Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG (Kisah Nyata) Bumbu Kehidupan

Lembar 9 - Kecuali Satu


Hari pertama kami berasyik-masyuk adalah hari dimana teori klasik tak berlaku.

Sulit sekali kujelaskan alasan Mbak Ella bisa berbuat sejauh itu. Pun sulit aku menjelaskan pertemuan tak wajar yang kami alami. Kadang seribu alasan tak pernah cukup. Entahlah. Kurasa pertanyaan mengapa dan kenapa menjadi kurang relevan. Kami biarkan saja hubungan itu mengalir. Bagiku dia adalah sosok istri idaman yang menjadi kenyataan. Pendamping di negeri asing. Ada beberapa hal yang tak bisa ia berikan. Aku hormati itu, kuanggap untuk melengkapi hubungan rahasia kami.

Hari-hari selanjutnya menjadi kurang menarik untuk diceritakan.

Kami banyak menghabiskan waktu berdua. Kata 'banyak' agaknya kurang tepat juga. Kesibukan kami di kampus masing-masing sungguh sulit dibayangkan. Nyaris tak ada waktu istirahat. Pun demikian, kami berkomitmen untuk menyisipkan sedikit waktu di akhir minggu untuk bertemu. Tentu bukan aktivitas berat. Sebagai anak rantau, tak cukup mampu kami untuk berfoya-foya. Ya, sekadar jalan-jalan atau ngobrol ngalor-ngidul masih bisa.

Musim panas datang.

Sebenarnya ada kesempatan untuk pulang kampung, sengaja tak kuambil. Aku ingin membantu mbak Ella menuntaskan riset. Libur beberapa minggu kuhabiskan berdua dengannya. Sebaliknya, dia masih sempat mengurus persiapan tugas akhirku. Kami sempat berjanji untuk selesai studi bersamaan, atau hampir bersamaan. Janji yang akhirnya gagal kami tepati karena ketentuan studiku tak bisa mengakomodasi keinginan itu.

Di musim panas inilah waktu kebersamaan kami terasa begitu spesial. Demi untuk dekat, aku rela pindah apartemen, mendekat ke tempat tinggal Ella. Berpisah dengan rombongan se-angkatan. Khawatir jika gosip kedekatanku dengan Ella tersebar. Sejauh ini, kami masih dianggap sebagai keluarga dekat, aku mengaku sebagai saudara sepupu. Tampaknya mereka percaya saja. Atau pada dasarnya mereka tak peduli? Boleh jadi.

Kehidupan layaknya suami-istri yang kami hadapi membuatku merasa nyaman tinggal di tempat asing ini. Sebaliknya, mbak Ella juga merasa aman, merasa terlindungi. Di satu kesempatan, aku blak-blakan mengaku bahwa aku sedang 'hot', mupeng, BeTe, Birahi Tinggi, apapun namanya. Lucunya, Ella membalas dengan mengirimkan foto coretan-coretannya di buku catatan. Aku lupa detail isinya, begini kira-kira:

"BOLEH, tapi:

YES:
-ciuman,
-cium leher (YES PLEASE),
-pegang/grepe2,
-menyusu (tapi jangan lama-lama),
-Blowjob (Ella yang atur, mas manut mawon),
-keluarin di mulut (tapi Ella moh nelen);

NO:
-Lihat kemaluan Ella,
-Anal (BIG NO), mainin anus termasuk anal kan ya??
-Suk-Masuk"

Ane ngakak guling-guling, Sob!!

Entah darimana dia dapat istilah-istilah itu.

"Suk-masuk apaan La?" tanyaku, beberapa saat setelah tawaku reda.

Mbak Ella enggan dipanggil mbak. Dia lebih suka dipanggil nama saja. OK, aku turuti. Pun dia nggak mau dipanggil sayang/cinta. OMG. Banyak aturan. Kelamaan di pesantren kurasa.

"Masuk-masuk mas. Itu loh, masukin itu mas ke punyaku," jawab Ella, segera.

"Apanya yang masuk La? Masuk mana?" godaku.

Ella membalas dengan emoticon 'poker face'.

hehe...

Begitulah, kami layaknya orang pacaran, dimabuk asmara. Bercinta sekaligus having fun. Lucu sekali.

Syarat terakhir itu memang pernah kami bahas beberapa waktu yang lalu. Intinya dia ingin suaminya kelak yang pecah perawan. Dia ingin menjaga hadiah itu hanya untuk imamnya nanti. Aku boleh berbuat apapun, sesuka hati padanya, kecuali satu. Fair Enough.

So, bagi pembaca yang berharap ada adegan intercouse di sini. Maaf, anda harus kecewa.

"Minggu depan. Di tempatku. Jam 2. Harus mandi yang bersih dan wangi. Jangan pakai baju tidur. Bau. Ella nggak suka"

Oh My...

...

Hari yang dijanjikan tiba.

Aku mengikuti petunjuk Sang Tuan Puteri. Berpakaian sopan. Bersih dan Wangi. Besar harapanku, burungku sudah setengah tegang sejak pagi.

Begitu pintu kamar dibuka, segera kupeluk perempuan cantik di depanku. Lama kami berpelukan. Terlepas saat kami sadar, pintu belum ditutup.

Ella tampil menawan siang itu. Dengan gamis warna kuning kunyit, dengan hiasan hitam bermotif bunga di beberapa sudut. Tanpa hijab. Rambut panjangnya, bebas terurai tanpa ikatan. Kulihat sekilas ada riasan di wajahnya. Tipis saja. Menyempurnakan wajah surgawi yang begitu menggoda. Cantik.

Aku tak mau buang waktu. Sudah tak sabar. Ternyata tidak hanya aku yang tak sabar. Ella pun tampak memahami kondisiku. Segera diajaknya aku ke ruang dalam. Kamar tidur Ella.

Ini pertama kalinya aku masuk. Dominan warna biru di sana, warna kesukaannya. Di pojokan ada gelas bulat, berisi tanaman dan ikan-ikan kecil, akuarium atau disebut aquascape, entah, tak terlalu paham aku. Ranjangnya besar, kurasa cukup untuk tiga orang, ditutup sprei putih keabu-abuan, bermotif bunga warna-warni.

"Boleh masuk beneran La?" tanyaku, masih sedikit tak yakin.

"Boleh donk. Kan Ella yang ajak"

Ella yang pertama kali duduk di tepi ranjang. Tanganku masih digenggamnya.

"Sini, masukin mulut" kata si penggoda.

"Hah???" Kaget aku. Secepat inikah?

"Hehe... gak dink. Keenakan mas"

Aaah, cok tenan wadon siji iki. Gemas aku.

Kuciumi bibirnya yang mungil. Ella tampak kaget. Tak siap dengan sergapan bibirku. Pergumulan kami dimulai.

Aku yang tengah panas, tak banyak menyia-nyiakan waktu.

"Hmmmmmffhhhh....aaaahhhh......heeemmmmm" Desahan Ella mulai datang. Tanda bahwa seranganku tepat sasaran.

Wajah cantiknya benar-benar kugarap. Bibir Ella kusesap dalam-dalam. Lidahku kumainkan. Ella sedikit banyak telah belajar dari pergumulan kami yang lalu-lalu. Ia bisa mengimbangi. Pipinya yang merona, tak kubiarkan menganggur barang sebentar. Gemas sekali. Tak lama, wajahnya telah basah, full. Kulanjutkan ke area kuping dan leher.

Ella menggelinjang hebat saat area itu kujamah.

"Addduhhhhh aaahhhh..sssshhh.....aaaahhhh...hmmmmmmhhhh...oooouughhhh....." Ella setengah menjerit, ia tengah menikmati saat-saat yang ditunggu.

Kulayani permintaan Ella. Lehernya kuhajar tanpa ampun. Kutinggalkan bekas-bekas cupang di berbagai sudut. Ada bekas gigitan pula. Merem melek dia.

"udah dulu mas...." katanya. Ingin mengambil jeda, nafasnya tak terkontrol. Mungkin juga ingin menikmati momen kebahagiaan

OK. Aku istirahat sebentar.

Kubaringkan tubuhku di samping tubuhnya. Dari dekat begini, parfum Ella begitu wangi. Mungkin tercampur dengan aroma alami tubuh Ella. Hingga kini pun belum pernah kutemui orang lain dengan wangi serupa.

"Sudah tegang ya mas?" Ella bertanya tiba-tiba. Tangannya bergerilya mencari benda kaku di selangkanganku. Dapat. Mudah saja tentu. Menonjol sedari tadi.

"Pake nanya pula"

Kembali kusergap dia. Kali ini Ella di bawah, aku menyergap dari atas, setengah menindih. Di posisi ini, aku merasa berkuasa. Ella tak bisa bergerak bebas. Kembali kugarap wajah cantiknya yang bak artis itu. Juga leher. Lalu turun pelan-pelan.

Ah, baju Ella menghalangi. Sempat berpikir untuk memperkosanya saat berbaju lengkap gini. Segera kuurungkan. ku penasaran dengan bentuk tubuh Ella. Belum pernah kulihat dia tanpa busana.

Satu demi satu kain di tubuhnya ku lucuti. Gamis panjang. Bra putih berenda. Satu tersisa.

"Jangan" kata Ella

"Boleh ya. Tanggung La" bujukku.

"Iiiih...mas ni..."

"Gak papa ya. Lihat aja kok" kataku

"Jang...."

belum selesai ia berkata-kata. Kain penutup kemaluannya telah kutarik paksa.

"Awwwwhhh..." sedikit menjerit dia.

Kuperhatikan mimik wajahnya. Tersipu. Ada ekspresi kesal, tapi hanya kesal, tak sampai marah kurasa. Lebih banyak unsur malu, segan, semacam mimik tak percaya diri. Aman sepertinya.

Pandanganku kualihkan ke sekujur tubuhnya. Aku tertegun.

Ella telanjang bulat.

Bentuknya sempurna.

Kulitnya bersih.

Lekukan-lekukan tubuhnya dalam porsi yang pas.

Tidak gemuk. Tidak kurus.

Perut Ella rata, mungkin karena posisinya yang tengah telentang.

Tidak ada bekas-bekas luka di bagian tubuhnya. Mulus, tangan pertama.

Beberapa bagian ditumbuhi bulu-bulu halus. Irit, tipis-tipis, tidak lebat.

Payudara Ella berukuran sedang. Pas saat digenggam. Cukup, tidak berlebihan.

Meki Ella, hmmm... bagaimana aku harus menggambarkannya. Rapat. Semacam tersegel. Aku yakin masih perawan.

Gerakan tubuhnya yang menggeliat, sedikit malu-malu, menambah erotis suasana di kamar itu.

Indah. Lebih indah dari yang kubayangkan.

Oh. Tuhan. Seperti inikah wujud bidadari.

Mata Ella sesekali melirik ke arahku. Entah apa maksudnya. Seakan menghipnotis, tubuhku reflek bergerak. Kuterjemahkan tatapan itu: Aku tak mau telanjang sendirian.

Baik cantik. Kutemani.

Aku berdiri di atas ranjang. Kupastikan Ella bisa melihatku dengan jelas tanpa halangan.

Aku melucuti pakaianku sendiri.

Ella tampak salah tingkah. Aku menatap matanya tajam-tajam.

Tak lama tubuhku telah berwujud. Polos tanpa kain sedikitpun.

Tatapan Ella mengamati tiap sudut badanku. Badan yang jauh dari atletis. Perut sedikit membuncit. Banyak bekas luka di sana-sini, kudapat dari kerja lapangan dulu. Warna tubuhku tak seragam, sebagian terbakar matahari.

Kini aku setengah bersujud. Tepat di atas badannya yang masih dihiasi sedikit gerakan lembut. Bersiap menerkam tubuh indah Ella.

Lehernya jadi mangsa pertama.

Tentu Ella menyambutnya dengan desahan-desahan yang makin erotis.

Nafasku makin menjadi. Nafsuku makin lapar.

Saatnya aku mencicip bukit kembar.

Aku remas sebentar. Nyaman. Pas di genggaman. Lembut. Kenyal. Aduh, merinding akuuuhhhh!!!!!

Tak sabar, ku lahap payudara indah itu. Putingnya merah muda, cenderung ke coklat, atau pink. Ah kacau sudah.

Kusedot daging menantang itu.

Ella menggelinjang, nyaris kayang dia. Bersamaan dengan suara erotis yang baru pertama kali kudengar dari mulutnya.

"AAAAUUWWWHHHHHOOOOHHHHHHHHHHHHHHHHH......OOOHHHHH....."

Aku melanjutkan. Kugarap putingnya yang merekah. Menjilat dan menghisap. Kugigit kecil...

"Aaaah, sakit mas..." protes Ella.

Baik kuturunkan level deritamu. Masih ku sesap kedua bukit itu.

"Geli mas,.... udaddaaaaah...." kata Ella, setengah ketawa. Aku tau, dia terlalu sensitif di area itu.

Aku sambangi bagian tubuh lain lengan, ketiak, tangan. Jari-jari Ella ku emut satu-satu. Manis. Lalu kembali ke sekitar perut, pusar, dan....

Menu utama.

Ku pandangi lagi lubang bersegel itu. Ku perhatikan cukup lembab di sana. Ada cairan yang meluber. Mungkin Ella sudah terangsang hebat sejak tadi.

"Jangan dilihatin to... aku malu mas...." cegah Ella.

"Iya. Gak dilihat. Diamati boleh kan?" jawabku menggodanya. "Dijilat juga boleh kan?"

Ella setengah kaget.

"Gak boleh juga donk..."

"Kan gak ada di perjanjian kemarin. Jilat sambil merem." ucapku, ngeyel.

Ella tampak tak menemukan jawaban lain. Agak bingung juga mungkin. Aku yakin dia gatel juga.

Di momen ini, aku tak terlalu yakin dengan niatanku tadi. Aku belum pernah menyervis meki perempuan dengan mulutku. Dulu pernah kucoba, aku tak suka aromanya, anyir, amis, tak suka aku.

Tapi ini lain, meki Ella sedemikian indah, bersih, kurasa tak akan ada bau-bau aneh seperti dulu.

Kuposisikan kepalaku di liang surga itu. Paha Ella kunaikkan sedikit, membentuk huruf V.

"Maaassss..." Ella tampak belum yakin.

Aku pandang dia sebentar, meyakinkan.

lalu....

Slurrrrppppp....

Jilatan pertama menyapu daging basah itu. Kupejamkan mata. Menaksir sensasi rasa apa yang kudapat.

Asam, hambar, sedikit asin, sedikit manis.

Aromanya yang benar benar membuatku terkejut.

Lebih mirip yoghurt.

Tidak ada bau anyir, tidak amis.

Tak seburuk itu.

Kulanjutkan acara jilat menjilat itu. Kuobok-obok sebisanya.

Gerak tubuh Ella kacau balau. Menggelinjang kegelian tak tentu arah.

Suara desahannya turut kacau.

"OOOhhhhhh,.... awwwhhhhh..... addduhhhh.... masssshhh..... heeeemmmmm.... aaahhhhh..... nooooouuwww...... masssshhhh.....ahhhh.... jangan mas...... aaahhhhh......awwwhh...."

Aku meneruskan aksi. Makin banjir area itu.

Rambutku sudah tak karuan, diacak acak tangan Ella yang blingsatan.

Wajah Ella yang tampak makin cantik, makin memerah, mirip kepiting rebus. Ella mengatur nafas sejenak saat kuhentikan aksi bar-bar tadi.

"Enak?" tanyaku

"Heemmmm...." jawabnya. Bukan jawaban yang kuharapkan. Mungkin dia tengah terbuai, tak bisa diganggu.

Pusakaku tegang maksimal, merengek, meminta tumbal.

Ella masih lemas, nafasnya makin teratur, matanya yang indah itu setengah terpejam, menikmati sisa-sisa potongan surgawi yang kuhantarkan tadi.

Pelan-pelan aku beringsut, memanjat tubuh Ella yang basah oleh keringat. Kucium bibir tipisnya lagi, aku ketagihan.

"Hmmmm...eeegghhhh...hhhhmmmmeemmmm..." Desahan tertahan Ella kembali terdengar.

Makin riuh saat sisi belakang kupingnya kujelajahi, lalu turun ke lingkar leher, juga bahu. Area leher kuberikan atensi ekstra. Makin menggila Ella.

"Aaaaaccchhhh.....mmmm.....aaaaduuuuuuuhhhhhh....ssssshhhh..ffffufffhhhh....aaaaawww....oooohhh"

Desahan erotis. Desahan erotis yang memompa birahiku. Aku menuju puncak.

Tanganku mengelus permukaan meki Ella yang basah, berbulu halus. Daging kenyal yang sedikit berwarna gelap, ungu gelap. Aku yakin di dalam sana, cairan kewanitaan sudah penuh.

Kubisikkan sesuatu di kupingnya yang juga basah.

"Masukin ya mbak..."

JENG-JENG...

Ella terperanjat.

Badannya bergerak mendadak, beringsut menjauh, paha direkatkan, berusaha menutup, yang justru menjepit tangan kananku yang tengah bermanuver di liang kenikmatannya. Tangan kiri Ella seakan menutup kedua payudara perawan yang indah menggantung.

"NO" ucap Ella. Tegas. Aura penolakan terpancar dari sorot matanya yang tajam.

Penolakan yang sesungguhnya justru melambungkan birahiku ke tingkat tertinggi. Aku kalap.

Kutahan kedua lengan Ella.

Pahanya kubuka paksa. Mekinya yang berair begitu menggoda.

Kuciumi lehernya yang putih bersih. Sembari mengarahkan batang kaku ke lubang wangi di bawah sana.

Kugesek pelan di permukaannya yang berbulu.

"OOoouuggghhhh.....hmmmmm....noooo....aaahhh....", Desahan Ella bernada lain. Apa ya, ada penolakan, juga kenikmatan, mungkin juga kebingungan.

Mata Ella terpejam, ada setetes dua tetes air mata di sudut picingan matanya.

Ada tangisan tipis, menyisip di sela-sela desahan erotis.

Desahan yang sekaligus menegaskan tekadku untuk menggagahi Ella. Menjadi pria pertama yang membobol jaring keperawanannya. Ego sebagai alpha-men kembali membumbung.

Kucumbu bibirnya. Badanku setengah menindih, membuat gerak Ella makin terbatas.

Penisku pelan-pelan menggesek pintu masuk goa.

Geli.

Kembali kudorong selembut mungkin.

Desahan Ella tertahan, tertutup oleh cumbuanku yang mengunci mulut.

Sebagian kepala konti sudah di ambang pintu masuk, mengetuk kedua sisi daging berbulu yang makin membanjir.

Kejutan tak berhenti.

Kekuatan Ella muncul tiba-tiba. Entah darimana.

PLAKKKK!!!

Tamparan keras.

Ditamparnya mukaku.

Kaget. Badanku terpelanting ke samping. Ambruk tanpa daya.

Bukan karena kekuatan tamparan. Tapi lebih karena efek kejut.

Terbaring tubuhku di samping tubuh indah perempuan yang nyaris keperkosa tadi. Sama-sama terkulai.

Suara tangisan Ella, tipis, samar samar kudengar di tengah suara nafasnya yang belum cukup teratur.

Cukup lama kami dalam posisi diam itu.

...

...

...


Aku yakin perasaan kami tak menentu.

Tapi naluri laki-lakiku muncul, tak bisa kubiarkan ini berlarut.

Aku berinisiatif, memeluk tubuh Ella dari belakang. Penis di bawah masih setengah tegang, berangsur melunak.

Kupeluk beberapa saat, tanpa bicara. Aroma wanginya masih berasa.

Sunyi.

Tak ada lagi suara tangisan.

Sudah tenang tampaknya.

"Maaf...", kata itu terucap begitu saja dari mulutku.

Hening.

Dadaku sesak. Dipenuhi amarah dan kecewa. Kutujukan untuk diri sendiri.

Tubuh Ella bereaksi, bergerak lembut. Berbalik. Kini kami saling hadap.

Wajah imutnya menunjukkan ekspresi aneh. Sedih. Lelah. Kecewa. Heran. Kaget. Penasaran. Entah apa lagi.

Kepala Ella bergerak mendadak. Kami berciuman.

Aku makin dilanda kebingungan.

Kunikmati saja momen-momen itu.

Gerakan bibir dan lidahnya semakin halus, makin advance, makin pro.

Ah, bangga. Aku loh yang mengajari.

Ciuman kami panas. French kiss, serenyah French Fries.

Lagi, Ella bergerak mendadak. Badannya beranjak, bangun. Kini menunggangiku, tepat di paha atas.

Di posisi ini aku takjub dengan bentuk payudara Ella. Kencang menantang. Putingnya mungil. Proporsional. Indah. Golden ratio?

Lekukan tubuhnya juga indah. Tak tahan, tanganku menyentuh kedua pinggang itu. Ah, lekukan surga.

Tanganku bergerak, menelusuri pinggang, ke atas, lalu turun, menjangkau pantatnya yang bersih. Mulus. Tak terlalu besar, pas saja, cukup.

Penis kembali menegang.

Kupandang lagi wajah Ella yang manis, imut, kali ini dalam mimik yang tak wajar. Marah. Bossy.

"Stick to the plan. My plan." ucapan Ella singkat. Tatapannya yang tajam, menusuk, menegaskan intimidasi yang tengah ia lakukan.

Sesaat kucoba cerna isi omongan itu. Perintah? Iya, dawuh kanjeng mami.

"Yes, mam...." jawabku, singkat, sekenanya, spontan,.. uhuyy....

Kurasa situasi telah melunak, kembali ke urusan syahwati.

Ella meraih penisku yang setengah tegang. Digenggamnya sebentar, elus-elus, dikocok perlahan. Penis berubah bentuk, kaku pelan-pelan.

Tak cukup di situ, tubuh Ella bergerak mundur, gerakan lembut. Membuat payudara indahnya ikut bergoyang, mengiringi rambut hitam panjangnya yang bergerak turun, rambut yang kemudian menutup pandanganku.

Ella melahap batang setengah kaku.

Menghisapnya pelan, menjilat area sekitar, hingga kedua bola mini, lalu naik, nyaris hingga pusar. Entah apa fetish-nya yang sebenar. Selalu menggerayangi perutku yang tak rata.

Aku sedikit mengerang. Menikmati. Canggung. Birahi belum tuntas, tapi belum recovered betul dari momen liarku tadi.

Ella masih asik menjilat dan mengulum benda ngaceng di situ.

"Cplok...klokkk....ceplok...clokkkkkhh......glhhhh...slurp....khloqqkk...."

Kontiku diservis paripurna. Full. Semua sudut dijelajah. Macam eksperimen terstandar, tak satupun koordinat terlewat.

Tenagaku tersedot, lemas sekujur badan, diganti derajat kekakuan yang meninggi di satu area.

Sepongan Ella melemahkanku.

Pasrah saja. Aku biarkan Ella melayaniku, suka-suka dia saja.

Perkuluman duniawi nyatanya bertahan lama. Lebih lama dari biasa.

Ella tampak kepayahan.

Ingin sekali kusampaikan padanya: "ajian mulutmu tak mempan tampaknya, tetap harus masuk ke lubang lain"

Kupendam ide itu dalam-dalam. Birahiku sungguh dalam situasi yang sulit.

Kulit tangannya yang lembut kini menggerayangi area bawah, sekitar bola zaccardo. Aduh, gelinya tak tanggung-tanggung.

Ritme kocokan mulut Ella naik. Makin cepat. Tentu saja, penisku merespon seketika, kaku maksimum. Aksi lidah dan bibirnya yang hangat dan lembut makin menjadi.

Area selangkanganku basah, porak poranda.

Rasa itu kembali datang, geli memuncak.

Badanku sudah lemas karena aksi kuluman Ella.

Aku enggan bergerak. Keluar dimana, dan bagaimana, terserah arahan ibu pimpinan.

Benar saja, tak lama kemudian, aku klimaks.

"Aku keluar..." ucapku

Crit... cruttt.... crooootttt... croottt... cccroooottt

Menyembur cairan putih setengah kental itu. Memenuhi muka cantik ella. Sepersekian detik sebelum klimaks, masih sempat Ella melepaskan sang batang kaku.

Perasaan lega membanjiri ubun-ubun. Puas. Terpuaskan.

Penisku masih berkedut.

Ella menjilati sisa-sisa sperma di sekitar selangkangan, sebagian di jari-jari mungilnya.

Sedikit sperma itu berusaha ia telan. Matanya terpejam. Berhasil. Ternyata bisa jika dalam porsi kecil.

Ella menjulurkan lidah, menandai tuntasnya tugas melahap sperma. Peju di muka Ella berkilap, membuat muka oriental nya berkesan nakal, binal.

Kuambilkan beberapa potong tissue, untuk mengelap sisa peju itu.

Ella menggeleng. Segera beranjak dia dari posisi awal. Berjalan menuju toilet, tak jauh dari kamar.

Aku sempat berprasangka. Liar saja.

Jangan-jangan Ella masih penasaran, pejuku ingin coba ditelannya lagi?

.....bersambung....
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd