Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG (Kisah Nyata) Bumbu Kehidupan

Lembar 20 - Lantai Tujuh


"Mau kujilati dulu? Sebentar saja?" tanyaku.

Via menggeleng.

Aku mencari jalan lain, kuduga lubang itu belum siap tempur, masih terlalu kaku dan kering, belum cukup basah dan elastis. Mungkin memang Via belum pernah dijamah sejak melahirkan anak kedua, tahun lalu. Aku yang akan menggaulinya, untuk pertama kali.

Kumasukkan jariku ke lubang itu.

"Auuuuccchhh.... ssshhh... aaaahhh.... sakiiiittt," Via mendesah, bercampur teriakan kecil.

"Tahan ya sayang, pelan-pelan kok ini," kataku, berusaha meyakinkan.

Tangan Via yang tadi berusaha menahan gerakan tanganku, kini meraih sprei di kiri kanan, meremasnya kuat kuat, saat jari-jariku menjajah liang senggama itu.

Wajah Via makin cantik, bibir bawahnya dilipat, matanya merem melek.

Desahan desahan erotis mewarnai seisi kamar.

Jariku menari di dalam goa kenikmatan.

Tempo pelan, lalu naik perlahan.

Menjangkau area sensitif wanita.

Membuat tubuh Via menggelinjang, beringsut kanan-kiri.

Kupercepat kocokan jariku.

Liang itu makin basah, tidak secepat yang kuduga.

Seingatku, saat bersama perempuan-perempuan yang pernah kugauli, meki adalah organ yang mudah basah. Kadang cukup dengan ciuman. Ais bahkan lebih ekstrim, belum diapa-apain sudah basah duluan. Sangean emang tuh lonte.

Yang ini lain.

Cukup lama liang itu kujejal, belum banyak pelumas yang keluar. Mirip-mirip istriku, butuh usaha ekstra untuk bikin mereka basah.

Satu yang kunikmati dari lubang itu, ukurannya sempit.

Keset, nyaris seperti memek perawan.

Dokter bantu saat persalinannya pasti ciamik ini.

Sepertinya cukup, sudah saatnya lanjut.

Waktu juga semakin malam.

"Masukin sekarang aja lah ya," ucapku padanya. Jariku nyaris kebas, mengobok-obok sumur senggama itu.

"Hmmmm..." kata Via.

Aku tak terlalu jelas mendengarnya. Kuanggap iya aja lah. Kelamaan.

Kembali penisku kuarahkan ke bibir vagina. Kuelus sebentar, mengembalikan kekakuan yang sempat melemah saat kujelajahi meki itu dengan jari.

Kugesek perlahan.

Via kembali melenguh. Badannya beringsut, geli mungkin.

Tanpa banyak tanya, kumasukkan kepala kontol.

"OOOoooowwwhhhh...oooowwhhh.....uuuuggghhhh.... " Desahan Via menjadi-jadi.

Aduh, syahwatku terpacu.

Segera kudorong kontol itu sekuat tenaga.

Pusaka tumpul itu menghujam meki Via. Kutindih tubuhnya, mulutku menyosor di leher, menyesapi aromanya yang membius.

"Aaaaaaahhhhh..... awwwww.... sayang...... ooooowwwhhhh," Via berteriak, kencang, membahana. Menggetarkan sukma. Mmm.. tidak, maaf, yang terakhir agak berlebihan.

Lenguhan panjang. Tanda nikmat, atau sakit?

Kurasa nikmat. Buktinya, sempat memanggilku 'sayang'.

Paha dan kaki Via mencengkeram tubuhku, memeluk tubuh bagian bawah, menahan agar tubuhku tak macam-macam. Seakan tak rela jika batang itu kutarik.

Kurasa Via sudah takluk.

Tubuhnya jadi milikku, setidaknya untuk saat ini.

Kontolku masih tertanam.

Kembali kami berciuman. Kuciumi pula seluruh bagian wajahnya yang memerah. Lalu kembali leher dan tengkuk.

Rambutku berantakan, diacak-acak tangan Via yang usil sejak tadi.

Tangan usil yang kemudian memelukku.

Jepitan dan kedutan mekinya luar biasa enak.

Lembut, hangat, basah, keset, geli karena bulu-bulu halus, sempit, menjepit penisku dengan ritme dan daya pijat yang memabukkan.

Penisku benar-benar dimanjakan di dalam sana.

Aku ingin menikmati momen-momen ini barang sebentar, kubiarkan penisku menyesapi nikmat meki sahabatku.

Tak ada goyangan, tak ada hujaman, tak ada gerakan.

Diam saja.

Hening.

Tubuh kami jadi satu.

Cukup.

Saatnya menikmati Via.

Kembali kuciumi tubuh bagian atasnya.

Pantatku mulai bergerak, bergoyang pelan.

"Ohwwwwwwhhhhh.... Hmmmmmhhh... AAhhhhhh.... Ooooowwhhhh... "

Desahan Via itu. Desahan nikmat yang memanjakan birahi. Desahan yang dulu hanya bisa kubayangkan, menemani fantasi kala remaja.

Tubuh sahabatku mandi keringat, basah, pasrah, akibat sodokan-sodokanku yang makin liar.

Tempo kupercepat.

Desahan Via tak lagi terkontrol.

"Titit mu ....Oooohhh... Enak.... Aaaaahhh.. Owwwwwhhhh... "

"Bukan titit sayang, ini kontol, enak ya?"

"Hmmmm..... Aaah.. iyaaaahhh.... OOOooohhhh....kontolmu.... ooohhhhmmm.. enak,,,.... "

Puas dengan pengakuan itu.

Kupindahkan posisi tubuh Via. Miring.

Satu kakinya kuangkat ke atas, membuat paha Via mengangkang lebar, mengundangku untuk masuk kembali.

Kembali kuhujamkan kontol ngacengku, masih lapar dia.

Desahan, desisan, dan erangan Via membahana.

Membawa nafsu kami mendaki lagi tangga-tangga kenikmatan.

Meki Via yang sempit menyambutku, kembali.

Sempit.

Pijatannya enak.

Halus dan geli.

Lembut dan becek.

Iya, meki itu akhirnya basah, permukaan luarnya becek akibat tak mampu menampung pelumas dari dalam.

Cukup lama kami ngentot di posisi miring.

Posisi ini ternyata enak juga.

Kontolku terasa mentok, amblas tak tersisa.

Dari posisi ini pula, bentuk pantat Via tampak jelas.

Bulat dan kencang.

Dengan ukuran yang pas. Tidak besar, tidak kecil.

"Doggie yuk sayang," ajakku.

Via tak menjawab.

Mulutnya sibuk mendesah sejak tadi.

Tubuh Via tampak lemas, kehabisan tenaga, mungkin senggama ini terlalu melelahkan baginya.

Mudah saja tubuh itu kubalik.

Pinggang Via kuangkat, posisi tubuhnya kini nungging.

Tetek Via yang besar tampak terhimpit badan itu, pasrah berbaring.

Lubang pantat Via terlihat bersih, mekinya juga. Dari sini seluruh bagian itu tampak jelas. Bersih terawat.

Aku tak sabar.

Kuciumi bongkahan itu.

Sesekali mampir di sekitar lubang anus dan mekinya yang sudah membanjir.

Via bereaksi geli.

Nada dan suara desahannya berubah, saat kedua lubang itu kuciumi. Padahal aku belum berniat menjilat.

Sudah tak ada waktu.

Kudorong penisku masuk memek Via lagi. Dari belakang.

Tubuh kami bergoyang.

Goyangan kali ini terasa nyaman. Gerakan Via tampak alami. Mungkin gaya ini yang sering ia praktekkan.

Aku berusaha meraih susu Via di bawah. Sulit ternyata.

Hanya bisa kuraih satu bagian.

Sudahlah, pantat ini lebih menarik.

Kutampar berkali-kali.

"Auuuwcchhh,..... Aaaahhhh.... Oooghhhhhmmmmhmmmm.. mmmhh ssssshhh...."

Via tampak menikmati siksaan itu.

Oh, mungkin ia memang suka dikasari.

Kembali kuhujamkan penisku, lebih kuat, lebih dalam.

Via mengerang.

"Oooowwww... sakit... aaaahhhh...."

Aku tak peduli dengan protesnya.

"Cplok....clek....cpolkkkkkh...."

Suara kelamin kami beradu, membunyikan latar pertempuran surgawi yang tengah kami tempuh.

Kocokanku makin liar.

Desahan Via semakin tak terkendali.

"Fak... Fak,... Fak... Ooohh... Aaaahh.... Massss.. oooh..."

Birahiku memuncak, pertahanku sebentar lagi jebol.

Segera kubalik tubuh Via yang makin lemah.

Wajah Via memerah, lemas, terbujur dengan paha yang setengah mengangkang. Susunya tetap tampak kencang, menantang, juga basah.

Sekejap aku berpikir, di mana akan kulepaskan pejuku?

Ah, peduli setan. Aku hanya pengen ngentot.

Kembali kutindih Via, penisku kembali menjelajahi mekinya yang berkedut sejak tadi.

Kuciumi leher dengan aroma khas itu, kubisikkan sesuatu.

"Keluarin di dalam ya? Anak ketiga buat kamu."

Via tampak kaget, di tengah dayanya yang makin terbatas, matanya tampak terbelalak.

Entah apa yang ada di pikirannya. Pikiranku sudah jelas, akan kuhamili dia.

Geli-geli di selangkangan tak bisa lagi kutahan.

Sudah di ujung.

Akhirnya...

"Crooottt...cruttt...crrotttt...Crrooootttttt... Crrrrooooottthhh..."

Pejuku muncrat di dalam. Banyak, berkali-kali.

Lenguhan panjang kulepaskan. Tanda bukit kepuasan berhasil kudaki.

Kutahan Kontolku di sana.

Memastikan setiap tetes peju itu masuk ke lubang nikmat, berharap sebagian dapat melaju ke rahim wanita sahabatku yang tengah tak berdaya.

Aku terkapar, ambruk tepat di badan Via yang basah oleh keringat.

Masih sempat kudengar suara itu.

"Thanks..."

...

Aku sempat terlelap. Sebentar.

Terpaksa bangun, karena perasaan aneh di selangkangan.

Kubuka mataku.

Oh Fuck...

Penisku tengah tegang berdiri.

Via menjilatinya, rakus, liar, dan kasar!

Perempuan ini sudah gila!

Desahanku tak tertahan.

"Aaaahhh... Ngapain lo.... Ooooohhh.. Sssssshhh..."

Kesadaranku belum pulih betul.

Tak siap dengan serangan tanpa pemberitahuan itu.

Tanganku hanya sanggup membelai rambut pendek Via yang sudah acak-acakan.

Via terus saja mengulum kontolku. Batang yang kini ngaceng maksimal.

Aku selalu lemah saat dihisap.

Kali inipun demikian.

Pasrah saja. Kubiarkan si wanita bergerak bebas. Suka - suka dia.

Via yang sebelumnya mengaku jijik dengan adegan oral itu, kini justru sedang panas, menggila mengulum kontolku.

Kurasa dia sudah ketagihan kontol.

Aku senyum-senyum sendiri.

Bangga sebagai laki-laki.

Cukup lama dia mengoralku. Gerakannya semakin mahir, buah zakarku tak luput dari jilatannya.

"Kontolmu bersih... Dan besar... Aku suka," ucapnya, layaknya anak kecil yang mendapatkan hadiah eskrim favorit.

"Iyaaahhh... ooohh.. hisap sayang... iyaaaaah.... terus sayang... lebih dalam... " kataku, berusaha memberinya semangat.

Kontolku tegang luar biasa.

Tak kuasa menahan geli.

"Aku keluar sayang..." ucapku.

Kutahan kepala Via, agar tak lepas dari pusaka yang sebentar lagi melepaskan ajian.

Kurasakan sedikit perlawanan darinya, berusaha lepas dai sergapanku.

Gerakan yang sia-sia cantik, aku lebih kuat.

"Crrooorrrrttt.... Crrrutttt... croottt"

Kali ini pejuku muncrat di dalam mulut Via. Tidak sebanyak ronde pertama.

Kepala wanita berkulit gelap itu berhasil kutahan.

Matanya terpejam.

Entah kesakitan, entah menikmati.

Kudorong penisku lebih dalam.

Memaksa Via menelan sebagian peju.

"Telan sayang, habisin pejuku, hisap kuat-kuat. Jangan berani lepas sebelum bersih ya"

Perintahku tegas dan jelas.

Via tak punya pilihan.

Peju itu ditelannya. Sebagian luber, menetes ke luar.

Aku puas.

Aku dipuaskan Via.

Tiba-tiba tenaga Via kembali, ditariknya kepala itu dari selangkanganku.

Wajah cantiknya tampak kepayahan. Air mata menetes dari ujung mata indah itu.

Lalu..

"Hooooeeekkkkk...."

JACKPOTTTT!!!!!

Via muntah!

Tepat di samping pahaku.

Mengeluarkan sperma yang sempat ia telan tadi.

Mengotori sprei putih itu. Sebagian memercik ke tubuhku bagian bawah.

Hmmm... Sore ini tidak sesempurna yang kuharapkan.

...

Jam menunjukkan delapan lewat.

Via telah berpakaian rapi. Bersiap kembali ke rumahnya. Beberapa nada miscall sempat kudengar tadi. Kurasa dari Dion.

Sorry bro, istrimu kupinjam sebentar, sekadar penghangat untuk awal malam ini.

Di luar sana, hujan rintik.

Dari lantai tujuh ini, pemandangan kota tak terlalu jelas. Lampu-lampu berkelip memberi nuansa syahdu.

Aku belum berpakaian, telanjang bulat, sebagian tertutup selimut tebal. Badanku belum pulih betul, tenaganya habis disedot Via di ronde kedua tadi.

"Udah..." kata Via yang bergegas menuju pintu keluar.

Mungkin maksudnya untuk pamit.

Mungkin bingung dengan kata-kata pisah yang harus ia ucapkan.

Momen ini memang tak pernah kami duga.

Bersenggama dengan sahabatku, sungguh tak pernah terpikir sebelumnya.

Terlebih dengan Via, istri sahabat baikku. Ah tidak tidak, bukan sahabat, Dion sudah kuanggap saudara.

"Ini yang pertama, sekaligus terakhir?" tanyaku.

Via sudah sampai di pintu keluar. Tangannya menyentuh gagang pintu.

Kembali kudengar nada panggil dari smartphone Via. Dion pastinya.

Via mematikan nada itu.

"Iya," jawabnya.

Wajah Via menengok ke arahku, menampilkan tatapan nanar, dilengkapi dengan senyum misterius itu, tipis dan penuh arti.

"Kecuali kalau khilaf."

...bersambung...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd