Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Jurnal Kelam Seorang Istri

nunggu update cerita. walau beda POV tetep bikin greng. Apalagi POV istri. nunggu detik² update cangcimen...cangcimen...mizone...mizon
 
nunggu update cerita. walau beda POV tetep bikin greng. Apalagi POV istri. nunggu detik² update cangcimen...cangcimen...mizone...mizon
Ini khusus pov Rina om dari awal sampai bab 14 sementara
 
Wah seru nih istrinya jadi bitchy. Malah menikmati. Makin hot dandanan nya kalo nemenin bos nya. Makin menor makin seksi pakean nya
 
Jurnal Kelam Seorang Istri
Bagian Ketiga


Keesokan harinya sepanjang pagi hingga sore, hatiku berdesir-desir terus menantikan malam, entah kenapa saat itu aku merasa seperti seorang gadis remaja yang sedang menantikan kencan pertama dengan pemuda pujaan hatinya, kencan pertama!! Duh kenapa aku merasa seperti itu ya? Bukan ini hanya menemani bos aja, apa aku gila menganggap ini kencan, ahhhh!! Aku berusaha agar pikiranku masih tetap waras.

Namun aku tak bisa membohongi perasaanku kalau aku begitu menantikan malam ini tiba, aku sejak tadi memilih-milih pakaian yang akan kukenakan nanti, beberapa setel gamis berserakan di atas ranjang, berkali-kali aku mencoba namun aku merasa ada saja yang kurang pas, Aku menggigit telunjuknya sambil melihat gamis-gamis itu, Bang Andi sejak tadi kulihat kebingungan dengan sikapku, berkali-kali dia bilang baju yang saat itu kucoba sudah cocok, namun aku seolah merasa ada saja yang kurang, akhirnya bang Andi menyerah dan pergi ke luar meninggalkanku di kamar.

Akhirnya aku kemudian memilih gamis yang baru kubeli saat lebaran kemarin, gamis brokat berwarna ungu muda, yang kupadu dengan jilbab segiempat warna hitam, aku segera mengenakan gamis tersebut dan kemudian keluar kamar, “Gimana yah penampilan bunda.” Tanyaku.

Bang Andi menoleh dan kemudian duduk, matanya menatap diriku dari atas sampai bawah, “Wow cantik sekali bun, itu gamis yang baru beli tempo hari ya?” Tanya suamiku, aku mengangguk.

“Gimana cocok kan yah, untuk nanti malam.” Tanyaku lagi sambil memutarkan tubuhku dihadapan bang Andi.

“Cocok banget, kamu pakai apa saja emang cocok kok sayang..” Puji suamiku, memang apa yang dikatakan suamiku benar, tinggiku yang semampai membuat pakaian apapun yang kukenakan akan cocok.

“Omong-omong, kok sampai bingung banget sih bun milih pakaiannya, lihat tuh kamar sampai berantakan sama gamis hehehe..” Ujar Bang Andi.

“Ya bunda kan ingin tampil sesuai dengan acaranya yah? Kan yang mengadakan resepsi bos besar di Solo, jadi musti benar-benar cocok, nanti kan kalau aku tampil cantik yang di puji ayah juga, itu istri Pak Andi…ya kan?” Entah sejak kapan aku mulai terjangkit penyakit narsis.

“Ya..ya…” Bang Andi memberi jempolnya sambil tersenyum.

“Ya udah berarti fix pakai ini aja..” Aku kemudian kembali masuk kamar, kubuka kembali dengan hati-hati gamis yang kupakai, lalu kugantung dengan rapih di lemari, aku kemudian memeperhatikan bentuk tubuhku yang kini hanya mengenakan bra dan celana dalam saja.

Di usiaku yang kepala tiga tubuhku masih terlihat indah, aku meremas sepasang payudaraku yang terbalut bra warna coklat, payudaraku yang cup d cukup montok dan masih membulat, pinggulku juga tak kalah dengan gadis 20 tahunan, aku kemudian mengangkat kedua tanganku, terlihat ketiakku sangat mulus, putih tanpa bulu, sejak remaja memang aku tak memiliki bulu ketiak yang lebat seperti orang lain, aku jadi teringat malam itu tatapan mata pak Frans begitu tajam menatap ketiakku ini, bahkan dia hampir saja menubrukkan bibirnya di ketiakku, duhhhh, tiba-tiba desiran hatiku terasa kencang membuatku nyeri, tanpa sadar aku menggesek belahan vaginaku yang tertutup cd berwarna coklat, aku mendesis sambil menggigit bibir, kutatap wajahku yang terlihat mupeng bergairah, tiba-tiba pintu kamar dibuka membuatku terkejut.

“Bun, Pak Frans bilang nanti akan jemput sekitar jam setengah tujuh..” Ujar suamiku, lalu kemudian dia masuk saat melihatku hanya mengenakan bra dan cd.

“Ohh ya yah, bunda udah tahu, dia tadi siang wa Bunda..” jawabku sambil mengambil daster dari lemari pakaian.

“Loh pak Frans tahu nomor Bunda ya?” Tanya Bang Andi terdengar heran.

Aku sedikit menoleh dan mengernyitkan kening, “Bunda pikir ayah yang ngasih nomor Bunda..” jawabku sambil memakai daster.

Bang Andi mungkin lupa kalau di kantor ada data karyawan sekaligus juga nomor kontak darurat setiap karyawan, bisa jadi pak Frans tahu nomorku dari database bang Andi.

“Bun, makan yuk ayah laper nih..” Ucap Bang Andi.

“Ya udah, ayah bantu rapihin meja ya, bunda goreng ayam dulu…” Ucapku sambil mengikat rambut.

“Oke Bun.” Ujar Bang Andi lalu keluar kamar, kalau sedang bicara kaya gitu, suamiku persis seperti Akbar, selera keduanya juga sama persis, mereka suka sekali masakan Ayam, khususnya Ayam goreng, setiap hari menu makanan harus ada Ayam, Aku tersenyum mengingat semua itu, aku kemudian melihat wajahku di cermin, lalu keluar kamar untuk menggoreng ayam.



***​



Aku mematutkan diriku di depan cermin, Aku merasa puas dengan penampilanku, wajahku sudah kurias dengan makeup tipis, kulihat Bang Andi memperhatikanku dari atas ranjang, aku melirik melalui cermin di meja rias sambil mengoles bibirku dengan lipstick, “Kok liatin bunda kaya gitu sih..” Tanyaku.

“Bunda sangat cantik sekali…” Jawab Bang Andi pelan, aku merasa suaranya seperti orang yang sedang pengen..

“Ya iya dong..heheh…Yah…sebenarnya resepsi siapa sih, kayaknya orang penting ya..” Tanyaku sambil menyapu blush on ke wajahku..

“Pesta Pak Sucipto Bun, dia termasuk orang terkaya di kota ini, kayaknya di Indonesia masuk 50 besar juga, bakalan rame orang penting disana..” Jawab Bang Andi.

“Ohhh gitu ya..” Ujarku, sayup-sayup kudengar suara Mobil berhenti di depan rumah, Bang Andi dengan sigap melompat turun dari ranjang.

“Kayaknya pak Frans sudah datang bun, Ayah keluar dulu ya..” Ujar Bang Andi, aku hanya mengangguk, debaran hatiku semakin kencang menghentak, aku kembali mematut wajahku, rasanya penampilanku sudah cukup sempurna, aku berdiri dan mengambil sebuah tas hitam, kulihat lagi di cermin dan kemudian aku mengangguk sambil tersenyum, ”Perfect..” gumamku, aku lalu keluar dari kamar.

Di luar sayup-sayup terdengar suara Bang Andi sedang bercakap-cakap, aku semakin merasa gugup melangkah menuju keluar, hatiku terus berdebar, aku juga bingung kenapa aku segugup ini, tiba-tiba aku menyadari kalau aku akan pergi dengan pria lain yang bukan suamiku..duhhhh…mengingat itu desiran-desiran hatiku semakin membuatku sedikit nyeri.

“Nah tuh…” Ujar Bang Andi, kulihat senyumnya seolah dipaksakan, “Bun, ini pak Frans sudah datang.”

Aku melihat pak Frans, aku sedikit terkejut melihat penampilannya, dengan jas tuxedo hitam, Pak Frans terlihat sangat macho, dan gagah, tubuhnya yang tinggi besar sangat pas mengenakan setelan jas hitam tersebut, Pak Frans tersenyum padaku memberi salam, aku hanya tersenyum mengangguk.

“Sebaiknya kita segera berangkat bu, takutnya nanti macet..” Ujarnya, aku mengangguk dan berjalan menuju mobilnya, bang Andi mengikuti langkahku dari belakang bersama pak Frans, tiba-tiba, pak Frans sedikit berlari membukakan pintu untukku, Aku berhenti sejenak dan menghampiri bang Andi, “Yah, bunda pergi dulu ya..” Kucium tangan pria yang telah menjadi suamiku selama 10 tahun ini. Aku merasa sinar mata Bang Andi terlihat gelisah, entahlah mungkin itu pikiranku saja, aku kemudian menuju mobil dan tersenyum pada pak Frans yang masih memegang handel pintu mobilnya, Pak Frans menjulurkan tangannya membantuku masuk ke mobil, lalu menutup pintu dengan perlahan, kulihat pak Frans menghampiri bang Andi dan berbicara padanya, lalu mereka berdua bersalaman, aku membuka kaca mobil untuk kembali berpamitan pada bang Andi, Pak Frans juga sudah masuk ke mobil dan duduk disampingku, pak Frans juga ikut melambaikan tangan pada Bang Andi saat mobil mulai berjalan perlahan. Dari kaca spion kulihat bang Andi tetap berdiri memandangi mobil yang membawaku semakin menjauh, ada perasaan aneh melihat suasana seperti ini.

Seperempat jam kemudian kami telah tiba didepan gedung tempat resepsi, rupanya lokasi gedung resepsi tidak terlalu jauh dari tempatku biasa berolahraga zumba, kulihat jalanan begitu ramai dengan antrian mobil yang hendak masuk ke gedung, beberapa orang berpakaian safari warna hitam tengah sibuk berseliweran sambil memegang alat komunikasi, tak ketinggalan sejumlah aparat kepolisian, dan beberapa pria berseragam dengan tulisan PM di lengannya juga tengah berjaga-jaga di sekitar gedung.

“Maklum ada orang penting bu, makanya dijaga ketat..” Ujar Pak Frans seolah menjelaskan apa yang sedang kulihat, aku menoleh ke arahnya dan mengangguk. Hampir 10 menit kemudian mobil kami berhasil masuk ke gedung, Mobil berhenti didepan pintu masuk, saat aku hendak turun, pak Frans menahanku, aku menoleh kearahnya, “Sebentar, biar saya bukakan..” Ujarnya sambil tersenyum.

Pak Frans turun dan memperbaiki jasnya, lalu bergegas menuju pintu mobil tempatku berada, dengan gaya gentlemen, Pak Frans membukakan pintu mobil untukku, tangannya menjulur hendak membantuku turun, aku tersenyum dan melihat kearahnya, jujur saja aku merasa tersanjung sekaligus gugup dengan sikapnya itu, aku segera menjangkau tangannya, pak Frans menggenggam jemari lentikku dengan erat, derrr….hatiku bergetar saat kulitku bersentuhan dengannya, entahlah aku merasa tangannya begitu lembut dan hangat. Aku kemudian keluar dari mobil sambil berpegangan pada tangannya yang kokoh, “Hati-hati bu..” Ujarnya lirih, aku tersenyum dan hanya bisa mengangguk tanpa berkata apa-apa, entahlah tiba-tiba suaraku menghilang karena begitu gugup.

Kami kemudian masuk ke teras gedung, tanpa sadar aku merangkulkan tanganku dilengannya, pak Frans juga diam saja, malahan kemudian menurunkan tanganku dan kemudian menggenggamnya dengan erat, aku sedikit tersadar dan mencoba melepaskan diri, namun pak Frans seolah tak ingin melepasnya, aku hanya terdiam dan pasrah.

Para Tamu yang hadir rupanya tak langsung masuk, mereka menunggu di teras yang cukup luas, para pelayan sibuk memberikan berbagai minuman untuk tamu-tamu yang hadir, Pak frans berapa kali menyapa orang-orang yang dikenalnya, sebagian mereka menghampiri pak Frans dan bersalaman dengannya, aku sendiri heran kenapa pak Frans tak memperkenalkan siapa sebenarnya diriku saat kenalannya menyapaku dengan sebutan ibu, aku yakin mereka pasti berpikir kalau aku adalah pasangannya.

Tak lama pintu terbuka, pembawa acara mengatakan kalau acara akan segera berlangsung, kudengar suara musik tradisional Jawa mulai terdengar lembut dan mistis, rupanya rombongan pengantin akan segera memasuki ruangan, kami para tamu kemudian memberikan jalan pada rombongan pengantin, kulihat pasangan pengantin mengenakan busana pengantin modern, namun Uniknya diringi oleh musik tradisional, pengantin wanita terlihat cantik menggunakan dress berwarna putih yang sebagaian punggungnya terbuka memperlihatkan kemulusan kulit sang pengantin.

Rupanya ini merupakan tempat tamu-tamu Vip, setelah rombongan pengantin masuk, kami para tamu mengikuti dari belakang, kami kemudian disuguhkan tarian-tarian tradisional menyambut tamu, setelah semua usai dan pengantin telah menempati pelaminan, para petugas kemudian sibuk memberikan arahan para tamu VIP, aku cukup terkesan oleh pak Frans, sepertinya dia cukup di kenal oleh tamu-tamu penting yang hadir, beberapa Tamu yang hadir kulihat sering muncul di televisi, dan aku cukup surprise melihat pak Frans begitu akrab mengenal mereka, saat pak Walikota datang, pak Frans menghampiri beliau, dan sekali lagi pak Frans sama sekali tak ingin mengenalkan siapa diriku sebenarnya, dia hanya tersenyum saat pak walikota memuji kecantikanku, namun entah kenapa aku juga tak keberatan dengan pembiaraan itu, aku malah bangga bisa mendampingi pria seperti pak Frans, duhh ini benar-benar aneh..

Saat kami memberikan selamat pada pengantin di atas pelaminan, aku melihat keakraban pak Frans dengan pria gemuk bermata sipit yang rupanya bernama pak Sucipto, “Terima kasih bon, sudah hadir, loh bawa siapa kowe bon?” Ujar Pak cipto, aku sendiri bingung kenapa pak cipto memanggil pak Frans dengan sebutan Bon, dan yang lebih mengejutkan lagi saat aku mendengar jawaban dari pak Frans, “Teman, hehehe..”

“Teman opo tenan iso wae kon.” Balas pak Cipto, pak Frans hanya tertawa, “Selamat ya pak Cip..” Pak Frans dan pak Cipto berangkulan, lalu kemudian giliran aku yang bersalaman dengan pria gemuk itu, aku merasakan aura wibawanya begitu kuat, pak Cip hanya menangkupkan tangan sambil tersenyum, rupanya dia cukup paham tak boleh bersentuhan dengan perempuan yang menggunakan pakaian muslim, kulihat senyum pak Cip terlihat aneh, lalu aku bersalaman dengan pasangan pengantin, sebelum meninggalkan pelaminan, kami sempat berfoto bersama dengan pengantin di pelaminan.

Hanya sekitar 1 jam kami di gedung itu, seingatku saat itu pukul setengah sembilan kami meninggalkan gedung, saat kami sudah di dalam terlihat iring-iringan mobil tamu penting baru saja tiba, mobil kami menunggu sampai mobil beliau berhenti dan meninggalkan lobbi.

“Mau langsung pulang Bu?” Tanya Pak Frans.

“Hmmm, emangnya mau kemana lagi pak.” Duh aku rasanya salah menjawab.

“Karena ibu gak keberatan mau kan temani saya jalan-jalan, saya ingin melihat-lihat kota Solo, sejak di tugaskan disini, saya belum pernah kemana-mana.” Ujar Pak Frans.

Aku sendiri juga walau sudah 6 bulan di sini, sama sekali jarang keluar, paling kalau keluar hanya ke mal untuk nonton atau makan, “ya gak apa pak.” Aku sendiri terkejut dengan jawaban yang keluar dari mulutku.

Alih-alih melihat suasana kota, kami malah asik mengobrol di dalam mobil, pak frans bercerita tentang keluarganya, tentang kedua anaknya yang kini di luar negeri, pak Frans cukup pandai bercerita, aku tak merasa bosan mendengar ceritanya yang bagiku sungguh menarik, kadang dia bercerita lucu yang membuatku terpingkal-pingkal, keakraban semakin terjalin antara aku dan pak Frans.

Di suatu tempat mobil pak Frans berhenti, kulihat supirnya keluar dan menjauh, “terimakasih ya bu sudah mau nemani saya malam ini, sungguh saya merasa malam ini sangat senang sekali.” Ujar Pak Frans.

Aku balik mengucapkan terima kasih padanya karena telah mengajakku ke pesta yang menurutku luar biasa itu, tak lama kami kembali mengobrol akrab, tanpa sadar bahkan aku meremas paha dalamnya sambil tertawa saat mendengar ceritanya yang lucu dan konyol, mataku berair karena banyak tertawa, pak frans mengambil tissue dan menyeka air mataku, kami saling bertatapan dalam hening, pak Frans memegang daguku dan mulai mendekati wajahnya seakan hendak menciumku, tiba-tiba aku tersadar dan berusaha melepaskan tangannya, pak Frans tersenyum dan kembali bersandar di bangkunya.

“Sudah hampir jam sepuluh malam pak, sebaiknya kita pulang..” ucapku pelan, entah kenapa aku merasa apa yang kuucapkan itu bertentangan dengan apa yang ada dalam hatiku..ohhh ya Tuhan…

“Ya bu, pasti pak Andi sudah menunggu ibu.” Pak Frans kemudian memanggil supirnya kembali.

Kami hanya diam dalam keheningan saat perjalanan menuju rumah, aku merasakan suasana yang canggung di dalam mobil, tak lama mobil telah memasuki komplek rumahku, aku juga melihat Bang Andi sedang menunggu didepan rumah, “Pak Frans gak usah turun, sudah malam gak enak ama tetangga.” Ujarku, pak Frans hanya mengangguk paham. Aku kemudian membuka pintu mobil hendak keluar, sesaat hendak keluar, pak Frans meraih jemariku, dan mengecup punggung tanganku sambil mengucapkan selamat malam, untung saja kaca mobil gelap, dan aku yakin bang Andi tak bisa melihat apa yang dilakukan pak Frans, jujur aku merasa berdebar saat bibirnya menyentuh punggung tanganku, aku bergegas turun sebelum semuanya menjadi aneh.

Aku menghampiri bang Andi sambil tersenyum, kami berdua melambaikan tangan ke arah mobil pak Frans yang mulai menjauh, “kok malam banget pulangnya bun..” tanya Bang Andi.

“Ya yah tadi banyak tamu penting kayaknya, pak frans banyak ngobrol sama mereka.” Jawabku sekenanya, aku melangkah masuk kerumah, dan terkejut saat melihat bekas pot agak berantakan, “Loh pot ini kok pecah yah?” Tanyaku heran sambil membungkuk mengambil potongan pot tersebut.

“Ya bun, tadi gak sengaja kesandung..” Jawab Bang Andi, aku menoleh dan merasa heran kenapa pot yang ada di taman bisa tersandung oleh bang Andi, namun karena tiba-tiba karena ingin pipis aku melupakan pot tersebut dan bergegas ke dalam rumah.

Setelah mengganti pakaianku dengan baju tidur, aku merebahkan diri ke atas kasur, Bang Andi kemudian menopang kepalanya dengan tangan sambil melihatku, äku menoleh padanya, “Kok Ayah liatin bunda kaya gitu.” Aku melihat sorot gairah di matanya, dan benar saja bang Andi ternyata meminta jatah malam itu.

Bang Andi menciumku dengan penuh napsu, aku sedikit heran kenapa bang Andi begitu bernapsu malam ini, dan aku merasa Bang Andi selalu seperti ini setiap aku bertemu dengan pak Frans, Bang Andi menjilati tubuhku dari leher hingga paha, aku mulai terangsang juga dengan perlakuannya, dan Ya Tuhan…aku kok malah mulai membayangkan kalau saat ini yang melakukan semua itu adalah pak Frans, apakah aku sudah gila membayangkan pria lain saat suamiku sedang merangsangku, namun aku sama sekali tak ingin imajinasiku itu hilang, aku memejamkan mata membayangkan lidah pak Frans melata setiap jengkal kulit mulusku, ahhhhh, membayangkan itu, gairah syahwat semakin hebat membelenggu perasaanku, saat Bang Andi mulai memasuki tubuhku..aku membayangkan Pak Frans yang melakukannya, aku mendesah liar, pertama kali aku merasa begitu terangsang hebat, Bang Andi rupanya menyangka kalau aku mendesah karena genjotan kemaluannya di dalam vaginaku, namun ahh apa aku sudah gila, saat bang Andi memompa penisnya keluar masuk vaginaku, aku mendesah hebat merasakan kenikmatan yang luar biasa, dan akhirnya pompaan demi pompaan yang kurasakan di dalam vaginaku membuat puncak kenikmatan semakin dekat hendak meledak, dan aku menjerit panjang saat orgasmeku tiba, aku terengah-engah dan bergetar hebat, ini kali pertama aku merasakan orgasme yang begitu hebat, dan semua itu karena aku membayangkan lelaki lain yang sedang menyetubuhiku, lelaki perkasa yang bernama Frans.

“Aaghhhhhhhhh….” Kudengar Bang Andi mengeram, dan tak lama kurasakan cairan kental meleleh di paha dalamku, Bang Andi terhempas berbaring disebelahku, aku menoleh padanya sambil tersenyum, “Bunda tadi keluar ya..” Tanyanya terlihat bangga.

Aku hanya mengangguk sambil tersenyum, Bang Andi memelukku, aku terdiam dan merasa bersalah dalam pelukannya, “Maafkan aku ya yah…” Batinku.


***
Bersambung
 
lanjutannya besok malam, stay tune and dont be silent, spread your comments if you like this story
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd