Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY KUMPULAN ONE-SHOT PEMERKOSAAN DI SEKOLAH ELIT 🏫

CHAPTER 2: KETUA OSIS PEMBENCI KAUM PRIA


“Ya terus gimana? Masa kalian mau diem aja? Ini sekolah kita, dan korbannya juga murid sekolah kita.”

Aku hanya bisa memainkan bolpoin selagi gadis itu mengomel. Ini sudah setengah jam sejak rapat OSIS di mulai dan sejak itu pula si ketua OSIS itu tak berhenti marah-marah.

“Tapi kita nggak tahu apakah itu kasus pemerkosaan atau suka sama suka. Amel.” Seorang anggota laki-laki berkomentar. Seketika raut wajah Amel langsung berubah. Dia segera menyambar kerah anak itu, memelototinya dengan sangat marah.

“Lu bilang suka sama suka?” Intonasi Amel penuh penekanan. “Kalo suka sama suka nggak mungkin dia nggak masuk berminggu-minggu!” Dan gadis itu langsung menghempaskan si murid laki-laki hingga menyenggol sisi meja. “Kalian cowok-cowok nggak berguna! Kalian bebas ngewe sama cewek tanpa mikirin perasaan cewek. Seenaknya aja kalian nyalahin korban dengan dalih suka sama suka. Dasar menjijikkan.”


296244627bcb6215de8d821cd1d57439dee779a9.jpg


Aku masih menunduk dan memainkan bolpoin. Sedikit merasa beruntung karena bukan aku yang diperlakukan seperti itu. Tetapi hanya berdiam diri saja membuatku merasa sangat muak. Amel, si ketua OSIS bermulut pedas itu memang sangat membenci kami para kaum laki-laki. Kinerja kami yang bagus pun tak pernah mendapatkan apresiasi darinya. Bahkan dia cenderung mencari-cari kesalahan kami. Bagaimana bisa seorang cewek menganggap rendah cowok? Bukankah dia menyalahi aturan? Menyalahi kodrat? Selama ini aku selalu memendam perasaan muak padanya. Namun ini tak bisa dibiarkan, aku harus –

“Lo!” Aku terkejut – nyaris terjungkal – saat dia menggebrak mejaku. “Dari tadi diem aja, lo ada saran nggak kita mesti gimana?”

“Hah?”

“Hah, hoh, hah, hoh! Kayak tukang keong aja Lo!” Kemudian dia meninggalkanku dengan raut wajah kesal. “Gue capek banget punya anggota cowok kayak kalian. Pada dungu, pada nggak becus sebagai OSIS. Kalian punya tujuan nggak sih sebenernya? Apa kalian Cuma mau numpang tenar? Biar kalian dapetin banyak cewek dengan dalih anggota OSIS? Pola pikir kalian cetek banget sih!”

“Mel... udah...”

Aku sama sekali tak berkomentar apa-apa. Diam dan menunggu waktu yang tepat adalah yang terbaik. Lagipula, jika aku bertindak gegabah besar kemungkinan aku tak akan mendapatkan tubuh Amel. Benar, inilah cara paling tepat.

“Kita nggak akan pulang sebelum dapetin cara buat masalah ini,” kata Amel sembari melonggarkan dasinya.

Seketika aku memalingkan wajah. Meski tubuh Amel terbilang kecil, hanya sekitar 155 cm, cukup imut untuk gadis berusia 18 tahun. Bagiku tinggi badan dan ukuran dada tak masalah, karena Amel memiliki bentuk yang lumayan... ekhem... seksi.

Pinggangnya ramping, pas sekali untuk dipeluk. Dadanya pun meski tak besar namun pas untuk digenggam. Walaupun sebenarnya aku belum pernah melakukan dengannya, hanya membayangkan saja sudah membuatku terangsang.

Beberapa kali aku tak sengaja mendapati Amel sedang berganti baju di ruang OSIS. Astaga... bagaimana mungkin seorang murid mengganti baju di ruang umum seperti ruang OSIS? Saat itu aku mulai berpikir jika sepertinya dia memang memancing untuk disetubuhi. Bermula dari ketidaksengajaan, aku mulai sering mengendap-endap untuk sekedar melihatnya membuka baju. Amel memang tak benar-benar telanjang. Dia masih memakai dalaman saat itu. Namun aku masih dapat melihat ketiaknya yang... sangat-sangat-sangat mulus.

“Ekhem...” Aku berdeham samar untuk menahan hasrat yang membuncah. Di bawah sana adik kecilku sudah mulai bangun.

“Kalian para cowok nggak berguna lebih baik pulang,” kata Amel menunjuk satu persatu anggota OSIS laki-laki termasuk juga aku. “Aku dan Tiara akan menginap di sini untuk menyelesaikan persoalan pemerkosaan di sekolah.”

“Kenapa kami harus pulang?” tanyaku, setelah sekian lama menahan diri tak bersuara.

“Kenapa? Tentu saja karena kalian nggak berguna. Bisanya Cuma main game, tidur-tiduran. Dan kalau nggak ada para anggota cewek kalian bakal nonton film bokep pake WIFI sekolah. Emangnya aku nggak tahu?”

“Tapi Mel, kamu nggak takut?”

Amel menyeringai. “Buat apa aku takut? Si pemerkosa itu nggak bakal berani buat datang ke sini. Kalo dia nekat, dia bakal tau akibatnya.”


29624455fe4b3cacdff9c114a2394d1c1de32131.jpg



‘Ah... bakal tahu akibatnya hm?’

“Ya udah deh, kalo gitu kami pulang.” Seorang anggota laki-laki berdiri dari kursi, diikuti yang lain.

“Hati-hati ya Mel,” kataku ketika melewati Amel. “Kalo ada apa-apa, hubungi gue aja.”

“Nggak bakalan tuh.”

Ucapan sarkastis Amel mengantarkanku keluar ruangan.

Langit senja kali ini terlihat lebih gelap dari bisanya. Barangkali malam ini akan hujan besar? Entahlah. Yang pasti malam ini akan menjadi malam yang menyenangkan. Ku keluarkan ponsel dari saku celana. Ponsel usang yang hanya menyimpan satu simcard. Alat komunikasi paling aman dibandingkan smartphone. Lewat ponsel tua ini, pergerakan kami tak akan diketahui.

‘Ikut aku ke sekolah malam ini.’

Balasan datang tak lama kemudian.

‘Malam ini?’

Aku menyeringai. ‘Kita bakal dapet Jackpot.’


=============


Angin melolong di tengah gelapnya malam. Meredam pergerakan kami yang tengah memanjat pagar belakang. Sebelumnya aku sudah menyiapkan meja di sisi dalam pagar. Mempermudah aksi penyusupan kami melewati pagar setinggi 2,5 meter. Setidaknya kami bisa turun tanpa menimbulkan suara yang mencolok.

“Mereka ada di mana?”

“Ada di ruang OSIS.”

“Cuma berdua doang?” tanya temanku. “Gila, berani banget mereka.”

“Yang berani kayaknya Cuma si Amel. Dia yang kekeh ngusir kami para anggota cowok.”

Temanku pun terkekeh dari balik topeng ski hijau lumut. Mungkin merasa geli dengan sikap Amel yang ceroboh, karena aku pun begitu. Aku pun menambahkan. “Dia nggak tau kalo malem ini kita bakal dapetin keperawanan mereka.”

“Tiara juga perawan?”

Aku mengangkat bahu. “Entah, lo bakal tahu sendiri ntar.”

“Gue udah nggak sabar.”

Aku mulai mengendap-endap menuju ruang OSIS. “Inget, jangan pernah buka topeng lu.”

“Siap.”

Sejujurnya aku tak habis pikir dengan sistem keamanan di sekolah ini. Maksudku, bagaimana bisa seorang satpam tertidur di dalam pos yang berada di luar wilayah sekolah. Mereka hanya mengandalkan CCTV tanpa menyadari bahwa alat itu dapat diretas. Terlebih aku tak mengerti pola pikir Amel yang memilih menginap di ruang OSIS alih-alih rumahnya sendiri. Dia terlalu arogan dan cenderung bodoh.

Namun dari arogansinya itu telah membuka kesempatan emas bagiku.

‘Kekekeke Amel sayang~ Bersiaplah~’


================


Pintu terbuka dengan mudah. Tentu saja karena sebelumnya aku telah menggandakan kunci ruang OSIS. Di dalam terlihat cukup gelap, meski begitu aku masih dapat melihat sosok Amel dan Tiara yang tertidur lelap. Oh... gadis ku yang malang. Mereka pasti sangat kepanasan sampai-sampai hanya memakai kaos tipis dan celana pendek.

“Di dalam kegelapan aja Amel cantik banget,” gumamku samar-samar.

Dengan perlahan, aku merangkak ke atas tubuh Amel. Gadis itu beraroma Lavender yang lembut. Mungkin dari parfum yang dia pakai, atau sampo? Ah... aku semakin tak sabar untuk merasakannya secara langsung.

29624453cab1dca1453f67c4965b64664e6997e7.jpg



Aku membuka setengah topeng. Sekedar memperlihatkan bagian mulut saja. Sebelum kemudian menjilati leher Amel. Sialan! Ini sangat lembut. Aku seperti sedang menjilati bubuk susu. Aroma tubuh Amel wangi, seperti sampo yang dikenakan bayi. Dasar, ternyata dia hanya bermulut tajam tetapi memiliki selera yang kekanakan seperti ini. Tapi tak masalah, justru aku sangat menyukainya.
Sementara aku menjilati leher Amel, temanku sedang berusaha melepaskan baju Tiara. Tampaknya dia tak bersabar. Alhasil menimbulkan keterkejutan yang akhirnya membangunkan Tiara.

“Eh!”

“Sssttt!” Temanku langsung membekap Tiara dengan tangan besarnya. “Kalo teriak lo bakal gue bunuh!”

Ancaman itu membungkam Tiara. Tentu saja si gadis cengeng itu tak ingin ambil risiko dengan meregang nyawa. Sehingga temanku dapat dengan mudah membawa Tiara ke luar ruangan. Entah apa yang hendak dia lakukan, tapi aku percaya jika temanku satu itu dapat membuat Tiara mengingat kejadian ini sampai mati.

================

(PoV Tiara dan sang pemerkosa)

PLAAAK!

“Lepasin gue binatang!”

Aku menyeringai, rasa panas menjalari pipiku, kuduga bekas tangan Tiara tertinggal di sana. “Tamparan lo lumayan juga.” Aku mengunci pintu di belakang, seketika memisahkan dunia luar dengan kami berdua dalam bilik toilet.

“Mau apa lo?” Tiara melangkah mundur seiring dengan langkahku yang maju. Terus mundur sampai punggungnya menabrak dinding di belakang. “Pergi! Jangan deketin gue!”

“Lo nggak berhak ngusir gue Tiara.” Aku mengurungnya di antara tubuhku dan dinding di belakangnya. Tiara tampak menciut. Sosoknya bagai tikus yang terperangkap, tak berdaya.

“Jangan bunuh gue....” Pada akhirnya tangisan pecah. Tiara menunduk dan menutupi wajahnya. Lantas aku segera menangkup dagu Tiara, mengangkat wajahnya agar menatap padaku.

“Jangan tutupin muka cantikmu Tiara, biarin gue liat lo yang lagi nangis gini...”
Ku jilati bibir bawahku. Mendadak aku menjadi sangat lapar ketika melihat wajah memelas Tiara. Gadis yang baru saja ku lihat ini sungguh teramat menggoda saat tak berdaya. Rasanya ingin kulihat dia yang menangis meraung-raung setelah keperawanannya ku renggut.

“Lo pasti belum pernah ngewe kan?”

“Hah!”

Kutemukan binar keterkejutan di matanya. Ah... gadis ini masih sangat polos sampai-sampai tak bisa menyembunyikan kebohongan. “Pasti sempit banget di dalem sini!”

“Akh!”

Aku menikmati pekikan Tiara selagi jari tengahku melesak memasuki kewanitaannya. Dan benar saja, vagina Tiara sangat sempit, bahkan ketika aku hanya memasukkan satu jari.

“Le – lepashh! Keluarin itu!” Tiara mendorong tubuhku. Tetapi tenaganya melemah seiring dengan jariku yang bergerak semakin cepat. Tubuhnya tak bisa berbohong. Dari lubang yang berkedut-kedut menjepit jariku, sudah pasti Tiara menikmatinya. Tanpa memedulikan erangan pilu Tiara, aku mengocok liang hangat dengan tempo yang brutal.

“Akhh!”

“Bener... desahin aja...”

Clak! Clak! Clak!

Suara kecipak dari peraduan jariku dengan kewanitaan Tiara menggema di toilet. Menjadi melodi indah yang menemani pergumulan kami. Entah sejak kapan tangan Tiara sudah berada di bahuku. Tangan itu meremas kuat seiring semakin cepat jariku merojok nya. Dan ketika ku rasakan lubangnya semakin mengetat, aku pun berhenti bergerak.

“Hah... hah...”

Di sela-sela napas terengah Tiara, aku dapat mendengar segelintir perasaan kecewa. “Oh, sepertinya ada yang mau orgasme nih,” kataku bernada mengejek. “Bilang aja kalau mau dilanjutin.”

“Sialan! Aku nggak bakal ma – Arrgh!” Tiara langsung memelukku saat penisku merojok masuk. Dadanya membusung, serta merta menempel rapat padaku.

“Ouh yeah...” Ku genggam pinggang rampingnya. Di bawah sana penisku terjepit kuat oleh dinding-dinding senggama Tiara. “Ini luar biasa ketat. Lo nggak bakal nyesel kasih keperawanan lo buat gue.”

“Nggak... please keluarin..”

“Kayak gini?” Aku mengeluarkan batang kejantanan, hanya menyisakan kepala saja, lalu dengan cepat mendorongnya masuk sampai mentok.

“Akhhh!”

Ku ulangi gerakan itu terus menerus, dengan berbagai tempo. Dari yang pelan, lalu cepat, dan brutal sampai Tiara tersentak-sentak dan menabrak dinding di belakangnya. Ku angkat sebelah kaki Tiara, membukanya lebar-lebar untuk mempermudah akses keluar masuk kejantananku yang membesar.

“Ahh.. enak banget Tiara..”

Selagi menyodoknya, aku pun merobek baju Tiara, seketika menampakkan payudara yang mulus. Tanpa menunggu lagi, aku lantas meraup kedua puting itu secara bergantian. Aku yakin Tiara pasti akan berterima kasih karena merasakan seks pertamanya bersamaku. Lama kelamaan batangku membesar begitu juga dengan erangan Tiara yang kencang. Barangkali karena dia merasa sesak di dalam tubuhnya. Semakin dia merasa sakit, semakin mengetat lubang kenikmatannya.

“Tiaraahh... ahhh gue mau keluarr...” aku menggeram nikmat sambil meremas payudaranya. Pinggulku bergoyang tak terkendali. Mengejar puncak yang sudah tampak di ujung. “Gue keluarin di dalem yah...”

“Jangan!”

“Errrghh!”

Crot! Crot! Crot!

Aku menyembur. Mengisi liang rahim Tiara sampai penuh. Dan ketika penisku keluar, semen putih pun turut meluber keluar. Mengalir deras membasahi pangkal paha hingga kaki Tiara.


==============

(PoV Amel dan MC)

“Woy!”

Seruan itu menarikku pada kenyataan. Si gadis bermulut tajam tengah menatapku gemetar. Oh, wow.. apakah Amel sedang ketakutan sekarang?

“Siapa Lo?”

“Jangan teriak yah manis,” kataku menenangkan sembari mengelus rambutnya. “Kalo nggak, gue bakal cekik lo.”
Sama seperti Tiara, Amel seketika diam membisu. Tatapannya sarat akan ketakutan dan keputusasaan. Ini semakin membuatku bersemangat untuk mempermainkannya.

“Lo.. mau lo apa?”

“Mau gue? Mau ini.” Aku mendekat ke telinganya, berbisik seduktif lalu menjilati daun telinganya. Amel menggelinjang hebat dan berusaha mendorong dadaku. Namun aku jelas lebih kuat sehingga pemberontakannya terkesan sia-sia belaka.

“Pergi! Pergi dari gue!”

“Sssstt... sssttt... tenang dong.”

“Kalo lo mau uang gue bisa... gue bisa kasih berapa pun yang lo mau.” Amel mulai berkaca-kaca. Si gadis pemarah yang selalu memandang rendah kaum lelaki justru sedang menangis memohon ampun untuk dilepaskan. Betapa menggemaskannya~
“Nggak perlu,” kataku. “Gue Cuma mau dapetin tubuh lo doang Mel.”

Amel masih berusaha menghindar saat aku menjilati telinganya. Lidahku bergerilya membelai daun telinga, menggigit pelan, dan mengisapnya. Jilatanku bergerak turun, menjilati lubang telinganya. Aku semakin terangsang saat mendengar deru napas Amel yang memburu. Rupanya gadis itu pun merasa keenakan.

“Hhh.. siapa lo sebenernya? Kenapa lo tau nama gue?”

“Lo nggak perlu tau siapa gue, Mel, nikmati aja sentuhan gue.”


296244638a12d30b1df1b8cc5c170bcc94b341c7.jpg



Sebelum Amel memprotes lagi, aku langsung merobek bajunya, menampakkan payudara mungil dengan ujung runcing mencuat. Sekali lagi aku terpana. Biasanya aku hanya melihat dari jarak jauh sewaktu mengintip Amel yang berganti pakaian. Dan kini, aku dapat melihatnya secara dekat. Tanganku pun bergerak sendiri menangkup kedua payudara itu dan meremasnya. Seolah memiliki pikiran sendiri. Remas-remas-remas, payudara Amel seperti memiliki magnet tersendiri hingga tanganku tak bisa lepas sama sekali.
Ku dekatkan wajahku pada dadanya, kemudian menciumi aroma kulit nan menyegarkan. Kulit Amel sangat lembut menyentuh wajahku. Membuatku tak bisa tahan untuk tak menjilati seluruh permukaan kulit nan halus itu.

“Sslllrpp... sslllrpp..”

“Apa yang lo lakuin?!” Amel mendorong wajahku menjauh. “Akh! Menjijikkan!! Jangan jilatin badan gue! Pergi! Pergi nggak lo?!” Teriakannya semakin heboh saat sedang ketakutan. Beruntungnya ruang OSIS ini terletak di bagian belakang wilayah sekolah. Tujuannya sih agar para anggota menjadi fokus saat melakukan rapat. Yeah, mereka terlalu naif untuk memikirkan kemungkinan terburuk.

Seperti menjadi korban pemerkosaan.

“Heumm... Slllrpp badan lo wangi banget Mel~”

Lidahku bergerilya membelai tonjolan merah muda di tengah dada, membuatnya tegang, dan kemudian mengisapnya kuat. Erangan lolos dari mulut Amel. Lidahku berpindah, menyusuri buah dadanya yang menggemaskan menuju ketiaknya.

“Heumm... lembut banget...” Ku jilati ketiak tanpa bulu milik Amel. Salah satu fantasi terbesarku menjadi kenyataan. Selama ini aku hanya bisa membayangkan merasakan ketiaknya sambil onani. “Sssllrpp... Amel, lo punya ketiak yang bagus...”

“Angh! Ngapain lo di situ?! Jangan jilatin ketiak gue! Jijik banget!”

Alih-alih berhenti, aku justru mengisap dan menggigiti ketiak itu. Menyebabkan erangan putus ada dari Amel. “Kenapa gue harus berhenti?” Aku menyeringai. “Lagian lu juga suka kan Mel?”

“Nggak! Gue jijik banget sama lo!” umpat Amel dengan berlinang air mata. “Menjauh dari gue...” Kini suaranya terdengar parau.
Tentu tak akan membuatku berhenti begitu saja. Tanganku mencengkeram kedua tangannya, sedangkan bibirku memberi kecupan di seluruh ketiak lalu dada lalu perut dan berakhir tepat di atas selangkangannya. Ku rasa Amel sedang menahan napas, dan dugaan itu membuatku sangat ingin menyerangnya. Aku pun kembali menjulurkan lidah. Sekarang menuju bagian inti, yaitu menjilati belahan bibir vagina yang tertutup rapat. Tanda bahwa Amel masih tersegel. Sebentar lagi aku akan membuka segel itu, memberikan pengalaman pertama yang tak terlupakan baginya.

“Ma – mau apa lo?”

Aku tak menjawab dengan kata-kata, melainkan langsung membuka lebar bibir vaginanya dan menjilati bagian dalam. “Ssslllrrpp... slllrppp...” Lidahku bermain-main di sana, menyentuh apa saja yang tersembunyi. Suara Amel terdengar tercekik, sepertinya sedang mati-matian menahan desahan. Memang benar, rasa perawan memang tak ada duanya. Aku tak merasakan getir atau apa pun. Vagina Amel sangat segar dan rapat. Ku asumsikan bahwa dia rutin menjaga kewanitaannya meski tak pernah bersentuhan dengan laki-laki.

“Mel.. gue udah nggak tahan lagi..” kataku seraya buru-buru menurunkan resleting celana. Kejantananku yang besar menyembul keluar. “Lihat Mel, ini gara-gara lo... lo bikin gue sange banget..” Amel tampak syok. Ekspresinya sekaku mayat, putih pucat tak bernyawa. Yang diikuti dengan tangisan keras. Saat itu juga aku menyadari Amel teramat takut dengan milikku sampai-sampai dia menangis.

“Mel.. lo takut yah?” Entah kenapa aku merasa sangat senang melihatnya menderita. “Gue jadi penasaran gimana reaksi lo pas kontol gue sodok memek lo.”
Amel menggeleng kuat-kuat. “Jangan! Please... gue mohon banget... jang –

ANNHH!”

“Ugh... terlambat Mel,” lenguhku. Rasanya sangat nikmat saat penisku dijepit kuat oleh lubang kewanitaan Amel. Bahkan lubang ini terlalu sempit bagi seluruh kejantananku untuk masuk. “Baru kepalanya aja udah nikmat banget, gimana kalo semua?”

Amel jelas memberontak. Dia mencakar tubuhku, memukul dadaku, mencubit lenganku, semua yang menurutnya dapat menghentikanku. Bagaimana aku bisa berhenti saat milikku terisap kuat? Di dalam sana penisku seolah dimakan. Dan aku tak bisa hanya berdiam diri saja. Pinggulku pun bergerak, maju dan mundur sangat cepat menusuk tepat ke titik terdalam Amel. Gadis itu mengejang setiap kali kepala penisku mencium pintu rahimnya. Pada awalnya dia mencoba mendorong tubuhku, mengeluarkan secara paksa kejantananku yang bersarang di lubangnya. Namun lama kelamaan tubuhnya melemah. Ketika kurasakan cairan membasahi penis di dalam sana, baru ku sadari bahwa Amel telah orgasme.

“Ahh... liat kan... lo ouhh.. lo juga suka kontol gue~” ucapku dengan suara putus-putus.

Darahku berdesir, memompa jantung dengan cepat. Itu pun berpengaruh pada urat-urat yang menonjol di beberapa bagian tubuh, termasuk batang penis. Milikku mengeras, membimbingku untuk bergerak lebih liar dari sebelumnya. Kemudian aku melihat Amel dengan mulut yang terbuka, mungkin berusaha berteriak minta tolong tetapi suaranya terlalu lemah. Dan aku tak menyia-nyiakan kesempatan untuk mencumbunya dengan liar.

“Hmphh!”

Amel terkesiap. Terkejut bukan main saat lidahku melesak memasuki mulutnya. Aku menggeliat di dalamnya, membelai seisi mulut Amel, mengabsen satu persatu giginya yang kecil sebelum mengajak bersilat lidah.

Tanganku yang menganggur menyambar buah dada mungil Amel. Memainkannya seperti bola-bola kenyal, mainan bayi, lalu menarik-narik puting tegang Amel. Aku semakin terangsang ketika Amel bersusah payah mengelak dari ciuman. Ini menjadi kebanggaan tersendiri bagiku saat berhasil mengalahkan gadis paling arogan satu sekolah. Akan ku buat Amel membayar semua yang pernah dia lakukan pada banyak laki-laki.

Aku merentangkan kedua kaki Amel, terlalu lebar menyerupai split sambil berbaring. Aku meludahkan liur tepat di atas klitoris Amel. Ku arahkan jari telunjuk untuk menggesek tonjolan merah sebesar kacang.

“Ahhh! Ahhh!”

“Ouh yeah... desah yang kenceng Mel, jangan ditahan.”

Sodokanku semakin kencang setelah mendengar suara parau Amel. Melihatnya tampak frustrasi memberikan kesenangan tersendiri bagiku. Adrenalin berpacu cepat, seperti tengah naik roller coster ataupun histeria. Seperti banteng liar, aku menggagahi Amel tanpa jeda barang sedikit saja.

“To... tolong.. siapa saja tolongin guee...”

“Nggak bakal ada yang denger, manis...” balasku seraya menjilati leher Amel. Jilatan itu merambat menuju bahu dan turun ke ketiaknya. Ketiak yang sama manisnya seperti wajah Amel. “Ahhh... aku pengen ngecrot banget Mel... siap-siap yah...”
Gerakanku tak menentu. Namun berkat cairan orgasme milik Amel, penisku dapat bergerak dengan mudah. Masih terjepit namun tak sekencang tadi. Semakin ku sodok, semakin sensasi geli menyelimuti batang penisku. Dan aku menggila. Ku sodokkan penisku semakin dalam, sampai mentok pun aku masih membobol liang hangat Amel tak beraturan. Hingga...

BLEZZZHH!

Milikku terbenam sepenuhnya membobol pintu rahim Amel.


296244544b6cf8d9b99185e489eae5d2ff55b59f.jpg



“Akh! Sa – sakit! Sakit banget! Lepasin!”
Tentu saja tak ku lakukan. Aku memilih mengabaikan erangan kesakitan Amel dan terus bergerak. Lebih cepat, lebih dalam, sampai kurasakan puncak hampir datang.

CROT! CROT!

“Erghh! Amel... gue ngecrot Mel.. aku crot di dalem memek lo...”

Pikiranku melayang. Penisku menyemburkan semen sangat banyak, bahkan ketika ku cabut keluar, dia masih melecutkan cairan putih kental. Aku pun segera beranjak naik. Ku kocok penis yang masih tegang itu tepat di depan ketiak Amel. Sisa-sisa semen meluber keluar menodai ketiak mulus Amel.

“Yeah.. inget baik-baik hari ini Mel.”

Amel tak berkata apa pun. Tampaknya dia sangat terguncang setelah ku bobol keperawanannya dan hanya memilih diam tanpa menahan kepergianku. Lantas aku mengeluarkan ponsel untuk menghubungi temanku yang telah mengurus Tiara.

“Misi selesai, kita ketemu di basecamp.”
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd