Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Joni (berkah jadi sopir dadakan)

Aku terpukau mendengar dia mendesah, menyebut ibunya. Aku masih belum tahu, apakah itu fantasinya, atau ungkapan kekesalannya.
"Mereka lebih berharga kan buat ibu? Ini kan yang ibu mau?"
Di sini raut wajah Shella berubah. Ada kekesalan di sana. Roman-romannya ngeri juga kalo murka.
"Shella berasa jadi lonte bu... Ah ah ah ah... Jadi lonte yang ngasilin duit buat ibu sama bapak" Aku tekejut mendengar kata vulgar itu diucapkan Shella.
"Bapak seneng kan bu, dapet duit banyak?"
Ada konflik cukup panas sepertinya. Tapi ada yang belum tersambung, menurutku. Kalau sebelumnya, Shella merasa enjoy dengan pernikahannya, mengapa sekarang dia merasa dijadikan lonte?
"Sekalian ya bu, shella umbar tubuh shella. Mumpung ada anak tetangga bu. Masih bocah, pasti penasaran sama tubuh cewek. Ssssshhh...."
Kalau yang ini, aku bisa menebak, kalau Shella sedang berfantasi.
"Aku lonte kan bu? Lonte kan nggak papa, ngumbar jembutnya sama tetangga. Ah ah ah..."
Aku dia bilang bocah? Wah, parah juga fantasinya. Semoga dia tidak meminta dicarikan anak dibawah umur. Bisa kena semprit pak ladu singh.
"Dia penasaran sama jembut shella, bu. Aduh aduh aduh aduh.... Paaaakkk... Shella ngomp...."
Seeerrrr....
"Aaahhh"
Luar biasa. Dia bisa orgasme secepat ini, bahkan hanya dengan semburan air ke selangkangannya. Sepertinya bumil satu ini bakal bolak-balik ngompol.
Aku bergerak keluar dari shower box. Aku jongkok nyaris di depannya. Dari sini, jembutnya mengintip malu-malu. Dia belum tahu aku sudah berpindah posisi. Dia masih memejamkan matanya, menikmati orgasmenya.
"Eh Jon. Kamu ngapain?"
Shella terkejut saat membuka matanya. Reflek, dia menutupi selangkangannya.
"Embak nggak papa?" Aku balik bertanya, dengan gaya bocah polos.
"Tadi Joni liat, embak kaya kesakitan gitu, waktu nyemprot itunya. Emang itunya kenapa, mbak?" Lanjutku.
"He he. Enggak papa, kok. Enggak sakit. Pegel aja. Kan lagi hamil" jawab Shella. Dia menanggapi sandiwaraku. Aku pura-pura bingung. Dari senyumnya, sepertinya dia menikmati sandiwara ini.
"Emang beda ya mbak, itunya orang hamil sama enggak? Bengkak gitu?" Tanyaku. Shella tergelak.
"Kalo kaki, ibunya Joni pernah bengkak, waktu hamil adik Joni" lanjutku.
"Ha ha ha. Ya nggak bengkak juga, Jon. Cuman pengen dipijit. Dibelai-belai, gitu" jawab shella.
"Oh, gitu"
"Ya kaya itumu aja. Kalo lagi ngaceng, kamu apain, coba?"
"Ya diemin aja. Emang harus diapan, mbak?"
"Ha? Ha ha ha ha. Kamu belum pernah ngocok, jon?"
"Ngocok? Kartu remi?"
"Hempf. Ha ha ha, kartu remi. Ya ngocok kontol, lah"
Aku menggelengkan kepala, dengan raut wajah kubuat sepolos mungkin.
"Masa seusia kamu nggak ngerti ngocok? Boong kamu"
"Ya emang buat apaan, mbak? Orang buat jalan aja ngilu, apalagi dikocok. Sakitlah pasti, kalo ditarik naik turun"
"Ha ha ha. Wow. Beneran masih polos, kamu" komentar Shella.
"Kamu pernah liat itunya cewek, belum?"
"Udah"
"Itunya siapa?"
"Ibu"
"Ibu? Kok bisa?"
"Iya. Ibu kan kalo di rumah nggak pernah pake daleman. Bajunya juga cuman daster"
"Terus, kamu intip gitu?"
"Ya enggak, lah"
"Lha kok bisa tahu?"
"Kebukak, mbak. Pas ibu ketiduran di depan tivi. Pas nungguin bapak pulang. Saking pulesnya tidur sampe nggak nyadar tidurnya ngangkang. Mana roknya ketarik lagi, ke atas"
"Woow. Terus, terus?"
"Ya udah. Keliatan deh"
"Jembutnya lebat, nggak?"
"Pol"
"Wuih. Sangean tuh. Apalagi kalo sampe memeknya nggak keliatan"
"Emang memek tuh kaya gimana sih, mbak?"
"Lah, emang kamu nggak nyoba liat dari deket gitu?"
"Enggak. Orang Joni ngaceng. Ya udah, Joni benerin lagi aja, dasternya ibu"
"Ha ha ha ha"
Shella tertawa lepas. Sepertinya dia benar-benar enjoy dengan perannya. Dia menatapku beberapa lama, tapi seperti bukan menatap aku yang sebenarnya, masih sebagai Joni si anak polos.
 
"Mau liat memek?" Tawarnya.
"Mau, mau. Biar nggak dibilang cupu, mbak. Tinggal aku yang belum liat memek"
"Masa? Terus, kalo kamu ngaceng, gimana?"
"Eeem, ya, resiko aku"
"Bener, ya?"
"Iya, mbak"
"Oke. Liat baik-baik, ya!"
Shella mulai mengangkangkan kedua kakinya lebih lebar. Dengan menatapku nakal, dia membuka handuk yang menutupi memeknya.
"Waaaaw"
Aku berpura-pura belum pernah melihat memek. Aku berperan seolah-olah terpukau, sampai-sampai maju mendekat tanpa sadar.
"Ini yang namanya memek" kata Shella, sambil menunjuk bibir memeknya.
"Kalo jembutnya tipis, memeknya gampang keliatan. Makanya harus sempakan" lanjutnya.
"Beneran kaya bibir, ya? Kirain anak-anak pada ngibul"
"Emang temen-temenmu bilang apa, Jon?"
"Itu. Mereka pada bilang, kalo memek itu bentuknya kaya bibir, cuman tegak, nyambung ke silit"
"Ha ha ha. Bener itu"
"Tapi kalo buntet gitu, masukin anunya cowok dari mana, mbak?"
"Oh. Ya kalo gini nggak keliatan, Jon. Posisinya nggak enak"
"Oh. Ngumpet ya, mbak?"
"Ha ha. Iya. Kan bibir memekku tembem. Jadi ketutupan"
"Yaah. Sayang" kataku pura-pura mengeluh.
"Joni pengen liat lubangnya?"
"Mau, mau"
"Jangan bilang-bilang ibu, ya!"
"Beres itu sih"
"Oke. Sekalian aja, aku mandi. Kamu duduk di luar kaca, ya! Entar aku kasih liat"
"Siap" jawabku.
Aku masih jongkok disaat shella beranjak dari kloset duduk. Dia membiarkan handuknya lepas, memamerkan tubuh langsingnya. Bokongnya terlihat montok seiring perutnya yang membuncit. Aku jadi terbawa birahi melihatnya berlenggak-lenggok. Kemarin, bokong itu tidak terlihat jelas dalam keremangan. Sekarang, terlihat jelas bagaimana bulat dan mulusnya bokong itu.
Aku beranjak mendekat saat Shella menoleh padaku. Aku duduk di depan dinding kaca shower box. Shella mulai mengguyur sekujur tubuhnya. Ini pertama kalinya aku melihat cewek mandi, setelah putus dari Santi. Haih, mengapa malah teringat dia?
Shella tersenyum padaku, saat mengambil sabun. Dia menuangkan sabun cair di tangannya ke dadanya. Lalu dia ratakan sampai ke sekujur tokednya. Dengan gerakan erotis, dia ambil sabun cair lagi dan dia ratakan ke kedua tangannya. Dia meratakan sabun di tangan kirinya dengan tangan kanannya. Dia menatapku nakal saat meratakan sabun itu. Seolah dia ingn mengatakan pada si Joni polos ini, gini lho caranya ngocok.
Live show itu masih terus berlangsung. Shella menyabuni tokednya. Aku berlagak terpukau dengan toked kecilnya. Karena dia memamerkannya ke aku. Lanjut dia menyabuni kedua kaki jenjangnya. Sempat juga dia mengucek itilnya. Namun perut buncitnya menghalangi pandanganku.
Aku paling penasaran saat shella menyabuni bokongnya. Dia juga merekahkan apa yang terselip diantaranya. Tapi jarak yang agak jauh, membuat pemandangan itu tak bisa kunikmati sepenuhnya.
Setelah itu dia guyur tubuhnya dengan shower di atas kepala. Seluruh busa yang menutupi tubuhnya luruh perlahan. Bening mengkilap tubuh basahnya diterpa lampu kamar mandi. Dia menatapku dengan tatapan menggoda. Dia mainkan lagi memek basahnya. Tampak sekali dia memamerkan wajah sangenya. Tentu saja aku terangsang melihat godaan yang teramat indah ini. Ingin aku menerkamnya, tapi sepertinya dia menikmati sandiwara ini. Aku teruskan saja kepura-puraanku sebagai si anak polos.
Masih dengan memainkan itilnya, Shella mendekatiku. Dia balik kanan lalu menungging. Dia tempelkan pantatnya di dinding kaca sambil mengangkang. Bibir memeknya terbuka. Tak sampai di situ saja, Shella melebarkan lagi bukaan vaginanya dengan jemarinya. Dan terpampanglah lubang yang kemarin menjadi tempat pembuangan spermaku. Terlihat sempit. Wajar kalau legit.
"Aaahh"
Terdengar dia mendesah. Dia masukkan jari tengahnya ke dalam lubang itu. Karena dia mengintip, akupun memasang wajah polos, yang tidak percaya kalau Shella benar-benar memamerkan lubang buat dimasuki anunya cowok. Dan dia tampak senang melihatku tertegun alias bengong.
"Ah ah ah ah"
Dia semakin bersemangat. Dia kocok lubanglubang vaginanya dengan cepat. Lendir pelumasnya banyak yang meleleh keluar. Dia sibakkan lagi bibir vaginanya lebih lebar. Lubang vaginanya terlihat agak menganga.
"Aaahh"
Dia tusuk lagi. Tak tanggung-tanggung, tiga jari sekaligus dia masukkan bersamaan. Dia kocok dengan cepatnya. Aku pura-pura tergiur. Aku julurkan lidah dan menjilati kaca itu. Shella tergelak. Sedetik kemudian wajahnya kembali sayu, melihatku memiring-miringkan kepalaku, seolah ingin menjilati seluruh kulit vaginanya.
"Iya.... Iya.... Iya.... Jilat... Jilat... Jilat memekku, anak Ida!" Racaunya. Dia masih terus berfantasi.
"Ida ida ida.... Anakmu jilatin memekku ,Daa...."
Aku semakin bersemangat menggodanya dengan gerakan-gerakan kepalaku. Tanganku juga aku tugaskan untuk membuat gerakan meremas.
"Aduh aduh aduh... idaaa... Bokongku diremesin anakmu... Aku muncraaat Daaaaa"
Sruuuttt
"Wow"
Aku kelepasan bicara. Aku terkejut mendapat semprotan tepat di depan wajahku. Shella tampak bergetar. Kedua kakinya tampak seperti melunglai. Bergegas aku bangun dan masuk ke shower box.
"Mbak. Mbak nggak papa?"
 
Terakhir diubah:
Bimabet
"Ida ida ida.... Anakmu jilatin memekku ,Daa...."
Aku semakin bersemangat menggodanya dengan gerakan-gerakan kepalaku. Tanganku juga aku tugaskan untuk membuat gerakan meremas.
"Aduh aduh aduh... idaaa... Bokongku diremesin anakmu... Aku muncraaat Daaaaa"
Sruuuttt
"Wow"
Aku kelepasan bicara. Aku terkejut mendapat semprotan tepat di depan wajahku. Shella tampak bergetar. Kedua kakinya tampak seperti melunglai. Bergegas aku bangun dan masuk ke shower box.
"Mbak. Mbak nggak papa?"
Aku bertanya sambil menahan badannya. Aku papah dia keluar dari kamar mandi. Aku letakkan dia perlahan di ranjangnya. Aku berdiri di sebelah ranjang, masih memerankan Joni si bocah polos. Kubiarkan dia menikmati sisa-sisa orgasmenya.
"Jon?" Panggilnya, setelah beberapa saat.
"Ya mbak. Embak biasa minum obat apa? Kayaknya embak meriang, menggigil gitu, tadi"
"Ha ha" dia tergelak.
"Aku nggak papa, Jon. Makasih ya, udah perhatian"
"Tapi tadi embak menggigil gitu. Apa minum wedang jahe? Mungkin embak kedinginan, kelaman mandi tadi"
"Ha ha ha ha" dia tertawa lagi. Tapi seperti tertawa betulan.
"Jon. Sini!" Pintanya. Dia bangun dari rebahannya.
"Duduk sini!" Dia menepuk kasur di sebelah kirinya. Akupun duduk di sebelahnya.
"Karena kamu anak baik, aku kasih tahu, ya. Aku tadi tuh bukannya sakit atau kedinginan"
"Menggigil gitu, mbak" sahutku. Dia tersenyum lebar.
"Aku orgasme, Jon" bisiknya di telingaku.
"Orgasme? Apa itu?"
"Orgasme itu, kalo buat cowok, keluar pejuh"
"Eemm. Keluar pejuh? Anak-anak juga suka bilang gitu sih. Tapi gimana ngeluarinnya, mbak?"
"Ya dikocok lah, Jon"
"Eeem" aku pura-pura bingung.
"Mau nyoba?"
"Enggak ah. Sakit, mbak"
"Itu karena caramu salah. Kalo caranya bener, nggak akan sakit, Jon. Malah bakal bikin ketagihan. Buktinya, temen-temenmu suka cerita kan?"
"Iya juga, sih"
"Coba aku yang ngocokin. Aku punya pelicin, biar nggak sakit" tawarnya lagi.
"Copot dulu celananya!" Perintahnya sambil beranjak mengambil tasnya.
Dia mengambil sesuatu dari sana. Aku turuti perintahnya. Dengan gerakan malu-malu khas bocah polos, aku turunkan celana kolor yang kupakai.
"Waah. Gede lho kontolmu, Jon" pujinya, sambil menyentuh kontolku.
"Punya temen-temenmu segede ini?" Lanjutnya.
"Eeng, enggak sih"
"Gila, gede lho ini" pujinya lagi. Seolah Joni yang dia bayangkan benar-benar masih anak putih merah.
"Sssttt"
Aku mendesis merasakan sentuhan di kontolku. Pastinya dengan hiperbola.
"Enak, kan? Kalo bener caranya, baru disentuh aja udah enak" komentarnya.
"Aku kasih pelicin dulu ya?" Lanjutnya.
Dia bergeser mendekat padaku, dan mengarahkanku agar menghadapnya. Dia tuangkan gel pelicin ke kulit kontolku. Dia ratakan dengan tangan kirinya. Sempurna sudah gacengku.
"Sini! Duduk sini!" Pinta Shella.
Dia bergeser ke belakang, lalu aku diposisikan duduk di tepi ranjang memunggunginya. Aku duduk dengan gestur takut-takut seperti bocah polos.
"Rileks ya! Biar nikmat dikocoknya" pinta Shella lagi.
Dia bergeser lagi mendekatiku. Dia mengangkangi punggungku, seperti berboncengan motor. Dia memelukku, lalu tangannya kembali menggapai kontolku.
"Ssssttt" aku mendesis merasakan sentuhannya lagi.
"Rileks ya!"
Shella mulai gerakan mengocoknya.
"Ssshhh.... Aaahhh"
Gerakan sliding pelan namun penuh, memberikan kenikmatan tersendiri. Ada rasa geli saat telapak tangan Shella mencapai palkon, dan rasa terbetot saat tangan itu sampai di pangkal kontolku.
"Kalo ngocok, mulai dari pelan. Sambil nonton bokep atau ngebayangin seseorang" kata Shella.
Dia masih tetap menggerakkan tangannya dengan tempo pelan. Biji pelerku dipijat-pijat dengan tangan kirinya. Aku hanya mendesah menikmati gerakan tangannya.
"Biarin kontolnya gatel, gatel, dan dan makin gatel dulu" lanjutnya.
Dia kecup leherku sebelah kanan. Membuatku menggelinjang. Terasa geli, tapi juga merangsang.
"Bayangin hal paling bikin kamu ngaceng, Jon! Biar tambah enak dikocoknya!"
"Heeh

"Siapa yang kamu bayangin?"
"Sssttt.... Eeehhh.... ibukku, mbak" jawabku.
"Woow. Kamu bayangin ibumu ngapain, Jon?"
"Aku lagi ngebayangin dikocok sama ibu, waktu ibu dientod sama bapak. Nungging. Uuuuhhh"
"Wooow... Liar banget fantasimu, Jon. Terusin sayang!"
"Uuuhh"
Shella mulai mengocok dengan kecepatan sedang. Membuatku keenakan. Aku memejamkan mataku. Kubayangkan lek Tika dan lek Vita ikut bersama kita dan ikut memanjakanku. Aku bayangkan, keduanya menawarkan silit mereka untuk aku anal. Sedangkan bu Dian duduk di depanku, menonton setiap kenakalanku.
"Enak, kan?" Tanya Shella, setelah beberapa menit mengocokku.
"I.. iya... Enak banget ternyata" jawabku, memainkan peranan bocah polos.
"Iya. Kalo bener caranya, pasti enak. Orang kontol itu emang buat dikocok. Kalo memek, dicolok"
"Iya, aduh, ssssttt.... Aaaaahhh"
"Coba naik, terus tiduran!" Pintanya.
Kocokan yang mulai aku nikmati itu sekarang terlepas dari kontolku. Akupun mengikuti permintaannya. Dengan gerakan khas bocah polos, aku naik ke atas ranjang sepenuhnya. Akupun berbaring di tengah-tengah kasur.
"Rileks ya!" Pinta Shella, saat memegang kembali kontolku.
"Nggak usah malu kalo mau ndesah! Ngocok emang enaknya sambil ndesah. Sambil ngomong jorok" lanjut shella.
"I... Iya" jawabku.
Shella kembali mengocok kontolku. Dia tersenyum menggoda, saat aku menatap wajahnya. Senyumnya makin lebar saat aku menatap toked dan memeknyaa.
"Aduuhh... mboook.... Aku lagi dikocok, mbok... Ssshhh" racauku sambil merem-merem, mencoba menggoda fetishnya Shella. Aku mengintip sedikit. Kulihat Shella menatapku sayu. Sepertinya birahinya terpantik dengan omonganku.
"Ooohhh... Yang ngocokin aku cantik banget, mbok" lanjutku. Dia tersenyum mendengar pujianku.
"Badannya kecil, mbok. Seksi banget. Jembutnya tipis, tapi tempeknya mbok, uuuhhh" kataku lagi. Shella tampak semakin sayu. Tangan kirinya mulai merayap ke selangkangannya.
"Aku tadi dipamerin tempeknya, mbok. Tembem banget. Ditambah, dia lagi hamil, mbok. Uuuuhhh. Pengen nganceli, mbook"
"Emh"
Shella kelepasan mendesah. Aku pura-pura tidak mendengar suaranya. Dan masih berlagak menikmati kocokannya.
Tit tit tit tit
Ponselnya berdering. Shella sempat menghentikan kocokannya. Dia mengambil ponselnya. Dari senyumnya aku bisa menebak siapa yang menelepon.
"Halo bu"
"Halo mbak Shella. Joni apa masih di situ?"
Walau tak menggunakan pelantang suara, tapi suara bu Ida masih terdengar jelas di telingaku.
"Iya, bu. Masih. Kenapa, bu?"
"Oh. Kirain kemana. Dari tadi kok belum balik. Memangnya belum beres, mbak?"
"Udah, bu" jawab Shella sambil tersenyum. Tangannya kembali menggapai kontolku.
"Ini tadi dia benerin saluran air, terus aku surih dia nunggu. Kan aku kebelet pipis sama mau mandi, aku suruh tunggu dulu di kamar mandi. Klosetnya udah bener, sekalian aja aku cobain showernya. Kalo masih macet, kan orangnya masih ada"
"Tapi udah bener kan, mbak?"
"Udah. Udah mandi juga, aku"
Tangan Shella terus mengocok, sambil dia terus tersenyum genit.
"Terus Joninya ngapain, mbak. Kalo nakal, jewer aja!"
"Enggak kok, bu. Dia nggak nakal. Kenapa harus di jewer?"
"Dia lagi ngapain?"
"Lagi aku kocok, bu" jawab Shella. Dia menggigit bibir bawahnya, pertanda sange.
"Dikocok apanya mbak?"
"Ya kontolnya lah, bu"
"Dia yang minta? Duh nakal itu bocah"
"Enggak kok bu. Dia anak baik, kok. Dia nungguin aku selama mandi. Bahkan waktu aku kebelet ngiclik juga, dia setia nemenin aku. Sampe gaceng pol dia, bu"
"Lah. Mbak shella ngiclik memek di depan anak saya?"
"Iya bu. He he. Abis udah sange banget"
"Ya pantes gaceng"
"Itu dia, bu. Aku kasian liat dia gaceng gitu. Ya udah, aku suruh aja pelorotin celana. Beneran gaceng pol bu. Jadi tersanjung aku, masih bisa bikin bocah sange"
"Ya masih lah, mbak. Sama ibunya aja suka sange, dia"
"Wow. Dasar kontol nakal" komentar shella.
"Kasih pelajaran mbak, biar nggak nakal!" Perintah bu Ida. Shelsemakin sayu mendengar ucapan bu ida.
"Ini, anak ibu lagi aku kasih pelajaran. Lagi aku kocok-kocok enak. Merem melek bu dia"
"Aih, beruntungnya anak ibu" komentar bu Ida.
"Aku mau kasih tahu ama anak ibu, kalo ngocok itu enak banget"
"Iya. Dia belum ngerti soal ngocok mbak. Kalo sange, uring-uringan mulu"
"Oh, ya? Berarti dia harus ngerasain enaknya keluar pejuh, bu"
"Itu dia. Emang harusnya gitu, mbak"
"Berarti boleh ya bu, aku kocok anak ibu sampe keluar pejuhnya?"
"Boleh banget, mbak"
"Aahh... Dia keenakan bu. Ngulet sana, ngulet sini"
"Enak sayang? Enak dikocokin tante?" Tanya shella padaku.
"Heeh" jawabku dengan suara bocah.
"Enak bu, bilangnya" kata Shella pada bu Ida.
"Walah. Beruntung banget dia"
"Coba nungging, Jon!"
"Itu kontol mbak, bukan susu sapi" seru bu Ida seraya tergelak.
"Tapi nyangein tahu bu, ngocok bocah posisi nungging begini. Nih, uuuhh... Keponakanku suka banget dikocok nungging gini. Crotnya bisa masuk botol"
"Aduuh. Jadi kebayang pengen ngocokin dia juga"
"Ha ha ha. Emang sesuatu banget gaya ini, bu"
"Iya. Dulu bapaknya Joni juga suka ibu gituin"
"Sekarang Joni aku pake dulu ya bu? Mau aku bikin dia ngeluarin pejuh bolak-balik"
"Bolak-balik? Pake cara apa aja ngeluarinnya?"
"Sekarang lagi aku kocok. Aku juga pengen ngelacupin dia bu. Pengen liat ekspresinya kaya apa"
"Pasti merem melek"
"Ha ha, itu dia. Pasti nyangein"
"Jangan bilang nanti mau diewekin!"
"Ha ha ha. Kontol anak ibu gede lho bu. Jadi penasaran, pengen ngenakin dia pake memekku. Keenakan nggak dianya"
"Pasti, lah"
"Ha ha ha. Ssttt... Uuuh... Kontolnya, ngundang banget buat memekin dia, bu"
"Ati-ati crot dalem. Masih polos dia, mbak"
"Uuuhh. Aku pake dulu ya bu, anaknya. Dijamin, dia pasti dienakin memekku. Apalagi aku lagi hamil. Bebas crot deh"
"Walah. Untung kok Joni. Kalo aja bapaknya yang aku suruh bantuin mbak Shella, ya alamat nggak pulang"
"Ha ha ha"
"Eh, udah dulu ya" kata bu Ida berbisik.
"Ada pembeli" lanjutnya. Memang, terdengar orang lain baru datang.
"Oke bu. Pinjem anaknya ya"
"Oke"
Tuuut
Sambungan telepon dimatikan dari seberang. Shella langsung beranjak mengangkangi pinggangku.
"Loh, mbak? Udahan nih, main sandiwaranya?" Tanyaku.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd