Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG (Kisah Nyata) Bumbu Kehidupan

Mbak Ais berpikir sejenak.

"Nggak ah, takut....", jawabnya.

Kecewa pemirsa.

Tapi bisa dimaklumi. Situasi tidak mendukung, terlalu berbahaya. Kode usiran dari sang pelayan tadi benar-benar merubah mood kami. Ini juga pertama kalinya kami bermesum di tempat umum. Tapi bukan yang terakhir kali. Akan ada cerita lain. Kita simpan untuk nanti, di bagian lain.

Malam ini harus berakhir. Kami berpisah tanpa kata pisah. Kami sempatkan untuk berpelukan sebentar di parkiran. Kami tutup pertemuan itu dengan ciuman. Itupun sebentar. Di dekat obor bambu yang berjejer. Tepat di samping sedan tuaku. Kuatir kalau-kalau ada yang mengamati, kami bergegas, kontak fisik itu tidak meninggalkan kesan apapun. Sebelum akhirnya kami melepas satu sama lain. Dia kembali ke rumah orang tuanya. Aku kembali untuk menjadi suami sekaligus orang tua.

Sembari diiringi lagu-lagu slowrock lawas tahun 90-an, aku memacu kendaraanku. Kembali melewati jalan sepi berbatu yang tadi kulewati. Pikiranku sesungguhnya tengah berselancar di tempat lain. Mencoba melihat kembali posisiku, juga posisi Ais. Dia ini kuanggap siapa sebenarnya?

Tentu yang paling nyata, paling masuk akal, dia adalah pelampiasan birahiku. Fantasi lama yang terwujud. Wanita binal dengan permainan ranjang yang membius. Juga pelayan setia yang selalu mampu melambungkan nafsu syahwat. Bahkan hanya dengan membayangkan itu saja, pusaka ku bangkit. Ngaceng. Asu tenan.

Aku berusaha keras untuk membatasi posisi Ais hanya di sana. Hanya tentang Sex. Tapi sadar atau tidak, tampaknya posisinya sudah melewati batas. Tidak lagi sesuai rencana. Sudah ada perasaan yang terlibat. Aku tidak ingin ada perasaan yang terlibat. Kupaksakan untuk tidak ada unsur perasaan di hubungan kami.

Iseng-iseng kubuka gallery di HP. Folder rahasia. Sebagian bukti-bukti hubungan kami ada di sana. Chat mesum. Foto-foto tak senonoh. Juga beberapa potongan video panas dari Ais. Aaah, aku belum puas, masih ingin menikmati tubuh mbak Ais. Lamunanku mulai tak terkendali. Seandainya kami ada waktu untuk berdua, di tempat yang jauh, tanpa ada orang lain, hanya berdua. Tentulah hari-hari akan dihabiskan dengan senggama. Tak kenal lokasi, tak kenal waktu. Sampai stamina habis. Sampai kering.

Kucukupkan lamunanku sampai di batas yang kubuat tadi. Aku menyimpulkan, juga berusaha meyakini satu hal:

Ais sekadar pemuas.

....bersambung....
 
Kalau sudah berkali2 eue, susah juga kl menganggap hanya sebagai pemuas saja. Hal ini ane alami sendiri. Berkali2 mencoba putus, tetap nyambung lagi. Break paling lama hanya seminggu. Selanjutnya yaa eue-an lagi
 
Kalau sudah berkali2 eue, susah juga kl menganggap hanya sebagai pemuas saja. Hal ini ane alami sendiri. Berkali2 mencoba putus, tetap nyambung lagi. Break paling lama hanya seminggu. Selanjutnya yaa eue-an lagi

Wah ini bener banget, nanti akan ada bagian cerita tentang ini.
 
Akhir November, tahun keempat.

Aku telah memulai petualangan baru sebagai mahasiswa tingkat lanjut. Lingkungan baru. Tempat baru yang belum pernah kudatangi sebelumnya. Tentu saja kehidupan baru. Anak istri belum bisa kuajak tinggal di sini, sepertinya lebih baik kami berpisah sementara. Harapanku, semoga bisa fokus, segera menyelesaikan studi dan kembali. Simpel saja.

Sebentar lagi libur Natal dan Tahun Baru. Aku sudah bersiap pulang. Sebenarnya belum banyak kesibukan yang kualami beberapa bulan ini. Tiga bulan terakhir kuhabiskan untuk belajar bahasa asing, beradaptasi dengan lingkungan, sekaligus menyiapkan riset. Sebagai mahasiswa asing, aku dan beberapa temanku yang lain memang mendapat perlakuan khusus, perlakuan istimewa. Terlebih karena berstatus sebagai pegawai pemerintah. Relatif banyak kemudahan yang kami peroleh. Bahkan kami mendapat waktu adaptasi yang lebih panjang. Tahun ajaran baru dimulai selepas libur musim dingin. Artinya, empat bulan kami diberi waktu untuk bersiap, tanpa harus diwajibkan bergelut dengan urusan kampus. Tapi aku memilih untuk mencuri start. Di tempat ini aku benar-benar berniat untuk memenuhi kewajibanku menamatkan studi, tidak ada niatan lain.

Tiket pulang baru saja kuperoleh. Aku tengah duduk di sofa apartemen. Lengkap dengan kopi gayo panas, selimut, sweater tebal. Sudah hampir satu jam aku bernyaman diri. Di luar cuaca dingin, sangat dingin. Aku belum pernah mengalami suhu sedingin ini di kotaku. Tanganku tengah sibuk membalas pesan singkat dari Ais.

Kantor mengadakan gathering bulan ini, 2 minggu dari sekarang. Aku turut diundang. Mereka tau aku juga akan mudik. Kata Ais, jadwal gathering sebenarnya bulan lalu. Dia melobi pimpinan untuk menggeser jadwal, agar aku bisa ikut. Luar biasa. Demi aku bisa ikut loh. Kasian, katanya, aku sudah berbuat banyak tahun ini, moso gak diajak, de' remmah?

Hubunganku dengan Mbak Ais masih berlanjut. Sebagian besar hanya lewat komunikasi pesan singkat. Sesekali nge-skype. Kadang Ais memaksaku untuk ber-vcs. Aku tidak bisa. Mentok hanya sampai ngaceng. Pusing sungguh. Kalo mengingat pengalaman saat itu, beberapa bulan tanpa sex, sungguh masa-masa suram. Aku tidak bisa membayangkan orang dewasa yang bisa bertahan berbulan-bulan tanpa melampiaskan hasrat seksual. Urusan sex memang sungguh kebutuhan biologis mendasar. Tentang petualanganku di negeri ini tak perlu kuceritakan, mungkin di lain kesempatan. Kita fokus ke aku dan Ais saja.

Rencana gathering sudah disusun. Kami akan menginap 2 malam di salah satu resort, tempat wisata populer di perbukitan Jawa. Tempat yang relatif aku kenal. Di kota kecil itu dulu aku menamatkan sekolah menengah. Tiba-tiba muncul perasaan antusias, tidak sabar aku kembali ke sana. Tentu ada banyak hal yang bisa kami lakukan, aku dan Ais.

----


Kotaku, Desember.

Hujan baru saja reda. Aku tengah menahan kantuk di kursi mengemudi. Perbedaan cuaca benar-benar menghajarku. Begitu aku kembali ke kota ini, virus influenza segera menyergap. Sempat reda karena istirahat beberapa waktu, hari ini kambuh lagi. Tapi kupaksa untuk tetap aktivitas. Hari ini kami akan berangkat ke acara gathering kantor. Aku sudah bersiap di kantor. Membawa kendaraan SUV, aku berencana menjemput beberapa rekan kerja di kantor. Modus saja, sebenarnya hanya demi menjemput Ais. Di sisi lain aku berharap ada orang lain yang sekiranya bisa menggantikanku mengemudi. Setidaknya untuk sopir cadangan jika pusingku semakin tak tertahan. Perjalanan 3 jam tentunya cukup berat bagi orang yang tengah menggigil sepertiku. Sial (atau untung?) sopir yang dimaksud sudah berangkat duluan.

Oia, divisi kantorku baru saja menempati kantor baru. Lebih dekat ke pusat kota. Bangunan dua lantai yang lebih baik, lebih modern. Kusempatkan berkeliling di tempat ini. Khusus untuk divisiku, menempati lantai dua. Di dalam ruangan penuh sekat cubicle rendah, layaknya kantor kekinian. Hanya ada satu ruang tertutup, terpisah dari yang lain, di sudut kanan pintu masuk, ruang pimpinan. Sekilas kubuka ruang itu. Nyaman. Dengan meja besar, sofa panjang, dan beberapa kursi di pojokan. Bisa lah untuk meeting sederhana. Harusnya aku yang saat ini menempati ruang itu, andai aku tak memilih untuk studi lanjut.

Panggilan suara dari lantai bawah menghentikan penelusuranku. Aku bergegas kembali ke kendaraan. Sudah ada 3 orang penumpang. Mbak Ais, dan dua staf lain, perempuan muda. Kulihat di bagasi belakang dipenuhi dengan logistik kantor. Kupastikan semua sudah ready. Mereka mengiyakan. Segera kuhidupkan mesin. Aku merasa seperti sopir travel.


----


Resort PA.

Menjelang sore, kami sampai di tujuan. Resort terkenal di tepi sungai besar. Sungai yang besok akan kami jelajahi dengan perahu karet. Lokasi resort berada di pinggiran kota, dikelilingi pohon-pohon tua. Asri nan sejuk, sedikit beraura mistis. Di kejauhan tampak beberapa gunung tinggi, gunung-gunung tersohor dari tanah jawa. Area resort berkontur lumayan terjal. Wajar, posisinya di lembah perbukitan. Kamar-kamar yang kami tempati jaraknya cukup berjauhan satu sama lain. Kebetulan kamarku dan kamar Ais letaknya tidak terlalu jauh, hanya dipisahkan satu kamar lain. Satu kamar diisi dua orang. Sedikit kurang mendukung untuk pasangan selingkuh seperti kami.

Malam hari kami habiskan untuk makan malam dan ber-organ tunggal. Hiburan standar bagi pegawai pemerintah. Sebagian besar rekan kantor menyanyi bergantian, sebagian dari mereka mencoba peruntungan, menggoda sang biduan, penyanyi wanita yang disediakan hotel. Aku tidak tertarik. Tidak untuk menyanyi. Tidak pula untuk menggoda. Aku hanya ingin segera menemukan kesempatan berdua dengan Ais. Demamku agak mereda setelah sempat tidur, beberapa saat setelah kami sampai di lokasi ini. Rombongan kami, sekitar 20 orang menjadi satu-satunya tamu rombongan yang menginap di area bawah. Sekilas tadi kulihat tidak terlalu banyak tamu. Ini memang belum musim liburan. Timbul niatan untuk booking kamar lain, untuk aku dan Ais. Tapi dia melarangku, banyak cara lain katanya. Aku masih belum paham yang dia maksud 'cara lain'. Aku iyakan saja, manut.

Sekitar jam 10 malam beberapa teman mengajak untuk keluar resort, berkeliling. Malas aku, tapi tetap kupaksakan untuk ikut. Tentu saja karena Ais juga ikut. Kami, berlima, berjanji untuk bertemu di area parkir atas. Kebetulan mobilku kuparkir di sana. Kami sepakat untuk 'kabur' dari lokasi agak malam, menunggu pimpinan tidur dulu. Aku dan Ais tidak mau menunggu. Segera setelah sampai kamar, bergegas kuambil kunci mobil, segera menuju ke parkir atas. Benar dugaanku, Mbak Ais sudah lebih dulu sampai di sana.

Tak buang banyak waktu, kutarik dia masuk mobil. Aku di belakang kemudi, Ais di jok depan, sampingku persis. Tanpa ampun kami berciuman, kasar, buru-buru, sadar bahwa waktunya tak terlalu banyak. Lama kami bergumul. Bibirnya hangat, lembut. Permainan lidahnya masih nakal. Leher Ais kusesap dalam-dalam. Aku rindu aroma tubuhnya, sedikit bercampur dengan parfum, tapi masih tetap wangi, khas sekali.

"Aaaaahhhh....massss....sssshh.....," Ais mulai mendesah. Desahan tertahan.

Kembali diangkatnya kepalaku. Dia masih belum puas mencium bibirku. Baiklah, kami lanjutkan pertarungan mulut.

Tanganku kini mencaplok daging kenyal di dada Ais. Masih besar. Kuremas perlahan. Ciuman Ais spontan lepas.

"Hmmmmm.....ssssssh......aaaahhhhh.....Enak sayang....aaaahhhh", mulai lepas kendali dia.

Aku remas lagi. Kali ini lebih kuat.

Tubuh binal si mbak merespon. Melengkung. Membusung. Seolah tak rela kalau hanya diremas. Keenakan. Tapi ingin lebih. Aku juga ingin lebih.

Kembali kuserang leher Ais. Kali ini dengan sedikit menyibak Hijab motif bunganya. Kulit leher Ais yang putih dan lembut menyambutku. Aku melumatnya dengan suka cita.

"Aduuuhhhhh.....aaaaaaccch.....hhhhmmmmmm", Ais meracau tak beraturan.

Sesekali kulirik keluar, kuatir teman-temanku datang. Di luar cukup gelap. Diselingi gerimis tipis-tipis, pandangan makin tak jelas. Tapi niatanku sudah jelas, aku ingin memenuhi salah satu fantasi seksualku. Bercinta dengan Ais di mobil.

Mulutku bergerak ke kupingnya. Titik sensitifnya. Ais makin kelonjotan. Tanganku tak lepas dari dadanya, masih dibungkus kain gamisnya yang lembut. Satu tangan Ais menjambak-jambak rambutku. Sesekali menjewer kupingku. Mulutnya tak berhenti mendesis, mendesah. Lama aku merindu suara-suara itu.

Di luar udara dingin. Di dalam, kami dalam kondisi panas.

Nafas Mbak Ais mulai tak beraturan. Tanpa kuperintah, tangan nakalnya mulai membuka kancing depan. Aku geer. Kurasa Ais sengaja memakai busana berkancing depan agar mudah melayaniku yang suka menyusu ini. Dasar jalang.

Aku tak mau ambil bagian. Kedua tanganku tetap di posisinya, menahan gunung kembar Ais. Mulut dan lidahku menyapu leher dan sekitar telinga. Kali ini di sisi sebelah yang lain.

Begitu kurasakan kancingnya lepas. Segera kuangkat kutang pembungkus itu ke atas. Terpampang pemandangan indah yang kupuja-puja sekian lama.

Bongkahan daging putih, dengan pentil besar berwarna gelap. Masih dalam ukuran yang luar biasa menantang. Sebentar kumainkan susu itu. Masih kenyal. Masih lembut.

Jariku bergerak ke ujung pentil. Kuputar-putar sedikit kugencet.

"Aaaaaaaahhhhhh......", Ais kembali mendesah. Dia masih suka.

Mulutnya ingin melawan. Kembali diciumnya bibirku. Kami kembali berciuman. Ganas. Kasar. Ada sensasi gigitan kurasa.

Tak lama aku berhasil lepas.

"Aku nyusu ya mbak?" kataku, meminta izin, bertanya basa-basi.

"Iyaaaaccchh....."

Belum selesai menjawab, sudah kucaplok susu kiri Ais. Bagian yang kurasa paling besar, paling montok.

"Massssshhhhh........".

Desahan Ais menggema. Lebih mirip teriakan tertahan. Tangannya segera berinisiatif untuk menutup mulut.

Mulutku bermanja di puncak gunung itu. Kadang menghisap. Kadang menjilat. Sesekali kugigit. Pentilnya mengeras. Aku tau dia bakal menggila saat pentilnya kugigit. Ada jeritan kecil jika benda itu kugigit.

"Sakit sayang?" tanyaku.

"Heem...tapi Enaaak.....aaaccchhh...massss..."

Kembali, tanpa menunggu jawaban lengkap, aku lanjutkan menyusu. Menyedotnya kuat-kuat. Sedikit berharap ada air susu yang turut terhisap.

Pentil satunya kuserahkan untuk tugas tangan kiri. Remasan dan diselingi cubitan memenuhi sesi itu.

Aku ingin menghabisi kedua payudara Ais. Lama tak kujamah. Bagian itu masih saja memberiku pengalaman indah. Aku ketagihan.

Lama aku mengerjai gunung kenyal itu. 20 Menit, sepertinya.

Pisang di selangkangan sudah tegang sedari tadi. Ais beberapa kali berusaha meraihnya. Aku berusaha menghindar. Tak mau benda itu digenggam. Sekali tertangkap, dia pasti minta segera dipuaskan. Dan mulut ais adalah satu-satunya tempat yang ingin ia tuju.

....bersambung....
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Akhirnya suhu comeback 😭👏

Terima kasih bonus chapternya. Terima kasih untuk foto bibirnya. Terima kasih telah kembali berceritera, semoga kentang yang ada tuntas segera.

Serius hu, jilbab e, bibir e, posene, wuapik tenan. Tetap #Aistimewa ⭐⭐⭐⭐⭐
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd