Jurnal Kelam Seorang Istri
Bagian 12
Setelah kumasukkan mobil ke dalam garasi, aku tak melihat ada tanda-tanda paket datang, aku menengok ke arah gerbang komplek rumahku, terlihat sepi-sepi saja, “Mungkin sorean kali ya..” Benakku, aku lalu masuk kedalam rumah, kuganti pakaian gamisku dengan pakaian rumah yang santai, aku membuka belanjaanku dan meletakkan barang-barang yang kubeli tadi diatas meja rias, aku merasa tubuhku lebih segar setelah refleksi tadi, aku menggeliatkan tubuhku sambil duduk diatas ranjang, kulihat jam dinding kamar menunjukkan pukul setengah tiga sore, “Hmm sebaiknya aku masak untuk makan sore nanti, tapi enakan mandi dulu kali ya…” aku kemudian berdiri dan melangkah keluar, baru saja kuambil handuk, terdengar suara bel rumahku berbunyi, aku menuju ke ruang tamu, kusingkap sedikit gordyn rumahku, kulihat seorang lelaki berjaket dan berhelm salah satu Ojol berdiri di depan pagar, “Pasti itu paketnya!.” Aku meletakkan handukku di sofa ruang tamu dan segera keluar menemui pak Ojol.
“Bu Rina?” Tanya pak Ojol.
“Benar pak, saya Rina.” Jawabku.
“Ini ada paket bu,” Ujarnya sambil memberikan sebuah goodie bag, “Maaf bu, saya foto dulu.” Lanjutnya, pak Ojol memfoto diriku yang memegang goodie bag tersebut, sebagai bukti bahwa paket telah diterima.
Aku memberinya selembar uang 10 ribu sebagai tips, Pak Ojol terlihat begitu bahagia menerima tips dariku, entah berapa kali dia mengucapkan terima kasih, aku merasa senang melihat pak Ojol tersebut bahagia.
Aku segera masuk ke dalam rumah, kuhempaskan pantatku di sofa ruang tamu, tak sabar rasanya ingin melihat apa yang dikirimkan mas Frans untuk kencan besok. Mataku terbelalak saat kukeluarkan isi dalam godie bag tersebut, aku membentangkan gaun yang diberikan oleh mas Frans, seumur-umur aku belum pernah mengenakan pakaian seperti ini, bahkan saat gadispun rasanya gak pernah, gaun ini berwarna hitam dan panjang, bahannya lembut dan sepertinya melar, aku berdiri menempelkan gaun ini, “Apa muat ditubuhku?” aku merasa gaun ini terlihat kecil, tapi kalau melihat bahannya sepertinya gaun ini akan menyesuaikan dengan bentuk tubuh si pemakai, aku melihat merek gaun ini, kembali aku cukup terkejut ini brand mahal, pantes bahannya sangat nyaman, aku segera menuju kamar sambil membawa gaun itu.
Aku cukup kesulitan untuk menganakan pakaian ini, di belakang gaun ini ada restleting panjang, kubiarkan saja resleting itu terbuka, aku memandang diriku di cermin, aku sejenak terkesima dengan bayangan diriku sendiri, gaun ini begitu ketat membungkus tubuhku, panjang gaun ini sedikit dibawah lutut dan warna hita gaun ini terlihat kontras dengan warna kulitku, gaun ini tak memiliki lengan sehingga lenganku yang mulus terekspos jelas, “Kenapa mas Frans membelikan gaun ini? Bukankah dia tahu kalau aku keluar selalu mengenakan gamis dan hijab, apa tokonya jangan -jangan salah kirim?” Ujarku dalam hati penuh kebingungan, namun terlepas dari itu, aku menyukai gaun ini, bahannya terasa lembut, dan ya ampun, gaun ini sungguh mencetak jelas lekuk tubuhku.
“Apa bayangan di cermin itu beneran aku?” Tak henti-hentinya aku terkesima dengan diriku sendiri, baru aku tau kenapa mas Frans mengirimkan gaun seperti ini, gaun ini membuat pribadi lain dari diriku seolah muncul, rasanya itu sosok aku yang selama ini terkunci rapat dalam palung terdalam diriku, sama seperti hasrat liar yang semakin tumbuh dalam relung jiwaku..ahhh kini di cermin itu seolah muncul sosok wanita penggoda sebenarnya, begitu seirama dengan niat bejat suamiku…
Suara panggilan whatsapp mengejutkanku, segera kuambil hpku yang tergeletak diatas meja rias, aku tersenyum saat membaca nama pemanggilnya, “Halooo..” Sapaku.
“Hallo cantik, apa kirimanku sudah datang?” Tanya Pak Frans.
“Ehmmm, kayaknya belum tuh.” Aku tertawa dalam hati.
“Masa sih? Padahal kata sekretarisku, sudah dikirimkan oleh pihak toko pakai gosend, nanti coba aku tanyakan lagi.” Balas Pak Frans, aku kembali tersenyum-senyum sendiri, entahlah aku sendiri gak tahu kenapa aku begitu senang mendengar suaranya.
“Emang mas kirim apa sih..” Tanyaku terus menggodanya.
“Ya itu gaun yang untuk kamu pakai besok..ehh kayaknya udah datang ya..” Ujar Pak Frans, memang sulit untuk mengelabui pria berpengalaman sepertinya.
“Ihh sok tahu deh…” Balasku, sambil menutup mulutku agar suara tawaku tak terdengar olehnya.
Tiba-tiba pak Frans merubah panggilan ke video, aku diamkan saja sambil mesem-mesem.
“Loh kok gak dijawab sih, aku pengen lihat gaun itu di badan kamu dek, karena aku yakin kamu pasti lagi memakainya kan…” Ujar Pak Frans.
Aku merasa tak bisa lagi menahan tawaku, bahkan dia tahu kalau aku sedang memakai gaun kirimannya, “Ya sori mas, aku memang lagi pakai gaun ini, tapi aku gak mau kasih lihat sekarang, biar mas penasaran hihihi..” Ucapku.
“Hahaha, main rahasia-rahasiaan ya…tapi mas yakin gaun itu cantik dan pas di tubuh kamu…” Ujar Pak Frans, duh suaranya yang berat sungguh terdengar seksi di telingaku.
“Serius mas Frans mau ngajak dinner besok malam? Sekarang aja mas lagi di Jakarta, trus kapan mas baliknya..” Tanyaku polos.
“Hahahahaa…mas gak pernah mengingkari janji yang mas bikin selama ini, dan mas gak mau memulainya dengan kamu, kita lihat aja besok, abis maghrib mas jemput ya..” jawabnya.
Aku termenung, sambil kuangkat bahuku, percakapan kami berakhir saat terdengar suara seseorang mengucapkan sesuatu pada Pak Frans, aku kembali melihat-lihat bayangan diriku sendiri di cermin, kembali aku tersenyum-senyum sendiri, sungguh aku tak pernah merasakan perasaan seperti ini dalam hidupku, bahkan saat usiaku remaja sekalipun, mungkin aku menghabiskan waktu begitu lama dengan pria pendiam yang tak romantis seperti bang Andi, sehingga perlakuan pak Frans sungguh membuatku terbang saat ini.
Aku membuka gaun yang kupakai ini, kugantung di lemariku, aku duduk disisi ranjang, merenungkan semua peristiwa ini, awalnya memang karena aku ingin membantu bang Andi, namun kini aku sadar aku malah yang menginginkan semua ini terjadi, aku benar-benar terbelenggu oleh hasrat atau perasaan erotis pada lelaki lain, kini semua yang akan terjadi adalah demi kebutuhanku sendiri, aku gak tau apa aku jatuh cinta pada Pak Frans, entahlah aku sungguh tak tahu perasaan yang mengguncang seluruh relung sukmaku ini, yang aku tahu, aku sungguh menginginkan pria perkasa itu merengkuhku erat, memuaskan setiap letupan hasrat yang membakarku, ahhhh, ini bukan lagi membantu bang Andi, tapi ini untuk membantu diriku sendiri, bukankah aku berhak untuk menikmati hidupku…apalagi suamiku sendiri yang memintanya.. ahhhhhh kegilaan ini entah dimana kan berujung.
***
Aku baru saja selesai menyajikan makan malam di meja makan, saat kudengar suara motor berhenti didepan rumah, aku bergegas melihat siapa yang datang melalui gordyn, rupanya Bang Andi baru pulang diantar oleh salah seorang stafnya, aku membuka pintu dan menyambut suamiku, rupanya yang mengantar adalah mas Teguh salah seorang honorer di intansi tempat Bang Andi bekerja.
“Makasih ya Guh, mampir dulu yuk..” Ujar Bang Andi, aku juga ikut menawarkan Mas Teguh untuk mampir.
“Terima kasih bu, pak, nyuwun sewu, saya pulang dulu, lain kali saja, pareng pak, bu..” Teguh memutar motornya dan melaju meninggalkan rumah kami, aku dan Bang Andi juga masuk kedalam rumah.
“Ayah mau makan sekarang? Biar Bunda siapin.” Tanyaku pada Bang Andi.
“Ayah mandi dulu ya bun, abis mandi baru makan, oh ya, tadi sekretaris pak Frans minta alamat rumah ama ayah, apa sudah datang kirimannya?” Bang Andi balas bertanya.
Aku hanya memandang suamiku yang sedang membalas pesan di Hpnya, baru saja aku hendak menjawab, Bang Andi malah menjawab telepon yang masuk, lalu dia menuju keluar untuk berbincang dengan orang yang menelponnya.
Aku mengambil handuk untuk keperluan Mandi Bang Andi, aku juga mengambil pakaian ganti suamiku, tak lama Bang Andi masuk kembali ke dalam rumah, diletakkannya hpnya di meja makan, “Wihh makanannya enak nih, ya Udah ayah mandi dulu ya..” Ujarnya sambil mengambil handuk yang kusediakan, sepertinya Bang Andi lupa dengan pertanyaan mengenai kiriman Pak Frans yang tadi di tanyakannya.
15 menit kemudian Bang Andi telah berganti pakaian, wajahnya terlihat segar, semerbak aroma sabun memancar dari tubuhnya, Bang Andi duduk di meja makan, aku mengambilkan nasi untuknya, berapa saat kemudian Bang Andi terlihat lahap menyantap hidangan yang kusajikan, tidak mewah hidangan yang tersaji, hanya ayam goreng dengan oseng labu dan buncis.
“Kok Bunda gak ikut makan?” Tanyanya, Aku menggeleng dan menjawab nanti saja, sambil makan kami memang terbiasa mengobrol di meja makan, seperti saat ini, Bang Andi menanyakan aktifitasku sepanjang hari ini, bukan bermaksud ingin tahu atau curiga, memang itulah kebiasaan keluarga kami saling bercerita apapun, bahkan hal remeh sekalipun di meja makan.
“Nah ya tuh Bun, mungkin di usahain aja dua minggu atau sebulan sekali menjalani terapi refleksi, enak ya bun.” tanya Bang Andi saat aku bercerita kalau aku tadi siang pergi ke tempat refleksi.
Kami berdua saling bercerita seperti yang selalu kami lakukan, Bang Andi bercerita suasana saat rapat dengan para Muspida, aku sendiri menahan diri untuk tak bercerita soal ajakan Pak Frans, entahlah aku merasa bingung bagaimana cara mengatakan pada suamiku itu.
Setelah makan malam, Bang Andi pergi keluar untuk merokok, aku membereskan piring-piring bekas makan serta mencucinya, saat aku kembali ke ruang tengah, Bang Andi kulihat sedang asik menonton televisi yang menyiarkan siaran langsung sepak bola, aku duduk didekatnya sambil membawakan kopi, “Nih Yah Kopinya.” Ujarku, Bang Andi hanya berdehem karena sedang asyik menyaksikan sepak bola, aku menggaruk kepalaku yang tak gatal, duh gimana cara ngomongnya ya..
“Yah…” Ucapku, kembali hanya deheman yang meresponku, aku kembali memanggilnya, kali ini agak keras, dan ternyata ampuh membuatnya menoleh, “Kenapa Bun?” Tanyanya.
“Hmm tadi pak Frans nelpon…” aku sengaja menggantungkan ucapanku untuk melihat reaksi suamiku itu.
“Oh ya? Tadi dia nelpon ayah juga, dia minta izin untuk ngajak Bunda nemani suatu acara.” Ucap Bang Andi, aku sedikit terkejut mendengar ucapan suamiku.
“Ohh…pak Frans nelpon Ayah?” Tanyaku lagi.
“heh eh, katanya ada gala dinner dengan pengusaha rekanan, apa pak Frans gak ngomong ke Bunda?” tanya Bang Andi sambil menghirup kopinya.
“Ya cerita..” Ujarku membenarkan cerita pak Frans itu, “Ehmm gimana yah? Apa Ayah ngijinin?” Tanyaku gugup.
Bang Andi kini mulai fokus sepenuhnya padaku, dia menatap wajahku lekat-lekat, “Ya terserah bunda saja.” Jawabnya, aku merasa sedikit terenyuh untuk sesaat, bagaimana mungkin seorang suami malah berkata seperti itu, bukankah harusnya dia melarang, tapi apa aku bisa dilarang? Hmmm….
“Ya, bunda pikir ya udahlah gak apa, biar projek ini lancar…gak apa kan yah.” Tanyaku lagi, aku sama sekali tak memberitahu kalau pak Frans mengirimkan pakaian untuk kencan besok
Tiba-tiba Bang Andi berdiri mendekatiku, “Bun…” ucapnya terdengar seperti bisikan saking lirihnya, aku hanya tersenyum sambil menggigit bibir, “Kok mandangnya kaya gitu sih..” Tanyaku lirih, Bang Andi hanya diam, namun kurasakan tubuhnya mulai menghangat, dan sesaat kemudian dengan kasar direngkuhnya tubuhku, dilumatnya bibirku dengan bernapsu, aku hanya mengikuti alunan hasratnya, kubalas lumatan bibirnya, kami berciuman dengan panas, lidah kami saling melilit, Bang Andi sungguh sangat bernapsu saat itu, lidahku sedikit perih saat dihisap kasar mulutnya, kini bibirnya semakin nakal menjelajahi setiap lekuk leher jenjangku, pori-pori kulitku telah tersumbat oleh jalur liurnya, ohhh aku menengadahkan kepalaku, rasa geli dan gatal menyeruak kedalam diriku, aku mendekap erat bahunya, bang Andi semakin agresif, kami berciuman sambil bergerak menuju kamar, Bang Andi membuka pakaianku, setelah atasanku tanggal dengan kasar Bang Andi menarik keluar bongkahan payudaraku yang masih tertutup bra, aku membuka kait Braku sekejap kemudian payudaraku mencuat keluar, Bang Andi segera menghisap putingku yag mulai mengeras, putting berwarna pucat itu terlihat mengerut sebagai respon hisapan mulut bang Andi, horniku semakin meninggi, putingku memang sangat sensitif, seolah tuas dari segala hasratku ada disana, dan perlahan tuas itu membuka sedikit demi sedikit.
Hujan gerimis kudengar di luar rumah, udara semakin dingin di kamar, namun peluh kami bercucuran saat ini, Bang Andi mulai lihay memainkan hasratku, dia kini tak sungkan menjilati vaginaku, bahkan lubang anusku juga tak luput dari sapuan lidahnya, sungguh geli rasanya, setiaop jengkal kulitku tak luput pula dari sapuan lidahku, rasanya kini kulitku semakin lengket oleh liurnya, saat dia sedang sibuk menghisap payudaraku, aku sedikit mendorong bahunya, Bang Andi memperhatikanku dan mengerti apa yang kuinginkan, dia beranjak berbaring disampingku, aku segera bangkit dan duduk, kuikat rambutku kebelakang, lalu aku segera menungging sedikit untuk membuka celana dalamnya, kontol Bang Andi mencuat tegak sempurna, aku meludahi telapak tanganku, kubalurkan liurku itu di sepanjang batangnya, kulihat Bang Andi memejamkan mata sambil mendesis, ku majukan bibirku, kujilati sedikit precum bening di ujung lubang pipisnya, dan itu adalah intro untuk pertunjukkan keahlianku, entahlah aku sendiri bingung kenapa aku menjadi semakin ahli dalam memanjakan kontol Bang Andi, ku jilati batang yang mulai mengeras itu, kumasukkan perlahan kedalam mulutku, kuhisap dalam-dalam, dan Bang Andi agak sedikit menggerakkan pantatnya mencoba memompa kontolnya di mulutku, aku membiarkan saja, sambil kuremas lembut dua buah tonjolan di bawah batangnya, tak lama Bang Andi menarik tubuhku, di dorongnya tubuhku hingga terlentang disampingnya, “Ayah gak tahan bun..” Ujarnya sambil beringsut memposisikan dirinya didepan selangkanganku, dituntunnya kontol itu menuju liang kenikmatannya, aku sedikit merintih karena sedikit terasa perih saat kontol itu perlahan memasuki diriku, aku membuka kedua pahaku lebar-lebar, kontol suamiku kini telah amblas sepenuhnya di dalam vaginaku, Bang Andi mulai memompa kontolnya ke dalam vaginaku, aku memejamkan mata gesekan batang kontol bang Andi seolah membelai klitorisku, rasa nikmat semakin intens kurasakan, namun pompaan kontol itu sering terhenti, aku mengintip sedikit tampak jelas Bang Andi menahan ejakulasinya, aku kembali memejamkan mata, dan tiba-tiba imajinasiku melayang pada pak Frans, dalam pejaman mata, aku seolah melihat yang sedang menggenjotku adalah pria gagah dengan tubuh dipenuhi rambut sedang memelukku sambil memompa kontolnya keluar masuk memekku, ahhh horniku semakin menjadi, syahwatku semakin menggelora, setiap tusukan kontol itu membuat rasa gatalku seolah tergaruk nikmat, perlahan dorongan puncak birahiku semakin meningkat, aku mengerang dan mengejang nikmat saat orgasmeku meledak tiba-tiba, aku gemetar tak karuan, kuremas lengan Bang Andi saat gejolak orgasmeku tiba, mataku sedikit terbuka, kulihat samar Senyum Bang Andi mengembang, duhh aku merasa bersalah saat itu, Maafkan aku….
***
Bersambung