Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kisahku, yang....!!!!

Siapakah yang akan menjadi pendamping hidup Ivan..?

  • Risya

    Votes: 243 68,3%
  • Alya

    Votes: 75 21,1%
  • Dinni

    Votes: 73 20,5%
  • Nadira

    Votes: 49 13,8%
  • Karakter baru

    Votes: 61 17,1%

  • Total voters
    356
  • Poll closed .
RAHASIA DAN PERMINTAAN MAAF




POV Risya

sesampainya di rumah sakit, mas Kevin berlari sambil mengangkat tubuh Ivan dan membawanya ke ruang UGD.. aku yang masih syok setelah mendengar pengakuan dari Ivan tadi, hanya bisa menangis dengan rasa sakit di hatiku.. aku terus berjalan perlahan - lahan dan duduk di depan ruang UGD..

"Hikss... Hiks... Hikss..."

"apa salahku, Van..?"

"kenapa kamu tega melukai hatiku...?"

"seluruh rasa dan cinta telah kuberikan padamu.."

"kuberikan rasa sayangku yang tulus untukmu, tapi kamu malah membalasnya dengan rasa sakit di hati ini.."

"cintaku yang luar biasa dalam hanya untukmu seorang, kau balas dengan mengkhianati cintaku yang suci ini.."

"kupikir kamu tak menjemputku tadi, karena kamu mungkin sedang nongkrong dengan teman - temanmu.. TAPI APA...??? kamu malah tidur dengan dia.."

"kenapa Van...?? KENAPA...!!!"

"kenapa gak sekalian kamu bunuh saja aku, Van.."

"Hiks.. Hiks.."



aku tak tahu lagi harus bagaimana sekarang, dan aku juga tak bisa berpikir dengan kondisiku seperti ini.. aku hanya menutupi wajahku menggunakan kedua telapak tangan dengan pikiran yang kalut..


"pulanglah..."

"kalau kamu sama sekali tak peduli dengannya sebaiknya kamu pulang aja, biar aku yang menjaganya di sini.."
suara mas Kevin, aku menurunkan tanganku dan menoleh ke arahnya yang duduk di sebelahku..

"kenapa dia tega mengkhianati Risya, mas.." ucapku dengan air mata yang terus mengalir..

"kamu percaya dengan yang dikatanya tadi..?" tanya mas Kevin dengan pandangan lurus ke depan..

"apakah mas tidak mendengar apa yang dikatakannya tadi di dalam mobil..?" tanyaku balik tanpa menjawab pertanyaannya..

"jawab dulu pertanyaanku, apa kamu percaya dengan apa yang dikatakannya tadi..?" kata mas Kevin mengulang pertanyaannya tadi..

"Risya gak tahu mas, tapi Ivan orangnya tak suka berbohong apalagi dibohongi.." ucapku lemah dan kembali..

"aku tahu kamu pasti lebih mengenalnya daripada aku.." kata mas Kevin tenang dan aku hanya memperhatikannya..

"maaf.. aku sebenarnya sama sekali tak peduli dengan hubungan kalian, saat ini aku hanya mengkhawatirkan keadaan Ivan.. dan aku mau kamu juga sepertiku, Risya.."

"aku yakin dia juga mencintaimu.."

"aku juga yakin, apa yang dilakukannya dengan Alya bukan sepenuhnya salah Ivan.."

"kamu jangan terlalu jauh berprasangka buruk tentang adekmu itu.."

"dia tetaplah pria polos seperti dulu, kamu tahu kan..?"
tanya mas Kevin yang seperti membela Ivan..

"mas membela atas apa yang dilakukannya padaku, mas..?"

"aku sama sekali tak membelanya, Sya.. aku ini hanyalah orang yang dipekerjakan untuk membantunya dalam mengurus perusahaan keluarga kalian.."
kata mas Kevin menoleh ke arahku dan kulihat air matanya pun mengalir.. "kenapa mas Kevin menangis..? apa dia terlalu mengkhawatirkan kondisi Ivan sekarang.. tapi tunggu dulu, apa maksud dari kalimat mas Kevin tadi..?" kataku dalam hati..

"membantunya dalam mengurus perusahaan..? maksud mas apa..?" tanyaku yang masih bingung dengan kalimat mas Kevin tadi..

"aku membantu Ivan dalam mengurus perusahaan keluarga kalian.." kata mas Kevin dan langsung membuatku terkejut..

"mas.. ka.. kan papa pemimpin perusahaan, kenapa malah mas membantu Ivan..?" tanyaku kaget..

"eh.. maaf, aku tak berhak memberi tahunya.." kata mas Kevin salah tingkah..

"katakanlah mas, Risya ingin mengetahui semuanya.. cepat mas, katakan.." ucapku mendesaknya..

"ok.. aku tahu ini salah, seharusnya bukan aku yang memberi tahukannya padamu, papamu lah yang harus memberi tahu pada seluruh keluarga kalian.."

"cepatlah mas, katakan.."
ucapku tak sabar..

"saat ini yang menjadi CEO perusahaan Ararya Group adalah Ivan.." kata mas Kevin yang langsung membuatku terkejut..

"Alm. pak Syarief, kakekmu telah mewariskan seluruh aset kekayaan dan hartanya untuk Ivan seorang tiga bulan yang lalu, tepat disaat Ivan berusia 17 tahun.." aku kembali dibuat terkejut dengan ucapan mas Kevin..

"a.. a.. apa mas, untuk Ivan seorang.. terus papa tidak mendapatkan apa - apa..?" ucapku tebata - bata lalu tangan kananku menutupi mulutku.. "lalu aku pun juga tidak dapat apa - apa.." batinku..

"iyaa.. hanya untuk Ivan seorang.. dan kamu tahu, bahwa Ivan adalah cucu yang paling disayangi sama kakekmu.. kakekmu lebih menyayangi Ivan daripada anaknya sendiri.." kata mas Kevin dan aku hanya bisa diam mendengarnya..

"ta.. tapi bukankah ini terlalu cepat untuk Ivan memimpin perusahaan, bahkan dia saat ini malah masih duduk di bangku SMA, mas.."

"jangan tanyakan tentang itu padaku, Sya.. ini semua sudah menjadi keputusan Alm. kakekmu.. memang ini terlalu cepat untuk Ivan, tapi mau di bilang apalagi jika keputusannya sudah seperti itu.."

"kakekmu juga pernah menceritakan, bahwa beliau sempat ingin mewariskan seluruh hartanya disaat Ivan baru lahir ke dunia ini.. tapi beliau mengurungkannya, karena itu terlalu cepat.. gimana, itu bahkan lebih gila lagikan..?"
kata mas Kevin..

"kenapa mas bisa tahu sampai sejauh itu..?"

"aku ini orang kepercayaan Alm. kakekmu, Sya.. jadi, segala hal yang berhubungan dengan keluarga maupun perusahaan keluarga kalian aku sangat mengetahuinya.."

"aku yakin ada satu rahasia lagi yang pasti belum kamu ketahui.."
kata mas Kevin serius sambil menatapku..

"apa mas..?" tanyaku penasaran..

"kamu tahu kenapa kakekmu tiga setengah tahun yang lalu membawa Ivan untuk ikut dengannya..?" tanya mas Kevin..

"aku gak tahu mas, kenapa..?"

"waktu itu kakekmu mendengar kabar bahwa Ivan menjadi target pembunuhan oleh pesaing bisnis perusahaan kalian.."

"APA..??"

"makanya beliau cepat - cepat membawa Ivan ke desa waktu itu.."

"dan aku sekarang baru mengetahui bahwa orang yang ingin membunuh Ivan dulu salah satunya adalah, Bambang Sutedja.. ayah dari Bram yang menculikmu tadi.."

"ayahnya Bram.."
ucapku dengan bibir bergetar..

"tapi, apakah sekarang Ivan masih menjadi target mas..?" tanyaku khawatir dengan Ivan..

"kayaknya sekarang gak lagi, tapi kakekmu mengamanahkannya untukku agar terus menjaga Ivan.."

"mas, Risya jadi takut Ivan kenapa - napa.."

"iyaa aku tahu, dan aku akan terus menjaganya.."

"Risya... maafkanlah dia.."

"aku yakin apa yang dilakukannya dengan Alya, tidak sepenuhnya keinginan dari Ivan sendiri.."

"aku yakin itu, Sya.. enam tahun sudah aku mengenalnya, dan dia bukan orang yang suka meniduri wanita.."

"ya iyalah.. itukan hobimu mas.."
ucapku mengejeknya..

"eh.. hehe.." kata mas Kevin garuk - garuk kepala..




POV Ivan

secara perlahan - lahan aku membuka kedua mataku, dan mencoba mengumpulkan kembali seluruh kesadaranku lagi.. setelah pandanganku sudah bisa terfokus, aku melihat mas Kevin dengan raut wajah seperti lega ketika menatapku sudah membuka mata.. dia menarik nafas dalam - dalam dan mengeluarkannya perlahan..

"loe udah buat gue khawatir selama dua hari ini, Van.." kata mas Kevin yang duduk di sebelah ranjangku..

"dua hari, mas..?" tanyaku kaget..

"iyaa.. loe tak sadarkan diri selama dua hari.." kata mas Kevin.. "busett.. cuma karena kena tusuk doang, aku sampai pingsan dua hari.." ucapku dalam hati..

"tapi.. perasaan Ivan hanya tidur beberapa jam aja deh.." ucapku yang merasa tidur seperti biasa..

"loe buat gue khawatir Van, gue takut kehilangan loe tau gak.." kata mas Kevin khawatir..

"maaf, kalau udah buat mas khawatir.. dan maaf juga udah ngerepotin mas.."

"gue yang harusnya minta maaf sama loe, Van.. gue gak bisa menjalankan amanah pak Syarief (kakek), buat jagain loe dan bantuin kalau loe ada masalah.. maafin gue, Van.."

"mas gak salah kok, ngapain juga minta maaf.. kan waktu itu mas juga bantuin Ivan, iyaa kan..?"
ucapku yang tak mau membuat dirinya terus merasa bersalah..

"Ivan.. asal loe tau, gue udah anggep loe kayak adek gue sendiri.. gue sebenarnya gak mau liat keadaan loe kayak gini, Van.. mulai sekarang gue harap loe mau cerita ama gue kalau loe ada masalah, biar gue juga bisa bantuin loe.." kata mas Kevin tulus..

"iyaa mas.." ucapku singkat..

"ohh ya gue lupa, bentar gue panggilin dokter dulu.." kata mas Kevin sedikit berlari keluar dari kamar..

"mas...." ucapku memanggilnya, namun dia tak mendengarnya karena telah keluar dari kamarku..


aku merasa ada sebuah jarum yang tertancap di kulit dekat lekuk siku bagian dalam lengan kiriku.. aku lalu mengangkat sedikit lengan kiriku, melihat ada jarum yang berukuran jauh lebih besar daripada ukuran jarum biasanya yang berada di ujung selang dan di dalam selang itu mengalir darah masuk melalui jarum tadi ke dalam tubuhku..

"kenapa aku sampai harus melakukan transfusi darah ya..?" ucapku heran sambil mengingat apa yang terjadi saat aku sebelum pingsan..

"apa karena tusukan itu membuat darahku banyak keluar hingga aku harus melakukan transfusi darah..?" ucapku pelan..

"gak tau aku, yang ada hanya membuat kepalaku tambah sakit memikirkannya.." ucapku lagi sambil tangan kanan kuletakkan di keningku dan sedikit memijit kepalaku yang sakit..

aku menarik nafas dalam - dalam dan mengeluarkannya perlahan.. akhirnya aku kembali ke ruangan ini lagi, ruangan yang paling aku benci selama ini.. rasanya aku ingin cepat - cepat keluar saja dari sini.. namun kepalaku masih terasa pusing, badan juga masih lemas, dan pandanganku sedikit buram..

tiba - tiba pintu kamar pasien dibuka, masuklah seorang dokter dan dua orang perawat lalu di belakangnya mas Kevin mengikuti mereka berdua.. aku hanya menghela nafas melihat dokter itu..

"kenapa aku tak menyadarinya dari awal, kalau aku di bawa ke rumah sakit tempat dia bekerja.. aku sebenarnya belum ingin bertemu dengannya dulu.." kataku dalam hati sambil memejamkan mataku sejenak, kemudian membukanya perlahan lagi dan menoleh ke arah mas Kevin..

Alya Alvira Darmawan
42630077_321738835042618_3251902588761101061_n.jpg


"Rey..." kata dokter itu yang tak lain adalah kak Alya..

"mas.. kok Ivan sampai harus transfusi darah sih..? emangnya Ivan kekurangan darah mas?" tanyaku menatap mas Kevin dan tak menghiraukan ucapan kak Alya..

"kok loe tanya ke gue sih, emangnya gue dokter apa..? tanya tuh sama kakak loe.." kata mas Kevin ketus..

"kamu kehilangan 30% darah dari dalam tubuhmu, Rey.. jadi harus dilakukan transfusi darah untuk mengembalikan kondisi tubuhmu seperti semula.." kata kak Alya menjelaskan, aku hanya mendengarkan penjelasan kak Alya tanpa menatap ke wajahnya..

"mas.. Ivan udah boleh pulang belum..?" tanyaku lagi pada mas Kevin..

"loe kenapa sih Van..? gue itu kuliah jurusan IT bukan kedokteran, jadi gue gak tahu kondisi loe gimana..? apa sudah boleh pulang atau gak.." kata mas Kevin dengan lembut, tidak ketus seperti tadi.. aku merasa mas Kevin sepertinya menyadari sesuatu kalau aku dan kak Alya sedang tidak cocok.. karena dia menatapku dengan ekspresi seperti menanyakan sesuatu, dan kemudian menatap kak Alya sambil menaikkan salah satu alisnya..

"Rey, kamu belum bisa pulang.. kondisi tubuhmu masih lemah, jadi kamu harus nginap di sini beberapa hari lagi.." kata kak Alya.. secara reflek aku menatap wajahnya dan kak Alya juga manatapku dengan kedua matanya yang berkaca - kaca.. kak Alya seperti menahan agar air matanya tidak jatuh..

"Ahh.. aku sebenarnya gak sanggup melihat kak Alya seperti itu.. aku gak tega kalau sampai kak Alya nantinya malah menangis.." kataku dalam hati..


perawat pertama berjalan mendekatiku sambil membawa alat untuk mengukur tekanan darah, dalam istilah dokter kalau gak salah namanya sphygmomanometer..

perawat pertama lalu membalutkan lengan kananku bagian atas dengan selubung tensimeter.. setelah memastikan pemasangannya dengan benar, dia seperti menyetel pengaturan di layar tensimeter sejenak dan menunggu hasilnya..

"tekanan darah pasien rendah dokter, 90/60 mmHg.." kata perawat tadi dan kak Alya hanya mengangguk - nganggukkan kepalanya.. kemudian perawat kedua langsung mencatat hasil pemeriksaan ke lembar laporan pasien..

"ok.. satu hari lagi aja kamu nginapnya di sini, Rey.. besok kakak izinin kamu untuk pulang.." kata kak Alya dan aku hanya diam sambil menatapnya..

"mas Kevin.. maaf, bisa keluar sebentar.. Alya mau bicara dengan Rey sebentar, mas.." kata kak Alya meminta mas Kevin keluar dari kamarku sebentar.. sepertinya kak Alya ingin bicara denganku empat mata..

"dokter, kalau begitu kami keluar dulu.." kata perawat pertama..

"kami permisi dokter.." sahut perawat kedua..

"iyaa.." kata kak Alya singkat, kemudian mas Kevin dan kedua perawat tadi berjalan keluar dari kamarku..

"mas..." ucapku memanggil mas Kevin sebelum dia keluar dari pintu, mas Kevin membalikkan badannya kemudian menatapku..

"selesaikanlah dulu masalah loe dengan Alya, Van.. nanti gue akan datang lagi ke sini.." kata mas Kevin lalu keluar dari kamar..




tiba - tiba aku merasa canggung saat berdua dengan kak Alya di kamar pasien.. di dalam pikiranku seakan berkecamuk, mengingat kembali kejadian saat berdua dengan kak Alya di rumahnya dan saat aku menyetubuhi kak Alya di kamarnya.. "Aaah.. mikir apa aku ini, kenapa pikiranku bisa sampai ke situ.." kataku kesal dalam hati..

kak Alya berjalan mendekatiku dan berdiri tepat di sebelah kanan ranjang pasien.. kak Alya lalu memegang tanganku, aku berusaha untuk melepas pegangan tangannya, tapi kak Alya menggenggam tanganku dengan erat..

"Rey..."

"kamu marah ya sama kakak..?"
tanya kak Alya..

"...." aku hanya diam menatap kak Alya..

"Rey.. jangan diem aja.." kata kak Alya kemudian air matanya pun tak dapat ditahannya lagi hingga jatuh juga.. aku hanya memalingkan wajahku ke sebelah kiri, karena tak mampu melihatnya menangis..

"segitu marahnya kah kamu sampai tak mau menatap wajah kakak lagi...?" tanya kak Alya..

"...." aku masih tetap diam..

"maafin kakak Rey..."

"maaf, karena kakak semuanya jadi kayak gini.."

"maaf.. karena kakak kondisimu jadi seperti ini.."

"dan maaf juga, karena kakak hubunganmu dengan Risya jadi renggang.."

"Hiks... Hiks... Hiks..."


aku langsung menoleh ke kanan, menatap wajah kak Alya yang tetunduk sambil menangis sesenggukan.. di wajah cantiknya mengalir air mata jatuh melalui kedua pipinya..

"apa kak Alya mengetahui hubunganku dengan kak Risya..?" tanyaku dalam hati..

"kak..." ucapku memanggilnya..

"...." kini kak Alya yang diam..

"kak Alya.." panggilku sekali lagi.. kak Alya lalu mengangkat wajahnya dengan deraian air mata dan menatapku..

"jangan nangis kak.."

"maafin kakak Rey, maafin kakak.. Hiks.. Hiks.."
kata kak Alya disela tangisannya..

"kak, udahlah lupain aja masalah itu.. Rey juga gak mau ingat - ingat soal itu lagi.." ucapku kini membalas genggaman tangannya.. aku tak tahan melihatnya terus menangis..

"terus kenapa kamu masih marah dengan kakak..?" tanya kak Alya sambil mengusap air mata di kedua pipinya..

"Rey gak marah kok, se.. sebenarnya Rey belum ingin ketemu dulu dengan kakak.." ucapku memberi alasan..

"kenapa..?" tanya kak Alya heran..

"Hmm.. Rey hanya ingin memperbaiki dulu hubungan Rey dengan kak Risya, kak.."

"kamu gak ada maksud untuk menjauhi kakak kan, Rey..?"

"gak kok, Rey gak ada maksud kayak gitu kak.."

"bagus deh kalau gitu, kakak seneng dengernya.."

"kak.. bener nih Rey belum bisa pulang..?"
tanyaku..

"gak boleh pulang dulu kamu, Rey.. kondisimu masih lemah, dan kakak gak mau kamu kenapa - napa ntar kalau langsung pulang sekarang.." kata kak Alya menatapku..

"karena kakak mencintaimu, Rey.." kata kak Alya kembali mengeluarkan air mata..

"ka.. kakak se.. serius..?" tanyaku terbata - bata..

"iyaa.." kata kak Alya singkat sambil tersenyum..

"kak, gak boleh seperti ini.." ucapku..

"kenapa..?" tanya kak Alya sedikit membungkukkan badannya, hingga jarak wajah kami hanya sekitar 30 cm..

"karena ini salah kak.." jawabku..

"terus hubungan kamu dengan Risya, bener gitu..?" tanya kak Alya sambil menaikkan satu alisnya..

"Rey serius kak.." ucapku kesal padanya, karena dia malah membandingkan hubunganku dengan kak Risya..

"SHIIITT..."

kak Alya bukannya menegakkan kembali tubuhnya, tapi malah semakin memajukan wajahnya mendekatiku.. aku yang masih dalam kondisi lemah dan kepala pusing karena tekanan darah yang rendah hanya bisa pasrah.. kak Alya mengecup bibirku, tapi aku sama sekali tak membalasnya..

"Muuuaacchhh..."


"kakak serius Rey, sangat serius malahan.."
kata kak Alya setelah melepaskan ciumannya di bibirku..

"terus mas Rady gimana..?" tanyaku pada kak Alya, mengingat dia telah memiliki suami..

"kami berdua telah membicarakannya kemarin melalui telepon dan kami telah sepakat untuk berpisah.. beberapa hari lagi dia akan pulang untuk mengurus semuanya.." kata kak Alya dengan wajah biasa - biasa saja, tanpa adanya ekspresi sedih..

"maksud kakak bercerai..?" tanyaku kaget dan kak Alya menganggukkan kepalanya pelan..


"Aaarrghh.. kalau sudah begini, yang ada malah membuat kepalaku tambah pusing aja.. dua orang wanita yang jelas - jelas berstatus sebagai kakakku sendiri, malah sama - sama mencintaiku.. Aaaahh, bingung aku jadinya sekarang.." kataku dalam hati..

"Ahhh.. Kurang Ajar...!!! gak mungkin dong dua - duanya kujadikan pacarku sekaligus, bisa ngambek berkepanjangan yang ada kak Risya.. masih mending sih kalau cuma ngambek doang, ntar takutnya malah aku dipecat dari status pacarnya dan lebih parah lagi ditendang pula dari rumah.." kataku dalam hati sambil menelah ludah..


"Hihi.. kamu ngelamunin jadi pacar kakak ya, Rey..?" tanya kak Alya seperti mengetahui isi pikiranku..

"Hmm.. gak kok kak.." ucapku salah tingkah..

"udah ngaku aja.. hihi.." kata kak Alya seperti menggodaku..

"ii.. i.. iiyaaa kak.." ucapku malah mengaku..

"kalau udah resmi pacaran, kakak akan berikan lagi untukmu.." kata kak Alya sambil mengedipkan satu matanya..

"ma.. maksudnya kak..?" tanyaku dengan polos..

"kakak mau melakukannya lagi denganmu dan hanya untukmu seorang, kapanpun kamu minta kakak akan berikan.. kalau kita udah resmi pacaran nantinya.." kata kak Alya berbisik di telingaku..


"Bangsat..!!! kelanjutan hubunganku dengan kak Risya aja aku belum tahu gimana..? masa aku harus menambah masalah lagi dengan menjadikan kak Alya pacarku dan meniduri kak Alya lagi.. kalau mereka berdua kujadikan pacarku, bisa terjadi perang saudara nanti yang ada.." kataku dalam hati..


"kakak balik kerja lagi ya..? udah terlalu lama kakak ngobrolnya nih, ntar dimarahin direktur rumah sakit ini pula.." kata kak Alya..

"iyaa kak.." jawabku singkat..


"Muuuuuaaaaccchhhhh..."

kembali kak Alya mengecup bibirku, kali ini dia mengecupnya sedikit lebih lama dari yang pertama tadi, tapi aku masih tetap tak membalas kecupan darinya..

"cepat sembuh ya sayang.." kata kak Alya setelah kecupannya terlepas dan langsung membuatku terkejut akan panggilan sayangnya tadi padaku.. kak Alya kemudian mengusap rambutku sebentar, lalu berbalik berjalan keluar dari kamar..


tak lama kemudian, mas Kevin masuk ke kamar yang ku tempati.. kemudian dia berjalan mendekatiku sambil tersenyum menatapku..

"kenapa mas senyum - senyum gitu..?" tanyaku dengan pandangan menyelidik..

"Hehe.. enak banget ya dapat ciuman dari bu dokter.." kata mas Kevin cengengesan..

"Bajingan.. mas tadi ngintip ya..?" ucapku menatapnya tajam..

"gue gak ada maksud buat ngintipin loe.. tadi gue ke kantin sebentar beliin nasi buat loe, saat baliknya gue pikir loe udah selesai ngobrolnya dengan Alya, jadi ya gue masuk aja tanpa ngetuk pintu dulu.. hehe, jadinya gue lihat deh adegan ciuman kalian berdua.." kata mas Kevin beralasan..

"heleeh.. alesan aja kamu mas.." ucapku kesal..

"Van.. loe jangan coba - coba main api, loe mau nyakitin Risya lagi.." kata mas Kevin mengingatkanku..

"Hehe.. mas, bantuin Ivan dong.." ucapku memelas..

"ogah gue bantuin loe, kalau masalah cewek - cewek loe itu.." kata mas Kevin memindahkan nasi yang dibelinya tadi ke dalam piring yang berada di atas lemari kecil sebelah ranjangku..

"tadi kata mas kalau Ivan ada masalah harus cerita, biar mas bisa bantuin Ivan juga.." ucapku mengingatkan dia tentang kata - kata yang diucapkannya tadi padaku..

"iyaa.. iyaa.. loe tuh ya bikin repot aja kalau masalah cewek gini.." kata mas Kevin kesal, kemudian memberikan padaku nasi yang sudah di pindahkannya ke dalam piring..

"jadi gak ikhlas nih..? ya udah, gaji bulan depan Ivan tahan dulu kalau gitu.." ucapku mengancamnya..

"sshhh.." desahku pelan yang merasa sakit di kedua sisi perut.. aku bangun untuk duduk di atas ranjang dan meletakkan bantal di belakang untuk menjadi sandaran punggungku.. aku lalu mengambil piring yang diberikan mas Kevin..

"Huuhh.. bisa gak loe tuh ngancemnya gak usah tentang gaji..?" tanya mas Kevin tambah kesal..

"jawab aja mas, mau atau gak bantuin Ivan.." ucapku santai lalu mulai makan dengan menggunakan sendok..

"iyaa.. iyaa gue bantuin, tapi gue bantuin masalah Risya aja.. gue juga udah ngomong tentang loe kemarin dengan Risya, dan berusaha memperbaiki hubungan loe dengan Risya lagi.." kata mas Kevin..

"mas ngomong apa dengan kak Risya..?" tanyaku..

"udah loe gak perlu tahu, itu biar jadi urusan gue.." kata mas Kevin berjalan menuju sofa dan merebahkan tubuhnya di atas sofa panjang

"emmmhhh.. empphhh.." ucapku mengangguk karena mulutku yang masih penuh nasi..

aku pun cepat - cepat menghabiskan makananku.. setelah nasi yang ku makan sudah habis, aku masih dalam posisi duduk bersandar pada sebuah bantal.. aku kemudian menoleh ke kanan, dan melihat hpku yang terletak di atas lemari kecil di samping ranjangku, hanya sekedar untuk melihat mungkin ada pesan..

aku mengerutkan dahiku ketika menatap layar hp.. ada 20 panggilan tak terjawab dan 2 pesan, dan pelakunya adalah Adrian, Dinni dan satu nomor yang tak kukenali..

pesan pertama

From Adrian Said:
Van....
kenapa loe udah seminggu ini gak masuk..?
loe sakit ya..?

pesan kedua

From Dinni said:
Ivan.. kamu sakit ya ?? ☹
Rumah kamu dimana ??
aku pengen ketemu kamu..

isi pesan dari kedua temanku.. dan aku pun baru sadar kalau sudah seminggu ini aku gak masuk sekolah.. sebenarnya aku masih bingung mau membalas pesan dari temanku..

"mas.." ucapku memanggil mas Kevin dan menoleh ke arahnya..

"Heemmm.." sahutnya dengan mata masih tertutup, tadinya kupikir dia sudah tidur..

"boleh minta bantuannya, mas..?"

"apaan..?"
kata mas Kevin masih dengan mata tertutup..

"temen Ivan nanya alamat rumah, tapi Ivan belum terlalu mengenal mereka mas.. kira - kira aman gak mas..?" tanyaku.. aku memang belum terlalu mengenal Adrian dan Dinni.. aku hanya ingat pesan kakek agar lebih berhati - hati dalam mencari teman, karena takutnya ntar malah ketemu dengan anak pesaing bisnis perusahaan keluarga..

"temen satu kelas..?" tanya mas Kevin membuka matanya, kemudian duduk di sofa dan aku hanya menganggukkan kepala..

"Aman... gue udah periksa data - data temen sekelas loe, jadi mulai sekarang gak usah takut lagi.." kata mas Kevin..

"udah loe tidur aja terus, besok mau pulang kan..? tidur sono, biar badan loe lebih enakan lagi besok.." kata mas Kevin kemudian kembali merebahkan tubuhnya lagi..

"iyaa.." jawabku singkat..

To Adrian said:
iyaa Ian, aku sakit..
Maaf gak ngabarin kamu..

To Dinni said:
gak enak badan aja Din..
Aku masih di rumah sakit, besok baru bisa pulang..
Rumah aku daerah Pondok Indah, no 18..

aku pun membalas pesan dari Adrian dan Dinni.. tanpa menunggu balasan dari mereka, aku langsung merebahkan tubuhku untuk tidur..



*~*~*~*



keesokan harinya, segala sesuatu telah dipersiapkan oleh mas Kevin untukku pulang, termasuk biaya pengobatan.. aku sangat beruntung memiliki dia, yang dalam tiga hari ini terus menjagaku disaat aku seperti ini..

dia tampak sibuk membereskan barang - barangku dari tadi.. aku yang duduk di atas ranjang terus memperhatikannya, namun ternyata dia menyadari bahwa aku menatapnya..

"jangan tatap gue kayak gitu, gue masih normal.." kata mas Kevin tanpa melihat ke arahku..

"Bajingan.. mas pikir Ivan yang gak normal gitu..? Kurang Ajar...!!!" kataku memakinya..

"Hehe.. canda Van.. kenapa..?" tanya mas Kevin..

"makasih mas.. selama tiga hari ini, hanya mas yang selalu menjaga Ivan.. disaat kak Risya lagi marah dan papa mama lagi di luar kota, mas masih setia menjaga Ivan di sini.." ucapku..

"sekali lagi loe bilang makasih, tinjuan gue masih mampu buat loe tidur di rumah sakit ini lima hari lagi.." kata mas Kevin sambil mengepalkan tangannya ke arahku..

"Hmm.. jahat bener sih sama adek sendiri juga.." ucapku dan mas Kevin hanya menggelengkan kepala..

"soal Risya sebenarnya tadi malam dia telpon gue mau ke sini, tapi gue melarangnya.. biarkan saja dia tenang dulu, dia pasti masih sakit hati sama loe, Van.."


"TOK... TOK... TOK..."


57024181_134486074303156_2311817116388724077_n.jpg



"Haiii Rey.."

"gimana, udah baikan..? kamu mau pulang sekarang..?"
kata kak Alya setelah masuk dan berjalan mendekatiku..

"...." aku hanya menganggukkan kepala..

"ya udah, yuukk kakak anterin kamu pulang.." kata kak Alya menawarkan untuk mengantarku pulang..

"Hmm.. gak usah kak Alya.. kan ada mas Kevin yang nganter.." ucapku menolak halus tawarannya.. aku kemudian turun dari ranjang dan siap - siap pulang ke rumah..

"kakak gak terima kata penolakan, pokoknya harus ikut kakak.." kata kak Alya menarik tanganku keluar dari kamar.. sempat kulihat mas Kevin mendengus kesal melihat kelakuan kak Alya.. dia kemudian cepat - cepat keluar membawa barang - barangku..

saat keluar dari kamar dan berjalan di koridor rumah sakit, banyak dokter maupun perawat lain yang berpasan dengan kami menyapa kak Alya..

"Haii Al... dia siapa kamu..?" tanya seorang wanita yang berpakaian sama seperti kak Alya.. mungkin dia juga dokter di sini..

"Hai Vita.. ohh ini adek aku.." kata kak Alya menggelayut manja di lenganku dan aku hanya bisa menghela nafas melihat sikapnya kayak gini.. untung kak Risya gak ada di sini, tapi kalau sampai dia lihat aku posisi gini sama cewek lain, bisa Mampus aku.. Kimaknya..

"sakit..?" tanya temen kak Alya sambil memiringkan kepalanya sedikit menatapku.. "kenapa coba harus di miringkan gitu kepalanya.. dasar dokter aneh.." gerutuku dalam hati..

"iyaa.. berantem sama preman dia, babak belur yang ada mukanya.. adek aku satu ini kayaknya hobi banget berantem.." kata kak Alya makin mengeratkan pelukannya di lenganku..

"kak.." ucapku kesal..

"Hihi.. iya iya maaf.."

"Vita, aku anterin adek aku pulang dulu ya..? aku udah izin kok tadi untuk keluar bentar.."
pamit kak Alya pada temennya..

"hati - hati, Al.." kata temen kak Alya, tapi kak Alya membalasnya dengan senyuman..




sesampainya dirumah, aku yang pulang dengan mobil kak Alya pun turun dari mobilnya.. aku sedikit terkejut melihat mobil papa yang sedang terparkir di halaman depan rumah..

"MATI AKU...!!! papa dan mama sudah pulang rupanya dari luar kota.. bisa kena semprot nih sama papa dan kena omelan mama, kalau tahu aku di rawat di rumah sakit dan tak memberitahu mereka.." batinku..


"ayo masuk.." kata kak Alya menarik lenganku..

"i.. iyaa kak.." ucapku sedikit gugup sambil berjalan masuk ke rumah..

"kamu kenapa, Rey..? kok kayak gugup gitu..?" tanya kak Alya..

"gak apa - apa kok.." ucapku menatapnya dengan senyuman yang kupaksakan..


"Assalamu'alaikum.."

"Wa'alaikumussalam.."
sahut mama dari dalam.. aku dan kak Alya pun masuk ke dalam..

"lho.. kata Risya tadi kamu keluar, Van.. terus baliknya kok sama Alya..?" tanya mama menatapku yang duduk di sofa ruang tamu.. aku dan kak Alya pun saling berpandangan..

"muka kamu kok pucat, Van..? kamu sakit ya..?" tanya mama lagi, aku dan kak Alya pun berjalan mendekati mama dan mencium punggung tangannya.. mulutku seperti susah untuk berbicara menjawab pertanyaan mama..

"eh, iya tante.. Rey nya sakit, udah tiga hari dirawat di rumah sakit tempat Alya kerja tante.." jawab kak Alya.. perasaanku sedikit lega setelah kak Alya menjawab pertanyaan mama tadi..

"Hemm.. berarti Risya udah bohongi mama nih.. sakit apa Ivan, Alya..?" tanya mama pada kak Alya..

"tekanan darah rendah (Hipotensi), mungkin Rey kurang tidur kayaknya tante.." jawab kak Alya yang berusaha menutupi sakit luka tusukan yang kualami tempo hari.. "Huuhh syukur, kak Alya tak menceritakan luka tusukan di perutku.." batinku..

"kenapa kamu gak kasih tahu mama..?" tanya mama menatapku tajam.. aku langsung memeluk mama, karena tak ingin melihat tatapan tajamnya itu..

"ssshhhh.." desahku pelan karena merasa sakit diperutku saat memeluk mama..

"sshhh.. Ivan gak kasih tahu mama, karena Ivan gak mau buat mama khawatir.. lagian di sini kan ada kak Alya, kak Risya dan mas Kevin yang jagain.." ucapku menahan sakit di perut..

"kamu tuh ya Van selalu saja seperti itu.. kamu gak sayang lagi sama mama..?" kata mama melepaskan pelukanku dan menatap wajahku..

"sayang lah ma, kok nanya nya gitu sih.." ucapku..

"tante, Alya pamit dulu ya.. mau balik ke rumah sakit lagi.." sahut kak Alya..

"kok buru - buru banget Alya, makan dulu sana bareng Ivan.." kata mama..

"gak usah tante, Alya mau langsung balik ke rumah sakit.. soalnya tadi izinnya cuma sebentar, hanya untuk anterin Rey pulang aja.." kata kak Alya memberi alasan..

"ohh ya udah.. makasih ya Alya, udah anterin Ivan.."

"apasih tante ini, Rey kan adek Alya juga tante.."
kata kak Alya cemberut dan mama hanya tersenyum..

"Alya pamit ya tante.." kata kak Alya lalu meraih tangan mama dan mencium punggung tangan mama..

"kakak pamit ya, Rey.." kata kak Alya dan mencium pipi kiriku sedikit lebih lama.. mama mengerutkan dahinya menatapku, ketika kak Alya mencium pipiku.. aku pun secara reflek menoleh ke arah lain menghindari tatapan mama..

DEGH...!!!


Risya Zhahira Ararya
427203e4-5cf7-4d43-ba71-0f8c75357ce2


aku melihat kak Risya berdiri di dekat tangga sambil menatapku yang sedang dicium kak Alya.. tatapannya seketika berubah menjadi tajam menatapku.. kulit wajahnya yang putih, perlahan semakin memerah menahan amarah..

"MAMPUS AKU.. MAMPUS... si wanita manja melihatku sedang dicium kak Alya.. gawat ini, masalah kemarin aja belum kelar, sekarang malah buat masalah baru lagi.. Hancur sudah hubunganku kali ini, sulit untuk dipertahankan.." kataku dalam hati..

kak Alya kemudian berbalik keluar dari rumah untuk balik ke rumah sakit, sedangkan kak Risya langsung naik ke atas..

"ma, Ivan naik ke atas dulu ya mau istirahat.." ucapku.. mama sepertinya tahu kalau kak Risya melihat apa yang dilakukan kak Alya padaku tadi, tapi mama hanya mengacuhkannya..

aku kemudian berlari menaiki anak tangga mengejar kak Risya dan dia sempat menoleh ke belakang melihatku yang mengejarnya.. rasa sakit di kedua sisi perutku pun sama sekali tak kuhiraukan.. kulihat kak Risya sudah memasuki kamarnya dan ketika tanganku sudah berada di tiang kusen pintu hendak memasuki kamarnya kak Risya...

"Braaaakkkkk..."

"Aaaaarrrggghhhh..."


teriakku kesakitan karena tanganku terjepit pintu yang mungkin dibanting kak Risya dengan kuat.. pintu kamarnya terbuka sedikit setelah menghantam jari tanganku.. aku langsung jatuh dengan bertumpu pada kedua lutut.. tubuhku seketika langsung bergetar merasakan sakit di jari tangan kananku dan aku sampai mengeluarkan air mata.. dengan reflek tangan kiriku memegang tangan kanan.. kulihat kulit jari telunjuk dan jari tengahku di bagian atasnya robek serta darah segar pun mengalir..

"IVAN... KAMU KENAPA...?" teriak mama dari bawah..

"ng.. ng.. gak apa - apa, ma.. tangan Ivan hanya terjepit sedikit.." jawabku sedikit berteriak dengan bibir bergetar.. aku mendongakkan kepalaku ke atas sambil tangan kiriku tetap memegang tangan kanan..

"MAKANYA HATI - HATI.." teriak mama lagi..

kak Risya membuka pintu kamarnya perlahan.. pandanganku tak begitu jelas menatapnya, karena kedua mataku dipenuhi dengan air mata.. aku tak dapat melihat ekspresinya ketika melihatku seperti ini..

"sshhhh... Aaarrgghhh... sshhhh..."

aku menurunkan kepalaku sampai hampir menyentuh lantai, menahan rasa sakit di kedua sisi perut dan dua jari tanganku..

kemudian aku berdiri menegakkan tubuhku dan berbalik masuk ke kamar.. aku langsung masuk ke kamar mandi mengambil kotak P3K dan handuk kecil, lalu keluar lagi dan duduk di atas karpet lantai..

dari sudut mataku, kulihat pintu kamarku perlahan dibuka dan seseorang pun masuk.. aku sama sekali tak menoleh ke arah pintu untuk melihat siapa yang masuk.. karena itu hanya percuma, pandanganku masih kabur akibat air mata yang memenuhi kelopak mataku..

dengan tangan yang bergetar, kuambil handuk kecil tadi dan melipatnya sedikit lalu memasukkannya ke dalam mulutku.. kemudian aku membuka kotak P3K dengan tangan kiri untuk mengambil botol alkohol dan membuka tutup botolnya.. kutuangkan alkohol ke jari tangan kananku..

"Hhhhmmmpppp... mmmpppp..." teriakku yang tertahan karena mulutku yang sudah kusumpal dengan handuk, karena merasa perih ketika alkohol mengenai kedua jariku.. air mataku kembali mengalir dan aku kemudian mengeluarkan handuk tadi dari mulutku..

"Hash... Huu... Hash... Huu... Hash... Huu..."

dengan nafas yang memburu, aku mencoba untuk tetap tenang.. kuusap air mata yang mengalir dengan tangan kiri, hingga penglihatanku sekarang mulai jelas.. aku menoleh ke arah pintu, melihat kak Risya berdiri menatapku dengan linangan air mata..

"untuk apa kamu hanya berdiri di situ, kalau sama sekali tidak membantuku.. lebih baik kamu keluar aja.." ucapku kesal dalam hati..


kembali kutuangkan sedikit lagi alkohol ke jariku tepat di bagian kulit yang robek..

"Ssshhhh... Aaarrghh.. Aargh..."

setelah kurasa sudah cukup, kuteteskan obat merah di jariku, kemudian membalut kedua jariku dengan kain kasa.. saat sudah membalut jariku, aku mengambil obat pereda rasa sakit di kotak P3K lalu memasukkannya ke dalam mulut, aku lalu meraih botol mineral di meja kecil sebelah ranjang.. tapi aku kesulitan membuka tutup botol mineral yang masih bersegel ini dengan menggunakan tangan kiri, namun botol itu tiba - tiba direbut kak Risya yang berdiri di depanku dan membuka tutupnya lalu diberikan padaku lagi.. aku kemudian meminumnya..

"Van..."

"maafin aku..."

"jangan ucapkan kata yang seharusnya Ivan yang menguncapkannya, kak.."

"kata maaf yang kuucapkan untuk luka perut dan jarimu itu, karena luka itu semua terjadi gara - gara aku.."

"luka perut dan kedua jari Ivan ini hanyalah sebagai hukuman untuk Ivan yang telah mengkhianati cinta seseorang, kak.."


"kenapa kamu lakukan itu padaku, Van..?"

"kenapa kamu menyakiti hatiku.."

"Hiks... Hiks... Hiks..."

"apa salahku padamu, Van..?"

"me.. me.. maafkan Ivan, kak.."

"Ivan gak bermaksud menyakiti hati kakak.."

"terus kamu pikir dengan mengatakan bahwa kamu sudah tidur dengan kak Alya itu tidak menyakiti hatiku, Hah..?"


aku hanya bisa terdiam meratapi kesalahanku yang telah meniduri kak Alya.. tak bisa mengucapkan sepatah kata pun dan hanya terus berdiam diri..

"kenapa kamu DIAM..?

"JAWAB...!!!"

"kalau kata maaf saja pun tak diterima, kenapa gak kakak biarkan saja tubuh Ivan tergeletak di lantai pabrik milik Bram waktu itu..?"

"kenapa kakak malah membawa Ivan ke rumah sakit..?"

"mas Kevin yang terlalu ngotot membawamu ke rumah sakit.."


ok.. sepertinya semua hanya sia - sia saja dan aku pun seperti sudah tidak dianggap lagi baik sebagai adik maupun sebagai kekasihnya..

"terus aku harus gimana, kak..?" tanyaku lalu bangun dan berdiri di hadapan kak Risya..

"KENAPA KAMU TANYA DENGANKU, HARUSNYA KAMU TAHU APA YANG HARUS KAMU LAKUKAN..!!" kata kak Risya keras..

bingung aku kalau situasinya sudah seperti ini, sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk membahas masalah yang sebenarnya penting ini.. pikiranku sama sekali tak bisa berpikir jernih, mengingat sakit yang masih kurasakan di perut dan jariku..

"ok.. kalau gitu biar Ivan pergi saja dari rumah ini.. gak ada gunanya lagi kan sekarang..? kakak juga sepertinya gak menganggap Ivan seperti adek kakak lagi apalagi pacar kakak.. jadi un..."

"PLAAAKKK..."

"PLAAAKKK.."


kata - kataku terhenti, ketika dua kali tamparan keras dari kak Risya mendarat telak di pipiku.. tak ada sama sekali rasa sakit yang kurasakan di pipiku, tapi rasa sakit itu malah kurasakan di hatiku.. dua tusukan di perut dan dua jariku yang terjepit pintu memang melukai bagian dari tubuhku, tapi tamparan keras tadi malah langsung melukai hatiku..

"setelah kamu menyakiti hatiku, terus sekarang kamu malah mau pergi meninggalkan aku yang sedang terluka ini.."

"Hiks... Hiks..."


saat itu juga tubuhku langsung bergetar.. kata - kataku tadi yang berniat pergi dari rumah ini pasti sangat menyakiti hati kak Risya.. aku malah melakukan blunder dan malah bukan menyelesaikan masalah..

tangisnya seakan menusuk - nusuk jantungku.. aku perlahan mendekatinya dan memeluk tubuh kak Risya yang menangis sesenggukan..

"Lepaskan aku..." kata kak Risya tegas..

kak Risya berusaha melepaskan pelukanku dengan mendorong dadaku, tapi aku tetap menahan pelukanku di tubuhnya..

"maafin Ivan, sayang.." ucapku tulus berbisik di telinganya..

"Hiks... kamu jahat Van, kamu jahat.. Hiks... Hiks..." kata kak Risya sesenggukan dalam pelukanku..

"maaf sayang.." ucapku makin mempererat pelukanku.. "Aaahh, makin kupeluk erat kak Risya, malah makin sakit yang kurasakan di perutku.." kataku dalam hati..

dan lagi enak - enaknya memeluk kak Risya, perutku malah berbunyi.. kak Risya menggerakkan tubuhnya hingga pelukanku sedikit melonggar, dia menatapku sambil tersenyum manis dengan linangan air mata yang masih mengalir..


"Bangsat..!! kejadian ini mengingatkanku dengan kejadian beberapa hari yang lalu.. dan kejadiannya pun kurang lebih sama seperti sekarang.. perutku yang bunyi karena lapar, sama - sama baru baikan setelah kak Risya marah yang ada kaitannya dengan kak Alya dan baru keluar dari rumah sakit.. Bajingan...!! kok bisa sama gini ya..??" ucapku dalam hati..


"apakah melalui senyuman itu kata maaf dariku dapat diterima..?" tanyaku menatap matanya, kak Risya pun menganggukkan kepalanya..

"terus Ivan sekarang masih berstatus pacar Risya atau hanya adeknya saja..?" tanyaku lagi..

"dua - dua nya sayang.." kata kak Risya manja yang langsung membuat hatiku berbunga - bunga.. aku sangat merindukan panggilan sayang darinya itu.. aku kembali memeluk tubuhnya dengan erat..

"eh.. kok dipeluk lagi..? sayang lapar kan..? perutnya bunyi tadi tuh.." kata kak Risya..

"jangan ganggu dulu ya sayang, Ivan kangen banget dengan pelukan ini.. udah hampir empat hari lamanya pelukan ini gak Ivan dapatkan.." ucapku yang masih menahan sakit..

"iya deh, iyaa.." kata kak Risya membalas pelukanku..

"aduuuhh... sshhh..."

"Hah.. masih sakit ya perut sayang..?"


"aku sayang kamu, wanita manjaku.."
ucapku yang gak mau membahas sakit di perutku..

"ehh.."

"aku juga sayang kamu, pria cupuku.."
kata kak Risya..

aku melepaskan pelukanku dan menatap wajahnya.. kak Risya pun menatapku dengan pandangan heran..

"udah puas meluknya..?"

"saat ini udah, tapi ntar boleh lagi ya..?

"ishh kamu ni ya, gak bosen apa meluk Risya selalu..?"

"gak lah, sampai kapan pun Ivan gak akan pernah bosan.."

"sayang, maafin Ivan yaa.."
ucapku kembali meminta maaf..

"iyaa, udah Risya maafin kok.." kata kak Risya tersenyum menatapku..

"bener nih gak marah lagi kan..?" tanyaku..

"kamu mau Risya marah lagi gitu..?" tanya kak Risya dengan mulut dimanyunkan..

"Alhamdulillah.. Risyaku sudah kembali.." ucapku sangat pelan..

"kamu bilang apa sayang..?"

"gak apa - apa kok, yukk kita keluar.."

"kemana..? kamu masih sakit lho.."

"ayoo.. sayang ikut aja, temenin Ivan ya.."


aku dan kak Risya keluar dari kamar dan berjalan turun ke bawah.. di ruang tamu kulihat mama sedang duduk sambil membaca majalah kesukaannya.. aku dan kak Risya duduk di dekat mama, yang mana mama berada di tengah..

"ma, Ivan dan kak Risya keluar bentar ya..?" ucapku meminta izin pada mama..

"mau kemana..? kamu lagi sakit lho.." kata mama menutup majalahnya lalu memandangku dan mengusap rambutku..

"ke depan sebentar ma, bareng kak Risya kok perginya.. boleh ya ma..?" ucapku memelas sambil menatap mata mama..

"Fiuuhh.. mama paling gak bisa nolak permintaanmu kalau sudah kamu menatap mama kayak gitu.." kata mama pasrah..

"Hehe.. ya jelas gak bisa nolak lah mama, Ivan kan anak kesayangan mama.." sahut kak Risya menyandarkan kepalanya di pundak mama..

"mama juga sayang kok sama kamu, Sya.." kata mama mencium kening kak Risya..

"mau kemana sih kalian..?" tanya mama..

"tanya lah sama anak mama tuh..?" sahut kak Risya..

"mau makan sate kambing di depan kompleks perumahan ma.. mama mau, biar Ivan beliin..?" ucapku menawarkan membelinya untuk mama..

"mama gak mau.. buat kamu aja ya, kamu kan lagi sakit.." kata mama lembut..

"ya udah.. kami pergi dulu ya ma.." ucapku pamit..

"Risya.. jagain adek kamu ya..? eh salah, pacar kamu ya..?" kata mama menggoda kak Risya..

"iisshhh mama nih.. iya iyaa Risya jagain.." jawab kak Risya cemberut dengan bibir dimanyunkan..

aku dan kak Risya mencium punggung tangan mama dan kemudian berjalan keluar rumah menuju depan kompleks rumah.. karena jarak dari rumah ke tempat yang kami tuju tidak jauh, maka kami berdua memilih hanya berjalan kaki..

sesampaikan di rumah makan sate kambing, aku memegang tangan kak Risya dan berjalan ke pojok rumah makan itu.. padahal tempat ini masih terlihat sepi, tapi aku lebih memilih duduk di pojok saja.. kemudian seorang pelayan datang menghampiri meja kami..

"permisi mas, mbak mau pesan apa ya..?" tanya si pelayan ramah..

"dua porsi sate kambing sama nasinya juga ya mbak.. minumnya es teh manis dua.." ucapku..

"Risya gak usah pake nasi sayang, satenya aja ya.."

"kenapa gak pake nasi..?"

"Risya lagi diet sayang.."

"ya udah.. mbak nasinya satu aja ya.."
ucapku pada si pelayan..

"baik, ditunggu sebentar ya mas, mbak.." kata si pelayan ramah.. aku hanya menganggukkan kepala dan pelayan itu pun pergi meninggalkan meja kami..

seperti kata pelayan tadi untuk menunggu sebentar, pesanan kami pun telah tiba di depan kami dan siap untuk disantap.. aku dan kak Risya pun langsung makan..

"sayang.. hari jum'at dan sabtu besok sayang liburkan..?" tanyaku disela acara makan kami..

"Hmmmpp.. iyaa libur kan tanggal merah.. kenapa sayang..?" kata kak Risya sambil makan tanpa menoleh ke arahku..

"kita ke puncak, mau..?"

"ngapain..? terus sama siapa perginya..?"
tanya kak Risya menatapku..

"kita liburan ke sana berdua aja, mau gak..?"

"mau.. mau.. kapan kita berangkatnya..?"
kata kak Risya semangat..

"besok sayang jam berapa pulang kuliahnya..?" tanyaku..

"Hmm.. jam dua siang.." jawab kak Risya..

"ok.. besok sore kita berangkatnya, gimana..?" tanyaku lagi..

"tapi kan sayang masih sakit.." kata kak Risya dengan wajah sedihnya..

"jangan coba - coba batalin acara bulan madu kita ya, awas kalau sampai batal.." ucapku sedikit mengancam kak Risya..

"eh, maksudnya bulan madu..?" tanya kak Risya bingung, tapi aku hanya tersenyum menatapnya..

"a.. a.. apa kita akan melakukan hubungan...." kata kak Risya terputus setelah melihatku menganggukkan kepala..

"sa.. sa.. sayang serius..?" tanya kak Risya terbata - bata dan pipinya langsung merah merona..

"kenapa..? gak mau..?" tanyaku santai......





To Be Continue...!!!
 
Wow...ada update.....baca dulu....makasih buat TS nya yang menyempatkan update karya nya di sela2 kesibukan di RL 🙏
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd