Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT KEMBANG KAMPUS (collab with @killertomato)

Siapa tokoh perempuan favorit kalian d cerita ini?

  • Safira

  • Yasmin

  • Indira

  • Laras

  • Amira

  • Naura


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Maaf karena kesibukan d real life yg luar biasa saya belum bisa melanjutkan kembang kampoeng, maaf maafff...👍👍
 
Part 3: Rektor Mesum

Saat para sahabatnya telah pergi untuk melaksanakan tugas mengajar mereka masing-masing, Indira pun naik ke ruangan dosen yang terletak di lantai 2 gedung Fakultas Ilmu Komputer. Ruangan itu masih belum begitu ramai karena hari masih terhitung pagi. Tak jarang pula dosen yang hanya mempunyai satu atau dua kelas perkuliahan biasanya akan langsung datang ke kelas dan pergi tanpa sempat mampir ke ruangan tersebut.

Dengan langkah santai, Indira berjalan menuju meja kerjanya yang berada hampir di pojok ruangan. Meja tersebut terkesan simpel, hanya ada sebuah layar komputer, keyboard, dan mouse, dengan CPU yang terletak di bawah meja. Selain itu, ada juga beberapa dokumen bertumpuk rapi di atas meja. Kebanyakan dokumen itu merupakan lembar tugas para mahasiswa. Namun jumlahnya memang hanya sedikit, karena mayoritas lembar tugas yang sudah selesai dikoreksi biasanya diserahkan ke bagian Tata Usaha untuk dirapikan di file cabinet sesuai angkatan dan jurusan.

MEF83KG_t.png


Perempuan itu melirik ke arah jam tangannya, dan menyadari masih ada banyak waktu sebelum dia harus mengajar di kelas. Karena itu, ia memutuskan untuk memeriksa tugas kuliah para mahasiswa yang selama ini terbengkalai, sebelum kemudian kembali mengerjakan tanggung jawab membuat konten publikasi untuk acara Entrepreneurship Day.

Namun begitu Indira baru mau memulai pekerjaan, terdengar nada dering yang berasal dari smartphone miliknya. Seorang lelaki yang ia kenal tampak menghubunginya lewat sambungan WhatsApp Call.

“Halo. Ada apa Mas?” Ujar Indira membuka pembicaraan.

“Kok ditelpon jawabnya Halo? Harusnya kamu mengucapkan salam dulu dong,” ujar sang lelaki di ujung lain sambungan telepon. Padahal dia sendiri tidak mengucapkan salam yang dimaksud. “Lain kali jangan sampai lupa.”

Saat mendengar teguran itu, Indira jadi merasa bersalah. Ia merasa sudah seharusnya ia mengingat hal tersebut, karena pria yang menghubunginya kali ini merupakan sosok yang sangat religius, setidaknya di hadapan orang-orang. Karena itu, ia pun pasti mengharapkan Indira untuk mempunyai pola pikir dan cara berperilaku yang sama.

“Maaf, Mas Ahmad. Indira lupa karena sedang sibuk memeriksa tugas mahasiswa.”

“Oke, tapi itu bukan alasan. Hal yang seperti ini lebih penting dari pekerjaan apapun. Lain kali jangan diulang lagi.”

“Iya, Mas,” jawab Indira sedikit tertahan.

Berhubungan asmara dengan Mas Ahmad memang dipenuhi momen-momen seperti ini, di mana Indira sering sekali dianggap melakukan kesalahan dan menyalahi aturan, dan Mas Ahmad akan selalu memperingatkannya. Memang sih, hal tersebut memang tidak pernah berlanjut ke pertengkaran hebat, karena Indira sendiri cenderung pasrah dan menerima saja semua teguran dari kekasihnya. Ahmad sendiri sepertinya senang merasa lebih pintar dan lebih alim dibanding orang lain, terlebih dari calon istrinya. Hal ini sering membuat Indira berpikir apakah semua hubungan yang langgeng akan selalu diawali dengan dinamika seperti ini? Di mana sang perempuan harus terus menerus memenuhi ego dari sang lelaki?

“Ada apa, Mas? Tumben nelpon pagi-pagi.”

“Begini, Dek. Hari Rabu minggu depan Ummi mau belanja bulanan ke hypermart, dan biasanya aku yang menemani. Tapi kebetulan aku harus pergi ke luar kota untuk urusan bisnis. Bisa gak kalau Adek yang menemani Ummi?” Tanya Ahmad.

Meski belum resmi menikah atau bahkan melamar Indira secara resmi, pria tersebut memang sering memberikan perintah-perintah aneh seperti ini. Apabila memungkinkan, Indira sebenarnya tidak keberatan untuk melakukannya. Perempuan tersebut berprasangka baik saja bahwa Mas Ahmad bermaksud mendekatkan Indira dengan keluarganya, agar hubungan mereka berjalan lancar. Namun, terkadang permintaan tersebut datang mendadak, dan seperti tidak memastikan dulu apakah Indira ada kesibukan lain atau tidak, seperti yang terjadi saat ini.

“Hmm, harus Rabu banget, Mas? Kalau hari Minggu saja bagaimana?”

“Memangnya kenapa hari Rabu? Kamu ada jadwal ngajar kuliah?”

Indira bisa merasakan nada kesal, sekaligus meremehkan pekerjaannya sebagai seorang pengajar dari intonasi Mas Ahmad. Memang sih, dia bisa saja meminta dosen lain untuk menggantikan dirinya untuk mengajar apabila dibutuhkan. Namun Indira adalah sosok yang bertanggung jawab dan enggan menggunakan privilege tersebut, kecuali dalam keadaan benar-benar terdesak.

“Ya kebetulan tidak ada jadwal ngajar sih, Mas. Tapi di hari itu ada acara Entrepreneurship Day, dan aku jadi salah satu panitia acara, jadi harus standby,” jelas Indira. Ia ingat sudah pernah menceritakan hal ini kepada sang kekasih, tetapi sepertinya pria tersebut tidak mengingatnya. Di antara keduanya, selalu Indira yang mengingat hal-hal penting tentang hubungan mereka.

“Huh, ya sudah kalau begitu. Nanti aku minta tolong Annisa saja,” ujar Ahmad dengan nada kesal.

Lagi-lagi Annisa, pikir Indira. Perempuan yang namanya baru disebut oleh pria tersebut sebenarnya sama dengan dirinya, sama-sama anak dari salah satu teman orang tua Ahmad. Entah mengapa, perempuan tersebut seringkali ikut serta dalam aktivitas keluarga Ahmad. Indira pernah menanyakan hal tersebut kepada sang kekasih, tetapi pria itu meyakinkan bahwa tidak ada hubungan khusus antara dirinya dan Annisa, dan komitmennya hanya untuk Indira. Namun sejak zaman dahulu kala, mana sih janji lelaki yang bisa dipercaya?

“Baik, Mas. Sekali lagi mohon maaf.”

Ahmad langsung menutup sambungan telepon tanpa basa basi dan tanpa mengucapkan apa-apa lagi.

Indira pun merebahkan tubuhnya yang indah di kursi duduknya dengan lunglai. Rencana untuk mengawali hari dengan penuh semangat dan produktivitas tinggi menjadi hancur lebur hanya karena telepon dari Ahmad. Dan ini bukan pertama kalinya hal itu terjadi. Perempuan berjilbab itu pun jadi mempertanyakan keputusannya untuk berkomitmen dengan pria bernama Ahmad itu. Apakah mereka bisa cocok?

Di tengah proses merenung, Indira baru sadar bahwa dirinya adalah satu-satunya dosen yang masih tertinggal di ruangan tersebut. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Komputer yang lain sudah pergi ke kelas masing-masing untuk mengisi sesi pagi. Ruangan tersebut pun jadi terasa sepi, seperti sepinya hati Indira yang haus akan kehangatan cinta, bukan komunikasi dingin seperti yang baru saja terjadi dengan kekasihnya.

Namun tiba-tiba keheningan itu terusik oleh suara pintu ruangan yang dibuka dari luar. Indira pun segera menengok ke arah asal suara dan melihat seorang pria pendek berperut buncit sedang memasuki ruangan tersebut secara perlahan. Kulit wajahnya yang gelap tampak sudah dipenuhi keriput di sana-sini, sehingga jelas tidak masuk kategori seorang pria tampan di mata Indira. Perempuan tersebut pun mengenali pria itu, karena memang fotonya terpampang jelas di seantero kampus, termasuk di dokumentasi penting universitas. Namanya juga tertera di semua ijazah yang dikeluarkan oleh UJA.

“Selamat pagi, Pak Dar,” sapa Indira yang berusaha terlihat ramah, meski apabila boleh ia lebih memilih untuk bersikap acuh. Seperti para dosen dan mahasiswa lain di Universitas Jaya Abadi, ia pun sudah mendengar cerita yang sering berseliweran tentang pria tersebut di lingkungan kampus, terutama tentang gosip miring seputar perilaku mesumnya.

Pria tersebut adalah Darmadi, Rektor Universitas Jaya Abadi yang berusia sekitar 55 tahun. Setahu Indira, pria itu sudah mengisi jabatan rektor selama lebih dari 10 tahun, jauh sebelum dosen cantik itu bekerja di sana. Saat ini ia berstatus sebagai duda, tapi fakta bahwa ada perempuan yang sempat mau menikah dengan pria seperti itu saja sudah aneh di mata Indira.

“Selamat pagi Bu Indira, sendiri saja? Yang lain ke mana?” Tanya Pak Darmadi sambil berjalan mendekat ke meja Indira. Matanya tampak memandang ke sekeliling ruangan, berusaha mencari dosen lain selain Indira yang mungkin masih berada di ruangan tersebut. “Pak Saud tidak ada di sini ya?”

“Duh, ngapain sih dia pakai jalan ke sini?” Gumam Indira dalam hati.

Hati perempuan tersebut pun berdebar. Tentu bukan karena merasa suka akan pria tua tersebut, tetapi lebih ke merasa takut kalau Pak Darmadi akan melakukan hal-hal yang tidak baik kepada dirinya. Indira terbayang gosip tentang sang rektor. Duh, mana sendirian pula.

“Semuanya sedang mengajar di kelas, Pak. Kalau Pak Dekan saya pagi ini belum ketemu, beliau belum masuk ke ruangan ini sejak tadi,” jawab Indira.

Saat posisi Pak Darmadi sudah tepat berada di depan mejanya, Indira pun memutuskan untuk bangkit dari kursinya, khawatir dianggap tidak sopan kalau ia tetap duduk di sana.

“Oh begitu, kamu sendiri tidak mengajar hari ini?”

“Saya baru ada kelas nanti siang, Pak Dar.”

“Oh begitu, lalu sekarang sedang…?”

“Pagi ini saya ada tugas mahasiswa yang harus diperiksa. Lalu tadi juga baru saja rapat dengan Bu Yasmin dan Pak Sofyan mengenai acara Entrepreneurship Day minggu depan,” jelas Indira. Dalam hati ia merasa kesal ditanya hal-hal tidak penting seperti itu, membuang-buang waktu saja.

“Begitu. Nah… kebetulan banget kamu menyebut acara Entrepreneurship Day. Bagaimana persiapannya? Semuanya lancar kan?”

“Lancar, Pak. Semuanya aman, tinggal pelaksanaan pada hari H saja nanti.”

“Untuk mahasiswa yang saya minta untuk bantu kamu di Seksi Publikasi, si Andrew, dia juga aman?”

“Aman bagaimana maksudnya, Pak?”

“Ya, apakah pekerjaannya baik? Apakah dia juga senang dengan pekerjaan tersebut?”

Ingin rasanya Indira menceritakan yang sebenarnya kepada sang Rektor, bahwa pekerjaan Andrew benar-benar berantakan dan tidak sesuai harapan. Namun ia tahu apabila ia melakukan itu, maka dia harus membuang waktu lebih banyak lagi bersama rektor yang terkenal mesum tersebut.

Salah satu cerita yang pernah didengar Indira adalah Pak Dar pernah memperkosa seorang mahasiswi cantik di dalam ruang kerjanya di Rektorat. Setelah itu, sang mahasiswi sampai trauma dan harus meninggalkan perkuliahan. Beberapa orang sempat mengatakan kepada Indira bahwa satu-satunya alasan mengapa Pak Dar masih menempati posisinya sampai saat ini adalah karena kedekatannya dengan Pak Bas, ketua yayasan pemilik Universitas Jaya Abadi ini.

“Hmm, pekerjaan Andrew oke kok, Pak. Tidak ada masalah. Dia selalu bisa membuat konten sesuai dengan brief, dan pro aktif dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan,” kata Indira sambil sedikit meneguk ludah.

Pak Dar tampak tidak mengetahui bahwa itu adalah kebohongan yang dibuat oleh sang dosen cantik dan justru tersenyum mendengarnya.

“Bagus kalau begitu. Silakan dilanjutkan saja ya. Saya titip dia ke Bu Indira. Soalnya mohon maaf, dia kan anak dari Pak Agus - sudah tahu kan ya siapa beliau? Pak Agustinus Santoso adalah salah satu d0natur (jadi d0natur HANYA melalui admin team, BUKAN lewat staff lain) besar kampus ini, jadi alangkah baik kalau anaknya juga merasa nyaman di kampus ini sebagai mahasiswa,” ujar pak Dar. “Kasih saja tugas-tugas tapi jangan terlalu berat, yang penting produktif.”

“Baik, Pak. Siap. Andrew akan saya berikan tugas sesuai kapasitasnya,” jawab Indira basa-basi.

“Oke, kalau begitu saya balik dulu ke Rektorat,” ujar Pak Darmadi sambil membalikkan badan untuk menuju ke pintu keluar.

Indira pun akhirnya bisa bernafas lega dan kembali duduk di kursinya.

“Eh, ada satu lagi yang ketinggalan,” ujar Pak Darmadi yang tiba-tiba berhenti di dekat pintu.

“Duh, apa lagi sih bandot tua satu ini?” gumam Indira dalam hati dengan kesal. Namun di dunia nyata tentu dia tidak bisa mengumpat seperti itu di depan sang atasan. Seperti biasa, ia hanya bisa tersenyum dan kembali berdiri dari kursinya.

“Ini berkaitan dengan mahasiswi Sospol sih, tapi mungkin Bu Indira kenal. Dua orang mahasiswi yang selalu bersama dengan Safira, Ibu tahu siapa nama mereka?”

Indira memang biasanya tidak terlalu mengetahui nama-nama mahasiswa di luar kelas yang dia ajar. Namun di kampus ini hampir sebagian besar orang tahu trio populer yang dipimpin oleh seorang Safira Maharani.

“Wah, mau apa ya si rektor mesum ini nanya-nanya nama mahasiswi. Jangan-jangan dia mau mencabuli mereka berdua, hii serem banget,” pikir Indira dalam hati.

“Bagaimana Bu Indira, tahu nggak?”

Pertanyaannya sekarang apakah Indira mau menjawab dengan jujur atau tidak. Apabila ia berbohong, bisa jadi Pak Dar akan bertanya kepada orang lain dan mengetahui kebohongannya. Menjawab bahwa ia tidak tahu pun bukan cara yang tepat untuk menyelamatkan kedua mahasiswi tersebut. Indira akhirnya memutuskan untuk menyelamatkan kredibilitasnya sendiri.

“Setahu saya yang biasa bersama dengan Safira itu Naura Salsabila dan Amira Ramadhani, Pak.” Kalau tidak salah itu nama lengkap mereka, Indira tahu dari Yasmin, “Kalau boleh tahu, ada perlu apa ya?”

Indira sengaja menambahkan penekanan di pertanyaan terakhir, demi memberikan kode kepada sang rektor bahwa apabila terjadi hal buruk pada kedua mahasiswi tersebut, ia akan langsung mencurigai Pak Dar sebagai pelakunya.

“Oh, tidak ada apa-apa. Sepertinya saya pernah bertemu dengan mereka di salah satu mal, penasaran saja,” ujar Pak Darmadi. Jawaban yang benar-benar mengambang menurut Indira. Jawaban macam apa itu? “Ya sudah kalau begitu, saya pamit dulu. Sampai jumpa Bu Indira.”

Pria tersebut pun menghilang dari pandangan Indira, yang masih bertanya-tanya apa maksud pertanyaan Pak Dar tadi.

***​

Seorang perempuan dengan bibir yang sensual tampak sedang memasak sesuatu di dalam dapur rumahnya, yang terletak di sebuah cluster di daerah pinggiran kota. Meski terlihat baru dibangun, tetapi rumah tersebut sebenarnya ukurannya cukupan, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Tipe 45 yang masih memiliki halaman depan dan belakang. Di dalamnya hanya terdapat dua kamar tidur, satu kamar mandi, dan ruang tamu yang menyatu dengan dapur yang ukurannya tidak seberapa.

Siang ini, ia hanya mengenakan daster panjang yang longgar, sehingga tidak membuat gerah saat ia menghabiskan waktu di dapur. Di jari manisnya tampak sebuah cincin nikah bertahtakan berlian yang ia terima dari sang suami sekitar dua tahun lalu. Wanita berparas manis itu meletakkan panci ke atas kompor dan menyesuaikan panasnya dengan memutar knop.

“Hmm, sepertinya tinggal menunggu semuanya matang. Aku mau cek Instagram dulu ah,” gumam perempuan tersebut.

Ia pun menarik kursi di meja makan yang berada di ruangan dapur dekat kompor tempatnya memasak. Sambil melepas lelah, ia membuka aplikasi berbagi foto yang populer di seluruh dunia tersebut. Hal pertama yang ia lakukan adalah memeriksa tab notifikasi. Ada beberapa komentar yang menanyakan detail resep yang dibagikan di salah satu post, dan perempuan tersebut pun memutuskan untuk langsung membalasnya. Toh tinggal copy paste saja dari catatannya di Google Keep.

Setelah itu, ia pun membuka tab direct message. Isi dari tab ini terlihat sangat jauh berbeda dari tab notifikasi yang didominasi oleh para perempuan yang memang ingin mengetahui cara yang lebih baik untuk memasak menu rumahan, yang merupakan fokus utama konten di akun Instagram perempuan tersebut. DM akun Instagram miliknya malah didominasi oleh para lelaki yang berusaha merayu sang pemilik akun. Bahkan tak jarang ada pria yang tanpa basa-basi langsung mengirimkan foto alat kelaminnya.

Sang suami sebenarnya sudah mengajarkan cara membuat filter untuk memblokir pengguna-pengguna seperti itu. Namun karena tidak terlalu mengerti cara kerja fitur tersebut, dan makin beragamnya tingkah laku pria hidung belang yang membombardir DM Instagram miliknya, perempuan tersebut pun akhirnya menyerah dan mendiamkan saja semua DM yang masuk.

Wanita ayu itu berusaha selektif dalam membuka dan menjawab pertanyaan dari follower-nya, Ia mencoba memilah dan memilih follower yang benar-benar serius bertanya mengenai usaha yang ia geluti dan karya yang dihasilkan.

Salah satu DM yang ia pilih hari ini adalah dari akun bunda sesuatu. Profile picture-nya seorang ibu berhijab. Sepertinya aman.

“Hai. Kamu cantik dan seksi, aku suka tubuhmu. Berapa harga semalam sama kamu? DM aku harganya ya, sayang. Ini punyaku, pasti bisa memuaskanmu.”

Di bawah teks itu dikirimkan gambar penis berwarna hitam kelam yang tegak menegang di atas handphone yang sedang membuka konten Instagram milik sang wanita jelita. Di atas handphone itu terlihat seperti ada cairan putih pekat yang menutup sebagian wajah ayunya. Hampir saja Ia menjerit dan melemparkan ponselnya sendiri saat melihat gambar penis itu. Buru-buru ia menutup DM-nya.

Begini nih, seringkali ia tidak sengaja membuka DM yang awalnya bernada ramah dan terkesan aman, seperti pengguna biasa yang ingin menunjukkan hasil masakan mereka setelah mengikuti resep yang dibagikan perempuan tersebut. Namun ketika dibuka, ternyata ia justru melihat foto kejantanan pria yang sedang berdiri tegak.

Ini bukan pertama kalinya dan jelas bukan yang terakhir. Wanita ayu itu mencoba menata hati dan membuka kembali Instagram-nya. Ia tidak akan menyerah hanya gara-gara ada orang iseng. Sembari membuka-buka konten yang menyenangkan, ia mencoba melupakan gambaran penis yang tadi ia lihat yang justru berulang kali berseliweran di otaknya.

Saat sedang asyik memeriksa akun Instagram miliknya, smartphone perempuan tersebut pun berbunyi. Ia langsung mengangkatnya setelah tahu siapa orang yang menghubunginya siang itu.

“Halo, Papa … Lagi ngapain?”

“Halo, Mama sayang. Biasa, lagi di ruang dosen aja baru selesai ngajar. Kamu lagi ngapain?” tanya sang suami di ujung sambungan telepon.

“Lagi masak makanan spesial untuk kamu, hee,” jawab perempuan bernama Laras itu.

Nama lengkap wanita ayu itu adalah Laras Kinanti, istri dari seorang dosen Universitas Jaya Abadi yang bernama Sofyan Pratama. Perempuan berusia 27 tahun itu memiliki paras yang manis dengan tatapan mata tajam yang mampu meluluhkan hati banyak pria sejak masa kuliah. Namun satu-satunya lelaki beruntung yang berhasil menaklukkan hatinya hanyalah Sofyan, yang merupakan kakak kelasnya di kampus.

MEF83KF_t.png


“Duh, jadi pengin cepat-cepat pulang neh,” ujar Sofyan menggoda.

“Ya pulang aja … Aku sih gak ngelarang ya, hee.”

“Tunggu ya, sebentar lagi aku bisa pulang kok. Oh, iya, Ma. Ada yang pengen aku tanyakan sama kamu, nih.”

“Apa tuh, Pa?”

“Kamu ingat gak waktu kemarin aku cerita soal catering yang aku pesan untuk acara kampus minggu depan tiba-tiba membatalkan pesanan gara-gara pegawainya pada sakit semua?”

“Iya, aku ingat kok. Papa sudah lapor itu sama Yasmin?”

“Sudah. Nah dia bilang … Ini sih yang mau aku konsultasikan sama kamu. Dia bilang, kenapa gak kamu aja yang masak untuk acara kampus itu. Kemungkinan kan nyediain snack untuk coffee break sama makan besar untuk panitia, jumlahnya besar tapi masih bisa diatasi.”

Wajah Laras langsung berbinar. Di kepalanya langsung terbayang pesanan makanan dalam jumlah banyak, yang artinya pemasukan yang melimpah untuk mereka. Lebih baik lagi, hal ini jelas sangat baik untuk portfolio kariernya sebagai influencer kuliner dan kepercayaan pihak kampus.

“Mama? Sayang? Kok diam aja? Mau gak?” Tanya Sofyan yang tidak kunjung mendengar balasan dari sang istri.

“Eh, mau Mas. Mau. Tapi …”

“Tapi kenapa?”

“Nanti akan ada yang mempermasalahkan gak kalau acara kampus beli makanannya dari istri dosen?”

“Aku sudah tanya Yasmin sih. Kata dia karena ini kasus darurat jadi tidak apa-apa. Kalau nanti ada yang mempermasalahkan, dia nanti yang akan pasang badan untuk tanggung jawab.”

“Owh … Aku juga oke kalau begitu.”

“Benar neh, kamu sanggup masak semuanya?”

“Ya nggak sendirian, Pa. Beberapa jenis makanan mungkin aku bisa lempar ke teman-teman yang sudah aku percaya - mungkin si Nisa, tahu kan? Khairunnisa Nayla Azzahra yang punya toko kue Nisa Cakes? Tapi kalau makanan utama dan yang penting-penting nanti bisa aku kerjakan sendiri. Harusnya aman sih, Mas. Acaranya masih minggu depan kan?”

“Iya, betul. Kalau kamu oke, nanti aku kirimkan daftar kebutuhan makanannya, sekaligus aku transfer uang muka biar Mama bisa segera belanja.”

“Budgetnya masih sama dengan yang Papa ajukan ke catering kan?”

“Hahaa, iya masih sama. Jadi sudah gak perlu tawar-menawar lagi kan?”

“Iya, gak usah. Itu sudah cukup kok,” ujar Laras yang tidak bisa menyembunyikan senyum manisnya saat mendengar hal tersebut. Angka tersebut memang sudah cukup tinggi dibanding harga pesanan makanan yang biasa ia terima.

“Ya udah kalau gitu. Aku mau siap-siap ngajar lagi ya. Love you, Mama.”

“Love you, Papa.”

Setelah sambungan telepon ditutup, Laras pun langsung menyusun daftar bahan makanan yang harus ia beli beserta perkiraan jumlahnya. Ia memang sudah beberapa kali memasak dalam jumlah besar, terutama untuk acara-acara keluarga seperti lamaran atau selamatan kematian. Namun melayani acara kampus sang suami tentu mempunyai skala yang berbeda, karena itu ia tidak mau sedikit pun melakukan kesalahan. Bantuan Nisa dan timnya akan sangat membantu, mereka berdua kenal sejak SMA dan sampai sekarang masih menjalin hubungan akrab terutama soal kuliner. Saat Nisa ada job pesanan jumlah besar, sering sekali ia mempercayakan sebagian pesanan itu pada Laras, begitu juga sebaliknya.

“Ohh … iya, aku jangan sampai lupa untuk membuat stiker dan pamflet untuk promosi di hari H. Siapa tahu nanti ada yang suka dengan masakan aku dan ingin memesannya untuk acara lain, Jadi mereka tahu harus menghubungi aku ke mana,” batin Laras dengan penuh semangat.

Sembari asyik mempersiapkan diri untuk proyek besar yang akan ia garap tersebut, Laras pun teringat kebersamaannya dengan sang suami selama dua tahun terakhir. Ia jelas merasa bahagia mempunyai suami yang punya pekerjaan baik dan bisa dibanggakan. Sofyan pun tidak memiliki kebiasaan yang biasanya tidak disukai para perempuan, seperti merokok dan minum alkohol.

Satu-satunya hal yang kurang dari kehidupan pernikahan mereka adalah belum adanya kehadiran seorang buah hati yang bisa menjadi puncak kisah cinta mereka. Apalagi teman-teman Laras, baik yang ia kenal dari bangku kuliah maupun dari sirkel pertemanan di dunia influencer, kebanyakan sudah punya momongan. Ia pun bertanya-tanya sendiri, kapan dia akan merasakan kebahagiaan tersebut.

Memang sih, hubungan seksualnya dengan sang suami tidak bisa disebut aktif. Mereka hanya melakukan aktivitas ranjang saat keduanya sedang merasa mood saja, bila dirata-rata mungkin hanya sebulan sekali atau bahkan tiga bulan sekali. Waktunya pun seringkali di masa-masa tubuh Laras tidak dalam keadaan subur.

“Ini kan hari yang berbahagia, mungkin lebih baik kalau aku memberikan kejutan ya untuk Mas Sofyan. Dia pasti seneng banget kalau aku menyambutnya begitu dia sampai di rumah,” pikir Laras dalam hati.

Ia pun bergegas untuk masuk ke kamarnya dan mencari-cari sesuatu di dalam lemari pakaian. Tak lama kemudian, ia menemukan barang yang ia cari, dan mengangkatnya ke atas demi melihat bentuknya dengan lebih jelas. Di genggaman tangannya kini sudah ada lingerie berwarna merah muda yang berbentuk seperti pakaian tidur dengan bahan yang transparan, dan jelas tidak bisa menutupi tubuh Laras secara sempurna. Pakaian tersebut sudah tentu akan membuat semua lelaki terpana apabila dia mengenakannya nanti malam, tak terkecuali Sofyan.

“Masih banyak waktu sebelum Mas Sofyan pulang, lebih baik aku coba dulu, deh.”

Perlahan Laras menanggalkan dasternya, menyisakan bra dan celana dalam berwarna merah yang tengah ia kenakan hari ini. Setelah itu, ia pun langsung mengenakan lingerie tersebut dan melihat tubuhnya sendiri di depan cermin besar di kamarnya. Lingerie itu tampak tidak bisa menyembunyikan tubuh Laras yang benar-benar ideal. Belahan dada yang terbuka membuat payudara perempuan tersebut terpampang jelas, dan bagian bawahnya pun hanya sampai setengah paha.

“Kalau pakai yang beginian, kayaknya mendingan aku lepas saja behanya, kalau seperti ini kan kelihatan kayak balapan, lagipula buah dada aku bisa menonjol lebih jelas,” gumam Laras.

Ia memang bukan tipe perempuan yang sering melakukan eksplorasi dalam hal seksual. Karena itu, lingerie tersebut adalah satu-satunya yang dia miliki. Ia membelinya karena rekomendasi salah seorang temannya sesama influencer, yang mengatakan bahwa pakaian seperti itu bisa membuat hubungan seksual dengan pasangan menjadi lebih panas.

“Kalau pasangan hot di ranjang, maka usia hubungannya akan panjang,” Laras masih ingat ‘wejangan’ yang keluar dari mulut salah seorang temannya sesama influencer.

Dalam diam, Laras yang masih mengenakan lingerie merah muda tersebut coba meraba-raba sendiri tubuhnya, membayangkan sentuhan tersebut berasal dari sang suami yang akan menyetubuhinya nanti malam.

Tangan kanan meremas-remas buah dadanya sendiri, sedangkan tangan kiri menelusup ke celana dalam dan mengobel bibir surgawinya. Mata wanita jelita itu merem melek.

“Mmmhh… Papa…. Hamili aku… cepet, Pa… aaaahhh… ahhh… entotin akuuu…”

(Bersambung)
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd