Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT KISAH PETUALANGAN SURADI

Bimabet
Om Suhu ini luar biasa
Cerita jempolan

Aktif dan komunikatif pula

Apresiasi untuk Anda


Tetap semangat, terima kasih atas ceritanya yg sangat menghibur
 
flashback lin lin surprise banget
& handono nggak keliru punya menantu lin2 yg benar2 kuat
 
Puspa terdiam sejenak.
"Kamu takut siapa? Aku janda. Tidak akan ada orang yang menuntutmu."
"Bukan juga." Kata Suradi sambil menyesap kopinya sampai habis. Mengisap kreteknya dan membunuh puntungnya di asbak. "Sebaiknya saya permisi pulang." Kata Suradi dengan nada bergetar.
*********************************

Luar biasa Suradi. Wajib berguru suhu...
ha ha ha... tetju yang hina ini mana berani mengajari para suhu di sini
 
Setelah marathon dari halaman 1 smp 21 akhirnya selesai juga.
AMAZING !!
Keren banget, khususnya kisah ttg Winda dan Ugi.
Itu kalo boss sinetron negeri ini baca mungkin bakalan dibikinin sinetronnya.

Makasih kang untuk cerita2 yg bagus ini.

Btw Suradi itu pemangsa atau justru korban dr wanita2 itu?
Korban yang dengan sukarela menyerahkan tubuhnya untuk dinikmati 😁
kira-kira suhu sendiri gimana?
 
Saya kok ngak yakin Lin Lin cinta pertama suradi. Kalau suradi cinta pertama sepertinya ia. Saya prediksi wanita sebelum Lin Lin masih banyak dan akan muncul lagi... Kalo boleh diurut mulai dari Dewi (suradi mandor muda, ngewe sama istri bos). Lalu rosa, ditolong suradi saat masih jadi mandor. Melinda, disayangi Suradi saat jadi mandor..

Sebelun suradi saya pikir kecenderungan yg ada, pasti ada wanita-wanita lainnya. Bagi Suradi, malinda tidak begitu berkesan atau karena malinda sdh banyak make over jadi tidak bisa dikenali oleh suradi.. Namun suradi adalah cinta pertama melinda, jadi sangat berkesan..
hmmm.... mungkin ya mungkin tidak.... he he he
 
7

Satu-satunya tujuan Melinda pergi ke Singkawang adalah merebut posisinya di Global Mandiri, andai dia bisa memenangkan proyek 1,3 Triliun itu, sudah pasti dia akan pindah ke Jakarta. Tapi dia gagal.

Kegagalan yang membawa berkah.

Pertemuan yang tak disengaja itu membuatnya ingin terus bertemu Suradi. Dia menelpon Kak Suzie dan memintanya untuk tidak membatalkan proyek kecil bernilai 2,2 M di Kertajati.
"Biar saya kerjain, Kak." Katanya. "Lumayan buat nambah-nambah kepercayaan PT Angkasa Pura."
"Tapi untungnya kecil, Mel. Kamu lagi butuh duit?"
"Enggak. Buat ngetes seorang kontraktor."
"Oh, begitu. Tapi kamu langsung mensurvisinya kan?"
"Ya, iya lah. Saya sendiri yang akan langsung mengawasi."
"Sip, udah mau bantuin. Nanti Kak Suzie telpon Pak Zein, kepala BUMNnya."
"Siap, Kak."

Sore itu juga dia menelpon Suradi untuk bertemu pada malam harinya. Melinda sangat tidak sabar menunggu saat itu tiba. Dia sudah mempersiapkan ruang VIP khusus untuk meeting berdua. Hanya berdua.

Jantungnya berdegup kencang ketika melihat Suradi. Dia mengenakan kemeja flanel putih lengan panjang, yang digulung sampai sikut. Sopirnya yang tinggi kurus, mengenakan safari biru tua, mengintilnya dari belakang.

"Pak Suradi, mohon maaf jika sambutannya kurang berkenan. Saya Melinda Liem, yang tadi siang menelpon bapak. Silahkan, Pak." Katanya. Melinda merasa suaranya gemetar.
"Sopir saya boleh ikut, bu... saya pangil Ibu Mel atau Bu Linda?"
"Jangan pake Bu, Pak. Koq rasanya saya jadi lebih tua 10 tahun. Panggil saja, Linda. Boleh. Nanti di belakang ada ruang khusus untuk sopir."
"Kalau begitu, Linda juga jangan memanggil saya Pak, Suradi saja. Kalau dipanggil bapak rasanya saya lebih tua 12 tahun."
"Ha ha ha, Suradi bisa saja." Katanya. Dia masih lucu seperti dulu.

Apakah dia sudah mengenali Lin linnya ini? Apakah dia tahu Lin linnya ada di sampingnya, berjalan berrendengan dan tak tak tahan ingin memeluk lengannya? Apakah dia masih mencintai Lin linnya atau hatinya telah berubah?

"Tidak. Dia tidak mengenali aku." Bisik Melinda dalam hatinya.

"Silahkan Pak Sur, eh, Sur. Silakan." Kata Melinda. Suradi duduk di sofa di depannya. Wajahnya seperti ketakutan.
"Terimakasih, Bu. Eh, Linda. Ini ruang VIP ya?" Suara Suradi terdengar gemetar. Dia dua kali membuang muka dan mengusap dengan kedua tangannya. "Apakah dia sedang mencoba mengingat aku?" Bisik Melinda dalam hatinya.
"Ya, biar lebih santai." Kata Melinda.
"Rasanya agak terlalu berlebihan." Katanya sambil tersenyum.
"Tidak juga. Biasa saja. Saya sudah pesankan minuman. Mau sekalian dengan makan malam?" Kata Melinda, dia yakin Suradi pasti menolak.
"Itu lebih dari cukup. Tidak. Terimakasih." Kata Suradi. Tiba-tiba saja dia menjaga jarak. "Bagaimana kalau langsung berbicara bisnis?" Katanya.

Melinda diam. Dia tidak tahu bagaimana caranya agar dia bisa memulai sedikit saja untuk membuka pembicaraan yang lebih pribadi.
"Bagaimana keluarga di rumah?" Tanya Melinda.
"Mereka baik-baik saja, terimakasih sudah bertanya."
"Sudah punya istri, Pak, eh, Sur?"
"Sudah. Anak saya satu, laki-laki."

Melinda melihat lelaki itu tidak begitu suka membuka dirinya. Dia sepertinya menjaga jarak dan hanya ingin berbicara bisnis. Itu artinya, dia pasti tidak tahu kalau Lin linnya yang dulu, sedang duduk di hadapannya.

Melinda tersenyum.

"Begini, Pak, eh, Sur. Kami punya proyek di kertajati, nilainya 2,2 M, semua spek dan SPKnya ada di sini." Melinda mengeluarkan sebuah map tebal. Suradi mengambilnya dan langsung membacanya dengan tekun dan teliti.
"Perkiraan keuntungannya 10%. Saya tawarkan 6:4." Katanya. Tapi lelaki itu tidak segera menjawabnya, dia terus saja bertekun dengan berkas-berkas itu dan membolak-baliknya.

"Dia sangat teliti." Kata Melinda dalam hati. Sepasang matanya nyaris tak kuat menahan rasa haru.

"Kami bisa mengerjakannya. Tapi tawarannya di balik ya jadi 4:6." Kata Suradi. "10% itu masih kotor, Bu. Tapi kalau mau, dari keuntungan bersih, bagaimana kalau fifty fifty." Katanya. "Itu lebih masuk akal."

Melinda ternganga. Suradi ternyata sangat jago bernegosiasi.
"Ini pasti langsung disupervisi sama Bu Linda, Kan? Saya berani jamin ibu tak perlu bersusah-susah melakukan evaluasi, langsung saja Uji Petik dengan Angkasa Pura jika sudah selesai. Bagaimana?"

Melinda terdiam. "Sebagus itukah dia? PD sekali." Katanya dalam hati. "Kita lihat nanti."

"Baik, fifty fifty dan langsung uji petik. Bagaimana kalau gagal atau kurang memuaskan?"
"Ibu tidak perlu membayar saya." Katanya dengan penuh keyakinan. "Gila, berani bener dia." Kata Melinda dalam hati.
"Baik. Deal."
"Deal."

Mereka bersalaman.

"Boleh selfie dulu sebentar, Pak, eh Sur." Melinda mengeluarkan HPnya dan mereka berfoto selfie bersama.
"Terimakasih, Bu. Saya permisi."

Dua minggu kemudian, Melinda menyusul Suradi ke Majalengka. Dia sudah membuat skenario untuk membuka Lin lin.

Melinda mengajaknya makan siang di sebuah kafe di kawasan Bandara Internasional itu. Setelah berbicara tentang pekerjaan dan lain-lain, dia mulai melancarkan skenarionya. Tapi ternyata itu adalah sebuah kesalahan. Kesalahan besar!
 
Bimabet
8

"Ingat, waktu kita selfie kemarin di horison?" Kata Melinda.
"Ya, tentu saja. Saya heran apa maksud ibu."
"Jangan panggil ibu. Panggil saja Linda... cuma untuk mengingatkan bahwa kita melakukan deal bisnis di situ."
"Oh. Oke." Kata Suradi, nadanya datar.
"Mmm... tapi dari foto selfie kemarin, ternyata ada orang yang mengenali wajah Pak Sur, sorri, aku juga jadi memanggil bapak."
"Suradi saja, lebih enak. Siapa?"
"Namanya Lin lin. Dia masih terhitung saudara."

Melinda tak sanggup menggambarkan ekspresi wajah Suradi saat itu. Sebuah ekspresi aneh berriak-riak di wajahnya. Pancaran kegembiraan yang meluap sekaligus luka dalam yang menekan.
"Apakah... apakah... dia sudah menikah?" Suaranya terdengar gemetar.

Melinda mengangguk.

"Apakah... menurut Ibu Linda, apakah... dia kelihatan bahagia?" Terlihat sepasang mata Suradi mengembang.

Melinda terdiam. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan itu.
"Saya kurang tahu." Jawab Melinda.
"Sekarang dia tinggal di mana?"

Melinda diam sejenak. Ragu.
"Di Jakarta."
"Bolehkah saya tahu alamatnya?"
"Buat apa?"
"Bolehkah? Atau nomor HPnya."
"Kebetulan saya tidak punya."

Suradi terdiam. Dia seperti merenung.
"Saya tidak akan meminta bayaran dari proyek ini, semua keuntungan bersih saya serahkan semuanya buat Bu Linda asal saya bisa mendapat no HP Lin lin atau alamatnya. Bagaimana?"

Melinda ingin menangis.

"Buat apa, dia kan sudah bersuami. Lagi pula, memang Suradi ada hubungan apa dengan Lin lin?" Kata Melinda berpura-pura heran.
"Dengarlah, Bu. Saya tidak akan menggangu rumah tangganya. Kalau dia bahagia, saya akan ikut bahagia. Saya hanya ingin bertemu. Hanya bertemu, tidak lebih. Kalau bisa berkenalan dengan suaminya, sungguh beruntung, saya akan berusaha menjadi sahabat suaminya. Suaminya bekerja di mana?"
"Saya kurang tahu."
"Bagaimana, bu?"
"Apanya?"
"Tawarannya. Alamat atau nomor HP dan ibu mendapat bersih 200 juta. Cukup adil kan?"
"Itu terlalu berlebihan. Saya kurang tahu alamatnya, saya juga tidak punya nopenya."
"Kalau begitu bikinkan janji. Dia dan suaminya. Saya akan datang." Kata Suradi, suaranya gemetar.

Melinda merasa tersudut dengan skenario dan kebohongannya.
"Entahlah. Boleh tahu kenapa? Kenapa Pak Suradi menginginkan bertemu dengan Lin lin? Dia semakin gemuk dan jelek." Kata Melinda, mencoba mengakhiri skenarionya.

Wajah lelaki itu tiba-tiba menjadi merah padam. Dia mengeluarkan kreteknya dan menyalakannya. Seorang pelayan menegurnya. Meja itu berada di area kafe no smoking.
"Maaf, boleh pindah ke area smoking?"
"Di sebelah sana, Pak. Bill baru ya Pak?"
"Ya. Boleh." Kata Suradi.

"Di sini kurang nyaman." Protes Melinda ketika mereka berada di meja free smoking.
"Cuma sebentar saja, Bu. Saya akan tawarkan satu lagi penawaran menarik." Kata Suradi, suaranya mulai tenang.
"Boleh. Tawaran apa?"
"Saya akan kerjakan satu atau dua proyek Bu Linda dengan gratis. Asal semua biaya operasional tertutupi dan anak buah saya bisa makan, cukuplah. Saya akan kerjakan dengan kemampuan terbaik saya. Bayaran saya cuma satu, bertemu dengan Lin lin atau mendapat alamatnya atau mendapat nomor HPnya. Setuju kan?"

Melinda benar-benar terpana. Sudah sangat jelas bahwa Suradi tidak mengenalinya sebagai Lin linnya yang dulu. Dan lelaki itu berani mengorbankan segalanya untuk bertemu Lin lin.
"Kaka akulah Lin lin." Kalimat itu hampir meloncat dari mulutnya. Untung tersekat di kerongkongan.

Melinda diam. Dia tersiksa oleh skenarionya sendiri.
"Mmm... entahlah, mungkin juga dia tak mau bertemu dengan Pak Suradi. Bagaimana kalau dia menolak bertemu?"

Suradi terdiam.
"Kalau dia menolak bertemu, biarkan saya melihatnya dari kejauhan. Jangan beritahu dia. Ibu Linda cukup memberi tahu, di mana saya bisa melihatnya."

Melinda benar-benar terpojok. Dia tidak bisa menjawab.
"Tawaran menarik." Kata Melinda, tenang. "Kalau boleh tahu, kenapa koq Pak Suradi sampai sebegitunya ingin bertemu Lin lin? Dia gemuk dan jelek."

"Dia tidak jelek!" Tiba-tiba suara Suradi terdengar getas. Keras. "Dia tidak mungkin jelek. Dia gadis cantik. Tercantik di dunia." Nada Suara Suradi jelas, tegas tanpa keraguan.

Melinda gemetar. Sungguhkah itu?

"Semua orang memanggil dia si gembil, si bola gembul... entah apalagi orang meledek dan melecehkan kegemukannya. Teman-teman sekolahnya menghinanya dan mengasingkannya, kakaknya juga sama. Maminya, orang yang seharusnya menjadi pembela terbaiknya, juga sama." Kata Suradi. "Tetapi hatinya cantik. Jiwanya kuat. Di dalam dirinya ada malaikat." Suradi berkata dengan serius. Wajahnya tegar.

Melinda sekarang tahu alasan yang sebenarnya dari mandor muda itu mengapa mencintainya. Ya. Suradi mencintainya tanpa syarat.
"Nanti akan saya usahakan. Setuju?"
"Setuju." Katanya. Wajah Suradi tampak berseri-seri.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd