Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Karma.Masa Lalu

Chapter 47



"Kamu ingin bertarung denganku? Kemampuanmu belum cukup untuk bisa mengalahkanku." kata Jalu tenang membuat Satria semakin terpancing emosinya.

"Kamu sudah tua, tenagamu tentu tidak sekuat dulu." jawab Satria, kakinya memutar mencari celah yang bisa dimanfaatkan untuk menghajar lawannya.

"Dalam bertarung bukan sekedar tua atau muda, kuat atau lemah tapi siapa yang bisa memanfaatkan peluang terkecil untuk mengalahkan lawan, dialah yang akan menang." jawab Jalu sengaja mengulur waktu, dia tidak mau pertemuan ini harus dinodai dengan pertarungan apalagi sampai mengalahkan Satria dengan kepalan tangan akan membuat Satria semakin membencinya. Membiarkan Satria menghajarnya bukan pilihan yang tepat. Pemuda ini mempunyai harga diri yang sangat tinggi, mengalah sama artinya dengan menginjak harga dirinya.

"Jangan sombong kamu, hanya karena aku petarung jalanan yang mempelajari ilmu beladiri dari buku, bukan berarti kamu bisa mengalahkanmu dengan mudah." jawab Satria semakin marah, kenapa pria ini seperti sengaja mengulur waktu, tidak langsung menyerangnya karena dia sendiri ragu untuk memulai pertarungan ini. Nama besar Jalu sebagai jago tua membuatnya gentar.

"Aku tidak sombong, hanya melihat gaya bertarung yang membabi buta, hanya mengandalkan naluri membuat banyak celah yang bisa dimanfaatkan lawan lawanmu yang berpengalaman." jawab Jalu mengakhiri perkataannya dengan sebuah pukulan cepat ke arah wajah Satria setelah dia mempertimbangkan semuanya. Dia akan mengasah kemampuan anaknya agar menjadi Singa jantan yang menjadi raja di gerombolannya walau untuk Satria harus bisa menyingkirkannya lebih dahulu. Inilah Karma yang harus diterimanya.

Reflek Satria menghindar ke kiri sambil mendekati Jalu, sebuah pukulan balasan mengarah ke telinga Jalu, cepat dan sangat bertenaga, inilah salah satu pukulan yang diandalkan Satria yang sudah memakan korban puluhan lawannya yang jatuh tersungkur tidak mampu bangkit lagi. Tapi lawan yang dihadapi adalah jago tua yang kenyang asam garam dunia pertarungan bebas, pukulannya ditangkis keras lawan keras, menghantam tulang kering pergelangan tangan membuat Satria meringis menahan sakit.

Kembali pukulan dari Jalu mengejar Satria yang terhuyung ke belakang menahan nyeri di pergelangan tangan, pukulan itu mengarah ke rahang kiri, salah satu titik mematikan yang tidak boleh dipukul dalam sebuah pertandingan resmi. Satria mundur ke belakang menghindar, hal yang sebenarnya tidak boleh dilakukan karena yang dihadapi adalah ahli silat Cimande terlebih kalau dia harus menghadapi keroyokan orang. Mundur berarti celaka, karena mundur berarti takut dan gentar dan itu adalah peluang bagi lawan untuk mengalahkannya.

Untung saja yang dihadapi Satria adalah Jalu, ayahnya yang tidak berniat mencelakai nya. Jalu tidak melakukan pukulan susulan, dia memandang Satria yang tidak bisa mundur lagi karena punggungnya menyentuh tembok yang dingin.

"Untuk apa kita bertarung seperti ini? Kemampuanmu belum cukup untuk bisa mengalahkanku." perkataan Jalu dibalas dengan sebuah tendangan yang mengarah wajahnya.

Satria merasa terhina dengan perkataan Jalu, tendangan yang mengarah wajah ayahnya adalah tendangan asal asalan karena selama ini dia jarang menggunakan tendangan untuk bertarung, tendangan yang dengan mudah berhasil dihindari Jalu yang tersenyum melihat kenekatannya.

"Kamu benar benar nakal, persis seperti aku waktu muda, tidak mengenal kata takut bahkan kita sama sama membenci ayah kita dengan alasan yang sama, bedanya aku pernah merasakan punya Ayah." kata Jalu, suaranya bergetar menahan kesedihan.

"Kamu juga membenci ayahmu?" tanya Satria tertarik mendengar cerita Jalu.

"Ya, aku sangat membenci ayahku bahkan pada kematian ke duanya aku tidak datang menghadiri pemakamannya, tidak ada anak anaknya yang menghadiri pemakamannya." kata Jalu larut dalam kenangan masa lalunya, kenangan masa lalu yang membuat Satria berdiri mematung melihat sosok yang sempat dikaguminya terlihat rapuh.

"Apa kesalahan ayahmu sehingga kamu sangat membencinya? Dia lari dari tanggung jawab seperti halnya kamu lari dari tanggung jawab dan meninggalkan terlunta lunta?" tanya Satria, kemarahannya reda. Sudah saatnya dia tahu kenapa pria ini meninggalkan ibunya dan yang membuatnya sangat tertarik, mereka mempunyai banyak kesamaan seperti yang dikatakan pria ini.

"Ayahmu tidak pernah meninggalkan Ibumu, Ibumu yang pergi karena perasaan bersalahnya." Satria menoleh ke asal suara, seorang wanita paruh baya yang sangat cantik, hijab yang dikenakannya semakin menambah aura kecantikannya dan yang membuat Satria sangat terkejut, Ibunya Lastri berdiri di samping wanita itu.

"Ibu...!" Satria berseru, kewaspadaannya kembali meningkat, apa ibunya dijadikan sandera oleh mereka? Tapi untuk apa? Kalau hanya untuk mencelakainya, mereka bisa melakukannya dengan mudah semudah membalikkan telapak tangan.

"Las, kamu yang akan menjelaskannya atau kamu sendiri yang akan melakukannya?" tanya wanita cantik itu tersenyum, suaranya begitu halus dan tulus..

"Satria..!" Lastri tidak menjawab, dia menghampiri Satria dan memeluknya, pelukan yang selalu bisa membuatnya merasa nyaman.

"Bu, kenapa selama ini Ibu tidak pernah mengatakan hal sebenarnya.

"Ibu takut kalau kamu tahu, kamu akan membenci Ibu dan meninggalkan ibu." jawab Lastri, terisak pelan. Dia sudah tidak lagi bisa lagi menyimpan rahasia ini lebih lama lagi, anaknya harus tahu semuanya sekarang juga.

"Apapun yang terjadi, Satria tidak mungkin meninggalkan ibu sendirian, Ibu adalah segalanya bagi Satria." jawab Satria memeluk dan menciumi ibunya dengan cinta yang tidak pernah bisa diucapkannya.

"Dia adalah Jalu ayahmu dan wanita itu adalah Bu Lilis istri ke dua ayahmu. Aku kenal ayahmu di Gunung Kemukus, saat Ibu menjadi....!" Lastri terdiam saat Jalu memotong ucapannya.

"Saat itu Ibumu sedang bekerja menjadi pelayan rumah makan di sana, sedangkan aku saat itu aku datang untuk melakukan ritual. Aku berkenalan dan mengajak ibumu bekerja di Bogor mengelola toko sembako milikku di pasar." kata Jalu, dia tidak ingin Satria tahu bahwa ibu yang sangat dicintainya bekas seorang pelacur, itu akan bisa membuat Satria terluka.

"Ya, Ibu diam diam jatuh cinta pada pandangan pertama dengan ayahmu walau ibu tahu ayahmu sudah akan menikah dengan wanita yang sangat cantik, tapi cinta tidak terlalu kuat dan membuat ibu lupa diri, Ibu berhasil menjebak ayahmu untuk melakukan hubungan sex berkali kali hingga akhirnya ibu hamil." kata Lastri terdiam, matanya berkaca kaca mengenang kejadian berpuluh tahun silam.

"Las, kamu cerita sambil duduk. Masa terus berdiri." kata Lilis berusaha mencairkan suasana.

"Duduk yuk, Bu..!" kata Satria memapah ibunya ke kursi rotan yang berada di sisi pekarangan. Satria memandang Jalu yang duduk di hadapannya berdampingan dengan Lilis.

"Las, ini..!" kata Lilis menyerahkan amplop yang warna putihnya sudah memudar termakan usia.

"Teh Lilis masih menyimpan surat ini?" tanya Lastri menerima surat itu dengan tangan gemetar, surat yang ditulisnya sebelum lari meninggalkan mimpi mimpinya. Lastri memberikan surat itu ke Satria yang segera membacanya.

Dear A Ujang.

Maaf kalau perbuatan Lastri hampir membunuh A Ujang, tidak ada niat Lastri untuk mencelakai A Ujang. Ini semua sebuah salah paham. Tapi, lupakanlah.
Lastri akan pergi jauh dengan bayi yang terkandung di rahim Lastri. Buah cinta Lastri ke A Ujang. Ini adalah anak A Ujang, Lastri berjanji untuk membesarkannya, sebagai bukti cinta Lastri ke A Ujang. Sebagai hadiah terindah dari A Ujang.

A Ujang, maaf, uang hasil dari kios sebesar 32.000.000 akan Lastri bawa untuk bekal memulai hidup baru bersama anak yang Lastri kandung. Apa bila ada rejeki, akan Lastri ganti.


Ttd
Lastri


"Jaddddi Ibu yang pergi meninggalkan ayah yang tidak tahu ibu sedang hamil?" tanya Satria pelan. Dia terpukul dengan kenyataan yang baru diketahuinya.

"Iya, ibu lari membawa uang toko, uang yang sangat besar pada waktu itu. Ibu lari karena merasa bersalah sudah mengkhianati ayahku sehingga hampir mati terbunuh, ibu sangat takut." Lastri menangis terisak isak, kejadian itu kembali membayang jelas di pelupuk matanya.

"Ketika aku menerima surat itu dan tahu kamu sedang hamil, aku langsung melakukan penyelidikan ke mana kamu lari, tanpa jejakmu seperti hilang ditelan bumi. Hingga akhirnya 12 tahun yang lalu aku mendengar kabar kamu berada di daerah Kaliwungu, kendal. Satria waktu itu sedang kena masalah dan hampir dikeluarkan dari sekolah karena mencelakai anak salah satu guru, aku berhasil membuat Satria tidak dikeluarkan oleh kepala sekolah walau untuk itu aku harus membayar sejumlah uang." kata Lilis membuat Satria dan Lastri sangat terkejut.

Satria sangat ketakutan saat masuk ke dalam kantor kepala sekolah dan melihat anak yang dipukulinya ada dengan ayahnya yang adalah wali kelasnya.

"Anak jadah..!" teriak wali kelasnya begitu melihat Satria masuk dengan wajah menunduk ketakutan.

"Jaga mulut anda, Pak. Jangan sampai gigimu rontok karena mulut busukmu." kata suara merdu seorang wanita yang membuat hatinya menjadi tenang. Satria tidak berani menatap wajah wanita yang barusan bicara, dia hanya melihat bajunya yang bagus dan bau harum dari parfum yang dipakainya.

"Sundal, siapa kamu mau ikut campur urusanku..!" bentak wali kelasnya dengan kata katanya yang kasar dan tidak pantas diucapkan oleh seorang guru yang konon harus digugu dan ditiru.

"Apa apan ini?" teriak wali kelasnya ketakutan saat tangannya dipelintir oleh seorang pria tinggi besar yang datang bersama wanita bersuara merdu, Satria tidak mempunyai keberanian menatap wanita itu.

"Tolong Bu, jangan membuat keributan di sini!" kata kepala sekolah yang sebentar lagi akan pensiun, ketakutan setengah mati.

"Orang ini tidak pantas menjadi guru yang harus digugu dan ditiru. Aku tidak akan membiarkan anak ini, siapa namamu, Nak?" tanya wanita itu.

"Satria.!" jawab Satria heran, kenapa wanita itu berusaha menolongnya. Satria menatap wajah wanita itu, tapi buru buru memalingkan wajahnya.

"Anda punya dua pilihan Pak Kepala Sekolah, Satria yang keluar dari sekolah ini atau guru yang tidak bermoral yang harus keluar dari sekolah ini. Tapi yang jelas aku tidak akan membiarkan Satria dikeluarkan dari Sekolah ini." kata wanita itu dingin.

"Kita bisa bicarakan ini dengan cara baik baik, Bu..!" kata kepala sekolah ketakutan. Pada saat itulah Satria melihat air yang membasahi lantai mendekati kakinya. Satria mundur menghindari air.

"Ayo Satria, Ibu antar ke kelas kamu. Tempat ini bau pesing, kamu tidak boleh meniru gurumu yang kencing di celana." kata wanita itu merangkul pundaknya berjalan meninggalkan ruang kepala sekolah diikuti pria tinggi besar yang memelintir tangan gurunya.

Setelah kejadian itu si wali kelasnya tidak pernah lagi datang mengajar, dia digantikan oleh guru baru.


"Ibbu Lilis yang waktu itu ada di ruang kepala sekolah?" tanya Satria terkejut, kenangan itu sangat membekas di hatinya. Untuk pertama kali dalam hidupnya ada seseorang yang bersedia menolongnya. Dia menyesali kebodohannya yang tidak pernah berani menatap tuan penolongnya. Lilis hanya tersenyum.

"Lilis sudah tahu tentang Satria?" tanya Jalu terkejut.

"Sejak membaca surat itu, Lilis langsung menyuruh orang mencari Lastri, selama belasan tahun Lilis tidak pernah menyerah mencari Lastri dan anaknya." jawab Lilis tersenyum membuat Satria merasa heran, kenapa istri ayahnya berusaha mencari dia dan ibunya, apakah karena uang yang dilarikan ibunya.

"Kenapa Bu Lilis mencari kami?" tanya Satria heran.

"Karena aku tidak mau Ayahmu dibenci oleh anaknya sendiri, seperti Ayahmu yang membenci Kakekmu. Kakekmu meninggalkan tiga orang anak dan istrinya dengan sengaja, membiarkan anak istrinya terlunta lunta. Sedangkan waktu itu ayahmu baru berusia 8 tahun, masa masa yang sangat berat untuk seorang wanita merawat tiga orang anaknya yang masih kecil. Sedangkan Ayahmu tidak pernah berniat meninggalkan ibumu walau ayahmu tidak pernah mencintai Ibumu. Ayahmu pasti akan menikahi Ibumu kalau tahu ibumu hamil dan kami istri istri ayahmu pasti akan merestuinya demi seorang anak yang tidak berdosa." jawab Lilis, suaranya datar.

"Kenapa Lilis tidak memberitahu A Ujang?" tanya Jalu heran, rahasia sebesar ini tidak diketahuinya.

"Lastri yang menyuruh Teh Lilis merahasiakan ini. Waktu itu Teh Lilis datang membujuk Lastri agar mau kembali ke Bogor biar mudah melindungi kami, awalnya Lastri menolak tapi Teh Lilis terus membujuk Lastri. Akhirnya Lastri mau kembali ke Bogor dengan syarat, A Ujang tidak boleh tahu." jawab Lastri membuat Satria terpukul, kenapa ibunya menyembunyikan rahasia sebesar ini, rahasia yang seharusnya dia tahu.

"Ibu minta maaf, Sat. Tidak seharusnya Ibu merahasiakan hal ini.!" kata Lastri memeluk Satria.

"Ibu tidak salah, mungkin ibu mempunyai alasan yang tidak Satria mengerti." jawab Satria membalas pelukan ibunya, dia tahu seberapa besar pengorbanan ibunya.

"Kamu berani dan petarung tangguh, sayang anakku tidak mewarisi kehebatan ayahnya, justru kamu yang mewarisinya." kata Bu Lilis membuat Satria heran.

"Las, aku melamarmu untuk menjadi istri A Ujang, istri ke empat." kata Lilis mengangsurkan kotak kecil yang terbuka, ada sebuah cincin bermata intan di dalamnya. Lamaran yang membuat Lastri dan Satria saling pandang dan tidak menyangka akan seperti ini kejadiannya.

Ketukan di pintu memecah keheningan yang sedang terjadi, semua mata melihat ke arah pintu yang terbuka dan seorang pria berwajah sangar masuk.

"Pak, orang itu sudah datang..!" kata seorang pria yang baru saja masuk.

"Biar Lilis yang menemuinya A, selesaikan dulu masalah di sini." kata Lilis menahan pundak Jalu yang akan berdiri.

Iya, bilang A Ujang masih ada urusan." kata Jalu melepas kepergian Lilis.

Satria kembali menatap ibunya yang juga menatapnya, Satria melihat ke arah cincin yang terletak di meja lalu melihat ke arah Jalu yang menunggu jawaban dari ibunya.

"Aku butuh jawaban sekarang, Las..!" kata Jalu bergantian menatap Lastri dan Satria.

"Semuanya tergantung Satria, aku tidak bisa menjawab. Satria yang akan memutuskan." jawab Lastri menunduk.

"Kok Satria yang harus memutuskan, Bu?" tanya Satria heran.

"Harus kamu yang memutuskan, ibu percaya dengan keputusan kamu." jawab Lastri menunduk.

Satria memandang Jalu, tangannya terkepal keras, semua kenangan buruk kembali hadir, penderitaan puluhan tahun yang harus ditanggung ibunya begitu dahsyat.

"Apa jawabanmu, Sat?" tanya Jalu menatap penuh harap.

Bersambung
 
Nah Satria pelan" bisa di jinakkan, tinggal dina yg harus di jinakkan jalu. hampir lupa anak yg paling bahaya musuh dalam selimut anak jalu dengan polisi itu aduh lupa namanya, ibu polwan sdh cuci otak ny untuk membenci ayahnya sendiri, di tunggu next ny gan..
 
Mantrabs suhu updatenya
Ternyata selama ini lilis monitor trus lastri n satria
Masih ada kejutan apalagi dr suhu ini ttg tamu yg ditemui lilis
 
Mudah-mudahan satria setuju.... Ingin happy ending soalnya.... Ga mau menggantung..... Masa seumur-umur berkelahi terus... :beer:
 
Mantab.... imajinasinya luar biasa bisa menulis cerita yang saling terkait itu luar biasa terimakasih sudah berkenan berbagi ceritanya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd