Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kisahku, kisahnya, dan kisah kita (NO SARA)

Status
Please reply by conversation.
Bagian 42

Sudah seminggu aku menjalani hubungan dengan dini, selayaknya kekasih baru kami berdua selalu menghabiskan waktu berdua. Untuk sekedar makan bersama, nongkrong di kafe, dan duduk di kursi ayunan yang ada di halaman belakang rumahnya.

Pagi tadi dini mengabariku jika kedua orang tuanya ada di rumah. Dini juga cerita jika saat ini sedang menjalin hubungan denganku kepada kedua orang tuanya, bahkan dini juga bilang ke mereka jika kami berdua berbeda keyakinan.

Dini tak memberitahuku saat bertanya bagaimana repon dari kedua orang tuanya. Aku bingung sekaligus takut bila kedua orang tuanya tak merestui hubungan kami yang masih seumur jagung.

Siang ini aku sudah bersiap menuju rumah dini, aku berusaha memakai pakaian yang serapi mungkin karena akan bertemu kedua orang tuanya.

Sesampainya di rumahnya, dini langsung menyambutku di teras rumahnya. Penampilan dini sore itu sangat cantik dan anggun tentunya. Aku sangat sennag melihat kekasihku sore ini, meski diriku sedang dilanda rasa tegang yang hebat.

“hai sayang.” Sapa dini saat aku tiba di rumahnya.

“hai yang, cantik banget kamu hari ini.” Kataku.

“iya dong, kan kamu mau dateng hihi.” Ujar dini sambil tertawa.

“yang, aku deg-degan mau ketemu orang tuamu.” Kataku.

“udah jangan takut kamu. Paling kamu di dor doang haha.” Kata dini sambil tangannya memperagakan sebagai pistol.

“serius din?” tanyaku.

“hahaha enggak lah sayang, becanda aku. Yaudah yuk masuk, aku panggilin papa mama sekalian.” Kata dini.

Kami berdua lalu masuk kedalam rumahnya, aku dipersilahkan duduk di sofa yang berada di ruang tamu rumahnya. Jantungku terasa berdetak lebih cepat dari biasanya. Dini lalu naik ke atas untuk memanggil kedua orang tuanya.

Tak berselang lama aku melihat pria dan wanita paruh baya berjalan turun melewati tangga rumah dini, pria berbadan tegap dengan kumis tebal diatas bibir serta wanita yang masih terlihat cantik diusianya. Dini berjalan di belakang mereka yang kuyakini adalah orang tuanya.

Setelah mereka semakin berjalan mendekatiku, aku langsung berdiri dan memberikan senyuman. Papa dini menatapku tajam sedangkan mamanya malah tersenyum ramah kepadaku.

“sore om, tante.” Sapaku.

“sore nak.” Kata mama dini dengan ramah. Sedangkan papanya masih memperhatikanku dari ujung kaki hingga ujung kepala dan itu membuat rasa gugupku menjadi bertambah.

“silahkan duduk.” Kata papa dini dengan suara yang sedikit ngebass.

Aku lalu duduk kembali di sofa rumahnya, kedua orang tua dini duduk di sebrangku dan dini duduk di sampingku.

Kami semua sempat terdiam sebentar, kurasakan tubuhku berkeringat akibat rasa gugup yang kurasakan. Sesekali aku mengelap keringat di sekitar wajahku.

“din, ac nya dinyalain. Lelaki ini kayaknya kegerahan, dari tadi ngelap keringat terus.” Ucap ayah dini yang ternyata mengetaahui bila saat ini aku sedang dilanda rasa gerah akibat gugup.

“iya pa.” kata dini lalu menyalakan ac ruang tamunya menggunakan remot yang ada di meja depan kami.

“jadi kamu yang namanya andi.” ujar papa dini sambil memperhatikanku.

“i..iya om.” Kataku namun tak berani menatap wajahnya yang sangar.

“kalo ngomong itu ngeliat ke arah saya, bukan malah ngeliat ke bawah.” Ujar papa dini dengan sedikit membentakku.

“iya om maaf.” Kataku lalu melirik ke arah dini yang hanya tertawa lirih melihatku di bentak oleh papanya.

“kamu takut sama saya? Kalo kamu takut ketemu saya, kenapa kamu gak takut memacari dini yang jelas-jelas berbeda keyakinan sama kamu?” tanya papa dini dengan masih membentakku.

Aku terdiam dan kurasakan keringat mengalir deras di wajah dan tubuhku, padahal suhu ruangan ini sudah cukup dingin.

“kenapa kamu diam? Jawab kalo ditanya orang tua tuh.” Bentak papa dini lagi.

Ku alihkan pandanganku ke dini, ia terlihat sedang menundukan kepalanya sambil diam. Berbeda dengan awal tadi yang ia tertawa saat aku dibentak oleh papanya.

“maaf sebelumnya om, tante. Saya datang kesini juga sekaligus memperkenalkan diri saya yang saat ini adalah pacar dini anak om dan tante. Memang kami berbeda, tapi kami masih sama-sama manusia yang memiliki perasaan. Semua keyakinan juga mengajarkan untuk membagi kasih sayang sesama manusia bukan? Saya tidak terlalu mempermasalahkan keyakinan seseorang, seperti yang om bilang tadi. Saya dan dini berbeda.” Kataku dengan tegas.

Papa dan mama dini masih memperhatikanku saat aku menghentikan ucapanku, kulihat dini juga sedang memandangku sambil tersenyum.

Kutarik nafas dalam-dalam lalu melepaskannya kembali, “saya juga meminta restu kepada om dan tante perihal hubungan saya dan dini sekarang. Saya akan memperjuangkan dini, saya sudah jatuh cinta sama anak om dan tante. Saya sudah siap menghadapi konsekuensi yang akan saya dapat nantinya, namun untuk saat ini saya belum mau mengalah sekaligus menyerah dengan keadaan yang membuat saya dan dini berbeda.” Kataku lalu melihat dini yang kulihat matanya sudah berkaca-kaca dan beralih menatap kedua orang tua dini di hadapanku.

Kulihat papa dini masih menatapku tajam sedangkan mamanya kembali tersenyum kepadaku. Aku merasa sedikit lega telah mengatakan seperti itu di hadapan kedua orang tua dini.

Tiba-tiba papa dini mengajakku bersalaman, aku masih bingung apa yang dimaksud papa suci. lalu ia tersenyum dan menganggukan kepalanya. Aku kini menerima ajakan bersalaman dari papanya, kami saling berjabat tangan.

“andi, saya harap kamu bisa menjaga dini.” ujar papa dini sambil masih berjabat tangan denganku.

“pasti om, saya akan menjaga dini semampu saya.” Kataku lalu tersenyum.

Papa dini melepaskan tangannya dari tanganku. Ku lihat dini langsung berdiri dan menghampiri papanya, ia langsung memeluk papanya sambil menangis. “pa, makasih ya” kata dini.

Aku tersenyum melihat itu, lalu tiba-tiba pintu rumahnya terbuka. Ku lihat kak cindy masuk dengan masih memakai pakaian yang rapi.

“eh ada andi.” katanya lalu duduk diseblahku yang sebelumnya ditempati oleh dini.

“hai kak.” Kataku sambil tersenyum.

“ada apa ini ma?” tanya kak cindy ke mamanya.

“biasa cin, kayak gak tau papamu aja.” kata mamanya sambil sedikit tertawa.

“oh iya iya haha.” Kata kak cindy sambil tertawa seolah-olah sudah mengetahui apa yang barusan terjadi.

“udah jangan nangis din, malu itu ada andi.” Kata papanya sambil menenangkan dini

Lalu dini melepaskan pelukannya dan duduk diantara orang tuanya. Aku tersenyum sambil melihat dini menghapus air mata diwajahnya, “apa liat-liat!” kata dini sambil membentakku seolah-olah tak suka aku memperhatikannya.

“ehh.” Kataku.

“haha galak banget sih dek.” Kata kak cindy.

“oh iya, mama papa balik kapan?” tanya kak cindy.

“ini sebentar lagi juga mau berangkat cin.” Kata mamanya.

“ndi, ikut saya sebentar.” kata papa dini lalu beranjak dari sofa.

“iya om” kataku.

Aku berjalan dibelakang papanya hingga akhirnya kami duduk di kursi yang ada di halaman belakang rumahnya. “mbok.” Kata papa dini.

Tak berselang lama datanglah simbok yang membantu bersih-bersih dirumahnya, “iya pak.” Kata simbok.

“tolong bikinin kopi 2 ya.” Kata papa dini.

“iya pak.” Kata simbok lalu kembali menuju dapur.

Aku tiba-tiba kembali gugup saat duduk berdua dengan papanya dini. suaranya yang membentakku tadi masih teringat jelas di pikiranku.

“kenapa kamu diem?” tanya papa dini.

“ehh gpp om.” Kataku lalu tersenyum.

“takut saya bentak lagi?” tanya papa dini sambil menatapku dengan serius.

“enggak om enggak.” Kataku.

“haha jangan takut, tadi saya Cuma ngetes kamu doang. Santai aja ndi.” kata papa dini yang kini telah bisa tersenyum kepadaku.

“hehe iya om.” Kataku.

“kamu beruntung ndi, dari semua cowok yang berusaha deketin dini gak ada yang membuat saya percaya. Tapi entah kenapa saya bisa percaya sama kamu.” Kata papa dini.

“dulu pas SMA saya bahkan menghajar pacar dini, dia udah ngajarin dini gak bener, sampe dia berani ngelawan orang tuanya sendiri.” Kata papa dini lagi.

“om hajar? Maksudnya?” tanyaku bingung.

“iya saya pukulin ndi, bahkan di depan orang tuanya dia. Saya gak peduli, pokoknya kalo ada yang berani nyakitin dini ya saya hajar.” Ujar papa dini.

Aku hanya diam dan sedikit takut setelah mendengar ucapan papanya dini. apa lagi beliau bercerita sudah pernah menghajar pacarnya dini saat SMA. Setelah itu kulihat simbok datang sambil membawa baki yang terdapat 2 gelas kopi di atasnya. Simbok langsung meletakan 2 gelas kopi di meja, “silahkan pak, mas andi.” kata simbok kepada kami berdua.

“makasih ya mbok.” Kataku. Lalu simbok langsung kembali lagi ke dapur.

“ayo diminum ndi kopinya.” Kata papa dini sambil mengambil gelas miliknya lalu meminumnya.

“iya om sslluuurrrppp” kataku yang mulai meminum kopi.

“oh iya, papamu kerja dimana?” tanya papa dini lalu meletakan gelas di meja.

Aku terdiam mendengar pertanyaan papa dini, kuletkan gelas yang sedang kupegang ke meja.

“bapak saya udah tenang di surge om.” Kataku sambil menundukan kepalaku.

Kurasakan bahuku seperti ditepuk sebuah tangan, kulihat kesamping ternyata tangan kanan papanya dini berada di bahuku.

“maaf ya ndi, saya gak tau.” Kata papa dini.

“iya gpp kok om, santai aja hehe.” kataku.

“saya jadi gak enak sama kamu.” Kata papa dini.

“udah gpp om.” Kataku.

“kamu boleh kok nganggep saya sebagai bapakmu ndi, kan kamu sekarang juga udah jadi bagian dari keluarga saya. Walaupun belum resmi lho ya.” Ujar papa dini.

“iya om, makasih ya.” Kataku.

“wah udah jam segini, saya tak siap-siap dulu ya ndi. sebentar lagi mau balik ke kota S soalnya.” Kata papa dini sambil melihat jam tangannya.

“oh iya om, silahkan kalo mau beres-beres.” Kataku.

Papa dini lalu masuk ke dalam rumahnya, meninggalkanku sendiri yang masih duduk di kursi. Aku cukup senang saat itu, papanya dini sudah merestui hubunganku dengan dini ditambah ia juga bilang kalo percaya denganku.

Meski wajahnya terlihat sangar dan galak, namun ternyata ia sangat baik. Meskipun aku juga belum mengenalnya lebih dalam karena sesaat lagi ia akan kembali ke kota S untuk tuntutan pekerjaan.

Saat aku sedang terdiam, tiba-tiba dini hadir dan langsung duduk di kursi sebelahku. “eh yang, papaku bilang apa tadi disini?” tanya dini.

“loh loh, tadi kayaknya ngebentak aku kok sekarang jadi baik gini.” Ujarku.

“ih sayang tadi bercanda tau.” Kata dini.

“haha iya, aku tau kok kalo kamu becanda. Lagian kalo kamu berani ngebentak aku ya aku bentak balik.” Kataku.

“eh berani ngebentak aku? Aku bilangin papa nih.” Ancam dini.

“eh jangan yang, aku becanda. Lagian mana bisa sih aku ngebentak kamu, nantti aku dihajar sama papamu haha.” Kataku.

“hhmm papa pasti cerita maslaah itu ke kamu deh.” Kata dini.

“masalah apa yang?” tanyaku penasaran.

“kapan-kapan aku cerita ke kamu kok yang, sekarang ke depan yuk papa mama mau berangkat.” Kata dini sambil tersenyum.

Aku dan dini lalu menuju ruang tamunya, kulihat kak cindy amsih duduk di tempatnya sambil memainkan hp miliknya. aku duduk berdua dengan dini di depan kak cindy. Dini duduk sambil menyandarkan kepalany di bahuku. Aku merasa tak enak karena masih ada kak cindy di hadapan kami.

“yang, jangan gini. Ada kakakmu tuh.” Kataku lirih namun kuyakin pasti kak cindy juga mendengar ucapanku.

“haha gpp ndi, dia kan anak manja.” Kata kak cindy.

“ih kakak apaan sih.” Kata dini merajuk.

“sstt papa.” Kata kak cindy memberi kode kepada dini. dini langsung tak menyandarkan kembali kepalanya dibahuku.

Dan benar saja, kedua orang tua mereka tiba di ruang tamu sambil membawa koper. “mama sama papa berangkat ya.” Kata mama dini.

Kami bertiga langsung berdiri, kak cindy langsung salim dan memeluk papa mamanya bergantian. “hati-hati ya ma, pa. kabarin kalo udah sampe.” Kata kak cindy. lalu kini giliran dini yang salim dan memeluk mereka, “jangan ngebut-ngebut ya pa bawa mobilnya.” Kata dini.

Kini gilranku yang salim dengan papa dan mamanya dini, “hati-hati om dan tante.” Kataku.

“titip dini ya ndi.” kata papa dini.

“iya ndi, titip anak tante yang manja ini ya.” Kata mama dini yang masih di peluk oleh dini.

“ iya tenang aja om dan tante hehe.” kataku.

“aku gak dititipin juga nih?” kata kak cindy.

“ih kakak kan udah ada kak roy, masa mau dijagain sama andi juga huuuu.” Kata dini.

Kami semua tertawa mendengar perkataan dini. lalu kami semua keluar dan mengantar papa dan mama dini sampai ke mobilnya. Mobil orang tua dini mulai keluar melewati pagar rumahnya dan perlahan menghilang dari penglihatanku.

“yuk masuk yang.” ajak dini.

“aku mau pulang dulu ya yang, udah mau maghrib juga.” Kataku.

“engga makan malam disini dulu ndi?” tanya kak cindy.

“iya kamu makan disini sekalian dong yang.” Kata dini membujukku.

“aku pulang aja kak, besok kan aku bisa main kesini lagi.” Kataku.

“oh yaudah kalo gitu ndi.” kata kak cindy.

“yaudah aku pamit dulu kak.” Kataku lalu salim kepadanya.

“aku pulang dulu ya.” Kataku sambil tersenyum ke dini.

“hati-hati kamu ndi, aku masuk duluan ya.” Kata kak cindy lalu masuk ke dalam rumahnya.

“kamu hati-hati ya yang, kabarin aku kalo udah sampe rumah yah.” Kata dini.

“iya pasti aku ngabarin kamu kok yang.” Kataku.

Aku langsung naik ke motorku dan mulai meninggalkan rumah dini untuk pulang ke rumah bude. Sesampainya dirumah bude, aku disambut dengan kak dewi yang sedang duduk di teras.

“assalamuallaikum.” Kataku.

“wallaikumsalam, dari mana ndi?” tanya kak dewi.

“dari rumah dini kak, abis ketemu orang tuanya juga.” Kataku sambil membuka sepatu dan kaos kaki yang kugunakan.

“serius kamu ketemu orang tuanya? Trus gimana ndi?” tanya kak dewi penasaran.

“ya gak gimana-gimana kak.” Kataku.

“kamu dimarahin papanya gak? Kan papanya dini galak ndi. tapi kalo sama aku sih baik.” Kata kak dewi.

“ya awalnya sih aku dibentak kak, tapi akhirnya baik kok. mereka juga ngrestuin hubunganku sama dini hehe.” kataku.

“wahh syukur deh ndi, ibumu udah tau belum?” tanya kak dewi.

“belum kak, besok aja kalo ibu kesini aku cerita sekalian ngenalin dini. bulan depan kan rencananya ibu mau kesini. Yaudah aku masuk dulu ya kak, udah mau mandi sama shalat.” Ujarku.

Aku masuk kedalam rumah meninggalkan kak dewi sendiri di teras. Kulihat bude dan pakde sedang menonton tv di ruang tamu.

Aku sempat menyapa mereka sebelum masuk ke kamarku. ku keluarkan hp milikku dan mengirim pesan kepada dini untuk memberitahu bila aku sudah sampai di rumah.

Setelah mengirim pesan kepada dini, aku langsung bergegas untuk mandi lalu melaksanakan shalat maghrib. Hp berdering saat aku telah menyelesaikan ibadahku, aku mengira itu adalah telfon dari dini. ternyata ema yang menelfonku saat itu.

“halo ma.” Kataku.

“sombong banget sih lu ndi, sampe gak lebaran sama gue.” Suara ema dibalik telfon.

Aku baru teringat saat idul ftiri kemarin tidak menghubungi ema untuk bermaaf-maafan.

“astaga iya aku lupa ma, maaf maaf. Yaudah mohon maaf lahir batin ya ma.” Ujarku.

“iya gue maklumin kalo lu lupa, kan lagi quality time sama suci haha. Iya ndi, maafin gue juga ya kalo ada salah.” Ucap ema yang membuatku sedikit bingung.

“quality time? Maksudnya gimana ma?” tanyaku.

“alah gausah pura-pura gak tau. Gue tau kok ndi, ini gue lagi di rumah kakeknya suci. abis jemput dia di stasiun. Trus suci juga barusan cerita semua kejadian lu sama dia kemarin.” Kata ema.

“oh gitu.” Kataku.

“mau ngomong sama suci ndi?” tanya ema.

“eh enggak usah ma.” Ujarku.

Tak terdengar suara ema beberapa saat.

“ndi, suci sedih lu gak mau ngomong sama dia.” Kata ema dengan suara lirih namun masih mampu ku dengar.

“hah? Serius kamu?” kataku sedikit terkejut.

“hahaha tuh baru dibilang suci sedih aja udah khawatir.” Ucap ema sambil tertawa.

“enggak, siapa yang khawatir.” Kataku sambil menampik ucapan ema tadi.

“halah masih gak mau ngaku lu.” Ucap ema.

“udah dulu ya ma, aku mau nelfon pacarku.” Kataku.

“lu udah pacar ndi?” tanya ema.

“udah ma.” Kataku.

“lu bukannya balikan aja sama suci ndi, masih sama-sama sayang kan?” tanya ema.

“udah dulu ya ma, assalamuallikum.” Kataku.

“eh ndi tapi ahh yaudah wallaikumsalam.” Kata ema.

Langsung ku akhiri telfon dengan ema, aku tak ingin ema membahas tentang suci lagi. Walaupun jujur memang benar yang ema ucapkan tadi bila aku khawatir saat mendengar suci sedang sedih.

Namun lagi-lagi aku mengingat keputusanku kemarin yang mengakhiri segala urusanku dengan suci dan mulai menatap kedepan bersama dini tentunya.

***

Saat ini aku sedang berada di kafe bersama dini, untuk sekedar minum kopi dan menghabiskan malam. Hubungan kami masih berjalan lancar hingga saat ini. Belum ada pertengkaran kecil dalam hubungan kami.

“yang, liat deh. Bagus ya, aku pengen kesana.” Kata dini sambil menunjukan sebuah foto pemandangan pantai yang berada diantara tebing tinggi.

“bagus yang, itu dimana?” tanyaku.

“di gunung kidul jogja yang, kita kesana yuk. kuliah kan juga masih 2 minggu lagi.” Kata dini.

“hmm yaudah minggu depan kesana yuk.” kataku.

“ih kok minggu depan sih yang, besok jumat yuk berangkat malem naik kereta.” Ucap dini.

“hah? Jumat? Sekarang aja udah hari selasa yang.” Kataku sambil terkejut.

“ya kan masih ada waktu 3 hari yang buat siap-siap.” Kata dini.

“tapi kan…” aku tak meneruskan ucapanku karena dini langsung memotongnya.

“kamu mau aku bahagia kan yang?” kata dini dengan tersenyum dan mulai memegang tanganku.

Aku merasa dihipnotis oleh senyumnya barusan, “aku gak bisa nolak kalo kamu udah senyum kayak gitu yang.”

“asik jadi ke jogja, makasih ya sayang.” Kata dini yang menunjukan ekspresi bahagia di wajahnya.

Setelah itu kami langsung pulang dengan aku mengantar dini terlebih dahulu ke rumahnya. Sesampainya di rumah aku juga langsung tidur karena sudah merasa sangat mengantuk.



Keesokan harinya, aku saat ini sudah bersiap menjemput dini di rumahnya lalu menuju stasiun untuk memesan tiket kereta untuk kami berdua berangkat ke jogja. Dini tadi juga sudah mengabariku bila orang tuanya mengijinkan untuk ke jogja bersamaku.

setelah menjemput dini, kami berdua langsung menuju ke stasiun. Ku parkirkan motorku lalu menuju loket untuk memesan tiket. Aku dan dini melihat papan informasi mengenai jadwal dan harga tiket kereta menuju jogja.

“yang, naik kereta ekonomi gpp kan?” tanyaku.

“gpp kok sayang.” Kata dini lalu tersenyum.

Aku lalu mengambil kertas untuk mengisi biodata kami berdua sekaligus nama kereta yang akan kami naiki lalu baris mengantri menunggu giliran. Antrian siang itu lumayan panjang, “yang, kamu duduk aja. biar aku yang ngantri.” Kataku.

“gak mau ah, aku mau nemenin kamu ngantri.” Kata dini.

Akhirnya dini tetap berdiri di sampingku sambil mengantri untuk giliran kami menuju loket. Cukup lama kami mengantri dan kulihat dia berdiri sambil menggoyangkan kakinya.

“kamu capek yah? Udah kamu duduk aja gpp yang.” Kataku.

“enggak capek kok, aku mau nemenin kamu ngantri pokoknya!” ucap dini.

“makasih ya.” Kataku sambil mengusap-ngusap kepalanya.

Dini lalu melihatku yang mengusap rambutnya sambil tersenyum. Sekitar 45 menit kemudian akhirnya kini giliran kami untuk memesan tiket. Aku langsung memberikan formulir pemesanan tiket melalui celah yang berada di kaca yang memisahkanku dengan petugas tiket. Untungnya masih ada tiket untuk hari jumat besok, aku langsung membayar total biaya tiket dan petugas lalu memberikan 2 lembar tiket kepadaku.

Setelah mendapatkan tiket, aku langsung mengajak dini ke warung dekat stasiun untuk membeli sebuah minuman.

“asikkk jadi ke jogja.” Kata dini sambil memegang tiket kereta.

“Kamu seneng?” tanyaku lalu meminum es teh.

“seneng banget aku yang.” Katanya.

Aku hanya tersenyum melihat dini yang masih memegang tiket itu. meski manja dan sering bersikap kekanak-kanakan namun ia selalu membuatku jatuh cinta di setiap harinya.

Ya, sifat dan perilaku dini berbanding terbalik dengan suci. suci lebih dewasa dan berusaha melakukan apa-apa sendiri selama ia masih mampu melakukannya.

“abisin minumannya trus pulang yuk yang.” Kataku.

“pulang sekarang aja yuk, aku juga udah gak haus. Ini tiketnya aku yang pegang aja ya hehe.” ucap dini.

“iya kamu pegang aja yang.” Kataku.

Aku lalu membayar minuman yang sudah kami pesan tadi, lalu mengajak dini menuju motorku yang ada di parkiran. Aku lalu meninggalkan stasiun untuk mengantar dini pulang.

Sesampainya di rumah dini, ia sempat menawarkanku untuk mampir terlebih dahulu namun aku memilih langsung pulang.

Skip

Hari jumat

Aku dan dini sudah berada di peron stasiun menunggu kereta kami datang. Dini saat itu memakai celana jeans panjang dan jaket hoodie hitam. Ia juga membawa tas ransel yang lebih kecil daripada tas ransel yang kubawa. Kulihat jam tanganku masih menunjukan pukul 7 malam.

“yang, aku beli e situ dulu ya buat nanti di kereta.” Kata dini sambil menunjuk sebuah gerai penjual minuman.

“itu ngantri lho yang? Nanti ketinggalan kereta.” Kataku.

“keburu kok yang, bentar ya.” Kata dini lalu langsung menuju tempat penjual minuman itu.

Kuperhatikan kekasihku yang sedang mengantri dan setelah itu aku melihat banyak orang yang mengantri dibelakangnya sehingga dini tak terlihat lagi karena orang-orang berada di belakangnya.

Kulihat jam tanganku, kini tinggal 15 menit lagi kereta kami datang dan dini belum juga kembali. Tiba-tiba perasaanku gak enak, aku berniat menyusulnya tapi aku juga harus menjaga tas ransel milikku dan dini, karena suasana stasiun sangat ramai.

Terdengar pengumuman dari pengeras suara di stasiun yang memberitahu bila kereta yang akan kami naiki akan segera tiba. Para penumpang lain sudah berdiri dan menunggu kereta, “duh dini kok belom balik-balik sih.” Kataku dalam hati.

Sinar lampu kereta mulai terlihat dari kejauhan dan akhirnya kulihat juga dini yang sedang berjalan sambil membawa 2 buah minuman. Kulihat wajahnya murung dan tak seceria tadi, “kamu kenapa yang?” tanyaku.

“eh gpp kok yang.” Kata dini berusaha tersenyum. Namun kulihat itu bukan senyum dini yang biasanya dan seperti menutupi sesuatu dariku.

Dini langsung mengambil dan memakai tas ranselnya, akupun juga. Kami berdua berdiri dan menunggu kereta berhenti.

Setelah kereta berhenti, dini berjalan masuk terlebih dahulu lalu kuikuti dari belakang sambil membawa minuman yang tadi dini beli.

Kami berdua langsung mencari nomor tempat duduk yang tertera di tiket. Setelah menemukan tempat duduk kami, ku taroh tas ransel kami di atas lalu kami berdua duduk. Dini duduk di dekat jendela dan aku duduk disebelahnya. Kuletakan minuman yang tadi dini beli di meja kecil.

Karena kami naik kereta ekonomi, maka kami duduk berhadap-dahapan dengan penumpang lainnya. Namun, tempat duduk di depan kami masih kosong dan belum terisi. Tak lama setelah kami duduk, keretapun mulai berjalan.

Kulihat dini, ia diam saja sambil wajahnya menunjukan rasa kesal. “kamu kenapa sih yang? Kok kayak kesel gitu.” Tanyaku penasaran.

“gpp kok yang.” Kata dini lalu melihat ke arah jendela.

Aku tak percaya bila dengan ucapan dini barusan. “kamu kenapa? Ayo cerita.” Kataku.

Dini kini melihatku, “kamu jangan marah ya?” ucap dini yang membuatku semakin penasaran.

“iya aku gak marah.” Kataku sambil menatapnya.

“tadi.. hhmm pantatku diremas sama orang dibelakangku pas ngantri yang.” Kata dini lirih.

Aku terkejut dengan ucapan dini barusan, pantas saja perasaanu tidak enak dan tidak tenang saat dini mengantri. Aku juga kesal dini diperlakukan seperti itu, ku kepalkan kedua tanganku.

“tuh kan kamu marah.” Kata dini sambil memegang tangan kananku yang mengepal.

“kamu liat orangnya yang berani kayak gitu ke kamu?” tanyaku sambil menahan geram.

“iya tadi tuh pas abis bayar minuman itu, aku ngerasain pantatku diremas. aku nengok ke belakang trus aku ngeliat bapak-bapak. Aku mau nangis sama teriak, tapi aku gak bisa.” Ucap dini sambil matanya mulai berkaca-kaca.

“kamu kenapa gak bilang aku tadi? Biar aku hajar orang itu.” kataku.

“huh kayak berani aja, ketemu papaku aja takut.” Kata dini lalu tersenyum meski matanya berkaca-kaca.

“eh itu beda kan yang.” Kataku.

“udah gpp kok yang, jangan dibahas yah. Kan kita mau jalan-jalan hehe.” kata dini sambil menyeka air matanya yang akan menetes.

“pantes tadi tuh perasaanku gak enak banget pas kamu ngantri, eh taunya malah begitu. Maaf ya yang, aku belum bisa jaga kamu.” Kataku.

“ih udah gpp yang, senyum dong. Masa mau jalan-jalan malah sedih.” Kata dini.

Lagi-lagi dini mampu membuatku luluh yang tadinya emosi. Sejujurnya aku emosi saat itu, dan aku kembali mengingat saat dulu semua kejadian yang telah terjadi pada suci. aku tak ingin kejadian seperti itu terjadi pada dini.

“kamu mau yang?” suara dini menyadarkan lamunanku.

Kini kulihat ia sedang memegang cup besar minuman yang tadi ia beli. “ia nanti aja yang” kataku.

“itu aku masih ada 1 lagi, tadi aku sengaja beli 2.” Kata dini.

“iya sayang, aku nanti aja minumnya.” Ujarku.

Kereta terus melaju dengan cepat, membelah kesunyian malam yang mulai terasa dingin. Gerbong kereta saat itu belum terpasang ac seprti sekarang. Angina mulai masuk dari jendela bagian atas, namun tak kulihat dini merasakan dingin.

Sekitar 20 menit kereta berjalan, akhirnya kereta ini berhenti di sebuah stasiun. Tak begitu banyak penumpang baru yang masuk ke gerbong yang kunaiki kini.

“permisi mas” suara seorang ibu-ibu sambil membawa tas yang cukup besar dan disebelahnya ada anak perempuan yang kutaksir sudah kelas 4 SD.

“oh iya bu silahkan.” Kataku lalu tersenyum.

Wanita tersebut menyuruh anaknya untuk duduk di kursi depan dini. kulihat ibu itu kesulitas saat ingin menaruh tas besarnya diatas. “yang, bantuin.” Kata dini sambil mencolek tanganku.

Aku menganggukan kepalaku, “sini bu aku bantu.” Kataku sambil berdiri.

“oh iya mas, maaf merepotkan ya.” Kata ibu itu sambil memberikan tas besarnya kepadaku.

Aku langsung menaruh tas besar yang ternyata lumayan berat itu ke atas, lalu aku kembali duduk di sebelah dini.

Kereta kembali berjalan dengan pelan namun lama-kelamaan menjadi cepat. Kulihat dini masih asik melihat kearah jendela sambil meminum minumannya. Sesekali ku lihat anak itu juga memperhatikan dini yang sedang minum.

Dini ternyata juga menyadari bila di perhatikan oleh anak itu, ia melihatku sambil tersenyum. Aku mengerti maksud dari dini, kuanggukan kepalaku sebagai tanda setuju. Dini mengambil 1 cup besar minuman yang ada di meja, “nih buat kamu dek.” Kata dini sambil menawarkan minuman itu.

Anak kecil itu hanya tersenyum malu. “udah gak usah repot-repot mbak.” Kata ibu-ibu di depanku.

“gpp kok bu, nih dek minum aja.” kata dini.

Anak itu sempat melihat ke ibunya, ibunya lalu tersenyum sambil menganggukan kepalanya. Anak itu langsung menerima minuman dari dini, “makasih ya kak.” Kata anak perempuan itu.

“iya dek, dihabisin ya.” Kata dini.

“makasih ya mbak.” Kata ibunya.

“iya bu sama-sama.” Kata dini.

Anak itu langsung meminta bantuan kepada ibunya untuk menusukan sebuah sedotan lalu ia langsung meminum minuman pemberian dini.

“adek namanya siapa?” tanya dini.

“aku nisa mbak.” Kata anak itu yang ternyata bernama nisa, sambil ia memegang cup besar menggunakan kedua tangannya.

“oh iya kalian nanti turun dimana?” tanya ibu nisa kepada dini.

Dini meletakan minumannya lalu ia mengambil sesuatu dari kantong celananya, ternyata dini mengambil tiket dan langsung melihat nama stasiun tujuan kami.

“turun di lempuyangan bu.” Kata dini.

“oh mau ke jogja ya? Kalo saya nanti turun di klaten.” Kata ibu itu.

Begini lah enaknya menaiki kereta ekonomi, bisa mendapat kenalan baru untuk sekedar mengobrol. Kami akhirnya mengobrol hingga nisa dan ibunya terlebih dahulu.

“kamu gak tidur yang?” tanyaku.

“aku mau tidur di pelukanmu sebenernya, tapi malu diliatin orang hehe.” kata dini dengan nada yang terdengar manja.

“peluknya nanti aja kalo kita udah di penginapan, sekarang kamu tidur disini dulu ya.” Kataku sambil menepuk bahu kananku sendiri.

Dini lalu menyandarkan kepalanya di bahuku sambil menggenggam tanganku, ia kulihat mulai memejamkan matanya. Sudah beberapa stasiun kereta ini berhenti, namun sudah tak ada yang naik ke gerbongku karena memang sudah terisi semua bangku yang tersedia.

Kulihat jam di tanganku sudah menunjukan pukul setengah 12 malam, dini kulihat juga sudah mulai terlelap dan kini angin semakin kencang, udara semakin dingin.

Aku melepaskan tanganku dari genggaman tangan dini secara perlahan. Lalu kuangkat dengan pelan kepala dini dari bahuku, kusandarkan kepala dini di kursi. Kulihat dini masih tertidur dan tidak ada tanda-tanda akan bangun.

Aku berdiri dan menutup jendela agar tak ada angin yang masuk. Tak berselang lama kereta berhenti di stasiun besar dan kuyakin akan berhenti lumayan lama. Aku keluar dari gerbong dan diikuti beberapa penumpang lain.

Aku berdiri disamping jendela tempat dudukku dan kulihat dini masih tertidur. kuambil sebungkus rokok dan korek milikku dari kantong celanaku. Kuambil sebatang dan langsung membakarnya, kulihat di sekelilingku juga banyak para penumpang yang turun untuk menunaikan ibadah sebatnya.

“fffuuhhhhh” aku mengeluarkan asap dari mulutku sambil memeperhatikan dini dari jendela.

Kulihat dini mulai terbangun dan langsung mencariku yang tak ada di sampingnya. Aku sempat tersenyum melihat dini kebingungan mencariku.

“tok..tok..tok.” ku ketuk jendela di dekatnya.

Dini langsung sedikit mendekatkan wajahnya di jendela lalu ia melihatku. Ia langsung berdiri dan berjalan menyusuri gerbong yang kuyakin ia akan menyusulku.

“huh kamu aku cari-cariin hhoooaaaammm.” Kata dini lalu menutupi mulutnya karena menguap.

Kulihat wajah dini terlihat masih ngantuk, “aku gak bisa tidur yang, yaudah turun dulu aja ngerokok.”

Dini lalu mengambil hp dari kantong celananya dan kulihat ia sedang membaca sesuatu di hpnya.

“baca apa kamu?” tanyaku.

“ini kak cindy nanya udah sampe mana.” Kata dini.

“eh foto yuk yang, kirimin ke kak cindy.” Kata dini lagi.

Aku dan dini lalu berfoto bersama menggunakan hpnya. Ia langsung mengirimnya ke kak cindy, tak berapa lama terdengar pengumuman kereta kami akan segera di berangkatkan kembali. Kumatikan rokokku di tempat yang sudah di sediakan lalu mengajak dini kembali masuk ke dalam kereta.

Kami berdua masuk dan langsung duduk di tempat duduk kami. Dini langsung menyandarkan kembali kepalanya ke bahuku dan ia menggenggam tanganku.

“aku tidur lagi ya yang.” Kata dini.

“iya, aku juga mau nyoba buat tidur kok.” kataku.

Aku lalu memejamkan mataku dan berharap segera tertidur karena perjalanan masih lama.



Segitu dulu ya huuu….
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd