Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Jurnal Kelam Seorang Istri

Jurnal Kelam Seorang Istri
Bagian 11


Bang Andi agak terlambat pulang ke rumah, memang sebelumnya dia sudah memberitahuku kalau akan pulang terlambat, apalagi pimpinan perusahaan pak Frans tidak ada ditempat, bang Andi sebagai pimpinan pengganti harus menghandle sendirian beberapa urusan yang menyangkut relasi dengan Pemda, apalagi sebentar lagi bulan Agustus akan tiba, sebagaimana kebiasaan masyarakat disini, banyak acara atau kegiatan masyarakat menyambut hari kemerdekaan, sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat, Tentunya instansi bang Andi saat ini tengah disibukan dengan penyusunan anggaran yang akan di sampaikan oleh presiden di sidang umum tanggal 16 agustus.

Setelah mandi dan makan malam, bang Andi langsung naik ke tempat tidur, wajahnya memang terlihat lelah, apalagi besok Sabtu bang Andi harus masuk kerja karena ada rapat antara instansi di balaikota, aku sendiri tadi telah menyiapkan air hangat untuk mandi, dan terlihat bang Andi Memang agak segar setelah mandi, aku sebenarnya masih merasa horni akibat video call tadi pagi dengan pak Frans, namun aku juga merasa bang Andi terlihat sangat lelah, sebentar aja kepalanya menyentuh bantal sudah terdengar dengkurannya, aku menyelimuti tubuhnya dan suhu AC kusetel di angka 22. Aku kemudian keluar kamar untuk menonton televisi.

Kebetulan acara televisi berisi film romantis Hollywood, walau film itu sudah berulang kali ku tonton, namun aku masih bisa baper menonton film itu, setelah film itu usai mataku mulai terasa berat, pak Frans juga tak menghubungiku lagi baik melalui chat atau telpon, aku mengerti dia juga sangat sibuk di Jakarta, meskipun begitu aku merasa sedikit kesal karena aku benar-benar mengharapkan video call dari lelaki itu lagi.

Aku menggeliatkan tubuhku, mataku mulai terasa berat, aku mematikan lampu di ruangan tv, lalu masuk ke kamar, kuletakkan hpku sambil kucharge diatas meja rias, aku kemudian naik ketempat tidur dan menutupi tubuhku dengan selimut, dan setelah itu aku rasanya tak ingat apa-apa lagi.



****​



Paginya, Bang Andi telah berpakaian rapih, dia tak mengenakan Pakaian kerja formil, yang dia kenakan adalah kaos polo dan celana jeans, Bang Andi bilang hanya rapat santai dengan pak wali serta kepala dinas, aku sendiri kembali bangun kesiangan, namun semalam aku sudah menyiapkan sarapan untuk bang Andi, jadi tinggal menghangatkan saja. Sekitar pukul 9 suara klakson mobil terdengar di depan rumah, “ itu mas Yoga bun, ayah berangkat bareng dia, nanti bunda katanya mau ke super indo? Bunda bawa mobil aja.” Mas Yoga adalah staf Bang Andi di kantor.

Aku mengantar bang Andi hingga ke mobil, Yoga juga keluar dari mobil sekedar menyapaku, pemuda itu sangat sopan dan penuh tata Krama, “pareng Bu..” ucap yoga berpamitan padaku, aku hanya tersenyum mengangguk, mobil yang dikendarai Yoga melaju, aku melambaikan tangan hingga mobil itu menghilang di ujung kompleks.

Aku kembali masuk kerumah dan segera mandi, aku memang berencana untuk pergi ke supermarket langganan untuk membeli beberapa bahan makanan yang waktu belanja bulanan lupa aku beli, beberapa menit kemudian aku telah selesai berdnandan dengan rapih, aku kali ini hanya mengenakan celana jeans dengan atasan blus putih, kulihat diriku di cermin, walau usiaku sudah memasuki usia kepala 3 namun soal style aku cukup pede dan gak kalah dengan wanita muda dibawahku, meski hanya mengenakan setelan sederhana seperti ini, rasanya aku cukup banyak mendapat perhatian dari para lelaki di tempat keramaian.

Aku tersenyum-senyum sendiri melihat diriku di cermin, tubuhku terlihat semampai, entahlah sejak projek godaan itu aku seolah menjadi sedikit narsis dan rasanya ingin sekali bisa menonjol di keramaian, hatiku terasa berbunga-bunga apabila setiap orang merasa kagum atau tertarik dengan penampilanku.

Kucabut charge hpku dan kumasukkan hpku ke dalam tas, aku kembali melihat riasan wajahku di cermin, dan mengangguk sendiri saat melihat semua sudah sempurna, lalu kuambil kunci mobil yang tergantung di tempat kunci, aku berencana setelah dari supermarket akan jalan-jalan di sebuah mal, kebetulan alat makeup serta parfumku akan segera habis.



***



Mal Paragon siang itu cukup ramai dengan pengunjung yang rata-rata adalah keluarga muda, setelah sepekan disibukkan kerja dan sekolah, maka di akhir pekan adalah waktu yang tepat untuk bersantai dengan keluarga di Mal, kulihat beberapa restoran cepat saji di penuhi oleh pengunjung, aku masuk kedalam sebuah counter make up terkenal, di sana aku membeli beberapa alat makeup, aku suka belanja di outlet ini karena beauty advisernya cukup profesional dalam memberikan rekomendasi produk yang sesuai, saat dia menawarkan satu set skin care produk terbaru tanpa pikir panjang aku membelinya, seperti yang kubilang akhir-akhir ini aku memang sedikit narsis dan lebih peduli dengan penampilanku, gaya belanjaku juga berubah, dulu aku pasti akan mikir puluhan kali jika ditawarkan produk mahal seperti skincare ini, tapi sekarang aku langsung saja spontan membeli tanpa pikir lagi, eits jangan salah paham ya, Bang Andi sama sekali tak pernah melarangku untuk membeli apapun yang kuinginkan, Cuma aku saja yang dulu suka mikir panjang, kadang aku juga gak habis pikir kenapa aku dulu seperti itu, padahal gaji dan penghasilan Bang Andi lebih dari cukup kalau hanya sekedar beli skincare seperti ini.

Setelah apa yang ingin kubeli telah terpenuhi, aku berjalan-jalan sejenak di Mal, saat sedang berjalan tiba-tiba ada seorang anak kecil menubrukku dari belakang, aku menoleh seorang bocah laki-laki mungkin seusia Akbar meminta maaf padaku, Anak itu terlihat sangat sopan, aku melihat ada sebuah es krim terjatuh berceceran di lantai, aku tersenyum dan jongkok didepannya, aku tiba-tiba teringat dengan Akbar putra tunggalku, “Tuh es krimmu jatuh…yuk tante belikan lagi ya..” ujarku.

“Mboten nopo-nopo bu, saya yang salah..” Anak itu menolak, aku tersenyum dan berdiri, kupegang tangannya dan kuajak dia menuju tempat penjual es krim, dia hanya mengikuti saja, aku memesan satu buah es krim pada penjualnya, lalu kuberikan kepada anak itu, terlihat dia sungkan untuk menerima pemberianku, aku mengambil tangannya dan meletakkan es krim itu di tangannya, dia akhirnya mau menerima pemberianku, tak lama kulihat seorang perempuan yang rasanya seusia denganku menghampiri kami.

“Lohh, kok beli es krimnya lama sekali nang.” Ibu muda itu menganggukan kepala padaku, aku kemudian menjelaskan apa yang terjadi padanya, “Ya Ampun, maaf ya mbak…” ujar ibu itu, aku menggeleng padanya, “Ndak apa kok, namanya anak-anak mbak.”

“Ayo bilang terimakasih sama bulik?” Ucap Ibu itu, anak itu menuruti permintaan ibunya, aku tersenyum dan menjawab “sama-sama ya..”

Ibu muda itu sekali lagi mengucapkan maaf padaku, lalu kemudian kedua ibu anak itu pergi, kulihat seorang pria berdiri menganggukkan kepala padaku, rupanya pria itu adalah ayah si Anak, aku membalas anggukannya, tiba-tiba aku kangen dengan putraku, segera ku ambil hpku dan menghubungi Akbar, namun rupanya Akbar sedang asyik bermain dengan teman-temannya, akhirnya aku malah ngobrol dengan bapak, aku senang mendengar kabar kalau mereka semua sehat-sehat di Jakarta.

Aku kembali berjalan-jalan mengelilingi Mal, kulihat jam tanganku menunjukkan pukul setengah dua belas siang, aku belum merasa lapar, lalu kutelpon bang Andi kali aja dia sudah selesai rapatnya, namun Bang Andi rupanya belum selesai, Bang Andi malah mengatakan mungkin sore baru pulang, aku kemudian meletakkan hpku di tas, tadinya aku ingin menghubungi Pak Frans, sekedar menanyakan kabarnya, namun aku sungkan, sepertinya pak Frans sangat sibuk hingga tak pernah mengirimkan chat apalagi menelponku.

Di depanku rupanya sebuah tempat refleksi, aku membaca berbagai layanan yang tertempel di kaca, rasanya aku baru melihat tempat ini, benar saja, seorang gadis mendekatiku dan memberikan brosur tentang tempat refleksi itu, gadis itu mengatakan kalau tempat ini baru saja launching beberapa hari lalu, dan kini sedang promo untuk semua pelayanan, aku cukup tertarik dan mengikuti gadis itu masuk, tadinya aku mengambil sesi refleksi saja untuk satu jam sebagai percobaan, namun rupanya gadis itu menawarkan pelayanan 2 jam karena sedang promo, satu jam refleksi dan satu jam acupressure atau pijat punggung, akhirnya aku mengambil paket tersebut, saat ditanya apa ingin terapis pria atau wanita, aku menjawab terapis pria, tidak ada maksud apa-apa sih tadinya, aku beranggapan kalau tenaga pria akan lebih maksimal.

Namun rupanya karena aku menggunakan celana jeans yang ketat, aku disarankan untuk mengganti dengan celana pendek selutut yang disediakan oleh tempat itu, aduh aku sedikit bingung, apa aku ganti terapis saja dengan yang perempuan, namun dorongan binalku mengatakan hal sebaliknya, entahlah hatiku sedikit berdesir membayangkan mas-mas terapis akan memijat kakiku yang mulus, aku mengurungkan niatku untuk mengganti terapis, aku mengambil celana yang di berikan lalu menggantinya di tempat ganti. Walau katanya panjang selutut, namun setelah kupakai ternyata panjangnya sedikit diatas lutut, aku melihat penampilanku yang aneh, rambutku tertutup dengan hijab, tapi sekarang aku malah memamerkan setengah kaki indahku tanpa penutup, namun kembali desiran aneh kurasakan, aku lalu keluar dari ruangan ganti, seorang lelaki yang rupanya mas terapis yang akan melayaniku menunjukkan suatu tempat, aku duduk di tempat yang disediakan, tak lama terapisku yang bertubuh tegap berjongkok di depanku, “Maaf bu, di bersihkan dulu ya..”

Aku merasa jengah saat telapak kaki, jari-jari serta pergelangan kakiku di sentuh dan digosok lembut, seumur-umur aku tak pernah diperlakukan seperti ini, dan juga baru aku sadari aku malah tak pernah mendatangi tempat refleksi seperti ini sebelumnya. Setelah selesai kakiku dibersihkan, mas terapis tadi menunjukkan satu tempat yang berupa sofa, aku duduk di sana, kurasakan sofa itu begitu tebal dan empuk. “Bersender saja kak, maaf.” Mas terapis tadi menurunkan sandaran kursi hingga aku sedikit berbaring, dan juga dibagian kaki ada tatakan, hingga sekarang aku benar-benar sedikit berbaring. “Apa sudah terasa nyaman kak? Mau di turunkan lagi.” Tanya mas terapis ramah, aku mengatakan posisi ini sudah cukup nyaman bagiku.

Proses pemijatan mulai berlangsung, aku sedikit nyeri saat telapak kakiku ditekan dengan cukup kuat, apalagi saat jari-jariku di pijat dengan teknik refleksi, rasanya seperti perih dan terbakar, aku meringis dan menyentakkan kakiku secara spontan, “Apa terlalu keras kak?” tanya mas terapis, aku malah menggeleng, walaupun memang cukup sakit di awal, belakangan sakitnya mulai menghilang dan malah sekarang terasa nyaman. “Urat-uratnya cukup tegang kak, apa jarang terapi?” tanya mas terapis, aku mengangguk, “ini pertama kali saya pijat refleksi mas.” Jawabku.

Sambil melakukan pijat, Mas terapis memberikan saran agar aku melakukan refleksi minimal sebulan sekali, katanya banyak manfaat yang bisa didapat, aku merasa apa yang dikatakannya cukup benar, kini kurasakan mas terapis membalurkan lotion di betis mulusku, aku merasa pori-poriku sedikit meremang geli, betisku terasa dingin, namun tak lama aku sedikit terlonjak saat mas terapis itu memijit betisku, duh sakit banget rasanya, rasanya memang urat-urat kakiku merengkel semua, aku memang jarang olahraga juga, “Segini cukup kak?” tanya mas terapis, kali ini aku menggeleng, pijatan di betis yang terlalu kuat rasanya sungguh tak nyaman bagiku. “Jangan terlalu kencang mas.” Jawabku.

Dan benar saja kali ini aku merasakan kekuatannya agak sedikit berkurang, tekanan tenaganya kali ini terasa nyaman, “Ya segitu saja mas..” ujarku, “Baik kak.” Jawabnya. Kini aku mulai menikmati pijatannya, aku merasa pijatannya makin lama makin seperti mengelus daripada memijat, entahlah mungkin mas terapis itu gemas dengan kemulusan betisku, tak ada suara apapun darinya, suara instrumental yang berisi suara gemericik air dan suara burung-burung membuat suasana semakin terasa nyaman, aku memejamkan mata dalam benakku aku seolah berada di sebuah pulau sepi yang indah, tempat refleksi ini sungguh tempat yang nyaman dan cozy.

Tak terasa sudah satu jam berlalu, mas terapis tadi membangunkanku dengan lembut. “Maaf kak, sekarang sesi pijat akupresure, silahkan kaka berbaring telungkup.” Ujarnya, sesaat aku sedikit linglung karena baru saja bangun, namun aku segera menuruti permintaannya, kurapihkan sejenak hijabku dan aku kemudian telungkup, aku tak menyadari kalau celana pendek yang kukenakan agak sedikit tersingkap memamerkan sebagian paha mulusku.

“Saya mulai ya kak, maaf..” Mas terapis mulai melakukan sesi berikutnya, pijatannya adalah menekan punggungku dengan jari-jarinya, duhhh sangat nyaman rasanya, punggungku terasa begitu rileks, “segini cukup kak?” Ujar mas terapis pelan, aku mengangkat jempolku sebagai tanda setuju. Jari-jari mas terapis cukup terampil menekan titik-titik pegalku, sungguh aku ingin menjadwalkan terapi seperti ini setiap bulan, punggungku terasa nikmat seolah letih dan pegalku larut dalam tekanan jari mas terapis itu, “Maaf ya kak..” ujar mas terapis tadi, aku hanya berdehem meresponnya, rupanya kini pantatku sedang ditekan oleh jari-jari mas terapis, duhh kok sepertinya mas terapis itu tahu titik pegal yang kurasakan, sumpah, rasanya nyaman banget, dari tekanan dan perlakuannya, aku rasa mas terapis itu sangat profesional, aku tak merasakan kekurang ajaran di sana, tekanannya sesuai dengan apa yang kumau, aku merasakan nyaman di kedua bongkah pantatku, sama sekali tak ada unsur erotis yang kurasakan, aku gak tahu apa yang dipikirkan di benak mas terapis itu, yang jelas aku merasakan kenyamanan yang diberikan oleh tekanan jari jemarinya.

Sekitar setengah jam kemudian, mas terapis memintaku untuk duduk, dia mengambil posisi di belakangku, kembali dia mengucapkan maaf sebelum menyentuh kepalaku yang tertutup hijab, ehmmm pijatan di kepalaku juga terasa nyaman, rasanya ketegangan syaraf kepalaku mengendur dan membuat aku tambah mengantuk, “apa leher dan pundak kakak juga ingin dipijat, kalau ya, bisa di buka sedikit agar saya bisa membalurkan lotion.” Tanya mas terapis tadi. Aku sejenak termenung, namun kemudian aku berkata “Gak usah mas cukup kepala saja.” Jawabku. “kalau itu sori ya gak bisa mas, nanti aku malah lupa diri hihihi..” ujarku dalam hati.

“Sudah selesai kak, mau minum air putih atau jahe hangat?” Tanya mas terapis tadi, tanpa pikir panjang aku meminta jahe hangat, lalu mas terapis meninggalkan tempat, aku juga mengambil celanaku dan dengan malas aku berjalan ke tempat ganti, setelah pijat rasanya ketegangan urat tubuhku mengendur dan membuatku mengantuk, tak lama aku telah selesai berpakaian kembali seperti semula, mas terapis tadi memberitahukan kalau sudah disediakan secangkir jahe hangat di lobbi, aku mengangguk dan mengucapkan terima kasih, aku juga memberikan sejumlah tips sebagai apresiasi baginya.

Saat aku sudah di mobil, kudengar notifikasi chat masuk, rupanya dari Bang Andi, dia bilang kemungkinan jam 5 sore baru selsai acara rapatnya, aku membalas seperlunya, setelah itu, ada panggilan telepon dari pak Frans.

“Hallo…Pak?” sapaku.

“Lho kok pak lagi..” Protesnya.

“Ehh ya maksudku mas..ada apa mas..tumben baru nelpn sibuk ya..” suaraku seperti gadis-gadis abg yang sedang merajuk.

Terdengar suara tawanya yang khas, “Maaf ya sayang…mas emang sibuk banget jadi gak sempat nelpon, atau chat, oh ya, nanti malam mas sudah sampai solo lagi, besok kita kencan yak, mas tadi sudah minta sekretaris mas kirim pakaian buat kamu dek.., kalau kamu suka besok dipakai ya buat kencan kita, tapi kalau g=kamu gak suka ya gpp..”

“Apaan sih maksudnya mas, kamu kirimin aku pakaian kemana kapan? Aku malah lagi diluar kok.” Tanyaku bingung.

“Nanti 1 jam lagi mas suruh sekretaris kirim pakai gojek aja.” Ujarnya.

“Buat apaan sih, kok kencan? Ihhh kok nekat ngajak istri orang kencan..” tanyaku menggoda.

“Ehmmm soalnya istri orangnya mau sih hehehe, besok ya dek, nanti malam mas telpon lagi, udah dulu ya see youuu..” Mas Frans kemudian menutup telpon, padahal baru saja aku hendak bertanya lagi, tapi aku juga mendengar sepertinya di sana sedang sibuk sekali.

Aku kemudian segera melajukan mobilku menuju rumah, aku begitu penasaran dengan paket yang akan dikirimkan oleh pak Frans, pakaian kaya apa dan juga kencan besok? Apa maksudnya aku sungguh gak ngerti, dan itu semua membuatku tak sabar hendak segera tiba di rumah.



***



Bersambung​
 
Jurnal Kelam Seorang Istri
Bagian 12


Setelah kumasukkan mobil ke dalam garasi, aku tak melihat ada tanda-tanda paket datang, aku menengok ke arah gerbang komplek rumahku, terlihat sepi-sepi saja, “Mungkin sorean kali ya..” Benakku, aku lalu masuk kedalam rumah, kuganti pakaian gamisku dengan pakaian rumah yang santai, aku membuka belanjaanku dan meletakkan barang-barang yang kubeli tadi diatas meja rias, aku merasa tubuhku lebih segar setelah refleksi tadi, aku menggeliatkan tubuhku sambil duduk diatas ranjang, kulihat jam dinding kamar menunjukkan pukul setengah tiga sore, “Hmm sebaiknya aku masak untuk makan sore nanti, tapi enakan mandi dulu kali ya…” aku kemudian berdiri dan melangkah keluar, baru saja kuambil handuk, terdengar suara bel rumahku berbunyi, aku menuju ke ruang tamu, kusingkap sedikit gordyn rumahku, kulihat seorang lelaki berjaket dan berhelm salah satu Ojol berdiri di depan pagar, “Pasti itu paketnya!.” Aku meletakkan handukku di sofa ruang tamu dan segera keluar menemui pak Ojol.

“Bu Rina?” Tanya pak Ojol.

“Benar pak, saya Rina.” Jawabku.

“Ini ada paket bu,” Ujarnya sambil memberikan sebuah goodie bag, “Maaf bu, saya foto dulu.” Lanjutnya, pak Ojol memfoto diriku yang memegang goodie bag tersebut, sebagai bukti bahwa paket telah diterima.

Aku memberinya selembar uang 10 ribu sebagai tips, Pak Ojol terlihat begitu bahagia menerima tips dariku, entah berapa kali dia mengucapkan terima kasih, aku merasa senang melihat pak Ojol tersebut bahagia.

Aku segera masuk ke dalam rumah, kuhempaskan pantatku di sofa ruang tamu, tak sabar rasanya ingin melihat apa yang dikirimkan mas Frans untuk kencan besok. Mataku terbelalak saat kukeluarkan isi dalam godie bag tersebut, aku membentangkan gaun yang diberikan oleh mas Frans, seumur-umur aku belum pernah mengenakan pakaian seperti ini, bahkan saat gadispun rasanya gak pernah, gaun ini berwarna hitam dan panjang, bahannya lembut dan sepertinya melar, aku berdiri menempelkan gaun ini, “Apa muat ditubuhku?” aku merasa gaun ini terlihat kecil, tapi kalau melihat bahannya sepertinya gaun ini akan menyesuaikan dengan bentuk tubuh si pemakai, aku melihat merek gaun ini, kembali aku cukup terkejut ini brand mahal, pantes bahannya sangat nyaman, aku segera menuju kamar sambil membawa gaun itu.

Aku cukup kesulitan untuk menganakan pakaian ini, di belakang gaun ini ada restleting panjang, kubiarkan saja resleting itu terbuka, aku memandang diriku di cermin, aku sejenak terkesima dengan bayangan diriku sendiri, gaun ini begitu ketat membungkus tubuhku, panjang gaun ini sedikit dibawah lutut dan warna hita gaun ini terlihat kontras dengan warna kulitku, gaun ini tak memiliki lengan sehingga lenganku yang mulus terekspos jelas, “Kenapa mas Frans membelikan gaun ini? Bukankah dia tahu kalau aku keluar selalu mengenakan gamis dan hijab, apa tokonya jangan -jangan salah kirim?” Ujarku dalam hati penuh kebingungan, namun terlepas dari itu, aku menyukai gaun ini, bahannya terasa lembut, dan ya ampun, gaun ini sungguh mencetak jelas lekuk tubuhku.

“Apa bayangan di cermin itu beneran aku?” Tak henti-hentinya aku terkesima dengan diriku sendiri, baru aku tau kenapa mas Frans mengirimkan gaun seperti ini, gaun ini membuat pribadi lain dari diriku seolah muncul, rasanya itu sosok aku yang selama ini terkunci rapat dalam palung terdalam diriku, sama seperti hasrat liar yang semakin tumbuh dalam relung jiwaku..ahhh kini di cermin itu seolah muncul sosok wanita penggoda sebenarnya, begitu seirama dengan niat bejat suamiku…

Suara panggilan whatsapp mengejutkanku, segera kuambil hpku yang tergeletak diatas meja rias, aku tersenyum saat membaca nama pemanggilnya, “Halooo..” Sapaku.

“Hallo cantik, apa kirimanku sudah datang?” Tanya Pak Frans.

“Ehmmm, kayaknya belum tuh.” Aku tertawa dalam hati.

“Masa sih? Padahal kata sekretarisku, sudah dikirimkan oleh pihak toko pakai gosend, nanti coba aku tanyakan lagi.” Balas Pak Frans, aku kembali tersenyum-senyum sendiri, entahlah aku sendiri gak tahu kenapa aku begitu senang mendengar suaranya.

“Emang mas kirim apa sih..” Tanyaku terus menggodanya.

“Ya itu gaun yang untuk kamu pakai besok..ehh kayaknya udah datang ya..” Ujar Pak Frans, memang sulit untuk mengelabui pria berpengalaman sepertinya.

“Ihh sok tahu deh…” Balasku, sambil menutup mulutku agar suara tawaku tak terdengar olehnya.

Tiba-tiba pak Frans merubah panggilan ke video, aku diamkan saja sambil mesem-mesem.

“Loh kok gak dijawab sih, aku pengen lihat gaun itu di badan kamu dek, karena aku yakin kamu pasti lagi memakainya kan…” Ujar Pak Frans.

Aku merasa tak bisa lagi menahan tawaku, bahkan dia tahu kalau aku sedang memakai gaun kirimannya, “Ya sori mas, aku memang lagi pakai gaun ini, tapi aku gak mau kasih lihat sekarang, biar mas penasaran hihihi..” Ucapku.

“Hahaha, main rahasia-rahasiaan ya…tapi mas yakin gaun itu cantik dan pas di tubuh kamu…” Ujar Pak Frans, duh suaranya yang berat sungguh terdengar seksi di telingaku.

“Serius mas Frans mau ngajak dinner besok malam? Sekarang aja mas lagi di Jakarta, trus kapan mas baliknya..” Tanyaku polos.

“Hahahahaa…mas gak pernah mengingkari janji yang mas bikin selama ini, dan mas gak mau memulainya dengan kamu, kita lihat aja besok, abis maghrib mas jemput ya..” jawabnya.

Aku termenung, sambil kuangkat bahuku, percakapan kami berakhir saat terdengar suara seseorang mengucapkan sesuatu pada Pak Frans, aku kembali melihat-lihat bayangan diriku sendiri di cermin, kembali aku tersenyum-senyum sendiri, sungguh aku tak pernah merasakan perasaan seperti ini dalam hidupku, bahkan saat usiaku remaja sekalipun, mungkin aku menghabiskan waktu begitu lama dengan pria pendiam yang tak romantis seperti bang Andi, sehingga perlakuan pak Frans sungguh membuatku terbang saat ini.

Aku membuka gaun yang kupakai ini, kugantung di lemariku, aku duduk disisi ranjang, merenungkan semua peristiwa ini, awalnya memang karena aku ingin membantu bang Andi, namun kini aku sadar aku malah yang menginginkan semua ini terjadi, aku benar-benar terbelenggu oleh hasrat atau perasaan erotis pada lelaki lain, kini semua yang akan terjadi adalah demi kebutuhanku sendiri, aku gak tau apa aku jatuh cinta pada Pak Frans, entahlah aku sungguh tak tahu perasaan yang mengguncang seluruh relung sukmaku ini, yang aku tahu, aku sungguh menginginkan pria perkasa itu merengkuhku erat, memuaskan setiap letupan hasrat yang membakarku, ahhhh, ini bukan lagi membantu bang Andi, tapi ini untuk membantu diriku sendiri, bukankah aku berhak untuk menikmati hidupku…apalagi suamiku sendiri yang memintanya.. ahhhhhh kegilaan ini entah dimana kan berujung.



***​


Aku baru saja selesai menyajikan makan malam di meja makan, saat kudengar suara motor berhenti didepan rumah, aku bergegas melihat siapa yang datang melalui gordyn, rupanya Bang Andi baru pulang diantar oleh salah seorang stafnya, aku membuka pintu dan menyambut suamiku, rupanya yang mengantar adalah mas Teguh salah seorang honorer di intansi tempat Bang Andi bekerja.

“Makasih ya Guh, mampir dulu yuk..” Ujar Bang Andi, aku juga ikut menawarkan Mas Teguh untuk mampir.

“Terima kasih bu, pak, nyuwun sewu, saya pulang dulu, lain kali saja, pareng pak, bu..” Teguh memutar motornya dan melaju meninggalkan rumah kami, aku dan Bang Andi juga masuk kedalam rumah.

“Ayah mau makan sekarang? Biar Bunda siapin.” Tanyaku pada Bang Andi.

“Ayah mandi dulu ya bun, abis mandi baru makan, oh ya, tadi sekretaris pak Frans minta alamat rumah ama ayah, apa sudah datang kirimannya?” Bang Andi balas bertanya.

Aku hanya memandang suamiku yang sedang membalas pesan di Hpnya, baru saja aku hendak menjawab, Bang Andi malah menjawab telepon yang masuk, lalu dia menuju keluar untuk berbincang dengan orang yang menelponnya.

Aku mengambil handuk untuk keperluan Mandi Bang Andi, aku juga mengambil pakaian ganti suamiku, tak lama Bang Andi masuk kembali ke dalam rumah, diletakkannya hpnya di meja makan, “Wihh makanannya enak nih, ya Udah ayah mandi dulu ya..” Ujarnya sambil mengambil handuk yang kusediakan, sepertinya Bang Andi lupa dengan pertanyaan mengenai kiriman Pak Frans yang tadi di tanyakannya.

15 menit kemudian Bang Andi telah berganti pakaian, wajahnya terlihat segar, semerbak aroma sabun memancar dari tubuhnya, Bang Andi duduk di meja makan, aku mengambilkan nasi untuknya, berapa saat kemudian Bang Andi terlihat lahap menyantap hidangan yang kusajikan, tidak mewah hidangan yang tersaji, hanya ayam goreng dengan oseng labu dan buncis.

“Kok Bunda gak ikut makan?” Tanyanya, Aku menggeleng dan menjawab nanti saja, sambil makan kami memang terbiasa mengobrol di meja makan, seperti saat ini, Bang Andi menanyakan aktifitasku sepanjang hari ini, bukan bermaksud ingin tahu atau curiga, memang itulah kebiasaan keluarga kami saling bercerita apapun, bahkan hal remeh sekalipun di meja makan.

“Nah ya tuh Bun, mungkin di usahain aja dua minggu atau sebulan sekali menjalani terapi refleksi, enak ya bun.” tanya Bang Andi saat aku bercerita kalau aku tadi siang pergi ke tempat refleksi.

Kami berdua saling bercerita seperti yang selalu kami lakukan, Bang Andi bercerita suasana saat rapat dengan para Muspida, aku sendiri menahan diri untuk tak bercerita soal ajakan Pak Frans, entahlah aku merasa bingung bagaimana cara mengatakan pada suamiku itu.

Setelah makan malam, Bang Andi pergi keluar untuk merokok, aku membereskan piring-piring bekas makan serta mencucinya, saat aku kembali ke ruang tengah, Bang Andi kulihat sedang asik menonton televisi yang menyiarkan siaran langsung sepak bola, aku duduk didekatnya sambil membawakan kopi, “Nih Yah Kopinya.” Ujarku, Bang Andi hanya berdehem karena sedang asyik menyaksikan sepak bola, aku menggaruk kepalaku yang tak gatal, duh gimana cara ngomongnya ya..

“Yah…” Ucapku, kembali hanya deheman yang meresponku, aku kembali memanggilnya, kali ini agak keras, dan ternyata ampuh membuatnya menoleh, “Kenapa Bun?” Tanyanya.

“Hmm tadi pak Frans nelpon…” aku sengaja menggantungkan ucapanku untuk melihat reaksi suamiku itu.

“Oh ya? Tadi dia nelpon ayah juga, dia minta izin untuk ngajak Bunda nemani suatu acara.” Ucap Bang Andi, aku sedikit terkejut mendengar ucapan suamiku.

“Ohh…pak Frans nelpon Ayah?” Tanyaku lagi.

“heh eh, katanya ada gala dinner dengan pengusaha rekanan, apa pak Frans gak ngomong ke Bunda?” tanya Bang Andi sambil menghirup kopinya.

“Ya cerita..” Ujarku membenarkan cerita pak Frans itu, “Ehmm gimana yah? Apa Ayah ngijinin?” Tanyaku gugup.

Bang Andi kini mulai fokus sepenuhnya padaku, dia menatap wajahku lekat-lekat, “Ya terserah bunda saja.” Jawabnya, aku merasa sedikit terenyuh untuk sesaat, bagaimana mungkin seorang suami malah berkata seperti itu, bukankah harusnya dia melarang, tapi apa aku bisa dilarang? Hmmm….

“Ya, bunda pikir ya udahlah gak apa, biar projek ini lancar…gak apa kan yah.” Tanyaku lagi, aku sama sekali tak memberitahu kalau pak Frans mengirimkan pakaian untuk kencan besok

Tiba-tiba Bang Andi berdiri mendekatiku, “Bun…” ucapnya terdengar seperti bisikan saking lirihnya, aku hanya tersenyum sambil menggigit bibir, “Kok mandangnya kaya gitu sih..” Tanyaku lirih, Bang Andi hanya diam, namun kurasakan tubuhnya mulai menghangat, dan sesaat kemudian dengan kasar direngkuhnya tubuhku, dilumatnya bibirku dengan bernapsu, aku hanya mengikuti alunan hasratnya, kubalas lumatan bibirnya, kami berciuman dengan panas, lidah kami saling melilit, Bang Andi sungguh sangat bernapsu saat itu, lidahku sedikit perih saat dihisap kasar mulutnya, kini bibirnya semakin nakal menjelajahi setiap lekuk leher jenjangku, pori-pori kulitku telah tersumbat oleh jalur liurnya, ohhh aku menengadahkan kepalaku, rasa geli dan gatal menyeruak kedalam diriku, aku mendekap erat bahunya, bang Andi semakin agresif, kami berciuman sambil bergerak menuju kamar, Bang Andi membuka pakaianku, setelah atasanku tanggal dengan kasar Bang Andi menarik keluar bongkahan payudaraku yang masih tertutup bra, aku membuka kait Braku sekejap kemudian payudaraku mencuat keluar, Bang Andi segera menghisap putingku yag mulai mengeras, putting berwarna pucat itu terlihat mengerut sebagai respon hisapan mulut bang Andi, horniku semakin meninggi, putingku memang sangat sensitif, seolah tuas dari segala hasratku ada disana, dan perlahan tuas itu membuka sedikit demi sedikit.

Hujan gerimis kudengar di luar rumah, udara semakin dingin di kamar, namun peluh kami bercucuran saat ini, Bang Andi mulai lihay memainkan hasratku, dia kini tak sungkan menjilati vaginaku, bahkan lubang anusku juga tak luput dari sapuan lidahnya, sungguh geli rasanya, setiaop jengkal kulitku tak luput pula dari sapuan lidahku, rasanya kini kulitku semakin lengket oleh liurnya, saat dia sedang sibuk menghisap payudaraku, aku sedikit mendorong bahunya, Bang Andi memperhatikanku dan mengerti apa yang kuinginkan, dia beranjak berbaring disampingku, aku segera bangkit dan duduk, kuikat rambutku kebelakang, lalu aku segera menungging sedikit untuk membuka celana dalamnya, kontol Bang Andi mencuat tegak sempurna, aku meludahi telapak tanganku, kubalurkan liurku itu di sepanjang batangnya, kulihat Bang Andi memejamkan mata sambil mendesis, ku majukan bibirku, kujilati sedikit precum bening di ujung lubang pipisnya, dan itu adalah intro untuk pertunjukkan keahlianku, entahlah aku sendiri bingung kenapa aku menjadi semakin ahli dalam memanjakan kontol Bang Andi, ku jilati batang yang mulai mengeras itu, kumasukkan perlahan kedalam mulutku, kuhisap dalam-dalam, dan Bang Andi agak sedikit menggerakkan pantatnya mencoba memompa kontolnya di mulutku, aku membiarkan saja, sambil kuremas lembut dua buah tonjolan di bawah batangnya, tak lama Bang Andi menarik tubuhku, di dorongnya tubuhku hingga terlentang disampingnya, “Ayah gak tahan bun..” Ujarnya sambil beringsut memposisikan dirinya didepan selangkanganku, dituntunnya kontol itu menuju liang kenikmatannya, aku sedikit merintih karena sedikit terasa perih saat kontol itu perlahan memasuki diriku, aku membuka kedua pahaku lebar-lebar, kontol suamiku kini telah amblas sepenuhnya di dalam vaginaku, Bang Andi mulai memompa kontolnya ke dalam vaginaku, aku memejamkan mata gesekan batang kontol bang Andi seolah membelai klitorisku, rasa nikmat semakin intens kurasakan, namun pompaan kontol itu sering terhenti, aku mengintip sedikit tampak jelas Bang Andi menahan ejakulasinya, aku kembali memejamkan mata, dan tiba-tiba imajinasiku melayang pada pak Frans, dalam pejaman mata, aku seolah melihat yang sedang menggenjotku adalah pria gagah dengan tubuh dipenuhi rambut sedang memelukku sambil memompa kontolnya keluar masuk memekku, ahhh horniku semakin menjadi, syahwatku semakin menggelora, setiap tusukan kontol itu membuat rasa gatalku seolah tergaruk nikmat, perlahan dorongan puncak birahiku semakin meningkat, aku mengerang dan mengejang nikmat saat orgasmeku meledak tiba-tiba, aku gemetar tak karuan, kuremas lengan Bang Andi saat gejolak orgasmeku tiba, mataku sedikit terbuka, kulihat samar Senyum Bang Andi mengembang, duhh aku merasa bersalah saat itu, Maafkan aku….



***

Bersambung
 
Double update ya, sebagai pengganti lamanya tak posting...see you again di episode baru selanjutnya...
 
jos akhirnya ada update lagi, thank you for the double update-nya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd