"Ida ida ida.... Anakmu jilatin memekku ,Daa...."
Aku semakin bersemangat menggodanya dengan gerakan-gerakan kepalaku. Tanganku juga aku tugaskan untuk membuat gerakan meremas.
"Aduh aduh aduh... idaaa... Bokongku diremesin anakmu... Aku muncraaat Daaaaa"
Sruuuttt
"Wow"
Aku kelepasan bicara. Aku terkejut mendapat semprotan tepat di depan wajahku. Shella tampak bergetar. Kedua kakinya tampak seperti melunglai. Bergegas aku bangun dan masuk ke shower box.
"Mbak. Mbak nggak papa?"
Aku bertanya sambil menahan badannya. Aku papah dia keluar dari kamar mandi. Aku letakkan dia perlahan di ranjangnya. Aku berdiri di sebelah ranjang, masih memerankan Joni si bocah polos. Kubiarkan dia menikmati sisa-sisa orgasmenya.
"Jon?" Panggilnya, setelah beberapa saat.
"Ya mbak. Embak biasa minum obat apa? Kayaknya embak meriang, menggigil gitu, tadi"
"Ha ha" dia tergelak.
"Aku nggak papa, Jon. Makasih ya, udah perhatian"
"Tapi tadi embak menggigil gitu. Apa minum wedang jahe? Mungkin embak kedinginan, kelaman mandi tadi"
"Ha ha ha ha" dia tertawa lagi. Tapi seperti tertawa betulan.
"Jon. Sini!" Pintanya. Dia bangun dari rebahannya.
"Duduk sini!" Dia menepuk kasur di sebelah kirinya. Akupun duduk di sebelahnya.
"Karena kamu anak baik, aku kasih tahu, ya. Aku tadi tuh bukannya sakit atau kedinginan"
"Menggigil gitu, mbak" sahutku. Dia tersenyum lebar.
"Aku orgasme, Jon" bisiknya di telingaku.
"Orgasme? Apa itu?"
"Orgasme itu, kalo buat cowok, keluar pejuh"
"Eemm. Keluar pejuh? Anak-anak juga suka bilang gitu sih. Tapi gimana ngeluarinnya, mbak?"
"Ya dikocok lah, Jon"
"Eeem" aku pura-pura bingung.
"Mau nyoba?"
"Enggak ah. Sakit, mbak"
"Itu karena caramu salah. Kalo caranya bener, nggak akan sakit, Jon. Malah bakal bikin ketagihan. Buktinya, temen-temenmu suka cerita kan?"
"Iya juga, sih"
"Coba aku yang ngocokin. Aku punya pelicin, biar nggak sakit" tawarnya lagi.
"Copot dulu celananya!" Perintahnya sambil beranjak mengambil tasnya.
Dia mengambil sesuatu dari sana. Aku turuti perintahnya. Dengan gerakan malu-malu khas bocah polos, aku turunkan celana kolor yang kupakai.
"Waah. Gede lho kontolmu, Jon" pujinya, sambil menyentuh kontolku.
"Punya temen-temenmu segede ini?" Lanjutnya.
"Eeng, enggak sih"
"Gila, gede lho ini" pujinya lagi. Seolah Joni yang dia bayangkan benar-benar masih anak putih merah.
"Sssttt"
Aku mendesis merasakan sentuhan di kontolku. Pastinya dengan hiperbola.
"Enak, kan? Kalo bener caranya, baru disentuh aja udah enak" komentarnya.
"Aku kasih pelicin dulu ya?" Lanjutnya.
Dia bergeser mendekat padaku, dan mengarahkanku agar menghadapnya. Dia tuangkan gel pelicin ke kulit kontolku. Dia ratakan dengan tangan kirinya. Sempurna sudah gacengku.
"Sini! Duduk sini!" Pinta Shella.
Dia bergeser ke belakang, lalu aku diposisikan duduk di tepi ranjang memunggunginya. Aku duduk dengan gestur takut-takut seperti bocah polos.
"Rileks ya! Biar nikmat dikocoknya" pinta Shella lagi.
Dia bergeser lagi mendekatiku. Dia mengangkangi punggungku, seperti berboncengan motor. Dia memelukku, lalu tangannya kembali menggapai kontolku.
"Ssssttt" aku mendesis merasakan sentuhannya lagi.
"Rileks ya!"
Shella mulai gerakan mengocoknya.
"Ssshhh.... Aaahhh"
Gerakan sliding pelan namun penuh, memberikan kenikmatan tersendiri. Ada rasa geli saat telapak tangan Shella mencapai palkon, dan rasa terbetot saat tangan itu sampai di pangkal kontolku.
"Kalo ngocok, mulai dari pelan. Sambil nonton bokep atau ngebayangin seseorang" kata Shella.
Dia masih tetap menggerakkan tangannya dengan tempo pelan. Biji pelerku dipijat-pijat dengan tangan kirinya. Aku hanya mendesah menikmati gerakan tangannya.
"Biarin kontolnya gatel, gatel, dan dan makin gatel dulu" lanjutnya.
Dia kecup leherku sebelah kanan. Membuatku menggelinjang. Terasa geli, tapi juga merangsang.
"Bayangin hal paling bikin kamu ngaceng, Jon! Biar tambah enak dikocoknya!"
"Heeh
"Siapa yang kamu bayangin?"
"Sssttt.... Eeehhh.... ibukku, mbak" jawabku.
"Woow. Kamu bayangin ibumu ngapain, Jon?"
"Aku lagi ngebayangin dikocok sama ibu, waktu ibu dientod sama bapak. Nungging. Uuuuhhh"
"Wooow... Liar banget fantasimu, Jon. Terusin sayang!"
"Uuuhh"
Shella mulai mengocok dengan kecepatan sedang. Membuatku keenakan. Aku memejamkan mataku. Kubayangkan lek Tika dan lek Vita ikut bersama kita dan ikut memanjakanku. Aku bayangkan, keduanya menawarkan silit mereka untuk aku anal. Sedangkan bu Dian duduk di depanku, menonton setiap kenakalanku.
"Enak, kan?" Tanya Shella, setelah beberapa menit mengocokku.
"I.. iya... Enak banget ternyata" jawabku, memainkan peranan bocah polos.
"Iya. Kalo bener caranya, pasti enak. Orang kontol itu emang buat dikocok. Kalo memek, dicolok"
"Iya, aduh, ssssttt.... Aaaaahhh"
"Coba naik, terus tiduran!" Pintanya.
Kocokan yang mulai aku nikmati itu sekarang terlepas dari kontolku. Akupun mengikuti permintaannya. Dengan gerakan khas bocah polos, aku naik ke atas ranjang sepenuhnya. Akupun berbaring di tengah-tengah kasur.
"Rileks ya!" Pinta Shella, saat memegang kembali kontolku.
"Nggak usah malu kalo mau ndesah! Ngocok emang enaknya sambil ndesah. Sambil ngomong jorok" lanjut shella.
"I... Iya" jawabku.
Shella kembali mengocok kontolku. Dia tersenyum menggoda, saat aku menatap wajahnya. Senyumnya makin lebar saat aku menatap toked dan memeknyaa.
"Aduuhh... mboook.... Aku lagi dikocok, mbok... Ssshhh" racauku sambil merem-merem, mencoba menggoda fetishnya Shella. Aku mengintip sedikit. Kulihat Shella menatapku sayu. Sepertinya birahinya terpantik dengan omonganku.
"Ooohhh... Yang ngocokin aku cantik banget, mbok" lanjutku. Dia tersenyum mendengar pujianku.
"Badannya kecil, mbok. Seksi banget. Jembutnya tipis, tapi tempeknya mbok, uuuhhh" kataku lagi. Shella tampak semakin sayu. Tangan kirinya mulai merayap ke selangkangannya.
"Aku tadi dipamerin tempeknya, mbok. Tembem banget. Ditambah, dia lagi hamil, mbok. Uuuuhhh. Pengen nganceli, mbook"
"Emh"
Shella kelepasan mendesah. Aku pura-pura tidak mendengar suaranya. Dan masih berlagak menikmati kocokannya.
Tit tit tit tit
Ponselnya berdering. Shella sempat menghentikan kocokannya. Dia mengambil ponselnya. Dari senyumnya aku bisa menebak siapa yang menelepon.
"Halo bu"
"Halo mbak Shella. Joni apa masih di situ?"
Walau tak menggunakan pelantang suara, tapi suara bu Ida masih terdengar jelas di telingaku.
"Iya, bu. Masih. Kenapa, bu?"
"Oh. Kirain kemana. Dari tadi kok belum balik. Memangnya belum beres, mbak?"
"Udah, bu" jawab Shella sambil tersenyum. Tangannya kembali menggapai kontolku.
"Ini tadi dia benerin saluran air, terus aku surih dia nunggu. Kan aku kebelet pipis sama mau mandi, aku suruh tunggu dulu di kamar mandi. Klosetnya udah bener, sekalian aja aku cobain showernya. Kalo masih macet, kan orangnya masih ada"
"Tapi udah bener kan, mbak?"
"Udah. Udah mandi juga, aku"
Tangan Shella terus mengocok, sambil dia terus tersenyum genit.
"Terus Joninya ngapain, mbak. Kalo nakal, jewer aja!"
"Enggak kok, bu. Dia nggak nakal. Kenapa harus di jewer?"
"Dia lagi ngapain?"
"Lagi aku kocok, bu" jawab Shella. Dia menggigit bibir bawahnya, pertanda sange.
"Dikocok apanya mbak?"
"Ya kontolnya lah, bu"
"Dia yang minta? Duh nakal itu bocah"
"Enggak kok bu. Dia anak baik, kok. Dia nungguin aku selama mandi. Bahkan waktu aku kebelet ngiclik juga, dia setia nemenin aku. Sampe gaceng pol dia, bu"
"Lah. Mbak shella ngiclik memek di depan anak saya?"
"Iya bu. He he. Abis udah sange banget"
"Ya pantes gaceng"
"Itu dia, bu. Aku kasian liat dia gaceng gitu. Ya udah, aku suruh aja pelorotin celana. Beneran gaceng pol bu. Jadi tersanjung aku, masih bisa bikin bocah sange"
"Ya masih lah, mbak. Sama ibunya aja suka sange, dia"
"Wow. Dasar kontol nakal" komentar shella.
"Kasih pelajaran mbak, biar nggak nakal!" Perintah bu Ida. Shelsemakin sayu mendengar ucapan bu ida.
"Ini, anak ibu lagi aku kasih pelajaran. Lagi aku kocok-kocok enak. Merem melek bu dia"
"Aih, beruntungnya anak ibu" komentar bu Ida.
"Aku mau kasih tahu ama anak ibu, kalo ngocok itu enak banget"
"Iya. Dia belum ngerti soal ngocok mbak. Kalo sange, uring-uringan mulu"
"Oh, ya? Berarti dia harus ngerasain enaknya keluar pejuh, bu"
"Itu dia. Emang harusnya gitu, mbak"
"Berarti boleh ya bu, aku kocok anak ibu sampe keluar pejuhnya?"
"Boleh banget, mbak"
"Aahh... Dia keenakan bu. Ngulet sana, ngulet sini"
"Enak sayang? Enak dikocokin tante?" Tanya shella padaku.
"Heeh" jawabku dengan suara bocah.
"Enak bu, bilangnya" kata Shella pada bu Ida.
"Walah. Beruntung banget dia"
"Coba nungging, Jon!"
"Itu kontol mbak, bukan susu sapi" seru bu Ida seraya tergelak.
"Tapi nyangein tahu bu, ngocok bocah posisi nungging begini. Nih, uuuhh... Keponakanku suka banget dikocok nungging gini. Crotnya bisa masuk botol"
"Aduuh. Jadi kebayang pengen ngocokin dia juga"
"Ha ha ha. Emang sesuatu banget gaya ini, bu"
"Iya. Dulu bapaknya Joni juga suka ibu gituin"
"Sekarang Joni aku pake dulu ya bu? Mau aku bikin dia ngeluarin pejuh bolak-balik"
"Bolak-balik? Pake cara apa aja ngeluarinnya?"
"Sekarang lagi aku kocok. Aku juga pengen ngelacupin dia bu. Pengen liat ekspresinya kaya apa"
"Pasti merem melek"
"Ha ha, itu dia. Pasti nyangein"
"Jangan bilang nanti mau diewekin!"
"Ha ha ha. Kontol anak ibu gede lho bu. Jadi penasaran, pengen ngenakin dia pake memekku. Keenakan nggak dianya"
"Pasti, lah"
"Ha ha ha. Ssttt... Uuuh... Kontolnya, ngundang banget buat memekin dia, bu"
"Ati-ati crot dalem. Masih polos dia, mbak"
"Uuuhh. Aku pake dulu ya bu, anaknya. Dijamin, dia pasti dienakin memekku. Apalagi aku lagi hamil. Bebas crot deh"
"Walah. Untung kok Joni. Kalo aja bapaknya yang aku suruh bantuin mbak Shella, ya alamat nggak pulang"
"Ha ha ha"
"Eh, udah dulu ya" kata bu Ida berbisik.
"Ada pembeli" lanjutnya. Memang, terdengar orang lain baru datang.
"Oke bu. Pinjem anaknya ya"
"Oke"
Tuuut
Sambungan telepon dimatikan dari seberang. Shella langsung beranjak mengangkangi pinggangku.
"Loh, mbak? Udahan nih, main sandiwaranya?" Tanyaku.