" Rio ", tiba-tiba suara mamah memanggil namaku saat pandangannya ia tujukan padaku seraya bangkit dari posisinya yang semula dalam posisi dogoie. " Iya mah... ", jawabku sedikit gugup karna aku takut mamahku sempat melihat apa telah aku lakukan sesaat tadi.
" Kesini sayang... Mamah mau bicara sama kamu", lanjut mamah seraya ia kemudian duduk pada sofa di ruang keluarga tersebut. " Sini... Duduk disamping mamah", sambung mamah.
" I... Iya mah ", jawabku penuh tanda tanya namun aku mengikuti perintah mamahku dan kemudian aku duduk disamping mamah. " Ada apa mah...? ", lanjutku bertanya kepada mamah.
" Rio... Berapa usiamu saat ini? ", tanya mamah kepadaku.
" 27 tahun mah.. ", jawabku santai dan bersyukur karena mamah tak mengetahui apa yang telah aku lakukan tadi.
" Kapan kau akan menikah Rio...? ", pertanyaan mamahku yang kini membuat aku sedikit terhenyak mendengarnya. " Mamah sudah ingin rasanya menimang cucu sayang, dan rasanya usiamu sudah cukup matang untuk berumah tangga sayang... ", lanjut mamah.
" Hmmm.... Anu mahh... ", bingung jawaban apa yang harus aku berikan ke mamahku.
" Kenapa sayang...?, jangan bilang kalau kamu tidak suka terhadap wanita...!!! ", cecar mamahku.
" Hmmm.... Bukan itu mahh... Bukan, aku tidak suka wanita, sungguh.... Hanya saja....!!! ", bingung aku, apa yang harus aku katakan kepada mamahku.
" Trus apa masalahmu sayang...?, jangan bilang kalau anak mamah yang tampan ini sulit mencari pacar", cecar mamahku dan semakin membuatku menjadi bingung harus menjawab apa.
Dengan pelan namun pasti aku mencoba menjelaskan kepada mamah, " Bukan begitu mahh...., banyak wanita yang jatuh hati kepada Rio..., tapi masalah itu datangnya dari Rio, bukan dari para wanita itu, Rio hanya takut mah... ", tak mampu aku lanjutkan perkataanku karena aku merasa malu dan bingung bagaimana cara aku menjelaskan kepada mamahku.
" Kenapa sayang..., kenapa...., tolong katakan kepada mamah, apa masalahmu sayang, apakah kau tidak percaya kepada mamahmu ini..? ", kejar mamahku dengan pertanyaannya.
" Hmmmm.... Mah... ", hanya suara bergumam itu yang mampu keluar dari mulutku, serta tatapan mataku tajam menatap mamah.
" Aduhhh...., bagaimana ini, somprett... Jadi bingung aku", sumpah serapahku dalam hati. Kupeehatikan tajam mata mamah memperhatikanku, matanya seolah sedang mencoba membaca apa yang aku pikirkan.
" Rio sayang...... ", ucap mamah seraya dengan lembut tangannya menggenggam kedua tanganku dan membuat hatiku menjadi hangat tiba-tiba. " Katakanlah sayang, apa yang menjadi masalahmu, percayalah mamah selalu ada untuk membantu anak- anak mamah...., Katakanlah sayang...., hanya kamu satu2nya pewaris darah keturunan papah, mamah takut sayang bagaimana jika....!!! ", tiba-tiba suara mamah tercekat dan tak mampu lagi berucap lebih jauh di iringi lelehan air mata di kedua matanya.
" Tidak mahhh.... Tidak...., Rio tidak seperti yang mamah pikirkan", ucapku seraya jari telunjukku kutempelkan kepada bibir tipis mamah untuk menahannya agar tidak mengucapkan hal-hal berbau prasangka terhadap diriku.
" Aku hanya takut kepada kondisi kemaluanku mah... Kondisi penisku mahh... Itu saja", jawabku tiba-tiba secara spontan.
" Apa sayang... Kamu bilang penis....???, apa kamu impoten sayang?? ", cecar mamah dengan sikap terkejut dan takut menghadapi kenyataan yang buruk.
" Katakan Rio... Kenapa dengan kemaluan kamu... ", kejar mamah dengan pertanyaannya karena melihatku hanya tertunduk diam.
" Tidak mah..., aku tidak impoten penisku baik-baik saja, namun aku hanya minder karena ukurannya yang menurutku sangat tidak normal dan aku takut menyakiti wanita yang aku gauli mah", dengan pelan dan hampir tak bersuara aku menjelaskan serta tertunduk malu.
Kulihat mamah menyimakku dengan seksama dan tatapan matanya tajam ke arahku, kemudian ", Ha... Ha.... Ha... ", Suara tawa mama membahana di ruang keluarga itu.