Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Inferno!

Ampoeennn om jay :ampun:

Ini cerita berat bener buat otak ane...

Lanjutkan....
 
nice!
jalinan sequencenya padet euy, masing-masing karakter utuh.. tinggal dibuka pelan-pelan perannya masing-masing.

setelah baca beberapa part nubie jadi keinget sama beberapa referensi; film Stranger Than Fiction, film Kala, sama tone graphic novelnya Frank Miller.

patut dibaca sambil mendengar youtube mix Mogwai, seiring warna gritty-nya :beer:


[video=youtube;ub8J5SSn8DA]https://www.youtube.com/watch?v=ub8J5SSn8DA&list=RDEM7P3sF9ut6IrW-p63WI8VCQ&index=4[/video]
 
Maapin nubie yg lola ini om...
Puyeng jg ternyata...harus baca referensi" yg lain biar paham mksdnya...
Mksh om jayporn yg ngebuat nubie jd excaited buat cr" inpo
 
Idem bos rumput gugur,
Berat ini sodara sodara,,
Tapi tidak meninggalkan unsur keren dan smooth ala om Jay,

Kompor gas om Jay
:jempol:
 
Rectro Verso
Inverno Paradiso
Paradoks Pararel Universe


damn so awesome jay :matabelo:
 
Sora dan Raina berada pada waktu yg berbedakah?

Sora berada pada tahun 60-an sedangkan Raina berada pada tahun 2000-an.. ?

Ehem.. Rumit juga cerita ini dan makin menarik untuk disimak...

Lanjut Suhu Jay....
 
Pusing saya bacanya om jay..hahaha..
Next ah..

apalagi ane gan yg nulis :pusing:
hehehe... tapi ini mah belum apa2 dibanding emaknya Paradiso Inferno yaitu Supernova KPBJ yang ngomongin fisika quantum dan filasafat huhu


Sora dan Raina berada pada waktu yg berbedakah?

Sora berada pada tahun 60-an sedangkan Raina berada pada tahun 2000-an.. ?

Ehem.. Rumit juga cerita ini dan makin menarik untuk disimak...

Lanjut Suhu Jay....
:ngeteh:
ditunggu ya... habis ini ane bakal merluin banyak MP buat nulis lanjutannya :kuat: :senam: :senam2: :banzai:
doain aja biar semakin menarik

Rectro Verso
Inverno Paradiso
Paradoks Pararel Universe


damn so awesome jay :matabelo:
;)

udah ane tulis bahkan sebelum mulai bab pertama inferno

Idem bos rumput gugur,
Berat ini sodara sodara,,
Tapi tidak meninggalkan unsur keren dan smooth ala om Jay,

Kompor gas om Jay
:jempol:
makasih komentarnya gan... doain ja biar bisa namatin inferno yang baru, soalnya sekarang naskahnya udah bener2 beda dari versi 2012

Maapin nubie yg lola ini om...
Puyeng jg ternyata...harus baca referensi" yg lain biar paham mksdnya...
Mksh om jayporn yg ngebuat nubie jd excaited buat cr" inpo
sama-sama gan....

"Kucing Schrodinger" itu bagus buat dibaca2... :beer:

Ampoeennn om jay :ampun:

Ini cerita berat bener buat otak ane...

Lanjutkan....
:beer: makasih buat semangatnya gan rumputgugur...

ditunggu komennya heheh :p

Ini diluar dugaan ane...
Awan nongol disini... :kaget:

Wah.. ceritanya diluar dugaan ane... ini tidak sesederhana "halaman yang disebelahnya"
RectoVerso... :pusing:

Musti diserap pelan pelan yang ini... :ngeteh:
;)
iya gan, musti diserap pelan-pelan (+baca ulang paradiso) paling mantap kalau agan baca paradiso versi softcore di sebelah, biar semua lebih make sense... (promo ane viral banget neh)

Ooohh gitu yah..??
iya gan ;)

nice!
jalinan sequencenya padet euy, masing-masing karakter utuh.. tinggal dibuka pelan-pelan perannya masing-masing.

setelah baca beberapa part nubie jadi keinget sama beberapa referensi; film Stranger Than Fiction, film Kala, sama tone graphic novelnya Frank Miller.

patut dibaca sambil mendengar youtube mix Mogwai, seiring warna gritty-nya :beer:


[video=youtube;ub8J5SSn8DA]https://www.youtube.com/watch?v=ub8J5SSn8DA&list=RDEM7P3sF9ut6IrW-p63WI8VCQ&index=4[/video]

wah ane tersanjung baca komentarnya :suhu:, stelah versi 2012 yang serba gak jelas... berarti tujuan ane nge-remake Inferno biar bisa dinikmati pembaca paling enggak tercapai :suhu:

yup Kala, Sin City, ane nulis ini sambil bayangain dua film itu....
 
ane demen banget kalau ada cerita yang bikin penasaran kayak gini, dimana kita (pembaca) harus dibuat mikir dan baca berulang kali untuk dapetin taste dari ceritanya.. apa lagi kalau dihubung-hubungin dengan cerita-cerita sebelumnya, mau gak mau kita harus baca cerita sebelumnya untuk bisa nyatuin feelnya..

standing applause lah buat om jay... :beer:
 
kan baru baca dari awal ni cerita
kemaren fokus di paradiso
:D
 
Ceritanya bikin otak ane panas omm , alur maju mundur gitu ya om ane mumet sumpah mumet baca nya . Dulu yg versi 2012 juga bikin mumet ,ini juga mumet . Justru ini istimewa nya bang Jay gak ketebak.
Btw om jay cerita yg Nostalgia itu dirilis ulang enggak ??
 
kan baru baca dari awal ni cerita
kemaren fokus di paradiso
:D
yoi, harus mulai dibaca gan inferno-ya
:pandaketawa:

hmmmm butuh brp pot mp tu om jay??? ada yg punya sekarung?
sekarang udah keisi gan mau ane apdet

Ceritanya bikin otak ane panas omm , alur maju mundur gitu ya om ane mumet sumpah mumet baca nya . Dulu yg versi 2012 juga bikin mumet ,ini juga mumet . Justru ini istimewa nya bang Jay gak ketebak.
Btw om jay cerita yg Nostalgia itu dirilis ulang enggak ??
enggak maju mundur sh... cuma beda dunia wkwkw....

Cerita TRJBK NSTLG dirilis di wattpad gan, search aja judulya

ane demen banget kalau ada cerita yang bikin penasaran kayak gini, dimana kita (pembaca) harus dibuat mikir dan baca berulang kali untuk dapetin taste dari ceritanya.. apa lagi kalau dihubung-hubungin dengan cerita-cerita sebelumnya, mau gak mau kita harus baca cerita sebelumnya untuk bisa nyatuin feelnya..

standing applause lah buat om jay... :beer:
bener oom juvon, harus dibaca sama cerita yang satunya ;)
nih mau ane apdet gan... mudah2an aja bisa nemu feelnya :ampun:

makasih udah baca yaah...
 
Keep Calm and Say no to Spoiler

Makin mendekati akhir, saya harap tidak ada yang khilaf spoiler. Please, Enjoy.
 
Raina terjaga dan mendapati tubuhnya terbaring di antara lembaran-lembaran sketsa yang dilukis dalam dua warna. Sepasang matanya mengerjap pelan. Hampa, Raina menatap lengan kirinya yang nyaris mulus. Bekas luka yang memanjang dari siku hingga pergelangan tangan adalah satu-satunya yang merusak karir modelnya. Helaan nafas berat terdengar, makin lama dirinya makin tidak bisa membedakan mana yang mimpi dan mana yang kenyataan. Hingga akhirnya tatapan sang gadis terjatuh di atas tumpukan sketsa: Lembaran hitam putih berisi lukisan seorang pemuda brewok bermata teduh di sebuah warung sate.

“Awan,” bisiknya, nyaris tanpa suara.


Fragmen 7
Vibrasi

Malam yang menua menyisakan setumpuk foto yang baru selesai dicuci-cetak, dikeringkan, dan dimasukkan dalam amplop coklat bersegel lilin. Bak berisi larutan sudah dikuras, dan rolling door yang diturunkan setengah pertanda kedai foto tua itu sudah menuntaskan tugasnya untuk hari ini.

Sang Penangkap Citra duduk tafakur menghadapi lembaran-lembaran hitam putih, cahaya yang diabadikannya ke dalam medium foto. Riwayat yang dijerat dalam leretan gambar-gambar yang seolah bercerita.

Cahaya merah redup yang berasal dari bara rokok kretek menerangi gambar demi gambar yang hanya diambil dalam dua warna. Sepasang mata Awan bergerak merunuti; Pemandangan pasar tradisional yang kumuh, jalanan yang ramai akan pedagang dan pengendara, juga panggangan yang mengepulkan asap tebal di sebuah warung sate.

Senyum kecil membersit ketika lembarannya sampai pada foto seorang gadis berambut pendek yang sedang sibuk menyuap sate gule dengan lahapnya.

“Hujan,” bisik Awan pelan.

Kening Sora mengernyit ketika mendengar nama itu disebut. “Itu tempat yang dulu kita makan itu bukan?”

“Apa? Oh! Yeah... Sort of... bisa dibilang begitu...” jawabnya panik. Lekas-lekas dimasukkannya kembali lembaran foto pada amplopnya yang sudah tersobek.

Oom Jay berdehem keras. Dari balik mesin ketiknya, ia memerintahkan Sora mengecek persediaan larutan fikser dan developer di gudang sebelum pulang. Pemuda berkacamata itu hanya mengangguk patuh, lalu menghilang di ruang belakang.

“Kita ndak bisa begini terus-terusan,” Oom Jay membuka suara, ketika dirasanya Sora tidak bisa lagi mendengar percakapan keduanya.

“Cuma begini caranya.” Awan tersenyum getir. Memandangi foto wanita berambut pendek di tangannya.

“Kalau you memang sayang sama Sora, you harus bisa merelakan itu semua.”

“Justru saya melakukan semua ini karena saya peduli kepada Sora!” tegas Awan.

“Tapi sampai kapan? Bung harus tahu, ndak ada yang abadi. Bahkan dunia ini.”

Kalimat itu terpaksa terhenti ketika gelas kopi di hadapannya bergetar pelan. Oom Jay terdiam sejenak, memandangi langit-langit yang berderak-derak dan etalase yang mengeluarkan suara berderit. Getaran kencang menyusul laksana gelombang tsunami, mengguncangkan seluruh permukaan tanah. Ada sekitar satu menit barangkali. Hingga yang bersisa tinggal hening dan deru hujan yang kembali menderas.

Lampu padam total. Gelap gulita.

“Waktu kita ndak banyak,” desis Oom Jay putus asa.
 
Terakhir diubah:
Fragmen 8
Resonansi

“Para pendengar yang Budiman... bzzzzzt... bzzzzt.... Telah terjadi gempa tektonik berskala 5,9 Skala Richter.... bzzt... yang berpusat di 12 Kilometer dari Laut Selatan... Bzzt... untuk sementara, jumlah korban jiwa belum bisa dipastiken, karena... bzzzzzt.... piiiiiip....

Bssst... Penduduk Diharapken tenang, dan tidak terpicu isyu-isyu yang dapat meperkeruh suasana, termasuk isyu tsunami yang hanya bohong belaka... diulangi cuma bohong belaka...

Ngiiiing.... Yang Mulia Presiden, Pemimpin Besar Revolusi dalam konferensi persnya telah menyataken keadaan darurat nasional... Bzzzt... ”

Oom Jay manggut-manggut mendengar siaran radio yang dinyalakan dengan generator darurat. Gempa berkekuatan tinggi yang menghantam daerah selatan melumpuhkan instalasi listrik, membuat seisi kota gelap gulita. Penduduk yang terhasut isyu tsunami berbondong-bondong mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. Chaos. Penjarahan di mana-mana.

“Oom Jay tidak mengungsi?” Sora bertanya sambil mengenakan mantel tebalnya.

“Mau mengungsi ke mana lagi? Kiamat ya kiamat, ndak ada yang bisa lari dari hari akhir,” jawabnya acuh tak acuh, lalu kembali menyibukkan diri dengan naskahnya. Di sebelahnya sudah berjajar 3 gelas kopi yang bersisa ampas, gelas keempat menyusul dihirupnya, mengalirkan ratusan miligram kafein ke dalam pembuluh darah.

“Ya... tapi kan...”

Oom Jay mengibas risih. “Sora, sebaiknya kamu beristirahat. Selama beberapa hari ke depan, bakalan terjadi banyak hal. Apapun itu, kamu harus siap.”

Sora mengangguk bingung. Isyarat dari sang penulis naskah kepada Awan menandakan bahwa keduanya harus lekas angkat kaki.


= = = = = = = = = = = = = =​


Suasana kota nampak murung. Mendung hitam menggantung seperti tanda kabung. Jalanan dipenuhi ambulans yang berseliweran membawa korban dari Daerah Selatan -distrik terparah yang terkena dampak gempa. Suara sirine meraung-raung, seperti requiem yang mengiringi isak tangis keluarga korban yang menyayat hati.

Sora dan Awan berkendara melewati kota tua yang nampak seperti kota mati, toko-toko tutup, dan jalanan nampak nampak lenggang. Berkali-kali melintas mobil bak terbuka yang dijejali tubuh-tubuh berdarah yang bertumpuk-tumpuk, entah sekarat atau sudah tak bernyawa, namun jelas sekali Sora bisa mencium anyir darah yang menyeruak di udara.

“Mengerikan,” desau Sora. “Pemandangan ini mengingatkan saya pada tragedi bulan Oktober.”

Awan memilih tak menjawab. Dalam gelap pekat, diarahkannya kemudi menembusi tirai hujan yang makin rapat.

Malam sudah hampir tiba pada puncaknya ketika dua sahabat itu tiba di kediaman tua. Hujan turun semakin deras, membuat keduanya melangkah cepat ke dalam rumah peninggalan Belanda yang kini diliputi gulita.

“Obatmu, kamu minum terus, kan?”

“Tidak pernah alpa, tapi...”

“Tapi apa?”

“Penyakit saya sepertinya kambuh lagi.”

Langkah Awan mendadak terhenti. “Oh, ya? Kapan?”

“Beberapa hari yang lalu,” Sora menceritakan pengalaman gaibnya.

Senyum pahit membayang di wajah Awan.

“Awan. Kadang saya tak bisa jelas tahu yang mana mimpi dan yang mana kenyataan. Kadang saya merasa mimpi saya lebih nyata daripada saat saya terjaga. Mungkin kalau tak ada kau, saya sudah dikirim ke sanatorium sejak dulu.”

“10 tahun sudah berlalu. Sampai kapan kau mau terus seperti ini?”

Sora mengangkat bahu. “Entahlah.”

“Aku tak bisa terus-menerus menemanimu...” desis Awan getir.

“Kenapa?”

“Siapa yang bisa memastikan jika kita bisa terus bersama-sama? Cepat atau lambat, kamu harus bisa menjalani semuanya tanpa aku.”

“Andaikata aku bisa memandang dunia seoptimis kau. Seandainya aku bisa menjadi sosok yang benaknya dipenuhi mimpi-mimpi seperti kau,” Sora menghela nafas putus asa, ketika membuka pintu ruang samping.

Awan tersenyum lembut. “You already have, my friend. Hanya saja kau tak pernah menyadari.”
 
Terakhir diubah:
Fragmen 9
Konvergensi

Rumah tua itu kini dibiarkan lenggang. Hampir seluruh penghuninya mengungsi karena termakan isyu tsunami. Beberapa lilin menyala redup, menerangi aula penyimpanan benda pusaka yang porak poranda. Gong besar terjungkal ke lantai ubin. Lemari raksasa berisi puluhan keris ambruk dan menghamburkan pusaka-pusaka yang sudah berusia ratusan tahun. Angin kencang menyerbu masuk dari jendela yang dibiarkan terbuka, mengayunkan gamelan yang terlepas dari temalinya hingga menimbulkan bebunyian ganjil yang merindingkan bulu roma.

Raina duduk di kursi goyang dengan tatapan kosong. Rambutnya terurai di atas gaun tidur putihnya. Cahaya lilin yang berkedip redup menerangi wajahya yang perlahan memucat.

Ada yang ganjil dengan dunia ini, Raina tahu pasti. Hujan yang tak pernah berhenti. Rumah tua yang lebih banyak suwung daripada terisi. Bahkan udara yang dihirupnya kini terasa sama ganjilnya dengan bayangan-bayangan anggota badan tak utuh yang menemaninya sedari tadi.

Dipandanginya satu persatu sosok-sosok hangus yang berdiri tenang di sudut-sudut gelap. Raina mengedarkan pandangan, merunuti satu persatu wajah-wajah penghuni Sunya Ruri. Hingga akhirnya, perlahan ia mulai mengenali, sosok-sosok yang dulunya manusia, namun kini hanya bersisa partikel-partikel metafisis yang melayang tanpa wujud.

“Apa kabar kalian semua?” Senyum dingin terbit di wajah Raina. Seharusnya dirinya berada di antara mereka. Mati. Dan kini Raina mulai menyadari; dirinya adalah anomali -yang tak hidup, tapi juga tidak mati.

Cuping telinganya terangkat. Lagi, di antara puing-puing, Raina mendengar suara langkah kaki dan orang berbicara. Sayup-sayup saja sebenarnya, namun ketika mendengar nada suara itu, dirinya tahu, orang itu ada di sana.


= = = = = = = = = = = = = =​


“Awan, kau sedang melihat apa?” tegur Sora ketika sahabatnya memandang ke arah sudut yang tertutup bayang-bayang. “Awan!” Merasa tak mendapat respon, Sora mengeraskan suara, menyeru untuk kali kedua.

Awan cepat tersenyum. Menyelipkan sebatang rokok di bibirnya yang dirimbuni brewok tebal.

“Tak usah kau melamun,” Sora melengos kesal, “lihat, kost-kostan kita, kacau! Sebaiknya kita lekas berkemas dan ikut mengungsi.”

Kibasan tangan hadir sebagai jawaban. Sora hanya bisa mengangkat bahu, membereskan kamarnya yang berantakan akibat gempa. Beberapa lembar buku sketsa segera masuk ke dalam tas ranselnya, baju, dan persediaan makanan. Hingga akhirnya pemuda itu mengernyitkan dahi, sayup-sayup telinganya menangkap suara percakapan dari luar ruangan.

= = = = = = = = = = = = = =​


“Saya tahu kamu ada di situ!” Raina berkata pada ruang hampa di hadapannya. “Tolong. Kasih saya jawaban...”

Hening panjang. Suara hujan terdengar bersama bunyi gamelan yang ganjil dan makin menakutkan. Angin yang menghembus pelan seperti mengusap wajahnya yang mulai dilelehi airmata. Tangis Raina pecah, ketika sayup-sayup di telinganya membisik sebuah kata dari suara yang amat dikenalnya.

“Hujan....”


= = = = = = = = = = = = = =​


Sora hanya bisa memperhatikan dalam diam. Awan yang berbicara pada kursi goyang kosong saja sudah membuatnya pucat pasi, belum ditambah suara isakan perempuan tak kasat mata yang bergaung memenuhi udara. Hujan menderu deras, dan cahaya kilat menerobos dari kaca jendela menerangi kursi goyang yang perlahan bergerak dan berderit.

Sora memang tidak bisa melihatnya, tapi dengan jelas mendengar, seseorang yang memanggil dari sisi dunia yang satunya....

Tanah yang dipijaknya bergetar... beresonansi....

To Be Continued
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Sheena Raina...
Ah... Hanya ikuti arus sajalah. karna kita tau, di sana, di ujung sana, ada jawaban yang kan memuaskan dahaga.

#episode lagi pusing baca yang bikin pusing :pusing:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd