Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT KEMBANG KAMPUS (collab with @killertomato)

Siapa tokoh perempuan favorit kalian d cerita ini?

  • Safira

  • Yasmin

  • Indira

  • Laras

  • Amira

  • Naura


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
keren ceritanya.. mengalir dengan baik.. thanks Suhu
 
Laras gak muncul² nih. elektabilitas nya jadi kalah sama Safira.

#pantausambilngopi
 
Part 19: Kue Keju

Pagi-pagi sekali, seorang perempuan muda berparas cantik terbangun dari tidurnya. Ia masih mengenakan tanktop dan hot pants, yang membuat tubuh seksinya terlihat jelas. Sejenak ia memandang ke sisi lain ranjang, tempat pasangannya biasa berada. Sejak beberapa hari lalu, tidak ada seorang pun yang mengisi sisi tempat tidur tersebut, dan tidak ada juga yang menyentuh tubuh indahnya selama jangka waktu itu.

Seperti ritualnya setiap pagi saat sang suami tidak berada di rumah, perempuan tersebut langsung mengambil ponsel dan menelepon pasangannya. Sehari saja tidak mengobrol, ia memang sudah merasa sangat kangen.

MEHN2HT_t.png


“Halo, Mas Sofyan,” sapa perempuan tersebut.

“Halo, Laras,” jawab seorang pria di ujung sambungan telepon. “Sudah bangun kamu?”

“Sudah, Mas.”

“Tumben, heheh.”

“Ihh, malah ngeledek. Biasanya kan aku juga bangun jam segini.”

“Ya karena Mas bangun duluan, kan? Terus gangguin kamu. Hahaa.”

“Dihh, aku ngambek neh.”

“Huu, jangan ngambek dong istriku yang cantik, nanti nggak cantik lagi.”

“Enak aja, sampai kiamat istrimu ini bakal tetap cantik tahu. Tetap banyak yang mau.”

“Iya, aku percaya kok, Sayang.”

“Hari ini kamu ada agenda ke mana, Mas?”

“Hmm, itu …” Sofyan terdengar sedikit bingung, dan tidak langsung menjawab.

“Kok diem?”

“Errr, anu … Hari ini aku ada rencana mau ke Semarang, Sayang.”

“Kok ke Semarang? Bukannya Mas sekarang ada di Jogja? Mana sih yang betul?”

“Iya, saat ini Mas ada di Jogja. Tapi ada salah satu narasumber yang tinggal di Semarang, dan harus Mas temui hari ini.”

Semarang? Otak Laras bekerja dengan cepat dan menemukan satu nama. “Bukannya Mas pernah bilang kalau Yasmin saat ini juga sedang ada di Semarang kan? Wah, kebetulan banget.”

“I-Iya, kamu ingat saja. Mungkin kalau ada waktu setelah bertemu dengan narasumber, ya aku ketemu dia. Tapi kalau dia sibuk ya nggak jadi.”

Dalam hati, Laras merasa curiga. Yasmin yang cantik dan punya asset yang berlebih itu kan…? Kok kebetulan… tapi… Ah, tapi ia tidak mau menjadi istri posesif yang selalu mengganggu suaminya saat sedang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Apalagi, ia sendiri merasa sudah berkorban cukup banyak guna melanggengkan karir sang suami dengan cara mendekati atasannya di kampus.

“Oh, baiklah kalau begitu. Kamu hati-hati di jalan.”

“Iya, Sayang. Tenang saja.”

“Pulangnya kapan, Mas?”

“Besok juga aku sudah pulang.”

“Asyiiiikkk … Aku tunggu kamu di rumah ya, Sayang. I love you.”

I love you too, Sayang.”

Begitu sambungan telepon ditutup, Laras pun tenggelam dalam pikirannya. Ia terdiam sejenak memikirkan apakah sang suami mengatakan hal yang sebenarnya. Atau itu ternyata hanya akal-akalan dia saja agar bisa bertemu dengan Yasmin. Tapi bukankah Yasmin yang sama-sama dosen di Universitas Jaya Abadi juga baru saja menikah. Sepertinya tidak mungkin kalau terjadi sesuatu antara mereka berdua.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Tiba-tiba, muncul cara bagi Laras untuk memastikan jawaban dari pertanyaan tersebut tanpa terlihat sengaja mencari tahu. Mendadak, sebuah pesan masuk di aplikasi WhatsApp miliknya.

“Selamat pagi, Dik Laras. Sudah bangun?”

Agar tidak terlihat terlalu bersemangat, Laras pun menunggu beberapa menit sebelum akhirnya membalas pesan tersebut.

“Sudah, kok. Pak Yo belum berangkat ke kampus?”

“Ini lagi siap-siap. Baru selesai mandi, mau berpakaian dulu.”

Duhh, mengapa deskripsinya detail sekali sih? Siapa juga yang perlu tahu apakah dia sudah mengenakan pakaian atau belum? Kan aku jadi teringat kembali gundukan besar di balik celana boxernya semalam,
batin Laras.

“Owh. Kalau begitu dipakai saja dulu pakaiannya, Pak. Nanti kedinginan.”

“Kalau kedinginan, memangnya Dik Laras mau menghangatkan?”

“Nanti Laras kirimkan jahe merah saja ya, Pak. Bapak bisa seduh sendiri, lalu minum. Bisa bikin tubuh Bapak hangat.”

“Jahenya yang besar ya kalau bisa. Lebih besar dari punya saya.”

Tuh, kan. Pria tua bangka ini bisa banget menyelipkan gombalan-gombalan mesum untuk menggoda Laras, dan sialnya, badan si cantik itu malah bereaksi pula dengan kata-kata yang cabul. Batin Laras bergejolak hebat.

“Pak Yo ini bisa saja. Oh iya, kok tumben pagi-pagi sudah WhatsApp, Pak?” Ujar Laras mengalihkan pembahasan.

“Semalam ada yang kurang lho…”

“Hah? Kurang? Kurang apa, Pak?” Tiba-tiba jantung Laras menjadi berdebar. Apakah Pak Yo hendak membicarakan soal foto kamar yang ia kirimkan? Dan bra berwarna merah yang sengaja ia gantungkan? Atau soal benda besar di balik celana dalam dari foto yang ia kirimkan?

“Semalam kan kamu bilang mau kirim link e-commerce untuk produk make up dan parfum yang kamu inginkan. Tapi sampai sekarang kamu belum kirim juga.”

Benar-benar total sekali ya pria tua ini kalau urusan mendekati perempuan. Tapi sepertinya tidak ada salahnya kalau aku minta dibelikan sesuatu oleh Pak Yo. Toh dia gak minta apa-apa sebagai balasan kan?

“Oh, iya maaf. Jadi Bapak serius mau beliin?”

“Serius dong, Dik Laras.”

“Baiklah. Ini link-nya ya Pak,” jawab Laras sambil mengirimkan dua buah link produk parfum dan skincare yang ia inginkan. Keduanya bukan merk yang murah.

“Nah, gitu dong. Kirimnya ke alamat rumah yang kemarin saya jemput kamu kan?”

“Iya, betul Pak.”

“Baik. Nanti selain dua produk itu, ada satu lagi produk tambahan yang saya kirim juga. Semoga kamu suka.”

“Waduh, produk tambahan apa tuh Pak?”

“Rahasia dong, hee.”

“Kayak anak muda baru kasmaran saja Pak Yo ini, masih pakai rahasia-rahasiaan. Hihihihi..”

“Lho, memang saya sedang kasmaran kok.”

Dasar tua bangka, nggak bisa dipancing sedikit langsung saja to the point. Mbok ya diputer-puter dulu gitu lho biar nggak terlalu jelas.


“Oh iya, Pak. Boleh saya tanya sesuatu?”

“Boleh. Mau tanya apa Dik Laras?”

“Mas Sofyan itu sebenarnya ada tugas di kota mana ya? Jogja atau Semarang?”

“Dia cuma ke Jogja kok, Dik Laras. Tidak ada satu pun narasumber yang kompeten soalnya di Semarang. Karena itu saya hanya arahkan untuk ke Jogja. Kenapa?”

Hah!?


Batin Laras langsung terasa campur aduk. Ini artinya, sang suami sudah membohonginya. Atau mungkin sang suami menemukan narasumber baru yang tidak diketahui Pak Yo?

Ahh, sudahlah. Aku harus percaya dengan Mas Sofyan, karena dia adalah suami aku yang sah. Apa pun yang ia lakukan, itu pasti yang terbaik bagi keluarga kami berdua.

“Ehm, nggak kenapa-kenapa Pak. Cuma lupa saja kemarin itu Bapak bilangnya Jogja atau Semarang. Ah, sudah dulu ya, Pak. Sekarang giliran saya yang mau mandi.”

“Mau ditemenin mandinya, Dik Laras?”

“Nggak usah, Pak. Nanti kalau ditemenin, keluarnya bukan berdua tapi bisa jadi bertiga.”

“Hahaa, Dik Laras bisa saja. Tahu banget kalau saya memang subur. Kata dokter, sperma saya ini memang punya kualitas yang lebih baik daripada pria lain.”

Jantung Laras terasa mau copot.

Wanita jelita itu terkejut sekali dengan kata-kata pria tua yang sedang berkirim pesan dengannya tersebut.

Apa benar Pak Yo mempunyai sperma sebagus itu, yang bisa langsung membuahi indung telur perempuan begitu mereka berhubungan? Apakah Laras bisa langsung hamil apabila berhubungan dengan Pak Yo?

Apakah…

Duhh, mikir apa sih kamu Laras!? Edan! Dia itu atasan suami kamu di kampus lho. Sudah tua pula. Masa iya kamu mau dihamili oleh dia?


“Hishh, Bapak ini. Ya sudah ya, bye.”

“Tuh kan ada yang lupa.”

“Apa itu, Pak?”

“Mana kiss-nya?”

Laras pun tersenyum. Ia kemudian mengirimkan emoticon kecup yang sempat ia kirim di malam sebelumnya, dan langsung mendapatkan balasan serupa dari sang pria tua.


***​


Saat hari telah beranjak siang, Laras mematut diri di depan kaca rias di dalam kamarnya. Ia telah mengenakan kemeja lengan panjang berwarna hitam, serta jilbab dengan warna yang sama. Sedangkan untuk bawahan, ia tampak memakai celana kulot berwarna abu-abu yang membungkus paha dan kakinya yang jenjang.

Beberapa jam sebelumnya, ia sempat terlihat sibuk di area dapur rumahnya, seperti tengah membuat sesuatu. Perempuan tersebut melakukan semuanya dengan hati yang riang, karena memasak memang hobi yang paling ia sukai sejak dahulu. Terlebih, hidangan tersebut nantinya akan menjadi salah satu “senjata”-nya dalam menggoda seseorang yang akan ia temui beberapa saat lagi.

Laras tampak menyentuh bagian-bagian tertentu yang cukup menonjol dari tubuhnya, termasuk payudara dan bokongnya. Ketika mengusap buah dadanya tersebut ia bahkan sempat membatin, “bagaimana perasaan pria tersebut kalau tahu apa yang aku kenakan di baliknya? Hahaa … Tapi tentu aku tidak akan mengizinkan dia membuka kancing kemeja ini. Semua harus tertutup rapat sampai aku pulang nanti.”

Perempuan tersebut kemudian keluar dari kamar tidurnya, dan memindahkan sebuah kotak berukuran sedang dari area dapur ke bagasi mobil. Setelah yakin kalau ia telah mengunci pintu rumah, Laras pun langsung menyalakan mesin mobil lalu pergi meninggalkan kediamannya.

Sepanjang perjalanan, perempuan berparas cantik itu memutar playlist di ponsel miliknya, yang terhubung dengan perangkat pemutar musik di mobil lewat sambungan bluetooth. Entah mengapa, yang terputar pertama kali adalah salah satu lagu favoritnya, sebuah lagu lama yang sempat populer beberapa dekade lalu.

Selama ini kau masih merasa
Aku selalu menantimu
Dua minggu kau tak menghampiri
Karena kau dengan yang lain

Ibanya hatiku sayang
Karena pikiranmu salah
Selama ini setiap kau tak datang sayang
Padahal aku tak pernah ada di rumah


Dalam hati, Laras berpikir apakah lagu itu sesuai dengan kehidupannya saat ini, yang beberapa kali pergi dengan pria lain saat suaminya tidak di rumah? Namun bukankah Mas Sofyan juga tidak bersama dengan orang lain? Berarti beda dong.

Selalu aku bilang, aku tak sebaik kau pikir
Tak pernah aku nantikan kamu
Aku cinta kamu bukan berarti aku tak mendua
Sayang kau nilai aku salah


Bagaimana ya pikiran Mas Sofyan selama ini kepadaku? Apakah dia tahu apa yang selama ini aku lakukan apabila dia tidak ada? Namun bukankah semua ini aku lakukan demi dia? Berarti tidak ada salahnya dong?


***​


Sekitar setengah jam kemudian, Laras sampai di area parkir Gedung 3, tempat suaminya biasa mengajar. Setelah memarkir kendaraannya dengan baik, perempuan tersebut keluar sambil membawa kotak yang ia bawa sejak berangkat dari rumah tadi. Suasana kampus sudah ramai seperti biasa, dan matahari tampak bersinar cerah tanpa tanda-tanda akan turun hujan.

Begitu sampai di pintu gerbang, perempuan cantik itu langsung mendekati security bertubuh cukup kekar yang sedang bertugas. Ia tampak cukup canggung karena hampir tidak pernah datang ke tempat kerja sang suami.

“Pak, mohon maaf. Kalau kantor Pak Sunaryo di mana ya?”

“Pak Sunaryo dekan?”

“Iya, betul sekali Pak.”

“Maaf sebelumnya, kalau boleh tahu, ada keperluan apa mencari beliau ya? Apakah sudah ada janji sebelumnya’;”

“Ini, saya bawa cheesecake pesanan Pak Sunaryo, katanya diminta untuk antar langsung ke ruangannya.”

“Boleh saya periksa sebentar? Mohon maaf sebelumnya Bu, karena prosedurnya memang seperti itu.”

“Oh, iya. Boleh kok Pak,” jawab Laras sambil meletakkan kotak yang sedari tadi ia bawa di atas meja tempat sang security bertugas, lalu membukanya.

Begitu penutup kotak tersingkap, bau harum dari cheesecake yang baru saja selesai dipanggang, membuat sang security sadar kalau ia belum sempat makan siang. Perutnya pun langsung memberontak minta segera diberikan asupan santapan.

“Oke, Bu. Sepertinya aman. Ibu bisa langsung naik lift ke lantai empat, kemudian belok ke kiri. Ruangan Pak Sunaryo ada di paling ujung. Bisa dilihat di pintunya tertulis Ruang Dekan,” jelas sang security.

“Baik, Pak. Terima kasih banyak,” ujar Laras sambil berjalan mengikuti arahan security tersebut, sambil kembali membawa kotak berisi cheesecake tadi.

“Sama-sama, Bu.”

Laras tidak mengetahui bahwa saat ia tengah berjalan menuju lift, sang security tampak tidak melepaskan tatapannya dari tubuh indah sang perempuan berjilbab.

“Duhh, pantatnya itu menggoda banget naik turun begitu kiri kanan ketika berjalan, pasti enak banget kalau disodok-sodok dari belakang,” gumam sang security sambil menjilat bibir bawahnya sendiri. “Apa benar dia cuma mengantarkan cheesecake? Atau jangan-jangan cuma kedok, padahal sebenarnya dia gundik baru Pak Yo?”


***​


Di saat yang sama, dekan Fakultas Ekonomi Bisnis yang bernama lengkap Sunaryo itu terlihat tengah tertawa-tawa sendiri di balik meja kerjanya. Ia tampak tengah membaca beberapa pesan di grup rahasia yang berisi dirinya, beberapa petingg kampus lain, serta seorang anggota dewan bernama Agustinus Santoso.

Rekannya di grup tersebut masih saja terus mendesak dirinya untuk memberikan clue tentang siapa perempuan yang tengah ia dekati saat ini. Namun tentu saja Pak Yo menolak.

Tkk… Tkk…

Tiba-tiba, Pak Yo mendengar pintu ruangannya diketuk dari luar. Pria tua itu sempat heran, karena ia merasa tidak menunggu tamu sama sekali hari ini. Namun ia berpikir mungkin ada bawahannya yang mendadak butuh tanda tangannya untuk sebuah surat penting. Atau jangan-jangan ada dosen yang tiba-tiba ingin berkonsultasi dengan dia.

“Iya, masuk…” Ujar Pak Yo.

Seorang perempuan cantik kemudian muncul dari balik pintu, dan langsung memasuki ruangan. Hal itu sangat tidak diduga oleh Pak Yo, yang tampak terpana melihat kedatangan bidadari yang mengenakan kemeja dan jilbab hitam itu. Namun tak lama kemudian, ia pun tersenyum. Kedatangan perempuan tersebut seperti menjadi penanda bahwa ia sedikit demi sedikit telah jatuh ke dalam jaring birahi yang sudah disusun Pak Yo selama ini.

MEHN2HT_t.png


“Eh, ternyata Dik Laras. Silakan duduk,” sapa Pak Yo sambil mempersilakan istri dari bawahannya tersebut untuk menempati kursi yang berada di sisi lain meja kerjanya. “Ada angin apa neh, tiba-tiba seorang malaikat cantik mampir ke ruangan saya?”

Laras pun tersenyum mendengar pujian dari pria tua tersebut. Ia pun langsung duduk di kursi yang ditunjuk Pak Yo, dan meletakkan kotak cheesecake buatannya di atas meja.

“Nggak ada angin apa-apa. Memang cuma ingin bertemu Pak Yo saja. Boleh kan?”

“Duh, saya jadi tersanjung neh. Kalau untuk Dik Laras, apa pun pasti boleh. Bahkan apabila ada janji dengan presiden dan tiba-tiba Dik Laras memanggil, saya akan batalkan janji tersebut.”

“Pak Yo ini bisa saja, masa saya dibandingkan dengan presiden.”

“Bener lho,” jawab Pak Yo sungguh-sungguh. “Ngomong-ngomong, kotak apa ini, Dik Laras. Kok besar sekali?”

“Oh, iya. Kebetulan saya tadi bikin di rumah,” ujar Laras sambil membuka kotak tersebut. Lagi-lagi, aroma harum dari kue yang baru matang langsung menyeruak ke seantero ruangan yang memang berukuran tidak terlalu besar tersebut. “Saya bawakan cheesecake untuk Bapak. Apa Pak Yo suka?”

“Apa pun yang Dik Laras buat, rasanya pasti enak. Kan saya pernah coba masakan kamu sewaktu Entrepreneurship Day beberapa minggu lalu,” ujar Pak Yo.

Kata-kata tersebut seperti mengingatkan Laras bahwa hubungannya dengan Pak Yo memang hanya seumur jagung. Mereka baru bertemu untuk pertama kalinya di acara Entrepreneurship Day, yang hanya beberapa minggu lalu berjalan. Namun entah mengapa, hubungan keduanya kini bisa dibilang sudah begitu dekat, sampai mereka sudah saling berkirim pesan hingga malam hari. Dalam hati perempuan tersebut sebenarnya bertanya-tanya, apa memang semua ini berjalan terlalu cepat, yang membuat ia bisa lepas kendali?

“Tapi ini kan beda, Pak. Bapak mau cobain sekarang, atau nanti saja di apartemen?” Tanya Laras.

“Sekarang boleh, kebetulan saya belum makan siang ini. Tapi di sini tidak ada peralatan makan. Bagaimana ya?”

“Kebetulan saya bawa piring karton kecil, lengkap dengan pisau dan sendok plastik, hee.”

“Wah, Dik Laras ini benar-benar sudah persiapan ya? Saya suka sekali perempuan yang selalu memikirkan segalanya.”

“Seperti istri Bapak maksudnya? Hee,” ledek Laras sambil memotong cheesecake buatannya, lalu meletakkannya di sebuah piring karton yang ia bawa dari rumah.

“Kamu jauh lebih cerdas dan lebih cantik daripada istri saya, Dik Laras. Lebih seksi juga.”

Laras tentu tahu bahwa kata-kata tersebut hanya gombalan nakal dari sang pria tua. Ia pasti hanya akan mengatakan yang baik-baik, demi merebut hati perempuan di hadapannya. Namun sebagai perempuan normal, Laras tidak memungkiri bahwa ia pun tetap senang dipuji seperti itu, terlepas dari siapa yang mengatakannya.

“Udah dulu gombalnya, sekarang dicoba dulu cheesecake buatan saya,” ujar Laras, sambil meletakkan piring karton tersebut di atas meja, lalu mendorongnya agar mendekat ke tempat duduk sang dekan.

“Hmm, boleh saya minta sesuatu?”

“Minta apa lagi, Pak?”

“Saya minta Dik Laras suapin saya, boleh?”

Duhh, ada-ada saja sih permintaan dekan tua ini. Sudah bagus aku buatkan cheesecake dan bawakan ke sini, masih minta suapin juga, batin Laras.

Namun entah mengapa, ada dorongan unik dari dalam diri perempuan berjilbab tersebut untuk mencoba melakukannya. Toh tidak ada salahnya kan, cuma menyuapkan cheesecake ke mulut pria tua tersebut, kemudian selesai. Di ruangan tersebut pun hanya ada mereka berdua, sehingga tidak akan ada orang lain yang melihat hal tersebut.

“Memangnya Pak Yo nggak bisa makan sendiri?”

“Bisa sih, tapi saya ingin merasakan disuapin oleh seorang perempuan secantik Dik Laras. Sekali saja.”

“Hmm, baiklah. Tapi sekali saja ya, Pak. Setelah itu Pak Yo makan sendiri,” ujar Laras.

“Iya, saya janji.”

Laras pun mengambil piring karton berisi sepotong cheesecake yang ia siapkan sebelumnya, lalu berdiri dari tempat duduk. Perlahan, perempuan berjilbab itu memutari meja agar bisa mendekat ke tempat Pak Yo berada saat ini. Saat ia telah berdiri begitu dekat dengan sang dekan, Laras pun mengambil potongan kecil cheesecake dengan sendok, lalu mendekatkannya ke mulut Pak Yo. Pria tersebut pun menyambutnya bagai anak balita yang tengah menerima makanan dari ibunya.

Dalam hati, perempuan tersebut sedikit tertawa, melihat pria tua dengan jabatan tinggi seperti Pak Yo, hari ini bertingkah seperti anak kecil di hadapannya. Pesona seorang perempuan memang tidak ada tandingannya, dan hal itu sudah diketahui Laras sejak lama. Namun makin ke sini, sang perempuan tersebut selalu takjub dengan bagaimana pesona itu bisa seperti menyihir para pria.

Namun begitu potongan cheesecake itu masuk ke mulut Pak Yo, sang pria tua tersebut tiba-tiba menarik tubuh indah Laras ke pangkuannya. Perempuan berparas menawan itu pun jatuh ke pelukan sang dekan, dengan posisi saling berhadapan. Perlahan, sang pria berusia 50 tahun tersebut menarik kepala Laras agar mendekat ke arahnya, hingga bibir mereka kini hanya terpisah beberapa senti.

“Hmmppphhh…”

Pak Yo langsung melumat bibir indah sang perempuan yang telah begitu menggoda birahinya sejak pertama kali mereka bertemu. Secara otomatis, sebagian cheesecake yang tadi masuk ke mulutnya, berpindah sebagian ke mulut perempuan cantik yang membuat kue tersebut. Sensasi rasa manis dan gurih langsung meledak di mulut keduanya, hingga Laras secara otomatis ikut larut dan membalas kecupan liar tersebut.

“Ssslllrrrrppppphhh…”

Potongan cheesecake tersebut memang telah masuk ke kerongkongan mereka masing-masing, tapi kecupan liar sepasang insan di dalam ruang dekan tersebut masih belum juga usai. Pak Yo dan Laras seperti masih merasa haus akan kehangatan yang mereka dapatkan dari bibir pasangan mereka.

Pak Yo bahkan mulai berani bertindak lebih jauh dengan mengusap payudara Laras dari balik kemeja hitam yang dikenakan perempuan tersebut, merasakan secara langsung bentuknya yang indah.

“Nggggghhhh…” sebuah desahan mulai meluncur dari sela-sela bibir perempuan yang telah bersuami tersebut, yang secara otomatis turut membangkitkan birahi sang pria tua. Usapan tangannya di payudara Laras pun telah berubah menjadi remasan yang cukup kencang.

Permintaan sederhana dari sang dekan untuk menyuapi cheesecake ternyata merupakan strategi terselubung untuk mendekatkan tubuh Laras, dan kemudian merengkuh perempuan muda itu ke dalam dekapannya.

Awalnya, istri dari Sofyan itu merasa kaget, hingga tidak mampu untuk menghindar. Tapi kecupan demi kecupan yang langsung dilancarkan Pak Yo benar-benar membangkitkan kehangatan terselubung yang selama ini terpendam di dalam relung hatinya yang terdalam. Perempuan cantik itu kini merasakan sesuatu yang tak pernah ia alami dengan sang suami, perasaan tertantang untuk mendapatkan kepuasan birahi yang tidak seharusnya.

Sejak muda, Laras memang pernah menggoda cukup banyak pria, mulai dari guru olahraga saat SMA, dosennya di kampus, hingga beberapa teman lelakinya. Semua itu ia lakukan untuk mendapatkan apa pun yang ia mau, tanpa harus memberikan sesuatu yang paling berharga dari dirinya, yaitu tubuh indahnya. Semua pria yang ia jebak tersebut pun tidak ada yang sampai berbuat lebih, karena khawatir Laras akan melaporkan mereka.

Namun kini, ada seorang dekan yang sebenarnya bisa dengan mudah dihancurkan hidupnya oleh Laras apabila perempuan tersebut mengadu, tetapi ia tetap memaksa Laras untuk melakukan sesuatu yang lebih. Sesuatu yang lebih nikmat, sesuatu yang lebih menggoda. Sesuatu yang sebenarnya diinginkan oleh Laras.

Itulah mengapa tangan Laras kini telah menggantung di leher Pak Yo, yang masih terduduk di kursi kerjanya. Bibir keduanya masih saling menempel, dengan lidah mereka sesekali keluar dari sarangnya untuk saling mengait satu sama lain. Sang dekan tua pun makin berani untuk meraba-raba tubuh Laras, mulai dari payudara, punggung, hingga bokong perempuan berjilbab nan cantik itu.

“Nggghhh… Indah sekali tubuhmu, Dik Laras. Aku sukaaa …”

“Ini… Ini nggak boleh, Pak. Kita sudah sama-sama punya pasangan, hmmmppphhh …”

“Tapi aku menginginkan dirimu, Dik Laras. Aku ingin memuaskan tubuhmu yang butuh gairah lebih dibanding suamimu…”

Dari mana pria tua itu tahu kalau ada sisi hati Laras yang merasa tidak puas akan pernikahannya dengan Mas Sofyan? Atau Pak Yo hanya menebak-nebak saja, karena kebanyakan perempuan yang sudah menikah memang menginginkan hal tersebut?

Namun belum sempat Laras menanggapi kata-kata tersebut, tiba-tiba terdengar sebuah ketukan di pintu.

“Permisi, Pak Yo. Boleh saya masuk,” terdengar suara seorang perempuan dari balik pintu ruangan dekan tersebut.

Pak Yo dan Laras pun panik. Sang perempuan langsung turun dari pangkuan sang dekan tua, lalu membenahi pakaiannya, dan bergegas kembali ke tempat duduknya semula. Pak Yo pun melakukan hal yang sama.

“Iya, silakan masuk.”

Seorang perempuan cantik berusia 35 tahun pun memasuki ruangan tersebut, sambil membawa sebuah berkas. Ia tampak kaget ketika melihat keberadaan Laras di sana.

“Eh, Pak Yo sedang ada tamu ya? Saya minta maaf kalau mengganggu.”

“Tidak apa-apa kok, Bu Tuti. Ada yang bisa dibantu?”

“Ini, Pak. Ada yang harus Bapak tanda tangani,” ujar Bu Tuti sambil mendekat ke arah meja kerja Pak Yo, dan memberikan sebuah dokumen kepada dekan fakultas tersebut. Namun tatapannya pun beralih ke arah Laras yang tampak menundukkan kepala dengan malu. “Hmm, sepertinya saya pernah ketemu dengan Mbak, tapi di mana ya?”

“Dia istrinya Sofyan, hari ini datang mau ngasih sampel cheesecake yang ia buat,” ujar Pak Yo sambil terus membaca dokumen yang tadi diberikan Bu Tuti.

Laras pun tersenyum ke arah dosen perempuan yang juga merupakan rekan kerja suaminya tersebut. Mereka berdua memang sempat berkenalan di acara Entrepreneurship Day beberapa minggu lalu.

“Ohh, iya. Saya baru ingat,” ujar Bu Tuti. Ia kemudian melirik kotak berisi cheesecake yang tergeletak di atas meja. Sepertinya apa yang dikatakan Pak Yo memang benar adanya.

“Ini, sudah semua ya Bu Tuti,” ucap Pak Yo setelah menandatangani dokumen yang diberikan bawahannya tersebut.

“Baik, terima kasih, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu. Mari Pak Yo, Bu Sofyan …” lanjut Bu Tuti sambil berjalan menuju pintu dan meninggalkan ruangan.

Laras tampak menghela napas lega saat Bu Tuti telah hilang dari pandangannya. “Untung saja kami tidak ketahuan,” batin perempuan tersebut.

“Laras …”

“Iya, Pak Yo …”

“Saya mau minta tolong. Kamu bawa cheesecake ini ke apartemen saya, boleh? Ini kuncinya,” ujar Pak Yo sambil menyerahkan sebuah kartu yang juga berfungsi sebagai kunci elektronik. “Kamu masih hapal alamat apartemen saya kan?”

“Ha-Hapal, Pak. Tapi kenapa Bapak nggak bawa sendiri saja cheesecake-nya?”

“Saya masih ada pekerjaan. Karena itu saya minta tolong kamu. Boleh?”

Laras bingung apa lagi yang sebenarnya diinginkan pria tua itu. Namun karena semua masih terkesan wajar, ia pun menyanggupi. “Ba-Baik, Pak,” ujar perempuan tersebut sambil membereskan kotak cheesecake yang tadi ia bawa, lalu mengikuti jejak Bu Tuti menuju luar ruangan.

Di atas meja kerjanya, Pak Yo hanya tersenyum penuh arti. Strateginya masih berjalan sesuai rencana.


***​


Saat sang istri tengah berkunjung ke kampus tempatnya bekerja, Sofyan tampak sedang duduk di sebuah kafe yang terkenal dengan cheesecake yang mereka jual di kota Semarang. Ia sendirian, menghadap meja yang hanya diisi dengan sepotong cheesecake berukuran kecil, dan segelas air mineral.

Beberapa menit kemudian, seorang perempuan yang mengenakan hijab berwarna merah muda tampak datang menghampiri Sofyan, dan langsung duduk di hadapannya.

MEHN2HR_t.png


“Hei, sorry jadi nunggu lama ya?” Tanya perempuan tersebut.

“Nggak kok, Yas. Gue juga baru dateng,” jawab Sofyan kepada temannya yang bernama Yasmin tersebut.

“Habis lo mendadak banget sih, tadi pagi gue baru bangun tiba-tiba ngabarin mau ke Semarang. Memangnya ada urusan apa sih?”

“Kemarin kan gue disuruh Pak Yo ke Jogja, buat belajar soal akreditasi. Nah, salah satu narasumbernya ternyata lagi di Semarang,” ujar suami dari Laras tersebut berbohong.

“Terus, habis ini berarti lo bakal ketemu dia?”

“Nah itu… Tadi dia ngabarin kalau ternyata nggak bisa ketemu. Apes bener dah.”

“Wah, kok bisa gitu? Aneh banget.”

“Emang, aneh banget itu orangnya,” ujar Sofyan asal. “Oh, iya. Lo mau pesen dulu nggak? Di sini cheesecake-nya enak lho.”

“Boleh deh,” ujar Yasmin sambil memanggil seorang pelayan.

Mereka kemudian berbincang ngalor-ngidul tentang banyak hal, mulai dari urusan pekerjaan, pribadi, hingga keluarga. Setelah kejadian semalam saat ia digagahi oleh pria tua yang usianya hampir sama dengan ayahnya tersebut, Yasmin mengakui bahwa ia merasa nyaman bisa berbincang dengan teman yang sudah ia kenal sejak bangku kuliah. Perempuan tersebut merasa aman, merasa kalau dirinya akan baik-baik saja, merasa bahwa dunia ini masih menawarkan hal yang baik untuknya.

“Bagaimana kehidupan setelah pernikahan, Yas? Menikmati?” Tanya Sofyan tiba-tiba.

“Hmm, so far so good. Gue sama Mas Ferdian lagi bekerja keras untuk membangun rumah tangga kami agar menjadi apa yang kami harapkan, dan ternyata itu nggak mudah,” jawab Yasmin.

Sekilas bayangan kejadian yang terjadi semalam berkelebat di kepala Yasmin. Bagaimana dirinya yang baru saja menikah dengan sang suami, entah kenapa mau saja disetubuhi oleh pria tua tersebut. Dan yang paling Yasmin tidak suka, ia juga menikmatinya.

“Ngghhh… terus, begitu Bu… emutin kontol tua saya, ahhhh…”

“Duhhh… memang beda sekali rasa perempuan berjilbab yang baru menikah … Memeknya masih peret bangeeettt…!!”

“Nggghhh… Nikmat sekali punya Pak Bas, nggghhhh…”


Yasmin cepat-cepat menggelengkan kepala demi menghilangkan semua bayangan mesum tersebut. Ia harus segera mengakhirinya, demi masa depannya dengan Ferdian yang terbentang jauh ke depan. Ia tersenyum pada pria di hadapannya sekarang, “Kalau lo sendiri bagaimana, Sof. Sama Laras baik-baik saja kan?”

“Baik, kok. Sekarang dia lagi sedikit sibuk saja dengan akun Instagram sama bisnis kulinernya,” jawab Sofyan. “Cuma sedikit terganggu karena kami berdua belum punya anak. Tapi sepertinya tinggal menunggu waktu saja.”

“Semua hal baik pasti akan datang, Sof. Tinggal menunggu waktu saja,” ujar Yasmin sambil tersenyum.

Yup, seperti kebersamaan kita ini, Yasmin. Aku sudah menunggu sekian lama, dan sepertinya, inilah waktu yang tepat. Kamu sedang jauh dari suami kamu, dan aku pun begitu, batin Sofyan.

“Udah sore, nih. Kayaknya gue mesti balik ke hotel dulu,” lanjut sang perempuan berjilbab.

“Oh, iya gue juga. Mau bareng?”

“Bareng gimana? Emangnya kita satu hotel?”

“Nggak sih, tapi kan bisa lebih irit naik taksi online bareng-bareng. Nanti gue ngedrop lo di hotel, baru lanjut jalan ke hotel gue.”

Yasmin sempat berpikir sejenak, dan sepertinya itu alasan yang bagus. “Hmm, boleh deh. Tapi lo yang pesen ya, hahaa.”

“Siap, Bu.”


***​


Taksi online yang mengantar Sofyan dan Yasmin kini telah berhenti tepat di depan hotel sang perempuan. Yasmin pun langsung membuka pintu belakang, dan turun dari kursinya. Namun saat ia akan berpamitan kepada Sofyan, pria tersebut justru sudah ikut turun dari mobil.

“Lho, kok ikut turun juga, Sof?”

“Gue kebelet neh, mau pup. Pinjem toilet sebentar ya,” ujar Sofyan dengan wajah meringis seperti tengah menahan sesuatu.

“Terus ini taksi online-nya bagaimana?”

“Udah nggak apa-apa,” jawab pria tersebut. Ia pun langsung mendekati sang supir dan menjelaskan bahwa taksi online tersebut tidak perlu melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya. “Sampai sini saja ya, Pak.”

“Kalau gitu kenapa nggak pup di toilet lobby aja sih? Pasti ada kan …”

“Nggak nyaman gue di tempat umum gitu. Pinjem toilet ya, sebentar. Ayolah Yas… duuuuh…”

Yasmin akhirnya menyerah, karena dari raut wajahnya sang sahabat tampak sudah begitu tidak tahan. Salah-salah, rekannya sesama dosen itu malah bisa pup di tempat yang tidak semestinya.

“Yaudah, tapi sebentar aja ya…”

“Iya, iya…”

Yasmin yang tampak begitu cantik dengan kaos berwarna hitam yang tidak mampu menyembunyikan payudaranya yang besar tersebut memimpin langkah Sofyan menuju kamarnya di lantai atas. Begitu keluar dari lift, ia langsung berbelok menuju kamar, dan membuka kuncinya. Saat pintu terbuka, perempuan tersebut langsung masuk, dan membiarkan Sofyan mengikuti di belakangnya.

“Toiletnya di situ ya, Sof,” ujar Yasmin sambil menunjuk ke satu arah.

“Te-Terima kasih, Yasmin,” jawab Sofyan sambil menutup pintu kamar di belakangnya.

Namun tanpa diduga oleh perempuan yang masih mengenakan jilbab tersebut, sahabatnya itu tidak langsung masuk ke toilet, melainkan langsung menubruk tubuhnya dan menjatuhkannya dengan mudah ke atas ranjang.

Brruuuukkk!!

“Sof? Apa-ap… hmmpph!”

Kata-kata Yasmin terputus saat melihat sang sahabat langsung menindih tubuhnya yang indah itu. Tangan kanan Sofyan langsung menarik kedua tangan sang perempuan ke atas, sedangkan mulut perempuan tersebut ia tutup dengan tangan kiri. Tubuh Sofyan yang jauh lebih besar dengan mudah bisa mengunci kaki indah Yasmin di bagian bawah.

“Maafin gue, Yas. Tubuh lo terlalu indah untuk gue lewatkan,” bisik Sofyan sambil berusaha mengecup bibir sahabatnya sesama dosen tersebut.

Yasmin berusaha berontak, tapi tenaganya jauh dari kata cukup untuk melepaskan diri dari tindihan Sofyan. Dalam hati ia menyesal karena telah memberi kesempatan bagi sang pria untuk memasuki kamarnya, tetapi di sisi lain ia pun heran mengapa lelaki yang ia kenal sejak bangku kuliah tersebut tega berbuat tidak senonoh terhadapnya.

“Hentikan, Sofyan…! Sttooopppp…!” lawan Yasmin lirih saat tangan kanan Sofyan yang menutupi mulutnya sempat terlepas, dan langsung beralih meremas payudaranya yang besar. Namun tak lama kemudian, sang dosen cantik itu tidak bisa berkata apa-apa lagi, karena mulutnya dilumat dengan liar oleh Sofyan.

Sial bagi Yasmin, tubuhnya justru bereaksi seperti menikmati rangsangan-rangsangan yang diberikan Sofyan. Karena itu, selangkangannya yang seharusnya menghindar, justru maju mundur menyentuhkan dirinya ke bagian bawah tubuh sang pria. Sepertinya, efek obat RSVP yang terlalu kuat masih sedikit bersarang di tubuhnya. Meski begitu, Yasmin masih cukup sadar untuk mengetahui bahwa ini adalah hal yang salah.

“Stop Soofff… Gue mohooonn… Gue sudah ada yang punya…! Ngghhh…,” erang Yasmin sambil memikirkan apa yang telah terjadi padanya di malam sebelumnya. “Inget istri kamuuuu… haaaaakghhh!”

Namun Sofyan tentu tidak tahu akan kejadian tersebut. “Aku tahu kalau kamu sudah memiliki Ferdian, dan aku juga memiliki Laras. Tapi aku benar-benar tidak tahan untuk menikmati tubuhmu yang telah kuidam-idamkan sejak kuliah, Yas. Mereka tidak perlu tahu kejadian ini,” bisik Sofyan sambil terus meremas-remas buah dada sang perempuan.

Yasmin makin merasa ngeri ketika kancing celananya dibuka secara paksa oleh Sofyan, yang langsung menariknya ke bawah. Tangan yang tadinya meremas payudara sang perempuan, kini justru beralih ke bibir vagina Yasmin, yang masih tertutup celana dalam. Sentuhan tersebut pun membuat tubuh sang dosen berjilbab itu menegang, seperti baru saja tersengat arus listrik yang menyetrum tubuhnya dengan kenikmatan birahi tegangan tinggi.

“Lo juga menikmatinya kan, Yas?” Bisik Sofyan.

Yasmin menggeleng. Namun perempuan tersebut tidak bisa memungkiri bahwa apa yang dilakukan Sofyan telah membuat libidonya naik. Ia masih berusaha untuk menghindar saat sang pria berniat untuk kembali menciumnya, tetapi jelas terlihat bahwa pertahanannya mulai mengendur. Sofyan bahkan bisa merasakan liang senggama sang perempuan yang mulai lembab karena cairan cinta yang mulai merembes di sana.

“Tuh kan… udah basah memek lo.”

Sofyan yang biasanya mengucap kata-kata sopan saat mengajar di kelas, yang selalu menjadi temannya berkeluh kesah di kantin kampus, ternyata tidak lebih dari predator buas yang siap memangsanya apabila ada kesempatan. Yasmin merutuki nasib buruknya yang selalu menjadi incaran para pria akibat payudaranya yang besar dan tubuhnya yang molek. Tanpa terasa, air mata kesedihan tampak merembes turun dari matanya, hingga jatuh ke atas ranjang.

“Lo jangan nangis, Yasmin. Gue nggak akan nyakitin lo. Gue justru bakal ngasih lo kamu kenikmatan, heheh.”

Sorot mata Sofyan memang terlihat berbeda dari biasa. Tidak ada keteduhan, kehangatan, dan perhatian dari tatapan tersebut. Hanya ada pandangan syahwat yang begitu menggelora, dan tidak akan hilang sebelum pria tersebut mendapatkan apa yang ia mau. Apalagi pria itu kemudian langsung melepas celana panjang dan celana dalam yang ia kenakan, sehingga kemaluannya jelas terlihat oleh Yasmin.

Batang penis Sofyan yang sudah menegang tampak serupa dengan milik Pak Bas dari sisi ukuran, setidaknya begitu di mata sang perempuan. Dosen berparas cantik itu bergidik ngeri, sambil mengeluarkan tenaga terakhirnya untuk mengelak, tetapi tetap gagal. Suami dari Laras tersebut akhirnya berhasil memposisikan kemaluannya tepat di depan bibir vagina Yasmin.

“Hentikan, Sooooffff…! Kita tidak boleh beginiii…! Ahhhhhaaaakgghhh…”

Dengan tenaga yang sudah begitu terkuras, Yasmin berusaha menyadarkan sahabatnya tersebut, mengembalikan akal sehat sang pria ke permukaan. Namun tubuhnya yang seksi tampaknya sudah begitu merusak pikiran Sofyan dan membuatnya mabuk akan birahi. Apalagi ketika pria tersebut kemudian menarik kaos lengan panjang yang dikenakan Yasmin ke atas, hingga payudaranya yang berukuran besar terbuka bebas.

“Indah sekali sepasang toketmu ini, Yas…” ujar Sofyan, seperti tidak mendengar kata-kata penolakan dari sang sahabat.

Sofyan langsung menarik sepasang buah dada tersebut dari bra yang dikenakan Yasmin, lalu menyedot-nyedot putingnya. Di saat yang sama, ia pun berusaha menembus pertahanan vagina sang perempuan dengan ujung batang penisnya yang sudah mengeluarkan cairan encer nan lengket yang biasa muncul saat seorang pria telah begitu terangsang.

Dirangsang bertubi-tubi seperti itu, Yasmin mulai kehilangan tenaga dan kekuatan untuk lari dari pemerkosaan yang tidak diinginkannya tersebut. Di sisi lain, ia pun mengakui bahwa payudaranya rindu akan isapan hangat, dan kemaluannya kangen akan tusukan liar seorang pria, meski ia baru merasakannya tadi malam. Kenikmatan itu seperti candu yang sekali ia merasakannya, tak ada kata berhenti. Perempuan tersebut pun memejamkan matanya erat-erat demi menahan ledakan birahi yang siap untuk keluar, sekaligus rasa malu bahwa ia juga menikmati persetubuhan tersebut.

“Ngghhhh…”

Sofyan mengeluarkan lenguhan liar ketika merasakan batang kemaluannya menembus vagina sahabatnya yang cantik itu. Selangkangan Yasmin ternyata sudah cukup lembab, sehingga tidak ada kesulitan berarti bagi sang pria ketika mulai menggesek-gesek liang kemaluan perempuan itu dengan penisnya yang berukuran sedang. Dengan wajah dipenuhi birahi yang menggelegak, Sofyan mulai menggenjot vagina Yasmin.

“Ughhh, nikmat banget memek lo Yasss… Ahhhhh….”

Sang perempuan tampak sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Diiringi linangan air mata yang makin deras membanjiri kelopak matanya, perempuan yang masih mengenakan jilbabnya tersebut hanya bisa meremas-remas sprei tempat tidur di kamar tersebut, yang kembali menjadi saksi persetubuhan dirinya dengan pria yang bukan suaminya. Yasmin tampak terhina, meski tidak bisa memungkiri bahwa ia juga menikmatinya. Sebuah dilema yang sepertinya akan menghiasi hari-hari Yasmin mulai sekarang hingga entah kapan.

Dosen perempuan tersebut tampak memejamkan mata, enggan melihat wajah Sofyan yang terus menatapnya dengan penuh nafsu. Gerakan pinggul sahabatnya yang makin cepat menunjukkan bahwa sang pria sudah tidak tahan lagi untuk memuaskan birahinya di kemaluan Yasmin. Wajah sang perempuan bahkan sudah begitu basah akibat terus menerima jilatan dari Sofyan yang berkali-kali gagal mengecup bibirnya yang sensual.

“Hnggghhh… Rapet banget sih Yassss…” erang Sofyan.

Pria berusia 28 tahun tersebut memang sudah sejak lama mempunyai keinginan untuk bisa menyentuh, membelai, dan menyodok tubuh Yasmin seperti yang ia lakukan sekarang. Apalagi, akhir-akhir ini sang perempuan dianggap memberikan angin segar kepadanya. Sofyan yang sudah menaruh hati kepada Yasmin sejak bangku kuliah pun memutuskan bahwa ini adalah waktu yang tepat, saat keduanya tengah jauh dari pasangan mereka masing-masing.

Beberapa menit kemudian, tubuh Sofyan menegang, dan ia tampak menancapkan penisnya dalam-dalam ke kemaluan Yasmin. Dan akhirnya …

Crrrrrrtttt…. Crroooootttt… Crrroooooooooootttttt…

Ledakan birahi langsung menyembur ke dinding vagina Yasmin, dan memenuhi relung liang senggama tersebut. Sofyan menghembuskan napas lega karena fantasi yang selama ini hinggap di kepalanya telah berhasil tersalurkan. Di saat yang sama, Yasmin juga mendengus lega karena penderitaannya selama beberapa puluh menit akan segera berakhir.

Tubuh Sofyan kemudian rubuh menindih tubuh sang perempuan, dan memeluknya mesra. Ia pun berkali-kali mengecup pipi dan bibir Yasmin yang sudah tenggelam akan tangis dan lara.

“Thanks berat ya, Yas. Memek lo bener-bener enak,” ujar Sofyan. “Jangan bilang sama siapa-siapa, karena nggak akan ada yang percaya juga, hahaa.”

Ancaman sang sahabat membuat Yasmin bergidik. Perempuan berjilbab itu memang tidak sampai berpikir untuk mengadukan hal itu kepada Laras, istri sahabatnya itu, atau ke petinggi kampus. Ia tahu bahwa dalam kasus pemerkosaan, perempuan biasanya akan mendapat tekanan paling besar, tanpa ada kepastian bahwa sang pria mendapat hukuman yang layak. Namun kata-kata Sofyan barusan seperti menegaskan lagi bahwa posisi Yasmin memang sangat rendah, dan tidak ada yang tahu apa yang baru saja terjadi.

Mereka berdua tidak tahu, bahwa di bawah televisi yang menggantung di dinding, ada sebuah bungkus rokok tidak biasa yang baru saja menangkap tiap detik persenggamaan mereka.


***​


Tak butuh waktu lama bagi Laras untuk sampai di apartemen milik sang dekan. Perempuan berjilbab itu masih hapal betul jalan menuju bangunan tersebut, serta arah yang harus ia tempuh dari area parkir di basement hingga pintu apartemen. Ia pun langsung memasuki apartemen itu tanpa hambatan berarti, karena telah dititipkan kunci oleh sang pemilik.

Begitu sampai di dalam, Laras langsung memenuhi permintaan Pak Yo dan meletakkan cheesecake yang ia bawa di atas meja makan. Namun setelah berpikir lebih lanjut, perempuan cantik itu akhirnya memindahkannya kembali ke dalam kulkas, agar tidak lumer atau dirubung semut yang biasa berkeliaran.

“Nah, selesai …” gumam Laras.

Wanita berparas menarik itu baru akan beranjak pulang, saat ia melihat sekeliling apartemen yang nampak mewah karena langit-langitnya yang tinggi dan perabotan di dalamnya yang tidak terkesan murahan. Posisi apartemen yang berada cukup tinggi membuat pemiliknya bisa menikmati pemandangan kota yang memukau setiap hari, tanpa harus jauh-jauh pergi ke daerah pegunungan.

Laras pun mendekati kaca jendela yang tinggi hingga menyentuh langit-langit, sehingga menampilkan pemandangan indah di baliknya tanpa sedikit pun pembatas. Dalam hati, ia merasa iri dengan pemiliknya, dan ingin sekali mempunyai tempat tinggal seperti itu.

Sejak muda, perempuan berparas ayu tersebut memang punya prinsip untuk tidak menggadaikan apa pun untuk uang. Meski beberapa kali menggoda para pria dengan tubuhnya secara sengaja, tetapi Laras tidak pernah meminta imbalan berupa materi. Itulah mengapa ia akhirnya memutuskan menikah dengan Sofyan, meski sang pria bukan sosok dengan dompet yang tebal.

Namun seiring berjalannya waktu, Laras mulai merasa frustasi dengan hanya menjadi istri dosen yang gajinya benar-benar seadanya. Kadang ada bisa digunakan untuk bersenang-senang, kadang juga tidak ada sama sekali. Pencapaian terbesar pasangan tersebut adalah ketika mereka akhirnya bisa membeli mobil dan rumah, meski masih harus membayar cicilannya hingga sekarang. Tetapi itu pun bukan tanpa kekurangan, karena ternyata biaya perawatan kedua aset tersebut tidak tergolong murah.

Mau tak mau, Laras jadi membayangkan bisa mempunyai pasangan yang bisa memberikannya apartemen semewah ini, pasti ia akan merasa sangat nyaman. Namun di sisi lain, ia pun mempertanyakan apakah dirinya mau mengorbankan tubuhnya untuk dijadikan tumbal demi meraih kenikmatan tersebut.

Kalau begitu, apa bedanya aku dengan pelacur kan? Batin Laras.

MEHN2HT_t.png


Perempuan tersebut pun jadi mengingat kembali apa yang baru saja terjadi di ruang kerja Pak Yo, di mana tubuhnya sempat jatuh ke pangkuan sang pria tua. Sebelumnya, dekan yang merupakan atasan suaminya tersebut pun telah berhasil menyentuh tubuhnya di apartemen ini, meski saat itu Laras berhasil menghindar.

Dalam hati, Laras merasa tersenyum karena semua strategi yang ia rancang untuk sang pria tua hidung belang itu berhasil ia lalui dengan selamat. Namun keseruan merencanakan itu semua, ditambah ketegangan yang ia rasakan saat melakukannya secara langsung, serta sentuhan hangat yang akhirnya ia rasakan dari Pak Yo, seperti membuatnya ketagihan untuk melakukan hal serupa lagi dan lagi.

Sensasi apa ini sebenarnya? Kalau diingat-ingat, aku tidak pernah merasakan hal serupa saat melakukannya kepada laki-laki lain, ujar Laras dalam hati.

Namun hari ini, apa yang direncanakan perempuan tersebut sepertinya sudah usai. Ia telah berhasil memberikan cheesecake pada sang dekan, dan telah memberi kesempatan bagi pria tua itu untuk “mencicipi” kue dan tubuhnya. Karena itu, sudah saatnya bagi Laras untuk pulang.

Perempuan itu pun membalikkan badan hingga membelakangi jendela untuk segera menuju pintu depan. Ia berniat untuk meletakkan saja kunci apartemen di atas meja sebelum keluar, karena sang pemilik pasti punya cadangannya.

Laras terkejut saat pintu apartemen tiba-tiba terbuka dari luar, dan sesosok pria berusia 50 tahun pun tampak masuk ke dalamnya.

“Lho, Pak Yo kok sudah pulang? Tadi katanya banyak kerjaan?”

Pria tua tersebut tidak menjawab, dan terus berjalan mendekati Laras. Tidak tampak emosi apa pun di wajah sang dekan, yang justru membuat Laras merasa sedikit khawatir. Perempuan tersebut perlahan melangkah ke belakang, hingga punggungnya menyentuh kaca jendela.

Posisi Pak Yo kini telah berada begitu dekat dengan Laras. Dengan gerakan cepat, pria tersebut langsung merengkuh tubuh sang perempuan, dan menggenggam kedua tangannya dengan erat agar perempuan tersebut tidak bergerak kemana-mana.

“Pak… Apa yang Bapak lakukan?” Tanya Laras dengan suara yang lirih. Ia merasa tubuhnya telah terkunci, dan tidak bisa bebas pergi seperti saat pertama kali ia berada di apartemen ini.

“Bukankah ini yang kamu mau Dik Laras?”

“Ma-Maksud Bapak apa?”

“Kamu pikir saya tidak tahu kalau kamu selama ini mendekati saya hanya untuk memuluskan karir suamimu di kampus, benar kan?” Ujar Pak Yo.

Laras terdiam. Mulutnya terkunci. Ia tidak menyangka bahwa sang dekan akan terang-terangan mengatakan hal tersebut. Sesaat, sang perempuan yang telah bersuami itu merasa harga dirinya benar-benar telah jatuh di hadapan sang pria. Di sisi lain, ia pun jadi tidak bisa melanjutkan lagi permainan yang ia rancang selama ini.

“Sa-saya bisa jelaskan…”

“Tidak perlu, Dik Laras. Saya tahu apa yang ada di kepala kamu, dan saya tidak ada masalah dengannya,” lanjut Pak Yo. Ia kemudian mendekatkan kepalanya dan berbisik tepat di depan telinga perempuan tersebut. “Namun bukankah akan lebih baik kalau kita melanjutkannya ke jenjang yang lebih tinggi?”

Laras tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Pak Yo. Namun apa pun itu, ia merasa pasti tidak akan menyukainya. Perempuan berparas ayu itu pun jadi bergidik ngeri. Kegelisahan tersebut bertambah saat pria tua di hadapannya langsung memajukan kepalanya hingga bibir mereka kembali bersentuhan.

“Hmpppphhhh…”

Pak Yo langsung mengulum bibir seksi yang dimiliki istri bawahannya tersebut dengan penuh nafsu. Pria tua itu seperti sudah menahan semua gairahnya sepanjang perjalanan dari kampus menuju apartemen tempat ia biasa tinggal, dan menumpahkannya sekaligus saat melihat bahwa Laras masih berada di sana. Ia seperti tidak main-main saat mengatakan bahwa ia ingin melanjutkan permainan birahi yang terjadi di antara keduanya ke arah yang lebih serius.

Di hadapannya, Laras tampak berusaha untuk menghindar, seperti yang ia lakukan beberapa kali sebelumnya. Namun kali ini, sang dekan tampak sekuat tenaga mencegahnya untuk pergi. Tubuhnya yang lebih kecil tersebut pun seperti dijepitkan ke arah jendela sehingga perempuan tersebut tidak bisa berkutik.

“He-Hentikan Pak … Saya mohon … Ngggghhhh …” Desah Laras di sela-sela ciuman yang bertubi-tubi dilancarkan pria tua yang masih mengenakan baju kerjanya tersebut.

“Kenapa harus dihentikan Dik Laras? Bukankah kamu menyukainya? Karena itu kamu selalu kembali mendekati aku?” Ujar Pak Yo sambil tersenyum nakal. “Aku penasaran sekali dengan apa yang ada di balik kemeja hitam ini, Manis.”

Tangan Pak Yo tampak mulai mengelus-elus bagian dada Laras, yang masih tertutup kemeja. Pria tersebut kemudian melepas kancing kemeja tersebut satu per satu mulai dari yang paling atas. Ia akhirnya bisa melihat bra berwarna merah yang dikenakan perempuan cantik yang bibirnya tengah ia nikmati itu.

“Tuh kan, kamu sengaja mengenakan bra merah ini. Kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu sengaja menggantungkannya di kamar saat mengirimkan foto untuk aku? Hahaa …” Ujar Pak Yo dengan girang. Ia pun makin bersemangat untuk melepaskan seluruh kancing kemeja Laras hingga tubuh bagian atas perempuan tersebut terbuka lebar.

Kehormatan Laras pun terasa runtuh seketika. Ia merasa menyesal memutuskan mengenakan bra tersebut hari ini. Awalnya ia memang bersemangat memakai penutup payudara itu karena merasa tertantang untuk menggoda sang pria tua. Ia tidak menyangka kalau hari ini sang dekan akan berani bertindak lebih jauh terhadapnya. Dan ternyata, Pak Yo telah memperhatikan bra tersebut saat Laras mengirim foto, tetapi memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa.

Dengan kemeja lengan panjang yang telah jatuh ke lantai, Laras pun bisa merasakan kecupan bibir Pak Yo yang kini mulai menjalar ke pundaknya yang indah. Dengan lihai, tangan sang pria tua pun langsung meraih kaitan bra merah milik Laras yang berada di punggung, dan melepasnya. Payudara indah milik perempuan berusia 27 tahun tersebut pun langsung menggantung dengan bebas.

“Sudah lama kunantikan saat-saat bisa menyentuh sepasang buah dada indah milikmu ini secara langsung, Dik Laras,” goda Pak Yo tanpa melepaskan bibirnya dari leher sang perempuan yang sudah sedikit terbuka, meski ia masih mengenakan jilbab.

Laras sendiri hanya bisa memejamkan mata dan menggigit bibirnya sendiri, berusaha menahan gairah yang mulai muncul saat jemari Pak Yo mulai bermain-main di kedua payudaranya. Tangan kiri sang pria tua tampak tengah menggelitik putingnya yang mungil dengan warna kecoklatan. Sedangkan tangan kanan Pak Yo masih tetap mengunci tangannya hingga Laras tetap tidak bisa menghindar.

Aku harus bertahan demi kehormatanku, dan keutuhan rumah tanggaku dengan Mas Sofyan. Ahh, mengapa kamu tidak menolongku di saat-saat begini, suamiku, batin Laras.

“Sepertinya tidak adil kalau kamu telah memperlihatkan benda penting dari foto yang waktu itu kamu kirimkan, kalau aku tidak menunjukkan hal yang sama dari foto yang aku kirimkan. Bukan begitu, Dik Laras?” Ujar Pak Yo sambil terkekeh.

“Ma-Maksud Pak Yo apa?” Laras jelas tahu apa yang dimaksud sang pria yang tengah memeluk tubuhnya tersebut. Ia masih ingat betul bagaimana bentuk gundukan besar yang diperlihatkan oleh Pak Yo dari balik celana dalamnya.

“Daripada kamu bertanya-tanya, lebih baik kamu lihat sendiri saja.”

Pak Yo langsung mengangkat tubuh Laras, dan menggendongnya ke arah kamar tidur. Tubuh Laras yang tidak begitu besar membuatnya bisa melakukan itu tanpa hambatan berarti. Karena itu, sang perempuan pun belum sempat untuk memberontak saat mereka berdua telah sampai di kamar tidur yang beberapa hari lalu sempat menjadi pusat perhatian Laras saat berkunjung ke sana. Sang dekan terhormat kemudian langsung melempar tubuh Laras ke atas ranjangnya yang empuk.

Laras menarik tubuhnya yang sudah setengah telanjang itu menjauhi Pak Yo, hingga ia terdesak ke sisi ranjang yang menempel ke dinding. Ia pun menyilangkan kedua tangan di depan sepasang payudaranya yang terbuka, agar terlindung dari tatapan jalang sang pria tua.

“He-Hentikan, Pak. Aku mohon. Biarkan aku pergi dari sini …”

“Mana mungkin aku biarkan hal itu terjadi, Dik Laras. Apalagi setelah aku mengecup bibirmu yang indah dan payudaramu yang montok itu. Beruntung sekali Sofyan bisa menjadikan kamu sebagai istri, dan menikmati tubuh seksimu setiap hari,” ujar Pak Yo sambil melepaskan kancing kemejanya satu per satu, hingga tubuh bagian atasnya yang sedikit buncit menjadi terlihat jelas, apalagi begitu ia menanggalkan kaos dalamnya yang berwarna putih.

“Tapi Bapak kan sudah punya anak istri, bagaimana kalau mereka mengetahui hal ini?” Ujar Laras yang makin frustasi mencari jalan keluar dari kesalahannya ini.

Ia memang bisa saja berteriak kencang untuk meminta bantuan, tetapi ia juga ingat kata-kata Pak Yo bahwa apartemen mewah yang ditinggali pria tua tersebut mempunyai fitur kedap suara, sehingga suara Laras tidak akan terdengar keluar. Dan apabila itu tetap ia lakukan, tidak mustahil Pak Yo justru akan makin beringas dan menyakitinya.

“Mereka tentu tidak perlu tahu, demikian juga dengan orang-orang lain di kampus. Seperti halnya suami kamu tidak perlu tahu apa yang telah terjadi antara kita selama ini, bukan? Bagaimana perasaannya apabila tahu istrinya yang cantik ini selalu berduaan dengan atasannya sendiri, saat ia tengah sibuk bekerja? Heh?”

Pak Yo telah menurunkan celana panjangnya, hingga hanya menyisakan secarik celana dalam yang menutupi selangkangannya. Celana dalam itu tampak serupa yang dikenakan pria tua tersebut saat mengirimkan foto kepada Laras. Gundukan di baliknya pun terlihat masih sama besarnya.

“Saya mohon, kasihani saya, Pak,” ujar Laras dengan memelas. Ia tampak begitu ngeri melihat tubuh Pak Yo dengan perutnya yang buncit, dan kemaluannya yang tampak sudah begitu ereksi di balik celana dalamnya. Tanpa sadar, air mata kesedihan pun mulai mengalir di pipinya yang merona.

“Kamu tidak perlu khawatir, aku tidak akan menyakiti kamu, Dik Laras. Kecuali kalau kamu berniat untuk melawan,” ujar Pak Yo sambil tersenyum penuh arti. “Aku justru berniat untuk memberi kamu kepuasan, yang tidak pernah kamu dapatkan dari suami kamu yang lemah itu.”

“Sa-Saya tidak ada masalah dengan suami saya, Pak.”

“Kamu tidak usah munafik. Kalau kamu tidak ada masalah, untuk apa kamu terus menggoda saya, hah? Dan kalau suami kamu memang merupakan pria sejati, kamu seharusnya sudah hamil di usia pernikahan kamu sekarang. Benar begitu, Dik Laras?”

Dalam hati, Laras mengakui bahwa berhubungan badan dengan Mas Sofyan memang tidak terasa seenak itu. Namun perempuan tersebut tentu tidak bisa mengatakannya secara terang-terangan, karena ia memang belum pernah mencoba bersetubuh dengan pria lain. Ia pun menganggap bahwa kepuasan seksual memang hanya bisa sampai di batas yang ia raih dengan sang suami, tidak lebih.

Apakah benar aku bisa mendapatkan sesuatu yang lebih apabila mencoba bermain cinta dengan Pak Yo? Apakah benar aku bisa dibuat hamil oleh pria tua tersebut yang katanya mempunyai sperma juara? Namun mau ditaruh di mana kehormatan aku apabila aku bersedia melakukan itu tanpa paksaan?

“Kenapa, Dik Laras? Kamu sedang mempertimbangkan tawaran dari saya? Hee, mungkin kamu akan lebih yakin setelah melihat senjata saya ini,” ujar Pak Yo saat melihat Laras yang tampak termenung sendiri.

Pria tua tersebut langsung menurunkan celana dalamnya, hingga kemaluannya yang berukuran cukup besar kini terlihat jelas di pandangan Laras. Perempuan tersebut harus mengakui bahwa batang penis Pak Yo memang lebih besar dari milik suaminya, apalagi ketika sedang ereksi seperti sekarang. Berbeda dengan selangkangan sang suami yang bersih, bagian vital Pak Yo justru dipenuhi bulu yang seperti membungkus biji testis hingga pangkal kemaluannya. Batang penis tersebut pun tambah mengerikan karena warnanya yang gelap.

“Ti-Tidak, Pak. Saya hanya ingin pergi dari sini dan pulang. Saya janji tidak akan mengganggu Bapak lagi,” jawab Laras.

Namun perempuan tersebut tidak bisa memungkiri bahwa situasi tersebut telah membuat tubuhnya menghangat, nafasnya kain memburu, jantungnya berdetak lebih cepat, dan kemaluannya pun menjadi lebih lembab. Baru membayangkan dirinya disetubuhi oleh sang pria tua saja sudah membuat gejolak hebat seperti ini di tubuh Laras. Apalagi bila hal tersebut nantinya menjadi kenyataan.

“Bukankah di rumah kamu tidak ada siapa-siapa? Suami kamu sedang pergi dinas ke luar kota kan? Lebih baik kamu di sini saja, menemani atasan suami kamu ini yang sedang kesepian. Mau kan Dik Laras?”

Pak Yo tampak menyengir nakal, dan langsung naik ke atas ranjang mendekati tubuh Laras. Sang perempuan tampak berusaha untuk menghindar dan mendorong tubuh sang pria tua agar menjauh. Namun tenaganya yang lemah tidak sebanding dengan Pak Yo yang meski sudah tidak muda lagi, tetapi tetap mempunyai tubuh yang lebih besar. Perlahan, tubuh sang dekan yang sudah tanpa busana itu pun menempel kian erat di tubuh indah Laras.

Pria tua itu kini berani mengangkangi kepala Laras dengan selangkangannya, dan menggesek-gesekkan batang penisnya di pipi sang perempuan yang begitu indah. Laras terus berusaha menghindar, sebelum Pak Yo akhirnya memegangi kepalanya yang masih berbalut jilbab itu dengan kuat.

“Sudah lama kontolku tidak diemut oleh perempuan muda seperti kamu. Kamu mau kan melakukan itu untuk aku, Dik Laras?” Tanya Pak Yo sambil menyodorkan ujung penisnya ke arah mulut Laras.

“Ng-Nggak, Pak. Saya nggak mau. Please biarkan saya pergi…” Jawab Laras sambil menutup erat bibirnya, menolak permintaan sang pria tua.

Pak Yo tampak tidak tergugah dengan permohonan sang bidadari berparas cantik yang tengah ia kangkangi tersebut. Ia justru menjepit hidung Laras hingga tidak bisa bernapas, sehingga perempuan tersebut mau tidak mau harus membuka mulutnya demi menjemput oksigen yang begitu ia butuhkan. Momen tersebut akhirnya dimanfaatkan Pak Yo untuk melesakkan batang penisnya ke dalam.

“Ahhh… Hangat sekali mulut kamu, Dik Laras. Awas, jangan sampai digigit ya. Kamu akan tahu akibatnya apabila itu terjadi,” ancam Pak Yo.

Mata Laras tampak melotot saat merasakan rongga mulutnya langsung penuh dengan batang kemaluan sang dekan. Ia pun berusaha untuk bertahan agar tidak memberikan rangsangan tambahan kepada pria tua tersebut. Namun karena rasa penasaran yang begitu tinggi, sesekali Laras coba menggerakkan lidahnya untuk menyentuh batang penis Pak Yo, memberikan rasa geli yang luar biasa kepada pria tersebut.

“Nggghhhh… Nikmat sekali mulut perempuan berjilbab seperti kamu, Dik Laras. Saya memang tidak pernah salah pilih kalau soal perempuan. Hmm, terus Dik. Jilat-jilat batang penis saya terus seperti itu,” desah Pak Yo yang birahinya tampak sudah begitu mendidih.

Ini adalah pertama kalinya Laras merasakan mulutnya dimasuki oleh batang penis pria selain milik suaminya. Sejak dulu, perempuan tersebut memang tidak pernah tertarik dengan oral seks. Saat sang suami meminta dirinya untuk melakukan hal tersebut setelah menikah, Laras cenderung enggan, dan hanya mau memberikan kecupan dan jilatan di batang kemaluan Sofyan. Pasangannya memang tidak keberatan, karena hal itu pun sudah bisa membangkitkan gairahnya. Namun karena itu, Laras jadi tidak punya pengalaman yang banyak akan aktivitas seksual tersebut. Pengalaman bersama Pak Yo ini pun menjadi sebuah pengalaman baru bagi dirinya.

Setelah beberapa menit merasakan kehangatan bibir, mulut, dan lidah Laras di kemaluannya, Pak Yo tampak sudah tidak tahan. Ia pun mencabut batang penis yang biasa ia gunakan untuk mengeluarkan air seni tersebut, dan turun ke bagian bawah tubuh Laras. Dengan gerakan cepat, ia langsung menarik celana kulot yang dikenakan sang perempuan, serta celana dalam di baliknya.

“Hmm, indah sekali memekmu ini Dik Laras, harumnya begitu semerbak,” ujar Pak Yo setelah memposisikan kepalanya hingga dekat sekali dengan selangkangan Laras. Hidungnya kini hanya berjarak beberapa senti dari bibir vagina sang perempuan yang tampak begitu bersih dan indah, berbanding terbalik dengan selangkangannya sendiri yang hitam dan penuh bulu.

Pria tua tersebut pun langsung menjulurkan lidahnya untuk mengusap-usap bibir kemaluan Laras. Perlahan, lidah tersebut pun berusaha menyelusup ke dalam, memberikan rangsangan tambahan ke tubuh perempuan cantik itu. Jemarinya pun turut mengusap-usap paha mulus Laras yang terbuka.

Diperlakukan seperti itu, Laras tidak bisa menahan diri untuk tidak mengeluarkan lenguhan terbinalnya, “Nggggggghhhhhhhhhh…”

Tubuh perempuan tersebut menggelinjang hebat, seperti tidak bisa menahan desakan birahi yang meronta ingin segera dikeluarkan. Meski usianya sudah tua, Pak Yo tampak masih ingat betul teknik dan strategi yang tepat untuk menaklukkan seorang perempuan. Gerakan lidah dan usapan tangannya seperti dirancang sedemikian rupa, hingga bisa menyentuh titik-titik sensitif di selangkangan Laras dengan baik, dan memberinya kepuasan. Apalagi, tak lama kemudian jemari sang pria tampak mulai menggelitik klitoris sang perempuan.

“Sluuurrrrpppppphhhhh…”

Pak Yo mengisap klitoris indah milik Laras kuat-kuat, membuat tubuh sang perempuan sampai melengkung ke atas demi menjemput birahi yang ingin segera ia teguk.

“Ngggggghhhh… Aaaaaaaahhhhhhhhh…”

Istri Sofyan yang sehari-hari selalu bersikap alim tersebut tampak sudah tidak malu-malu lagi untuk menunjukkan gerakan erotisnya di hadapan sang dekan. Tubuhnya berkali-kali tersentak, seiring dengan makin kuatnya isapan Pak Yo di bibir vagina dan klitorisnya. Tak berapa lama, cairan cinta pun tampak keluar dari sela-sela liang senggamanya tersebut.

“Wah, kamu sudah keenakan duluan ya, Dik Laras,” ujar Pak Yo meledek perempuan cantik di hadapannya yang tampak sudah begitu kelelahan. “Kalau begitu, sekarang giliran saya.”

Tanpa menunggu Laras menuntaskan orgasmenya, Pak Yo langsung mengarahkan penisnya yang sudah begitu tegang ke arah selangkangan sang perempuan. Laras tampak sudah begitu terkuras staminanya, sehingga tidak mempunyai tenaga untuk menolak. Karena itu, ia hanya bisa pasrah saat Pak Yo mulai menyelipkan penisnya yang besar menembus pertahanan terakhir di vaginanya.

“Ngggghhhh, masih rapet banget sih memek kamu, Dik Laras. Apakah kontol Sofyan memang sekecil itu? Hahaa,” ledek Pak Yo.

Laras harus mengakui bahwa ukuran kemaluan suaminya memang tidak sebesar sang atasan. Ia bahkan heran, mengapa Pak Yo yang sudah berusia jauh di atasnya, justru masih bisa ereksi hingga sebesar dan sekencang itu. Apakah ini memang sesuatu yang ia miliki sejak usia muda, atau sang pria justru menggunakan obat-obatan tertentu untuk meningkatkan staminanya.

“Saya mohon jangan sebut-sebut nama suami saya, Pak. Aaaaahhhhh…”

“Kenapa, Dik Laras? Apakah kamu jadi semakin terangsang kalau saya sebut-sebut nama Sofyan sembari menggauli tubuh indahmu ini? Hahaa …”

Pak Yo tampak mempercepat genjotannya di kemaluan Laras, hingga membuat payudara sang perempuan menjadi berguncang-guncang indah. Pria tua itu pun tak tahan dan langsung mencaplok buah dada montok itu dengan mulutnya, dan mengisap putingnya kuat-kuat.

Sang perempuan merasakan gelombang demi gelombang birahi yang dahsyat menerpa tubuhnya dari dalam. Setiap tusukan penis Pak Yo seperti mengirimkan sinyal kepada saraf birahinya untuk terus mengubahnya menjadi kenikmatan yang tiada tara. Kenikmatan seperti itu bahkan belum pernah ia rasakan dari suaminya.

Apakah ini yang selama ini aku inginkan? Apakah kenikmatan seperti ini yang aku dambakan? Tapi yang memberikan ini semua adalah pria tua berperut buncit yang merupakan atasan suamiku, dan ini adalah sesuatu yang terlarang.

“Salah satu impianku yang belum tercapai sampai sekarang adalah bisa menyetubuhi istri bawahanku yang cantik, dan akhirnya aku bisa mewujudkannya dengan dirimu, Dik Laras. Ngggghhhhhhh ….”

Pria tua tersebut tampak begitu bersemangat bisa membuat Laras orgasme dengan permainan mulutnya, dan kini tengah menikmati vaginanya yang rapat dan hangat. Jepitan dan isapan dari dinding liang senggama Laras seperti mengurut-urut batang kemaluannya yang besar, dan memberikan kenikmatan tiada tara bagi Pak Yo. Pria tua itu pun semakin tidak kuat untuk menuntaskan birahinya yang selama ini tertahan.

Laras bisa merasakan bahwa gerakan sang pria sudah mulai tidak beraturan, tanda bahwa libidonya sudah begitu mendesak untuk dikeluarkan. Perempuan tersebut, yang masih tampak loyo akibat orgasme pertama yang ia rasakan hari ini, kini mulai panik. Karena apabila yang ia bayangkan benar-benar terjadi, konsekuensi dari kesalahan yang ia perbuat bisa lebih fatal dari yang seharusnya.

“Saya mohon jangan keluarin di dalam, Pak. Saya sedang subur …”

Pak Yo justru terkekeh mendengar kata-kata tersebut. “Lho, bukankah kamu selama ini ingin sekali untuk mempunyai keturunan? Saya bisa membantu kamu dengan mudah lho, Dik Laras.”

“Tapi saya hanya ingin anak dari suami saya, Pak. Pleasssseeeee …. Keluarin di luar yaa.”

“Oke, tapi ada syaratnya.”

“Apa itu Pak?”

“Saya ingin kamu nungging di hadapan saya, Dik Laras. Saya ingin ngentotin kamu dari belakang. Bagaimana?”

Batin Laras tampak hancur. Apakah ini adalah kesepakatan yang ia inginkan? Apakah ini sesuatu yang sepadan, untuk memberikan kesempatan bagi Pak Yo menyetubuhi dirinya dari belakang, agar sang pria tidak mengeluarkan spermanya di dalam vaginanya? Namun apabila ia menolak, pilihan apa yang ia miliki saat ini?

Laras akhirnya mengangguk, yang dibalas dengan senyum bahagia oleh Pak Yo. Pria tua tersebut pun mencabut batang penisnya yang masih begitu tegang, dan membiarkan sang perempuan mengubah posisinya dari yang sebelumnya hanya terlentang di atas ranjang, menjadi menungging dengan siku tangannya menjadi tumpuan dan bokongnya yang montok seperti mendongak ke atas.

“Mimpi apa aku semalam bisa merasakan nge-doggy perempuan berjilbab secantik kamu, Dik Laras, hahahaaha…”

Tanpa menunggu lama, Pak Yo langsung kembali melesakkan kemaluannya dengan cepat ke dalam vagina Laras. Perempuan tersebut pun terkejut dengan gerakan tiba-tiba itu, yang menimbulkan rasa perih di liang senggamanya. Namun rasa sakit itu pun berubah menjadi kenikmatan yang indah dalam waktu seketika.

Dengan gerakan teratur, Pak Yo terus menggenjot tubuh indah sang perempuan yang telah mempunyai suami tersebut, sambil sesekali menampak bokong indahnya hingga memerah. Pemandangan di dalam kamar tersebut terlihat begitu sensual, di mana seorang pria tua berperut buncit tampak tengah menyodok-nyodokkan penis besarnya dari belakang, sedangkan di hadapannya seorang perempuan bertubuh seksi tampak sedang mengerang keenakan meski masih mengenakan jilbab hitam di kepalanya.

“Pelan-pelan, Paakkkk. Ngggghhhh…”

“Kalau pelan apa bedanya saya dengan suami kamu yang lemah itu, Dik Laras. Aaarrrgggghhhhh….”

Pak Yo terus mempercepat gerakannya menggenjot tubuh Laras, bagai anjing jantan yang sedang menyetubuhi betinanya. Payudara sang perempuan yang menggantung bebas pun tidak luput dari remasan tangannya, sedangkan keringat yang mulai membanjir di punggung Laras tampak ia jilat tanpa rasa malu atau jijik.

Tanpa sadar, Laras pun mulai menikmati persetubuhan yang tidak ia inginkan tersebut. Meski berusaha bertahan, vaginanya terasa mulai gatal untuk terus digaruk-garuk oleh penis besar milik pria tua yang sedang menggenjotnya tersebut. Pinggulnya yang seksi pun turut bergerak maju mundur mengikuti goyangan sang pria.

“Nggghhh, aku sudah tidak tahan Dik Larassssssss…”

“Keluarin di luar ya, Paaak. Ingat janji Bapak. Aaahhhhhh…”

Namun tanpa diduga oleh Laras, Pak Yo tampak kembali mengunci tubuhnya. Tangan Laras yang tengah tergeletak di atas ranjang digenggam dengan erat, sedangkan kaki sang perempuan juga ditahan oleh bagian bawah tubuh pria tua itu. Hal tersebut membuat Laras panik.

“Pak Yooo…!! Apa yang Bapak lakukan!? Bukan seperti ini perjanjian kita, Pak,” ujar Laras di sela-sela persetubuhan yang akan mencapai puncaknya tersebut.

“Persetan dengan perjanjian tersebut. Bukankah kamu sudah lama menanti kehadiran seorang momongan, Dik Laras?”

“Tapiiii…. Aaaaahhhhhh…. Saya tidak mauuuuuu….. Aaaahhhhhh…. Bukan dari… ahhh!!”

“Sperma saya ini sangat hebat lho, Dik Laras. Sekali semprot, pasti langsung menjendol, hahaaa ….”

“Nggak boleh Paaaaakkkk… Nanti suami saya tahuuuuuuu…”

“Sofyan tidak perlu tahu, Dik Laras. Biarkan ini menjadi rahasia kita berdua saja, kalau anak yang kamu kandung nanti itu bukan anak dia, hahaaaa…”

“Sttoooopppp, Paaaakkkk…. Sttttoooooopppp….”

“Saya keluar, Dik Larasssssss… Saya siap membuahi rahim hangatmu dengan sperma jagoan ini, ahhhhhhhh….”

Pak Yo menancapkan penisnya dalam-dalam ke ujung vagina Laras, dan langsung menyemprotkan banyak sekali cairan lengket berwarna putih yang memenuhi liang senggama tersebut. Pria tua tersebut pun memeluk mesra tubuh betina yang baru saja memuaskannya itu, sambil mengecup-ngecup pipinya dari arah belakang.

“Kamu memang pelacur yang paling nikmat yang pernah aku rasakan, Dik Laras. Enak banget bisa nyemprotin peju di memek kamu, hahaaa…”

Sedangkan Laras yang sudah tidak bisa menahan tangisnya hanya bisa tersedu di atas ranjang, dan membiarkan tubuh indahnya menjadi target jamahan jemari sang pria tua yang baru saja menodainya tersebut. Kini, tidak ada lagi yang bisa dilakukan Laras selain memohon pada Yang Kuasa agar tidak memberikannya cobaan tambahan setelah ini.

(Bersambung)
 
akhirnya laraaaas aaah, semangat kak updatenya. bagus nih ceritanya aplg updatenya lumayan cepet jdi feelnya masih berasa stiap episode
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd