Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG (Kisah Nyata) Bumbu Kehidupan

Anjirrrrrr.. Cerita yg sangat menarik untuk dinantikan Updatenya. Bikin konti tegang maksimal suhuu. Keep update. Matur suwun suhuu
 
:mantap: Tp aku ykn si Bos ini yg bkl dpt prewinya Ella.Ella dijodohin orng tua yg ga sesuai pilihannya,akhirnya dikshlah ke si Bos ini.
Sekedar nebak2x sj smbl selonjoran disini nunggu lajutan cerita nanti :tegang:
 
👏👏👏 Keren hu, asli. Terimakasih update-updatenya, akhirnya ngga kentang minggu ini 🔥
 
Lembar 10 - Budak Setia


Awal musim gugur, tahun kelima.

Pagi, cuaca cukup bersahabat. Satu pesan singkat masuk. Dari Ais.

"Mas, kenal pak ***? dari instansi Pusat".

Tak lama, menyusul pesan bergambar. Kuamati wajah pria itu, orang yang tak kukenal. Pria itu nantinya akan turut mewarnai kisah kami. Mari kita sebut beliau sebagai Mas Cuan.

"Nggak tuh mbak, kenapa emang?..."

Pesan lanjutan tak perlu kuceritakan, kami hanya membahas tentang kerjaan. Mas Cuan, tahun ini akan membantu urusan perencanaan program dan keuangan bagi Satuan Kerja kami di daerah.

Selama studi, frekuensi hubungan dengan Ais kuusahakan tak terlalu banyak. Seakan kembali ke masa-masa awal kenal dulu, murni urusan gawe. Sebagian pesan Ais bahkan tak kubalas, lebih-lebih pesan berbau basa-basi, sama sekali tak kugubris. Satu faktor, karena perbedaan waktu. Lebih dari itu, konsentrasiku lebih banyak tentang studi, sebagian untuk Ella. Bisa dibilang, Ais tengah kuabaikan.

Peran Ais, juga peran Istriku, sementara digantikan 'istri'-ku yang lain, Ella.

Ella memang tak mau memberiku tiket untuk merenggut kehormatannya. Hal yang ia ingin jaga betul-betul. Aku tak masalah dengan itu. Walaupun di hati kecil, berharap dia akan berubah pikiran. Hehehe....

Hubungan kami kian dekat. Mmmm...kurang tepat juga jika disebut "kian". Dekat memang dekat. Tapi levelnya tidak nambah, di situ-situ saja. Level tinggi, tapi tidak naik-naik juga. Stuck.

Bagaimanapun aku tetap menikmati hubungan itu. Lebih mirip kakak-adek. Saling jaga, saling support, saling membutuhkan, saling respek. Hanya ditambahi sedikit bumbu koneksi biologis, atau bolehlah disebut kebutuhan psikis. Sulit aku menjelaskan. Yang pasti kami menikmati momen-momen itu.

...

Akhir tahun kelima.

"Iya sayang,... di situ...iya....ooohhhh..."

Aku mengerang, arus kenikmatan memenuhi sekujur badanku.

Aku berdiri, telanjang. Di depanku, perempuan cantik tengah bersimpuh. Menikmati tongkat pusaka yang keras berdiri. Mulut mungilnya berkali-kali mengulum benda pusaka itu. Kadang disedot kuat-kuat. Hal yang seakan membuat nyawaku turut tersedot, lepas dari raga, kenikmatan yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Lidahnya yang makin terlatih menjilati setiap jengkal area selangkangan. Kadang usil menggelitik di area pusar. Gelinya luar biasa. Geli yang tak bisa kunikmati. Entah kenapa Ella sedemikian menikmati.

Satu lagi yang aku tak habis pikir. Ella demen banget mengeksplore ketiakku!

Ketiak yang lebih seringnya, Ella sendiri yang mencukur. Dijilati, dicium, di endus-endus. Seringnya disambi mengocok penisku dengan tangan mungilnya. Aku keenakan karena kocokan itu, tapi juga geli nggak enak karena perbuatannya di ketiak. Aneh banget.

Aku merasa, Ella sedang bereksperiman dengan tubuhku. Memindai bentuk, juga menandai daerah mana-mana yang sensitif. Belajar. Semacam bersiap agar bisa melayani suaminya kelak. Aku dianggap kelinci percobaan. Biar saja, aku tak menolak. Siapa yang bisa menolak ajakan wanita secantik dia?

Jatah yang ia beri untukku memang terbatas di urusan persepongan. Tapi, bahkan dengan itupun aku sudah cukup puas. Entah sudah berapa kali kami melakukan perbuatan mesum itu. Kadang di tempatku, tapi lebih sering di tempatnya tinggal. Malam ini, untuk kesekian kali, dia melayani nafsu syahwatku. Mungkin untuk terakhir kali.

...

Lampu apartemen tak terlalu terang. Lampu utama telah mati, tersisa lampu meja, juga lampu dinding yang masih menyala. Cahayanya remang. Memberi kesan dramatis bagi adegan malam itu. Beberapa kardus tercecer di sekitar ruangan. Barang-barang Ella sebagian besar telah kembali ke tanah air, sisanya ingin ia hibahkan untuk teman-temannya di sini. Malam ini adalah malam terakhirnya di kota ini. Esok dia kembali ke kehidupan normalnya, sebagaimana beberapa tahun yang lalu. Aku yang berniat membantu beberes, berakhir di sini. Di ruang samping, di depan sofa, tempat pertama kali kami bercumbu, dulu.

Awal musim dingin, tapi bagiku tak ada rasa dingin. Aku tengah terbakar birahi. Aksi liar yang diperbuat Ella di area kemaluanku, benar-benar membakarku hidup-hidup. Ella semakin jago. Matanya makin mahir, sesekali melirikku yang tengah tak berdaya akibat kulumannya, merem melek aku. Tatapan Ella benar-benar mengintimidasi. Perbuatan Ella kepadaku seakan menegaskan seperti apa bentuk hubungan kami. Ella dominan, aku didominasi.

Aku, budak setia.

Tanganku hanya sanggup meraih payudara Ella. Tangan yang lain, membelai, kadang berusaha menjambak rambut Ella. Rambut pendek yang kini bernuansa pirang, diwarnainya minggu lalu. Jambakanku kurang mendapati hasil, Ella masih berpakaian lengkap. Layaknya akhwat muslimah dengan gamis putihnya. Kacamatanya pun masih menghiasi wajah Ella yang imut. Kontras dengan badanku yang tak tertutup benda apapun.

Lagi, sedotannya menguat.

Lagi, aku mengerang, menikmati.

"Ooooouugghhhh.... Enak banget sayang,..." kataku.

Aksi Ella tak berhenti. Kali ini mulut itu memompa di adik kecil. Maju-mundur. Aiiihhh, moddyar aku rek...

Nafasku kacau, ritme tak menentu. Pantatku turut bergoyang, terpancing kuluman Ella yang makin liar.

Tanganku hanya mampu menahan kepala perempuan berhijab merah muda. Berharap ia memuaskan nafsuku yang memuncak.

"Aku gak tahan mbak... mau keluarrr..."

Ella justru membenamkan sang pusaka dalam-dalam. Mentok hingga batas tenggorokan.

Lalu sensasi itu datang. Kli-maksimum.

Cproootttt.....crooottt....cruttt.....

Sekian tembakan meletus di mulut Ella, berkedut dalam suasana hangat dan basah.

3 kali.

4 kali.

5 kali...

Mata Ella terpejam. Aku turut terpejam.

Masih kutahan kepala Ella beberapa saat.

Nafsuku perlahan meredup.

Ella berusaha mendorong penisku lepas, menarik mulutnya hati-hati, sembari menahan agar tumpahan sperma terkunci. Upaya yang tak terlalu berhasil, sebagian pejuku tetap meleleh, menetes keluar.

Penisku terlepas. Pipi Ella menggembung, wajahnya yang imut-merona tampak lucu.

Pelan-pelan ditelannya cairan kental itu.

Sekali, dua kali telan. Lalu tiga kali.

Dibukanya rongga mulut di balik bibir pinky-nya yang menggoda. Memastikan ruang itu telah kosong. Pejuku amblas tak bersisa, menuju lambung Ella. Pertama kalinya sang calon bayi ludes di sana.

Kucium kening dan kedua pipi Ella. Tanda terima kasih.

"Nakal banget mas ini," katanya kemudian.

"Kamu yang nakal," ucapku.

Kami lalu berpelukan. Di atas sofa warna gelap. Di bawah cahaya remang yang mengintip lewat jendela.

...

Malam itu kami habiskan berdua. Mengesampingkan kantuk, berkali-kali kami beradegan dewasa. Berkali-kali desahan memenuhi ruang kedap suara itu. Tiga kali spermaku tumpah, terakhir muncrat di wajah Ella, wajah cantik yang seakan tengah dimasker peju hangatku.

Hingga saat terakhir, kami berhasil tak melampaui batas, sekadar acara jilat-menjilat, dan berpelukan tanpa busana. Sampai akhirnya pelukan itu mengantar kami tidur, hingga pagi.

Iya, keperawanan Ella berhasil kami jaga, bersama. Secara fisik lahiriah, betul. Tapi tidak secara batiniah. Jiwa Ella tak lagi perawan.

Ella sudah siap menjalani peran sebagai istri. Istri idaman.

...

Sekian bulan setelah kembali ke tanah air, Mbak Ella menikah. Seorang dokter dari keluarga terpandang di utara Jawa menjadi pria yang beruntung itu. Sampai detik ini, tak pernah lagi kami berkomunikasi. Terakhir kali kudengar pasangan itu melepas kewarganegaraan, untuk menetap di belahan bumi selatan, negeri persemakmuran.


.....bersambung....
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd