Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Innocent Facade of a Naughty Girl

Next episode lanjutnya apa ya:


  • Total voters
    44
  • Poll closed .
Update 4 untuk menghibur akhir pekan.
Mohon maaf kalau ada yang kurang berkenan, mohon komentar dan feedback nya ya suhu2.

Mulustrasi Nessa
2783983321bf45eeb618522641300ab5bbdd0adb.jpg


Aku adalah seorang eksibisionis.

Keseharianku semakin dipenuhi kenakalan sejak aku menerima kesadaran itu dan kubiarkan identitasku itu menjadi penuntun setiap langkahku. Di pagi hari, pilihan pakaianku saat ke kampus, semakin lebih menggoda lagi. Pilihan pakaian dalamku kini di dominasi bra strapless dan g-string, bahkan saat aku mengenakan rok yang cukup pendek. Ada suatu perasaan nikmat atas kebebasan yang dirasakan tubuhku, kenikmatan merasa hembusan angin di kulit bagian tubuhku yang seharusnya tertutup pakaianku. Keseharianku dipenuhi pencarian kesempatan untuk ‘tidak sengaja’ memperlihatkan tubuhku ke laki-laki di sekelilingku. Dan di malam hari, aku benamkan waktuku menelusuri duni maya. Pornografi kini menjadi pengisi rutin kesendirianku di apartemenku ini. Sepulang kuliah, aku biasa menyalakan komputerku dan duduk tekun di depan layar, mebaca cerita demi cerita sumber inspirasi kenakalanku. Sesekali, aku mencari-cari foto truth or dare, gambar-gambar ber-genre ENF dimana sang wanita terlihat kemaluan sahat ketelanjangan mereka tertangkap basah oleh kamera.

Perlahan-lahan, visual teresbut mulai tertanamkan di alam bawah sadarku. DIsaat aku di kamar mandi sendirian, tidak jarang aku menempatkan aku di balik lensa kamera-kamera tersebut di dalam bayanganku. Rasa penasaran kian tumbuh. Apa rasanya jika aku membiarkan seseorang mengabadikan ketelanjanganku. Keindahan tubuhku terpapang dalam sebuah gambar yang di upload di dunia maya, untuk selamanya tersebar menjadi bahan kepuasan laki-laki yang tidak kukenal. Merinding aku dibuat oleh imajinasiku sendiri. Beranikah aku untuk memperlihatkan keindahan tubuhku ini? Lamunanku kian berlarut, sembari jemariku yang perlahan memainkan tonjolan tersembunyi dibalik bulu kemaluanku. Sebuah suara erangan bergema di kamar mandiku. Pandanganku tertuju kepada pintu kamar mandiku. Pintu yang menyembunyikan aku dan posisi ku yang sangat terkompromi saat ini. Terbayang aku jika tiba-tiba pintu tersebut terbuka secara mendadak, dan melangkah dari daun pintu tersebut beberapa laki-laki yang memegang kamera dan mengabadikan momenku saat ini. Momen tepat saat kebinalanku membawaku ke sebuah puncak kenikmatan saat jariku mulai masuk ke dalam lubang terintimku dan gerak badanku sudah tidak lagi di bawah kendali akal sehatku. Bagaikan budak kenfasuan, aku tidak mampu menghentikan kedua pahaku melebarkan diri, mempersembahkan bagian terintim tubuhku untuk diabadikan oleh kamera.

Permainanku pada diriku sendiripun semakin menantang. Menyetir di malam hari dalam keadaan setengah telanjang, tak sehelai benangpun menutupi bagian bawah tubuhku sudah menjadi hal yang sangat biasa dan natural buatku. Saat di apartemen sendiri, sering aku menanggalkan seluruh penutup tubuhku, berdiri di balik kaca apartemenku. Perlahan, debar hatiku yang dulu kurasakan mulai menghilang, seiring dengan ketakutanku tertangkap basah yang tidak kurun terjadi. Mulai tidak cukup bagiku untuk memposisikan diriku dalam posisi tersembunyi. Ingin rasanya aku benar-benar memperlihatkan setiap lekuk tubuhku ke laki-laki. Tapi aku selalu ragu. Ketakutanku dan trauma atas kejadian beberapa waktu lalu terus menghambat langkahku.

Suatu saat sepulang kuliah sore, aku kembali ke apartemen lebih cepat. Kecapekanku akibat tugas kuliah yang cukup menumpuk akhir-akhir ini membuatku langsung menghempaskan badanku ke ranjangku ini. Perlahan aku dengarkan kesunyian apartemenku. “Tidak ada orang sepertinya, papa dan mama pasti pergi sampai malam lagi. Ngapain ya enaknya?.” Aku gerakan leherku yang terasa pegal, dalam posisi badanku yang belum berubah berusaha meregangkan otot-otot tegang di leherku. Akupun merogoh ke dalam tas mencari handphoneku. “Mijit enak sih nih..” ujarku ke diriku sendiri di dalam hari. Akupun membuka aplikasi layanan pijat favoritku dan memesan layanan pemijit datang ke rumah. Aku tidak berpikir panjang dan hanya memilih pilihan-pilihan berikutnya, dalam kecapaianku ketidaksabaranku membuatku tidak berhenti memperhatikan berbagai pilihan yang di sediakan dalam aplikasi.

Dalam posisi bermalas-malasan, aku perlahan membuka kemeja tipis satin yang aku kenakan, berniat mengganti baju. Sebuah rasa penasaran terlintas di kepalaku. Aku mengambil handphoneku dan membuka aplikasi kamera. Terlihatlah di layar, seorang gadis rupawan cantik dalam kesepiannya di ranjang putih tak ternoda, dua kancing kemejanya terbuka lebar menyibak dua tonjolan bulat kenyal putih yang terutup sebgaian oleh lacy bra berwarna merahku. Aku tatap wajah gadis di layar handphone ku itu. Wajah seorang gadis lugu, dengan kecantikan alami dari kulit putih merona yang terawat sejak kecil, kehalusan yang hanya bisa didapat karena masa pertumbuhan yang sebagian besar terlindungi dari terik matahari dan hempasan debu di jalan ibukota. Ya, sejak kecil, memang aku lebih banyak menghabiskan waktuku bersama orang tuaku di mall-mall dan di ruangan ber AC. Aku yang di rawat dan di didik untuk tidak banyak bergaul di luar sana, apalagi dengan laki-laki yang tidak kukenal. Sedikit rasa sesal muncul di lubuk hatiku. Sesal bahwa sejak dulu, aku tidak lebih sering membawa keindahan tubuhku ke luar sana, untuk bisa dikagumi oleh laki-laki.

Sesal teresbut perlahan berubah menjadi sebuah ide. Ide yang membawaku beranjak dari tempat tidurku dengan handphone ku yang ku genggam erat di salah satu tanganku. Langkahku membawaku ke sebuah cermin berdiri yang terpampang di dalam kamarku. Akupun mengarahkan kameraku ke cermin tersebut. Dan layak sebuah halusinasi, tanpa aku perintahkan tanganku pun bergerak dengan sendirinya, tubuhku mengikuti aliran irama klik-klik dari kamera yang mulai mengabadikan kenakalanku. Perlahan, tanganku yang satunya lagi melepaskan kancing-ku satu persatu, setiap momen tertangkap dalam kameraku sendiri. Aku tanggalkan kemejaku dan tangku meraih ke belakang, melepaskan kaitan BH ku. Nafasku berhembus bersamaan dengan perasaan bebas di dadaku saat kaitan itu terlepas. Tapi kini kubiarkan BH itu bergelantung dari pundakku. Tanganku merayap menuju resleting celana pendekku. Dan tanpa berhenti mengambil foto, perlahan aku goyangkan pinggulku sambil menarik celanaku, dan dalam beberapa saat akupun melangkah keluar dari gumpalan yang tadinya celana yang menutupi pinggul dan pahaku. Mataku beralih ke bayangan yang menatap balik tatapanku dari balik cermin itu. Sosok sebuah perempuan yang sekilas terlihat lugu dan tulus bagai seorang bidadari. Tubuhnya yang putih mulus tanpa cela tertutupi hanya dengan pakaian dalam yang hampir tanggal. Sosok yang dibalik keluguannya menyembunyikan nafsu birahi yang hampir meluap keluar kendali akal sehat. Tanpa keraguan, tanganku meraih strap pundah BH ku. Aku geser tali tipis itu ke lenganku, dan aku biarkan sehelai kain yang menutupi buah dadaku terjatuh ke lantai, bergabung dengan sisa pakaianku lainnya. Dua buah dada yang dihias dengan puting pink kecoklatan mungil. Kukagumi setiap lekukan dadaku dan pinggulku. Pria mana yang bisa menolak ini, kupikir. Kuabadikan pemandangan itu dengan kamera handphoneku.

Kebinalanku berlanjut saat perlahan kuperhatikan berbagai foto yang sudah kuambil. Ingin rasanya aku berbagai foto tersebut dan kukirim kepada berbagai laki-laki yang aku kenal di hidupku. Menciptakan sebuah skandal. Nessa, putri gadis seorang pengusaha sukses tersebat foto bugilnya. Untungnya aku berhasil menenangkan diriku sendiri. Kuurungkan niat dan ide gila tersebut. Tapi aku terbayang apa rasanya jika benar ada pria yang bisa melihat foto-foto ini, tanpa mengkompromikan keselamatan dan kehormatanku? Akupun mengambil kabel data di handphoneku, dan dalam beberapa saat, memindahkan foto-foto tersebut ke penyimpanan cloud di komputerku. Kubuka salah satu foto itu dan dengan program image editing aku hapuskan wajahku dan sebgaian latar belakang foto itu. Tinggal lah sebuah tubuh wanita yang berpose bertelanjang dada. Bahasa tubuhnya menunjukan kebanggannya atas keindahan tubuhnya. Pandangannya terhenti pada kedua puting kecil mungil berwarna pink. Sejenak, pikirannya kembali kepada perlakuannya di tangan sebuah pria asing di apartemennya sendiri. Seorang buruh, pekerja kasar yang berhasil menjadi laki-laki pertama yang merasakan puting gadis itu dalam dekapan mulutnya. Perasaan menggigil menjalar ke seluruh tubuhku saat teringat rasa sakit bercampur nikmat saat putingku digigit. Sepintas terpikir olehku, apakah jika kejadian tersebut terulang aku akan membiarkan laki-laki itu melanjutkan permainannya? Apakah aku bisa menolak kenikmatan sentuhan laki-laki di dadaku dan putingku lagi jika saatnya tiba?

Pikiran itu kukesampingkan dulu, dan aku putuskan untuk memfokuskan pikiranku ke projek di depan ku saat ini. Menghapus identitas diriku dari foto-foto yang aku ambil. Di tengah keasikanku, bel apartmenku pun tertiba berbunyi. Akupun beranjak dari kursiku menuju pintu, mataku kudekatkan pada lubang mengintip di pintuku. Rasa heran muncul di depanku. Di sana, aku lihat sosok seorang pemuda berseragam jasa pijat yang aku pesan. Akupun bertanya dari balik pintu, “Bisa saya bantu mas?”

Kuperhatikan dia sedikit terkejut mendengar suaraku.

“Ada pesenan pijat atas nama Nessa mba?”, ujarnya.

Celaka, pikirku. Ternyata dalam keterburuanku, aku lupa memilih opsi untuk mengirim pemijat perempuan. Terpikir di benakku untuk membatalkan pesanan ku. Tapi saat kulihat lagi perawakan pemuda itu, sebuah ide nakal muncul di pikiranku. Aku kembali ke komputerku, dan karena tidak ingin melanjutkan pekerjaanku mensensor foto-foto nakal diriku sendiri dari awal, aku atur komputerku dalam aturan ‘sleep’. Dari kamarku ku ambil sebuah handuk yang kulilitkan ke belakang tubuhku.

Aku bukakan pintu apartemenku dan persilahkan pemuda itu masuk. Aku perhatikan perawakannya, dari ujung kepala sampai kaki. Dia terlihat kaget dengan sosok yang menyapanya dari balik pintu. Gadis mungil yang terlihat seperti hanya terbalut handuk, pundak dan lengan putih mulus tanpa cacat yang berkontras dengan penampilannya sendiri yang gelap dan kasar, sebuah pertanda akan hidupnya yang cukup keras. Menyembul sedikit dari ujung handuk itu, belahan dadaku yang karena balutan handuk membuat buah dadaku terlihat semakin besar.

“Yang mau dipijit siapa ya mba?” Tanyanya polos.

“Saya” jawabku.

Dia terlihat semakin kaget lagi. “Oh, salah pesen ya mba? Biasa yang pesan laki kalau laki juga yang mau dipijit mba.”

“Oh, ga kok saya emang gpp kalo laki-laki. Mari masuk mas.”

Dia melangkah dengan ragu ke dalam apartemenku itu. Pandangannya berkeliling mengagumi kemewahan dalam apartemenku dari lantai marmer sampai perabotannya yang semua berkelas.

“Silahkan mas, bisa siap-siap di ruang tamu sini” ujarku sambil menunjuk titik kosong dekat jendela balkon ruang tengah.

Setelah persiapan dia selesai, aku pun berbaring di perutku pada sebuah matras tipis yang sudah dia siapkan. Diapun mengambil posisi di samping kananku. Perlahan dia mengusapkan tangannya dengan lotion beraroma lavender.

“Ijin ya mba, saya pegang dulu”.

“Silahkan mas”.

Dalam hati, aku tersenyum. Lugu dan sopan sekali lelaki ini. Ingin rasanya aku menghadiahi kesopanan tersebut. Namun aku masih mengurungkan niatku. Bagaiamanapun juga, dia seorang laki-laki yang lebih kuat dari aku, dan aku hanyalah seorang gadis penakut yang sedang tidak berdaya, sendiri di rumah, dan bahkan sedang hampir tidak mengenakan pakaian apapun.

Kurasakan sentuhan hangat tangannya di betis ku. Tekanannya pas, dan gerakannya mengikuti aliran otot dan darah betisku. Tak kusadari sebuah erangan kecil keluar dari mulutku, pertanda kenikmatan atas perhatian yang diberikan pria yang tak kukenal ini atas tubuhku. Sepuluh menit dia mengulang gerakannya terus, mengurai dan merilekskan otot-ototku sehingga akupun memejamkan mataku dalam kenikmatan. Wah, hampir tertidur nih aku keenakan. Nanti rencana gagal dong, pikirku. Aku pun mengisyaratkan ke dia, “Mas, tolong naik dikit ya, paha nya juga pegel nih”

“Baik mba, permisi ya.”

Aku rasakan tangannya yang terbalut lotion itu bergerak keatas, ke bagian belakang pahaku. Sentuhannya terasa halus, kulitnya tercampur dengan lotion yang menyembunyikan kekasaran tangannya yang sesungguhnya. Aku semakin terbawa kenikmatan saat jemarinya menemukan berbagai otot-otot yang tidak kusadari ada di situ. Aku biarkan dia bermain disitu beberapa saat, dan kuperhatikan, tangannya tidak pernah bergerak jauh dari bagian belakang pahaku.

“Mas, naikan lagi boleh”.

“Eh, kehalangan handuknya mba. Saya ijin naikin dikit ya”.

“OK”.

Dia singkap sedikit bagian bawah handukku. Aku yakin, bagian bawah bongkahan pantatku yang tidak tertutupi celana dalam kini tersaji bagi dia. Dia melanjutkan gerakan naik turun yang sama di kedua pahaku secara bergantian. Aku berpura-pura tidak menyadari gerakan tangannya yang perlahan semakin bergerak ke atas, menuju pantatku. Akhirnya, aku rasakan ujung jemarinya mengusap pantatku itu. Dia terus bergerak keatas, jarinya sedikit menyelip ke balik handukku sampai akhirnya sepenuhnya pantatku berada dalam jamahan dia. Dia meremas-remas kedua pantatku sambil kurasakan kedua ibu jarinya berusaha mendekati daerah paling intimku. Vaginaku yang hampir tidak pernah disentuh laki-laki, kesucian perawanku disembunyikan hanya dengan sebuah kain tipis berwarna mirip kulitku. Celaka pikirku, aku belum siap untuk dipermainkan sejauh itu.

“Mas, tolong bagian punggung aja ya” Aku berusaha mengalihkan perhatiannya. Dia terhenti sejenak, tentunya merasa sedikit kekecewaan. Tapi, sesuai dugaanku keluguan dan kesopanannya membuat dia menuruti permintaanku. Dia pun merubah posisi duduknya hingga kini berada hampir di samping kepalaku. Aku buka mataku beberapa saat dan aku pun melihat bahwa bukan hanya aku yang menikmati permainan sentuhan ini. Di balik cargo pantsnya aku bisa melihat siluet sebuah tonjolan di antara pahanya. Entah apa yang merasukiku, mungkin karena perasaan bangga aku bisa menggoda lelaki ini, atau karena terbawa nafsu, aku pun berkata: “Mas, dilepas saja handuknya biar gampang”. Aku hampir tidak mempercayai kata-kata yang keluar dari diriku sendiri (dan setelah dipikir-pikir aku rasa dia juga tidak mempercayai keberuntungannya). Seorang gadis cantik dari keluarga kaya, tubuhnya yang terawat sejak kecil, sukarela meminta seorang pekerja dari kelas yang jelas jauh berada di bawahnya untuk melepas satu-satunya pakaian yang menutupi bagian atas tubuhnya. Responnya terasa sedikit lebih cepat kali ini, tentunya mungkin pengaruh nafsu yang mulai terkumpul di dirinya sendiri. Sekejap, handukku sudah terbuka lebar, dan terpampang di hadapannya sebuah punggung yang putih mulus. Dari sisi dia duduk, aku pun yakin dia bisa melihat bongkahan buah dadaku yang tergencet tubuhku sendiri, sehingga seperti meluap ke samping.

Tangannya mulai bergerak melayani kemauan tubuhku. Dari leher dan pundakku, turun mengikuti tulang belakangku sampai ke punggung kecilku. Dia melakukan itu terus menerus selama beberapa saat, kemahiran jarinya membawakan kenikmatan yang menghanyutkan. Mataku pun mulai terpejam dalam kenikmatan. Beberapa menit berlalu sampai akhinya aku merasakan tangannya yang semakin bergerak ke samping saat turun, perlahan mendekat ke sisi buah dadaku. Dasar laki-laki, pikirku. Sesopan atau selugu apapun, melihat perempuan dengan mata terpendam dan kondisi tak berdaya, pasti tidak bisa melawan godaan. Debar jantungku terasa semakin cepat dan akupun sedikit ragu, apakah aku akan membiarkan permainan ini berlanjut. Di satu sisi, aku masih trauma dengan kejadian yang lalu. Di sisi lainnya, aku benar-benar menikmati permainan tangannya, belum lagi ada rasa nafsu yang semakin menggebu dari dalamku. Akupun akhirnya memilih untuk tidak bergerak. Dan benar saja, setelah beberapa kali mengulangi gerakan naik turun, kurasakan ujung jemarinya menyentuh kekenyalan buah dadaku yang menyembul ke samping. Detak jantungku terasa seperti terlewat satu detakan. Tangannya terus menurun sampai ke samping pinggulku, dan perlahan demi perlahan aku rasakan tangannya yang kembali bergerak naik menuju buah dadaku. Kali ini, dia semakin berani. Bukan hanya ujung jarinya, tapi seluruh jarinya kini seperti meremas samping buah dadaku. Ingin gila aku rasanya. Dalam nafsuku, aku bayangkan aku membalikan tubuhku, memperlihatkan bongkahan buah dada yang sekarang tertutup dari pandangannya dan memberi dia akses leluasa untuk memainkan kedua putingku yang sekarang terasa seperti memohon untuk disentuh. Tapi satu-satunya yang berhasil kulakukan adalah mengeluarkan suatu suara mengerang kenikmatan. Terpintas sekilas memori kejadian dengan Fajar, si teknisi internet dan sentuhan bibirnya pada putingku. Tubuhku pun merinding, adrenaline nafsu mulai bercampur di aliran darahku. Di saat yang bersamaan, kedua tangan itu kembali turun lagi dan memberi tekanan nikmat pada kedua dadaku. Badanku menggeliat di bawah kedua tangannya, terlena dalam kenikmatan. Aku merasakan sebuah kehangatan mengalir di antara pahaku. Aku yakin kalau posisi duduknya berbeda dia bisa melihat sebuah titik basah yang semakin melebar menyebar dari arah vaginaku. Khayalanku pun semakin melayang jauh, membayangkan tanganku meraih tonjolan di balik cargo pants nya, menggenggam kejantanan itu di dalam tanganku. Tapi yang berhasil kulakukan di dalam kenyataan, hanyalah terus mengerang dan menggeliat. Tangannya terus mengulangi gerakan yang sama, tapi karena posisi tubuhku yang semakin terangkat, jari nya pun bergerak semakin ke depan sampai aku yakin dia sudah menyentuh ujung aerola pink di sekitar putingku.

Entah apa yang merasukiku, sebuah kalimat terlontar keluar dari mulutku. Rangkaian kata-kata yang membawa permainan ini melalui suatu perubahan drastis. Bukan lagi ini bisa berdalih sebagai suatu kenakalan lugu. Tak bisa disangkal lagi, bahwa aku mendambakan sentuhan dia. Sentuhan laki-laki pada dadaku.

“Ya mas, enak disitu, terus aja”.

Tangannya kini bergerak kembali menuju samping dadaku. Tapi saat tiba, tangan itu tidak terus bergerak ke bawah, melainkan ke depan. Kelembapan lotion kurasakan akhirnya menutupi putingku seiringan dengan jari-jarinya yang sekarang memilin-milin putingku. Sebuah erangan nikmat panjang keluar dari mulutku. Ini enak sekali, pikirku. Aku betul-betul kecanduan atas sentuhan pria pada tubuhku, sadarku. Permainannya pun semakin berani. Kini seluruh tangannya mendekap kedua belah buah dadaku dari belakang, memberi remasan kuat sambil jarinya terus memainkan putingku dan membuatku semakin tak berdaya.

Di tengah itu semua, sebuah kesadaran terbentuk di benakku. Seberapa jauh aku akan memperbolehkan permainan ini berlanjut? Apakah aku bisa mengendalikan diriku, menjaga kesucianku agar tidak direnggut oleh laki-laki yang jauh strata nya dibawahku, apalagi seseorang yang bahkan tidak kukenal. Akhirnya aku buka kedua mataku dan kutatap wajah pemuda ini. Rautnya jelas menunjukan sebuah konflik. Konflik antara hasrat nafsu membara, dan rasa takut dan keraguan karena keluguan nya dalam hal percintaan. Aku pun memutuskan untuk memanfaatkan keluguannya sebagai senjataku. “Makasih mas, udah enakan kok saya. Tolong rapikan ya mas, karena sebentar lagi orang tua saya akan pulang. Sebentar saya ke kamar dulu ambil dompet.” Raut wajahnya langsung berubah, rasa nafsu yang sudah hampir tak terbendung seketika surut digantikan dengan paranoia. Buru-buru aku bangun sambil melilitkan kembali handukku ke sekeliling tubuhku dan melangkah menuju kamarku. Di kamar, aku memeriksa kembali celana ku. Gila, ternyata sudah bukan ada noda titik lagi, hampir seluruh celana dalamku sudah basah total dan membuatnya terlihat hampir transparan. Pikiranku bergejolak membayangkan seberapa banyak sesungguhnya yang pria tak kukenal ini telah lihat, tapi memikirkan hal itu malah membuatku semakin bernafsu. Melihat kondisi celana dalam yang sudah tidak nyaman lagi dipakai, aku putuskan melepas celana dalamku, dan akupun keluar hanya dibalut selembar handuk.

Saat aku sampai di ruang tamu, aku betul-betul terkejut. Sepertinya, saat tukang pijat itu berberes-beres dia tidak sengaja menyenggol komputerku dan membangunkan komputer itu dari mode ‘sleep’. Dia sedang tercengang melihat di layar monitor itu, tampil fotoku yang sedang bertelanjang dada. Akupun sedikit panik, namun aku putuskan untuk tetap memaksakan peran lugu yang aku kenakan sebagai sebuah kedok, entah seberapa bisa dipercaya dengan kondisi sekarang ini, dan berusaha mengeluarkan dia dari apartemenku. “Eh mas, jangan liatin dong jadi malu sorry-sorry, aku lupa matiin komputerku. Sudah selesai beres-beres ya mas, ayo buruan sebentar lagi mamaku sudah mau pulang.” Suaraku menarik dia keluar dari imajinasinya. Buru-buru aku matikan layar komputer saat dia mengumpulkan peralatannya. Aku pun mengawal dia sampai ke pintu apartemenku. Ketika langkahnya melewati batas pintu, aku memberanikan diri untuk melepas sandiwara gadis luguku ini. Toh, kupikir, dia sudah melihat fotoku juga. “Makasih ya mas pijitannya. Sori nih aku lupa bawa uang, tapi tips nya ini saja bagaimana”. Ketika itu juga, aku meraih ke belakangku dan melepas ikatan handukku, membiarkan handuk itu jatuh ke lantai dan memperlihatkan tubuhku yang telanjang dada untuk dikagumi seorang laki-laki yang tidak kukenal ini. Matanya pun langsung melotot, wajahnya terlihat seperti akan kena serangan jantung. Tanganku meraih gagang pintu apartemenku dan perlahan menutup pintu, tanpa berhenti menatap matanya yang tidak beralih sama sekali dari tubuhku. Ketika pintu tertutup dan terkunci, aku mengintip lubang di pintu dan kulihat dia masih berdiri di titik yang sama, tercengang atas apa yang baru saja dia lihat. Akupun sedikit bingung, kan dia sudah lihat juga di foto di komputer, memang aslinya sejauh itu lebih bagus nya? Akupun teringat sesuatu. Perlahan aku gerakan kepalaku ke bawah, dan baru kuingat, bahwa sebelum aku keluar aku telah melepas celana dalamku. Berarti, aku bukan cuma telanjang dada. Aku baru saja menunjukan setiap centi tubuhku tanpa ditutup sehelai benangpun kepada laki-laki yang tidak kukenal. Bagian terintimku dan kemaluanku tertutupi hanya oleh bulu-bulu tipis yang terawat rapi. Di momen itu, kakiku terasa lemas. Rasa horor bercampur aduk dengan suatu kepuasan. Akupun tersungkur di lantai di ruang tamuku sendiri, masih dalam kondisi tidak berbusana. Membayangkan perilakuku kembali, aku yakin aku jadi terlihat sangat binal, menggoda laki-laki yang bahkan namanya aku tidak tahu. Mengingat raut wajahnya yang dengan jelas membuktikan keberhasilanku menggoda dia, tanganku pun menelusuri perutku, ke bawah sampai menemukan clitoris ku.

Di ruang tamuku itu, aku pun bermasturbasi dan mengalami orgasme terhebat yang pernah kurasakan..

—————

Di sisi lain kota Jakarta

—————

Satu hari lagi, hari yang membosankan. Bekerja terus, penuhi panggilan complain. Semua jadi rutinitas tak bermakna. Dengan lesu, aku berjalan menuju meja kerjaku, ke arah sebuah komputer kuno yang menjadi harapanku untuk keluar dari rutinitas ini mewujudkan kehidupan yang lebih baik buat diriku.

Namaku Didi. Sudah beberapa tahun aku bekerja sebagai teknisi internet. Dan sejak beberapa pekan lalu, aku menemukan cara untuk bisa menghasilkan side income. Aku meng-install keylogger di komputer-komputer pelangganku. Harapanku, mendapat informasi login bank sehingga aku bisa tanpa disadari pemilik, sedikit demi sedikit memindahkan uang mereka ke account ku.

Aku periksa hasil keylog kali ini. Kebanyakan hanya berisi URL dan aktifitas social media. Satu log menarik perhatianku, login dan password cloud storage. Mungkin disitu ada informasi password lainnya, kupikir. Aku pun menelusuri mengikuti link ke web cloud itu dan memasukan informasi login yang sama yang aku dapatkan.

Yang kutemukan, betul-betul melebihi hasil yang kuharapkan.

To be continued.
 
Cerita yang mantap hu ditunggu selalu lanjutanya . Lanjut gan :)
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd