Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG LELAKI YANG TERCABIK LUKA

Bimabet
Gaya penulisan na apik, sampai2 jam saja diselipkan, keren banget Hu, ternyata di semprot banyak banget penulis sangat berbakat, tentu saja mang Calm akan menikmati karya tulisan nya, semangat Hu, ditunggu apdetan selanjutnya, salam
 
Keren asli tulisannya..:alamak: feel narasi deskriptifnya beneran dapet banget, saya berasa ada di dalam semesta ceritanya.. cuma satu yg agak kurang pas yaitu ilustrasi pemerannya.. tapi secara keseluruhan ini adalah cerita yg patut ditunggu updatenya.. :jempol: mohon maaf kalo kritiknya kurang berkenan..:ampun:
 
EMPAT

Sebastian mendorong motor bututnya masuk ke dalam halaman. Dia benar-benar memikirkan bagaimana caranya supaya pintu pagar itu tidak berdecit dan menyakiti kupingnya. Oh, tidak. Bukan kupingnya saja. Bisa saja decit itu terdengar juga oleh Amelia, gadis tercantik yang pernah dijumpai seumur hidupnya yang sudah memasuki 1/4 abad, yang tinggal di depan rumahnya.

"Oh, Tuhan! Sebastian, kau sudah 25 tahun. Hari ini kan ulang tahunmu?" Kata lelaki di cermin itu yang terlihat sangat murung.
"Ya, sangat menyedihkan, kan? Bahkan kamu enggak berani menyapa gadis itu? Ha ha ha... kamu pengecut!"
"Aku tidak pengecut. Aku hanya malu."
"Sama saja. Kamu ******."

Sebastian menggantungkan jaketnya di kapstok. Melepaskan kemeja, kaos singlet, celana panjang, celana dalam dan kaos kaki. Sebelum memasukkan semuanya ke dalam mesin cuci, Brian menarik ikat pinggang yang masih melilit di celana panjangnya. Tidak lupa dia mengambil dompet di saku belakang dan menaruhnya di lemari TV. Dia menggantungkan ikat pinggang kulit itu di paku yang menempel di dinding.

Dalam keadaan telanjang bulat, Sebastian mengambil air dengan ember dan menumpahkannya ke dalam mesin cuci. Setelah ditaburi sesendok deterjen, dia memiji knop mesin cuci untuk 10 menit.

Sebastian memiliki tubuh yang sempurna. Dengan tinggi 180 cm dan berat 75 kg, dia terkesan tampak kurus. Namun otot-ototnya terlihat kuat, terutama otot betis dan paha. Perutnya rata dan pantatnya bulat berisi. Sementara itu tongkat pemukul bisbol yang ujungnya mirip helm Jerman, yang terletak di tengah-tengah selangkangannya, bergoyang-goyang ke kiri dan ke kanan seperti bandul jam dinding. Siapa pun lelaki normal yang melihat tongkat itu tentulah merasa iri dan akan memaki Bastian. Sebab kalau tidak, mereka harusnya menghormat dengan salut. Tetapi tetap sambil memaki, "Bangsat! Gede banget!"

Seluruh tubuh Bastian mulus tanpa tatto.

Dia kemudian mengambil panci, mengisi dengan air 3/4nya, menaburi garam sesendok teh lalu menjerangnya di atas kompor. Masuk ke dalam kamar mandi, cuci muka dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Menyabuninya hingga kesat dan mengguyurnya lagi dengan air. Hingga bersih.

Mengeringkan badan dengan handuk. Setelah kering, menggantungkan kembali handuk di gantungannya di kamar mandi. Pergi ke kamar, memakai kaos gombrang, celana dalam dan celana pendek selutut. Menyisir rambut dengan tangan.

Pergi ke dapur, merobek 3 bungkus spagheti dan memasukkannya ke dalam panci. Membalikkan badan ke mesin cuci yang timernya persis berhenti di 10 menit. Mengambil cucian, meremas secukupnya lalu memasukkannya ke tabung pengering, timer dipasang 10 menit. Memijit knop pembuangan air lalu berbalik ke panci dan mengaduk spaghetti agar terrebus dengan sempurna.

Sebastian kemudian melangkah melalui ruang tengah, membuka pintu yang menghubungkan ruang tengah dan garasi. Menyalakan lampu. Garasi itu kosong. Dia berjongkok membuka kunci gembok rolling door dan mengangkat pintu garasi. Pada saat itu Bastian melihat Brian memasuki mobil sedannya dan menggelinding pergi. Sementara Amelia masih sibuk menyirami tanaman.

Suara rolling door yang diangkat ke atas menimbulkan suara berisik yang cukup keras. Hal itulah yang membuat gadis itu menoleh ke arah Bastian. Sepasang matanya yang jelita itu mengerjap-ngerjap membuat Bastian sedikit nervous. Untuk menghilangkan rasa nervous dan gugupnya, Bastian mengangguk hormat kepada gadis itu sambil mencoba tersenyum.

Gadis itu tidak membalasnya. Sepasang matanya yang berbola hitam mengkilat dengan bulu-bulu lentik yang panjang itu hanya menatapnya. Hidungnya yang runcing mancung seperti kembang kempis. Bibirnya yang pink tipis lembut seperti kelopak mawar, seakan hendak membuka dan ingin mengatakan sesuatu.
"Mungkin dia ingin protes karena rolling door ini sangat berisik." Kata Bastian dalam hatinya. "Harusnya aku mendatangi dia dan meminta maaf."

Bastian mendorong motornya masuk ke dalam garasi, menarik pintu rolling door dan menguncinya kembali dengan kunci gembok. Lalu kembali ke dapur. Mengaduk spaghetti dan merasa mie italia itu sudah cukup matang. Mematikan kompor. Mengambil piring dan meletakkannya di atas meja. Dia membiarkan panas yang tersisa dalam panci benar-benar mematangkan spaghettinya.

Sambil menunggu pengering mesin cuci selesai bekerja dan spaghettinya menjadi hangat, Bastian mengambil sapu dan membersihkan dapur, ruang makan, ruang tengah dan ruang tamu. Mendorong semua debu dan kotoran ke teras dan menadahnya dengan pengki. Lalu memasukkannya ke dalam tong sampah yang terletak dekat dengan pintu pagar.

Gadis itu masih di situ. Dia sibuk dengan bunga-bunganya. Bastian ingin sekali menyapanya tapi dia terlalu pengecut untuk itu. "Seorang lelaki seharusnya tak memiliki perasaan, agar dia bisa melakukan segala sesuatu tanpa keraguan." Demikianlah kata almarhum Ayahnya. Sekarang Bastian bisa memahami kata-kata ayahnya itu.
"Harusnya aku datang mendekatinya dan menanyakan jenis bunga apa saja yang ada di situ... yang merah itu bunga apa ya?"
"Kamu nanya-nanya mau ngapain? Gangguin orang kerja aja."
"Maaf."
"Enggak usah maaf-maaf. Sana pergi."

Oh, Tuhan! Pasti sakit sekali rasanya.

Sebastian cepat-cepat menunduk ketika gadis itu balik menatapnya. Dia merasa malu keciduk tengah memperhatikan gadis itu secara diam-diam. Sepasang mata boneka yang besar itu seperti memelototinya. Gadis itu berdiri di teras rumahnya dan sudah menyelesaikan urusannya dengan bunga-bunga itu. Gadis itu ingin mengatakan sesuatu dan Bastian menduga gadis itu akan berkata, "Hey, awas ya jangan ganggu bunga-bunga saya!"

Bastian ingin berlari ke arah gadis itu dan menjawab. "Tidak, aku tidak akan menganggunya. Aku bahkan akan ikut menjaganya." Lalu Bastian memegangi tangannya dan melihat pipinya yang putih bagai susu dari jarak 25 cm.
"Aku akan ikut menjaganya."
"Mengapa kau turut campur dengan urusan bunga-bungaku?"
"Karena hari ini aku ulang tahun. Dan aku ingin kamu menjadi orang pertama yang mengucapkannya."
"Apa hubungannya dengan ulang tahunmu?"
"Tidak ada. Tapi bolehkah aku mendapat hadiah ciuman di pipimu darimu?"
"Tidak!" Lalu gadis itu menamparnya. Plak! Sambil masuk ke dalam rumah dia akan berkata, "Kamu pasti sudah gila!"

Bastian menarik nafas berat. Gadis itu masuk ke dalam rumah tanpa sekali pun membalas senyumannya.

LIMA

Amelia memasuki rumahnya sambil menggerutu dengan gerutuan yang tidak jelas. Dia berjalan dengan cara membanting-bantingkan kakinya ke lantai.
"Kamu bodoooooooohhhhh!" Makinya dalam hati.

Sepasang mata coklat yang dalam itu tengah memperhatikannya dengan terheran-heran dan aneh. Dia tersenyum seakan-akan ingin mengatakan bahwa pekerjaan menyirami tanaman adalah sesuatu yang lucu.
"Aku menyiram tanaman setiap sore agar aku bisa melihatmu, Kak."
"Melihat aku?"
"I ya, Kak. Melihat Kakak pulang kerja, mendorong motor dan menyapu teras."
"Terus?"
"Amel bisa bantuin nyapu teras. Tapi hadiahnya dipeluk."
"Kalau sudah dipeluk?"
"Jangan dilepaskan. Selamanya."
"Selamanya?"
"I ya, Kak. Sampai maut memisahkan kita."

Oh, Tuhan. Aku sudah gila! Jerit Amelia dalam hatinya.
 
Loh suhu coli biru bikin cerita juga akhirnya.. jadi curiga saya selama ini suhu dono hilang kemana

Kasih tanda dulu hu.. bacanya nanti malam biar syahdu
 
Bimabet
Part 2
BRIAN


SATU

"Kamu kenapa ngeliatin Teteh kayak gitu terus?" Tanya Hariani. Dia merasa jengah ditatapi sedemikian rupa oleh brondong keren itu.
"Enggak, Teh." Kata Brian. "Cuma..."
"Cuma apa?"
"Tapi saya enggak yakin." Kata Brian.
"Kamu bilang aja blak-blakan, Teteh enggak kan napa-napa koq."
"Mmm... jawab yang jujur ya Teh... Teteh bukan pemeran utama sinetron "Melinda Gadis Kota" kan?"

Hariani menatap Brian dengan mata belo keheranan.
"Bukan. Memang kenapa?"
"Enggak napa-napa. Cuma Teteh lebih cantik dari pemeran utama sinetron itu." Kata Brian. Berkata demikian Brian memamerkan senyum lebar menyeringai.

Sepasang pipi Hariani memerah. Sanjungan itu membuat hidungnya melambung. Siapa coba cewek yang tak suka dipuji dan disanjung?
"Ganteng-ganteng gombal, ih." Kata Hariani, pipinya masih memerah.
"Salah Teteh sendiri kenapa cantik dan seksi."

Hariani menjebikan mulutnya. Mulut bawahnya juga ikut menjebi.
"Wew ah." Katanya. Hariani mengeluh dalam hatinya. Mulut bawahnya terasa gatal sekali.

DUA

Brian beberapa kali menggoda Hairani dengan kata-kata nakal yang membuat Hairani merasa gemas. Tapi juga gelisah. Dia bergonta-ganti menumpangkan kaki dan menunggu Brian berinisiatif pergi dari kafe itu.

Waktu berlalu dengan cepat. Tidak terasa mereka sudah bercengkrama selama hampir 2 jam. Mereka telah cukup saling menakar perasaan. Hairani tahu, brondong itu adalah seorang mahasiswa yang orangtuanya kaya. Dia tak perlu khawatir soal tuntutan ongkos dan lain-lain. Sementara itu, Brian juga tahu kalau Hairani adalah seorang wanita yang bersuami, pengusaha, usia 35 dan tidak akan menuntut yang aneh-aneh kepadanya. Seperti komitmen misalnya.

"Sudah jam delapan lebih, nih." Kata Brian. "Kayaknya aku mau pulang."
"Tunggu sebentar." Wajah Hairani terlihat sedikit kecewa. "Mas To mau jemput jam setengah sembilan. Temenin dulu."
"Udah Teteh saya anter pulang aja sekarang." Kata Brian.
"Brian bawa motor? Enggak ah nanti masuk angin."
"Saya bawa mobil."
"Mobil? Kenapa enggak bilang dari tadi?"
"Kenapa juga Teteh enggak nanya."
"Entar, saya telpon Mas To dulu ya." Hairani berkata sambil menggeser-geser touchscreen HPnya.
Tuuuttttt.... tuuutttttt.....
"Hallo, Mas To..."
"Aku agat telat, Sayang. Ini baru nyampe Sumedang."
"Ya, sudah aku pulang dulu ya pake taksi."
"Kan tadi siang juga dibilangin mending duluan pulang, pake nunggu segala."
"Ya, udah. Hati-hati di jalan ya... mas, jangan lupa makan. Nanti maagnya kambuh lagi."
"I ya i ya."

Klik. Telpon ditutup.

Hairani tersenyum senang. "Hm, dapat brondong nih." Katanya dalam hati.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd