25
WARUNG KOPI DAN MIE REBUS
DI PERTIGAAN JALAN DESA
Kalau dilihat dari atas, pertigaan Jalan Desa Leuwicai dan Leuwigoong di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor Selatan, bentuknya seperti huruf Y besar. Jalan kecil yang menceng ke sebelah kiri, menuju Leuwigoong dan yang menceng ke kanan menuju Leuwicai. Sedangkan jalan utamanya yang lurus adalah Jalan Kecamatan yang menuju ke kota Bogor.
Warung kopi dan Mie Rebus itu terletak di tengah-tengah jalan desa yang menceng itu.
Pelayan sekaligus pemilik warungnya adalah seorang gadis yang sangat belia, cantik, tinggi dan putih, tapi julid. Alias teramat sangat judes. Selama berjualan, gadis belia yang julid itu dibantu dan ditemani oleh kakek dan neneknya.
Meski pun pelayannya julid, tapi para pelanggan yang umumnya laki-laki itu sering kehabisan tempat duduk yang berupa bangku panjang sederhana terbuat dari papan. Tempat itu selalu penuh. Mereka berlomba-lomba memperebutkan perhatian pelayan julid yang melayani pelanggan sambil menggendong seorang bayi.
Bayi itu adalah anaknya. Diberi nama Darius. Nama itu diambil dari huruf-huruf yang sama dengan nama ayah kandungnya.
Pelayan julid itu bernama Shanti. Dia hamil ketika duduk di bangku SMU, kelas 10 pertengahan semester 2. Tapi dia tidak berhenti sekolah walau perutnya buncit karena mengandung. Pada akhir semester pertama kelas 11, dia melahirkan. Dan dia tidak berhenti sekolah walau harus sambil menyusui bayinya.
Perjuangannya membesarkan bayinya, di tengah cibiran teman-teman dan hinaan para tetangganya, bukanlah sesuatu yang ringan. Tapi mental gadis kecil itu sekuat baja. Bahkan orangtua dan kakaknya pun tidak mensupportnya. Hanya kakek dan neneknya saja yang setia dengan penuh kasih sayang, ikut membesarkan cicitnya.
Yang hebat, bayinya tidak pernah rewel, bahkan boleh dikata tidak pernah sakit.
Bayi itu sangat tampan sekali. Hidungnya demikian mancung, rambutnya ikal sedang dan kakinya panjang. Selain kulitnya yang putih bagai susu, bayi itu pun memiliki sebuah keistimewaan yang akan menjadi dambaan setiap wanita: penisnya besar dan gagah.
Jika melihat penis itu, Shanti selalu tersenyum karena mengingatkannya pada penis ayahnya.
26
Malam itu, di pertigaan jalan itu, orang-orang dari berbagai desa sekitar datang berduyun-duyun memenuhi seluruh ruas jalan hingga penuh. Mereka ada yang membawa alat-alat kesenian tradisional, terompet, ada yang membawa kembang api dan lain sebagainya. Mereka bersorak sorai hingga menjelang pagi. Merayakan malam pergantian tahun.
Sudah tradisi, setiap malam tahun baru, pertigaan jalan itu menjadi titik pusat berkumpulnya orang-orang yang ingin merayakan pergantian tahun.
Di antara kerumunan orang yang padat, sebuah mobil merayap pelahan membelah massa dan berhenti di pinggir warung kopi itu. Pengemudinya ke luar dan mendekati warung yang dipadati pembeli.
Pengemudi itu lalu diam di dekat warung dan menatap pelayan julid yang melayani pesanan sambil menggendong anaknya. Dia tidak memesan apa pun.
"Pesan apa Pak? Kopi atau mie rebus?" Tanya sang pelayan
"Aku pesen kamu dan anakku." Kata sang pengemudi.
Pelayan julid itu melotot. Marah. Tapi ekpresi wajahnya dalam sekejap berubah menjadi sangat gembira.
"Sssttt." Si pengemudi mobil itu menempelkan jari telunjuk di bibirnya. Pelayan julid itu pelahan ke luar dari warung secara diam-diam.
"Om, Shanti dan Darius kangen."
"Jangan panggil, Om. Aku akan menikahimu." Kata pengemudi itu. "Yuk, kita pergi."
"Tunggu sebentar."
"Tinggalkan saja warung ini."
"Bukan. Kakek sama nenek. Mereka boleh ikut?"
"Boleh. Cepat bawa mereka masuk ke dalam mobil."
Mobil itu meneruskan perjalanan, berjalan pelahan membelah massa. Lalu melaju lurus ke arah Kota Bogor dan menghilang di telan kemeriahan tahun baru.