Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Jurus Sakti Tapak Sedasa

CHAPTER 6: THE REVELATION

Pesawat sebentar lagi mendarat di jogja. Aku terbangun dari tidurku saat pramugari mengingatkan untuk mengenakan sabuk pengaman. Dari jendela kaca terlihat pemandangan kota tanah kelahiranku. Aku sengaja memilih untuk ke rumah eyang naik pesawat karena aku ingin segera sampai di sabtu pagi, dan secepatnya kembali ke Jakarta di senin pagi, sehingga aku cukup cuti satu hari saja di hari senin.

Jalanan kota ini mengingatkan pada saat saat belia ku dulu. Begitu banyak hotel-hotel baru dibangun, tapi masih banyak juga bangunan-bangunan yang tak berubah seiring waktu berjalan. Kenangan kenangan itu selalu muncul kembali saat menyusuri jalanan kota ini.

Rumah eyang ada di kaki gunung merapi, tetapi masih tak jauh dari jalan beraspal terdekat. Aku lumayan terkejut saat ayahku mengirimkan pesan kalau eyang ingin bertemu denganku. Eyang memang tak memiliki telepon genggam, jadi eyang harus ke tetangga terdekat, yang tidak terlalu dekat juga letaknya, untuk meminjam telepon genggam dan menelpon ayahku. Biasanya eyang melakukan hal ini jika kangen dengan anak2nya, salah satunya ayahku, dan meminta untuk sesekali pulang ke jogja untuk pertemuan keluarga. Tetapi kali ini, kata ayahku, eyang ingin bertemu hanya denganku saja. Aku merasa eyang pasti ingin menjelaskan tentang jurus tapak sedasa.

Rangkaian pohon bambu dan jati mengiringi langkahku setelah taksi yg kutumpangi berhenti di pinggir sebuah jalan beraspal di kaki gunung merapi. Suasananya begitu rimbun dan tenang. Setelah beberapa saat, akhirnya sampailah di rumah eyangku. Antena TV yg kupasang beberapa minggu yang lalu di atap rumah eyang masih terpasang dengan baik.

"Halo riki" sambut eyangku dengan hangat.

"Halo eyang" aku mencium tangannya dengan hormat.

"Ayo masuk, masuk, masuk ke dalam rumah" ucap eyangku.

Aku melangkahkan kakiku ke dalam rumah eyang. TV yang waktu itu kubelikan masih terpasang, menyiarkan acara wayang dari stasiun lokal.

Eyang mempersilahkanku duduk, dan mengambilkan minum. Teh di rumah eyang selalu dicampur dengan rempah rempah.

Aku menyandarkan diriku di kursi kayu yang panjang sambil terpejam sebentar setelah minum teh. Sejurus kemudian aku terbangun, eyang datang dengan membawa 1 kotak kayu kecil.

"Terima kasih cu, sudah mau datang kesini, meskipun eyang tahu kamu sangat sibuk di jakarta. Eyang juga kaget kamu akan datang secepat ini" ucap eyang sambil duduk di kursi kayu panjang di depanku.

"Kamu tentu tahu kenapa eyang minta ayahmu untuk datang kemari?" tanya eyang tanpa basa basi, sepertinya ada banyak sekali hal yang ingin diceritakan.

"Iya eyang" jawabku singkat, aku tidak ingin menyebut nama jurus tapak sedasa, biar eyang sendiri yang menyebutnya.

"Apa yang sekarang-sekarang ini terjadi padamu, ki" tanya eyangku.

"Begini, eyang. Aku merasa memiliki beberapa pasang tangan tak terlihat. Pikiranku mampu mengendalikan tangan-tangan tak terlihat ini, tetapi aku masih belum tahu kenapa aku memiliki tangan-tangan ini, dan untuk apa" jawabku singkat.

"Cucuku riki, memang benar kamu memiliki tangan-tangan tak terlihat, tetapi bukan eyang yang memberikannya kepadamu. Eyang akan bercerita dahulu mengenai ilmu tangan-tangan tak terlihat ini, kemudian eyang akan memberi tahu, kenapa kamu sekarang memiliki ilmu ini". jawab eyang.

"Pada saat eyang masih berusia anak-anak, eyang di ajak eyang buyutmu ke sebuah rumah di tengah hutan di kaki gunung merapi ini. Saat itu adalah jaman penjajahan jepang, dan tentara jepang mencari-cari tenaga muda untuk dijadikan romusha, jadi eyang dan eyang buyutmu saat itu bersembunyi-sembunyi, karena jika tertangkap, eyang buyutmu akan dibawa oleh tentara Jepang." cerita eyang sambil meminum teh.

"Di dalam rumah di tengah hutan itu, kami menjumpai seorang yang terbaring di tempat tidur. Orang tersebut mengenakan kain serba putih, dengan ikat kepala putih. Di kedua tangannya mengenakan gelang kulit yang sangat banyak. Eyang buyutmu menuyuruh eyang menunggu diluar. Eyang buyutmu berbicara dengan orang itu dalam waktu lama. Eyang tidak tahu apa yang dibicarakan karena eyang diminta untuk menunggu di depan rumah. Setelah beberapa saat, eyang dipanggil masuk, dan eyang melihat orang itu memberikan dua buah gulungan dari kulit hewan. Eyang buyutmu menerimanya, kemudian pergi ke dapur dan membuatkan teh buat kami bertiga. Waktu itu eyang langsung meminum teh karena eyang sangat haus. Selang beberapa waktu, eyang merasa sangat mengantuk, dan kemudian tertidur." cerita eyang.

"Eyang tak tahu tertidur berapa lama, akan tetapi saat eyang bangun, eyang merasa sangat pusing sekali, badan berkeringat, dan sangat haus. Waktu itu eyang tertidur tepat di depan orang yang berbaring di tempat tidur yang misterius itu" lanjut eyang.

"Tak terasa lumayan juga eyang tertidur, sementara orang yang terbaring di tempat tidur itu sudah tidak lagi, dan eyang buyutmu tampak duduk-duduk di depan rumah. Eyang kemudian menghampiri eyang buyutmu, eyang melihat tangan eyang buyutmu sangat kotor dengan tanah"

"Nak, tolong jaga dua benda ini ya, kamu diberi tugas untuk menjaga kedua benda ini dengan baik. Besok akan kuceritakan mengapa kamu yang harus membawa kedua benda ini." eyang meniru pesan eyang buyutmu yang disampaikan sebelum berjalan kembali ke rumah.

"Setelah beberapa saat, kami pulang ke rumah, dengan masih sembunyi-sembunyi juga. Sampai di rumah, eyang lagi-lagi tertidur karena sangat lelah." ucap eyang.

"Pada saat eyang terbangun keesokan harinya, eyang kaget karena eyang buyut putri sedang menangis tersedu-sedu bersama beberapa saudara di rumah. Eyang kemudian diberi tahu bahwa eyang buyut dibawa oleh tentara jepang pagi-pagi sekali, karena kemarin eyang buyut terlihat saat berjalan masuk dan keluar hutan. Eyang merasa bersalah karena waktu itu eyang bersama eyang buyutmu, mungkin karena eyang masih anak-anak, jadi jalannya terlalu pelan, dan jadinya terlihat oleh pemberontak. Pada waktu itu tentara jepang memang membayar beberapa orang Indonesia untuk mengawasi secara diam-diam apabila ada laki-laki berusia muda yang menolak ikut romusha." Ujar eyang sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.

"Beberapa hari setelahnya, secara diam-diam eyang yang masih anak-anak waktu itu mencoba mencari tahu tentang siapa orang yang dikunjungi di tengah hutan itu. Sampailah akhirnya eyang bertemu dengan seorang pejuang tanah air yang sedang melarikan diri dari kejaran tentara Jepang. Pejuang tersebut bersembunyi sebentar selama 2 malam di rumah. Waktu itu hanya ada eyang buyut putrimu dan eyang saja yang ada di rumah. Eyang buyut putri mempersilahkan pejuang tersebut untuk singgah, memberinya makanan. Eyang buyut putri sempat bertanya, bagaimana nasib para pekerja romusha jepang kepada pejuang itu. Pejuang itu bercerita bahwa saat ini para laki-laki muda di kota sedang dikerahkan oleh Sultan untuk membuat suatu selokan besar. Akan tetapi jika tertangkap oleh Jepang, kemungkinan besar menjadi romusha di daerah lain." cerita eyang.

"Kemudian pejuang itu bercerita bahwa saat ini dia sedang mencari seseorang yang dahulu memberikan kesaktian kepadanya dan rekan-rekan seperjuangannya. Seseorang tersebut mengenakan baju yang serba putih dengan banyak gelang kulit di kedua tangannya. Orang sakti itu tidak bisa berbahasa Indonesia ataupun Jawa, dan sepertinya dia seorang pengembara yang tersesat. Dia memiliki keahlian yaitu memiliki banyak pasang tangan yang tak terlihat, yang mampu mencekik tentara jepang dari jarak jauh, selama masih dalam pandangan mata. Dan orang sakti tersebut mampu menurunkan ilmunya ke bbrp pejuang yang dipilihnya. Kami menyebutnya ilmu tapak sedasa. Ada sekitar 20 pejuang yang mendapatkan ilmu tersebut, dan berhasil membunuh secara diam diam panglima panglima Jepang. Hanya saja tentara Jepang tidak tinggal diam. Mereka membayar tinggi para pengkhianat Indonesia untuk mencari tahu, siapa saja yang memiliki ilmu tersebut. Dan satu pengkhianat mengetahui kami, para penguasa ilmu tapak sedasa. Dia melaporkan ke tentara jepang, dan diam-diam kami mulai diburu. Meskipun memiliki ilmu tapak sedasa, kami tidak kebal peluru. Beberapa hari ini kami semua lari ke gunung merapi untuk bersembunyi, dan ingin bertemu ke orang sakti tersebut yang konon kabarnya tinggal di kaki gunung merapi. Kami hendak minta tolong supaya makin banyak lagi pejuang yang diberi ilmu tapak sedasa, karena kami hanya tinggal beberapa orang saja." pungkas cerita si pejuang.

"Waktu itu eyang hanya diam saja, karena eyang takut, eyang masih anak-anak, jadi eyang tidak memberitahukan ke pejuang tersebut dimana rumah orang sakti itu berada. Setelah tinggal selama dua malam, akhirnya pejuang tersebut melanjutkan pelariannya. Eyang hanya diam saja waktu itu, sementara perang terus berkecamuk dengan hebat" cerita eyang sambil meneguk teh.

"Meskipun waktu itu masih anak-anak, tetapi eyang masih ingat jalan menuju ke orang sakti pemilik ilmu tapak sedasa. Keesokan harinya, eyang berjalan sendirian ke hutan menuju rumah si orang sakti, dan mendapati rumahnya kosong dan berdebu. Setelah eyang mengitari rumahnya, eyang melihat suatu nisan dari kayu tanpa keterangan apapun. Eyang teringat waktu terakhir di rumah itu, tangan eyang buyutmu kotor penuh dengan tanah. Mungkin waktu itu si orang sakti tersebut sudah mendekati ajalnya, dan eyang buyutmu menguburkannya pada saat eyang tertidur. Waktu itu eyang belum sadar bahwa eyang juga diberikan ilmu tapak sedasa pada saat berkunjung ke rumah si orang sakti" pungkas eyang.

"Beberapa hari kemudian, setelah mendengar cerita si pejuang yang bermalam di rumah eyang, eyang mulai menyadari bahwa eyang memiliki ilmu tapak sedasa. Pertama-tama eyang gunakan untuk menangkap burung yang bertengger di pohon. Kemudian setelah beberapa bulan, eyang mulai membantu perjuangan para pejuang kemerdekaan. Pertama kali eyang menggunakan ilmu ini di pasar. Karena postur eyang yang masih anak-anak, tidak ada tentara Jepang yang curiga saat eyang dan eyang buyut putri berada di pasar. Tiba-tiba saja ada tentara jepang yang memegangi lehernya, dan kemudian mati lemas karena tidak bisa bernafas. Waktu itu sekumpulan tentara jepang langsung mengerubungi dan menembakkan senjata ke atas karena panik melihat satu temannya mati mendadak." eyang mulai sedikit kelelahan karena ceritanya lumayan panjang.

"Eyang tidak berani membocorkan rahasia bahwa eyang memiliki ilmu tapak sedasa, karena eyang takut ditangkap pasukan Jepang. Kasihan eyang buyut putrimu yang nanti tinggal sendirian, sementara nasib eyang buyut entah kemana. Eyang selalu bergerak sembunyi-sembunyi, dan perlahan-lahan memahami yang mana panglima tentara jepang, dan yang mana yang hanya pasukan biasa. Seumur hidup eyang sudah membunuh 15 tentara jepang yang merupakan pemimpin batalion, eyang tidak mau membunuh tentara jepang yang bukan pemimpin."

"Eyang paham bahwa eyang memiliki 2 pasang tangan tak terlihat. Eyang sempat mendengar, beberapa pejuang lain memiliki lebih dari 2 pasang tangan tak terlihat. Akan tetapi semua pejuang-pejuang itu konon sudah lama tak terdengar lagi, gara2 para pengkhianat yang membuat identitas pemilik ilmu tapak sedasa ini ketahuan."

"Sampai saat ini eyang masih sangat berhati-hati dalam menggunakan ilmu tapak sedasa. Meskipun Indonesia sudah merdeka, eyang masih merasa ada ancaman tak terlihat jika menggunakan ilmu ini dengan sembarangan" ucap eyang. Eyang kemudian menghabiskan teh di depannya, dan mulai melinting satu rokok lagi.

"Begini cucuku riki. Tujuan eyang memanggilmu kesini adalah untuk menjelaskan tentang peristiwa beberapa minggu yang lalu. Tadi eyang sudah tanya apakah kamu sadar memiliki ilmu tapak sedasa, dan ternyata kamu bilang sudah sadar. Baguslah kalau begitu, eyang tak perlu menjelaskan cara kerjanya. Eyang hanya berpesan supaya ilmu itu dipakai untuk kebaikan" ucap eyang.

"Teyapi eyang, kenapa aku yang diberikan ilmu ini?" Tanyaku.

"Begini cucuku. Pada malam sebelum kamu datang waktu itu, eyang bermimpi. Ada seorang dewi cantik dengan tangan yang sangat banyak mendatangi eyang. Dewi tersebut tidak berbicara, tetapi disampingnya ada kamu sewaktu masih kanak-kanak. Kemudian dalam mimpi itu eyang melihat kamu memiliki tangan yang banyak juga. Keesokan harinya, ternyata kamu datang setelah mendaki gunung merapi. Ternyata mimpi itu memang sebuah isyarat, bahwa memang benar ilmu tapak sedasa ini harus diturunkan ke kamu, cucuku. Pada saat kamu terjatuh setelah memasang antenna TV, eyang bawa kamu ke dalam rumah dan eyang baringkan. Kemudian eyang bersila dan memejamkan mata dengan pikiran kosong. Dan dalam pikiran eyang, Dewi yang cantik bertangan banyak tersebut hadir kembali dan menjamahmu, sehingga kamu memiliki ilmu tapak sedasa. Jadi dewi tersebutlah yang memilihmu, bukan eyang." ucap eyang sambil merokok.

"Kemudian di dalam pikiran eyang, sang Dewi menunjukkan dua gulungan kulit yang dulu dititipkan ke eyang, pemberian eyang buyutmu dari si orang sakti. Dua gulungan kulit tersebut diletakkan oleh sang Dewi diatas dadamu. Eyang kemudian paham, bahwa tugas eyang adalah memberikan kedua gulungan kulit tersebut kepadamu" ucap eyang sambil meraih kotak kayu yang ada di meja di depanku. Kotak kayu itu dia sodorkan ke arahku.

Dengan rasa penuh penasaran, aku membuka kotak tersebut, dan tampaklah kedua gulungan kulit yang dimaksud, yang masing-masing diikat oleh tali kulit. Saat kubuka gulungan kulit yang pertama, di bagian atas ada gambar bunga teratai yang dipahatkan di kulit tersebut. Kemudian dibawahnya penuh dengan tulisan yang tak aku mengerti. Dilihat dari tulisannya mirip tulisan jawa hanacaraka, tetapi aku tak mengenali satu hurufpun. Demikian juga dengan gulungan kulit yang kedua, berisi pahatan kulit berupa tulisan yang aku tak mengerti artinya apa.

"Cucuku, eyang yakin si pemilik ilmu tapak sedasa ini ingin agar kamu mempelajari isi dari kedua gulungan kulit ini. Eyang yakin, kamu pasti bisa, eyang tahu kamu anak yang pintar dari dulu. Dan sang Dewi pun menunjukkmu untuk memahaminya. Akan tetapi eyang berpesan, berhati-hatilah. Meskipun Indonesia sudah merdeka, tetapi eyang masih merasa para pengkhianat kemerdekaan ini masih ada dan mengawasi kita. Makanya eyang bersikeras untuk tetap tinggal di kaki gunung Merapi, dan menghindar dari keramaian"

Aku dalam hati sebenarnya merasa mungkin eyang terlalu berlebihan. Akan tetapi kedua gulungan kulit ini sangat membuatku penasaran. Apakah huruf jawa yang digunakan adalah huruf jawa yang jauh lebih kuno dari yang aku kenal? Aku mungkin harus berkonsultasi dengan sejarawan untuk hal ini.

"Baiklah eyang, terima kasih atas pemberian ini, aku merasa tertantang juga untuk memecahkan misteri gulungan kulit ini, semoga bisa kupecahkan misterinya."ucapku.

"Ya sudah, cucuku. Beristirahatlah barang sebentar, maaf eyang memaksamu langsung membahas hal ini, biasanya kan eyang menuyuruhmu tidur tiduran dulu di kamar" ucap eyang.

"Hmm, maaf eyang, untuk kunjungan kali ini aku tidak bisa berlama-lama. Aku sudah janjian dengan teman-teman masa kecilku, eyang. Jadi aku tidak bermalam di sini" ucapku dengan sedikit rasa tidak enak.

"Yah, memang sudah waktunya sih kamu mulai mengenal banyak di dunia ini. Tapi saran eyang, berhati hati di luar sana ya." Pungkas eyang.

Akhirnya kusudahi kunjungan ke rumah eyang, dan melangkahkan kakiku untuk pergi ke pasar terdekat, dimana aku bisa menaiki angkutan umum. Aku berencana untuk tinggal di hotel di dekat malioboro, kemudian bertemu dengan teman-teman masa kecilku.

Sepanjang perjalanan aku mencoba mencari cari di internet bentuk aksara jawa kuno di telepon genggamku, tetapi tak satu hurufpun sama dengan huruf di gulungan kulit yang sempat kufoto sebelum kumasukkan kedalam tasku. Aku semakin penasaran dengan gulungan kulit ini.

Aku telah sampai di hotel di sekitar Malioboro. Sebenarnya ada lebih banyak hotel yang bagus dan lebih murah, tetapi aku memutuskan untuk tinggal di hotel di sekitar Malioboro, karena aku ingin berjalan-jalan di kilometer nol, di depan kantor pos besar, salah satu tempat yang penuh kenangan akan kota ini.

Saat aku menuju ke lobby hotel, aku melihat seorang wanita yang sedang duduk dan membaca majalah, sehingga wajahnya tak kelihatan. Yang menarik perhatianku adalah, dia mengenakan rok mini yang ketat, dan kedua kakinya yang putih bersih tidak disilangkan. Aku sengaja berjalan memutar supaya bisa mengintip celana dalamnya, tetapi sayangnya kedua kakinya menutup rapat. Pada saat itu tiba-tiba telepon genggamku berbunyi. Ternyata bu Vivi meneleponku.

"Halo, dengan pak Riki?" ucap bu Vivi.

"Ya, benar" balasku.

"Ini dengan bu Vivi. Mohon maaf mengganggu waktu weekend ya pak Riki. Saya ingin menginformasikan bahwa HRD manager saya tertarik dengan profile pak Riki dan hasil wawancara saya dengan pak Riki" ucap bu Vivi. Aku merasa heran, padahal pertemuanku dengan bu Vivi tidak berakhir dengan sebuah kegiatan yang bisa dinamakan wawancara. Dan akupun semakin ragu dengan perusahaan yang mencoba merekrutku ini, berdasarkan pengamatanku saat bertemu dengan bu Vivi.

"Jadi HRD manager saya ingin bertemu dengan bapak secara lansung untuk wawancara, sebelum bapak di wawancara tahap akhir oleh user kami. Apakah bapak bersedia untuk diwawancara di hari senin pagi jam 9? " tanya bu Vivi.

"Hmm, mohon maaf bu Vivi, di senin pagi saya tidak bisa, karena saya baru akan mendarat di bandara sekitar jam 7, jadi pasti terlambat untuk membuat janji." balasku. Entah kenapa tahapan perekrutan ini terus kuikuti, padahal aku sudah tak tertarik.

"Oh, bapak di bandara juga, soekarno-hatta kan pak? Kebetulan HRD saya, bu Vira, juga baru mendarat jam 7.30 dari Surabaya. Apakah pak Riki bersedia wawancara di dalam mobil? Jadi wawancara dilakukan selama perjalanan ke arah jakarta." balas bu Vivi.

"Oh, kalau bu Vira tak keberatan, saya tidak ada masalah bu." ucapku.

"Baik pak, kalau begitu, confirmed ya pak, Senin pagi, sekitar jam 7.30 nanti akan kami kabari dimana letak mobil jemputan bu Vira. Mobil Fortuner warna putih dengan nomer plat 3 karakter terakhir RFU ya pak" ucap bu Vivi.

"Baik bu" jawabku singkat, telepon pun terputus.

Setelah menutup telepon, aku kembali menoleh ke arah wanita yang sedang membaca majalah. Kini kakinya sedang dimain-mainkan, sepertinya dia sedang mengenakan musik melalui earphone. Aku tunggu sebentar, mungkin saja aku mujur. Dan benar saja, akhirnya kedua pahanya yang putih bersih perlahan-lahan membuka, mungkin hentakan musik di earphone nya semakin seru. Samar-samar kulihat celana dalamnya, dan akhirnya tampaklah yang aku tunggu-tunggu, akan tetapi sangat mengejutkanku.

Celana dalam bermotif harimau !

Apakah itu bu Vivi ? Apakah celana dalam bermotif harimau sekarang sedang tren ?

Akhirnya aku berjalan mendekati wanita itu, berusah berjalan hingga di sampingnya untuk melihat apakah dia bu Vivi atau bukan. Setelah kuintip sebentar dari samping, ternyata bukan bu Vivi. Rambutnya pendek, dan speertinya bentuk wajahnya bukan bentuk wajah bu Vivi. Tentu saja aku mengenal bentul wajah bu Vivi, meskipun baru bertemu sekali, pengalaman itu tentu tak terlupakan :)

Aku mulai menaruh curiga, apakah benar kata eyangku, bahwa meskipun Indonesia sudah merdeka, orang-orang yang mengawasi penguasa ilmu tapak sedasa masih ada ?

Aku sudah menyelesaikan administrasi di Lobi Hotel, kini tinggal menuju ke kamar. Aku menghubungi teman-temanku untuk bertemu di sekitaran Malioboro. Kini aku sudah menunggu di lobi hotel lagi, menunggu taksi online yang kupesan. Wanita berbaju putih dengan rok mini tadi sudah tak nampak lagi.



========================================

malam minggu dan malam senin di yogya kuhabiskan untuk bertemu teman-teman masa kecilku. waktu benar-benar berlalu begitu cepat. ada temanku yang sudah berkeluarga, ada yang melanjutkan kuolliah ke jenjang S2, ada yang merencanakan untuk membuka usaha, dan kemudian berlanjut dengan menceritakan ulang cerita-cerita lama yang membuat nostalgia akan kota ini serasa tak akan ada habisnya.

========================================

Pesawatku sudah mendarat di soekarno hatta. Aku berjalan menyusuri koridor yang panjang, dimana banyak orang menuju ke arah yang sama. Hari ini adalah hari senin pagi, hari dimana aku akan cuti kerja, tetapi ada undangan wawancara di mobil oleh bu Vira. Bentuk wawancara kerja yang belum pernah aku alami sebelumnya.

"Dear pak Riki, mobil penjemput tim bu Vira nanti ada dua, keduanya mobil Fortuner putih, tetapi tidak di terminal kedatangan, melainkan terminal keberangkatan ya pak, terminal 3." text whatsapp dari bu Vivi di telepon genggamku. Aku merasa aneh dengan isi pesan ini, kenapa tidak di terminal kedatangan di lantai bawah, melainkan terminal keberangkatan di lantai paling atas yang biasanya digunakan untuk menurunkan penumpang yang akan terbang ? Memang kita bisa saja dijemput di terminal kedatangan secara diam diam, selama mobil tidak parkir terlalu lama.

"Whatever" kataku ketus. Aku keluar dari gerbang kedatangan, kemudian naik lift menuju ke lantai tiga ke gerbang keberangkatan. Karena masih perlu menunggu 30 menit lagi, aku memutuskan untuk masuk ke dalam saja daripada menunggu di luar. Keputusan kecil yang membuatku terkejut.

Aku duduk di kursi di lantai 3, tempat dimana calon penumpang melakukan check in di maskapai masing-masing. Hari senin memang hari yang padat untuk bandara soekarno-hatta. Ada begitu banyak yang ingin terbang hari itu. Aku duduk di dekat tempat check in maskapai Thailand, Thai Airways. Di dekat counter check in, biasanya ada papan tulisan yang menunjukkan pesan, biasanya berisi informasi cara check in online, check in tanpa bagasi, ataupun print tiket otomatis secara mandiri, sehingga tidak perlu datang ke counter check in. Biasanya tulisan ini ditulis dalam dua bahasa, bahasa inggris dan bahasa asal maskapai tersebut. Aku tanpa sadar melihat papan di dekat maskapai Thai Airways. Aku tak begitu tertarik dengan tulisan bahasa inggris, tetapi aku tertegun begitu melihat tulisan di bawahnya, yang tertulis menggunakan bahasa dan huruf dari bahasa asal maskapai.

Aku tertegun.

Aku kemudian mengeluarkan telepon genggamku untuk memastikan apa yang sedang kulihat.

Mulutku terbuka, seakan-akan tak percaya.

Banyak sekali huruf-huruf yang tertulis di papan petunjuk itu, persis sama dengan huruf-huruf di dua gulungan kulit yang diberikan oleh eyangku.

Jadi....

ternyata gulungan itu, ditulis dengan huruf dan bahasa Thailand !!!


// bersambung //

simak juga cerita saya yang lain :

the office

perampokan toko emas cahaya
 
Terakhir diubah:
Pesawat sebentar lagi mendarat di jogja. Aku terbangun dari tidurku saat pramugari mengingatkan untuk mengenakan sabuk pengaman. Dari jendela kaca terlihat pemandangan kota tanah kelahiranku. Aku sengaja memilih untuk ke rumah eyang naik pesawat karena aku ingin segera sampai di sabtu pagi, dan secepatnya kembali ke Jakarta di senin pagi, sehingga aku cukup cuti satu hari saja di hari senin.

Jalanan kota ini mengingatkan pada saat saat belia ku dulu. Begitu banyak hotel-hotel baru dibangun, tapi masih banyak juga bangunan-bangunan yang tak berubah seiring waktu berjalan. Kenangan kenangan itu selalu muncul kembali saat menyusuri jalanan kota ini.

Rumah eyang ada di kaki gunung merapi, tetapi masih tak jauh dari jalan beraspal terdekat. Aku lumayan terkejut saat ayahku mengirimkan pesan kalau eyang ingin bertemu denganku. Eyang memang tak memiliki telepon genggam, jadi eyang harus ke tetangga terdekat, yang tidak terlalu dekat juga letaknya, untuk meminjam telepon genggam dan menelpon ayahku. Biasanya eyang melakukan hal ini jika kangen dengan anak2nya, salah satunya ayahku, dan meminta untuk sesekali pulang ke jogja untuk pertemuan keluarga. Tetapi kali ini, kata ayahku, eyang ingin bertemu hanya denganku saja. Aku merasa eyang pasti ingin menjelaskan tentang jurus tapak sedasa.

Rangkaian pohon bambu dan jati mengiringi langkahku setelah taksi yg kutumpangi berhenti di pinggir sebuah jalan beraspal di kaki gunung merapi. Suasananya begitu rimbun dan tenang. Setelah beberapa saat, akhirnya sampailah di rumah eyangku. Antena TV yg kupasang beberapa minggu yang lalu di atap rumah eyang masih terpasang dengan baik.

"Halo riki" sambut eyangku dengan hangat.

"Halo eyang" aku mencium tangannya dengan hormat.

"Ayo masuk, masuk, masuk ke dalam rumah" ucap eyangku.

Aku melangkahkan kakiku ke dalam rumah eyang. TV yang waktu itu kubelikan masih terpasang, menyiarkan acara wayang dari stasiun lokal.

Eyang mempersilahkanku duduk, dan mengambilkan minum. Teh di rumah eyang selalu dicampur dengan rempah rempah.

Aku menyandarkan diriku di kursi kayu yang panjang sambil terpejam sebentar setelah minum teh. Sejurus kemudian aku terbangun, eyang datang dengan membawa 1 kotak kayu kecil.

"Terima kasih cu, sudah mau datang kesini, meskipun eyang tahu kamu sangat sibuk di jakarta. Eyang juga kaget kamu akan datang secepat ini" ucap eyang sambil duduk di kursi kayu panjang di depanku.

"Kamu tentu tahu kenapa eyang minta ayahmu untuk datang kemari?" tanya eyang tanpa basa basi, sepertinya ada banyak sekali hal yang ingin diceritakan.

"Iya eyang" jawabku singkat, aku tidak ingin menyebut nama jurus tapak sedasa, biar eyang sendiri yang menyebutnya.

"Apa yang sekarang-sekarang ini terjadi padamu, ki" tanya eyangku.

"Begini, eyang. Aku merasa memiliki beberapa pasang tangan tak terlihat. Pikiranku mampu mengendalikan tangan-tangan tak terlihat ini, tetapi aku masih belum tahu kenapa aku memiliki tangan-tangan ini, dan untuk apa" jawabku singkat.

"Cucuku riki, memang benar kamu memiliki tangan-tangan tak terlihat, tetapi bukan eyang yang memberikannya kepadamu. Eyang akan bercerita dahulu mengenai ilmu tangan-tangan tak terlihat ini, kemudian eyang akan memberi tahu, kenapa kamu sekarang memiliki ilmu ini". jawab eyang.

"Pada saat eyang masih berusia anak-anak, eyang di ajak eyang buyutmu ke sebuah rumah di tengah hutan di kaki gunung merapi ini. Saat itu adalah jaman penjajahan jepang, dan tentara jepang mencari-cari tenaga muda untuk dijadikan romusha, jadi eyang dan eyang buyutmu saat itu bersembunyi-sembunyi, karena jika tertangkap, eyang buyutmu akan dibawa oleh tentara Jepang." cerita eyang sambil meminum teh.

"Di dalam rumah di tengah hutan itu, kami menjumpai seorang yang terbaring di tempat tidur. Orang tersebut mengenakan kain serba putih, dengan ikat kepala putih. Di kedua tangannya mengenakan gelang kulit yang sangat banyak. Eyang buyutmu menuyuruh eyang menunggu diluar. Eyang buyutmu berbicara dengan orang itu dalam waktu lama. Eyang tidak tahu apa yang dibicarakan karena eyang diminta untuk menunggu di depan rumah. Setelah beberapa saat, eyang dipanggil masuk, dan eyang melihat orang itu memberikan dua buah gulungan dari kulit hewan. Eyang buyutmu menerimanya, kemudian pergi ke dapur dan membuatkan teh buat kami bertiga. Waktu itu eyang langsung meminum teh karena eyang sangat haus. Selang beberapa waktu, eyang merasa sangat mengantuk, dan kemudian tertidur." cerita eyang.

"Eyang tak tahu tertidur berapa lama, akan tetapi saat eyang bangun, eyang merasa sangat pusing sekali, badan berkeringat, dan sangat haus. Waktu itu eyang tertidur tepat di depan orang yang berbaring di tempat tidur yang misterius itu" lanjut eyang.

"Tak terasa lumayan juga eyang tertidur, sementara orang yang terbaring di tempat tidur itu sudah tidak lagi, dan eyang buyutmu tampak duduk-duduk di depan rumah. Eyang kemudian menghampiri eyang buyutmu, eyang melihat tangan eyang buyutmu sangat kotor dengan tanah"

"Nak, tolong jaga dua benda ini ya, kamu diberi tugas untuk menjaga kedua benda ini dengan baik. Besok akan kuceritakan mengapa kamu yang harus membawa kedua benda ini." eyang meniru pesan eyang buyutmu yang disampaikan sebelum berjalan kembali ke rumah.

"Setelah beberapa saat, kami pulang ke rumah, dengan masih sembunyi-sembunyi juga. Sampai di rumah, eyang lagi-lagi tertidur karena sangat lelah." ucap eyang.

"Pada saat eyang terbangun keesokan harinya, eyang kaget karena eyang buyut putri sedang menangis tersedu-sedu bersama beberapa saudara di rumah. Eyang kemudian diberi tahu bahwa eyang buyut dibawa oleh tentara jepang pagi-pagi sekali, karena kemarin eyang buyut terlihat saat berjalan masuk dan keluar hutan. Eyang merasa bersalah karena waktu itu eyang bersama eyang buyutmu, mungkin karena eyang masih anak-anak, jadi jalannya terlalu pelan, dan jadinya terlihat oleh pemberontak. Pada waktu itu tentara jepang memang membayar beberapa orang Indonesia untuk mengawasi secara diam-diam apabila ada laki-laki berusia muda yang menolak ikut romusha." Ujar eyang sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.

"Beberapa hari setelahnya, secara diam-diam eyang yang masih anak-anak waktu itu mencoba mencari tahu tentang siapa orang yang dikunjungi di tengah hutan itu. Sampailah akhirnya eyang bertemu dengan seorang pejuang tanah air yang sedang melarikan diri dari kejaran tentara Jepang. Pejuang tersebut bersembunyi sebentar selama 2 malam di rumah. Waktu itu hanya ada eyang buyut putrimu dan eyang saja yang ada di rumah. Eyang buyut putri mempersilahkan pejuang tersebut untuk singgah, memberinya makanan. Eyang buyut putri sempat bertanya, bagaimana nasib para pekerja romusha jepang kepada pejuang itu. Pejuang itu bercerita bahwa saat ini para laki-laki muda di kota sedang dikerahkan oleh Sultan untuk membuat suatu selokan besar. Akan tetapi jika tertangkap oleh Jepang, kemungkinan besar menjadi romusha di daerah lain." cerita eyang.

"Kemudian pejuang itu bercerita bahwa saat ini dia sedang mencari seseorang yang dahulu memberikan kesaktian kepadanya dan rekan-rekan seperjuangannya. Seseorang tersebut mengenakan baju yang serba putih dengan banyak gelang kulit di kedua tangannya. Orang sakti itu tidak bisa berbahasa Indonesia ataupun Jawa, dan sepertinya dia seorang pengembara yang tersesat. Dia memiliki keahlian yaitu memiliki banyak pasang tangan yang tak terlihat, yang mampu mencekik tentara jepang dari jarak jauh, selama masih dalam pandangan mata. Dan orang sakti tersebut mampu menurunkan ilmunya ke bbrp pejuang yang dipilihnya. Kami menyebutnya ilmu tapak sedasa. Ada sekitar 20 pejuang yang mendapatkan ilmu tersebut, dan berhasil membunuh secara diam diam panglima panglima Jepang. Hanya saja tentara Jepang tidak tinggal diam. Mereka membayar tinggi para pengkhianat Indonesia untuk mencari tahu, siapa saja yang memiliki ilmu tersebut. Dan satu pengkhianat mengetahui kami, para penguasa ilmu tapak sedasa. Dia melaporkan ke tentara jepang, dan diam-diam kami mulai diburu. Meskipun memiliki ilmu tapak sedasa, kami tidak kebal peluru. Beberapa hari ini kami semua lari ke gunung merapi untuk bersembunyi, dan ingin bertemu ke orang sakti tersebut yang konon kabarnya tinggal di kaki gunung merapi. Kami hendak minta tolong supaya makin banyak lagi pejuang yang diberi ilmu tapak sedasa, karena kami hanya tinggal beberapa orang saja." pungkas cerita si pejuang.

"Waktu itu eyang hanya diam saja, karena eyang takut, eyang masih anak-anak, jadi eyang tidak memberitahukan ke pejuang tersebut dimana rumah orang sakti itu berada. Setelah tinggal selama dua malam, akhirnya pejuang tersebut melanjutkan pelariannya. Eyang hanya diam saja waktu itu, sementara perang terus berkecamuk dengan hebat" cerita eyang sambil meneguk teh.

"Meskipun waktu itu masih anak-anak, tetapi eyang masih ingat jalan menuju ke orang sakti pemilik ilmu tapak sedasa. Keesokan harinya, eyang berjalan sendirian ke hutan menuju rumah si orang sakti, dan mendapati rumahnya kosong dan berdebu. Setelah eyang mengitari rumahnya, eyang melihat suatu nisan dari kayu tanpa keterangan apapun. Eyang teringat waktu terakhir di rumah itu, tangan eyang buyutmu kotor penuh dengan tanah. Mungkin waktu itu si orang sakti tersebut sudah mendekati ajalnya, dan eyang buyutmu menguburkannya pada saat eyang tertidur. Waktu itu eyang belum sadar bahwa eyang juga diberikan ilmu tapak sedasa pada saat berkunjung ke rumah si orang sakti" pungkas eyang.

"Beberapa hari kemudian, setelah mendengar cerita si pejuang yang bermalam di rumah eyang, eyang mulai menyadari bahwa eyang memiliki ilmu tapak sedasa. Pertama-tama eyang gunakan untuk menangkap burung yang bertengger di pohon. Kemudian setelah beberapa bulan, eyang mulai membantu perjuangan para pejuang kemerdekaan. Pertama kali eyang menggunakan ilmu ini di pasar. Karena postur eyang yang masih anak-anak, tidak ada tentara Jepang yang curiga saat eyang dan eyang buyut putri berada di pasar. Tiba-tiba saja ada tentara jepang yang memegangi lehernya, dan kemudian mati lemas karena tidak bisa bernafas. Waktu itu sekumpulan tentara jepang langsung mengerubungi dan menembakkan senjata ke atas karena panik melihat satu temannya mati mendadak." eyang mulai sedikit kelelahan karena ceritanya lumayan panjang.

"Eyang tidak berani membocorkan rahasia bahwa eyang memiliki ilmu tapak sedasa, karena eyang takut ditangkap pasukan Jepang. Kasihan eyang buyut putrimu yang nanti tinggal sendirian, sementara nasib eyang buyut entah kemana. Eyang selalu bergerak sembunyi-sembunyi, dan perlahan-lahan memahami yang mana panglima tentara jepang, dan yang mana yang hanya pasukan biasa. Seumur hidup eyang sudah membunuh 15 tentara jepang yang merupakan pemimpin batalion, eyang tidak mau membunuh tentara jepang yang bukan pemimpin."

"Eyang paham bahwa eyang memiliki 2 pasang tangan tak terlihat. Eyang sempat mendengar, beberapa pejuang lain memiliki lebih dari 2 pasang tangan tak terlihat. Akan tetapi semua pejuang-pejuang itu konon sudah lama tak terdengar lagi, gara2 para pengkhianat yang membuat identitas pemilik ilmu tapak sedasa ini ketahuan."

"Sampai saat ini eyang masih sangat berhati-hati dalam menggunakan ilmu tapak sedasa. Meskipun Indonesia sudah merdeka, eyang masih merasa ada ancaman tak terlihat jika menggunakan ilmu ini dengan sembarangan" ucap eyang. Eyang kemudian menghabiskan teh di depannya, dan mulai melinting satu rokok lagi.

"Begini cucuku riki. Tujuan eyang memanggilmu kesini adalah untuk menjelaskan tentang peristiwa beberapa minggu yang lalu. Tadi eyang sudah tanya apakah kamu sadar memiliki ilmu tapak sedasa, dan ternyata kamu bilang sudah sadar. Baguslah kalau begitu, eyang tak perlu menjelaskan cara kerjanya. Eyang hanya berpesan supaya ilmu itu dipakai untuk kebaikan" ucap eyang.

"Teyapi eyang, kenapa aku yang diberikan ilmu ini?" Tanyaku.

"Begini cucuku. Pada malam sebelum kamu datang waktu itu, eyang bermimpi. Ada seorang dewi cantik dengan tangan yang sangat banyak mendatangi eyang. Dewi tersebut tidak berbicara, tetapi disampingnya ada kamu sewaktu masih kanak-kanak. Kemudian dalam mimpi itu eyang melihat kamu memiliki tangan yang banyak juga. Keesokan harinya, ternyata kamu datang setelah mendaki gunung merapi. Ternyata mimpi itu memang sebuah isyarat, bahwa memang benar ilmu tapak sedasa ini harus diturunkan ke kamu, cucuku. Pada saat kamu terjatuh setelah memasang antenna TV, eyang bawa kamu ke dalam rumah dan eyang baringkan. Kemudian eyang bersila dan memejamkan mata dengan pikiran kosong. Dan dalam pikiran eyang, Dewi yang cantik bertangan banyak tersebut hadir kembali dan menjamahmu, sehingga kamu memiliki ilmu tapak sedasa. Jadi dewi tersebutlah yang memilihmu, bukan eyang." ucap eyang sambil merokok.

"Kemudian di dalam pikiran eyang, sang Dewi menunjukkan dua gulungan kulit yang dulu dititipkan ke eyang, pemberian eyang buyutmu dari si orang sakti. Dua gulungan kulit tersebut diletakkan oleh sang Dewi diatas dadamu. Eyang kemudian paham, bahwa tugas eyang adalah memberikan kedua gulungan kulit tersebut kepadamu" ucap eyang sambil meraih kotak kayu yang ada di meja di depanku. Kotak kayu itu dia sodorkan ke arahku.

Dengan rasa penuh penasaran, aku membuka kotak tersebut, dan tampaklah kedua gulungan kulit yang dimaksud, yang masing-masing diikat oleh tali kulit. Saat kubuka gulungan kulit yang pertama, di bagian atas ada gambar bunga teratai yang dipahatkan di kulit tersebut. Kemudian dibawahnya penuh dengan tulisan yang tak aku mengerti. Dilihat dari tulisannya mirip tulisan jawa hanacaraka, tetapi aku tak mengenali satu hurufpun. Demikian juga dengan gulungan kulit yang kedua, berisi pahatan kulit berupa tulisan yang aku tak mengerti artinya apa.

"Cucuku, eyang yakin si pemilik ilmu tapak sedasa ini ingin agar kamu mempelajari isi dari kedua gulungan kulit ini. Eyang yakin, kamu pasti bisa, eyang tahu kamu anak yang pintar dari dulu. Dan sang Dewi pun menunjukkmu untuk memahaminya. Akan tetapi eyang berpesan, berhati-hatilah. Meskipun Indonesia sudah merdeka, tetapi eyang masih merasa para pengkhianat kemerdekaan ini masih ada dan mengawasi kita. Makanya eyang bersikeras untuk tetap tinggal di kaki gunung Merapi, dan menghindar dari keramaian"

Aku dalam hati sebenarnya merasa mungkin eyang terlalu berlebihan. Akan tetapi kedua gulungan kulit ini sangat membuatku penasaran. Apakah huruf jawa yang digunakan adalah huruf jawa yang jauh lebih kuno dari yang aku kenal? Aku mungkin harus berkonsultasi dengan sejarawan untuk hal ini.

"Baiklah eyang, terima kasih atas pemberian ini, aku merasa tertantang juga untuk memecahkan misteri gulungan kulit ini, semoga bisa kupecahkan misterinya."ucapku.

"Ya sudah, cucuku. Beristirahatlah barang sebentar, maaf eyang memaksamu langsung membahas hal ini, biasanya kan eyang menuyuruhmu tidur tiduran dulu di kamar" ucap eyang.

"Hmm, maaf eyang, untuk kunjungan kali ini aku tidak bisa berlama-lama. Aku sudah janjian dengan teman-teman masa kecilku, eyang. Jadi aku tidak bermalam di sini" ucapku dengan sedikit rasa tidak enak.

"Yah, memang sudah waktunya sih kamu mulai mengenal banyak di dunia ini. Tapi saran eyang, berhati hati di luar sana ya." Pungkas eyang.

Akhirnya kusudahi kunjungan ke rumah eyang, dan melangkahkan kakiku untuk pergi ke pasar terdekat, dimana aku bisa menaiki angkutan umum. Aku berencana untuk tinggal di hotel di dekat malioboro, kemudian bertemu dengan teman-teman masa kecilku.

Sepanjang perjalanan aku mencoba mencari cari di internet bentuk aksara jawa kuno di telepon genggamku, tetapi tak satu hurufpun sama dengan huruf di gulungan kulit yang sempat kufoto sebelum kumasukkan kedalam tasku. Aku semakin penasaran dengan gulungan kulit ini.

Aku telah sampai di hotel di sekitar Malioboro. Sebenarnya ada lebih banyak hotel yang bagus dan lebih murah, tetapi aku memutuskan untuk tinggal di hotel di sekitar Malioboro, karena aku ingin berjalan-jalan di kilometer nol, di depan kantor pos besar, salah satu tempat yang penuh kenangan akan kota ini.

Saat aku menuju ke lobby hotel, aku melihat seorang wanita yang sedang duduk dan membaca majalah, sehingga wajahnya tak kelihatan. Yang menarik perhatianku adalah, dia mengenakan rok mini yang ketat, dan kedua kakinya yang putih bersih tidak disilangkan. Aku sengaja berjalan memutar supaya bisa mengintip celana dalamnya, tetapi sayangnya kedua kakinya menutup rapat. Pada saat itu tiba-tiba telepon genggamku berbunyi. Ternyata bu Vivi meneleponku.

"Halo, dengan pak Riki?" ucap bu Vivi.

"Ya, benar" balasku.

"Ini dengan bu Vivi. Mohon maaf mengganggu waktu weekend ya pak Riki. Saya ingin menginformasikan bahwa HRD manager saya tertarik dengan profile pak Riki dan hasil wawancara saya dengan pak Riki" ucap bu Vivi. Aku merasa heran, padahal pertemuanku dengan bu Vivi tidak berakhir dengan sebuah kegiatan yang bisa dinamakan wawancara. Dan akupun semakin ragu dengan perusahaan yang mencoba merekrutku ini, berdasarkan pengamatanku saat bertemu dengan bu Vivi.

"Jadi HRD manager saya ingin bertemu dengan bapak secara lansung untuk wawancara, sebelum bapak di wawancara tahap akhir oleh user kami. Apakah bapak bersedia untuk diwawancara di hari senin pagi jam 9? " tanya bu Vivi.

"Hmm, mohon maaf bu Vivi, di senin pagi saya tidak bisa, karena saya baru akan mendarat di bandara sekitar jam 7, jadi pasti terlambat untuk membuat janji." balasku. Entah kenapa tahapan perekrutan ini terus kuikuti, padahal aku sudah tak tertarik.

"Oh, bapak di bandara juga, soekarno-hatta kan pak? Kebetulan HRD saya, bu Vira, juga baru mendarat jam 7.30 dari Surabaya. Apakah pak Riki bersedia wawancara di dalam mobil? Jadi wawancara dilakukan selama perjalanan ke arah jakarta." balas bu Vivi.

"Oh, kalau bu Vira tak keberatan, saya tidak ada masalah bu." ucapku.

"Baik pak, kalau begitu, confirmed ya pak, Senin pagi, sekitar jam 7.30 nanti akan kami kabari dimana letak mobil jemputan bu Vira. Mobil Fortuner warna putih dengan nomer plat 3 karakter terakhir RFU ya pak" ucap bu Vivi.

"Baik bu" jawabku singkat, telepon pun terputus.

Setelah menutup telepon, aku kembali menoleh ke arah wanita yang sedang membaca majalah. Kini kakinya sedang dimain-mainkan, sepertinya dia sedang mengenakan musik melalui earphone. Aku tunggu sebentar, mungkin saja aku mujur. Dan benar saja, akhirnya kedua pahanya yang putih bersih perlahan-lahan membuka, mungkin hentakan musik di earphone nya semakin seru. Samar-samar kulihat celana dalamnya, dan akhirnya tampaklah yang aku tunggu-tunggu, akan tetapi sangat mengejutkanku.

Celana dalam bermotif harimau !

Apakah itu bu Vivi ? Apakah celana dalam bermotif harimau sekarang sedang tren ?

Akhirnya aku berjalan mendekati wanita itu, berusah berjalan hingga di sampingnya untuk melihat apakah dia bu Vivi atau bukan. Setelah kuintip sebentar dari samping, ternyata bukan bu Vivi. Rambutnya pendek, dan speertinya bentuk wajahnya bukan bentuk wajah bu Vivi. Tentu saja aku mengenal bentul wajah bu Vivi, meskipun baru bertemu sekali, pengalaman itu tentu tak terlupakan :)

Aku mulai menaruh curiga, apakah benar kata eyangku, bahwa meskipun Indonesia sudah merdeka, orang-orang yang mengawasi penguasa ilmu tapak sedasa masih ada ?

Aku sudah menyelesaikan administrasi di Lobi Hotel, kini tinggal menuju ke kamar. Aku menghubungi teman-temanku untuk bertemu di sekitaran Malioboro. Kini aku sudah menunggu di lobi hotel lagi, menunggu taksi online yang kupesan. Wanita berbaju putih dengan rok mini tadi sudah tak nampak lagi.



========================================

malam minggu dan malam senin di yogya kuhabiskan untuk bertemu teman-teman masa kecilku. waktu benar-benar berlalu begitu cepat. ada temanku yang sudah berkeluarga, ada yang melanjutkan kuolliah ke jenjang S2, ada yang merencanakan untuk membuka usaha, dan kemudian berlanjut dengan menceritakan ulang cerita-cerita lama yang membuat nostalgia akan kota ini serasa tak akan ada habisnya.

========================================

Pesawatku sudah mendarat di soekarno hatta. Aku berjalan menyusuri koridor yang panjang, dimana banyak orang menuju ke arah yang sama. Hari ini adalah hari senin pagi, hari dimana aku akan cuti kerja, tetapi ada undangan wawancara di mobil oleh bu Vira. Bentuk wawancara kerja yang belum pernah aku alami sebelumnya.

"Dear pak Riki, mobil penjemput tim bu Vira nanti ada dua, keduanya mobil Fortuner putih, tetapi tidak di terminal kedatangan, melainkan terminal keberangkatan ya pak, terminal 3." text whatsapp dari bu Vivi di telepon genggamku. Aku merasa aneh dengan isi pesan ini, kenapa tidak di terminal kedatangan di lantai bawah, melainkan terminal keberangkatan di lantai paling atas yang biasanya digunakan untuk menurunkan penumpang yang akan terbang ? Memang kita bisa saja dijemput di terminal kedatangan secara diam diam, selama mobil tidak parkir terlalu lama.

"Whatever" kataku ketus. Aku keluar dari gerbang kedatangan, kemudian naik lift menuju ke lantai tiga ke gerbang keberangkatan. Karena masih perlu menunggu 30 menit lagi, aku memutuskan untuk masuk ke dalam saja daripada menunggu di luar. Keputusan kecil yang membuatku terkejut.

Aku duduk di kursi di lantai 3, tempat dimana calon penumpang melakukan check in di maskapai masing-masing. Hari senin memang hari yang padat untuk bandara soekarno-hatta. Ada begitu banyak yang ingin terbang hari itu. Aku duduk di dekat tempat check in maskapai Thailand, Thai Airways. Di dekat counter check in, biasanya ada papan tulisan yang menunjukkan pesan, biasanya berisi informasi cara check in online, check in tanpa bagasi, ataupun print tiket otomatis secara mandiri, sehingga tidak perlu datang ke counter check in. Biasanya tulisan ini ditulis dalam dua bahasa, bahasa inggris dan bahasa asal maskapai tersebut. Aku tanpa sadar melihat papan di dekat maskapai Thai Airways. Aku tak begitu tertarik dengan tulisan bahasa inggris, tetapi aku tertegun begitu melihat tulisan di bawahnya, yang tertulis menggunakan bahasa dan huruf dari bahasa asal maskapai.

Aku tertegun.

Aku kemudian mengeluarkan telepon genggamku untuk memastikan apa yang sedang kulihat.

Mulutku terbuka, seakan-akan tak percaya.

Banyak sekali huruf-huruf yang tertulis di papan petunjuk itu, persis sama dengan huruf-huruf di dua gulungan kulit yang diberikan oleh eyangku.

Jadi....

ternyata gulungan itu, ditulis dengan huruf dan bahasa Thailand !!!


// bersambung //

simak juga cerita saya yang lain :

the office

perampokan toko emas cahaya
Lanjutkan suhu, terimakasih updatenya suhu @rxrx
 
Pesawat sebentar lagi mendarat di jogja. Aku terbangun dari tidurku saat pramugari mengingatkan untuk mengenakan sabuk pengaman. Dari jendela kaca terlihat pemandangan kota tanah kelahiranku. Aku sengaja memilih untuk ke rumah eyang naik pesawat karena aku ingin segera sampai di sabtu pagi, dan secepatnya kembali ke Jakarta di senin pagi, sehingga aku cukup cuti satu hari saja di hari senin.

Jalanan kota ini mengingatkan pada saat saat belia ku dulu. Begitu banyak hotel-hotel baru dibangun, tapi masih banyak juga bangunan-bangunan yang tak berubah seiring waktu berjalan. Kenangan kenangan itu selalu muncul kembali saat menyusuri jalanan kota ini.

Rumah eyang ada di kaki gunung merapi, tetapi masih tak jauh dari jalan beraspal terdekat. Aku lumayan terkejut saat ayahku mengirimkan pesan kalau eyang ingin bertemu denganku. Eyang memang tak memiliki telepon genggam, jadi eyang harus ke tetangga terdekat, yang tidak terlalu dekat juga letaknya, untuk meminjam telepon genggam dan menelpon ayahku. Biasanya eyang melakukan hal ini jika kangen dengan anak2nya, salah satunya ayahku, dan meminta untuk sesekali pulang ke jogja untuk pertemuan keluarga. Tetapi kali ini, kata ayahku, eyang ingin bertemu hanya denganku saja. Aku merasa eyang pasti ingin menjelaskan tentang jurus tapak sedasa.

Rangkaian pohon bambu dan jati mengiringi langkahku setelah taksi yg kutumpangi berhenti di pinggir sebuah jalan beraspal di kaki gunung merapi. Suasananya begitu rimbun dan tenang. Setelah beberapa saat, akhirnya sampailah di rumah eyangku. Antena TV yg kupasang beberapa minggu yang lalu di atap rumah eyang masih terpasang dengan baik.

"Halo riki" sambut eyangku dengan hangat.

"Halo eyang" aku mencium tangannya dengan hormat.

"Ayo masuk, masuk, masuk ke dalam rumah" ucap eyangku.

Aku melangkahkan kakiku ke dalam rumah eyang. TV yang waktu itu kubelikan masih terpasang, menyiarkan acara wayang dari stasiun lokal.

Eyang mempersilahkanku duduk, dan mengambilkan minum. Teh di rumah eyang selalu dicampur dengan rempah rempah.

Aku menyandarkan diriku di kursi kayu yang panjang sambil terpejam sebentar setelah minum teh. Sejurus kemudian aku terbangun, eyang datang dengan membawa 1 kotak kayu kecil.

"Terima kasih cu, sudah mau datang kesini, meskipun eyang tahu kamu sangat sibuk di jakarta. Eyang juga kaget kamu akan datang secepat ini" ucap eyang sambil duduk di kursi kayu panjang di depanku.

"Kamu tentu tahu kenapa eyang minta ayahmu untuk datang kemari?" tanya eyang tanpa basa basi, sepertinya ada banyak sekali hal yang ingin diceritakan.

"Iya eyang" jawabku singkat, aku tidak ingin menyebut nama jurus tapak sedasa, biar eyang sendiri yang menyebutnya.

"Apa yang sekarang-sekarang ini terjadi padamu, ki" tanya eyangku.

"Begini, eyang. Aku merasa memiliki beberapa pasang tangan tak terlihat. Pikiranku mampu mengendalikan tangan-tangan tak terlihat ini, tetapi aku masih belum tahu kenapa aku memiliki tangan-tangan ini, dan untuk apa" jawabku singkat.

"Cucuku riki, memang benar kamu memiliki tangan-tangan tak terlihat, tetapi bukan eyang yang memberikannya kepadamu. Eyang akan bercerita dahulu mengenai ilmu tangan-tangan tak terlihat ini, kemudian eyang akan memberi tahu, kenapa kamu sekarang memiliki ilmu ini". jawab eyang.

"Pada saat eyang masih berusia anak-anak, eyang di ajak eyang buyutmu ke sebuah rumah di tengah hutan di kaki gunung merapi ini. Saat itu adalah jaman penjajahan jepang, dan tentara jepang mencari-cari tenaga muda untuk dijadikan romusha, jadi eyang dan eyang buyutmu saat itu bersembunyi-sembunyi, karena jika tertangkap, eyang buyutmu akan dibawa oleh tentara Jepang." cerita eyang sambil meminum teh.

"Di dalam rumah di tengah hutan itu, kami menjumpai seorang yang terbaring di tempat tidur. Orang tersebut mengenakan kain serba putih, dengan ikat kepala putih. Di kedua tangannya mengenakan gelang kulit yang sangat banyak. Eyang buyutmu menuyuruh eyang menunggu diluar. Eyang buyutmu berbicara dengan orang itu dalam waktu lama. Eyang tidak tahu apa yang dibicarakan karena eyang diminta untuk menunggu di depan rumah. Setelah beberapa saat, eyang dipanggil masuk, dan eyang melihat orang itu memberikan dua buah gulungan dari kulit hewan. Eyang buyutmu menerimanya, kemudian pergi ke dapur dan membuatkan teh buat kami bertiga. Waktu itu eyang langsung meminum teh karena eyang sangat haus. Selang beberapa waktu, eyang merasa sangat mengantuk, dan kemudian tertidur." cerita eyang.

"Eyang tak tahu tertidur berapa lama, akan tetapi saat eyang bangun, eyang merasa sangat pusing sekali, badan berkeringat, dan sangat haus. Waktu itu eyang tertidur tepat di depan orang yang berbaring di tempat tidur yang misterius itu" lanjut eyang.

"Tak terasa lumayan juga eyang tertidur, sementara orang yang terbaring di tempat tidur itu sudah tidak lagi, dan eyang buyutmu tampak duduk-duduk di depan rumah. Eyang kemudian menghampiri eyang buyutmu, eyang melihat tangan eyang buyutmu sangat kotor dengan tanah"

"Nak, tolong jaga dua benda ini ya, kamu diberi tugas untuk menjaga kedua benda ini dengan baik. Besok akan kuceritakan mengapa kamu yang harus membawa kedua benda ini." eyang meniru pesan eyang buyutmu yang disampaikan sebelum berjalan kembali ke rumah.

"Setelah beberapa saat, kami pulang ke rumah, dengan masih sembunyi-sembunyi juga. Sampai di rumah, eyang lagi-lagi tertidur karena sangat lelah." ucap eyang.

"Pada saat eyang terbangun keesokan harinya, eyang kaget karena eyang buyut putri sedang menangis tersedu-sedu bersama beberapa saudara di rumah. Eyang kemudian diberi tahu bahwa eyang buyut dibawa oleh tentara jepang pagi-pagi sekali, karena kemarin eyang buyut terlihat saat berjalan masuk dan keluar hutan. Eyang merasa bersalah karena waktu itu eyang bersama eyang buyutmu, mungkin karena eyang masih anak-anak, jadi jalannya terlalu pelan, dan jadinya terlihat oleh pemberontak. Pada waktu itu tentara jepang memang membayar beberapa orang Indonesia untuk mengawasi secara diam-diam apabila ada laki-laki berusia muda yang menolak ikut romusha." Ujar eyang sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.

"Beberapa hari setelahnya, secara diam-diam eyang yang masih anak-anak waktu itu mencoba mencari tahu tentang siapa orang yang dikunjungi di tengah hutan itu. Sampailah akhirnya eyang bertemu dengan seorang pejuang tanah air yang sedang melarikan diri dari kejaran tentara Jepang. Pejuang tersebut bersembunyi sebentar selama 2 malam di rumah. Waktu itu hanya ada eyang buyut putrimu dan eyang saja yang ada di rumah. Eyang buyut putri mempersilahkan pejuang tersebut untuk singgah, memberinya makanan. Eyang buyut putri sempat bertanya, bagaimana nasib para pekerja romusha jepang kepada pejuang itu. Pejuang itu bercerita bahwa saat ini para laki-laki muda di kota sedang dikerahkan oleh Sultan untuk membuat suatu selokan besar. Akan tetapi jika tertangkap oleh Jepang, kemungkinan besar menjadi romusha di daerah lain." cerita eyang.

"Kemudian pejuang itu bercerita bahwa saat ini dia sedang mencari seseorang yang dahulu memberikan kesaktian kepadanya dan rekan-rekan seperjuangannya. Seseorang tersebut mengenakan baju yang serba putih dengan banyak gelang kulit di kedua tangannya. Orang sakti itu tidak bisa berbahasa Indonesia ataupun Jawa, dan sepertinya dia seorang pengembara yang tersesat. Dia memiliki keahlian yaitu memiliki banyak pasang tangan yang tak terlihat, yang mampu mencekik tentara jepang dari jarak jauh, selama masih dalam pandangan mata. Dan orang sakti tersebut mampu menurunkan ilmunya ke bbrp pejuang yang dipilihnya. Kami menyebutnya ilmu tapak sedasa. Ada sekitar 20 pejuang yang mendapatkan ilmu tersebut, dan berhasil membunuh secara diam diam panglima panglima Jepang. Hanya saja tentara Jepang tidak tinggal diam. Mereka membayar tinggi para pengkhianat Indonesia untuk mencari tahu, siapa saja yang memiliki ilmu tersebut. Dan satu pengkhianat mengetahui kami, para penguasa ilmu tapak sedasa. Dia melaporkan ke tentara jepang, dan diam-diam kami mulai diburu. Meskipun memiliki ilmu tapak sedasa, kami tidak kebal peluru. Beberapa hari ini kami semua lari ke gunung merapi untuk bersembunyi, dan ingin bertemu ke orang sakti tersebut yang konon kabarnya tinggal di kaki gunung merapi. Kami hendak minta tolong supaya makin banyak lagi pejuang yang diberi ilmu tapak sedasa, karena kami hanya tinggal beberapa orang saja." pungkas cerita si pejuang.

"Waktu itu eyang hanya diam saja, karena eyang takut, eyang masih anak-anak, jadi eyang tidak memberitahukan ke pejuang tersebut dimana rumah orang sakti itu berada. Setelah tinggal selama dua malam, akhirnya pejuang tersebut melanjutkan pelariannya. Eyang hanya diam saja waktu itu, sementara perang terus berkecamuk dengan hebat" cerita eyang sambil meneguk teh.

"Meskipun waktu itu masih anak-anak, tetapi eyang masih ingat jalan menuju ke orang sakti pemilik ilmu tapak sedasa. Keesokan harinya, eyang berjalan sendirian ke hutan menuju rumah si orang sakti, dan mendapati rumahnya kosong dan berdebu. Setelah eyang mengitari rumahnya, eyang melihat suatu nisan dari kayu tanpa keterangan apapun. Eyang teringat waktu terakhir di rumah itu, tangan eyang buyutmu kotor penuh dengan tanah. Mungkin waktu itu si orang sakti tersebut sudah mendekati ajalnya, dan eyang buyutmu menguburkannya pada saat eyang tertidur. Waktu itu eyang belum sadar bahwa eyang juga diberikan ilmu tapak sedasa pada saat berkunjung ke rumah si orang sakti" pungkas eyang.

"Beberapa hari kemudian, setelah mendengar cerita si pejuang yang bermalam di rumah eyang, eyang mulai menyadari bahwa eyang memiliki ilmu tapak sedasa. Pertama-tama eyang gunakan untuk menangkap burung yang bertengger di pohon. Kemudian setelah beberapa bulan, eyang mulai membantu perjuangan para pejuang kemerdekaan. Pertama kali eyang menggunakan ilmu ini di pasar. Karena postur eyang yang masih anak-anak, tidak ada tentara Jepang yang curiga saat eyang dan eyang buyut putri berada di pasar. Tiba-tiba saja ada tentara jepang yang memegangi lehernya, dan kemudian mati lemas karena tidak bisa bernafas. Waktu itu sekumpulan tentara jepang langsung mengerubungi dan menembakkan senjata ke atas karena panik melihat satu temannya mati mendadak." eyang mulai sedikit kelelahan karena ceritanya lumayan panjang.

"Eyang tidak berani membocorkan rahasia bahwa eyang memiliki ilmu tapak sedasa, karena eyang takut ditangkap pasukan Jepang. Kasihan eyang buyut putrimu yang nanti tinggal sendirian, sementara nasib eyang buyut entah kemana. Eyang selalu bergerak sembunyi-sembunyi, dan perlahan-lahan memahami yang mana panglima tentara jepang, dan yang mana yang hanya pasukan biasa. Seumur hidup eyang sudah membunuh 15 tentara jepang yang merupakan pemimpin batalion, eyang tidak mau membunuh tentara jepang yang bukan pemimpin."

"Eyang paham bahwa eyang memiliki 2 pasang tangan tak terlihat. Eyang sempat mendengar, beberapa pejuang lain memiliki lebih dari 2 pasang tangan tak terlihat. Akan tetapi semua pejuang-pejuang itu konon sudah lama tak terdengar lagi, gara2 para pengkhianat yang membuat identitas pemilik ilmu tapak sedasa ini ketahuan."

"Sampai saat ini eyang masih sangat berhati-hati dalam menggunakan ilmu tapak sedasa. Meskipun Indonesia sudah merdeka, eyang masih merasa ada ancaman tak terlihat jika menggunakan ilmu ini dengan sembarangan" ucap eyang. Eyang kemudian menghabiskan teh di depannya, dan mulai melinting satu rokok lagi.

"Begini cucuku riki. Tujuan eyang memanggilmu kesini adalah untuk menjelaskan tentang peristiwa beberapa minggu yang lalu. Tadi eyang sudah tanya apakah kamu sadar memiliki ilmu tapak sedasa, dan ternyata kamu bilang sudah sadar. Baguslah kalau begitu, eyang tak perlu menjelaskan cara kerjanya. Eyang hanya berpesan supaya ilmu itu dipakai untuk kebaikan" ucap eyang.

"Teyapi eyang, kenapa aku yang diberikan ilmu ini?" Tanyaku.

"Begini cucuku. Pada malam sebelum kamu datang waktu itu, eyang bermimpi. Ada seorang dewi cantik dengan tangan yang sangat banyak mendatangi eyang. Dewi tersebut tidak berbicara, tetapi disampingnya ada kamu sewaktu masih kanak-kanak. Kemudian dalam mimpi itu eyang melihat kamu memiliki tangan yang banyak juga. Keesokan harinya, ternyata kamu datang setelah mendaki gunung merapi. Ternyata mimpi itu memang sebuah isyarat, bahwa memang benar ilmu tapak sedasa ini harus diturunkan ke kamu, cucuku. Pada saat kamu terjatuh setelah memasang antenna TV, eyang bawa kamu ke dalam rumah dan eyang baringkan. Kemudian eyang bersila dan memejamkan mata dengan pikiran kosong. Dan dalam pikiran eyang, Dewi yang cantik bertangan banyak tersebut hadir kembali dan menjamahmu, sehingga kamu memiliki ilmu tapak sedasa. Jadi dewi tersebutlah yang memilihmu, bukan eyang." ucap eyang sambil merokok.

"Kemudian di dalam pikiran eyang, sang Dewi menunjukkan dua gulungan kulit yang dulu dititipkan ke eyang, pemberian eyang buyutmu dari si orang sakti. Dua gulungan kulit tersebut diletakkan oleh sang Dewi diatas dadamu. Eyang kemudian paham, bahwa tugas eyang adalah memberikan kedua gulungan kulit tersebut kepadamu" ucap eyang sambil meraih kotak kayu yang ada di meja di depanku. Kotak kayu itu dia sodorkan ke arahku.

Dengan rasa penuh penasaran, aku membuka kotak tersebut, dan tampaklah kedua gulungan kulit yang dimaksud, yang masing-masing diikat oleh tali kulit. Saat kubuka gulungan kulit yang pertama, di bagian atas ada gambar bunga teratai yang dipahatkan di kulit tersebut. Kemudian dibawahnya penuh dengan tulisan yang tak aku mengerti. Dilihat dari tulisannya mirip tulisan jawa hanacaraka, tetapi aku tak mengenali satu hurufpun. Demikian juga dengan gulungan kulit yang kedua, berisi pahatan kulit berupa tulisan yang aku tak mengerti artinya apa.

"Cucuku, eyang yakin si pemilik ilmu tapak sedasa ini ingin agar kamu mempelajari isi dari kedua gulungan kulit ini. Eyang yakin, kamu pasti bisa, eyang tahu kamu anak yang pintar dari dulu. Dan sang Dewi pun menunjukkmu untuk memahaminya. Akan tetapi eyang berpesan, berhati-hatilah. Meskipun Indonesia sudah merdeka, tetapi eyang masih merasa para pengkhianat kemerdekaan ini masih ada dan mengawasi kita. Makanya eyang bersikeras untuk tetap tinggal di kaki gunung Merapi, dan menghindar dari keramaian"

Aku dalam hati sebenarnya merasa mungkin eyang terlalu berlebihan. Akan tetapi kedua gulungan kulit ini sangat membuatku penasaran. Apakah huruf jawa yang digunakan adalah huruf jawa yang jauh lebih kuno dari yang aku kenal? Aku mungkin harus berkonsultasi dengan sejarawan untuk hal ini.

"Baiklah eyang, terima kasih atas pemberian ini, aku merasa tertantang juga untuk memecahkan misteri gulungan kulit ini, semoga bisa kupecahkan misterinya."ucapku.

"Ya sudah, cucuku. Beristirahatlah barang sebentar, maaf eyang memaksamu langsung membahas hal ini, biasanya kan eyang menuyuruhmu tidur tiduran dulu di kamar" ucap eyang.

"Hmm, maaf eyang, untuk kunjungan kali ini aku tidak bisa berlama-lama. Aku sudah janjian dengan teman-teman masa kecilku, eyang. Jadi aku tidak bermalam di sini" ucapku dengan sedikit rasa tidak enak.

"Yah, memang sudah waktunya sih kamu mulai mengenal banyak di dunia ini. Tapi saran eyang, berhati hati di luar sana ya." Pungkas eyang.

Akhirnya kusudahi kunjungan ke rumah eyang, dan melangkahkan kakiku untuk pergi ke pasar terdekat, dimana aku bisa menaiki angkutan umum. Aku berencana untuk tinggal di hotel di dekat malioboro, kemudian bertemu dengan teman-teman masa kecilku.

Sepanjang perjalanan aku mencoba mencari cari di internet bentuk aksara jawa kuno di telepon genggamku, tetapi tak satu hurufpun sama dengan huruf di gulungan kulit yang sempat kufoto sebelum kumasukkan kedalam tasku. Aku semakin penasaran dengan gulungan kulit ini.

Aku telah sampai di hotel di sekitar Malioboro. Sebenarnya ada lebih banyak hotel yang bagus dan lebih murah, tetapi aku memutuskan untuk tinggal di hotel di sekitar Malioboro, karena aku ingin berjalan-jalan di kilometer nol, di depan kantor pos besar, salah satu tempat yang penuh kenangan akan kota ini.

Saat aku menuju ke lobby hotel, aku melihat seorang wanita yang sedang duduk dan membaca majalah, sehingga wajahnya tak kelihatan. Yang menarik perhatianku adalah, dia mengenakan rok mini yang ketat, dan kedua kakinya yang putih bersih tidak disilangkan. Aku sengaja berjalan memutar supaya bisa mengintip celana dalamnya, tetapi sayangnya kedua kakinya menutup rapat. Pada saat itu tiba-tiba telepon genggamku berbunyi. Ternyata bu Vivi meneleponku.

"Halo, dengan pak Riki?" ucap bu Vivi.

"Ya, benar" balasku.

"Ini dengan bu Vivi. Mohon maaf mengganggu waktu weekend ya pak Riki. Saya ingin menginformasikan bahwa HRD manager saya tertarik dengan profile pak Riki dan hasil wawancara saya dengan pak Riki" ucap bu Vivi. Aku merasa heran, padahal pertemuanku dengan bu Vivi tidak berakhir dengan sebuah kegiatan yang bisa dinamakan wawancara. Dan akupun semakin ragu dengan perusahaan yang mencoba merekrutku ini, berdasarkan pengamatanku saat bertemu dengan bu Vivi.

"Jadi HRD manager saya ingin bertemu dengan bapak secara lansung untuk wawancara, sebelum bapak di wawancara tahap akhir oleh user kami. Apakah bapak bersedia untuk diwawancara di hari senin pagi jam 9? " tanya bu Vivi.

"Hmm, mohon maaf bu Vivi, di senin pagi saya tidak bisa, karena saya baru akan mendarat di bandara sekitar jam 7, jadi pasti terlambat untuk membuat janji." balasku. Entah kenapa tahapan perekrutan ini terus kuikuti, padahal aku sudah tak tertarik.

"Oh, bapak di bandara juga, soekarno-hatta kan pak? Kebetulan HRD saya, bu Vira, juga baru mendarat jam 7.30 dari Surabaya. Apakah pak Riki bersedia wawancara di dalam mobil? Jadi wawancara dilakukan selama perjalanan ke arah jakarta." balas bu Vivi.

"Oh, kalau bu Vira tak keberatan, saya tidak ada masalah bu." ucapku.

"Baik pak, kalau begitu, confirmed ya pak, Senin pagi, sekitar jam 7.30 nanti akan kami kabari dimana letak mobil jemputan bu Vira. Mobil Fortuner warna putih dengan nomer plat 3 karakter terakhir RFU ya pak" ucap bu Vivi.

"Baik bu" jawabku singkat, telepon pun terputus.

Setelah menutup telepon, aku kembali menoleh ke arah wanita yang sedang membaca majalah. Kini kakinya sedang dimain-mainkan, sepertinya dia sedang mengenakan musik melalui earphone. Aku tunggu sebentar, mungkin saja aku mujur. Dan benar saja, akhirnya kedua pahanya yang putih bersih perlahan-lahan membuka, mungkin hentakan musik di earphone nya semakin seru. Samar-samar kulihat celana dalamnya, dan akhirnya tampaklah yang aku tunggu-tunggu, akan tetapi sangat mengejutkanku.

Celana dalam bermotif harimau !

Apakah itu bu Vivi ? Apakah celana dalam bermotif harimau sekarang sedang tren ?

Akhirnya aku berjalan mendekati wanita itu, berusah berjalan hingga di sampingnya untuk melihat apakah dia bu Vivi atau bukan. Setelah kuintip sebentar dari samping, ternyata bukan bu Vivi. Rambutnya pendek, dan speertinya bentuk wajahnya bukan bentuk wajah bu Vivi. Tentu saja aku mengenal bentul wajah bu Vivi, meskipun baru bertemu sekali, pengalaman itu tentu tak terlupakan :)

Aku mulai menaruh curiga, apakah benar kata eyangku, bahwa meskipun Indonesia sudah merdeka, orang-orang yang mengawasi penguasa ilmu tapak sedasa masih ada ?

Aku sudah menyelesaikan administrasi di Lobi Hotel, kini tinggal menuju ke kamar. Aku menghubungi teman-temanku untuk bertemu di sekitaran Malioboro. Kini aku sudah menunggu di lobi hotel lagi, menunggu taksi online yang kupesan. Wanita berbaju putih dengan rok mini tadi sudah tak nampak lagi.



========================================

malam minggu dan malam senin di yogya kuhabiskan untuk bertemu teman-teman masa kecilku. waktu benar-benar berlalu begitu cepat. ada temanku yang sudah berkeluarga, ada yang melanjutkan kuolliah ke jenjang S2, ada yang merencanakan untuk membuka usaha, dan kemudian berlanjut dengan menceritakan ulang cerita-cerita lama yang membuat nostalgia akan kota ini serasa tak akan ada habisnya.

========================================

Pesawatku sudah mendarat di soekarno hatta. Aku berjalan menyusuri koridor yang panjang, dimana banyak orang menuju ke arah yang sama. Hari ini adalah hari senin pagi, hari dimana aku akan cuti kerja, tetapi ada undangan wawancara di mobil oleh bu Vira. Bentuk wawancara kerja yang belum pernah aku alami sebelumnya.

"Dear pak Riki, mobil penjemput tim bu Vira nanti ada dua, keduanya mobil Fortuner putih, tetapi tidak di terminal kedatangan, melainkan terminal keberangkatan ya pak, terminal 3." text whatsapp dari bu Vivi di telepon genggamku. Aku merasa aneh dengan isi pesan ini, kenapa tidak di terminal kedatangan di lantai bawah, melainkan terminal keberangkatan di lantai paling atas yang biasanya digunakan untuk menurunkan penumpang yang akan terbang ? Memang kita bisa saja dijemput di terminal kedatangan secara diam diam, selama mobil tidak parkir terlalu lama.

"Whatever" kataku ketus. Aku keluar dari gerbang kedatangan, kemudian naik lift menuju ke lantai tiga ke gerbang keberangkatan. Karena masih perlu menunggu 30 menit lagi, aku memutuskan untuk masuk ke dalam saja daripada menunggu di luar. Keputusan kecil yang membuatku terkejut.

Aku duduk di kursi di lantai 3, tempat dimana calon penumpang melakukan check in di maskapai masing-masing. Hari senin memang hari yang padat untuk bandara soekarno-hatta. Ada begitu banyak yang ingin terbang hari itu. Aku duduk di dekat tempat check in maskapai Thailand, Thai Airways. Di dekat counter check in, biasanya ada papan tulisan yang menunjukkan pesan, biasanya berisi informasi cara check in online, check in tanpa bagasi, ataupun print tiket otomatis secara mandiri, sehingga tidak perlu datang ke counter check in. Biasanya tulisan ini ditulis dalam dua bahasa, bahasa inggris dan bahasa asal maskapai tersebut. Aku tanpa sadar melihat papan di dekat maskapai Thai Airways. Aku tak begitu tertarik dengan tulisan bahasa inggris, tetapi aku tertegun begitu melihat tulisan di bawahnya, yang tertulis menggunakan bahasa dan huruf dari bahasa asal maskapai.

Aku tertegun.

Aku kemudian mengeluarkan telepon genggamku untuk memastikan apa yang sedang kulihat.

Mulutku terbuka, seakan-akan tak percaya.

Banyak sekali huruf-huruf yang tertulis di papan petunjuk itu, persis sama dengan huruf-huruf di dua gulungan kulit yang diberikan oleh eyangku.

Jadi....

ternyata gulungan itu, ditulis dengan huruf dan bahasa Thailand !!!


// bersambung //

simak juga cerita saya yang lain :

the office

perampokan toko emas cahaya
Riki is back...!!!
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd