Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT KEMBANG KAMPUS (collab with @killertomato)

Siapa tokoh perempuan favorit kalian d cerita ini?

  • Safira

  • Yasmin

  • Indira

  • Laras

  • Amira

  • Naura


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.

Part 4: Salah Besar​


Tanpa terasa, hari Entrepreneurship Day di Universitas Jaya Abadi akhirnya tiba. Sejak sehari sebelumnya, Sofyan tampak sudah sibuk mengawasi pembangunan booth di lokasi acara yang berada di Gedung Pertemuan. Alhasil, seluruh fasilitas pendukung acara pun sudah terbangun dengan baik.

Ia sebenarnya sudah bisa langsung pulang dan bercengkrama dengan istri tercinta setelah pekerjaannya selesai. Namun, ada seseorang yang membuat pria tersebut tetap berada di sana. Sosok tersebut kini sedang duduk di depan sebuah meja yang berada di salah satu booth pameran yang masih kosong, sambil menatap ke layar laptop di hadapannya. Sofyan pun berinisiatif mendekatinya.

MEF83KE_t.png


“Masih sibuk?” Tanya pria tersebut sambil mengambil kursi dan duduk tepat di hadapan sang perempuan yang mengenakan jilbab tersebut.

Melihat kedatangan Sofyan, sosok bernama Yasmin itu pun mengalihkan perhatiannya dari layar laptop yang telah begitu menyita perhatiannya selama beberapa minggu terakhir. Saat mengetahui teman baiknya itu sudah duduk di depannya, perempuan cantik itu langsung menutup layar laptop.

“Lumayan, Sof. Aku sepertinya melakukan satu kesalahan, yang harus segera dibereskan. Makanya rada sibuk dari kemarin. Tapi selain itu udah santai kok,” jawab Yasmin.

“Kesalahan apa? Mungkin aku bisa bantu?”

“Susah jelasinnya. Tapi udah beres kok semua, tenang saja.”

“Yakin?”

“Yakin. Kamu sendiri bagaimana, semua persiapan sudah beres?”

“Beres dong, Bos. Semua sudah selesai, mulai dari booth pameran sampai ke kelengkapan panggung sudah siap. Konsumsi pun besok akan langsung diantarkan oleh Laras ke sini,” jawab Sofyan.

“Baguslah. Kamu tahu nggak sih, aku tuh pengin cepet-cepet aja acara ini selesai. Biar aku bisa langsung istirahat dan kembali fokus mengajar lagi. Acara begini menyita banyak banget waktu kita,” keluh Yasmin. Ia menyeruput minuman dingin segar yang tadi ia beli dari kantin kampus.

“Pasti. Untungnya acara ini cuma satu hari doang ya. Males banget kalau sampai beberapa hari atau seminggu, kayak festival yang di pergantian semester ganjil ke genap,” ucap Sofyan.

Yasmin pun mengangguk dengan lemas, tubuh perempuan jelita itu tampak sudah kehabisan stamina hari ini. Dia seperti tak berdaya dan tak bergairah, tak seperti biasanya.

“Kamu mau di sini sampai kapan, Yas?” Sofyan melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul sepuluh malam. “Sudah waktunya pulang.”

“Paling seperempat atau setengah jam lagi.”

“Mau pulang bareng? Rumah kita lumayan searah kan?”

Dalam hati, Yasmin bingung mendengar pertanyaan tersebut. Kok tumben? Seingatnya, tidak pernah Sofyan mengajaknya pulang bareng seperti ini.

“Aku dijemput suamiku.,” ucap Yasmin menolak tawaran sang sahabat. Ia memang berkata jujur, karena sang suami sudah mengabarkan akan menjemput sepulangnya mengantar penumpang terakhir hari ini.

“Oh, iya iya,” ujar Sofyan yang langsung kikuk mendengar jawaban tersebut. Ia pun tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya.

“Tumben kamu nawarin, Sof?”

“Errr, gak sih. Aku cuma khawatir aja kalau kamu pulang sendirian. Ini kan sudah malam. Bagus lah kalau suami kamu jemput.” Sofyan terlihat gelisah dan salah tingkah, ia memegang apapun di depannya dengan maksud untuk menghilangkan rasa kikuk, tapi malah menjatuhkan pulpen milik Yasmin. “Eh sori.”

Sofyan mengembalikan pulpen itu ke tempatnya.

Yasmin mengerutkan kening melihat temannya sesama dosen ini tiba-tiba langsung salah tingkah cuma karena dirinya mengatakan akan dijemput sang suami. Padahal, hampir setiap hari dia memang selalu dijemput oleh suaminya. Tapi perempuan jelita tersebut sudah punya terlalu banyak pikiran, dan tidak mau menambahnya lagi. Ia pun kembali membuka layar laptop dan melanjutkan pekerjaannya.

“Aku kerja dulu ya, Sof. Nanggung tinggal dikit lagi selesai.”

“Baiklah. Kalau begitu aku pamit ya, Yas. Sampai jumpa besok.”

“See you, Sof.”

***​

Hari pun berlalu, dan malam kini telah berganti pagi. Persiapan acara Entrepreneurship Day di gedung pertemuan pun siap mencapai puncaknya dengan pembukaan acara yang akan berlangsung sesaat lagi.

Di belakang panggung, seorang mahasiswi cantik bernama Safira sudah siap untuk mengawasi jalannya acara yang akan berlangsung di panggung utama. Ia telah menggenggam sepucuk kertas berisi susunan acara, serta radio HT yang tersambung ke earpiece di telinganya untuk berkomunikasi dengan panitia yang lain. Ia pun tampak sibuk memeriksa smartphone miliknya, berjaga-jaga apabila ada pesan khusus dari para pembicara yang ia undang untuk hadir.

Ini merupakan pengalaman pertama bagi Safira menangani jalannya sebuah acara yang cukup besar. Karena itu, ia tampak berusaha melakukan banyak hal sekaligus demi menjaga semuanya tetap lancar.

MEF83KD_t.png


“Semua oke kan?”

Punggung Safira tiba-tiba ditepuk dari belakang oleh seseorang. Ketika perempuan muda itu membalikkan badan, sudah ada Arga sang kekasih yang berdiri di sana.

“Eh, sayang. Sudah oke kok… sekarang tinggal menunggu acara pertama pukul sembilan,” jawab Safira dengan bersemangat. Ia tersenyum lebar.

“Baiklah kalau begitu, aku keliling dulu ya untuk memeriksa yang lain,” ujar Arga sambil memeluk tubuh indah sang kekasih. Safira pun membalas pelukan itu, meski tampak canggung karena tidak bisa melepaskan berbagai peralatan komunikasi di tangannya.

Begitu Arga pergi, Safira berusaha memeriksa kembali susunan acara yang akan berlangsung, agar ia bisa mengingatnya di luar kepala. Untuk acara pertama akan langsung ada pidato pembukaan oleh Pak Dar, rektor Universitas Jaya Abadi. Melihat nama Darmadi di dokumen yang ia pegang, Safira pun langsung bergidik ngeri.

Ingatannya langsung menuju ke kejadian beberapa hari lalu saat ia dipanggil oleh sang Rektor untuk membicarakan acara Entrepreneurship Day hari ini. Pak Dar mengundangnya lewat pesan WhatsApp langsung ke nomor teleponnya. Saat itu, ia sebenarnya sudah ingin mengajak Arga untuk menemaninya, tetapi sang pacar sedang sibuk latihan basket dan Pak Dar mengatakan bahwa ia tidak punya waktu lain untuk berbincang. Dengan berat hati, Safira pun menuruti permintaan pria tua itu meski dengan perasaan enggan.

“Selamat siang, Pak,” ujar Safira malu-malu saat ia membuka pintu ruangan rektor yang cukup terpisah dari ruangan-ruangan lain di gedung Rektorat.

Pak Dar tampak sedang sibuk memeriksa dokumen di balik meja kerjanya. Ia seperti tidak mendengar suara Safira yang memang tidak terlalu kencang.

“Permisi, Pak,” Safira kembali mengeluarkan sapaan dengan nada suara yang lebih kencang. Setelah itu, barulah sang Rektor menyadari kehadirannya.

“Oh, kamu sudah datang, Safira. Saya kira tidak jadi. Silakan duduk,” ujar Pak Dar sambil menunjuk sebuah kursi yang berada di hadapannya. Pria tua itu kemudian membereskan dokumen yang berada di mejanya tanpa bangkit dari tempatnya duduk.

Safira melangkah dengan hati-hati menuju kursi yang ditunjuk oleh sang Rektor tua. Perempuan tersebut kemudian melihat-lihat seantero ruangan yang baru ia masuki untuk pertama kalinya. Di bagian kiri dia bisa melihat foto para rektor Universitas Jaya Abadi dari masa ke masa, dengan foto Pak Dar sebagai rektor saat ini di posisi paling ujung.

Sedangkan di bagian kanan ruangan, dindingnya dipenuhi foto-foto kegiatan kampus, mulai dari saat Universitas Jaya Abadi meraih gelar juara perlombaan bola basket antar kampus, hingga saat Presiden Indonesia datang ke kampus tersebut. Dan tentu saja, di tiap foto tersebut seperti harus ada sosok sang rektor bernama Darmadi itu.

Saat melirik ke belakang, Safira bisa melihat rak-rak besar yang diisi piala-piala dan berbagai penghargaan milik perguruan tinggi swasta tempatnya menuntut ilmu tersebut. Sedangkan di hadapannya, di belakang kursi Pak Dar, ada jendela besar yang langsung menghadap ke luar gedung. Dalam hati, Safira mengakui betapa bagusnya pemandangan dari jendela itu karena posisi ruangan tersebut memang cukup tinggi.

Setelah meletakkan bokongnya yang montok di atas kursi, Safira menatap ke arah sang Rektor, berusaha menebak-nebak apa maksud Pak Dar memanggilnya ke ruangan ini. Meski tak terlihat dari luar, jantung perempuan berjilbab tersebut sebenarnya berdetak sangat cepat, mengingat posisi mereka yang hanya berdua di ruangan yang sepi itu.

“Jadi begini, Safira,” Pak Dar memulai obrolan sambil tersenyum ke arah perempuan tersebut. “Seingat saya, ini adalah kali pertama kamu menjadi panitia dan seksi acara di acara besar yang diadakan kampus. Benar begitu?”

Safira pun mengangguk.

“Nah, saya hanya ingin mengingatkan tentang sesi Pak Andreas yang merupakan perwakilan dari sponsor utama acara ini. Beliau sudah sering mendukung kampus kita dalam acara-acara penting, dan tengah berencana untuk memberikan bantuan pembangunan infrastruktur kampus di kemudian hari.”

Safira pun mendengarkan penjelasan tersebut baik-baik.

“Karena itu, saya harap kamu menjamu beliau dengan baik, dan menghadirkan kesan yang sempurna untuk acara di Entrepreneurship Day nanti. Bisa?”

“Errr… Bisa, Pak. Akan saya coba sebaik-baiknya.”

“Bagus kalau begitu, saya percaya sama kamu,” ucap Pak Dar yang langsung kembali fokus ke monitor PC di atas mejanya.

Hah? Cuma begitu saja? Safira terheran-heran. “Eh… Itu saja, Pak?”

“Iya, itu saja. Atau kamu ingin menyampaikan sesuatu?”

Safira tidak menjawab, dan hanya menggelengkan kepala. Dalam hati, Safira pun bernapas lega. Interaksi pertamanya dengan sang Rektor ternyata tidak seseram yang ia bayangkan.

Namun begitu ia berdiri dari kursinya, perempuan tersebut melihat ada dua buah berkas dokumen yang tergeletak di atas meja kerja Pak Dar. Meski dari arah yang berlawanan, ia bisa membaca jelas nama yang tertera di bagian depan dokumen tersebut. Itu adalah nama kedua teman baiknya, Amira Ramadhani dan Naura Salsabila. Hatinya pun kembali bergejolak.

“Kok berdiri saja di situ, Safira? Ada lagi yang ingin kamu tanyakan?” Ujar Pak Dar tiba-tiba.

“Eh… tidak ada, Pak,” Safira langsung memalingkan pandangannya dari kedua dokumen tersebut. “Saya permisi dulu. Mari Pak,” ujar sang perempuan cantik itu sambil setengah berlari ke arah pintu, dan pergi meninggalkan ruangan tersebut.

Dalam hati ia merasa penasaran mengapa dokumen dengan nama kedua sahabatnya tersebut bisa ada di atas meja kerja Pak Dar. Apakah keduanya memang sedang ada masalah dalam hal perkuliahan? Namun ia sama sekali tidak pernah mendengar keduanya mengeluh tentang masalah akademis.

“Atau jangan-jangan Pak Dar ada ketertarikan untuk berbuat hal jahat pada keduanya?” pikir Safira dalam hati saat ia telah sampai di lantai dasar gedung Rektorat. “Apakah aku harus mengatakan hal ini pada mereka berdua?”

***​

Tanpa diduga oleh Safira, acara Entrepreneurship Day hari ini berjalan sangat lancar. Pak Dar membuka dengan pidato yang sederhana, tetapi cukup bisa memancing perhatian pengunjung dan tamu undangan yang hadir. Beberapa acara panel diskusi yang berlangsung setelahnya pun diminati oleh para mahasiswa yang datang ke lokasi acara.

Kini, acara akan dilanjutkan dengan presentasi dari Pak Andreas, yang merupakan perwakilan sponsor utama acara tersebut. Safira pun kembali mengingat pesan dari Pak Dar, dan berusaha memperhatikan detail-detail kecil agar tidak ada yang terlewat sebelum sosok tersebut naik ke atas panggung.

Perempuan cantik itu pun memperhatikan bagaimana tim sound system dan liaison officer (LO) yang memang ia tugaskan untuk mengawal Pak Andreas, menangani persiapan beliau. Pria tersebut tampak sudah menggenggam mic dan clicker untuk mengontrol file presentasi.

“Pak Andreas butuh minum mungkin sebelum naik ke atas panggung?” Tanya Safira yang baru teringat bahwa sang pembicara mungkin butuh asupan cairan sebelum tampil. Sesi ini berlangsung tepat sebelum acara makan siang, sehingga bisa saja sang pembicara sudah merasa lapar atau haus.

“Tidak usah, Safira. Aman kok,” ujar pria berusia sekitar 35 tahun tersebut. Meski usianya masih terbilang muda, tetapi karirnya menanjak begitu cepat sehingga bisa langsung mengisi posisi penting di perusahaan teknologi tempatnya bekerja.

Mereka berdua memang sudah berkomunikasi lewat email beberapa hari sebelum acara, sehingga sudah mengenal nama satu sama lain. Lewat pesan elektronik, Safira telah menjelaskan teknis acara, dan meminta data-data yang diperlukan, mulai dari foto, deskripsi lengkap tentang karier beliau, hingga file presentasi yang ingin ditampilkan di atas panggung.

Menjelang acara, Pak Andreas memang sempat mengganti file presentasi tersebut karena menurutnya ada beberapa informasi di file sebelumnya yang salah atau kurang update. Hal ini pun telah Safira sampaikan kepada tim multimedia.

“Oke, Pak. Silakan naik ke atas panggung,” ujar seorang tim pengarah acara yang sudah siap memulai sesi berikutnya. Pak Andreas pun menurut dan langsung menuju posisi yang sudah disiapkan.

Dari sisi panggung, Safira bisa melihat Pak Dar tampak duduk dengan santai di kursi paling depan yang disiapkan khusus untuk beliau. Di sampingnya berjejer petinggi-petinggi kampus, dan tokoh-tokoh lain yang tidak begitu ia kenal. Sepertinya mereka merupakan perwakilan dari perusahaan dan yayasan yang rutin memberikan dana sumbangan untuk kampus tempatnya menimba ilmu.

Sekitar dua puluh menit awal, presentasi tersebut berjalan dengan lancar. Pak Andreas menjelaskan dengan semangat bagaimana awalnya perusahaan tempatnya bekerja bisa berdiri dan berkembang sebesar sekarang. Ia pun menceritakan bagaimana ia bisa direkrut sebagai salah satu dari pegawai paling awal di perusahaan tersebut, karena tidak sengaja melamar di acara bursa lowongan kerja, seperti Entrepreneurship Day hari ini.

Safira masih ingat betul file presentasi yang dikirimkan. Setelah ini Pak Andreas akan melanjutkan sesi presentasi dengan paparan data-data perkembangan jumlah pengguna, transaksi yang terjadi di platform teknologi milik perusahaannya, efek yang ditimbulkan oleh penggunaan teknologi, penerapan marketing yang tepat, dan banyak lagi hal penting yang menjadi inti presentasi. Kemudian, ia akan menutup sesi dengan tips-tips memulai karier di bidang teknologi untuk para pengunjung.

Namun tiba-tiba, Safira melihat bahwa Pak Andreas tampak sedikit gelisah saat melihat layar yang menampilkan halaman presentasi selanjutnya. Ia coba memeriksa beberapa halaman lain di layar tersebut dengan clicker, tetapi justru bertambah gelisah.

“Hmm, sepertinya file ini tidak update,” gumam sang pembicara. Meski pelan, tetapi microphone yang ia gunakan masih dapat menangkap kata-kata tersebut dengan jelas, sehingga Safira pun bisa mendengarnya.

Jantung Safira langsung berdegup kencang. Ia coba mengingat-ingat apakah ia sudah memberikan file terbaru untuk tim multimedia. Ia yakin hal tersebut sudah ia lakukan. Lalu mengapa kesalahan ini masih saja terjadi? Ia sadar betul bahwa Pak Andreas tentu tidak bisa melanjutkan presentasi dengan file berisi data yang berbeda. Karena selain kontennya berbeda, isi dari presentasi itu juga tidak cocok dengan paparan dan tema acara.

“Tim multimedia, bisa tolong matikan saja presentasi saya,” ujar Pak Andreas tiba-tiba lewat microphone yang ia genggam. Tim terkait pun langsung mengganti tayangan presentasi tersebut dengan banner visual yang mereka gunakan sejak awal acara.

Pak Andreas pun melanjutkan sesi presentasi tanpa file presentasi. Tentu saja dia hapal semua data di luar kepala karena dia sendiri yang menyusun presentasinya, tetapi tetap saja harus melakukan improvisasi agar bisa menghadirkan penjelasan yang bisa dipahami oleh para pengunjung tanpa bantuan visual pendukung.

Masih ada waktu sekitar dua puluh menit lagi sebelum sesi presentasi tersebut berakhir, dan Safira merasa itu adalah dua puluh menit paling lama dalam hidupnya. Ia berusaha memperhatikan apa ada hal lain yang bisa ia lakukan untuk membantu Pak Andreas. Bergegas menuju lokasi tim multimedia untuk mengganti file sepertinya bukan piihan yang tepat, karena hal itu mungkin akan mengganggu konsentrasi sang pembicara yang seperti ingin cepat-cepat menyelesaikan sesi.

Ia pun melirik ke arah Pak Dar yang masih duduk di kursinya. Tidak ada ekspresi apa-apa dari raut wajah sang Rektor, selain tetap bersemangat mendengarkan penjelasan Pak Andreas. Meski begitu, Safira tetap merasa tidak nyaman.

Tak lama kemudian, Pak Andreas pun mengakhiri sesi yang dibarengi dengan tepuk tangan meriah dari para pengunjung. Safira merasa beruntung mendengar hal itu, dan berharap sang pembicara akan turun dari panggung dengan kondisi hati yang baik.

Begitu sang pembicara kembali ke ruangan khusus di belakang panggung, Safira pun langsung menghampirinya.

“Mohon maaf sekali atas ketidaknyamanannya, Pak Andreas. Sepertinya ada kesalahan soal file presentasi yang diberikan. Ini semua kesalahan saya yang tidak memeriksa kembali ke tim multimedia,” ujar perempuan cantik tersebut meminta maaf.

“Tidak apa-apa, Safira. Saya maklum kok, ini biasa terjadi di acara kampus seperti ini,” ujar sang pembicara. “Untung saja saya hapal materi-materi saya sendiri.”

Safira tidak bisa menebak apakah Pak Andreas bersungguh-sungguh mengatakan itu. Atau pria itu hanya bersikap sopan, tetapi akan mulai berbicara buruk tentang dirinya di kemudian hari kepada Pak Dar dan yang lainnya.

“Kalau begitu, saya pamit dulu ya. Mau kembali ke kantor. Sukses acaranya, Safira,” ujar Pak Andreas sambil beranjak pergi.

“Tidak mau makan siang dulu, Pak?”

“Tidak usah. Saya ada janji lain soalnya.”

“Baik, Pak,” jawab Safira sambil tersenyum semanis mungkin.

Begitu Pak Andreas hilang dari pandangan, Safira langsung menyandarkan tubuhnya di dinding. Namun baru saja sesaat ia bisa bernapas lega, perempuan tersebut langsung tegang begitu melihat Arga menghampirinya dengan raut wajah yang kesal.

“Apa-apaan sih!? Kamu ini bagaimana!? Mengurus hal sepele begitu saja gak becus!!” Ujar sang pria dengan penuh kemarahan. Ia tampak tidak peduli bahwa di sekitar situ masih ada beberapa panitia lain.

“Tenang dulu, Sayang. Aku bisa jelaskan. Sebenarnya aku sudah mempersiapkan semuanya, tapi…”

“Tapi apa? Kalau kamu sudah memeriksa semuanya, kesalahan seperti tadi nggak akan terjadi. Kamu tahu siapa Pak Andreas kan? Dia itu sponsor utama acara ini. Ini puncak dari acara dan kamu melakukan kesalahan! Malu kita sama beliau! Malu! Cuma sekedar presentasi saja tidak beres! Ga becus!!”

“Iya, Sayang. Aku tahu.”

“Lagipula kenapa kamu gak memastikan semuanya berjalan lancar? Dia pasti kecewa karena nggak bisa presentasi dengan maksimal tadi. Duh, gimana nasib bantuan beliau ke kampus kalau kita sudah mengecewakan beliau seperti ini. Kesannya kan kita tidak serius, tidak memberikan fasilitas maksimal. Sekarang beliau makan siang saja ditolak, pasti beliau kecewa berat sama kita! Sadar kamu?! Tahu nggak kalau kesalahan kamu itu bikin acara sempurna kita jadi berantakan? Ini pembicara paling penting dan kamu bikin kacau! Payah banget sih!”

“Iya, aku minta maaf. Memang aku yang salah.” tubuh Safira bergetar hebat saat dimaki-maki Arga di depan teman-teman panitia di backstage.

“Kamu tahu nggak sih, kesalahan kamu itu bisa membuat malu kampus kita, dan mungkin dia tidak mau lagi menjadi sponsor acara di kampus ini. Mau ditaruh di mana muka aku nanti?”

Safira hanya bisa menunduk menahan malu. Meski ia sudah menyatakan maaf, tetapi sepertinya tidak ada yang bisa memberhentikan ocehan Arga yang sedang dilanda kemarahan itu.

“Dasar bego!” ujar pria tersebut dengan kasar. “Tolol!”

Arga pun langsung meninggalkan perempuan cantik yang merupakan kekasihnya tersebut di ruang panitia yang berada di belakang panggung. Pria itu bergerak menjauhi panggung, dan langsung mengambil handphone dari saku celananya. Dengan cepat ia mengetikkan sebuah pesan.

“Aku kesel banget sama Safira hari ini. Nanti malam kamu ke tempat aku ya …”

***​

Arga tidak tahu bahwa kata-katanya membuat Safira merasa malu sekaligus sedih. Ia pun langsung meletakkan catatannya di sebuah meja, sembari melepaskan alat komunikasi yang ia kenakan.

“Aku izin ke belakang sebentar ya. Kalian makan siang saja dulu. Nanti sebelum sesi berikutnya mulai, aku akan kembali lagi,” ujar perempuan cantik itu dengan nada suara yang tertahan. Ada getaran yang terdengar. Meski tidak mengatakannya dengan jujur, semua orang tahu bahwa Safira tengah berusaha keras untuk menahan air matanya agar tidak keluar di depan orang lain.

Perempuan berjilbab itu langsung berjalan menjauhi panggung. Tanpa sengaja, ia menemukan sebuah ruangan kosong di gedung pertemuan, tempat acara Entrepreneurship Day berlangsung. Ia pun memutuskan untuk masuk ke ruangan tersebut.

MEF83KD_t.png


Ruangan tersebut sepertinya merupakan sebuah gudang yang berisi beberapa perlengkapan acara. Ada beberapa meja kayu dan kursi plastik di sana. Ruangan tersebut tampak cukup terang karena sinar matahari yang masuk lewat jendela yang sebenarnya tidak terlalu lebar.

Safira langsung duduk di atas sebuah meja kayu yang posisinya paling dekat dengan pintu. Karena postur tubuhnya yang tidak terlalu tinggi, kakinya pun harus menggantung di atas lantai. Tak lama kemudian, karena merasa tengah sendirian, perempuan cantik itu langsung melepaskan air matanya yang selama ini tertahan. Ia mulai sesunggukan, dengan kedua telapak tangan berusaha menutup wajahnya sendiri. Tangan tersebut tampak harus berkali-kali menyeka air mata yang bercucuran menyusuri pipinya yang halus.

Dalam hati, Safira menyadari bahwa semua yang terjadi memang merupakan kesalahannya. Ia pun tahu bahwa kesalahan itu adalah sesuatu yang fatal, dan bisa berdampak buruk pada kampus mereka. Namun, apakah ia pantas diperlakukan seperti itu di depan panitia yang lain. Apalagi yang melakukan itu adalah Arga, pacarnya sendiri, yang seharusnya paling mengerti perasaan dia dibanding orang lain.

Safira membiarkan seluruh emosinya keluar, hingga ia tidak sadar ada seseorang yang turut mengikutinya masuk ke ruangan tersebut. Ia baru menyadari hal itu saat kepalanya dibelai dengan lembut oleh sosok tersebut.

“Sudah, jangan menangis. Kesalahan kamu tidak terlalu fatal kok,” ujar suara orang tersebut berusaha menenangkan Safira. Namun, suara itu bukan milik Arga.

Safira mendongakkan kepala, berusaha menatap sosok di hadapannya. Alangkah terkejutnya dia, karena orang yang menenangkannya barusan adalah sosok yang tidak pernah ia duga sebelumnya.

“Pak Dar!? Bapak ngapain di sini…? Sa-saya…”

“Sudah… kamu lanjutkan saja nangisnya, luapkan perasaan kamu. Biarkan seluruh emosi kamu keluar, terkadang itu jalan yang terbaik untuk menuntaskan sesuatu sesaat sebelum kembali bisa berpikir dengan jernih,” ujar pria tua tersebut sambil terus mengusapkan tangannya di kepala Safira yang masih berbalut jilbab.

Bila di kondisi normal, Safira pasti sudah marah besar karena sang rektor berani menyentuh tubuhnya yang suci. Namun, perempuan tersebut kini tengah berada dalam kondisi kalut dan malu akibat insiden saat acara tadi, sehingga ia merasa tidak sanggup untuk mengeluarkan emosi lain saat itu. Ia pun membiarkan saja tangan Pak Dar yang kasar mengusap-usap kepalanya.

“Maafkan saya, Pak. Saya sudah mengecewakan Bapak dan kampus kita, sehingga Pak Andreas tadi langsung pergi tanpa…”

“Ssstt… sssttt… sudah, jangan membahas hal itu. Lagipula tadi Pak Andreas pulang sambil tersenyum kan? Saya juga lihat ekspresi wajah beliau tadi. Itu artinya tidak ada masalah. Sudah kamu jangan mikir yang aneh-aneh,” ujar sang Rektor dengan lembut.

Dalam hati, Safira bertanya-tanya bagaimana Pak Dar tahu kalau sang pembicara tadi pulang sambil tersenyum? Darimana pula Pak Dar tahu kalau dirinya masuk ke ruangan kosong ini untuk menenangkan diri?

Eh tunggu dulu… Safira pun baru menyadari kalau saat ini mereka hanya berdua saja di ruangan tersebut, dengan posisi pintu yang tertutup. Apabila ada orang yang masuk, mungkin mereka akan berpikiran yang macam-macam. Tapi Safira mencoba menahan pikiran buruknya. Ia masih tenggelam dalam kekalutan karena melakukan kesalahan. Kemarahan Arga benar-benar membuat mentalnya turun drastis.

“Ta-tapi… bukankah Bapak sendiri yang bilang kalau Pak Andreas adalah sosok penting. Ya-yang harus saya jamu dengan baik…” ujar Safira dengan suara yang bergetar dan sedikit terbata-bata. Tubuhnya pun sedikit gemetar karena emosi tertahan.

“Betul, dan memang tadi kita harus mengakui ada kekurangan dan kesalahan. Tapi kesalahan kamu tidak terlalu berat kok. Beliau juga pasti paham kalau itu hanya kesalahan biasa. Beliau seorang profesional di bidangnya, saya yakin beliau akan memaklumi.”

“Be-betul, Pak? Ti-tidak akan ada masalah karena kejadian tadi?”

“Betul. Sudah kamu tenang saja…”

Safira merasa sedikit tenang mendengar kata-kata tersebut. Semoga saja apa yang dikatakan Pak Dar memang benar, dan bukan kebohongan untuk sekadar menenangkan dirinya.

“Terima kasih, Pak. Sa …”

Kata-kata perempuan tersebut terpotong karena Pak Dar tiba-tiba menarik kepalanya, lalu menempelkannya di dada sang pria tua yang masih tertutup dengan kemeja lengan panjang. Safira kini bisa merasakan degupan jantung Pak Dar yang menurutnya lebih kencang dari normalnya manusia biasa.

Apa artinya ini semua?

Perempuan berparas manis tersebut tahu bahwa hal ini adalah kesalahan. Ia dan Pak Dar tidak seharusnya berada dalam posisi seperti itu. Ia tahu sang rektor mungkin hanya ingin menenangkan dirinya, tetapi apabila ada yang melihat mereka berdua, tentu orang tersebut akan berpikir yang tidak-tidak. Apakah itu yang selama ini terjadi sehingga mengakibatkan gosip tidak sedap terkait sang rektor?

Safira awalnya memang ingin segera melepaskan pelukan tersebut, tetapi anehnya ia seperti mendapatkan kenyamanan yang berbeda dari Pak Dar. Tubuh sang Rektor tua memang tidak sekekar Arga, tetapi wanginya harum khas pria dewasa. Apalagi kedua tangan sang pria masih terus mengusap-usap bagian belakang kepala Safira, seperti mengalirkan kehangatan dari atas, yang kemudian menyebar ke seluruh tubuhnya. Karena itu, perempuan tersebut merasa ada sedikit kehampaan saat Pak Dar akhirnya melepas pelukan tersebut.

“Kamu yang tenang ya, tidak akan terjadi apa-apa setelah ini. Apabila ada sesuatu, langsung saja WhatsApp Bapak,” ujar Pak Dar. Pria tua tersebut memberikan elusan terakhir yang terasa begitu lembut di pipi Safira, sebelum kemudian bergerak menuju pintu keluar dan meninggalkan ruangan tersebut.

(Bersambung)
 
Welcome hu!!! Yok smgt lgi nulisnya hehehe.... Bnykyg nunggu

Siap. Mohon maaf ya kemarin sempet vakum karena ada urusan di RL yang gak bisa ditinggal
Menjelang tahun baru sepertinya banyak waktu kosong, jadi akan makin cepat updatenya
 
Semangat suhuu, semoga lancar urusannya 🙌🏻
Ditunggu next updatenya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd