RISALAH HATI
Rina sampai di rumah setengah jam kemudian, dia langsung menggendong nanda yang masih menangis tersengal-sengal, nanda mulai tenang dalam dekapan bundanya, rina menidurkan nanda disampingnya, dia membuka payudaranya menyusui nanda.
Nanda menyusu sambil menatap bundanya seolah bertanya, “apakah bunda baik-baik saja,?” rina mengusap rambut putrinya dengan penuh kasih sayang, “kamu ngerasain ketakutan bunda ya sayang...sehingga saat kamu minum air susu bunda, kamu tiba-tiba mengamuk, tenang sayang, bunda tak akan membiarkan papahmu tahu keberadaanmu, tak akan bunda biarkan,”
Setelah nanda tertidur lelap, rina mengganti pakaiannya, dia memutuskan mandi, dia ingin menghilangkan liur frans yang menempel di sekujur lehernya, setelah mandi rina duduk di meja rias, ibunya memanggil rina untuk makan, “ya bu,” rina menjawab singkat.
Malamnya rina duduk di ranjangnya, nanda sudah terlelap sejak tadi, rina membuka amplop yang diberikan frans tadi sore, dalam amplop tersebut ada buku catatan diary milik frans, rina membuka buku tersebut, dalam buku itu frans menulis kisahnya, mulai sejak dia mendapatkan berita mantan mertuanya meninggal hingga perjuangan frans untuk pulih dari kelumpuhan dan kehilangan memorinya.
Hampir setengah jam rina membaca cerita frans tersebut, rina juga melihat foto-foto lokasi kecelakaan frans, saat frans terbaring koma dengan berbagai peralatan di tubuhnya, saat frans berjuang pulih dari kelumpuhannya di london, air mata rina menetes melihat semua itu.
Ada sebuah kotak perhiasan dalam amplop tersebut, rina membukanya, sebuah cincin indah berkilau tersimpan dalam kotak tersebut, rina membaca catatan diary frans yang menyebutkan akan melamar rina, isak tangis rina kembali terdengar, rina merebahkan tubuhnya di kasur, ditutupi wajahnya dengan bantal, tubuhnya bergetar rina terisak hebat, dia merasa bersalah telah menyangka frans meninggalkannya untuk wanita lain, ternyata frans selama ini menderita dan berjuang untuk pulih, “ya TUhan..., maafkan aku mas frans, maafkan aku,” ujar rina di tengah isakannya.
Rina kemudian duduk kembali, disapunya air matanya dengan tangan, “tapi semua sudah terlambat, aku kini sangat mencintai bang andi lebih dari apapun, mungkin andai ku tahu lebih awal....ahhhh kenapa bisa seperti ini,” rina menatap nanda yang terlelap dengan damai.
“Mas frans, aku minta maaf..telah berprasangka buruk padamu, aku juga tau aku pernah sangat mencintaimu, tapi kini aku mencintai bang andi suamiku lebih dari nyawaku sendiri, aku tak punya lagi hati untuk kubagi untukmu mas, maafkan aku mas frans, maafkan aku..” isak rina kembali.
***
2 hari kemudian
Hari ini hari ke empat andi di surabaya, setelah melaksanakan koordinasi dengan beberapa muspida beberapa provinsi di jawa tengah dan jawa timur, kini tim andi sibuk mempersiapkan seminar yang dihadiri oleh beberapa perwakilan perusahaan lokal, termasuk perusahaan endi.
Endi yang duduk dalam ruangan seminar cukup terkejut melihat sosok andi berada ditempat yang sama, dia lalu mengambil hpnya dia menzoom andi dengan kameranya, dia mencoba meyakinkan bahwa itu adalah andi, ternyata benar dugaannya, kembali endi geram mengingat bahwa andi adalah sosok pria yang dicintai istrinya.
Endi membayangkan selama ini niken bermesraan dengan pria itu, walau dia tau niken tak kemana-mana selama ini, namun bayangan di benaknya niken bermesraan dengan pria itu lewat telpon, atau video call lalu mereka saling mempertontonkan alat kelaminnya masing-masing.
Endi yakin dengan prasangkanya, mengingat selama ini niken cukup berani memposting foto vulgarnya di forum dewasa, “jika dengan orang yang tak dikenal saja berani, apalagi dengan orang yang dia cintai, terkutuk mereka berdua,” dada endi berdegup, seiring detak jantungnya yang cepat karena terbawa perasaan dan prasangkanya .
Ingin sekali endi menghampiri andi, bertanya mengapa orang itu menganggu rumah tangganya, atau kalau perlu meninju wajahnya yang sok polos, namun endi tahu, dia disini mewakili perusahaannya, dia tak ingin nama perusahaannya rusak akibat tak bisa mengendalikan emosinya.
Sesusai seminar, endi keluar dari ruangan dengan perasaan kacau, sama sekali dia tak konsentrasi mengikuti seminar tadi, entah apa topik yang dibicarakan pembicara kunci ataupun kesimpulan dari moderator, pikiran endi terpecah dengan prasangka yang bermain di benaknya, padahal dia harus membuat laporan ke kantornya, endi melihat andi berbincang dengan salah satu panitia seminar sebelum masuk ke mobil.
Tak jauh dari tempat andi berbincang dengan stafnya, seseorang dengan menggunakan id card press mengambil beberapa gambar andi, lalu kembali mengambil gambar andi saat menaiki mobilnya, kemudian orang tersebut naik ke motornya dan mengikuti andi.
***
SEMARANG
Niken melihat ke hpnya, sudah 2 hari niken mencoba menelpon paps, namun tak pernah diangkat, dia mencoba chat juga tak pernah dibalas, paps hanya membaca saja, niken berkali kali mengirimkan chat yang panjang yang isinya meminta maaf pada paps, namun semua chat tersebut hanya dibaca tanpa ada balasan dari paps.
Niken tahu sifat suaminya itu, jika sedang marah, maka dia akan mendiamkan niken berhari-hari, niken menyesal memberi tahu paps tentang perasaannya pada pak andi, seharusnya dia diam saja, namun niken juga tak bisa berbohong, jawabannya itu spontan keluar dari mulut niken, kini niken mnyesali ucapannya itu.
Niken meletakkan hpnya kembali, dia hanya bisa bersabar semoga kemarahan paps cepat reda, di letakkannya danar yang tertidur usai menyusu, niken menyetel televisi yang sedang menayangkan berita tentang seminar yang dihadiri oleh paps, tayangan di gambar memperlihatkan suasana seminar, sekilas niken seperti melihat sosok pak andi, “ahh kok jadi semua kaya pak andi, ada ada aja aku ini,” ucap niken dalam hati.
Niken membuka medsosnya, dia melihat status terbaru teman-teman medsosnya, ada status baru dari andi berupa foto bersama dengan beberapa pejabat, “loh berarti tadi aku gak berhalusinasi, memang pak andi sedang disurabaya”, lalu ada notifikasi terbaru, niken membuka status andi terbaru saat berfoto dengan stafnya sebelum seminar dimulai, “nah bener kan apa yang kulihat,” niken tersenyum, dia senang ternyata otaknya masih waras.
***
JAKARTA
Malam itu frans menerima telpon dari woro yang melaporkan pekerjaannya, woro pun mengirimkan foto mobil yang digunakan andi, berikut plat nomornya L 88, woro juga memberitahukan rute yang rutin di lalui andi, yaitu saat andi pulang ke tempat penginapannya yang berjarak kurang lebih 8 km dari kantor panitia pelaksana KTT, yang menjadi basecamp andi bertugas di surabaya.
Kantor tersebut baru saja di resmikan oleh gubernur setempat, sebagai pusat koordinasi para panitia pelaksana KTT termasuk andi, sedangkan untuk akomodasi panpel, pemda setempat mengalokasikan penginapan sementara bagi petugas di sebuah apartemen milik pemda.
Setelah mendapat informasi yang diperlukan, frans menelpon dominggus, mereka berencana bertemu di sebuah kafe di daerah jakarta selatan. Dalam pertemuan itu frans akan mengatur rencananya melenyapkan andi dengan skenario kecelakaan.
Usai bertemu dominggus, dan mengatur semua rencananya, frans meninggalkan kafe tersebut, dia mempercayakan dominggus yang banyak berhutang budi padanya, untuk menjalankan misi tersebut, dan berwanti-wanti agar melaksanakan pekerjaannya dengan sebaik mungkin tanpa ada kesalahan sedikitpun juga, frans memilih dominggus karena dominggus lama disurabaya, dan frans tahu dominggus punya jaringan kuat di surabaya.
Frans sampai di apartemennya lewat tengah malam, dia merasa lelah, akhir-akhir ini kepalanya sering terasa sakit, terkadang rasa sakitnya sungguh luar biasa, frans menganggap, sakit kepalanya ini karena dirinya kurang tidur, biasanya dia mengobati dengan minum obat sakit kepala.
Frans berbaring di kamarnya, sekarang saatnya mulai mengatur strategi baru untuk mendekati rina, dan memastikan rina tak curiga kalau dia dibalik peristiwa yang pasti akan menghancurkan perasaan rina itu, dia mulai menemukan cara, tiba-tiba kembali kepalanya terasa sedikit sakit, “ah sudahlah aku beristirahat saja dulu, besok aku pikirkan lagi,” frans meminum sebutir obat sakit kepala, dan mencoba tidur.
***
BERSAMBUNG