Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Kopi

Bab 12


"Hah? Kalian pacaran?"
"Sejak kapan?"
"Kok bisa?"
"Bagaimana kalian bisa?"

Hihihi, pertanyaan itu yang menyerang kami bertubi-tubi. Ada aroma heran dan tidak percaya dari setiap perkataan yang nereka ucapkan. Seolah itu adalah sesuatu yang amazing, sesuatu yang wow. Something like beauty and the beast as I think before. Kami hanya senyam senyum aja meladeni pertanyaan mereka.

"Kalian ingat pertemuan terakhir kita di warungnya Yu Jum?" ucapku setelah keheranan mereka mereda.

"Keesokan harinya aku bertemu dengan mbak Ani. Kami berbicara panjang lebar. Dari hati ke hati. Empat mata. Hingga akhirnya kami mendapatkan kesamaan hati kami," aku menjelaskan kepada mereka secara singkat, dengan intonasi tenang dan pelan, sehingga mereka pun terkesima dengan penjelasanku.

"Ada pertanyaan?" lanjutku. Sementara mbak Ani hanya bisa senyam senyum saja.

Jadi malam itu kembali aku jadi kehebohan. Kali ini tidak sendiri. Ada mbak Ani juga. Aku sendiri tidak menyangka kalau yang mau dijodohkan itu mbak Ani. Makanya aku hanya menyiapkan satu opsi: menolak. Tau gitu aku siapkan juga opsi kejutan: gak tau.

Acara makan malam pun berakhir setelah berlangsung seru, hangat, dan cair selama dua jam lamanya. Aku jadi merasa kasihan sama pelayan-pelayan warung yang menunggu kami hingga langkah terakhir kami di sana. Pastinya mereka harus kerja lembur, dan dibumbui rasan-rasan dan ngomel-ngomel juga tentunya.

Alhasil karena tadi suaminya Ima datangnya naik angkot, akhirnya mereka pulang berdua. Sedangkan mbak Ani yang tadinya bareng Ima, dengan senang hati berboncengan denganku. Ah, akhirnya kesampaian juga jalan-jalan dengannya.

Berhubung aku tadi pake motor, ya terpaksa kubonceng dia di belakang. Nah, masalahnya mbak Ani kan berangkatnya tadi naik mobilnya Ima. Jadi dia gak pake jaket. So, dengan besar hati, kupakaikan jaketku ke badannya. Lumayan kan daripada kedinginan. Hal ini membuat mbak Ani tersenyum bahagia. Paling tidak aku merasa seperti itu.

Oh iya. Tentang helm. Mbak ani kan tadinya gak pake helm. Jadi pulangnya ya gak pake. Sempat kutawarkan helmku untuk dipake, tetapi ditolaknya dengan halus. Bagaimanapun juga sopir ojek itu harus pake helm. Soal penumpangnya enggak pake, mana ada patroli polisi di malam tanggung gini, katanya.

"Mas," ucapnya setelah kami dalam perjalanan.

"Ya mbak," jawabku seadanya. Sumpah, aku gak bisa konsen ke jalan.

Berdua dengannya masih membuatku melayang di awang-awang. Bayangkan saja. Cewek cakep, yang jadi bahan colimu, yang jadi fantasimu, yang selama ini kaugoda hanya untuk menutupi ketertarikanmu padanya, saat ini, sekarang ini, duduk berboncengan denganmu, dan tangannya mendekap mesra. Apalagi dadanya yang.... Dan beha tipe keras, entah aku gak tau apa namanya itu, menusuk-nusuk punggungmu dengan lembut. Bagaimana bisa konsen. Kalo aku jadi pemeran di film naruto, aku pasti sudah mimisan dan terpelanting ke belakang sejauh lima meter.

"Masku sayang..."


Cup...


Sebuah kecupan ringan mendarat di pundakku.

Plasss wajahku pasti memerah. Hati yang berbunga bagai dapat tambahan pupuk dan air. Wuih rasanya. Entah aku bingung menjelaskan perasaanku kepada kalian. Yang jelas aku bahagia banget nget nget nget.

Putaran demi putaran roda kami lalui bersama. Dingin malam tak lagi terasa. Bersama mbak Ani, segalanya terasa indah. Tak terasa kami sudah sampai di depan rumah mbak Ani. Saatnya untuk berpisah. Walaupun hanya sementara.

"Terima kasih, mas."

"Untuk apa?"

"Terima kasih sudah mengakuiku sebagai kekasihmu," ucapnya sambil menunduk malu.

"Bukankah seharusnya aku yang harusnya berterima kasih. Harusnya mbak Anilah yang malu kalau aku jadi kekasihmu."

"Emang ngefek ya?"

"Emmm... Gak juga sih."

"Aku itu nyaman sama kamu mas. Dan aku gak mikir macem-macem. Lagipula, kalo dilihat-lihat, wajahmu gak jelek juga kok."

"Benarkah?"

"Hmm."

"Ini obyektif apa subyektif?"

"Subyektif lah hehehehe."

"Hehehehe."

"Mbak."

"Hmmm."

"Pamit dulu ya."

"Iya," senyum kecil tampak dari wajahnya yang malu-malu itu.

"Besok ke sini gak?" lanjutnya.

"Kalau boleh."

"Kenapa tidak?"

"Baiklah. Besok pagi. Kita jalan-jalan ke toko."

"Hmmm. Kita. Jemput aku ya."

"Aku pulang dulu ya mbak. Assalamualaykum."

"Waalaykum salam," ucapnya mengantar kepergianku.

Akhirnya aku pulang dengan hati gembira. Pertama, aku telah mengumumkan hubunganku dengan mbak Ani. Paling tidak, teman-terdekatku mengetahuinya. Kedua, hubunganku dengan mbak Ani semakin dekat, semakin nyaman dengannya. Ketiga dan ini yang menjadi alasan utamaku untuk bahagia. Entah sengaja atau tidak, atau memang sudah dijodohkan oleh Yang Maha Esa, mereka membawa orang yang tepat kepadaku.

Yah, mungkin inilah perjalanan hidup yang harus kulalui. Setelah lebih dari seperempat abad dalam kesendirian, akhirnya ada seseorang yang diperitahkan Tuhan untuk menemaniku. Dan... dengan senang hati aku menerimanya.

Akhirnya aku sampai kamar juga. Setelah mandi dan... gak pake coli! Mandi dan berganti pakaian, aku merebahkan dir di kasur. Tidak lupa berdoa semoga kegiatan besok berjalan lancar. Dan semoga hubungan kami akan langgeng. Selamanya. Amin.


___

"Sudah siap mas?"

"Demi kamu apa sih yang tidak siap?"

"Ciee. Ada yang mulai gombal nih. Yuk mulai."

"Yuk."

Demikianlah aktivitas pagiku bersama mbak Ani. Tadi pagi. Pagi-pagi banget. Sebelum subuh, aku sudah bangun. Saat melihat layar hape aku malah terkejut. Ada notifikasi wa masuk. Dari mbak Ani. Katanya aku disuruh sholat subuh dulu baru berangkat. Rupanya mbak Ani bangun lebih malam daripada aku. Aku jadi malu, hihihi.

Oke. Lari pagi dimulai dari rumah mbak Ani, lurus melalui perumahan, ikuti saja jalan utamanya menuju ke lapangan. Joging di sana muter-muter sampai capek, baru rehat. Untuk jajan jangan khawatir. Banyak kok yang jualan jajan di sana. Apalagi hari minggu kayak gini. Tinggal siapa yang bayar gitu aja.

"Kamu lah!"

"Siapa!"

"Kamu lah! Orang punya duit juga. Jangan sok kere. Jantan dikit lah sama cewek. Ngemodal duit. Biar disegani sama cewek."

"Iya iya. Dasar sok tau. Dulu aja kerenya minta ampun."

"Itu kan dulu. Sekarang aku sudah punya perusahaan sendiri lho."

"Punya mertua kan?"

"Yang penting kan yang ngelola aku."

"Tapi punya mertua kan? Dasar kere!"

Baiklah. Aku yang bayarin dah. Biar dikira jantan katanya. Jadi... kita berangkaaat!

"Tu dua tu dua tu dua itu dua."

Acara lari pagi ternyata menyenangkan. Selain udara masih segar, badan juga terasa bugar. Mata pun jadi segar.

"Segar?"

Jelas! Orang ditemani bidadari hehehe! Dan di sampingnya ada bidadari yang lain. Di sampingnya agak jauhan juga. Yang di depannya juga. Itu di depannya malah ada dua. Agak jauhan dikit malah bidadarinya lagi berduaan sama monyet.

"Lho kok?"

Anggap aja begitu.

Sedang enak-enaknya lari pagi di lapangan, tiba-tiba ada yang manggil.

"Woi To."

Nah ini dia. Ngapain lagi dia di sini.

"Woi Jo. Karo sopo mrene?"
(Woi Jo. Sama siapa ke sini?)

"Ijen. Ben minggu aku mesti mrene yo. Gak golek manuk ae... Eh mbak Ani hehehe. Tambah cantik aja mbak. Gak mbuka toko nih pagi-pagi?"
(Sendirian. Setiap minggu aku selalu ke sini ya. Gak nyari burung saja...)

"Buka Jo. Biar anak-anak yang jaga," ujar mbak Ani membalas sapaan Bejo yang sudah cengengesan gak karuan.

"Tumben mbak lari sama kebo ini?" tanya Bejo lagi.

"Lha gak oleh ta aku mlayu karo bidadari?" potongku. Sementara mbak Ani tertawa saja mendengarnya.
(Lha gak boleh kah aku lari sama bidadari?)

"Yo ketoke ora pantes noh To. Lha piye to peno. Uwong ayu koyok ngene iki panteae yo karo janoko," ucapnya sambil membusungkan dada.
(Ya kelihatannya ya gak pantas nho To. Gimana sih kamu. Orang cantik begini pantasnya sama arjuna)

"Hahaha," aku dan mbak Ani yang mendengar pun tertawa.

"Somplak raimu Jo... Bejo. Rai koyok manuk ngunu ngarani koyok arjuno. Ngoco disik cak, hahaha."
(Konyol raimu* Jo... Bejo. Muka kayak burung begitu ngomongnya seperti arjuna. Ngaca dulu cak**, hahaha)

"Timbang awakmu Jo. Wetenge ae koyo meh lairan. Hahaha."
(Daripada kamu Jo. Perutnya aja seperti orang hampir melahirkan)

"Lha iku mangkane tak gawe mlayu-mlayu. Mesisan dikancani karo mbak ani sing ayune gak jamak iki hehehe," aku menoleh ke arah mbak Ani. Yang ditoleh hanya tersenyum.

Setelah beberapa putaran lari mengelilingi lapangan, diselingi dengan keusilan bejo dan aku, serta tawa riang mbak Ani tentunya. Mbak Ani dengan nafas yang relatif teratur, dan aku dengan nafas yang full ji sam su, beristirahat di pohon besar. Tepat di sebelah penjual cilok dan air mineral. Sedangkan Bejo masih keliling beberapa putaran sebelum berpamitan kepada kami. Dengan mencomot akua botol dan sebungkus cilog yang kupegang tentunya. Alhasil kami: aku dan mbak Ani pun tertawa dengan kelakuannya. Dasar Bejo. Kelakuannya tetap aja jahil.

Acara lari pagi berakhir di dalam kamarku. Banyak sih yang kami bicarakan... obrolkan selama lari pagi hari ini. Percakapan ringan aja, gak layak lah untuk dikonsumsi publik.

Baiklah, kembali ke kamar. Mbak Ani sengaja mampir ke rumahku... kos-kosanku untuk numpang mandi. Gak boleh ta?

Kami berdua mandi bersama, saling menyabuni tubuh satu sama lain. Hus... hus... gak boleh berpikiran jorok kalian itu. Tobat! Kami tidak melakukan itu oke!

Mbak Ani memang mampir untuk numpang mandi di kamarku. Tapi aku tidak sedang bersamanya di kamar mandi. Aku sedang leyeh-leyeh sambil menonton tivi. Sambil co... tidaaaaak! Aku sedang tidak coli pagi ini! Ayolah, kalian hormati mbak Ani sedikiiit saja. Muv on men... muv on. Dulu memang iya. Aku coli. Dan dialah yang menjadi fantasiku. Tapi sekarang, pandanganku tentang mbak Ani sudah berubah. Dia sekarang harus kulindungi. Termasuk dari khayalan kalian! Biarlah tetek dan memeknya untukku saja. Lho... ups!

Baiklah, back to my story. Mbak Ani numpang mandi karena kamar mandi di tokonya sedang rusak. Kerannya bocor. Jadi harus dicabut dan diganti. Rencananya sih hari ini anak buahnya mau beliin keran yang baru. Tapi tentunya mandi dulu lah di tempatku hehehe.

Oke, kali ini aku gak coli. Paling tidak aku bisa menahan diri. Lagian ngapain juga aku coli. Lha wong sudah punya pacar. Tinggal minta aja sudah dikasih susunya. Itupun kalau dia mau. Kalo enggak ya... ya gak pa pa sih. Hanya harus bersabar lagi dan lagi.

So, kemudian mbak Ani keluar dari kamar mandi hanya dengan memakai handuk. Dia bilang sesuatu tentang pakaiannya tetapi kuacuhkan. Pandanganku sibuk mengamati paha mulusnya, dadanya yang putih, dan tubuhnya yang seksi.

"Mas..."

"Halo. Ada orang disini?"

"Mas... halo."

Cup...

Satu ciuman mendarat di pipiku menghentikan aktivitas otak mesumku, sekaligus melancarkan peredaran darah dari lubang hidungku. Ya, sebelas dua belas lah dengan jiraiya ketika naruto lagi memperagakan jurus mesumnya.

"Lho mas? Kok malah mimisan?" Mbak Ani malah heran menatapku. Ah, jangankan mbak Ani, aku saja heran kok bisa mimisan.


_____
*) Raimu merupakan benuk makian. Arti harfiah raimu adalah wajahmu. Hanya saja, karena kata ini digunakan untuk makian, penulis sengaja mengungkapkan dalam bahasa asalnya.
**) Cak sama dengan kak dalam dialek suroboyoan.
 
Terakhir diubah:
Kalo mau cari apdetan panjang, baca saja punya alan smith yang baru, atau dlf nya djcisse. Ngetik bentaran ya apdetnya cuma segini. Gak bisa lebih.

Dah, tak lanjut kerja dulu :ngupil:
 
mbak Anii:bacol: oohh :panlok2: mbak Ani....
achh:konak:hhhh...

alapo, To!??!?:ngupil: gak oleh ta!!!?? durung koen rabi wae lho!!



kopiSenin:hore: kie, CakPai​
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd