Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Karma.Masa Lalu

Chapter 48



Satria sekali lagi menatap wajah ibunya, wajah yang sudah puluhan tahun lupa bagaimana rasanya bahagia, wajah yang masih menyimpan harapan untuk bisa merasakan bahagia seperti wanita lainnya. Dia tidak punya hak untuk menghalangi ibunya mendapatkan kebahagian, mempunyai suami dan status yang jelas seperti wanita lainnya.

Satria mengambil kotak cincin dan dilemparkan ke arah Jalu, timpukan yang sangat jarang meleset apa lagi dalam jarak yang sangat dekat seperti sekarang. Tapi Jalu adalah lawan tangguh, dia bisa melihat apa yang dilakukan Satria dan bisa menghindar dengan mudah mendapatkan serangan yang tidak terduga.

"Satria..!" seru Lastri terkejut melihat yang dilakukan oleh Satria, begitu benci Satria kepada ayahnya sendiri. Lastri memejamkan mata merasakan rasa sakit yang menusuk hatinya, harapan yang sempat hadir saat melihat cincin, kembali sirna dalam sekejap.

"Bu...!" Satria meraih tangan kiri Ibunya dan memasukkan cincin yang kotaknya sudah hancur berantakan membentur tembok.

"Ka kamu !" seru Lastri tidak percaya melihat cincin yang kembali membangkitkan harapannya kini terpasang di jari manisnya. Satria tersenyum, matanya berkaca kaca melihat Lastri terbelalak tidak percaya.

"Ibu harus bahagia, Satria janji tidak akan pernah membiarkan ibu kembali menangis.." kata Satria memeluk Lastri, diciumi wajah ibunya, wanita yang paling dicintainya.

"Kita akan menikah tiga hari lagi setelah semua persiapan selesai, aku perlu tanda tangan dari tiga istriku agar kita bisa menikah di KUA." kata Jalu dengan suara bergetar, akhirnya dia bisa merangkul anak pria kesayangannya yang selama ini sangat membencinya.

"Pernikahan ini bukan berarti urusan kita akan selesai, aku belum bisa mengalahkanmu." kata Satria, dia masih penasaran kenapa tidak bisa mengalahkan ayahnya, kemampuan bertarung jalanannya seakan tidak berarti di hadapan ayahnya.

"Tentu saja kita bisa tiap hari bertarung sampai kamu bisa mengalahkanku." jawab Jalu tertawa bahagia, dia akan mengikuti jejak Mang Karta dan Abah yang hampir setiap hari melatihnya bersilat hingga akhirnya dia mengalahkan mereka. Jalu melihat senyum bahagia dari Mang Karta dan Abah setiap kali dia berhasil menjatuhkan mereka.

"Aku pasti akan bisa mengalahkanmu, pasti akan tiba waktunya aku mengalahkanmu." kata Satria, tekadnya sudah bulat untuk bisa mengalahkan ayah yang baru saja dikenal dalam sebuah pertarungan bebas.

"Sat...!" kata Lastri khawatir, diraihnya tangan Satria untuk menenangkan hatinya.

"Aku akan sabar menunggu waktu kamu bisa mengalahkanku dalam pertarungan bebas." jawab Jalu, matanya berbinar bahagia. Terbayang hari harinya akan dilalui melatih Satria, hingga pada waktunya Satria bisa mengalahkannya. Jalu berharap, semuanya terjadi dalam waktu yang cepat.

"Satria, dia ayahmu..!" kata Lastri memperingatkan Satria, tidak mungkin dia membiarkan Satria beradu fisik dalam sebuah pertarungan yang mengerikan, bahkan membayangkannyapun dia tidak berani.

"Las, jangan takut. Dulu, Mang Karta dan Abah kakekku melatihku dengan cara seperti ini dan aku akan melatih Satria dengan cara yang sama sehingga dia bisa mengalahkanku. Tidak ada hal yang membuatku bahagia selain melihat Satria melebihi kemampuanku." jawab Jalu membuat Satria terkejut dan nyaris tidak percaya dengan alasan Jalu. Alasan yang dianggapnya terlalu mengada ada.

"Pak, disuruh menemui Ibu..!" kata seorang pria sangar masuk setelah mengetuk pintu.

"Aku tinggal dulu, ada urusan penting..!" kata Jalu berpamitan.

===========

"Kamu kenapa cantik, dari tadi senyum senyum sendiri." tanya Ibunya melihat Syifa tersenyum membayangkan kejadian beberapa malam lalu saat dja 3some dengan Satria dan Wulan, kejadian yang membuatnya bahagia. Harapannya untuk mendapatkan Satria kembali muncul, dia tidak keberatan menjadi istri muda dan harus berbagi dengan Wulan.

"Nggak apa apa, Bu." jawab Syifa tersenyum, ibunya selalu tahu dengan perasaan hatinya yang sedang bahagia maupun bersedih.

"Siapa cowok yang bikin kamu terlihat bahagia, Satria?" tanya Ibunya membelai pipinya yang halus. Anak kebanggaannya sudah dewasa dan tumbuh menjadi wanita cantik yang sudah membuat pria patah hati, semoga Syifa tidak mengalami nasib buruk seperti dirinya.

"Ibu sok tahu..!" kata Syifa memeluk ibunya dengan perasaan bahagia.

"Ibu hafal dengan ekspresi wajahmu saat bahagia, semoga kamu bisa hidup bahagia dengan Satria." katanya ibunya membalas pelukan Syifa.

Sebuah chat masuk mengagetkan Syifa, dia melepas rangkulan nya dan melihat nama si pengirim membuat jantungnya berdebar kencang. Semoga ini adalah kabar baik yang sedang di tunggu tunggunya.

Wulan : "kamu sudah bertemu Satria? " tanya Wulan.

Syifa : "Sudah..!" jawab Syifa, dia sengaja tidak menanyakan tawaran Satria menjadikan kasir di toko Wulan.

Wulan :" Kamu bersedia jadi kasir di tokoku?" tanya Wulan membuat Syifa kegirangan karena sekarang yang menawarinya adalah b, bekerja di toko Wulan, berarti dia bisa tiap hari bertemu Satria.

Syifa :"Ya, aku bersedia." jawab Syifa, hidupnya kembali indah.

Wulan :"Aku tunggu besok." kata Wulan mengakhiri chat.

"Bu, Syifa mau mandi dulu." kata Syifa tidak menunggu izin dari ibunya dia beranjak bangun.

"Bukannya kamu baru saja mandj, kok sekarang sudah mau mandi lagi?" tanya ibunya heran membuat Syifa menyadari kekeliruannya.

"Ech iya...!" kata Syifa segera masuk kamar sebelum ibunya kembali mencecarnya dengan berbagai macam pertanyaan yang sepertinya sulit dijawab. Kamar akan menjadi tempat paling aman yang akan semakin melambungkan mimpi indahnya yang sempat padam.

Kembali chat dari Wulan membuyarkan lamunannya. Dengan perasaan enggan Syifa mengambil hp yang tergeletak di meja yang berada di samping ranjangnya. Tepat dugaannya, chat dari Wulan yang sepertinya merasa urusan mereka belum selesai.

Wulan :" kamu tidak takut hamil, kemarin nggak pake kondom?" sesaat Syifa terpaku dengan pertanyaan Wulan, dia tidak mungkin berterus terang bahwa sangat menginginkan benih Satria membuahi rahimnya yang sedang subur. Itu bisa mengacaukan rencana dan mimpinya.

Syifa :"Aku sedang tidak subur." balas Syifa berbohong sambil mengelus perut, berharap sperma Satria benar benar bisa membuahi rahimnya. Ya, sperma Satria harus bisa membuahi rahimnya.

Wulan :"Bohong, kamu pasti berharap bisa hamil oleh Satria karena kamu mencintainya, iyakan? Jangan harap kamu bisa memiliki Satria, karena aku mengajakmu 3some hanya karena sedang mengidam bukan berarti aku akan membiarkanmu hamil oleh Satria. " balas Wulan membuat Syifa terkejut. Wanita ini tahu rencananya dan dia bisa melakukan apa saja untuk menghancurkannya, lalu untuk apa dia menawarkan pekerjaan? Pasti agar lebih mudah mengawasinya, sungguh licik.

Syifa kembali membaca berulang ulang chat terakhir dari Wulan, berusaha menebak arah pikiran Wulan. Dia tidak boleh polos untuk melaksanakan tujuannya memiliki Satria, apalagi dia mulai curiga Wulan yang menjual tubuhnya ke Jalu, karena melihat keakraban Jalu dan Satria. Satu satunya orang yang mempunyai motif untuk melakukannya adalah Wulan. Kalau benar Wulan yang melakukannya, dia akan membalas perbuatannya berikut bunganya. Pasti ada cara untuk melakukannya. Sayang, si Irfan sudah mati sehingga dia tidak bisa mengorek ketenangan darinya.

Lalu siapa yang bisa kuajak bersekutu untuk menghadapi tipu daya Wulan yang sangat licik. Syifa tahu Satria tidak akan pernah mau menghianati Wulan. Biarlah dia bersabar dan memikirkannya pelan pelan hingga dia menemukan celah untuk berbalik menikam Wulan, Satria harus menjadi miliknya bagaimanapun caranya.

Syifa mengambil tespek yang baru saja dibelinya tadi, walau masih terlalu dini untuk memastikan dia hamil atau tidak. Datang bulannya terlambat hampir seminggu, semoga ini sebuah pertanda yang baik. Dengan bersemangat Syifa mengambil daster tidur yang tergantung di paku dan membawanya ke kamar mandi.

Baru saja dia mau membuka pintu, bunyi chat masuk kembali mengurungkan niatnya. Hem, mau apa lagi Wulan, sepertinya dia belum puas mengintimidasinya dengan ancaman demi ancamannya yang halus. Syifa mengambil HPnya, dia tidak bisa mengabaikan chat dari Wulan, ini seperti perang urat syaraf yang dimenangkannya sebelum memulai perang yang sesungguhnya

Satria :"kamu lagi, apa?" Syifa tersenyum bahagia membaca chat dari Satria, berarti dia sedang tidak bersama Wulan sehingga bisa mengirim chat padanya.

Syifa :"Lagi mikirin, kamu." jawab Syifa jujur, tidak ada hal lain yang bisa membuatnya bahagia selain memikirkan Satria.

Satria :"Masa, sich?" balas Satria membuat Syifa ingin melakukan video call. Tapi keinginannya disimpannya dalam dalam, dia tidak mau Ibunya mendengar percakapannya dengan Satria, pada akhirnya pasti akan membahas masalah pribadi yang tidak boleh diketahui ibunya.

Syifa :"Sumpah, aku sedang memikirkan kamu. Belum cukupkah keperawananku sebagai bukti cintaku kepadamu?" balas Syifa sambil merebahkan tubuhnya di ranjang. Dengan hati hati Syifa meletakkan tespek di meja.

Syifa :"Kamu sedang dimana? Kok bisa chat aku?" tanya Syifa. Tangannya memencet Video call yang buru buru dimatikannya sebelum tersambung.

Satria "Lagi di rumah Ibuku. Kok nggak jadi Video call?" tanya Satria membuat Syifa merasa malu.

Syifa :"Sudah malam, takut Ibuku bangun. Kamu nggak pulang?" tanya Syifa berharap Satria tidak pulang dan mereka bisa chat sepuasnya hingga dia tidur dengan mimpi indah.

Satria :"Baru jam 7 kok ibumu sudah, tidur?" tanya Satria membuat Syifa memaki kebodohannya.

==============

"Teh, aku mau pulang." kata Kokom berkali kali mengatakan hal yang sama membuat Dina jengkel, tidak seharusnya dia menuruti anjuran Ibunya membawa Kokom pergi. Apa lagi dia sudah janjian bertemu Eko. Sekarang dia sendiri yang repot.

"Ya sudah kita antar Kokom pulang dulu." kata Eko yang mengerti dengan situasi yang sedang dihadapinya membuat Dina bisa menarik nafas lega. Eko selalu saja berusaha mengerti dengan keadaannya, hal yang tidak pernah terjadi dan dilakukan oleh Satria, dia hanya bertepuk sebelah tangan.

"Iya, terima kasih." kata Dina tersenyum senang ada seorang pria yang selalu memberinya perhatian lebih, membuatnya merasa sangat dihargai. Kecantikan yang dimilikinya menjadi tidak sia sia.

Dina membonceng Kokom pulang, sementara Eko membuntutinya dari belakang. Sejak kapan Eko mempunyai motor, apa itu motor dinas berplat hitam untuk mempermudah aktivitasnya sebagai seorang polisi.
Itu bukan urusannya, pikir Dina semakin mempercepat laju motornya agar segera sampai rumah. Dia ingin bisa secepatnya berduaan dengan Eko, gairahnya tiba tiba bangkit membayangkan kejadian dengan Satria, mungkin Eko bisa memuaskannya seperti yang dilakukan Satria.

"Kamu tunggu disini, aku cuma sebentar." kata Dina setelah mereka sampai di depan pagar rumahnya.

"Aku harus bertemu Ibumu, tidak sopan aku menunggumu di luar pagar." kata Eko menolak perintah Dina. Etika sebagai orang timur tidak mungkin bisa diabaikannya begitu saja.

"Terserah..!" kata Dina segera memasukkan motornya ke halaman rumah yang pintunya dibuka oleh Kokom. Eko mengikutinya dari belakang.

"Tunggu di sini, aku tidak perlu membuatkan kamu minuman, kan?" tanya Dina sebelum masuk ke dalam rumah, dia ingin segera mengajak Eko ke sebuah tempat yang bisa memuaskan gairahnya yang semakin membara.

"Masa tamu tidak dikasih minum?" tanya Eko merasa heran dengan kehidupan kota metropolitan seperti Bogor, tidak ada basa basi untuk menjaga adat ketimuran.

"Iya, aku bawain satu ember biar perut kamu kembung." jawab Dina jengkel karena Eko terlalu kaku dan mementingkan etika yang sudah sangat dihafalnya. Dina masuk meninggalkan Eko yang duduk di kursi rotan di teras rumahnya.

"Mah, ada tamu..!" kata Dina sebelum ibunya bertanya siapa yang ada di depan rumah, Kokom pasti sudah memberitahu kehadiran Eko.

"Pacar kamu?" tanya Ibunya tersenyum menggodanya.

"Mungkin." jawab Dina meneruskan langkahnya ke dapur untuk mengambil air putih, nggak perlu bikin minuman lain yang hanya akan menghambat gairahnya yang semakin bergelora. Dia harus memaksa Eko segera membawanya ke suatu tempat sebelum dia berubah pikiran dan mencari Satria untuk memuaskan gairahnya yang nyaris tidak bisa ditahannya lagi.

Dina menggigit bibir berusaha menahan gairah yang sudah membuatnya seperti gila sehingga bertekad untuk memaksa Eko memuaskannya. Harga diri dicampakkannya jauh jauh ke tong sampah. Pengalaman pertama dengan Satria membuatnya ingin kembali mengulang perbuatan mesum yang akan membawanya ke puncak kenikmatan.

Sementara jauh di dasar hatinya Dina merasa seperti ada sesuatu yang aneh, kenapa dia melupakan harga dirinya dan bertekad menyerahkan tubuhnya ke Eko tanpa sebuah alasan yang tidak jelas. Persetan dengan segala keanehan yang dirasakannya, dia ingin menuntaskan birahinya malam ini bersama Eko, bahkan walaupun pria itu tidak bisa memuaskannya, Dina tidak merasa keberatan apabila ada pria lain yang bisa memuaskannya malam ini.

"Ini, buruan minum.!" kata Dina meletakkan gelas berisi air putih di meja membuat ibunya merasa heran dengan kelakuannya yang janggal.

"Kamu ini, ada apa?" tanya Ibunya membuat Dina malu, dia tidak menyadari kehadiran Ibunya yang sedang mengobrol dengan Eko.

"Nggak ada apa apa, Ma." jawab Dina menghindar dari tatapan mata ibunya yang penuh selidik.

"Saya mau minta izin ngajak Dina keluar, Tante." kata Eko menengahi percakapan ibu dan anak yang terasa kaku.

"Och, iya. Tapi pulangnya jangan terlalu malam." kata Ibunya tersenyum, akhirnya ada seorang pria yang dekat dengan anaknya.

"Minum dulu, katanya kamu mau minum!" kata Dina sewot melihat Eko tidak menyentuh gelas yang dengan susah payah diambilnya dari dapur.

"Nggak jadi, yang ngasih minumannya ketus." jawab Eko sambil mencium tangan Ratna, kebiasaan yang selalu diajarkan oleh ibunya untuk mencium tangan orang yang lebih tua.

Dina mengurungkan niatnya mengomel saat melihat mobil ayahnya berhenti di depan pagar rumahnya yang separuh terbuka. Ayahnya keluar dari dalam mobil dan langsung menghampirinya.

"Mau ke mana kalian?" tanya ayahnya menatap Eko dengan tatapan tajam.

"Mau jalan jalan." jawab Dina ketus. "Mah, Dina berangkat dulu." pamit Dina mengabaikan kehadiran ayahnya.

"Ayah mau bicara penting, kamu tidak boleh pergi." jawab Ayahnya dingin.

Bersambung...
 
Nice update hu,
Tapi jujur sampe chapter ini gua masih nyelidikin anaknya jalu dari si lilis, kayanya kaga ada cerita tentang anaknya jalu sama lilis yah :kretek:
 
Akhirnya satria bisa ditaklukkan :hore:
Sisa ngelempengin fikiranya Dina sama Eko nih :dansa:
 
Terakhir diubah:
Kedatangan jalu pasti untuk Minta persetujuan Ratna .. dengan begitu Dina Secara tidak langsung juga bakal Tau kalau lilis Masih hidup .. perjanjian dengan satria untuk mencari keberadaan lilis juga sepertinya ngga perlu lagi .. yang perlu dilakukan Adalah memperbarui perjanjian dengan satria agar bisa saling memuaskan setiap saat meski tanpa pernikahan .. seperti Dulu jalu dengan Marni ibunya wulan .. hahaha
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd