Lembar 13 - Langkah Mula
Lokasi hotel ternyata memang cukup strategis. Ada jalan memutar ke belakang hotel, lalu turun ke basement, jalur aman bagi pengunjung yang tidak ingin terlihat dari jalan depan. Di kiri kanan terdapat beberapa penginapan lain, juga gedung bertingkat, cafe, serta arena futsal. Ini memang salah satu pusat perkantoran di kotaku.
Aku segera menuju lobby, mataku awas mengamati sekeliling, berharap tak ada yang kukenal. Aman, sepertinya. Ais sudah menunggu di basement, sabar menanti isyarat dariku. Singkat cerita, sampailah kami berdua di kamar, lantai atas, lantai 6 seingatku.
Seperti biasa, ritual pertama saat masuk kamar hotel adalah memeriksa sekeliling. Kubuka tirai jendela, pemandangan kota tampak jelas. Tiba-tiba kurasakan hangat di punggung.
Ais memelukku.
Pelukan rindu, kurasa.
Kubiarkan ia menikmati momen ini beberapa saat. Aku ikut larut dalam hangat pelukan itu.
Kuputar tubuhku.
"Mas, kangen aku gak sih?" tanya Ais. Ekspresinya berubah, tak seperti biasa saat kami bertemu di kantor. Manja.
Aku tak mau jawab. Kurasa ia tak perlu tau jawabanku, pun ia pasti tau.
Mendadak kucium bibirnya yang merona. Aku tak tahan, gejolak nafsuku sudah berontak sejak beberapa waktu. Kesempatan ini akan kupakai baik-baik. Ciuman kami makin panas. Masing-masing dari kami segera sibuk dengan aktivitas sambilan yang lain, melepas busana lawan satu persatu. Sementara bibir kami terpagut, kami sudah telanjang. Ais full-nude, aku masih menyisakan boxerku.
"Mas, aku mau emut ini," kata Ais. Tangannya telah mencengkeram penisku yang menonjol.
Oh, tentu saja sayang, penisku memang kusiapkan spesial untukmu.
Ais lalu berjongkok, setengah berlutut, dibukanya bingkisan di selangkanganku. Kontolku yang tegang, segera menyembul. Menunjukkan urat-urat yang merindu sentuhan wanita, merindukan mulut Ais. Ais beraksi, digenggam kontol itu, sementara mulutnya menjelajahi area di sekitar bola zakar, menjilatinya. Aku geli luar biasa.
Ah, kenikmatan yang kudamba ini datang lagi.
Aku mengamati setiap gerakan lidah dan mulut binal itu. Menghisap kedua bola berbulu, bergantian. Lidah itu menyusuri setiap jengkal area di pangkal kemaluan, menyapunya perlahan, naik hingga ujung teratas, lubang pipis yang sudah sedikit mengeluarkan cairan pelumas. Cairan itu disedot Ais kuat-kuat.
"Aaaaaahhhh..." aku mengerang, menikmati kelakuan perempuan jalang itu. Mataku terpejam. Tanganku membelai rambutnya yang sudah tanpa hijab, sedikit menahan kepalanya agar tak cepat-cepat melepaskan kontolku.
Gerakan Ais berlanjut, mulutnya memaksa mencaplok batang kaku. Dalam satu gerakan, sang pusaka amblas sudah. Lenyap dalam goa kenikmatan yang lembut, basah, dan hangat. Sesekali gerakan lidahnya menggeliat, menggesek lembut, menimbulkan sensasi geli yang menyelimuti sekujur kontol, lalu menyebar ke seluruh tubuh.
Adoh boss, aku gak tahan. Ini terlalu nikmat.
Badanku lemas seketika, seakan energi yang tersedia tersedot seluruhnya lewat mulut kecil Ais. Hisapan mulut Ais membawaku ke angkasa, melayang di antara awan-awan yang berpencar. Gawat, geli makin menjadi, bisa-bisa bocor duluan.
"Ooooohhh,,,,... sudah mbak, nanti keluar..."
Ais malah makin menggila. Kembali dijilati area di sekitaran peler, seakan menikmati es krim, melumat kontolku yang tegang dan basah itu, kali ini dengan ritme yang ganas.
Aaah. Lonte kesurupan. Aku benar-benar tak tahan. Sisa tenaga segera kukumpul, memaksa agar mulut Ais lepas dari batang itu. Berhasil. Seakan habis menghisap darah, vampir wanita itu menunjukkan ekspresi puas. Ekspresi yang membuat darahku mendidih, syahwatku meninggi, memuncak. Ais makin cantik, aura nakalnya ingin kusesap dalam-dalam.
Segera kudorong tubuh Ais, menghempaskannya ke kasur empuk di belakang. Pahanya spontan mengangkang, menunjukkan liang kenikmatannya yang sudah sedemikian basah, membanjir. Aku tau Ais ingin daging basah itu kujelajahi, dengan lidah atau dengan jari, atau keduanya. Tapi nope. Tapi tidak hari ini, mekimu adalah jatah makan bagi kontolku yang lapar. Dan hanya kontolku yang berhak atas kehormatan menjebolnya setelah sekian lama.
Aku bergegas menindih tubuh Ais. Kuciumi wajah cantiknya, juga area kuping, dan tengkuk, lalu leher di sekitar bawah kuping, spot dengan aroma tubuh terbaik.
"Asaaauuuuccchhhhh....aaahhhh..." Desahan Ais datang.
Desahan erotik, yang lama tak kudengar itu selalu hadir saat leher Ais kegarap. Kunikmati desahan berikut gerakan tubuh Ais yang menggelinjang akibat aksiku di sekitar leher. Aku suka saat tubuh Ais tak berdaya seperti itu, saat aku yang memegang kendali. Sekaligus mengulur waktu, mengistirahatkan kontiku yang hampir jebol akibat sergapan Ais tadi.
Aksiku tak berhenti, kali ini menjajah sekitar bukit kembar Ais. Putingnya tengah mengeras, warnanya gelap, dengan ukuran jumbo. Daging dengan kekenyalan masih terjaga, bukti bahwa belum menyusui balita. Payudara terindah yang pernah kujamah. Tak buang waktu, kupuaskan diriku menyusu di situ, diselingi gigitan dan remasan untuk bukit di sebelah.
"Addduuuhhh....aaahhhh...enakk....gigit masss.....aaahhhh...."
Ais memompa birahi kami berdua, aku makin semangat menyusu, sementara tangan Ais tak kuasa mengacak-acak rambutku. Seakan tak rela susu kenyal itu dianggurkan sekian lama. Gerakan tak terduga Ais, membuatku iri. Adalah tangan kanannya yang menginisiasi gerakan, menelusuri liang kenikmatan yang membanjir, mengelus, lalu mengobok-obok, mencolok-colok mawar di selangkangan itu.
Cukup, lubang itu jatahku.
Segera kutarik tangan kurang ajar itu.
"Itu bagianku," bisikku ke Ais, tepat di samping kuping kirinya.
Kubuka paha Ais lebar-lebar. Ais berusaha menata nafas, lepas dari garapanku.
Tanpa basa-basi, kutusukkan kontolku yang tegang maksimum itu ke lubang kewanitaan Ais.
Tubuh Ais beringsut, sedikit kaget, lalu teriakannya mengiring.
"AAAAwwwwwhhh....oooogggghhhh.......hhmmm...ssshh...aaaahhhh....sakitiiitt....aahahh...sakit masss....."
Tanpa peduli protes Ais, kontolku kupaksa masuk ke batas terdalam, sekali, dua kali hentak. Menerobos tanpa perlawanan. Lalu terbenam seutuhnya.
Kuciumi lagi leher jenjang Ais, dagu, lalu bergeser ke samping, sedikit kugigit manja di sana. Posisi tubuh kami yang menyatu, hangat dan lembut permukaan kulitnya, juga kekenyalan payudara yang menekan dadaku, wangi aroma tubuh dan rambut Ais. Ah, aku ingin menikmati momen ini selama mungkin.
Tanpa komando, pinggul Ais bergerak. Mulanya gerakan lemah, membuat dua alat kelamin yang menyatu itu bergesekan lembut. Makin ke sini makin cepat, makin terasa goyangannya, memberi variasi rasa yang nikmat.
Tangan Ais menahan pantatku, menggodaku untuk terus bergoyang, mengikuti kemauan sang pemilik lubang. Desahan Ais makin tak tertahan.
"Aaaahh... hmmm... ssshhh.. sshhhhhh.... uuuooffhhh..... aaahhhgg...."
Tubuhku seolah bergerak tanpa perintah. Menyodok, menggoyang, mengatur tempo, meremas bagian-bagian tubuh Ais yang sensitif, memaksa perempuan berkulit putih itu mengeluarkan desahan dan erangan yang memacu birahi. Bulir-bulir keringat bercampur dengan aroma parfum Ais, juga aroma tubuhku, menambah kekhusyukan pergumulan kami. Dua manusia berbeda jenis kelamin tengah menjejak nikmat dunia, nikmatnya bercinta.
Gerak dan posisi tubuh makin tak beraturan. Kaki Ais kuangkat tinggi-tinggi, lalu kutekan, kudorong mendekat ke tubuhnya.
"Aaaaaaahhhh.... ini kerasa banget massss..... oooooh...ohhhhh... ohhhhh my god...... ooog yseeesss.. mentok banget sayang... aaaahhhh.... "
Pekikan Ais, setengah berteriak, membakar birahiku dengan api kenikmatan yang tiada tanding. Bangga, puas, memompa semangatku kembali. Aku tau Ais menikmati persenggamaan itu. Mekinya basah luar biasa, cairan meluber hingga alas ranjang putih itu. Pendingin ruangan tak banyak membantu, keringat kami makin deras.
Dalam posisi yang membuatnya menggila itu, tampaknya Ais sudah kehilangan daya perlawanan. Tubuhnya pasrah kuentot sekuat tenaga. Teriakan demi teriakan saat penisku menusuk titik terdalam, makin menenggelamkan sang bidadari dalam lembah kenikmatan. Lembah yang menariknya kuat-kuat. Kenikmatan yang akhirnya menular padaku.
Aku masih ingin bertarung, tapi tubuhku tak kuasa menolak batas kemampuan. Kenikmatan yang kurasakan telah menemukan titik puncak.
"Aku mau keluar sayang...," kataku.
"Di dalam.... masukin di dalam aja...."
Aduuh mak, paripurna pasti. Membiarkan spermaku menjelajah rahim wanita cantik. Fantasi yang liar dan menggoda. Tapi aku bimbang, sisa akal sehatku masih bisa mengontrol bagian diriku yang lain. Aku takut Ais hamil. Iya, sudah bertahun pernikahannya, tak juga diberi momongan, tapi tetap sja ada peluang hamil kan. Aku tak siap dengan konsekuensi lanjutan.
Sesaat jelang puncak birahi, kutarik pusakaku dari arena pertarungan. Setengah merayap, kuarahkan kontol mengacung itu ke muka Ais yang tampak pasrah dan payah. Sembari kutahan dengan tangan, akhirnya muncratlah pejuku ke sasaran baru.
Crrrotttttt.... crroottt....cruuut..... cccrrrrootttt...
"OOOhhhgg...uuuggghhhh....hmmm....uqqqhhhh..." Aku memekik, mengerang bersamaan dengan semprotan sperma.
Sekian kali semprotan itu tumpah, menyebar di wajah Ais yang makin cantik, makin berkilau karena cipratan cairan surga. Mata Ais masih terpejam.
Tanpa kuduga, tangan Ais meraih senjataku yang masih kaku itu. Mengocoknya. Nikmat kembali kurasakan, menumpuk dengan nikmat kepuasan yang baru saja kusesap.
Satu gerakan Ais, menyempurnakan puncak birahi itu, mulut Ais mencaplok kontolku!!!
Mengulum.
Menghisap.
Menyedot sisa-sisa sperma di sana.
Aku kalah. Inilah kenikmatan puncak.
Tak ingin melepaskan nikmat, kutahan kepala Ais di situ. Memaksanya membersihkan kontolku tanpa sisa.
"Aaaahh... iya sayang.. pinter... sedotin semua...." perintahku untuknya.
Sang betina tak banyak pilihan. Kembali dikulumnya penisku itu, menyelesaikan tugas. Menutup klimaksku dengan layanan terbaiknya.
Ais, perempuan cantik yang sehari-hari berpenampilan anggun itu, nyatanya tak lebih dari lonte haus kontol.
.....bersambung....