Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MAAF, KITA SUDAH MANTAN

Bimabet
Meskipun tipis.. tetap ada cendol buat TS. Ceritanya cukup menarik.. Semoga lebih sering update meski tipis"🤭
 
Part 15

"Ini sudah ketujuh kalinya kau bolak balik lewat depan rumahnya Mas Dhani, mantanmu itu, Raya!" Keluh Nita, sahabat baik Raya dikampung.

"Aku tahu."

"Lagian ngapain sih, bolak balik gitu. Sebentar lagi juga seluruh warga satu kecamatan ini juga tahu kok kalau kamu akan menikah," lanjut Nita.

"Aku tahu."

"La, kalau tahu terus ngapain capek bolak balik depan rumahnya Mas Dhani? Lagian, mantanmu itu kan gak ada dirumah? Adanya kan cuma si Fiko, adiknya. Emang mau nawarin barang lagi sama adiknya Mas Dhani itu?"

"Nggak."

"Lah, terus ngapain dong? Panas panas terik gini, malah sibuk kepoin rumah mantan."

"Biar puasin hati saja. Ternyata aku bisa buktiin dapet calon suami kaya."

"Ya ampun, nih anak. Lama lama gigitin batu juga nih mulutku," sungut Nita.

"Biar tanaman, dinding, dan pagar rumahnya juga tahu kalau aku bakalan nikahin orang kaya."

Nita hanya bisa menggelengkan kepala saja melihat tingkah Raya. Langkah kakinya mulai menjauh dari Raya, mencari tempat berteduh.

"Ayo pulang. Sepertinya kau butuh minum. Cuacanya semakin panas, melihatmu mondar mandir seperti setrikaan itu, semakin membuatku gerah, tahu!"

"Iya kau benar, sepertinya aku memang kurang minum. Butuh satu galon air biar puas."

"Kau mau pamer atau balas dendam?"

"Dua duanya."

Hiks!

"Cup ... cup. Pulang yuk, kasihan emak bikin kue sendirian dirumah," bujuk Nita.

"Hayok pulang! Lagian mau pamer kok sama bangunan rumah. Kau benar benar aneh," rutuk Nita.

"Terus aku harusnya pamer kemana kalau nggak kerumahnya?" Raya mendengkus.

"Ya pamer ke orangnya langsung dong. Nanti acara akad nikahmu, akan ku share secara live di media sosialku, bagaimana? Aku dan mantanmu itu kan berteman. Tenang saja, akan kupastikan ia melihatnya," ucap Nita memberi solusi.

"Ah iya, kau benar. Kok nggak terpikirkan olehku ya!" Raya tiba tiba sumringah. Matanya terlihat berbinar.

"Tahu gitu ngapain aku bolak balik depan rumahnya Mas Dhani. Mana panas lagi." Raya berdecak kesal.

"Karena kau dan dan Patrick Star, idola kesukaanmu itu, satu frekuensi," ucap Nita refleks.

"Masa sih, aku dan si Patrick itu satu frekwensi?" Gumam Raya sambil menautkan alisnya.

"Tapi tak apalah, Patrick kan polos dan lucu."

"Iya, selucu dirimu yang sedari tadi mondar mandir nggak jelas."

Senyum Raya terlihat lebar mendengar
Ocehan sahabatnya itu, sedang Nita, gadis itu memanjangkan bibirnya sambil mengibaskan tangannya ke wajah karena kepanasan akibat teriknya sinar matahari.

Sambil menyantap satu cup es blender yang ngetop itu, kedua sahabat itu berjalan pulang menuju rumah Raya. Bu Hartati menyambut kedatangan putrinya dengan mata melotot.

"Kemana saja kau Raya, mana baking soda yang tadi emak minta kau belikan?"

"Baking soda?"

"Astaga, aku lupa mak," jawab Raya Cengengesan.

"Ya ampun Raya. Satu jam emak nungguin baking soda. Tahu begini, mending nyuruh adikmu di Rifky saja tadi yang beli."

"Sudah, biar emak beli sendiri saja. Kau kocok telur di belakang. Terus goreng tuh risol yang sudah jadi. Awas, kalau lupa lagi, mending mak batalin saja lamarannya Alex."

"Jangan!"

"Mak kan sudah bilang menerima lamaran, masa mau dibatalin, apa nggak kasihan sama anakmu yang manisnya kebangetan ini. Lagipula kan emak sudah ngasih restu?" Raya menggerutu.

"Ya, Karena emak malu punya anak gadis yang udah mau nikah tapi masih saja pecicilan nggak jelas kayak begini," keluh Bu Hartati sambil berlalu.

"Iya, bener bi, batalin aja," Nita ikut mengompori.

Mendengar pembelaan Nita untuk ibunya, mata Raya membulat sempurna. Tak lama, ia menarik tangan Nita, menyeretnya kedapur.

"Lebih baik kau bantu aku kocok telurnya, siapa tahu setelah aku menikah kau akan menyusul."

"Ogah. Kau yang disuruh kenapa harus aku yang mengerjakan!"

"Karena kau adalah sahabat baikku. Seorang sahabat kan harus membagi kesusahannya. Benarkan?" Bujuk Raya sambil tersenyum lebar.

"Dasar, giliran susah aja kau bagi padaku, pas lagi seneng, kau ngilang dari peredaran. Bahkan bayangan hilalnya saja tidak tampak," cibir Nita sambil mencebik kesal pada Raya.

****

Alex terpaku menatap laptop di hadapannya. Lalu menyandarkan punggungnya disandaran kursi. Bayangan pertemuan dengan ibu dan adik laki laki Raya tiba tiba melintas dibenaknya.

Dua hari yang lalu pertemuan keluarga sudah di lakukan. Dengan hasilnya, pernikahan mereka sepakat akan dilaksanakan akhir bulan depan. Itu artinya masih ada waktu sekitar tiga puluh lima hari lagi baginya menikmati status sebagai bujangan.

Bukan tanpa sebab ia menyetujui pernikahan ini, Selain, akibat ulahnya sendiri, juga karena tak ingin membuat ibunya pusing memikirkan dirinya. Baginya, kebahagiaan ibunya adalah yang utama.

Sejak kematian ayahnya beberapa tahun lalu, ibunya berjuang seorang diri membesarkan dirinya. Meskipun warisan yang ditinggalkan oleh Alm. Ayahnya cukup besar. Namun, tak membuat ibunya menghambur hamburkan uang.

Beberapa kali ibunya menolak lamaran pria yang ingin menikahinya, selalu saja dengan alasan yang sama. Karena ingin fokus membesarkan dan mendidiknya dengan baik. Bagi ibunya, anak lelaki semata wayangnya itu masih belum bisa mengurus dirinya sendiri, meski kala itu usia Alex sudah remaja.

[Aku tak bisa membiarkan Alex sendiri. Jika aku menikah, belum tentu ia bisa menerima kehadiran orang lain sebagai pengganti papanya.]

Kalimat itu yang sering didengar Alex ketika mendengar Ibunya menolak lamaran seorang pria yang coba meminangnya, membuat pemuda dua puluh lima tahun itu akhirnya tak mampu untuk melihat kecemasan di wajah ibunya lebih lama lagi.

Pernikahan Ibunya dengan Pak Bambang, pria yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Keraton Mangkunegaran, solo itu juga atas desakan Alex. Sudah cukup ia melihat Ibunya lelah karena mengurusnya. Kini waktunya ia membebaskan ibunya untuk meraih kebahagiaannya sendiri.

Alex berpaling menatap kalendar meja, lalu mengapainya. Tanggal dua puluh delapan bulan depan adalah tanggal pernikahannya. Terlihat ia memejamkan kedua matanya. Sambil sesekali menghela nafas panjang.

Ponselnya tiba tiba berdering, wajah Stella, wanita yang selama ini bertahta dihatinya terlihat dilayar. Entah mengapa pemuda itu mengabaikannya. Tak seperti biasanya, ia selalu bersemangat kala mendapat telepon dari aktris cantik itu.

Ponselnya kembali berdering. Kembali, Alex mengabaikannya. Sangat sulit baginya untuk menjauh dari Stella. Tapi ia harus mencoba karena janjinya pada Raya.

***

[Iya, anggap saja perjanjian pra pernikahan, demi untuk melindungi diriku dan kehormatanku]

[Baiklah, aku setuju]

Alex tak bisa menampik jika ia terpesona kala melihat wajah Raya yang tersenyum manis saat itu. Pemuda itu tak sadar jika sekarang dirinyalah yang mulai terseret dalam pusaran cinta Raya.

****

Alex menutup laptopnya dan bersiap untuk pulang, pekerjaannya tak terlalu banyak hari ini, menjadi salah satu wakil direktur sebuah rumah sakit swasta, itulah pekerjaan rutinnya saat ini selain menjadi pemegang saham di beberapa perusahaan.

Ia mendapat posisi ini juga karena pengaruh Alm. Ayahnya. Rumah sakit ini pernah menerima suntikan dana yang cukup besar dari ayahnya, kala terlilit hutang. Perlahan, rumah sakit ini bangkit kembali setelah mendapat bantuan dan dukungan managerial dari Alm ayahnya. Membuat pemilik dan pimpinan rumah sakit ini tak bisa menolak ketika Alex menyodorkan lamaran pekerjaan dirumah sakit ini.

Suara langkah kaki terdengar mendekat dari arah luar. Alex sangat hapal ketukan heels yang berirama tersebut. Pemuda belasteran itu menghela nafas berat, seolah tahu apa yang akan terjadi.

Wajah Stella yang terlihat cemberut langsung terlihat ketika pintu ruangannya terbuka. Membuat Alex hanya bisa menggeleng pelan.

"Kau mengabaikan telepon dariku hari ini, Alex. Apa terjadi sesuatu padamu?"

"Tidak, aku cukup sibuk hari ini. Tadi ada meeting direksi," kilah Alex.

"Begitu ya? Kupikir karena kau akan menikah, makanya kau menjauh dariku."

Alex tak menjawabnya. Sesungguhnya batinnya kini sedang berkecamuk. Disatu sisi ia berniat ingin mengakhiri hubungan tanpa kejelasan ini, tapi disisi lain hatinya menolak karena masih menyimpan perasaan cinta untuk Stella.

"Maaf, mungkin aku akan sedikit sibuk karena mempersiapkan pernikahanku nanti."

"Ah Iya, kau akan menikah," balas Stella.

"Iya. Kau juga sebaiknya carilah pasangan, agar wartawan tak mencecarmu terus."

Untuk beberapa saat Stella terdiam. Matanya kini menatap dalam pria yang ada dihadapannya. Sadar akan tatapan menusuk dari Stella, membuat Alex akhirnya memalingkan wajahnya.

"Aku akan menikah, jadi mungkin aku tak bisa lagi selalu ada untukmu. Maaf, ada perasaan calon istriku yang harus kujaga," entah mengapa kalimat itu bisa keluar dari mulutnya, karena tak lama Alex terlihat mengigit bibirnya. Seolah tak yakin jika ia bisa mengatakan kalimat seperti itu dihadapan Stella.

"Oh maaf, aku bisa mengerti. Tapi, bisakah hubungan kita dekat seperti ini setelah kau menikah nanti?" Bujuk Stella.

Bersambung.
 
Bro @Ghurafa makin menarik ..updatesnya
•⌣»̶·̵̭̌✽̤̈🐡 Terima Kasih 🐡✽̤̈·̵̭̌«̶⌣•
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd