Terakhir untuk hari ini.
Di tahun kedua, kantor mengalami penataan ulang. Sebagian karyawan diganti oleh personil dari unit teknis lain. Aku kembali ditunjuk di posisi strategis. Atasanku, seorang ibu yang tengah sakit organ dalam, adalah orang pindahan dari kantor pusat. Di akhir tahun lalu beliau telah mulai bekerja di kantor kami. Telah mengenal Mbak Ais pula. Saat kami membuka slot untuk tenaga ahli pendukung, tanpa banyak ba-bi-bu dipilihlah Mbak Ais. Sekejap mata,.....mmmm, gak terlalu sekejap, sebulan lah, Mbak Ais telah kembali ke kantor kami. Kini ruangannya tak jauh dariku. Hanya berbatas lorong dan ruang arsip, yang sering kami pakai sebagai mushola darurat.
Tahun ini beban kerja kami lebih berat, pada akhirnya kuputuskan untuk manambah personil, tenaga bantu, satu level dengan Ais. Dua orang terpilih. Keduanya sangat bisa diandalkan. Namun Mbak Ais tetap lebih menonjol. Secara harfiah, memang Ais lebih menonjol dari tahun lalu. Dia Tampak lebih dewasa, komunikasi lebih baik, penampilan lebih elegan. Dalam satu kesempatan meeting sempat kubercandai.
"Koe kok dadi ayu mbak? (kamu kok jadi cantik, mba)"
"Iyo lah, mulane butuh perawatan. Pencairanku ojo mok tunda-tunda loh. (iya dong, makanya perlu perawatan. Gajiku jangan ditunda loh)"
Saat itu salah satu tugasku adalah mengurus pencairan gaji para tenaga ahli pendukung
"Ra mempan, mok rayu po piye ngono loh (gak mempan, kamu beri rayuan atau gimana gitu)"
Dijawab sekenanya dengan "Ishhh, nyebeli"
Seingatku, momen itulah yang memulai kedekatan kami. Entah bagaimana, kami jadi teman akrab, tidak sungkan bercanda, aku yang sebelumnya seolah menjaga kharisma tetiba merasa muda lagi. Suasana kantor yang tadinya kaku, tiba-tiba mencair. Mbak Ais benar-benar membawa energi baru. Kantor kami seolah bertransformasi menjadi sekelas Google dan facebook, agak berlebihan sih, tapi tau lah ya pointnya gimana.
Tentu saja, kehadiran Mbak Ais menarik perhatian para om-om. Setidaknya demikian pengakuan Ais ke aku. Tidak hanya dari kantor kami, dari mitra kerja, dari kantor pusat, bahkan dari pengendara motor yang hanya berpapasan di jalan (rela putar balik, ngejar, sebelah-sebelahan, ngajak kenalan, minta nomor). Gitu katanya.
Lalu perasaan aneh itu muncul. Tentang kabar Mbak Ais yang bisa di-BO. Walau kami sudah akrab, hingga kini pun, gak sampai hati aku tanyakan. Tapi di sisi lain rasa penasaran itu sungguh mengganggu. Puncaknya suatu malam aku bermimpi. Jelas sekali mimpi itu. Sedemikian jelas, sampai-sampai aku gak fokus kerja nyaris seminggu. Koyok wong linglung.
.......
Aku seperti berada di sebuah bangunan.
Bangunan ini bersih, tanpa jendela kaca, tanpa atap.
Ada dua lantai. Aku tengah berdiri di lantai satu. Tepat di bawah tangga.
Dari ruang sebelah kudengar suara tawa kecil.
Suara Mbak Ais.
Dia berbusana muslim, daster panjang, tidak memakai hijab, rambutnya hitam terurai.
Dia berlati ke arahku.
Tanganku digenggamnya. Tersenyum dia kepadaku. Manis sekali.
Segera ditarik aku ke lantai atas.
Dibawa masuk ke ruang kanan, tepat setelah anak tangga terakhir.
Ruangan ini lebih bersih dari lantai bawah.
Di lantai hanya ada tikar agak tebal. Mungkin semacam karpet permadani, tapi tipis. Tidak cukup hangat.
Tiba-tiba saja kami dalam posisi siap tempur. Busana entah kemana.
Si adik kecil sudah tegang. Ujungnya tepat menempel di bibir vijay si embak.
Aish di bawah, berbaring di tikar. Tangannya merangkul leher belakangku. Msih dengan senyumnya
Aku kaku. Tidak ada gerakan apapun.
Tak lama, si adik bergerak masuk. Anehnya aku berusaha menariknya keluar. Memaksanya untuk sopan dikit. Jangan langsung tusuk lah. Gagal.
Si Adik malah makin tegang. Lalu Hangat.
Mbak Aish mendesah. Tipis. Lalu suaranya tertahan.
Badannya menggeliat.
Pantatnya berusaha naik.
Dia mendesah lagi. Dengan suara desahan paling hot yang pernah aku tahu.
Aku bahagia. Entah bangga. Entah sok perkasa.
Aku bagai pahlawan.
Yang tengah memimpin pasukan merayakan kemenangan setelah perang tujuh hari tujuh malam. Melawan pasukan gajah. Entahlah.
Lalu mata mbak Ais berkaca-kaca.
Senyumnya tipis.
Dia menoleh ke kanan. Ke arah pintu keluar.
Lalu matanya membesar. Kaget.
Ada pak Kepala Kantor di luar sedang membawa buku catatannya.
Dengan pakaian dinas lengkap.
"Ayo meeting"
Mbak Aish segera berpaling ke arahku.
"SERIOUSLY????"
....
Aku terbangun. Aku mimpi basah.
Jinguk.