kamu tau maksudku lah…

“Babee…” desisnya lagi sok manja, setelah beberapa waktu diam kami

“Hmm…”

“Kamu kok masih tetep berdiri sih?” tanya-nya sambil sedikit menggoyang-goyangkan pingginggulnya

“Iya, tadi udah muter-muter cari kursi buat duduk, gak nemu, malah di marahin sama tuan rumah” jawabku sekenanya

“Bodoamat!” rajuknya

“Xexexe… maksud’e gimana sih?”

“Yakan, biasanya kalau udah keluar kan langsung lemes, mengkeret gitu”

“Emang gitu?”

“Ya gitu”

“Masa sih, harus banget gitu?”

“Lah kamu enggak gitu ye?”

“Ya tergantung”

“Sama?”

“Yakan kalau masih sange, ya ngaceng dong, itu normal gak sih?” tanyaku

“Elu itu Ab-Normal!” bentaknya “Trus gimana nih?” tanyanya lebih lanjut

“Ya ndak tau kok tanya saya” jawabku ngasal

Ella malah menarik tubuhnya, dengan seenaknya menyanggakan siku di dadaku dan menatap wajahku

“Trus, emangnya apa sih yang bikin kamu sange?”

“Ya kamu” jawabku

“Aku pas ngapain?”

Aku nyengir “Pas Ella sok galak sama pas ngomong jorok …”

Ella merengut sok marah, tiba-tiba dia mengangkat badannya lagi, menyanggakan tangan kirinya di leherku, mencekikku dan menampar pipiku kenceng-kenceng, berkali-kali dengan tangan kanannya



PLAK! PLAK! PLAK! PLAK!



“EGH!” erangku sambil menggeretakkan gigiku sendiri

“Nakal kamu ya! Seneng gitu kalau Ella ngomong jorok, heh!” – PLAK - tamparan lagi – “Emang dasar Anjing kamu Heh! Iya Kontol kamu ngaceng kalau Ella ngomong jorok?! – PLAK! – “Iya? Mau apa kamu kalau ngaceng Hah? Mau ngentotin Ella gitu? HAH!!! Anjing kamu? Hah?! Kamu tau Anjing gak? Anjing pantasnya diapain? Heh?! Diludahin! Mau kamu diludahin Ella, HaH!! Mau kamu? Anjing!!” Makinya sambil mencengkeram pipiku dengan tangan kanan-nya memaksa mulutku untuk membuka, sedangkan tangan kirinya masih saja mencekik-ku

Ella mengumpulkan ludah dimulutnya lalu melet menjulurkan lidah. Kulihat ludah itu perlahan mengalir sepanjang lidah terjulurnya menuju ujung lalu membuat tetesan panjang tepat kearah mulutku yang dipaksaanya membuka

Sat! Gue ngaceng maksimal lagi, yakin!

Langsung aja ku renggut kepalanya, kutarik kuat kuat kearah wajahku dan kulumat lidah dan bibirnya yang penuh dengan air liur itu ku telan semuanya. Kami kembali berpagutan dengan gairah yang memuncak, tiba-tiba…



PLAK



Ella menarik tubuhnya kembali ke atas dan menamparku, mencengkeram lagi pipiku, memaksa mulutku membuka dan…



CUIH!



Meludah kesana…



Kami kembali bertatapan, aku nyengir dan Ella juga nyengir sambil menaik-naikkan alisnya dengan mesum

“Sat! Aku ngaceng maksimal lagi…” Desahku

“Iya, aku juga kerasa… Ngganjel banget…” jawabnya

Aku nyengir lagi dan menarik tanganku, menempatkannya ke samping kepalaku dalam posisi persiapan kayang, lalu mengedipkan sebelah mata ke arah cewek aneh ini, yang wajahnya tiba-tiba nampak panik, mungkin dia menebak, apa yang akan kulakukan

“Ton, Anton…Jangan maen-maen, aku masih lemes… Anton…. Beb… Jang… KYAAAAAA!!!!!”



Yep, aku sepontan membuat posisi kayang, mengangkat tubuh Ella diatasku, membenamkan batang pelerku dalam-dalam ke relung vaginanya dalam proses itu. Kaki Ella yang menggantung gantung, langsung dengan reflek dilingkarkan memeluk pingggangku, untuk meminimalisir tusukan itu. Trus napa? Aku malah menghentak-hentakkan pinggulku dengan kuat, membuat Ella melonjak-lonjak seperti menunggang kuda rodeo. Dengan berteriak-teriak heboh, Ella mengangkat tubuhnya menggunakan dadaku sebagai tumpuan saat terlonjak-lonjak seiring sodokan pinggangku. Sampai aku melihat matanya membalik putih, baru aku melakukan sodokan terakhir dan membiarkannya melejang-lejang sendiri diatas sana

“Aaaaaakkkkkhhhhhhhhh…..” teriaknya sesaat sebelum jatuh limbung kedadaku lagi

“El, kamu gapapa?” tanyaku

“Kontol… Bego….Tolol…. Mang dasar Anjing lu Ton! Dah dibilangin aku masih lemes juga!” jawabnya sambil terengah-engah

“Arrgggghhhhh!” teriakku, Ella menggigit lagi dadaku kuat-kuat

“Aww! Sakit babe!” protesku, aku masih saja membuat posisi kayang yang menyebabkan kali Ella menggelantung lemas di samping pinggangku

“Bodok!” rajuknya

Aku ngikik “Kamu orgasme lagi ya?” godaku

“Iyaa…!” desahnya manja

“Enak gak?” godaku lagi

“Enak… banget….” cengirnya

“Mau lagi ga?” tanyaku

“Lemes… turunin aku dong babe…” pintanya kepadaku yang memang masih berposisi kayang

Aku menekuk tanganku sedikit “El…” panggilku

“Hmm?” jawabnya ogah-ogahan sambil sedikit mengangkat wajahnya untuk menatapku yang tersenyum nyengir sok jahat trus tiba-tiba matanya membeliak “ANTON!” bentaknya

“Paan?” jawabku santai

“Turunin gak!!?” perintahnya, aku nyengir dan menggeleng-gelengkan kepalaku menggodanya

“Ton… Turunin dongg…” pintanya lagi, aku semakin nyengir!

“ANTON! TURUNIN GAK?!!” bentaknya lagi, aku semakin nyengir

“Anton sayang… turunin aku ya? Ya sayang ya? Ntar tak keluarin dimulutku deh, ya sayang?” kali ini Ella sok merayu. Basi tau!

Tapi aku menurunkan sedikit tanganku juga…

Hanya untuk menambah momentum, dan…



HUP!



Aku melenting berdiri

“AWWWW!!” Ella tercekat pendek, sepontan narik rambutku kuat kuat dengan kedua lengannya yang memang masih melingkar di leherku untuk berpegangan. Kini posisi ku berdiri dan Ella tergendong didepan dengan penis yang masih menancap di vaginanya. Kedua tanganku kupakai untuk mensuport pantatnya

“Aww… Sakit, Gilak!... Keknya aku keciprit deh barusan… Ah… Sakittt… Aww…!” keluhnya

“Sakit banget ya?” tanyaku beneran khawatir, aku emang tengil dan sedikit pengen pamer kekuatan, tapi aku beneran takut nyakitin Ella

“Sakit enak” cengirnya “Gilak! Lu bisa dari posisi kayang langsung berdiri?” tanya-nya absurd sambil mengeratkan belitannya ke leherku

“Keren kan? Sambil nggendong kamu lho!” cengirku

“Dasar tukang pamer!”

“Aww… memek-ku… dalem banget beb, titit mu nusuk…. Angkat pantatku dikit dong…” Keluhnya

“Eh, keknya cairanmu ngalir sampe ke pahaku deh El…”

“Ya mungkin, aku orgasme banyak owg!” jawabnya sok lugu “Aww! Memek-ku jangan dicolok pake jari dong beb! Masih sensi nih!” protesnya sambil merajuk dan menepuk pundakku, saat ini Ella masih berada dalam gendonganku, di depan, dengan memek yang masih kecolok penisku

“Sapa yang nyolok? Orang cuman ndulit doang…” jawabku sambil mendekatkan jariku yang berlumuran cairan yang barusan kudulit dari bawah memeknya itu kewajah kami yang memang berdekatan

“Apatuh?”

“Gatau, keknya campuran cairan memekmu sama spermaku deh” jawabku sambil mengendus jariku sendiri

“Iyuh, Jorok!” hardiknya sambil membuat muka jijik

“Cium deh baunya” kataku sambil mendekatkan jari ke hidungnya, Ella mengendusnya juga

“Amis” katanya

Aku menjilat jariku sendiri “Cp…cp…cp…. Asin” ucapku dengan ekspresi chef yang mencicipi makanan. Ella membuat ekspresi semakin jijik “Coba deh…” ujarku sambil menyorongkan jari

“Emoh!” herdiknya, tapi njilat juga dikit, mungkin penasaran dia “Cp…cp…cp… iya, asin” kikiknya. Aku memasukkan seluruh jari itu ke mulutku sendiri

“Iyyuuuuuuhhhhh, Joorokkk!” protesnya “Aww! Dah dibilang jangan colok memek-ku pake jari owg!” protesnya lagi sambil nepuk pundakku kuat-kuat, saat aku kembali mendulitkan jariku ke memeknya dari belakang

“Kagak nyolok, ndulit thok ki lho!” protesku balik “Mau?” tanyaku lagi sambil menyorongkan jari ku yang berlumuran cairan kami ke mulutnya, yang langsung Ella emut gitu aja. Ngomongnya aja jorak-jorok tapi penasaran juga dia keknya

“Hoek! Aneh rasanya, kek yogurt basi!” infonya sambil melet-melet sok jijik

“Aku ga pernah makan yougurt basi, emang Ella pernah?” tanyaku

“Pernah” jawabnya pendek

“Iyuhh! Jorok!” hardikku

“Jorok mana sama makan sperma campur cairan orgasme?!” protesnya bener

“Iya sih” aku nyengir

“Eh, El…”

“Hmm” jawabnya sambil memeluk leherku lagi

“Aku keluarin lagi di dalemmu boleh?” pintaku

“Boleh” jawabnya pendek

“Bener boleh?”

“Iya bener, boleh…”

“Kamu masih kuat?”

“Kuat dong, aku kan petarung-mu beb…” jawabnya yakin, aku nyengir dan melepaskan tanganku dari pantatnya, lalu menggapai tangan Ella yang melingkar di leherku

“Yakin?” tanyaku lagi

“Eh, Anton lu mo ngapain?” Tanyanya kalut saat aku menguatkan genggamanku di lengannya sambil nyegir menatap wajah panik imutnya

“Eh Anton, Ton… Ton… Ton… Ton… Posisnya jangan sambil berdiri dong! Anton! Anton! Anton! Turunin, kita ngewe dibawah aja sambil rebahan…”

“Berdiri aja enak, menantang!”

“Anton ih, memekku geli klo kek gini…”

“Gapapa…” Bujukku. Aku sudah berhasil melepas belitan lengannya dari leherku, sekarang lengan itu kupegang kuat-kuat didepan dadaku yang membuat Ella belingsatan mengetatkan belitan kakinya ke pinggangku

Aku semakin jauh menyorongkan tubuhnya dari tubuhku “Anton! Anton! Anton!... Ton! Jangan please! Anton! Ton! Please… Jangan lepasin tanganku!”

“Engak-engak! Gapercayaan banget sih?”

“Ton… Ton… Ton… Ton… Aw… Awww…Aw… Aww! Jangan digoyang-goyang dong pinggulnya!”

“Lha gimana caranya ngewe kalau gak digoyang!”

“Nyeri bego! Kontolmu nih nusuknya dalem banget! Aww…. Aww…. Aww….! Udah dibilangin jangan digoyang!”

“Lha kan pengaruh gravitasi”

“Makanya pegangin, bego! Nusuk nih! Aww…. Aww…. Geli banget anjing! Udah dong! Aww….! Tolol!”

“Ella…”

“Ya?”

“Jadi ngaceng banget lagi nih, gegara kamu ngomong jorok…” keluhku

“Hilih! Kamunya aja yang ngacengan!”

“Hihihi… iya sih, tapi sumpah, aku baru ngaceng kek gini cuman sama kamu lho!”

“Emangnya kamu pernah sama siapa aja?”

“Sama duang orang doang…”

“Feli?” tebaknya, aku mengganguk “Trus satu lagi?”

“Kamu ga kenal” jawabku jujur

“Anak Undip?” tanyanya lagi, aku menggeleng, gak mungkin juga dong aku ngaku pernah gituan sama mbak yang bantuin kami bersih-bersih di rumah? “Aku denger-denger kamu pernah diperkosa sama mak-mak ya beb?” tanya-nya tengil sambil menaik-naikkan alis, sok ngecengin, aku spontan membeliak! Kaget tau ga? Kok cerita ku…. Dasar Tapir BANGKE! Makiku dalam hati!

“Ella, sayang…” panggilku sok mesra, napa aku tiba-tiba gemes ya? Sialan cewe-cewe ini!

“Ya?”

“Bye!” ucapku tengil sambil melepaskan kedua tangan Ella dari peganganku

“Anton! Brengssee…..KYAAAAAAA!” teriaknya sambil melengkung kebelakang, dengan reflek Ella memakai tangannya untuk menahan kepalanya, sekarang, posisinya seperti kayang dengan pinggang masih melekat ke pinggangku dan kedua kelamin kami masih menyatu

Aku kembali menahan pinggangnya dan menggenjot. Hampir mirip orang kesetanan. Habis, tetiba gemes banget sama geng gokil itu coba? Ella terlontar-lontar dibawah sana. Ah, walaupun aku tadi sempet gemes, tapi aku memang tidak berniat lama lama dalam posisi itu, kasihan Ella juga kan? Padahal yang nyebar-nyebarin rumor itu, aku yakin adalah si Tapir. Makanya aku percepat genjotanku. Dorongan itu hampir saja datang. Hampir… dikit lagi…. Ku genjot semakin kenceng… dikit lagi… dikit lagi…. Semakin kenceng…. Dikit lagi… Dikit lagi… Diikt lagi… Dikit lagi… Dikit lagi… dan…

“Arrrghhhh!” kusemprotkan kembali spermaku ke Rahim wanita imut cengeng namun kuat ini…

Aku meraih kebawah, mendukung punggung Ella, menggendongnya lagi dengan lembut dan membaringkannya hati-hati ke ranjang, lalu mencabut penisku dari vaginanya, trus mulai panik. Ella mengerang lirih dan memejam. Tersengal-senggal, mungkin hampir pingsan. Sial, kayaknya aku terlalu keras… kubelai rambutnya…

“Sorry… Sorry… Sorry… Sorry… Ella maaf… maaf… aku gak bermaksud…” Aku panik, beneran panik deh, aku bener-bener gak pengen nyakitin Ella, tadi tuh… spontan gitu, dan aku benar-benar menyesal

“Eeeeghhh…” Ella mendesis pendek, dan mengelus lenganku yang membelai rambutnya “Gapapa, I’m oke… gapapa… santai aja…” desisnya lagi sambil terengah-engah dan menggenggam lenganku kuat…

“Ella, aku minta maaf, aku bener-bener gak bermaksud nyakitin kamu…”

Ella terangah-engah dan menatapku “Gapapa, aku ga papa, cuman kaget aja… Tapi emang gila lu!.. Big-O lagi…” kekehnya pelan

“El, beneran aku minta maaf, aku gak bermaksud…”

“Gapapa, aku gak papa beneran, Enak kok…. Aku cuman kaget aja…” Cengirnya

“Beneran?” yakinku

“He’eh” Ella mengangguk-angguk sambil senyum dimanis-manisin. Eh, tapi beneran manis beneran kok…

Keheningan sejenak tercipta…

“Eh, Ella… Please beneran tepatin janjimu ya?” mohonku ragu sambil mendesis

“Tentang hidup bahagia itu?” tanya-nya

“Yang satu lagi…” desahku gamang

“Yang mana lagi sih?” tanya-nya sok bingung

“Yang kamu berjanji untuk memperjuangkan dan mempertahankanku kalau nanti aku mencoba berpaling…”

“Hmm…” dengusnya pendek

“Ella ih…” rajukku

“Iya, iya!”

“Ih, ga beneran deh – iya - nya….” Rajukku lagi, Ella hanya tersenyum, menatapku dalam-dalam, membelai pipiku, lalu mencium bibirku. Dan aku membalas ciuman itu se tulus mungkin…



Ya… kelihatannya memang bisa dipastikan deh, hatiku memang telah bercabang…



Oh… Batinku, dalam semusim ini, kelihatannya akan banyak sekali hal yang bakalan terjadi…

---

Dalam semusim ini, kelihatannya akan banyak sekali warna yang bakalan berpusar dan menyelubungi hidupku, seperti Aurora Borealis yang berpendar indah, lalu menghilang, namun meninggalkan kerinduan yang memberikan efek candu…



Berhenti, namun tidak bisa benar-benar berakhir…


End of SEMUSIM | Aurora Borealis Part. 2

To be Conticrot…




Suhu dan Master yang baik hati,
Mohon tetap berikan Komentar, Masukan, Cacian dan Makian nggih...

:ampun::ampun::ampun:
 
Terakhir diubah:
PAYAH

ngomong soal cinta
aku memang payah
menjaga sayap lengkapnya
aku bisa terdiam

aku seperti roti kering
rapuh begitu lemah

aku,memang payah
lidahku tercekat kelu
kepalaku tertunduk kaku

mulutku terkunci gagu
kakiku tertambat gagap

aku,memang pecundang
di hadapmu aku kerdil
menunduk berkutat takut
keringat merayap malu
nafas tersengal rapuh


maafkan aku cintaku



Semarang,18 Maret 2022


thanks to Subes Fran81, semoga selalu di beri kesehatan dan murah rezeki



:haha::stress::bye:
Nice Poem, makasih banyak sist...
Makasih juga udah meluangkan waktu nongkrongin cerita ngawurku :victory:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd