Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG (Kisah Nyata) Bumbu Kehidupan

Lembar 19 - Untuk Pertama Kali


Semua serba mendadak.

Semua serba buru-buru.

Spontan dan tanpa persiapan.

Tak kupedulikan biaya inap yang luar biasa mahal itu. Seisi dompet, ludes di tangan resepsionis.

Aku hanya ingin memanfaatkan satu kesempatan yang kupunya. Mungkin kesempatan satu-satunya.

---

Nafas kami memburu. Bercampur antara mengejar waktu dan terdera nafsu.

Sesaat setelah pintu kamar kubuka, tubuh Via kudorong ke dinding, mendadak dan sedikit kasar.

"Mandi dulu," katanya.

"Nggak keburu.. " balasku. Segera kucumbu leher Via.

Wangi parfum Via unik. Wanginya segar, dengan aroma kayu basah. Entah wangi apa, belum pernh kutemui sebelumnya. Bagiku wangi aroma pasangan, adalah pemicu gairah seksual paling mujarab. Terlebih aroma di sekitar leher dan tengkuk, aroma yang bercampur dengan wangi alami tubuh si wanita.

Wangi Via ini, menarik untukku. Membangkitkan hawa nafsu. Aku tak sabar, ingin menelisik wangi itu lebih jauh.

Kubuka hijab yang membalut, sedikit kasar.

Via ternyata berambut pendek. Entah kenapa, imajiku membayangkan artis manca, Rihanna.

Kupandangi wajah Via yang tampak pasrah. Matanya mendadak sayu. Bibir dan hidung mungilnya bergerak seirama, mengatur nafas yang ritmenya meninggi tadi. Leher Via jenjang, warna gelap, sawo matang yang terlalu matang, tapi tampak mulus. Ah, tak tahan sudah.

Kembali kusergap bibir Via. Kupagut dengan gerakan tiba-tiba. Lalu pipinya yang tirus. Seranganku bergerak ke kuping, lalu leher dan sekitar tengkuk.

Aaah, wanginya, aroma tubuhnya, aku suka. Aku menggila, hanya gara-gara wangi, syahwatku meninggi.

Via mendesis, desahan lirih.

"Sssssshhh... aaaahhh...hmmmmm....ssssshhhhssssss...."

Berulang, saat lehernya kejelajahi. Satu kali, mungkin karena terlalu gemas, kugigit permukaan kulit yang lembut itu.

Via sedikit berteriak.

"Aaaawwww.... sakit... iihh...."

Kuhentikan gigitan itu.

"Kenapa? Belum pernah dicupang?"

Via menggeleng.

What?

Istri orang, beranak dua, belum pernah dicupang? Belum cukup di-eksplore sepertinya. Aroma kemenangan kurasakan waktu itu.

Kami kemudian berpindah lokasi. Baju Via kulepas satu per satu, kini dia telanjang bulat. Badan Via bagus, tidak terlalu curvy, tidak terlalu seksi, cukup saja. Tapi posturnya yang menurutku menarik. Tinggi kami memang tak beda jauh, proporsi tubuh Via lebih mirip remaja umur belasan, belum ada lemak-lemak khas ibu menyusui, masih kencang, mungkin karena aktivitas fisik yang biasa ia lakukan dulu.

Satu hal yang benar-benar mengobati rasa penasaranku adalah bentuk payudara Via. Besar, kencang, menggoda. Ternyata benar adanya, ukuran jumbo yang dulu ia klaim. Aku mengakua salah menilai.

Warna kulit Via ternyata tidak terlalu gelap, khususnya dari leher, hingga paha. Eksotis, aku suka. Bulu-bulu halus menghiasi beberapa sudut. Mekinya juga menarik, ditumbuhi bulu-bulu halus, yang sepertinya cukup rajin dirapikan. Tapi bentuk bibir vaginanya yang bagiku cukup mengagetkan. Seperti bentuk vagina perawan. Tertutup, tidak menampakkan bentuk daleman, seakan terbungkus kulit seutuhnya. Cara Via menyambut ciumanku tadi juga cenderung kaku. Mungkin Via memang jarang disetubuhi suami. Mungkin Via tidak cukup diajarkan cara-cara berbakti. Satu prasangka yang secara tak sadar membuatku makin semangat. Hari ini akan kuajari Via, cara wanita melayani laki-laki.

Kuposisikan tubuhnya untuk duduk di bed. Aku duduk di sebelahnya, hanya menyisakan celana boxer.

Kami kembali berciuman. Ciuman yang lebih kurang ajar dari tadi, ciuman yang lebih kotor. Permukaan wajah dan sekitar mulut Via kugarap serius, basah, jorok.

Tanganku sibuk meremas, dan memilin puting warna pink-keunguan yang menggantung. Puting yang makin lama makin keras.

Tiba-tiba tanganku terasa basah.

Puting Via basah.

Asi.

Via mengeluarkan Asi.

Baru kusadari, anak Via memang belum genap satu tahun.

Via adalah ibu menyusui!

Gerakan kami tertahan sejenak.

Aku sebenarnya tak terlalu suka yang becek-becek. Menyusu istriku saat dia mengeluarkan asi-pun selalu kuhindari.

Entah dapat dorongan dari mana, susu Via yang besar, kencang, dan mengeluarkan cairan nutrisi bayi itu berhasil menggodaku.

"Nyusu ya Vi" kataku, basa-basi minta izin.

Via tak menjawab.

Bodoamat.

Segera kugeser posisiku, kini berlutur diantara paha Via. Wajahku tepat menghadap dua bongkahan daging kenyal yang menanantang itu.

"Happ...."

Kucaplok nenen Via, sebelah kiri.

"Hmmmmm.... aaaahhh... " Via mendesah saat puting itu kusedot manja, kukenyot dari lembut hingga menjurus kasar, lalu kuhisap kuat-kuat.

"OOOoooggghhhh... My God.... " Desahan Via tak tertahan lagi.

Asi mengucur, cukup deras, tidak sampai muncrat. Kusesap semua cairan itu.

Asinnya tipis, manis tipis. Seperti rasa produk susu kalengan bergambar beruang. Sedikit mirip santan.

Susu Via yang kanan ikut mengucurkan cairan itu.

Segera kupindah haluan, menyosor bukit sebelah.

Desahan Via datang bertubi-tubi.

Aku memuaskan diri, menikmati asi dari wanita bersuami yang seharusnya untuk sang bayi.

Biarlah. Kurasa produksi asi Via tak akan terganggu, mungkin malah lebih lancar akibat kusedot kuat kuat, hehehe...

Puas menyusu, lanjut kujelajahi tubuh bagian bawah.

Perutnya cukup rata untuk ukuran ibu-ibu yang baru melahirkan. Sedikit lipatan dan garis-garis di permukaan kulit bekas kembang-susut. Tak masalah, bukan bagian favoritku juga.

Lanjut turun, kujumpai meki tertutup itu.

Kuhentikan gerakanku sejenak. Sekadar menikmati pemandangan indah, gundukan daging milik sahabatku, yang akan kunikmati sesaat lagi.

Sekali lagi, kutegaskan, aku tak terlalu suka barang-barang becek.

Itulah alasan utama, kenapa aku anggap meki Via adalah pemandangan indah. Tidak ada cairan yang membanjir saat itu, sedikit rembesan ada, tapi tidak dalam porsi yang berlebihan.

Segera kuciumi sekitar selangkangan itu.

Lidahku mengorek-orek permukaan bibir liang wanita Via.

"Ooooohhhh... massss... jangan..... aaaahhh.... geli..... "

Desahan Via mendadak keluar. Badannya bereaksi, beringsut, berusaha lepas dari sergapan mulutku.

"Kenapa? belum pernah dijilatin?"

"Belum... Jijik ih," jawabnya.

Alah mak, ini anak perawan atau bini orang sebenarnya?

OK. Kuturuti permintaan Via. Toh hari ini memang hariku. Aku yang minta dipuaskan. Via yang harus melayaniku.

Aku berdiri.

"Lepasin celanaku, sayang," perintahku.

"Gak usah panggil-panggil sayang deh... ngapain coba..."

"Boleh donk. Tadi aja kamu manggil 'mas'"

Suasana hening sebentar.

"Keceplosan" kata Via.

"Gak ada cerita. Alasan apa itu?"

Tanganku kini memijat lembut pundak Via, mengelus leher dan tengkuk, lalu menyentuh permukaan bawah dagunya, ujung garis muka yang tegas.

"Lagian cuma sekali ini kan. Gapapa kali panggil sayang," ucapku.

Via hanya terdiam. Tangannya sibuk melepas boxerku.

Penisku spontan mengacung, menunjukkan kegagahannya yang tak seberapa itu.

"Bawel ah,.. udah ni kulepas. Masukin gih" kata Via. Tubuhya segera beranjak mundur, seolah ingin segera berbaring.

Kutahan pundak Via, memaksa tubuhnya kembali ke posisi tadi.

"Eeeehh.. enak aja. Belum ngaceng ini." kataku.

"Lha terus? Mau dikocok?"

"Iya dong. Pake mulut, diemut."

Ekspresi Via berubah.

"OGAH..." katanya. Matanya memandangiku dengan aura ketegasan.

Aku ikutan kaget donk.

"Loh kenapa? Belum pernah nyepong juga?"

"Jorok tau... gak mau aku... yang standar-standar aja ngapa sih?"

Yang standar-standar???

Aku bingung sodara-sodara.

Seks standar maksud Via?

Yang seperti apa itu seks standar?

Oral seks termasuk standar bukan sih?

Ah, tobat rek!

"Oooh, belum pernah nyobain nih ceritanya. Hmmm... ini kita cuma bakal ML sekali ini kan? Gak ada ruginya kan kalo nyoba? Kalau gak suka ya gak usah diterusin, simpel" ucapku, berusaha meyakinkan Via.

Via masih terdiam. Wajahnya tak lagi memandangku, tampak tengah berpikir, menimbang-nimbang. Entah kenapa, aku merasa Via tengah memperhatikan bentuk penisku yang setengah ngaceng itu.

"Fine. Sekali ini. Kalo gak doyan, aku lepas"

"Iye.. iye, bawel ah. Buruan, udah jam enam ini," kataku.

Tangan Via segera menggenggam batang itu.

"Gede juga punyamu, gak cocok sama badanmu yang dulu kurus kering"

Aku tak sempat mengomentari ucapan itu, mulut Via bergegas mencaplok sang batang.

"OOOuuuuugghhhhhh.....," aku mengerang.

Kuluman Via kasar, kena gigi di sana-sini. Benar-benar nubie.

Hanya sebentar, dilepasnya lagi batang itu.

Aku kadung terengah-engah.

"Lagi donk," pintaku
.
Via tampak ragu. Tangannya aktif, mengelus otot berurat itu.

Kembali, bibir tipisnya menyentuh ujung penis. Lembut kurasakan.

Geli.

Sekali hentak, mulutnya sekali lagi melahap kontolku.

Ah, enak banget.

Kali ini, kuluman Via sedikit lebih niat. Lidahnya kurasakan sedikit bergoyang.

Geli banget, sumpah.

Tangan Via masih tertahan di pangkal kontol, mengurutnya lembut.

Mulutnya sibuk menjilati kepala kontolku yang sedikit mengeluarkan pelumas.

Mata Via terpejam, mungkin menahan jijik. Kurasa mulutnya tak terlalu peduli dengan prasangkanya di awal.

Bibir mungil itu seakan menggila, menjelajah tiap sisi dari batang kejantananku yang semakin kaku.

Sekian detik berlalu, sepongan Via makin halus. Dia cepat belajar.

Tanganku menahan rambut Via yang lembut itu.

Mataku terpejam, menikmati sensasi geli yang menggelitik, mengaktifkan syaraf-syaraf kegembiraan. Merangsang anganku pergi, melayang, menyesap kenikmatan yang selalu diinginkan tiap lelaki.

Istri sahabatku, tanpa busana, tengah mengoral kontolku, dengan kesadaran penuh.

Sensasi luar biasa yang kurasakan ini. Tiada tanding.

"Enak kontolku sayang?" kataku, di sela sela desahan yang tak bisa lagi kutahan.

Via tak menjawab. Aku berasumsi, dia tengah menyesali penolakannya tadi, mulutnya berbicara dengan aksi. Ada sensasi hisapan, kuluman, jepitan hangat, sedotan, dan sedikit garukan dari giginya yang belum cukup terlatih. Semua bercampur, memaksa batang itu ngaceng maksimal.

Geli memuncak.

Gawat.

Aku bisa crot duluan.

Nope.

Kulepaskan penis kaku dan basah itu, kutarik paksa.

Mulut Via yang basah, dengan air liurnya yang menetes tak beraturan, tampak jelas di bawah sana.

"Keenakan ya sayang? Hehehe... Sekarang giliran kamu yang kubuat enak."

Kudorong tubuh Via, kuhempaskan di bed. Via memosisikan tubuhnya, mencari posisi nyaman, tubuh itu tampak berkilauan akibat keringat yang perlahan mengucur. Panas. Ruangan ini panas. Oh tentu saja, AC belum hidup. Kuarahkan pandanganku, menelusuri sudut ruangan. Remot AC tak terlihat.

Mendadak tubuhku terdorong ke bawah, menghimpit tubuh Via. Kurasakan dadaku menempel payudara Via yang kenyal dan lembut, juga sedikit basah akibat asi yang merembes.

Via menarik leherku turun, memaksaku berciuman.

Ciuman yang berbeda.

Ciuman nafsu.

Nafsu sudah membakar Via ternyata.

Kuduga karena sepongan tadi.

Kulayani ciuman panas itu. Tak lagi peduli dengan suhu ruangan yang tak bisa dikatakan sejuk.

Cukup lama kami bergumul, saling memagut, leher, dan pipi, dan wajah, dan kuping. Kami saling jelajah. Nafas memburu.

"Masukin... " pinta Via, di tengah-tengah pergumulan itu.

Oh, siap tuan puteri.

Kuperiksa penisku. Masih tegang. Ready.

Kuarahkan batang kaku itu ke mulut vagina. Kugesek perlahan di sana. Agak becek, hanya agak.

"OOOOwwwwhhhhhh....." Via mendesah hebat. Padahal belum ada barang yang masuk.

"Sakiiittt..." katanya lagi.

Hah? Sakit?

Belum pernah ML jangan-jangan?

...bersambung...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd