Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kisahku, yang....!!!!

Siapakah yang akan menjadi pendamping hidup Ivan..?

  • Risya

    Votes: 243 68,3%
  • Alya

    Votes: 75 21,1%
  • Dinni

    Votes: 73 20,5%
  • Nadira

    Votes: 49 13,8%
  • Karakter baru

    Votes: 61 17,1%

  • Total voters
    356
  • Poll closed .
TERIMAKASIH




Aku kesulitan makan meski menggunakan sendok. Susah memegangnya hanya dengan tiga jari, sendok itu pun jatuh dari tangan kananku ke dalam piring yang kumakan. Reflek aku pun menoleh ke arah kak Risya dan secara bersamaan dia juga menatapku dengan mulut yang penuh dengan sate kambing. Aku hanya tersenyum melihat mukanya dengan pipi yang menggembung seperti itu.

"Sayang makannya susah ya dengan tangan yang sakit gitu..?" tanya kak Risya setelah menelan makanan di mulutnya dan aku masih terus menatap wajahnya.

"Sayang..? kok gitu sih lihatin Risya..?" kata kak Risya pelan lalu menundukkan wajahnya dan tangan kanannya mengusap bumbu sate kambing yang berada di kedua sudut bibirnya.

"Kenapa memangnya..?" tanyaku tersenyum tipis.

"Risya gak sanggup kalau sayang lihatin Risya kayak gitu.. jantung Risya rasanya kayak semakin cepat berdetaknya.." kata kak Risya yang masih menunduk.

"Hemmm.. udah pinter gombalin Ivan ya sekarang..?" tanyaku sedikit menggodanya.

"Eh.. bukan gombal sayang, tapi ini beneran kok.." kata kak Risya menaikkan kepalanya menatapku sebentar, tapi kemudian menunduk lagi karena aku masih terus menatap wajahnya.


"Hehe.. aku udah dapat kelemahanmu kak.. kenapa selama ini aku tak menyadarinya yah..? ini akan jadi senjata ampuh buatku suatu saat nanti.." ucapku kegirangan dalam hati.


"Kenapa sih sayang ini, kayak baru kenal sama Ivan aja.. kita udah sama - sama dari kecil lho, masa kalau Ivan liatin kayak gitu aja sayang jadi malu.." ucapku lalu meraih sendok tadi dengan tangan kanan, kemudian mengambil nasi dan menyuapinya ke dalam mulutku dengan bantuan tangan kiri.

"Sayang.. Risya suapin aja mau..?" tanya kak Risya melihatku yang susah payah makan dengan jari tanganku yang sakit ini.

"Gak usah lagi, nasinya mau habis kok.." ucapku kesal.

"Hihihihi.. sayangku kok berubah jadi jutek gini..?" tanya kak Risya kemudian mengambil nasi dari piringku dengan sendok miliknya dan mengarahkannya ke mulutku. Walaupun aku sedikit kesal karena dia yang terlambat menyadari aku yang kesulitan ketika makan, tapi aku tetap membuka mulut menerima suapan darinya.

"Kenapa mukanya gitu..? gak suka apa disuapin sama istrinya..?" tanya kak Risya dengan manja, dia mungkin melihat ekspresi wajahku yang kesal.

"Gak apa - apa.." jawabku ketus setelah menelan nasi suapan darinya.




"Kamu beruntung punya pacar yang perhatian kayak dia disaat kamu lagi sakit.." kata seorang wanita yang berdiri di seberang meja yang kami tempati. Aku dan kak Risya pun menoleh ke arahnya, wanita itu mengenakan jilbab dan tersenyum ke arahku. Usianya mungkin tak jauh berbeda dengan mama. Dan aku hanya mengernyitkan dahi menatapnya.

"siapa dia..?" tanyaku dalam hati.


"Boleh saya duduk di sini.." kata wanita itu meminta izin untuk duduk di depan kami.

"Silahkan bu.. kenapa mesti minta izin segala, ini kan rumah makan milik ibu.." kata kak Risya kemudian memberikan suapan terakhir ke mulutku.

"Hmm.. rupanya wanitu itu pemilik rumah makan ini toh.." kataku dalam hati.

"Ya kan harus minta izin juga, ntar takutnya ganggu pasangan yang lagi pacaran lagi.. Hihihihi.." kata ibu itu lagi dan kak Risya hanya tersenyum malu-malu.


"Saya Sinta, pemilik rumah makan ini.." kata ibu itu memperkenalkan diri sambil menjulurkan tangannya untuk bersalaman.

"Risya.." kata kak Risya meraih tangannya dan mencium punggung tangannya.

"Ivan.." ucapku singkat meraih tangannya dan mencium punggung tangannya juga.

"Kalian ini seperti pasangan yang serasi ya.. yang ceweknya cantik, terus si cowok juga tampan.. tapi tunggu dulu, kalian juga sepertinya mirip deh.." kata bu Sinta memperhatikan wajah kak Risya dengan agak lama kemudian beralih menatapku.

"Ya iyalah mirip...." ucapku yang langsung dipotong kak Risya.

"Beneran bu kami pasangan yang serasi..?" tanya kak Risya dengan semangat. Aku hanya menggelengkan kepala lalu meraih gelas es teh manis untuk meminumnya.

"Iya.. dan saya do'ain, semoga tetap bertahan sampai ke jenjang pernikahan ya.." ucap bu Sinta menengadahkan kedua tangannya mendo'akan hubungan kami.

"Amiiiinn.." kata kak Risya dengan semangatnya.

"Huuk... Huuk... Huuk..." dan aku tersedak saat minum hingga air tehnya sedikit keluar dari hidungku.


"Aaarghh.. kenapa aku jadi grogi gini saat orang lain malah mendo'akan hubunganku dengan kak Risya.. dan nanti apa iya mama dan papa akan merestuinya suatu saat nanti..?" tanyaku dalam hati.

"perempuan satu ini lagi, ngapain pula nyebutin kata pernikahan di depan kak Risya..?? ya pasti kak Risya senanglah mendengar kata itu, apalagi jika dikaitkan dengan hubungan kami ini, apa gak tambah semangat dianya..? Assemmm.." batinku.


"Kamu gak apa - apa sayang..?" tanya kak Risya khawatir sambil mengusap punggungku, dan bu Sinta hanya tersenyum melihatku.

"Ivan gak apa - apa kok sayang.." ucapku sambil tersenyum yang kupaksakan.

"Bu.. saya minta satu porsi lagi sate kambingnya, tapi dibungkus aja ya.." ucapku pada bu Sinta mencoba mengalihkan pembicaraan. Dia pun langsung bangun dari kursi yang ditempatinya, berjalan menuju steling jualanannya dan tiba-tiba berhenti menoleh ke arahku kemudian berkata :

"Jaga dia baik-baik dan jangan pernah kamu sakiti hatinya, karena saya tahu dia pasti sangat mencintaimu.." kata bu Sinta dan kulihat kak Risya menatapku sambil tersenyum.

"i.. i.. iyaa bu.." ucapku grogi dan bu Sinta berjalan lagi.

"Huuffff.. dari mana juga dia bisa tahu kalau kak Risya sangat mencintaiku..? padahal sepertinya aku baru kali ini bertemu dengannya, tapi dia seolah bisa melihat itu semua walaupun hanya bertemu sekali denganku.. dia seperti ahli dalam membaca keadaan dan karakter dari orang saja.." pikirku.



"Kamu ngelamunin apa sih sayang..?" tanya kak Risya menatapku dengan rauh wajah penasaran.

"Gak ada kok.." ucapku singkat.

"Bener..?" Tanya kak Risya lagi sambil memiringkan sedikit kepalanya.

"Iya bener sayaaang.." ucapku sedikit manja padanya dan kak Risya hanya tersenyum.

"Yuuukk kita pulang.." ucapku lalu bangun dan kak Risya pun bangun juga.


Aku dan kak Risya kemudian berjalan menuju meja kasir, mengambil pesanan satu porsi sate kambing untuk kubawa pulang. saat aku merogoh saku celana bagian belakang, aku tak menemukan dompetku. Bu Sinta pun memperhatikanku saat ingin mengambil dompet di saku celana.

"Kenapa sayang..?" tanya kak Risya melihatku yang sibuk merogoh saku celanaku.

"Dompet Ivan sepertinya ketinggalan di tas barang waktu pulang dari rumah sakit tadi sayang.." ucapku dengan tersenyum yang dipaksakan.

"Ya udah, biar Risya aja yang bayarin.." kata kak Risya.

"Nanti Ivan ganti uangnya ya.." ucapku lagi.

"Gak usah diganti, kali ini biar Risya aja yang traktir.." kata kak Risya lagi sambil mengambil uang dari saku baju kemejanya dan diberikan pada bu Sinta.

"Tuh liat, sampai dia yang bayarin kan makanannya.." kata bu Sinta kembali tersenyum padaku setelah menerima uang dari kak Risya, aku hanya tetap santai dan cuek ketika dia menatapku, tapi di dalam hatiku sangat kesal padanya.


"Aaarrghh.. apasih maunya nih emak - emak..? dari tadi seperti ngeledekin aku aja.. Bangsat..!!! Eh.. bisa diam gak sih, bawel amat kamu tuh dari tadi.." kesalku dalam hati.


"Makasih ya, Risya.. sering - sering mampir kesini lho.." kata bu Sinta.

"Cukup kali ini aja aku kesini, dan gak akan mau lagi menginjakkan kakiku ke tempat ini lagi.. Bangsat..!!" ucapku memaki dalam hati.

"Sama - sama bu.. Insya Allah, kami akan mampir lagi.. iya kan sayang..?" kata kak Risya dengan manja sambil bertanya padaku.

"Huufff.. pasrah aku kalau sudah dengar suara manjanya kak Risya.." gumamku.

"Hemm.." ucapku cuek.

"Kami permisi dulu ya bu.." pamit kak Risya.

"Iya Risya.." kata bu Sinta, kemudian aku dan kak Risya pun keluar dari rumah makan itu untuk pulang ke rumah.








Risya Zhahira Ararya
427203e4-5cf7-4d43-ba71-0f8c75357ce2

Sesampainya di rumah, aku hanya duduk di balkon lantai dua ditemani kak Risya yang juga duduk di sebelahku. Tanganku terus digenggamnya sejak pulang dari rumah makan tadi dan kini dia menyandarkan kepalanya di pundakku. Dia kembali menunjukkan sifat manjanya dan kalau sifat manjanya itu bisa bicara, dia mungkin akan bilang begini :

"Ivan.. ini loh aku (manja) dengan segala kekurangan yang aku miliki ini.. tapi dengan sifat ini yang mungkin kata orang kekanak - kanakan, ketahuilah ada rasa sayang dan cinta yang begitu besar dari dia (Risya) melalui aku (manja) yang mungkin itu tak sepenuhnya bisa kamu rasakan.."

"eh.. ngomong apa aku ini ya..!!"
gumamku..


Jelas ini jauh berbeda dari sifat kak Risya dulu sebelum aku pergi dari rumah ini. Tegas, bawel dan sedikit keras, seolah itu semua tak tampak lagi ada pada dirinya. Semuanya hilang dan digantinya dengan manja dan sifat pemalunya itu.

Kesal dengan sifat itu..??? Oh tentu tidak, aku malah menyukai keduanya. Dan jujur, aku bisa merasakan cintanya yang begitu besar padaku melalui dua sifatnya itu. Terus, apa benar dia wanita yang dimaksud oleh kakek..?? Dengan segala perhatian dan kasih sayangnya untukku, aku menyimpulkan bahwa dialah wanita itu.

Apa aku terlalu cepat dalam memutuskan itu..? Entahlah, aku tak tahu itu. Sekarang ini aku hanya ingin menjaganya dan ingin mempertahankan hubungan ini sampai pada suatu saat nanti aku bisa menikahinya.

Namun, aku nantinya pasti akan menghadapi tembok besar dan kokoh jika memilih kak Risya untuk menjadi pendamping hidupku. Papa dan mama pasti akan menentang habis - habisan keinginanku nantinya untuk menikahi kak Risya. Jika nanti mereka menentangnya, lalu kenapa mama malah mengizinkan aku dan kak Risya pacaran..? Akibatnya apa sekarang, benih - benih cinta ini malah tumbuh di hatiku dan semakin lama semakin membesar.


"Ada apa sebenarnya ini..? apakah ada sesuatu hal yang tidak aku ketahui selama ini..? tapi apa itu..?" tanyaku dalam hati.




"Sayang.. kamu ngelamunin apa sih..?" tanya kak Risya mengejutkanku. Dia menopang dagunya di atas bahuku dan wajah kami sangat dekat sekali. Aku hanya memandang lurus kedepan.

"Eh.. gak kok sayang.." ucapku mengelak.

"Kenapa mesti bohong sih..? Risya dari tadi perhatiin sayang lho lagi melamun.. sayang, lagi ada masalah ya..?" tanya kak Risya masih menatapku, genggaman pada tangan kiriku dilepasnya dan dia meletakkan tangan kanannya di atas tangan kiriku yang berada di atas pahaku.

"Gak ada kok sayang.." ucapku pelan dan lembut padanya.

"Ya udah kalau sayang belum mau cerita sekarang.. tapi Risya akan siap dengerin kok kalau sayang udah siap untuk cerita.." kata kak Risya tersenyum lalu memeluk lengan kiriku.



"Sayang.." ucapku memanggilnya..

"Iya.." kata kak Risya melepaskan pelukannya pada lenganku dan menatapku dengan pandangan yang membuat hatiku merasa sejuk. Aku lalu menggeser posisi dudukku hingga menghadapnya.

"Hmm.. a.. anu.."

"Apa sayang..?" tanya kak Risya sambil memiringkan sedikit kepalanya.

"Hmm.. sejak kapan Risya jatuh cinta sama Ivan..?" tanyaku.

"Eh.. kok nanya soal itu sih, sayang..?" tanya kak Risya menundukkan kepala dengan rona merah di pipinya.

"Gak apa - apa, kalau sayang gak mau jawab.." ucapku pasrah, kak Risya pun mengangkat kepalanya dan menatapku.

"Se.. sebenarnya sejak sayang pergi dari rumah ini lebih dari tiga tahun yang lalu, Risya saat itu sangat merasa kehilangan tahu gak.. rasa kehilangan yang Risya rasain berbeda sayang, bukan hanya sekedar antara kakak dan adik aja.. dan ketika sayang sebulan yang lalu kembali lagi ke rumah ini, perasaan Risya bahagia banget.. tahu gak sayang kapan puncak dari kebahagiaan yang Risya rasakan..? waktu sayang nembak Risya di hari itu juga, Risya sebenarnya tahu kok kalau sayang waktu itu hanya bercanda aja.. tapi dengan berjalannya waktu, cinta ini seakan semakin lama semakin membesar aja sayang.." kata kak Risya menjelaskan panjang lebar dengan mata yang berkaca - kaca. Dia berusaha menjelaskan itu semua dengan tetap menatapku.

"Risya hanya bisa jelasinnya gitu aja dan maaf Risya gak tahu pastinya kapan Risya mulai jatuh cinta dengan Ivan.." kata kak Risya kembali menundukkan kepalanya.


"cuukkk.. berarti kak Risya udah jatuh cinta denganku sejak lama, tapi selama itu juga aku sama sekali tak menyadarinya sedikit pun.." batinku.


"Ma.. makasih ya sayang.." ucapku.

Aku kemudian memegang dagunya dan mengangkatnya sedikit hingga tatapan kami bertemu. Kudekati wajahnya, aku berniat ingin mencium bibirnya. Kak Risya yang melihatku mendekatinya, secara perlahan memejamkan matanya. Saat bibir kami hampir bersentuhan

"Aduuhh.. sshhh.. aduuuuhh sakiit.." teriakku kesakitan saat telinga kananku ditarik seseorang. Kak Risya pun reflek membuka matanya mendengar teriakan dariku dan aku juga sedikit menoleh ke sebelah kanan melihat siapa yang menarik telingaku.



"Ma.. mama.." kata kak Risya terkejut.

"Eh, mama.. Hehe.. Auuuwww.." ucapku cengengesan ketika melihat mama yang menatapku dengan tajam. Tangan kanan mama menarik telingaku sedangkan tangan kirinya berada di pinggangnya.

"Kamu mau ngapain..? udah mama bilang kan dulu jangan macem - macem.. udah lupa, haah..?" kata mama menatapku tajam sambil menarik lebih kuat lagi telingaku.

"Aarrgghh.. aduuhhh, ampun ma.. gak lagi beneran, sakit ini ma.." erangku, dan aku berusaha mengikuti tarikan mama di telingaku agar tidak terlalu sakit.

"Ma.. udah cukup ma, Ivan jangan dijewer lagi kupingnya.." kata kak Risya bangun lalu memegang tangan kanan mama.

"DIAM KAMU, SYA.." bentak mama pada kak Risya hingga membuat kak Risya menunduk dan melepaskan pegangannya di tangan mama.

"MASUK KAMU KE KAMAR SANA.." perintah mama tegas, kak Risya pun menatapku sebentar dengan matanya yang berkaca - kaca, kemudian berjalan ke pintu balkon rumah menuju kamarnya.

"Auuwww.. Ampun ma.." ucapku memegang tangan mama dan mama pun melepaskan tangannya di telingaku.

Aku dan mama pun duduk di sofa balkon rumah. Kupegang telingaku yang sedikit sakit karena kuatnya mama menariknya tadi. Aku menoleh ke arah mama, dan mama juga menatapku dengan pandangan yang datar - datar aja, tidak dengan tatapan tajam seperti tadi.

"Hehe.. maafin Ivan ma.."

"Mama udah ingetin kan dulu jangan macem - macem, tapi apa yang mau kamu lakukan tadi..?" kata mama cemberut.

"Aku kan udah minta maaf ma.." ucapku membela diri.

"Hemmm, iyaa iya.." kata mama.

"Ma, besok Ivan dan kak Risya pergi ke puncak mau liburan, bolehkan ma..?" ucapku meminta izin ke mama.

"Kamu itu lagi sakit, jadi gak boleh pergi jauh-jauh dulu, Van.." kata mama mengusap kepalaku.

"Ma.." ucapku seperti biasa mengeluarkan jurus andalan dengan menatap dalam-dalam mata mama.

"Huufff.. kamu ini ya, selalu aja begitu kalau ada keinginannya yang gak dituruti.." kata mama menghela nafas.

"Bolehkan ma..?" tanyaku meyakinkan.

"Iya iya boleh.. kalau udah lihat kamu menatap mama seperti itu, mama gak bisa gak menurutinya.." kata mama pasrah lalu menyandarkan kepalanya di pundakku.

"Hehe.."

"Dasar kamu ini Van, selalu aja gunakan cara itu kalau ada maunya.."

"Tapi kamu nanti nginapnya di hotel milik kamu kan..?" tanya mama menegakkan kembali tubuhnya dan menatapku.

"Iya ma.." ucapku kemudian menganggukkan kepala.

"Eh, berarti mama udah tahu tentang itu, ma..?"

"Apa yang mama tidak ketahui tentang kamu itu..? kamu itu anak mama, Ivan.." kata mama.

"Terus gimana dengan kak Risya, apa mama sudah memberitahukan semuanya dengan kak Risya..?" tanyaku.

"Mama belum siap memberitahukan semuanya dengan kakakmu.. mama takut dia bakal kecewa nanti karena tidak mendapatkan apa - apa dari semua ini.." kata mama yang terlihat sedih kemudian sedikit menundukkan kepalanya.

"Sepertinya ini ada yang salah, ma.." ucapku yang mulai curiga akan sesuatu.

"Ada yang salah..? maksud kamu..?" tanya mama kembali menatapku dengan wajah kebingungan.

"Iya ada yang janggal aja ma.. masa papa dan kak Risya gak dapat apa - apa.." ucapku mulai memikirkan sesuatu.

"Eh.. hmm.. hmm.. karena kamu cucu kesayangan kakeklah, makanya kakek memberikan segalanya padamu.." kata mama yang awalnya salah tingkah tapi kemudian berhasil menenangkan dirinya lagi. Aku mengerutkan dahiku saat menatap mama, tapi mama seolah menghindari kontak mata denganku. Mama sepertinya tak mau menatap ke arahku.

"ok.. kakek memang pernah mengatakan padaku dulu, bahwa semua yang dimilikinya akan diberikan hanya untukku.. dan kakek juga mengatakan bahwa aku adalah pewaris tunggal keluar Ararya.. lalu bagaimana dengan papa sebagai anak kakek dan kak Risya sebagai cucu kakek juga..? Aaarrgghhh.. ini makin membuatku pusing.." ucapku dalan hati.

"Ma, ada sesuatukah yang mama sembunyikan selama ini dari Ivan..? dan apakah Ivan boleh mengetahuinya..?" tanyaku yang mulai penasaran.

"A.. apa yang mama sembunyikan dari kamu..? gak ada kok.." kata mama dengan bibir yang bergetar dan melihat ke arah lain.

"Hmm.. aku tahu mama sedang membohongiku, ma.. itu sangat terlihat dari mama yang menghindari kontak mata denganku, perubahan ekspresi mama dan kelihatan mama juga gelisah saat berbicara denganku.." pikirku.


"Ivan bukan anak kecil lagi yang mudah untuk mama bohongi.." ucapku memegang tangan kanan mama.

"Udah kamu istirahat aja dulu, besok kan mau pergi ke puncak.. jadi istirahat dulu yang cukup.." kata mama mengalihkan pembicaraan dan langsung berdiri, tapi aku masih tetap memegang tangan mama untuk menahannya agar jangan pergi dulu sebelum mama menjelaskan semuanya.

"Mama gak mau cerita sama Ivan..?" tanyaku lagi yang masih berusaha membujuk mama agar mau jujur denganku.

"Jagalah kakakmu Ivan, jangan pernah kamu menyakiti hatinya dan ingat jangan pernah berbuat macem - macem lagi dengan kakakmu.." kata mama lalu berjalan meninggalkanku hingga peganganku pun terlepas dari tangan mama.

"Ma.." ucapku memanggil hingga mama pun menghentikan langkahnya.

"Atau mama gak akan pernah merestui hubungan kalian.." kata mama yang langsung membuatku terkejut dengan mata terbelalak, kemudian mama kembali berjalan memasuki rumah.


"Aset Kekayaan, yang seluruhnya hanya diberikan padaku.. Papa dan Kak Risya yang notabene anak dan juga cucu dari kakek tidak mendapatkan apa-apa sama sekali.. Hubunganku ini yang seharus ditentang, malah seolah-olah dibiarkan saja oleh kedua orang tuaku.. dan lebih gila lagi, kenapa hubunganku yang sebenarnya salah ini, malah Direstui oleh mama..? Aaarrgghh.. ada apa sebenarnya ini..?" analisaku.


Sepertinya aku harus mencari tahu semuanya sendiri. Mungkin mama tidak mau memberitahukannya padaku, tapi ada baiknya aku tanya dulu dengan papa nanti. Ini pasti ada hubungannya dengan kak Risya dan aku harus segera mencari tahu semuanya.




"Sayang.." aku mendengar seseorang seperti memanggilku.

"Heyy, sayang.."

"Eh.." ucapku kaget.

"Kok melamun lagi sih..? sayang lagi mikirin apa..? lagi banyak masalah ya..? ayo cepat cerita sama Risya.." kata kak Risya dengan banyaknya pertanyaan yang ditujukan padaku.

"Ivan mau tidur dulu ya.. besok kita kan mau ke puncak.." ucapku lalu berdiri, tapi tanganku ditahan kak Risya. Aku kemudian menoleh ke arahnya dan menatap wajah cantinya.

"Sayang.." kata kak Risya memelas.

"Huuffff.. nanti Ivan pasti ceritain kok.." ucapku.

"Janji ya.." kata kak Risya manja.

"Iya sayang, Ivan janji.."

"Ivan mau tidur dulu ya, Risya gak mau ikut..?" ucapku lalu berjalan meninggalkan kak Risya sendirian di balkon rumah.

"SAYANG, TUNGGUIN RISYA.." kata kak Risya sedikit berteriak. Dia berlari mengejarku seperti biasa ketika kutinggalkan dan melompat ke punggungku.

"Sshhh.. mmppff.." ucapku merintih merasa perih di kedua sisi perutku setelah kedua kaki kak Risya mungkin mengenai luka di perutku. Aku berusaha menahan suara rintihan ini, karena tak mau membuatnya jadi khawatir nantinya.



*~*~*~*


Keesokan harinya di waktu pagi, aku sudah siap berpakaian untuk pergi ke sekolah. Aku sebenarnya tadi tidak diizinkan untuk masuk sekolah dulu sama mama dan kak Risya, tapi mengingat sudah delapan hari aku gak masuk, jadi kuputuskan tetap berangkat ke sekolah dengan perutku yang sebenarnya belum pulih sepenuhnya.

Aku lalu keluar dari kamar dan menuruni anak tangga menuju meja makan untuk sarapan. Di meja makan sudah berkumpul semua anggota keluarga rumah ini. Papa, mama, kak Risya sudah duduk di meja. Selama ini sangat jarang sekali kami bisa berkumpul seperti ini di pagi hari saat sarapan.

"Tumben ini pa kita bisa kumpul di sini semuanya..?" tanyaku setelah duduk.

"Ini aja papa udah telat, dek.." jawab papa yang terlihat terburu-buru menghabiskan sarapannya dan aku hanya menggelengkan kepalaku kemudian mengambil roti dan mengoleskan selai coklat di atasnya.

"Ivan, kamu gak usah masuk sekolah dulu hari ini.. kamu itu masih sakit loh.." kata kak Risya yang duduk di sebelahku. Aku hanya menatap mata kak Risya dalam-dalam hingga membuatnya langsung menunduk perlahan.

"Kalau kamu masih sakit gak usah masuk sekolah dulu, Van.." kata mama yang telah selesai sarapan dan menatapku. Aku kemudian mulai memakan rotiku sedikit demi sedikit.

"Ivan udah sehat kok, jadi Ivan mau masuk sekolah hari ini ma.." ucapku setelah mengunyah roti.

"Pa, nanti pulang sekolah Ivan ke kantor papa ya..? ada yang mau Ivan bicarain dengan papa.." ucapku setelah menghabiskan roti. Mama langsung menoleh ke arahku setelah aku mengatakan itu, tapi aku cuek aja melihat mama yang menatapku dengan pandangan menyelidik.

"Jangan hari ini dek, papa sibuk banget di kantor kalau hari ini.." kata papa lalu berdiri dan mama pun ikutan berdiri mendekati papa, kemudian mama membenarkan posisi dasi papa. Setelah itu, kulihat mama seperti membisikkan sesuatu di telinga papa.

"Huufff.. sepertinya aku harus bersabar dalam mencari tahu rahasia yang disembunyikan mama.." batinku.


"Papa pergi dulu ya, ma.." kata papa kemudian mencium kening mama, dan mama menganggukkan kepala sambil tersenyum mesra.

"Adek, kakak, papa berangkat duluan ya.." kata papa kemudian berjalan keluar rumah untuk berangkat ke kantor.

"Hati-hati pa.." ucapku dan kak Risya barengan. Kami berdua pun lalu saling memandang dan sama-sama tersenyum. Mama pun pergi ke dapur membawa piring kotor milik papa tadi.

"Ivan berangkat dulu ya sayang.. udah telat ini kayaknya.." ucapku bergegas untuk berangkat ke sekolah.

"Tunggu bentar, biar Risya yang anterin.." kata kak Risya bangun dari kursi meja makan dan berlari naik ke atas.

"Sayang, gak us..." ucapku terhenti melihat kak Risya yang sudah jauh berlari naik ke lantai dua.

"Huuffff.." aku hanya bisa menghela nafas.



aku kemudian berjalan keluar dari rumah dengan menenteng tas punggung. Kulihat mama sedang menyiram tanaman di sebelah rumah. Mama sangat hobi merawat tanaman, sehingga mama mendesain sebuah taman kecil tepat di sebelah rumah agar lebih mudah menyalurkan hobinya.

Palem Hias, Lemon Lime Draceana, Lili Paris, bunga Kembang Sepatu, bunga Anggrek dan banyak tanaman lain yang gak kuketahui namanya berada di taman tersebut. Aku lalu menghampiri mama untuk pamit ke sekolah.

"Ma, Ivan pergi ke sekolah dulu ya..?" pamitku lalu meraih tangan mama dan mencium punggung tangannya.

"Kamu yakin kuat sekolahnya, Van..?" tanya mama sambil meletakkan gembor (penyiram tanaman) terbuat dari aluminium yang dipegangnya dengan tangan kiri.

"Ivan udah sembuh kok. Ma, Ivan udah besar sekarang, jadi mama jangan terlalu manjain Ivan seperti dulu lagi.." ucapku masih memegang tangan kanan mama.

"Yakin kamu udah besar..?" tanya mama seperti menggodaku.

"Iyalah udah besar, jadi mau mama Ivan kecil terus gitu..?" tanyaku sedikit kesal.

"Hehe.. iya iya, udah besar sekarang anak mama ini.." kata mama sambil mencubit pipiku.



"Sayang.. ayo, ntar kamu telat lho.." kata kak Risya yang sudah berada di dekatku. Mama melepaskan cubitannya di pipiku.

"Hati-hati ya, sayang.." kata mama yang hanya kubalas dengan anggukan.

Aku pun berangkat ke sekolah diantar kak Risya. Sesampainya di depan sekolah, kulihat pintu gerbang sudah tertutup rapat yang menandakan bahwa aku datang terlambat. Aku melirik jam digital yang berada di mobil menunjukkan pukul 07.10 wib, itu berarti aku sudah terlambat sepuluh menit.

Kak Risya yang duduk di kursi kemudi memegang tangan kananku yang masih ada perbannya di kedua jariku, lalu mencium punggung tanganku.

"Jangan bandel di sekolah dan harus rajin belajarnya ya, sayang.." kata kak Risya menatapku sambil tersenyum manis.

"Siap istriku.." ucapku singkat dan kak Risya terlihat senang ketika aku memanggilnya dengan panggilan 'istriku'. Aku lalu melepaskan tangan kananku yang dipegang kak Risya, lalu aku memegang leher belakangnya dan menariknya ke arahku hingga bibir kami pun bertemu.

"Cuuppp..."

"Muuachhh..."


Aku hanya melakukan kecupan singkat di bibir kak Risya. Kemudian memundurkan kepalaku sedikit kebelakang, menatap wajah kak Risya yang matanya masih terpejam. Kutatap wajah cantiknya sejenak, kemudian kembali mencium bibirnya lagi.

"Cuuppp... Cuuppp... Muuuacch..."

"Cuuppp... Cuuppp... Muuuacch..."


"Sayang.. Hemmmm.. nanti kamu.. Hmmppff.. telat lho.." kata kak Risya disela ciuman kami. Aku masih terus mencium bibirnya tanpa menghiraukan ucapannya tadi, karena memang dari awal aku memang sudah terlambat.

"Slluurrpplp... hhhmmmppfff.... Slluurrpplp..."

Aku malah semakin gencar menyerang bibir kak Risya dengan memasukkan lidahku ke dalam mulutnya. Aku kemudian mencari lidahnya dan setelah lidah kami bertemu, aku langsung membelitkan lidahku dengan lidahnya. Lidahku pun seolah tak ada puasnya bermain di dalam mulut kak Risya dan bermain dengan lidahnya. Ketika aku akan mengeluarkan lidahku dari mulutnya, lidah kak Risya pun seolah mengikuti lidahku untuk keluar juga. Aku kemudian menghisap lidahnya kuat-kuat.

"Slluuurrpplpp... Slluurrplp... Slluuuurrrpplpp..."

Kak Risya memegang pipiku dengan kedua tangannya. Dia kemudian melepaskan ciuman yang mulai panas ini. Secara reflek tanganku yang berada di belakang lehernya tadi, kini beralih mengusap bibirnya yang sedikit basah karena air liurku dan kak Risya juga melakukan hal yang sama dengan mengusap bibirku.

Aku menatap wajah kak Risya yang kini sedikit menunduk dan dia sama sekali tak berani membalas tatapanku ini. Kupegang dagunya dan menaikkannya sedikit, kembali aku mengecup bibirnya yang lembut dan merah itu.

"Cuuppp..."

"Muuachhh..."


Kecupan terakhirku tadi mengakhiri aksi ciuman kami yang terbilang sedikit panas. Kuakui memang, ciuman tadi menjadi ciuman yang paling panas yang pernah kulakukan dengan kak Risya.



"Si.. siapa kamu..?" tanya kak Risya dengan pipi yang merah merona.

"Aku..?" tanyaku sambil jari telunjukku menunjuk ke arah dadaku.

"He ehhh.." kata kak Risya mengangguk pelan.

"I'm your Husband, my Honey.." ucapku dengan senyuman yang tulus, dan kak Risya pun menatapku dengan mata yang berkaca-kaca.

"Jangan nangis, sayang.." ucapku lagi sambil mencubit kedua pipi kak Risya dan dia pun langsung cemberut dengan mulut yang dimanyunkan ketika aku mencubit pipinya.

"Terimakasih Van, makasih.. Risya gak nyangka tau gak, ternyata cinta Risya selama ini terbalas juga.." kata kak Risya kemudian memelukku. Tapi pelukannya tak begitu erat, karena terhalang persneling mobil yang berada di antara kami.

"Hiks... Hiks... Hiks..."

"Udah jangan nangis, Ivan gak mau lho punya istri yang cengeng gini.." ucapku mengejeknya.

"IVANN.." kata kak Risya dengan cepat melepaskan pelukannya.

"Hehe.. maaf ya sayang.." ucapku cengengesan sambil mengusap air matanya yang masih mengalir.

"Tuh lihat, Ivan telatkan jadinya.." ucapku melihat jam digital yang telah menunjukkan pukul 07.35 wib dan kak Risya juga ikut melihat jam tersebut.

"Sayang nyalahin Risya..? kan yang nyium tadi bukan Risya.." kata kak Risya kembali memandangku dengan mulut yang dimanyunkan.

"Udah ahh Ivan turun aja, udah telat banget ini.." ucapku membuka pintu mobil dan turun dari mobil.

"Sayang.." kata kak Risya memanggilku, aku menatapnya sesaat dan kak Risya juga menatapku dengan air matanya yang kembali mengalir, aku kemudian menutup pintu mobil dan berjalan mendekati gerbang sekolah.



Sesampainya di depan gerbang sekolah. Pak satpam, penjaga sekolah menatapku sejenak, kemudian dia melirik jam tangannya dan kembali menatapku sambil menggelengkan kepalanya.

"sial.. sepertinya aku gak dikasih izin untuk masuk ini.." batinku kesal.

Aku kembali menoleh ke belakang, kulihat mobilku masih ada di sana dan kak Risya pun menatapku dengan wajah yang sedih melalui kaca jendela sebelah kiri yang terbuka. Aku kemudian berjalan ke sebelah sekolah untuk mencari apakah ada celah agar aku bisa menyelinap masuk. Namun yang kutemukan hanya dinding beton setinggi 3 meter yang memanjang hingga ke belakang sekolah.

Namun aku melihat ada sebuah besi yang berdiri di dekat tembok sekolah dengan tingginya sekitar 1 meter tertancap di dalam tanah. Posisi besi itu berada agak ke belakang dari bangunan sekolah. Jadi kalau pun aku bisa melewati tembok ini, aku pasti berada di area belakang sekolah, jadi amanlah kayaknya.

Aku mendekati besi itu, memegangnya kemudian mencoba menggoyangkannya sedikit untuk mengecek apakah besi ini kuat untuk menjadi pijakanku nanti.

Aku kemudian mundur beberapa langkah menjauhi tembok sekolah. Setelah menoleh ke kiri dan ke kanan untuk memastikan tidak ada orang yang melihatku, aku lalu berlari ke arah besi tadi dan melompat dengan ujung besi bagian atas menjadi pijakanku untuk melompat lebih tinggi meraih ujung tembok.

"Ssshhh.." aku menahan sakit di jari tangan kananku setelah kedua tanganku berhasil memegang bagian atas tembok, kemudian dengan cepat aku menaiki tembok itu dan melompat ke dalam sekolah.

"Hehe.. ternyata gak begitu sulit melewatinya.." ucapku pelan setelah melompat ke dalam area sekolah.



"Ikuti saya...!!" ucap seorang wanita dengan tegas dari arah belakangku..

"Hmm.. sepertinya aku kenal dengan suara ini.." kataku dalam hati..

Aku kemudian menoleh ke belakang untuk memastikan siapa yang bicara denganku tadi. Dan di sudut sana berdiri seorang wanita dengan melipatkan kedua tangan di dadanya sambil menatapku dengan pandangan yang tajam.

"Hehe.. tiba - tiba aku kok merasa kangen dengan omelan tuh cewek.. masih galak kah itu cewek sama aku kayak tempo hari dulu..?" tanyaku dalam hati..


Yola Nafisha
65270914_397447604452714_6537421567751690444_n.jpg

"Eh, bu Yola.. Hehe.. ketahuan deh ternyata.." ucapku cengengesan. Tapi dia langsung berbalik dan berjalan menyusuri gang kecil selebar satu meter yang searah dengan posisiku berdiri sekarang.


"Udah gitu aja..? setelah ngomong hanya dengan dua kata, sekarang dia malah pergi tanpa memberi hukuman apa - apa.. enak betul aku kalau gini, besok - besok datang terlambat aja kalau gitu.." kataku dalam hati.

"CEPETAN...!!! lambat betul kamu geraknya.. kamu itu cowok atau cewek..?" kata bu Yola yang tiba - tiba berbalik, kemudian menatapku dengan tatapan sinis dan nada suaranya yang seperti mengejekku.

"Bangsat... baru sebentar aku seneng tadi karena kukira gak bakal dihukum.. sekarang malah aku merasa bakal dihukum berat ini.." batinku kesal.


"Ibu gak bisa lihat apa dari wajahku yang udah ganteng kayak gini.." ucapku santai dan cuek.

"Ganteng kok lambat gitu kayak cewek.. cowok apaan kayak gitu, dipotong aja tuh peliharaanmu, terus kasih aja sama binatang buas.." kata bu Yola sambil mulutnya dimanyunkan seperti menunjuk ke arah penisku dan kepalanya sedikit digerakkan ke atas.

"Kurang ajar ini cewek, ternyata mulutnya gak bisa dijaga.. selalu kalau ngomong sama dia membuatku jadi emosi terus.. lama-lama kuseret juga dia ke kamar nanti.. oops, mana ada kamar kalau di sekolah.. Aaarggh.. terserahlah.." ucapku kesal dalam hati.

Aku yang sudah kesal lalu berjalan cepat melewati bu Yola yang masih menatapku dengan tatapan sinisnya seperti biasa. Dia selalu mendapat celah untuk dapat menghukumku sesuka hatinya, namun aku belum sekali pun dapat membalas semua perlakuannya terhadapku selama ini.

Aku terus berjalan menuju ruang guru. Dan sebelum sampai ke sana, aku harus melewati ruang kelasku yang searah dengan ruang guru. Saat berjalan di depan kelasku, aku menoleh ke arah dalam kelas melihat ketiga temanku yang juga menatapku dengan wajah kebingungan.

"Kamu mau kemana..?" tanya bu Yola dari arah belakangku. Aku kemudian menghentikan langkahku dan berbalik menghadap bu Yola yang berdiri cukup jauh dari posisiku berdiri sekarang.

"Mau ke ruang guru lah.." ucapku ketus.

"Mau ngapain ke ruang guru..?" tanya bu Yola sambil melipatkan kedua tangan di dadanya yang berukuran sedang itu.

"Kan ibu mau meng....." ucapku terhenti karena sadar akan sesuatu..

"Sial...!!! bodoh banget sih aku.. dia kan tadi nyuruhnya buat ngikutin dia aja, bukan malah nyuruh pergi ke ruang guru.. Kampret..!! kelihatan oon aku di depan itu cewek.." kataku kesal dalam hati.


"Ja.. jadi saya harus kemana ini bu..?" tanyaku menatap wajah bu Yola yang tampak seperti menahan tawanya.

"Tuh kan.. dia seperti ketawa melihat tingkah bodohku barusan.. kenapa aku bisa bodoh gini sih di depannya..?" gumamku lirih.

"Kamu berdiri di depan tiang bendera sana selama dua jam mata pelajaran.. itu adalah hukuman buatmu yang datang terlambat ke sekolah dan selama delapan hari kemarin tidak masuk sekolah tanpa adanya keterangan apapun.." kata bu Yola pelan dan tegas sambil tangan kanannya menunjuk ke arah kiri dari posisiku sekarang. Kemudian bu Yola kembali melipatkan tangannya lagi di depan dadanya.

"Berdiri di tengah lapangan dengan sinar matahari yang terik begini..?? GILA...!!! walaupun ini masih pagi, tapi kalau dijemur selama satu setengah jam apa gak gosong ini badanku..?? Huuffff.." ucapku dalam hati.

"Kenapa kamu masih diam di situ..?" tanya bu Yola dengan ekspresi yang datar.

"Masih kurang dengan waktu dua jam mata pelajaran yang saya kasih..?" tanya bu Yola lagi.

"Atau apa perlu saya tambah lagi menjadi empat jam mata pelajaran.." katanya lagi dengan suara yang agak keras sambil menurunkan kedua tangannya yang dilipat di dada, kemudian berjalan mendekatiku. Tapi, sebelum bu Yola mendekatiku, aku langsung berjalan ke arah tengah lapangan.



Kini aku sudah berdiri di depan tiang bendera dan di bawah panasnya terik matahari. Dari sudut mataku dapat kulihat bahwa bu Yola yang tadinya berdiri di depan kelasku, kini melangkahkan kakinya menuju ruangan guru.

Sedikit demi sedikit tubuhku seperti dibakar oleh panasnya sengatan sinar matahari. Kulit tubuhku yang berwarna kuning langsat, kini sekarang berubah warna menjadi sedikit kemerahan.

Saat ini padahal jam masih menunjukkan pukul 8 lebih seperempat.. biasanya udara diwaktu pagi seperti ini sangat bagus, tapi tidak halnya seperti yang kurasakan sekarang. Udara sekarang sangat panas sekali yang kurasakan, ditambah lagi dengan sinar matahari yang semakin lama semakin panas dan seakan membakar kulit tubuhku ini. Keringat yang keluar melalui pori-pori kulitku mulai bercucuran dan membasahi tubuhku.

Kulihat ada beberapa siswa lain yang berjalan menuju toilet sekolah dan pandangan mereka pun tertuju ke arahku, tapi aku hanya cuek saja tak memperdulikan tatapan mereka itu.


"KRINGGG... KRINGG... KRINGG..." suara dering hpku yang lupa aku alihkan ke mode silent..

Aku lalu mengambil hpku yang berada di saku celana. Karena pandanganku yang tak begitu jelas, jadi aku tak dapat melihat siapa yang menghubungiku. Aku langsung menggeser ikon berwarna hijau di layar hpku.

"Ha.. halo.." ucapku dengan suara yang berat.

"Sayang... Hiks.. Hiks.." suara kak Risya yang menangis. Seketika mataku terbelalak mendengar kak Risya yang menangis dari sambungan telpon.

"Ka.. kamu kenapa sayang..?" tanyaku yang kini mulai khawatir dengannya.

"Hikss.. kamu dihukum ya, sayang..?" tanya kak Risya.

Tiba - tiba aku ingat akan sesuatu. Dengan tubuh ini yang sudah kelihatan tak sanggup untuk berdiri lagi, secara perlahan aku membalikkan tubuhku untuk melihat ke arah depan sekolah. Betapa terkejutnya aku ketika melihat mobilku masih berada di depan sekolah. Aku tak bisa melihat ke arah dalam mobil, karena posisiku berdiri sekarang yang lumayan jauh dengan posisi mobilku yang berada di depan sekolah. setelah mengantarkan aku tadi berarti kak Risya belum pulang ke rumah, padahal dia nanti ada jam kuliah jam sepuluh.

"Kenapa belum pulang sayang..? nanti telat lho masuk kuliahnya.."

"Risya mau nungguin sayang aja di sini sampai pulang sekolah.."

"Oke.. Ivan akan kasih izin untuk sayang kalau mau nungguin Ivan sampai pulang sekolah.. tapi, kalau sayang dalam satu bulan ini gak banyak bolos kuliahnya.. gimana..?"

"Hiks.. banyak kali sayang, 9 kali udah bolosnya.."

"Tuh kan.. berarti sayang sekarang pulang aja.."

"Sayang... please, boleh ya..?"

"Risya Zhahira Ararya, pulang ya sekarang..?"

"...."

"Hubungan kita ini sudah berjalan hampir sebulan dan udah 9 kali sayang itu bolos kuliah selama dalam hubungan ini.. jadi mau berapa kali lagi bolos kuliahnya..?"

"Ivan tahu kalau sayang itu hanya ingin terus bersama Ivan.. tapi jika terus seperti ini, itu hanya akan memberi dampak negatif buat kuliahnya sayang aja.."

"sayang.. sungguh Ivan itu sangat mencintai Risya, jadi tidak mungkin rasanya untuk Ivan menghentikan hubungan ini hanya untuk membuat sayang itu kembali lagi serius mengikuti kuliahnya sayang kan.. karena itu hanya akan membuat sayang sakit hati.. jadi Ivan mohon...."

"Tuut... Tuut... Tuut..."

"Sayang..."

"Halo, sayang..." ucapanku terputus karena kak Risya memutuskan saluran telpon..

"Hiuufft.. Huuffff..." aku hanya menarik nafas panjang dan mengeluarkannya perlahan.

"Semoga aja kak Risya gak marah.." gumamku.


Aku melihat mobilku berjalan meninggalkan area sekolah. Kemudian aku kembali membalikkan tubuhku perlahan untuk menghadap ke tiang bendera lagi. Namun ketika tubuhku mau menghadap ke depan, aku melihat Dinni berdiri di depan kelas sedang memandang ke arahku sambil memegang sebuah botol air mineral. Aku menatapnya hanya sebentar, lalu menghadap ke tiang bendera lagi.

Kurasakan tubuh ini mulai lemah dan kepalaku terasa sedikit pusing hingga membuatku tak kuat lagi untuk berdiri. Dalam kondisi lemah, tubuhku yang akan jatuh ke sebelah kanan tiba - tiba ditahan seseorang dari sebelah kiriku. Mataku sangat berat rasanya untuk kubuka, padahal aku sebenarnya ingin melihat siapa orang yang menahan pinggangku ketika akan jatuh tadi.

"Kita bawa Ivan ke ruang UKS, mukanya pucat banget ini.." suara Adrian yang kudengar dari sebelah kiriku..

"Hemm.. sepertinya dia yang menahan tubuhku ini.." ucapku dalam hati.

"Kurang ajar itu si Yola.. tega banget dia menghukum temen kita yang padahal baru aja sembuh.. Bangsat...!!! Awas aja itu cewek kalau Ivan kenapa - napa.." kudengar suara Dino yang kesal.

"Sudah sudah.. cepat kita bawa aja Ivan ke UKS, tubuhnya sangat lemah itu.." sahut Lucky menimpali pembicaraan Adrian dan Dino.

Dengan mataku yang masih terpejam, tubuhku dipapah untuk berjalan menuju ke ruang UKS. Kurasakan tangan seseorang memegang dengan erat tangan kananku. Jemarinya yang lembut itu kemudian dimasukkan ke sela jari-jemariku dan digenggamnya dengan erat.

Sesampainya di ruang UKS, tubuhku langsung di rebahkan di tempat tidur. Karena kepalaku yang pusing, aku mencoba untuk tidur sebentar.





•​


"Alhamdulillah, kamu udah bangun, Van.." kata Dinni yang berdiri di sebelah tempat tidur ketika melihat mataku sudah terbuka.

"Sshhh.. kamu Din, lama ya aku tidurnya tadi..?" tanyaku sambil berusaha bangun untuk duduk.

"Kalau masih pusing kamu rebahan aja, gak usah bangun dulu Van.." kata Dinni menahan bahuku ketika akan bangun, namun aku tetap bangun juga meski masih sedikit pusing.

"Aku gak apa - apa kok, Din.."

"Oiyaa, yang lain pada kemana..?"

"Ini jam istirahat, temen - temen kamu pergi ke kantin.. dari tadi mereka juga jagain kamu di sini, tapi karena udah jam istirahat, jadi aku nyuruh mereka pergi ke kantin.. jadinya kamu itu aku yang jagain di sini.." kata Dinni kemudian memegang tangan kiriku.

"Van, pulang sekolah nanti kamu ada wak..." ucapan Dinni terhenti ketika melihat bu Yola masuk ke ruang UKS dan berjalan mendekatiku yang duduk di atas tempat tidur.

"eee.. kamu tidak apa - apa, Van..?" tanya bu Yola yang menatapku dengan khawatirnya.

"Ivan gak apa - apa kok, bu.. hanya sedikit pusing aja.." ucapku.

"Maafin ibu ya, Van..?"

"Maaf buat apa, bu..?"

"Karena dua kali ibu hukum kamu dan dua kali juga kondisi kamu jadi down kayak gini.."

"Dua kali..?" tanyaku yang heran.

"Pertama yang waktu pulang sekolah ibu cubit dan menampar pipi kamu tempo hari itu.." kata bu Yola yang mencoba mengingatkanku kejadian sembilan hari yang lalu.

"Yang aku ingat sih bukan waktu dia mencubit dan menampar aku, tapi kenapa waktu itu dia sampai nangis padahal aku gak melakukan apa - apa dengan dia..?" ucapku dalam hati yang merasa heran dengan kejadian waktu itu, karena tiba - tiba bu Yola malah nangis.

"Ibu kenapa nangis waktu itu, bu..?" tanyaku.

"Aaah.. momentnya gak tepat ini kalau aku bicarain soal itu dengan bu Yola, karena Dinni masih ada di sini.. takutnya nanti Dinni malah berpikiran yang gak-gak lagi, sampai guru yang ditakuti di sekolah ini aku buat nangis.." kataku dalam hati.

"Dinni kok dari tadi diam aja sih, masa sampai segitunya takut sama bu Yola.." gumamku.


"Eh.. ibu gak apa - apa kok.. ibu pamit balik ke ruang guru dulu ya, kerjaan ibu masih banyak untuk mempersiapkan soal-soal ujian semester genap kalian nanti.." kata bu Yola yang salah tingkah dan seperti berusaha menghindar dari obrolan masalah itu.

"Ujian semester genap kan masih sebulan lagi, bu..?" tanyaku menatap wajah bu Yola yang sedikit menunduk.

"Hmm.. hemmm.. ibu cuma ingin lebih cepat nyiapin soal-soalnya aja.." kata bu Yola kemudian buru-buru keluar dari ruangan UKS.

"Din, yuk kita ke kantin juga gabung dengan yang lain.." ucapku langsung turun dari tempat tidur dan berjalan untuk keluar dari ruangan ini. Dinni juga mengikutiku dari belakang.

"Dasar cowok gak peka..!!" kata Dinni pelan, namun aku masih mampu mendengarnya. Setelah mendengar apa yang dikatakan Dinni tadi aku langsung menghentikan langkahku.

"Aduuuhh.." kata Dinni setelah menabrakku dari belakang. Aku lalu berbalik dan menatapnya.

"Kenapa kamu tiba-tiba berhenti..? tadi katanya mau ke kantin.." tanya Dinni.

"Siapa yang kamu maksud cowok gak peka..?" tanyaku tanpa menjawab pertanyaannya tadi.

"Kamulah.."

"Bu Yola itu suka sama kamu, DASAR COWOK GAK PEKA...!!!" kata Dinni cemberut dengan mulut dimanyunkan.

"Duuhhh.. kalau mulutnya digituin, Dinni jadi mirip dengan sayangku.. cantiknya juga gak kalah dengan kak Risya.." gumamku yang terpesona sejenak dengan wajah Dinni.


"Sok tau kamu, Din.."

"Aku itu cewek juga, Van.. jadi aku bisa lihat dari cara bu Yola menatapmu tadi, tatapannya tadi begitu dalam padamu.." kata Dinni dengan mata yang mulai berkaca - kaca, kemudian dia berjalan meninggalkanku sendiri di depan ruang UKS.

"Din...."

"Dinni..." ucapku memangilnya, tapi dia tak bergeming sama sekali dan tetap terus berjalan.

"Dasar cewek aneh..!!" ucapku kemudian berjalan menuju kantin sekolah.

"Loh, tasku tadi mana ya..?" tanyaku dalam hati..




"Teettt.. teettt.. teettt.." bel masuk pun berbunyi.

"Kamprettt... cepat banget bunyi bel masuknya, aku belum makan pula lagi.. perut juga udah laper ini.." kesalku yang belum sempat makan keburu bel masuk pula.

Aku kemudian melangkahkan kaki masuk ke kelasku dengan wajah tertunduk dan perut yang lapar. Bahkan disaat jam pelajarannya bu Yola pun aku tak dapat berkonsentrasi dengan penuh hingga mata pelajaran yang terakhir.

Saat pulang sekolah, Dinni kembali menawarkan untuk mengantarku pulang dengan mobilnya. Namun, untuk kesekian kalinya juga, aku kembali menolak ajakan darinya itu. Entah sudah berapa kali aku menolak terus ajakan darinya, hingga membuatnya kesal atas penolakanku dan langsung pulang dengan muka yang ditekuk.



*~*~*~*


Sore harinya setelah pamit dengan papa dan mama, aku dan kak Risya berangkat ke terminal bus tipe A. Sepulang sekolah tadi memang aku pergi dulu ke terminal bus membeli dua tiket tujuan puncak untuk keberangkatan sore hari, setelah membeli tiket baru aku pulang ke rumah.

Sesampainya di terminal bus, barang bawaanku dan kak Risya dimasukkan ke dalam bagasi mobil, kemudian kami langsung masuk ke dalam bus tujuan puncak. Karena bus akan berangkat dalam lima menit lagi, aku langsung menuju kursi yang akan kami tempati, sesuai dengan nomor kursi yang tertera pada tiket.

"Sayang.. tidur aja dulu ya..? kelihatannya sayang capek banget semenjak pulang dari kampus tadi.." ucapku ketika melihat wajah kak Risya yang sepertinya dia sangat lelah.

"Gak apa-apa nih Risya tinggal untuk tidur dulu..?" tanya kak Risya yang memeluk lengan kiriku.

"Gak apa-apa kok sayang.." ucapku lalu mencium keningnya.

"Ya udah kalau gitu, Risya tidur dulu ya.." kata kak Risya menatapku kemudian seperti biasa memberikanku sebuah senyuman manis dari bibirnya yang merah itu. Aku hanya menganggukkan kepala membalas ucapannya tadi.

Kak Risya pun menyandarkan kepalanya di bahuku dan tak lama kemudian kudengar suara dengkuran halus dari mulutnya yang menandakan bahwa dia sudah tertidur. Bus yang kami tumpangi pun berjalan perlahan meninggalkan terminal dan melakukan perjalanannya menuju puncak.

Aku lalu mengambil hpku di saku baju kemeja yang kupakai. Aku berniat menghubungi pihak hotel untuk menyiapkan kamar untuk kami nanti.

"Haloo..."

"Selamat sore.. ini dari Acc Hotel, ada yang bisa kami bantu..?"

"Ini dengan mbak Dina..?"

"Iya saya sendiri, maaf ini dengan siapa ya..?"

"
Ini aku Ivan, mbak.. masa mbak gak simpan nomor Ivan sih.."

"Oh, mas Ivan... eh maaf, pak Ivan maksud saya.. maaf pak, maaf... pak Ivan menghubunginya ke telepon ruangan saya, jadi kan saya tidak tahu.. karena tidak tertera nomornya pak Ivan.."

"Udah panggil Ivan aja, mbak.."

"Gak bisa gitu dong pak.. sekarang kan pak Ivan udah jadi atasan saya, jadi saya harus manggilnya 'Pak' mulai sekarang.."

"Cerewet bener sih kamu, mbak.. mau saya pecat..?"

"Ma.. ma.. maaf pak, saya kan hanya menjalankan prosedur.. pak Ivan kan...."

"Huufff.. udah udah udah, gak usah dibahas lagi.. tolong siapkan kamar utama ya mbak..? Ivan mau liburan ke puncak.."

"Sekarang pak..?"

"Tahun depan...!!! ya sekaranglah, Ivan sedang dalam perjalanan ini.."

"Ba.. baik pak, saya akan siapkan semuanya.."

"Bagus.. mungkin sekitar satu jam lebih gitu Ivan baru tiba di hotel.."

"Baik pak, nanti saya suruh supir di hotel yang akan jemput pak Ivan.."

"Gak usah mbak, Ivan bisa naik taksi aja nanti.."

"Ya udah kalau gitu, sampai ketemu nanti ya mbak.."

"Iya pak.."

Aku lalu memutuskan saluran telpon dengan mbak Dina. Mbak Dina merupakan salah satu orang kepercayaan kakek untuk mengurus hotel milik keluarga kami. Dia bekerja sebagai manager di hotel milikku sejak masih dipimpin oleh kakek.


"Owhh iya aku baru ingat, dulu papa pernah cerita kalau akan ada pembangunan hotel yang akan di bangun di kota B. Dan aku juga disuruh papa untuk konsultasi terlebih dahulu dengan managernya.

"Aaah, kebetulan sekali ini, aku bisa bicarain tentang itu nanti di hotel.." kataku dalam hati..


Karena sudah sampai, sebenarnya aku tak tega membangunkan kak Risya dari tidurnya. Tapi apa boleh buat, aku tetap harus membangunkannya juga.

Setelah melakukan perjalanan selama satu jam lebih dengan bus dan dua puluh menit dengan taksi, aku dan kak Risya akhirnya tiba juga di depan bangunan hotel berlantai 20, nama hotel tersebut didesain dengan sangat cantik di depan bangunan tersebut, yaitu "Acc Hotel".

kak Risya lalu masuk dan mendekati meja resepsionis. Aku hanya mengikuti kak Risya dari belakang sambil membawa sebuah koper bawaan kami.

"Maaf mbak, masih ada kamar kosong gak..?" tanya kak Risya pada dua wanita di meja resepsionis, mereka berdua langsung bangun ketika kak Risya akan mendekati kedua wanita itu. Hana dan Putri, namanya tertera di bad nama pihak hotel, dan dua orang itu bekerja di bagian resepsionis.

"Gila... ternyata cantik-cantik juga para pegawaiku di sini.." batinku.


"Kebetulan masih ada bu, ini ada daftar jenis kamar beserta fasilitas yang bisa digunakan, ibu bisa lihat-lihat terlebih dahulu.." kata Hana ramah sambil memberikan sebuah buku yang bertuliskan nama hotel pada sampul depannya.

"Saya pilih yang standard aja mbak, gak usah yang terlalu bagus.." kata kak Risya memberikan kembali buku yang berisikan daftar jenis kamar hotel pada Hana. Aku lalu berdiri tepat di sebelah kiri kak Risya dan meletakkan koper di sebelah kiri dari posisiku berdiri.

"Baiklah.. untuk berapa kamar bu..?" tanya Hana ramah dan tersenyum, dia kemudian menoleh ke arahku dan juga memberikan senyuman manis dari bibirnya yang mungil itu.

"Bangsat... bisa tergoda aku melihat kecantikannya itu.." makiku dalam hati.


"Dua kamar mbak.." kata kak Risya sambil memberikan kartu tanda pengenalnya.

"Eh.. apa maksudnya kak Risya ini memesan dua kamar..?" tanyaku dalam hati.

"Satu kamar aja mbak" ucapku cepat.

"Dua kamar.."

"Satu kamar.."

"Dua.."

"Satu.."

Kedua pegawai resepsionis pun hanya bisa bingung menatapku kemudian menatap kak Risya lagi yang tengah berdebat mau mengambil berapa kamar. Di tangan si Putri sudah ada dua buah Vingcard yang akan diberikan pada kak Risya nantinya.

"DUAAA.." kata kak Risya sedikit keras hingga beberapa orang yang duduk di lobby hotel menatap ke arah kami, tapi aku hanya cuek aja ketika mereka menatapku seperti tidak senang.

"Terserah mereka mau ngapain.. mau duel kah..? AYOO.. aku bakal ladeni kalian semua.." kataku dalam hati.


"Ting..." suara lift terbuka dari sebelah kiri yang tak jauh dari meja resepsionis, keluarlah seorang wanita cantik berusia sekitar 28 tahun dengan pakaian blouse berwarna abu - abu dan rok selutut dengan warna yang senada juga. Ketika dia melihatku yang berdiri di meja resepsionis, dia berjalan sedikit cepat menghampiriku.

"Hmm.. sepertinya dia mirip dengan seseorang deh..? owh iyaa.. mirip dengan cewek galak itu.. kenapa bisa mirip gitu ya..?" pikirku.


"Pak....." katanya yang langsung dengan cepat kuputong sebelum dia menyebut namaku.

"Maaf, ibu manager di hotel ini ya..?" tanyaku padanya sambil menjulurkan tangan ke arahnya dan dia pun menjabat tanganku.

"Iya pak.. apa ada yang bisa saya bantu, pak..?" tanya mbak Dina.

"Mulai besok saya mau dibukakan lowongan pekerjaan untuk dua orang bagian resepsionis ya.." ucapku pelan dan tegas. Hana, Putri dan kak Risya pun langsung menatapku. Kak Risya menatapku dengan bingung, sedangkan Hana dan Putri kelihatan gelisah dan ketakutan.

"Tapi pak, kita kan sudah punya pegawai di bagian resepsionis, Hana dan Putri.." kata mbak Dina dengan sopan.

"Mereka tak mau menuruti kemauan saya, jadi buat apa dipertahankan.." ucapku dengan santai, aku sebenarnya hanya bercanda saja. Lagian memang sebelumnya aku belum pernah ketemu dengan mereka, jadi Hana dan Putri tentu tidak mengenaliku.

"Baik pak Ivan, saya akan buka lowongannya besok.." kata mbak Dina.

"Mm.. ma.. maaf pak, saya tidak tahu kalau bapak pemilik hotel ini.." kata Putri dengan wajah tertunduk dan si Hana juga menunduk tak berani menatapku.

"Mbak Dina, mana Vingcard kamar Ivan..?" ucapku menanyakan kunci kamarku.

"Sebentar pak, saya ambilkan dulu.." jawab mbak Dina lalu berjalan ke meja resepsionis dan kembali lagi sambil memegang sebuah kartu.

"Ini pak Vingcard nya.." kata mbak Dina memberikan kunci kamarku.

"Makasih ya mbak, Ivan masuk ke kamar dulu.." ucapku pamit pada mbak Dina, kemudian berjalan sambil membawa koperku.

"Silahkan pak.."

"Pak Ivan, kalau ada apa - apa telpon saya aja, pak.."

"Ok.." jawabku singkat.


Aku dan kak Risya pun berjalan ke arah lift untuk naik ke atas menuju kamar utama. Saat berjalan ke arah lift, samar-samar kudengar pembicaraan mbak Dina dan kedua pegawai resepsionis.

"Saya sudah bilang sama kalian kan tadi, jangan melakukan kesalahan.. ini malah buat kesalahan di depan bos baru kita pula lagi.." kata mbak Dina yang samar-samar masih dapat kudengar.

Aku dan kak Risya kini berada di dalam lift. Kemudian menekan angka 20 untuk naik ke lantai paling atas. Aku hanya bisa mengulum bibirku menahan tawa setelah kejadian tadi, tapi kak Risya sepertinya mengetahui aksiku yang telah ngerjain kedua wanita tadi.

"Sayang.. kamu ngerjain mereka ya..?" tanya kak Risya dan dari sudut mataku dapat kulihat kalau kak Risya sedang menatapku.

"Hahahaha..." tawaku dengan kerasnya, karena aku tak dapat lagi menahannya.

"Iiihhhh.. jahat bener sih kamu ini.. kasihan loh mereka tadi sampai ketakutan gitu.." kata kak Risya memukul lenganku pelan.

"Haha.. sekali - kali mereka perlu dikerjain juga, sayang.. jangan terlalu serius banget kerjanya.." ucapku mengalihkan pandanganku menatap wajah kekasihku.

"Ingat..!! Kamu masih punya hutang penjelasan sama Risya tentang hotel ini.. terus kenapa bisa namanya jadi Acc Hotel..?" kata kak Risya.

"Ting..." pintu lift pun terbuka, aku dan kak Risya pun berjalan menuju ke kamarku.

"Masih banyak waktu kok buat ngejelasinnya, kita kan tiga hari di sini.." ucapku sambil menaik turunkan alisku, tapi kak Risya hanya santai aja melihatku.


"1802.." kata kak Risya pelan ketika kami sudah berhenti di depan pintu kamar.

"Iya, ini kamar kita.. kenapa memangnya sayang, ada yang salah..?" tanyaku lalu membuka pintu kamar dengan Vingcard.


"1802 kan...."

"18 februari.. tanggal dan bulan lahirnya Ivan, sayang.." ucapku memotong ucapan kak Risya, aku kemudian masuk ke kamar setelah pintunya terbuka dan kak Risya mengikutiku dari belakang.

"iiihhhh.. kamu ini lho, suka banget motong pembicaraan orang lain.." kata kak Risya dengan mulut dimanyunkan. Aku meletakkan koper di atas sofa, kemudian berjalan mendekati kak Risya. Kupegang kedua pipinya dan mengecup bibirnya yang lembut.

"Cuuppp..."

"Muuachhh.."


"Ivan akan selalu mencium sayang, kalau bibirnya selalu dimanyunkan kayak tadi.."

"Jadi kalau sayang gak suka Ivan cium, jangan pernah cemberut apalagi dengan mulut dimanyunkan, ok.." ucapku menatapnya yang seperti melihat ke arah bibirku, kak Risya menghindari tatapan mataku.

Kemudian kak Risya melepaskan kedua tanganku yang berada di pipinya. Dia langsung berbalik memunggungiku, aku merasa dia sedikit gugup setelah aku menciumnya tadi.

"Sa.. sayang, kamarnya luas banget yah.." kata kak Risya dengan gugupnya.

"Ini sih hampir tiga kali lebih besar dari kamar kita di rumah.." kata kak Risya lagi, lalu dia berjalan menuju sudut kamar hotel dan membuka tirai gorden hotel.

"Wahh.. pemandangannya juga bagus jika di lihat dari sini ya.." kata kak Risya ketika melihat pemandangan malam dari balik dinding kaca.

Iya. Kamar ini memang sangat luas jika hanya kutempati seorang diri. Di dalam kamar yang luas ini terdapat tempat tidur dengan kasur berukuran king size, kamar mandi yang besar, ada ruang dapurnya dan ada juga ruang untuk bisa bersantai. Kakek dulu mendesain kamar hotel yang mewah ini hanya untukku..


"Jika suatu saat nanti kamu berencana untuk liburan ke puncak, kamu bisa tinggal di kamar hotel ini, Van.." kata kakek padaku dulu sewaktu kami tinggal di kamar ini.


Aku kemudian berjalan mendekati kak Risya yang sedang melihat pemandangan malam kota ini. Aku memeluknya dari belakang, kedua tanganku berada di perutnya yang ramping, mencium pipi kanannya dan kemudian menyandarkan kepalaku di bahunya.

"Eh.." kata kak Risya sedikit terkejut ketika aku memeluknya dari belakang.

"Kamu suka kan, Bee..?" tanyaku.

"Bee..?" tanya kak Risya menoleh ke arahku dengan raut wajah kebingungan dan wajah kami sangat dekat sekali.

"Cuuppp..."

"Muuachhh.."


Aku mengecup bibirnya yang merah dan lembut itu dengan penuh perasaan. Setelah kecupanku terlepas, pipinya kembali merah merona.

"Ahhh.. aku sudah jatuh cinta dengan wanita ini sekarang.. rasanya ingin cepat-cepat aku untuk menikahinya.. Haihhss.. tamat SMA aja belum, gimana mau nikahin dia.." batinku.


"Bolehkan Ivan manggilnya Bee untuk Risya..?" tanyaku.. gak tau kenapa aku ingin sekali memanggilnya dengan panggilan sayang 'Bee'.

"...." dia mengangguk pelan.

"Boleh kok sayang, Risya malah senang dengernya kalau sayang manggilnya dengan panggilan sayang seperti itu.." kata kak Risya tersenyum, lalu kembali menatap ke depan lagi melihat pemandangan malam kota ini yang terlihat indah dengan banyaknya lampu warna-warni. Aku makin memeluknya dengan erat.

"Kamu suka kan, Bee..?"

"Dengan...?"

"Ya dengan pemandangan malam seperti ini, cuaca di sini dan tinggal di hotel ini bersamaku, Bee..?"

"Risya suka kok sayang.. suka banget malahan.." kata kak Risya tersenyum dengan masih menatap ke depan.

"Bee..?"

"Iyaa sayaang.." sahut kak Risya dengan manja.

"Mandi dulu sana..

"Ke.. kenapa..? Risya bau asem ya..?"

"Gak kok.."

"Terus..?"

"Bau kecut aja, Hehe.."

"Ihh.. nyebelin.. itu sama aja tau.."

"Mulutnya jangan digituin lagi.. mau Ivan cium lagi.."

"Eh.."

"Udah, mandi sana terus.. atau maunya kita mandi barengan gitu..? Ayoo kalau gitu.." ucapku bersemangat, kemudian sedikit melonggarkan pelukanku di tubuhnya.

"Ng.. gak mau, Risya sendiri aja mandinya.."

"Ya udah kalau gak mau.."

"Cepetan ya mandinya, karena Ivan mau ambil hidangan utamanya setelah kamu mandi.. kita ini lagi honeymoon lho.." bisikku di telinganya, lalu sedikit mendorong tubuhnya menuju kamar mandi.

"Ja.. jangan bercanda deh.."

"Ivan serius, Bee.."

"Ta.. tapi Risya masih malu.."

"Udah masuk cepet, banyak alesannya dari tadi.." ucapku mendorong kak Risya masuk ke dalam kamar mandi, kemudian aku menutup pintu dari luar.

Aku berjalan menuju sofa mengambil koper, kemudian mengeluarkan semua pakaian yang kami bawa tadi, memasukkan dan aku menyusunnya dengan rapi ke dalam lemari pakaian.




"Huufff.."

Aku hanya menghela nafas karena tubuhku sudah mulai terasa lelah. Aku lalu beranjak menuju kasur yang berukuran king size dan langsung merebahkan tubuhku dengan menghadap ke arah kamar mandi menunggu kak Risya.

Lima belas menit berlalu, tapi kak Risya belum juga keluar dari dalam kamar mandi. Ternyata, kebiasaan cewek itu mandi lama banget memang benar adanya.

Tapi tak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka sedikit dan kak Risya mengeluarkan kepalanya sedikit dari celah pintu yang dibukanya.

"Sayang, tolong ambilin handuk Risya dong di dalam koper.." pinta kak Risya.

"Ambil sendirilah Bee kan bisa, badan Ivan capek banget ini.." ucapku berkilah.

"Tolonglah sayang.." kata kak Risya memelas.

"Kenapa gak ambil sendiri aja sih..? jaraknya lima meter gitu kan bisa ambil sendiri.."

"Ri.. risya gak pake apa - apa ini, jadi gak mungkin Risya keluar.. kan malu tau, cepetan ambilin handuknya.."

"Malu sama siapa..? kan cuma Ivan yang ada di sini.."

"Ma.. malu sama sayanglah.."

"Udah ambil aja sendiri.."

"Kalau gitu sayang tutup dulu matanya.." pinta kak Risya.

"Hihi.. aku bakal lihat yang segar - segar ini.." batinku senang.

"Hmm.. udah ini.."

"Jangan ngintip lho, awas kalau ngintip.."

Aku bisa mendengar pintu kamar mandi yang dibuka perlahan oleh kak Risya.. namun aku masih tetap memejamkan mataku, belum saatnya aku membuka mata.

"Sa.. yang handuk Risya dimana..? kok udah gak ada di koper..? sayang pindahin kemana..?" serang kak Risya dengan banyaknya pertanyaan dan dari suaranya dia seperti gelisah.

"Mau Ivan bantu cari, Bee..?" tawarku untuk membantunya.

"eee.. gak perlu, bilang aja dimana.. awas jangan dibuka matanya.." kata kak Risya makin gelisah.

Namun aku mulai membuka mataku sedikit dan kulihat kak Risya sibuk mencari handuk di dalam lemari. Aku hanya bisa menelan ludah melihat tubuh polos kak Risya yang tak ditutupi sehelai benang pun yang sedang berdiri menyamping itu.


"Hehe.. bagus banget body kekasihku kalau dilihat saat telanjang gini.. aku suka dengan semua yang ada pada dirinya.. putingnya berwarna merah muda pada payudara besarnya yang sedikit bergoyang saat kedua tangannya sibuk mencari handuk, perutnya yang ramping, pinggulnya yang bohay itu makin membuat dia jadi lebih sempurna di mataku.. Aku Mencintaimu, Risya.. aku akan berusaha memperjuangkan cinta ini sampai kita bisa menikah nantinya.." ucapku dalam hati.


Aku lalu bangun dan turun dari ranjang, berjalan mendekati kak Risya untuk membantunya mencari handuk untuk menutupi tubuh polosnya yang indah itu.

"Sayang, ke.. kenapa kamu buka mata.."

"Ng.. ngapain kamu ke sini.." kata kak Risya sedikit ketakutan, sambil dengan cepat menutup kedua payudaranya dengan tangan kiri dan vaginanya dengan tangan kanan.

"Ivan mau bantuin kamulah, Bee.." ucapku berhenti di depan kak Risya, menatapnya yang masih menutupi area sensitifnya itu.

"Ja.. jangan lihatinnya kayak gitu, sayang.. Risya malu.." kata kak Risya menunduk, lalu tiba - tiba dia malah memelukku.

"Loh, kenapa Ivannya malah dipeluk gini, Bee..?" tanyaku heran.

"Biar sayang gak bisa lihat tubuh depan Risya.." kata kak Risya makin memelukku dengan eratnya.

"Haahh.. kamu ini, Bee.." ucapku pasrah.


kemudian tangan kananku sibuk mencari handuk untuk kak Risya. Setelah handuknya dapat, aku dengan cepat menutupi tubuh bagian belakangnya dan kak Risya pun melonggarkan sedikit tubuhnya agar aku dapat menutupi tubuh bagian depannya juga. Setelah tubuhnya tertutupi handuk, kak Risya kembali memelukku.

"Bee, Ivan ingin kamu itu terus berada di samping Ivan kayak gini ya..?"

"Kini Ivan udah benar - benar mencintaimu, Bee.."

"Jadi bersabarlah, sampai Ivan nanti menikahimu ya..?" bisikku di telinganya.

"Be.. beneran sayang..?" tanya kak Risya dengan mata berkaca - kaca, setelah melonggarkan sedikit pelukannya dan menatapku.

"He eeh.." ucapku menganggukkan kepala.

"Hiks.. Hiks.. Terimakasih sayang.. Hikss.." kata kak Risya kembali memelukku sambil menangis.

"Haahh.. jangan nangis lagi, Bee.. udah kamu ganti baju dulu, sekarang giliran Ivan yang mandi.."

"Iya.." jawab kak Risya singkat sambil melepaskan pelukannya.


Aku pun mengambil handukku dalam lemari, kemudian berjalan menuju kamar mandi. Sepuluh menit kuhabiskan untuk mandi. Namun saat keluar dari kamar mandi, kulihat kak Risya udah tertidur dengan lelapnya di atas kasur. Dia tidur dengan pakaian piyama satin kesukaannya yang selalu dia pakai saat tidur.

"Bee, aku belum dapat enak - enak lho, kenapa kamu malah tidur pula.. Huufff.." ucapku pelan dan hanya bisa menghela nafas melihatnya yang sudah tertidur.

Kudekati kak Risya, aku kemudian menyelimuti tubuhnya dengan bad cover. Kusibakkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah cantiknya.

"Nice dream, Bee.." ucapku pelan lalu aku mencium pipi kanannya.

"Cuuppp.."

Aku kemudian menuju lemari mengambil pakaian yang akan aku kenakan. Setelah mengenakan pakaian, aku langsung turun ke bawah mencari makanan untukku dan kak Risya.



*~*~*~*


Keesokan harinya, di bawah sinar matahari pagi yang tidak terlalu menyengat dan diselimuti dengan udara di puncak yang dingin, aku dan kak Risya duduk-duduk di sebuah pondok yang tidak terlalu besar, mengamati para pekerja perkebunan yang sedang memanen buah Stroberi.

Aku sengaja mengajak kak Risya ke sini, karena udara saat pagi hari di sini sangat sejuk. Sekaligus aku juga dapat mengamati proses memanen di kebun yang telah menjadi milikku ini. Sangat kebetulan sekali, dimana survei yang kulakukan sekarang ini waktunya pun bersamaan dengan tahap gelombang pertama untuk memanen buah stroberi.

"Sayang.. udara paginya di sini segar ya..? gak kayak di kota tempat tinggal kita.." kata kak Risya setelah menghirup udara yang segar ini.

"Ya bedalah, Bee.. kalau di sinikan udaranya masih asli dan belum bercampur dengan banyaknya populasi udara seperti di kota.." ucapku menatap kak Risya yang sedang memejamkan mata menikmati udara pagi.

Seorang pria berjalan mendekatiku, dia kemudian melepaskan topi koboi yang dipakainya dengan tangan kiri, sedangkan di tangan kanannya memegang sebuah map. Pria itu adalah mas Ando, yang menjaga lahan perkebunan di puncak sekaligus sebagai mandor.

"Maaf mengganggu waktunya, mas Ivan.. saya ingin memberikan laporan keuangan dari hasil penjualan buah-buahan kita untuk tahun ini.." kata mas Ando yang berdiri di depanku, lalu dia memberikan sebuah map padaku. Aku mengambil map tersebut dan membaca isi laporannya.

"Duduk dulu, mas Ando..?" ucapku sedikit bergeser ke kiri hingga posisi dudukku dekat dengan kak Risya.

"Gak usah mas, saya cuma sebentar aja kok.. mau lanjut bantuin para pekerja lainnya juga nanti.." kata mas Ando.

"Bagus mas.. hasil penjualannya meningkat setiap bulan, naik 15 % dari bulan - bulan sebelumnya.." ucapku setelah membaca laporan hasil penjualan buah tahun ini dari perkebunanku.

"Alhamdulillah mas, buah stroberi kita tahun ini banyak peminatnya.. itu semua karena buah stroberi yang kita panen memiliki kualitas yang bagus dan terlihat segar.." kata mas Ando menjelaskan.

"Iya mas, saya bisa lihat kok hasilnya.. dari segi teksturnya yang berwarna merah terang, daunnya tampak lebih hijau dan saya juga udah mencicipi stroberinya tadi, rasanya juga manis.." ucapku memberi penilaian.

"Mas Ivan, ada kabar baik buat perkebunannya mas Ivan.."

"Apa itu mas..?" tanyaku penasaran.

"Minggu lalu kita mendapat kontrak kerja sama dengan dua perusahaan besar, mas.. mereka mempercayakan buah dari perkebunan kita untuk menjadi bahan olahan di perusahaan mereka.." kata mas Ando yang terlihat dari wajahnya sangat senang sekali.

"Wahh.. ini kabar yang sangat bagus, mas.. saya senang sekali mendengarnya.." ucapku dengan rasa bahagia.

"Padahal ini baru kunjungan pertamaku di sini setelah kakek meninggal, tapi hasil dari penjualan buah meningkat drastis hingga 15 % dari bulan sebelumnya.. gak salah ternyata, kakek menempatkan orang - orang hebat di perkebunan ini.." ucapku dalam hati.


"Mas.. setelah para pekerja kita selesai bekerja, tolong dikumpulkan semua di kantor ya.." ucapku lalu memberikan kertas laporan tadi pada kak Risya yang terus memandangku dari tadi. Kak Risya kemudian memasukkan kertas laporan tadi ke dalam tasnya.

"Bu.. buat apa mas di.. dikumpulin semuanya..?" tanya mas Ando terbata-bata dengan bibir bergetar.

"Kenapa kamu mas..? saya cuma mau kasih bonus buat kalian semua.. keuntungan kita bulan ini meningkat tajam, jadi saya mau kasih bonus buat kerja keras kalian beberapa bulan belakangan.."

"Ng.. gak perlu mas.. gaji bulanan yang kami terima aja udah cukup kok.."

"Hmm.. masa dikasih bonus gak mau sih.. ada yang gak beres sepertinya ini, tapi aku harus cek keuangan dulu sebelum mengambil kesimpulan.." pikirku.

Aku mengambil hp di saku celana dan membuka satu per satu rekening milikku. Tetapi, aku sama sekali tak menemukan keganjalan setelah melihat saldo di kedua rekening milikku.

"Aneh.." ucapku pelan.

"Aneh kenapa mas Ivan..?" tanya mas Ando yang ternyata mendengar ucapanku tadi.

"Gak apa - apa mas.. oh ya, saya sudah kirim uangnya ke rekening mas Ando.. tolong ya mas dibagi rata ke semua para pekerja kita.." ucapku setelah mengirim uang bonus buat para pekerja perkebunan.

"Ta.. tapi mas Ivan tidak memberhentikan kami kan, mas..?" tanya mas Ando yang menunduk dan sedikit ketakutan.

"Apa maksud mas Ando..?" tanyaku bingung.

"Maaf mas.. kata tuan Syarief dulu kalau kepemilikan lahan perkebunan ini sudah dipindahkan atas nama mas Ivan, kami harus lebih giat lagi kerjanya.."

"Lebih giat lagi..? memangnya kenapa mas..?" tanyaku.

"Kata tuan, mas Ivan itu galak orangnya, jadi kami kan takut kalau buat kesalahan.. kami takut kalau mas Ivan akan pecat kami para pekerja di sini.."


"Ahhh.. kakek membuatku terasa lebih mudah dalam mengemban estafet kepemimpinan untuk mengelola bisnis keluarga.." ucapku dalam hati. Aku hanya mengulum bibirku sendiri menahan tawa setelah mendengar apa yang dikatakan mas Ando tadi.

"Paaakkkk" kak Risya memukul lengan kiriku.


"Aduuuh.."

"Dia udah takut gitu kamu masih ketawa juga..? jahat bener kamu sayang.." bisik kak Risya.

"Saya gak akan memecat para pekerja termasuk mas kalau hasil kerjanya memuaskan.. tapi.... kalau sampai kerja kalian gak ada yang beres, mas adalah orang pertama yang akan saya pecat.. INGAT...!! saya sudah menugaskan beberapa orang untuk mengawasi kerja kalian di sini.." ucapku tegas sedikit mengancamnya sambil menatap wajah mas Ando yang sedikit menunduk.

"Ba.. baik mas... kalau begitu saya kembali untuk bekerja lagi.."

"Ok.." jawabku singkat dan mas Ando pun berjalan terburu-buru meninggalkan kami.



"Puas kamu.." kata kak Risya ketus lalu bibirnya dimanyunkan. Aku dengan cepat mendekati kak Risya untuk mencium bibirnya.

"Cuuppp.."

Namun aku masih kalah cepat. Karena sebelum bibirku menyentuh bibir kak Risya, dia dengan cepat menutup bibirnya dengan tangan kanan, hingga ciumanku pun hanya mengenai punggung tangan kanan kak Risya.

"Ah sial, sedikit terlambat Ivan.."

"Weeekkkk.. emang enak.." kata kak Risya menjulurkan lidahnya mengejekku, kemudian kak Risya berlari menjauhiku.

"Awas kamu Bee, Ivan akan bales ntar.." ucapku sedikit berteriak lalu aku pun mengejar kak Risya.



*~*~*~*


Aku dan kak Risya kini telah kembali ke hotel, berjalan untuk masuk ke dalam. Kulihat mbak Dina sedang berdiri di depan menempelkan sebuah kertas di pintu kaca yang bertuliskan :


LOWONGAN PEKERJAAN


Dibutuhkan segera karyawati yang akan ditempatkan pada posisi / pekerjaan :

• Resepsionis ( untuk 2 orang, dan diutamakan memiliki keahlian dibidang komputer)


PERSYARATAN :

1. Surat Permohonan.
2. Photo copy KTP 1 lembar.
3. Pas photo ukuran 3 × 4 (2 lembar).
4. Pendidikan terakhir minimal D3 (IPK minimal 3.00).

Paling lambat 1 minggu setelah iklan terbit.


Ttd


Manager Hotel
Dina Nafisha​

DEGH...!!!!

"Dina Nafisha...??"


"Kenapa nama belakangnya mirip dengan wanita galak itu..? apa ini hanya kebetulan saja..? tapi, mereka juga mirip.."
ucapku dalam hati setelah melihat nama mbak Dina pada kertas yang ditempelnya, karena selama ini aku tak mengetahui nama lengkapnya.


"Eh, pak Ivan.." kata mbak Dina yang terkejut saat berbalik dan melihatku yang berada di belakangnya.

"Mbak serius dengan itu..?" tanyaku sambil menunjuk ke arah kertas yang ditempelkannya.

"Loh.. kan pak Ivan sendiri tadi malam yang minta ke saya supayakan dibukakan lowongan pekerjaan untuk dua orang bagian resepsionis..!!" kata mbak Dina dengan bingungnya.

Aku hanya menggelengkan kepala. Kemudian membuka pintu kaca di depanku dan berjalan masuk ke dalam dengan diikuti oleh kak Risya dan mbak Dina di belakangku. Sempat kulihat mbak Dina dengan wajah bingung sambil menggaruk kepalanya melihat sikap cuekku.

Saat aku sudah berada di lobby, Hana dan Putri yang melihatku langsung menghampiriku dan mereka berdua langsung menghalangi jalanku.

"Maafin saya dan Putri, pak.. jangan pecat kami berdua pak, kami sangat membutuhkan pekerjaan ini.." kata Hana memelas. Sedangkan si Putri berjalan mendekati kak Risya.

"Bu, tolongin kami berdua.." kata Putri memelas sambil memegang tangan kak Risya.

"Sayang, kasih kesempatan buat mereka dulu.." kata kak Risya.

"Tapi...." ucapku terpotong.

"Tapi apa lagi...?" kata kak Risya menatapku tajam..


"Mampus aku.. dikira karyawan aku di sini, aku itu pasti takut sama wanita (kak Risya) ini.. pimpinan macam apa aku kalau mereka berpikir begitu.. Ahhh, situasinya gak mendukung ini.." pikirku.


"Ok.. saya kasih kesempatan satu kali lagi, tapi jangan pernah diulangi lagi ngerti.."

"Baik.. terimakasih banyak pak, bu.." kata Hana dan Putri kompak.. mereka lalu menyalamiku dan kak Risya.
 
Terakhir diubah:
Risya zhahira Ararya
Marsya-Ayu-Annisa-1.jpg

aku sedang duduk-duduk di sofa dengan kak Risya, menikmati pemandangan sore hari yang sedang turunnya hujan.

"Kamu mau ngerjain mereka lagi kan tadi..?" tanya kak Risya ketika kami sudah berada di dalam kamar hotel.

"Gak usah bahas itu deh, Bee.."

"Masa saat lagi kayak gini pun kamu masih bahas tentang itu sih.." ucapku.

"Hmm.. terus mau bahas apa..?" tanya kak Risya yang menoleh ke arahku..

"Entah.." jawabku singkat. Kak Risya menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan.


"Sayang.."

"Hmm.. iyaa Bee.."

"Kamu udah siapkan memimpin perusahaan dan bisnis - bisnis keluarga kita..?"

"A.. apa maksudnya, Bee..?"

"Hehe.. gak usah pura - pura gak tau gitu, sayang.."

"Kamu kan satu - satunya pewaris tunggal keluarga kita.." kata kak Risya pelan, namun aku menduga seperti ada rasa kecewa dari perkataannya.

"Ka.. kamu sudah tau, Bee..? da.. dari siapa..?" tanyaku terkejut dengan terbata-bata.

"Itu gak penting sayang, yang penting itu sekarang kamu harus fokuskan dulu ke sekolah.. kalau perusahaan masih ada papa yang yang bisa menghandle semuanya dan dibantu orang kepercayaan kamu kan..?"


"Hmm.. Kevin... pasti dia yang kasih tahu sama kak Risya.." batinku.


"Kevin kan..?"

"Sayang.. dia gak salah, Risya yang mendesaknya untuk cerita.."

"Huufff.."

"Jadi kamu kecewa, Bee.. karena gak.." ucapku terpotong.

"Gak sayang.. Risya awalnya hanya terkejut aja, karena semua malah diberikan hanya untuk kamu, padahal kan masih ada papa.."

"Tapi akhirnya Risya bisa ngerti kok, karena kamu adalah cucu kesayangan kakek.." kata kak Risya bersamaan dengan mengalirnya setetes air dari matanya.

Aku menggenggam tangan kanan kak Risya dengan memasukkan jari-jariku disela jemarinya. Sedikit menggeser posisi dudukku hingga menghadapnya, kemudian aku mengusap sisa air matanya yang mengalir.


"Bee..?"

"Heyy.. sayang lihat Ivan.." ucapku, dan kak Risya pun menatapku dengan mata yang memerah menahan air matanya agar tak jatuh lagi.

"Buat apa kamu menangis, Bee..?"

"Kalau emang kamu kecewa dengan keputusan kakek, mulai besok Ivan akan berikan semuanya untuk kamu, Bee.."

"Ri.. Risya gak butuh itu.. Risya hanya mau kamu itu selalu ada buat Risya, itu aja udah cukup kok.."

"Gak butuh, tapi kenapa kakak malah nangis..?" tanyaku dalam hati..

"Huufff... Ok, mulai hari ini, semua biaya keperluan kamu, apapun itu Ivan yang akan menanggung semuanya.."

"Ta.. tapi say..."

"Gak pake tapi lagi, Bee.."

"Kamu itu masih istrinya Ivan kan..?"

"I.. iiyaa sayang.."

"Nah, berarti kamu itu tanggung jawabnya Ivan.. jangan pernah minta uang sama papa lagi, kalau kamu butuh sesuatu minta sama Ivan, Mengerti...!!!" ucapku tegas sambil mengusap air matanya yang jatuh lagi. Kak Risya hanya menganggukkan kepalanya berulang-ulang.

"Aku sayang kamu, wanita manjaku.."

"Aku juga sayang kamu, pria cupuku.."

Aku sedikit memajukan wajahku ke wajahnya. Kemudian tanganku yang berada di pipinya tadi turun ke dagunya dan aku langsung melumat bibir merahnya itu, gak tau kenapa aku sudah seperti kecanduan mencium bibir merahnya itu.

Awalnya kak Risya terkejut menerima ciuman dariku, tapi dia kemudian memejamkan matanya berusaha agar tetap tenang.

"Cuuppp... Cuuppp... Muuuacch..."

"Cuuppp... Cuuppp... Muuuacch..."


Suara dari decakan ciuman kami yang sangat merdu terdengar di telinga. Selama ini ketika aku berciuman dengan kak Risya, hanya aku saja yang terlihat aktif. Tapi kali ini kak Risya berusaha untuk mengimbangi ciuman yang kuberikan.

"Hmmppff... mmhhpff... hmmppfff..."

"Cuuppp..."


"Muuuacch..."

Aku melepaskan ciumanku padanya dan kulihat seperti ada rasa kecewa di wajah kak Risya setelah aku melepaskan ciumanku tadi. Kemudian aku mengusap bibir merahnya yang tampak basah itu. Aku hanya tersenyum melihat wajah kak Risya yang memerah seperti kepiting rebus.

"Kenapa muka kamu merah gitu, Bee..?" ucapku tersenyum menggodanya. Kak Risya menatapku sebentar lalu memukul dadaku.

"Ihhh kamu ini, Risya malu tau.." kata kak Risya dengan bibir dimanyunkan dan dia menundukkan kepalanya karena malu.

"Jangan digituin lagi dong sayang bibirnya, ntar Ivan cium lagi lho.." ucapku kembali mendekati wajah kak Risya, kedua tanganku memegang pipinya, lalu menarik sudut-sudut bibirnya hingga terciptalah sebuah senyuman manis dari bibirnya yang merah itu.

"Boleh Ivan lanjutin, Bee..?" tanyaku, namun kak Risya hanya diam tak menjawab pertanyaanku.

Aku kembali memajukan wajahku, dan kak Risya sedikit memundurkan tubuhnya menjauhiku, tapi aku dengan cepat memegang tangannya. Kak Risya terlihat mulai gelisah, keringat dinginnya mulai keluar.

"Van, Risya takut.."

"Haahh.. ya udah gak usah kita lakukan.."

"Tapi Risya juga gak mau ngecewain kamu.."

"Terus Ivan harus gimana, sayaaang.." ucapku sambil merebahkan kepalaku pada sandaran sofa.

"Hmm.. Lakukanlah.." kata kak Risya.

Aku hanya bisa terdiam mendengar apa yang dikatakan kak Risya. Kata-katanya tadi seperti mengisyaratkan bahwa dia telah siap.

"Tapi, haruskah aku mengambil apa yang selama ini dijaganya dengan baik..? Haruskah aku merenggut mahkotanya sebelum ada ikatan resmi diantara kami.." ucapku dalam hati.


Disaat aku masih terpaku dengan lamunanku sendiri, kepala bagian belakangku ditarik kak Risya dan dia mencium bibirku dengan begitu lembut. Ciuman yang tak ada nafsu di dalamnya, berbeda sekali dengan ciumanku padanya.

"Cuupp... Cuupp.. Cuupp.."

"Muuacch..."


Ciumannya pun dilepaskannya.. dan apa yang aku lakukan..? Aku hanya bisa terdiam menerima kecupan yang lembut itu, tanpa membalasnya sedikit pun. Kutatap wajah kekasihku, dia berusaha tetap memberikan senyumannya untukku, meski kutahu dia sedang menutupi rasa malu yang ada pada dirinya disaat seperti ini.

"Bee..? kamu serius..? kamu udah siap..?"

"Sayang.. Risya udah mencoba untuk memberanikan diri supaya kita bisa Making Love, jadi jangan sampai gagal ya.."

"Supaya kita bisa apa tadi..?" tanyaku menggodanya.

"ihhh banyak tanya kamu.." kata kak Risya kemudian kembali melumat bibirku, tapi kini aku membalas ciuman darinya itu.

"Cuupp... Muuuacch... Cuupp... Muuuacch..."

"Cuupp... Muuuacch... Cuupp... Muuuacch..."

"Hmmmppfff.. mmmhhppp.. hmmppppp.."


Kini bibirku bergerak menciumi sudut bibir kak Risya, bergerak lagi ke pipi kanan, lalu berhenti di telinganya. Aku menghembuskan nafas secara perlahan di belakang daun telinganya, dan itu sukses membuat tubuh kak Risya jadi merinding. Dia menggigit bibir bawahnya menahan agar tidak mendesah.

"Sayang.. mmhhh.. jangan ditiupin gitu, Risya geli.." kata kak Risya.

"Aaahh.." desah kak Risya setelah aku mengecup lehernya.

Aku masih terus mengecup leher kak Risya, menyusuri leher jenjangnya dengan kecupan bibirku. Kecupanku berhenti di tengah lehernya, kemudian naik lagi hingga membuat kepalanya terdongak ke atas. Tangan kanan kak Risya kini memegang kepalaku. Kecupanku naik lagi ke atas hingga bibir kami pun bertemu.

"Cuuppp... Muuuacch... Cuuppp... Muuuacch..."

"Cuuppp... Muuuacch... Cuuppp... Muuuacch..."

"Hmmpff.. mmhhppp.. hmmppp.."

"Ssllluuurrppssa... Hmmmppff... ssshhshhhss..."

"Sluuurrpss... Hmmppff... Sluurrpppss..."



Mata kak Risya terpejam saat aku mencium bibirnya. Untuk kesekian kalinya aku kembali dapat mencium bibir kekasihku yang cantik ini. Kumainkan lidahku di dalam mulutnya, kak Risya pun membalas permainan lidahku.

Ciuman kami semakin panas setelah lidahku bertemu dengan lidah kak Risya. Lidah kami saling membelit, saling menghisap air liur. Kak Risya juga tak mau kalah, dia terus mengimbangi ciumanku. Tangan kananku naik meraih payudara kirinya dan sedikit meremasnya dengan kuat.

"Ouucchhhhh..." desah kak Risya melepas french kiss yang kami lakukan setelah payudara kirinya yang kencang itu aku remas sedikit kuat.

Kini tangan kiriku juga ikut bekerja untuk membuka baju kemeja yang dikenakan kak Risya, membuka kancingnya secara perlahan. Sedangkan tangan kananku juga tetap bekerja meremas payudara kiri kak Risya.

"Aaaaahhh... sssshhhh.... mmmhhh... aaahhh.." desah kak Risya dengan mata terpejam menikmati remasan tanganku di payudaranya.

Aku kemudian menyibakkan baju kak Risya setelah kancing bajunya berhasil aku buka semua. Secara perlahan aku meloloskan bajunya dari kedua tangannya.

Kini terpampang di depanku tubuh topless kak Risya yang hanya ditutupi bra hitam menyangga kedua payudara besarnya. Aku hanya terpaku memandangi kedua payudaranya yang masih terbungkus bra hitam itu.

Kak Risya perlahan membuka matanya dan menatap ke arahku yang masih terpana memandangi tubuh atasnya yang indah itu. Dia lalu menurunkan arah pandangannya ke bawah, dan terkejut melihat tubuh atasnya tak tertutupi dengan kemeja yang dikenakannya tadi.

"Kapan sayang buka baju Risya..?" tanya kak Risya sambil menyilangkan tangan di dadanya untuk menutupi kedua payudaranya yang hanya terbungkus bra.

"Tadi.. keenakan sih waktu Ivan remas payudaranya sampai gak sadar kalau bajunya udah dilepas.." ucapku membuat kak Risya tertunduk malu.


Aku mengecup bibir kak Risya sebentar, lalu berdiri di depannya yang masih duduk menatapku dengan heran yang tiba-tiba berdiri di depannya.

Masih menatapku dengan herannya, aku kemudian mengangkat tubuh kak Risya dan membawanya menuju ranjang.

"Auuwww.." pekik kak Risya setelah tubuhnya sedikit kubanting di atas kasur yang berukuran king size.

"ihhh... kasar banget sih, gak bisa lembut apa kalau sama perempuan.." sungut kak Risya.

"Hehehe.." aku hanya tertawa.

Aku lalu melepas kaos yang kupakai dan meleparnya entah kemana. Tujuanku kini hanya satu, meraih puncak kenikamatan dengan kak Risya. Aku akan membuatnya bahagia malam ini.

Melihatku yang telah bertelanjang dada, kak Risya beringsut mundur menuju kepala ranjang. Namun, aku dengan cepat naik ke atas kasur dan mendekatinya. Kupegang kedua pipinya, berusaha mencoba menenangkannya agar tidak takut lagi.

"Rileks aja sayang, gak usah tegang gitu ya..?" ucapku diiringi dengan senyuman dan kak Risya pun menganggukkan kepalanya.

Kini kedua tanganku bergerak ke belakang, memeluk tubuh kak Risya dan mengusap kulit punggungnya yang halus.

"Sayang... jangan pernah tinggalin Risya ya..?" katanya sambil membalas pelukanku dengan erat.

"Iya sayang.. Ivan gak akan tinggalin kamu, Bee.." ucapku sambil tanganku membuka pengait bra yang berada di belakang.

"Klik.." pengait branya berhasil kulepas. Aku menurunkan branya, kali ini aku juga yakin kak Risya juga tak menyadari bahwa branya sudah kulepas.

Saat kak Risya masih berada dalam pelukanku, sedikit kuangkat tubuhnya dan merebahkannya tepat di tengah kasur. Aku hanya ingin melakukannya dengan cara yang lembut untuk orang seperti kak Risya ini.

Pelukannya pun sedikit dilonggarkan. Aku menatap wajah cantiknya, dia menatapku sambil tersenyum. Kembali aku mengecup bibirnya yang merah merekah itu.

"Cuuppp... Muuuacch... Cuuppp... Muuaacchhh..."

"Cuuppp... Muuuacch... Cuuppp... Muuaacchhh..."

"Oouuucchhh... ssshhhh... Aaaahh... mmhhh... aaahh..."


"Mhhh... Mmmmmhhh... Ahh... mmmm... mmmmhh..."
desah kak Risya ditengah ciuman yang aku lakukan saat kedua payudaranya aku remas-remas dengan lembut dan sesekali memilin putingnya yang berwarna merah muda dan sudah mulai mengeras.

"Kak Risya sudah mulai terangsang ini.." batinku.


"Sayang.. kapan kam..." katanya terpotong setelah bibirnya terus aku kecup.

"Cuuppp... Muuuacch... Cuuppp... Muuaacchhh..."

"Muuuachh... Mmmuuu...achh... Mmmuuuacchh..."

"Hhmmppfff... mmmpff... Hhmmmppf..."

"Cuuppp..."

"Muuuacch..."



"Jangan banyak tanya deh kamu, Bee.." ucapku lalu memegang tangan kiri kak Risya dan menaikkannya ke atas kepalanya.

"I.. iya deh.. Maaf..!!"

"Aaaahhh... hmmpp... aaahh..."

"Jangan digituin, geli sayang.. Aaaahh.." kata kak Risya ketika aku menjilati ketiaknya dan dia merasa kegelian.

Aku kemudian menghentikan ciumanku di ketiaknya. Kutatap sejenak tubuh polos kekasihku ini, kulitnya yang putih, kedua payudara besarnya yang sangat menggoda dengan puting berwarna merah muda. Aku kembali meremas payudara kanannya dan mata kak Risya terpejam lagi seolah tak mau melihat apa yang aku lakukan pada payudaranya yang amat kusukai mulai saat ini. Dia mencoba untuk menikmati setiap remasan yang kulakukan.

"Haaapp.."

"Aaaahh..."

"Slluurrppp... Slurrrrp ... Slluuurrrpppp..."

"Slluuurrppp... Sluurrrppp..."


Puting sebelah kirinya langsung kucaplok dengan mulutku. Aku menghisap putingnya bagai seorang bayi yang sedang menyusu dengan ibunya.

"Aahhh... Aaah... mmmhhhppp... Aaacchhh..."

Desahan yang keluar dari mulut kak Risya malah semakin membuatku lebih semangat lagi menghisap putingnya. Putingnya yang masih berada di dalam mulutku kini kujilati dengan perlahan. Dan efek yang ditimbulkan pun tampak, membuat dadanya sedikit kejang-kejang dan detak jantungnya dapat kurasakan semakin cepat.

Secara bersamaan puting kanan dan kirinya kuserang. Puting yang kiri terus kuhisap, kusedot dan kujilati. Sedangkan puting yang kanan aku pelintir-pelintir dengan jari telunjuk dan jempolku.

"Aaaahh.. sayang, ini nik.. Aaaahh.. mmmhh.. mat banget.. sshhh.." desah kak Risya.

"Aahhhhh... ssshhhh... mmmmhhh... Aaaachh.."

"
Sayang... Risya mau pipis.." kata kak Risya sambil kaki kananku diapitnya dengan kedua kakinya.

"Lepasin dulu... Aaaacchh... Risya mau ke kamar mandi du..lu.. Ahhhh..."

"Sial.. sepertinya kak Risya sudah mendekati orgasmenya.. Haahh, cepat banget sih.." batinku.

"Slluuurrrpp... Sluuurrppp..."

Aku tak mau dia cepat mencapai orgasmenya. Jadi, puting kanan yang kupelintir tadi dan puting kiri yang kuhisap secara bersamaan kulepaskan.

"Aaaaahh.."

"Sayang.. kok dilepasin sih.." kata kak Risya kecewa.

"Loh.. tadi katanya disuruh lepasin, gimana sih kamu, Bee.." ucapku mengulum bibirku menahan tawa sambil tangan kiriku kini mengelus perut ramping kak Risya.

Tubuh kak Risya tampak seperti menahan sesuatu. Kedua kakinya masih mengapit kaki kananku. Aku hanya tersenyum tipis melihatnya yang mulai belingsatan.


"Sayang.."

"Hmm.. iya Bee.."

"Please.. lanjutin lagi.." kata kak Risya dengan muka yang memerah.

"Eeggghhhh... Eeeggghhh... Hhmmmppp..." desah kak Risya tertahan ketika kedua putingnya aku jepit secara bersamaan dan dia langsung menutup mulutnya dengan telapak tangan kanan.

"Slluurrppp... Sluuurrrrpp... Ssluurrpppp...!!!"

"Slluuurrppp... Slluurrppp... Sluuurrrpp...!!!"


Aku mulai menyedot lagi puting kiri kak Risya dan memelintir puting kanannya, kemudian pindah lagi menyedot puting kanannya dan jari-jariku bermain di bongkahan payudara kiri tapi tidak mengenai putingnya..

"Ploop.." suara putingnya yang terlepas dari bibirku.

Kini aku menciumi payudara kiri bagian bawah. Aku terus menciumnya, hingga sedikit demi sedikit ciumanku pun turun ke perutnya. Kak Risya pun merasa geli saat ciumanku menyentuh kulit perutnya tang halus dan lembut itu.

Aku kemudian menatap wajah kak Risya sambil kedua tanganku berada di bagian pinggang celananya. Bulir keringat mulai membasahi wajahnya yg putih, nafasnya mulai tersengal dan bibirnya terbuka sedikit. Kak Risya pun menatapku dan menganggukkan kepalanya, dia seolah paham akan tujuanku selanjutnya.

Kubuka kancing celana jeans yang dipakai kak Risya dan menurunkan resletingnya. Kemudian aku melepas celananya, ia pun mengangkat pantatnya agar aku dapat dengan mudah melepas celananya.

Tubuh kak Risya kini hanya menyisakan celana dalamnya saja. Tangan kananku kemudian masuk ke dalam celananya, aku dapat merasakan bulu halus yang tumbuh di atas vaginanya itu, kemudian aku mengarahkan jari tengahku ke bibir vagina kak Risya. Vaginanya mulai mengeluarkan cairan hingga membasahi jariku.

Aku lalu naik lagi ke atas mencaplok puting kanannya. Kujilati dengan lembut benda kecil yang berada di puncak payudaranya itu.

"Ooouuugghhh... Aaaahh..."

"Eeeggghhh... mmhhh... Aaaahhhh..."

"Hemm ennnakkk sayangg geliiii, Aaaahh sayang..."

"Aauuuhhhh... ssshhhh... Auuuhhh..."


"Sayang.. Eeggghhh... jangan digigit.. Hhmmmpp..."

Setelah puas bermain di payudara kak Risya, aku bergeser sedikit ke bagian belahan payudaranya, kucium-cium belahan payudaranya,kemudian turun lagi sambil tetap mencium kulitnya yang putih. Begitu sampai tepat di depan vaginanya yang masih ditutupi celana dalam, aku mengecup bagian itu dari luar celana dalamnya, tapi tubuh kak Risya langsung bergetar setelah aku mengecup tepat di bagian vaginanya. Aroma khas cairan kenikmatannya langsung tercium olehku. Aku kemudian mencium tepat di bawah perutnya.

"Oouuhhh... Aahhhh..."


Aku tahu saat ini kak Risya sudah terangsang hebat. Kedua tangannya pun kini menarik-narik sprei. Aku memegang celana dalam kak Risya untuk menurunkannya, dan dari gerakan tubuhnya tidak ada sedikit pun menggambarkan penolakan. Malahan dia agak mengangkat pantatnya ketika tanganku mencoba untuk melepaskan celanan dalamnya, hingga memudahkanku untuk melepas celana dalamnya..

Setelah kain penutup terakhir terlepas dari tubuh kak Risya, kini terpampang di depanku sesosok wanita cantik tanpa sehelai benang pun melekat pada tubuhnya. Kedua payudaranya yang kencang itu gak pernah bosan selalu menggantung di dada, perutnya yang ramping tanpa adanya lipatan lemak dan vagina muda berwarna pink yang sangat indah, ditumbuhi bulu yang masih terlihat jarang, namun aku suka seperti itu karena terlihat lebih rapi dan bersih.

"Sayang.. jangan lihatin kayak gitu ahh, Risya malu.." kata kak Risya menutupi kedua payudara dan vaginanya dengan kedua tangan dan kedua pahanya pun dirapatkan, lalu dia memejamkan matanya.

Aku membuka kedua paha kak Risya, merenggangkannya dan kepalaku kini dengan cepatnya sudah berada di depan vaginanya. Aroma cairan khas kewanitaan yang sedang terangsang kembali tercium olehku.

"Sayang.. kamu mau ngapain..?" tanya kak Risya yang terkejut karena aku sudah berada di antara kedua pahanya. Aku hanya diam saja tidak menjawab pertanyaannya tadi.

Kemudian kucium pahanya bagian dalam sambil mengangkat kakinya sedikit ke atas. Lalu secara perlahan mulai kuturunkan ciumanku di antara selangkangannya. Garis lurus pada vaginanya itu makin membuat aku tergoda untuk menjilatinya..

"Aaakkhhh... Aaaahh..." aku mencoba menjilati bagian luar vaginanya dai bawah ke atas, vagina itu semakin lembab dan basah.

karena aku terus menjilatinya maka semakin banyak saja cairan yang keluar dari vagina kak Risya. Lalu aku renggangkan lebih luas lagi kakinya, dan aku menyibak kedua bibir vaginanya itu, aku menemukan lubang kewanitaan yang terbuka namun berwarna merah.

Lalu aku jilati dan lidahku pun mencoba masuk ke dalam lubang kewanitaan itu. Setelahnya kecupanku pindah ke atas menemukan benjolan kecil tepat di bawah garis vagina atas, aku gigit-gigit kecil, kucium dan kusedot, tak ketinggalan dua jemariku mencoba sedikit demi sedikit masuk ke vaginanya.

"Aahhhh... Uuhhh... Oouuchhhh...

Aahhh... Aduuhhh... Aaaah..."


Kak Risya menggelengkan kepalanya tidak teratur ke kanan dan ke kiri, kedua tangannya semakin kuat menggenggam sprei. Ciumanku semakin kuat dan intens kulakukan, cairan kewanitaannya pun deras keluar dari belahan vaginanya.

"Oouchhhhh... Aaaahh... Ahhhh... Uuuhhh..."

"Slluuurrppp... Sluuurrrpppp... Slluurrrpppp..."
aku terus menjilati dan menghisap cairan yang keluar dari vaginanya.

"Aaaaahh... Sayang, Risya mau... Uuhhhh... pipis lagi..." kata kak Risya di sela desahannya.

Tangan kanannya kini meremas rambutku dan menekan kepalaku agar lebih dalam lagi mengeksplorasi vaginanya. Lalu secara tiba-tiba kak Risya menjambak rambutku dengan kuat.

"Aaaah... Aahh... Aaaahhhhhh" desah kak Risya bersamaan dengan orgasme yang didapatkannya. Tubuhnya mengejang kemudian bergetar pelan, sedikit demi sedikit menuju lemas.


Aku merebahkan tubuhku tepat di sebelah kak Risya, aku ingin memberikannya waktu untuk menikmati orgasme yang baru didapatkannya. Kupandangi kak Risya yang kini dipenuhi dengan bulir-bulir keringat yang membasahi wajahnya. Matanya terpejam dan nafasnya tak beraturan.

"Aku mencintaimu, Bee.." bisikku di telingannya, kemudian aku pun memeluk tubuhnya.

"Aku juga cinta kamu, Reyvan Ararya.." kata kak Risya dengan mata yang masih terpejam..

Bahagia...!!! Itu yang saat ini yang aku rasakan. Senyuman yang mengembang terukir dari kedua sudut bibirku, walapun kak Risya tidak melihatnya. Namun aku tahu, dia pasti bisa merasakan bahwa aku saat ini sedang memandanginya. Aku lalu bangun dan duduk di tepi ranjang, kulepas celana beserta celana dalamku.

Aku bangun mendekati kak Risya dan memposisikan tubuhku tepat diantara kedua pahanya. Dia memandangiku dengan pandangannya yang sayu. Kutindih tubuhnya dan mencium seluruh permukaan wajahnya. Kak Risya memeluk kepalaku yang sedang menciumnya. Sedangkan penisku yang sudah

Pipi, hidung, kening, dagu dan bibir kak Risya semuanya tak ada yang aku tinggalkan dari cumbuan bibirku..

"Aaaaahh... enak van, Uuhhhh... Hisap yang kuat..." kata kak Risya mendesah ketika aku menghisap payudara kirinya.

"Ouchhhh... Aaaahh... ahhhh..." payudara kanannya pun aku remas-remas.

"Bee.. Ivan mulai sekarang ya..?"

"Ta.. tapi pelan-pelan ya, sayang..?"

"Iyaa.. kalau sakit bilang ya Bee, biar kita hentikan aja.." ucapku sambil merenggangkan kedua kaki kak Risya lebih lebar lagi.

"Iya sayang.."

Kak Risya tampak hanya pasrah aja, dia memandangku dengan sayu. Arah pandangan kedua matanya di turunkan memperhatikan penisku yang telah berada dalam posisi tegak sempurna berada di depan vaginanya..

"Sayang.. pelan-pelan ya. ? punya kamu itu panjang dan besar banget, Risya takut jadinya.." kata kak Risya setelah tadinya sedikit terkejut melihat ukuran penisku.

"Iya sayaaang.."

Tak menunggu waktu lama, langsung kuarahkan kepala penisku mendekati belahan vagina kak Risya yang masih sempit itu. Tangan kananku menggenggam batang penisku, kemudian kugesek-gesekkan pada klitoris dan bibir vaginanya dari atas ke bawah. Penisku terus bergesekan dengan bibir vagina kak Risya, hingga cairan kewanitaannya mulai keluar dengan derasnya. Kak Risya pun merintih-rintih kenikmatan sehingga badannya tersentak-sentak dan tubuhnya belingsatan.

"Jangan digituin, Van... Aaaacchhh..."

Kini kuposisikan penisku tepat di belahan vaginanya kak Risya. Aku menekan penisku pada bibir vaginanya, tapi rapatnya dinding-dinding vaginanya itu membuat penisku kesulitan untuk masuk, apalagi dengan ukuran penisku yang besar gini jadi tambah sulit untuk masuknya..

Aku masih terus berusaha, hingga kepala penisku berhasil menerobos bibir kemaluan kak Risya.

"Aaakkhhhh... Ahhh..." rintih kak Risya sambil menggigit bibir bawahnya.

"Eemmmmgghh aaaaagghh pelan-pelan sayang..."

"Eeeggghhh... Uuuhhh..."

"Berhenti dulu sayang, stop dulu.." kata kak Risya.

Aku pun seketika menghentikan aksiku sementara. Mata kak Risya terpejam dan dia terus menggigit bibir bawahnya, nafasnya juga tersengal-sengal.


Kini kak Risya sudah terlihat lebih tenang. Aku sedikit demi sedikit mencoba memasukkan penisku lebih dalam lagi, tapi dinding-dinding vaginanya begitu erat menjepit penisku. Aku tak pernah mengira bakal sesempit ini vaginanya kak Risya, jadi aku sedikit menekan lebih kuat dan seperempat penisku pun masuk ke dalam.

"Aaaaahhh..."

"Pelan-pelan sayang.." kata kak Risya lalu menggigit bibir bawahnya lagi.

Aku kemudian kembali mendorong penisku lebih dalam lagi. Namun seketika aku berhenti, karena mendengar suara ketukan pintu..


"TOK... TOK... TOK..."

"TOK... TOK... TOK..."



Kak Risya yang mendengar suara ketukan pintu kamar kami langsung mendorong dadaku, hingga penisku yang berada dalam vaginanya pun terlepas. Dia beringsut mundur dan duduk di sandaran ranjang sambil memeluk erat kedua kakinya yang ditekuk.


"Bajingan... siapa pula yang datang malam-malam gini, sampai kak Risya ketakutan gitu jadinya.. mengganggu kegiatan aku yang lagi enak-enak pula lagi.. Bangsat...!!!" ucapku kesal dalam hati..


"Sayang.. itu siapa yang ngetuk pintu..?" tanya kak Risya ketakutan.

"Risya takut kalau mama yang datang.." kata kak Risya dengan bibir bergetar. Aku jadi tersentak kaget mendengar apa yang diucapkan kak Risya.

"Udah kamu tenang aja, Bee.. biar Ivan yang bukain pintunya, kamu tidur aja ya.." ucapku turun dari ranjang dan kak Risya pun merebahkan tubuhnya lagi. Kemudian aku menutupi tubuh polosnya dengan bad cover sampai batas leher kak Risya.

Aku lalu berjalan ke sisi ranjang satu lagi mengambil celanaku dan memakainya. Kemudian menuju ke dekat sofa mengambil baju yang kulempar dengan sembarangan tadi.

Dengan langkah sedikit cepat menuju pintu kamar. Aku membuka pintu dan keluar dari kamar, tapi aku tak melihat seorang pun ada di depat pintu kamarku.

"Sial... siapa yang ketuk pintunya tadi.." batinku.

Saat aku berbalik hendak masuk lagi ke dalam kamar hotel, kulihat sebuah kertas kecil yang menempel di depan pintu. Aku menarik kertas itu yang ternyata ada pesan yang tertulis di atasnya.


Temuin aku di kamar sebelah sekarang..
Awas kalau kamu gak datang...!!!


"Ini dari siapa pula lagi, malah pake acara ngancem aku segala.."
gerutuku.

"Heyy... sini kamu.." suara seorang wanita dari arah sebelah kananku. Aku pun langsung mengarahkan pandanganku ke arah kanan dan disana berdiri seorang wanita cantik sambil memainkan jari telunjuknya seperti menyuruhku untuk mendekatinya.

Alya Alvira Darmawan
42630077_321738835042618_3251902588761101061_n.jpg

"Ngapain kakak di sini..?" tanyaku dengan tidak semangatnya, karena yang menggagalkan acara persetubuhanku dengan kak Risya tadi adalah kak Alya.

Bukannya menjawab pertanyaanku, kak Alya malah menarikku masuk ke dalam kamar dan mengunci kamar itu. Dia kemudian berjalan sambil memegang tanganku dan aku di dudukkannya di ranjang.

"Kak...?" aku memanggilnya, namun kembali dia tak menghiraukan ucapanku. Tubuhku malah didorongnya hingga tidur terlentang di atas kasur yang empuk. Kak Alya malah naik ke atas tubuhku dan duduk tepat di atas posisi penisku yang masih dalam keadaan setengah ereksi.

"Shit... dia seperti ingin menggodaku lagi seperti waktu itu.." ucapku dalam hati.


"Jangan kayak gini lagi kak.. Please, udah cukup waktu itu kita...." ucapku terputus karena kak Alya dengan cepat memajukan wajahnya dan melumat bibirku.

"Cuuppp..."

"Muuuacch..."


Kak Alya mengecup bibirku dengan lembut. Dia kemudian menegakkan kembali tubuhnya sambil menatap wajahku dengan matanya yang sayu, dia masih duduk di atas tubuhku dan dia kini menggigit bibir bawahnya.


"Ahhh, sial... Ivan Jr udah mulai bangun lagi.." batinku.


"Kakak pengen melakukannya lagi sama kamu, Rey..."

"...." aku hanya menggelengkan kepalaku, karena aku tak ingin menyakiti hati kak Risya lagi.

Namun kak Alya dengan cepat memegang wajahku dengan kedua tangannya, kemudian dia kembali mencium bibirku. Aku berusaha untuk bangun, tapi kak Alya menahan dadaku hingga aku pun kembali tidur terlentang.

Awalnya kak Alya hanya mencium bibirku dengan mesranya, tapi lama-lama ciumannya makin memburu hanya dalam waktu singkat.

"Cuuppp... Muuuacch... Cuuppp... Muuuacch..."

"Cuuppp... Muuuacch... Cuuppp... Muuuacch..."


Kak Alya mengecup bibir bawahku dengan penuh kelembutan seolah memancingku untuk membalas kecupan darinya. Aku lalu memegang wajahnya dan mendorongnya sedikit ke belakang hingga ciuman kak Alya pun terlepas..

"Kak Alya, udah cukup ya kak, gak boleh dilanjutin lagi.. kakak jangan menggodaku, nanti aku malah lepas kontrol lagi seperti tempo hari.."

"Bagus dong.. ayo kita lakukan lagi, Rey.." kata kak Alya sambil mengedipkan satu matanya.

"Gak boleh lagi kak...." ucapku terhenti ketika kak Alya menempelkan jari telunjuknya di bibirku.

"Kakak mau kok jadi selingkuhan kamu, Rey.." kata kak Alya pelan saat wajah kami sudah dekat.

Kak Alya kembali mencium bibirku dan sekarang aku bingung harus bagaimana meresponnya. Aku harus bagaimana sekarang..? Tanpa pikir panjang, aku membalas ciuman kak Alya.

"Cuuppp... Cuuppp... Cuppp... Muuuacch... Muuuacch

"Cuuppp... Muuuacch... Cuuppp... Muuuacch..."



Tangan kiriku merangkul leher kak Alya, sedangkan tangan kananku menghinggap di payudara kirinya. Aku meremas payudaranya yang menurutku ukurannya hampir sama dengan milik kak Risya..

"Oouuucchhh... Aaaahhhh..." desah kak Alya dengan mata terpejam setelah melepaskan ciuman kami.

"Gimana kak, enak gak..?" tanyaku menggodanya, dan kak Alya hanya menganggukkan kepalanya.

"Ouuchhh... iiiyaaahh... Hemmmm... iini nikmaaat banget, Rey... Aaaaaacchhh..." kata kak Alya di sela desahannya saat aku kembali meremas-remas payudara kirinya lagi dan di saat itu juga dia memaju mundurkan tubuhnya menggesek Ivan Jr yang sebentar lagi akan berdiri tegak sempurna.

Aku menarik leher kak Alya hingga kami berciuman lagi. Ciuman yang kami lakukan sekarang semakin dalam dan kak Alya pun memasukkan lidahnya ke dalan mulutku. Lidah kami saling bermain dan membelit di dalam mulutku.

"Slluurrppp... Sluuurrrrpp... Ssluurrpppp...!!!"

"Aaaaahhh... Aaacchhh...Hemmmpp..."

"Slluuurrppp... Slluurrppp... Sluuurrrpp...!!!"


Namun, tiba-tiba kak Alya melepaskan ciuman panas yang barusan kami lakukan. Dia menegakkan tubuhnya dan menatapku dengan tajam. Aku jadi heran dengan perubahan sikap dari kak Alya.

"Apa yang kamu lakukan dengan Risya tadi, Rey..?" tanya kak Alya masih dengan tatapan yang tajam.

"Rey gak melakukan apa-apa kok dengan kak Risya.." ucapku yang kubuat sesantai mungkin.

"Reyvan, kamu itu bukan tipe orang yang suka berbohong.."

"Rey gak bohong, kak.."

"JAWAB....!!!"

"Apa yang kamu lakukan dengan ADIKKU...!!!" kata kak Alya dengan suara yang keras.


DEGH...!!!





To Be Continue...!!!
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd