Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Maafkan mama, Ben

Bagian 9B

Aku terdiam sesaat, terpaku pada layar HPku.

Unknown: "Yee jgn cm dibaca donk"

Kusave dulu nomor ga dikenal ini.

Sianjing: "p"

Aku tahu, mendiamkan tidak menyelesaikan masalah.

Me: "mau kamu apa"

Sianjing: "😂🤣"
Sianjing: "nah kan dijawab juga"

Me :"ga usah banyak omong, mau meras? Silahkan"

Sianjing: "galak lu.. Ati-ati gua ewe rame2 ntar"

Contact blocked

Beres, dikira gua takut kali.

*incoming call: unknown

Kurang ajar nih begundal-begundal.
Kuintip dari tirai kamarku, ternyata kedua orang tadi masih di ujung jalan, sambil ngeliatin HP, satunya sedang menempelkan HP di telinganya.
Mana ya security komplek, bisa-bisanya masukin mereka, pasti karena salah satunya berseragam kurir.

"Ma, Ben mandi dulu ya? " Teriak Ben dari luar kamar.

"Iya nak, pake air hangat ya.. "

BLING
Sebuah pesan lain masuk, dari nomer lain.

Unknown: "Bu Laura, ga usah blokir2"
Unknown: "Mana laki lu si Bill? Kalo lagi pengen, main pake timun? "
Unknown: "🤣🤣🤣🤣"

Beneran kurir brengsek nih, pasti dia nyimpan nomer Bill juga, bisa berabe kalo Bill juga dikasihin video ini, bisa batal cerai.

Save contact

Me: "Ya udah lu maunya apa? Ga usah muter2"

Sitai: "Yee mk ny jgn maen blokir"
Sitai: "Lu mau liat video lain yg lbh asik? "

Aku pucat, gemetar.
Sebuah video lain dikirimkan padaku.
Aku terduduk lemas.
Pak Dwi dan aku, di sofa buluk itu.

Sitai: "😁"
Sitai: "gmn"
Sitai: "enak mana sama kontol Bill"
Sitai: "kontol Bill Hendrawan"
Sitai: "🤣🤣🤣🤣"

Gak perlu ditanya sebenarnya, apa mau mereka.

"Mam, besok aku males sekolah.. Capek berdiri upacaranya suka lama" Mendadak Ben sudah ada di sampingku, aku bahkan tidak mendengarnya masuk.

"Nanti besok mama tungguin kamu sampe jam istirahat ya.. Mama ga masuk kerja koq" Jawabku dengan suara serendah mungkin, meski sulit sekali agar tidak berbicara gemetaran.

"Sana beresin buku kamu dulu, mama mau pesan sate di Grab"

"Okei mam.. " Ben berlarian keluar kamar dengan patuh.

Me: "Beliin gua sate kambing 20 tusuk, nanti gua bayar dobel"

Sitai: "🤨"
Sitai: "maksudx"

"Hufffft, udah jahat bego lagi nih orang" Gumamku.

Me:" Iya, lu kan pake seragam Grab, sekalian nanti kesini gua mau bicara.. "

Sitai: "Oalah.. Siap2 🤣"



"Grebfut! "
PIP PIP

Ben berlari hendak membuka pintu.

"Ben mama aja.. Kamu siapin piring gih di dapur, sama cabut rice cookernya yah.. "

Ben berlari ke dapur dengan patuh.
Aku melirik ke dalam, memastikan Ben sudah hilang dari pandangan.

"Ibu Laura?" Tanya wajah yang kukenal di balik helm hijaunya, si Jon.

"Nih" Kusodorkan uang seratus ribuan tanpa memandang wajahnya.
Jon menerimanya sambil merabai tanganku.
Saat hendak kutarik, Jon menggenggam pergelangan tanganku, menarikku dengan kasar mendekatinya.

"Kita kelarin yang tempo hari yuk? " Dengusnya di dekat telingaku.

Aku meringis dengan wajah jijik.

"He, liat gua kalo lagi ngomong! " Suaranya dipelankan namun tegas.

Perlahan kutatap wajah si Jon.

"Kita kelarin yang tempo hari say.. Biar ga gua sebarin video lu. " Bisiknya pongah penuh kemenangan.

"Mas, jangan.. Jangan sekarang, tuh ada anak saya.. " Tengokku ke dalam.
Kami berdua sama terkejutnya, melihat Ben menonton kami dari balik pintu rang.
Jon spontan melepaskan genggamannya dan belagak menyimpan uang ke dalam saku jaket hijaunya.

"Kembaliannya ambil aja mas.. " Ujarku sengaja dikeras-keraskan agar didengar oleh Ben.

"Iya bu, makasih.. " Jawab Jon dengan kedipan nakal sambil menstarter motor X-ridenya.



KRIIIIIIIIIIIIIIING

Bel SD sekolahnya Ben berbunyi, beberapa murid yang baru datang buru-buru salim dengan pengantarnya lalu berlarian masuk pintu besi sekolah.
Hari ini aku sedang off, off hari kedua, lanjutan dari hari Minggu kemarin.
"Pak Yoseph, tuh masih ada, jangan ditutup dulu.. " Teriakku pada pak Yoseph, penjaga sekolah yang juga sudah berusia 60 an, rambutnya masih tebal, kelabu dan sedikit bergelombang, dengan kacamatanya yang berbingkai tebal.
Seorang siswa kelas 6 berlarian menuju pintu besi yang dijaga pak Yoseph di sampingnya.
"Ayo ayo.. " Pak Yoseph memberi tanda dengan tanganya, memanggil-manggil.

Aku jarang menunggui Ben di sekolah, bahkan ketika aku off, entah kenapa kali ini aku memutuskan untuk menunggu di sekolah saja, namun karena parkiran dalam gerbang agak penuh, aku memarkir Avanza silverku di pinggir jalan saja, di luar sekolah.

BLING

Sitai: "🙄"
Sitai: "p"
Sitai: "P"

Brengsek, dia lagi.

Sitai: "Udah masuk sekolah anaknya? 😁"

Shit, dia ngikutin gua sampe kemari.
Kulihat sekeliling di jalan depan sekolah, tidak ada si Jon, hanya ada beberapa mobil, motor dan pejalan kaki.

Saat aku hendak membuka pintu mobilku, ada Jon dan Pai di sana, dengan senyum mereka yang menjijikkan.
Keduanya bersandar pada mobilku, sambil menghisap rokok.
Aku hari ini mengenakan blouse longgar tipis dengan lubang lengan lebar, yang terkadang bra ku terlihat ketika lenganku berayun, bawahan celana jeans ketat biasa selutut, dengan sandal jepit baby blue.

"Kali ini ga ada alesan ada anak kecil lagi kan?" Jon membuka pembicaraan sambil menyikut Pai.

"Gua bayar aja, lu mau berapa? " Ujarku berkacak pinggang sambil membuang muka.

"100 juta, ada? " Jawab Jon kasar dengan senyum memuakkan.

"Gak ada! Gak tau diri ya lu orang! " Hardikku.

"Hahaha.. Makanya, gak usah sok kaya mau bayar-bayar.. " Jon tertawa sambil menyentil puntung rokoknya ke arahku, mengenai betisku.

"Aishh.. Kurang ajar.. "

"Ga usah sok kaya kan, makanya, kita-kita cuma pengen ngerasain kayak di video lu sama si tua jelek.. " Jon mencolek pinggangku.

"Lu ikut kita aja, bawa mobil lu.. Pai, lu bawa motor, gua temenin bu Rara mainan kita. "

Aku menyetir dengan tangan agak gemetaran, keringat mengalir di pelipisku, membasahi poni rambut coklatku.
Aku bisa merasakan, Jon terus memuaskan matanya, memandangiku seenaknya, sambil tangannya mengusap-usap celana jeansnya di selangkangan.

"Lu udah berapa lama ga main? " Jon tiba-tiba bertanya, memecah keheningan di antara suara mesin.

Aku diam saja.

"Lu suka ya, main sama gembel tua itu?"

"E.. Ehm" Aku berdehem.

"Lu seksi-seksi n cakep gini, dianggurin aja ama si Bill, ****** ya dia.. "

"Iya.. Eh.. " Entah kenapa diriku spontan menjawabnya.

"Ha ha ha ha ha.. Uhuk uhuekk.. " Dibukanya kaca samping, lalu "ghooook, CUHHHH"

"Nah kan lu sendiri ngaku.. " Jon mulai menggrepe-grepe tonjolan susuku, tangannya masuk dari lobang lengan yang lebar di kiriku.

"Aishh.. Ah.. Ntar nabrak nih ah.. " Protesku menjauhkan tangan Jon.

Pai menyalakan sein kiri, berbelok memasuki jalan aspal yang banyak lubangnya, di kiri kanan banyak kebun dan sesekali terlihat pagar-pagar beton yang mengitari tanah-tanah yang luas.

Ah, perasaanku tambah gak enak.
Aku tau, disini sering jadi pelarian geng motor dari kejaran pasukan perintis.

Setelah melewati perkampungan yang agak ramai, kembali melewati jalanan berlubang, yang lebih parah dari yang tadi.

Susuku berguncang-guncang, mengikuti goyangan mobil, yang kucoba kendarai sepelan mungkin, Jon pastinya tidak mau kehilangan sedetikpun memandanginya.

Tak lama, mobilku diarahkan Pai masuk ke sebuah pagar seng yang sebagian sudah karatan, sebagian bercat warna-warni.

"Serpraiiis.. " Jon berteriak sambil turun dari mobil.

Atas petunjuk Pai dengan gaya tukang parkir, aku diminta parkir di depan sebuah gudang tua yang samping-sampingnya mulai dirambati tanaman liar.
Di depan gudang, ada setidaknya lima motor yang acak-acakan dengan modifikasi gak jelas dan kampungan, semuanya tanpa plat nomor.
Hanya motor x-ride yang dikendarai Pai yang sendirian tampak normal.
Pai tampak berbicara dengan beberapa pemuda berbadan kurus, mereka masih sangat muda, nampak mereka sungguh-sungguh mendengarkan.

Aku di balik setir, dalam keadaan mesin mobil sudah mati, gemetaran, meremas-remas blouse longgarku.

"Turun, hei.. " Jon memberi kode dari depan.

Ini dia, God help me, aku membuat tanda salib, lalu membuka pintu Avanzaku perlahan.

Pai dan Jon tersenyum-senyum sombong, sedangkan pemuda-pemuda tanggung lain, hanya melongo.

"Jadi gaes, lu pada kenal kan ama milef amoy satu ini? " Jon membuka pembicaraan.

"Ini, yang di video abang ya? " Tanya seorang pemuda keheranan.

Jon hanya menjawab dengan gerakan di alisnya, sambil berkacak pinggang.

"Trus, ngapain dia disini bos? " Tambah seorang yang lain.

"Kenduri! " Jawab Jon sambil menggeplak kepala anak buahnya itu.

"Ya buat gua pake lah, masa dia kesini mau kondangan! "

Lalu diikuti derai tawa dari Pai dan lainnya.

"Dia mau malam pertama ama gua hari ini.. " Tambah Jon sambil mendekatiku, merangkulku dari samping bak kekasih yang sedang kasmaran.
Jon agak pendek, lebih pendek sedikit dariku, walau perutnya agak buncit, namun lengan dan bahunya kekar.

"Tapi bos, skarang masih pagi.. " Sambung pemuda yang barusan digeplak tadi.

Sejurus kemudian, sebuah sandal jepit melayang, kembali diikuti tawa renyah dari semuanya.

"Itu cuma istilah, bego! Ayuk sayang, kita ke kamar, ga usah peduliin mereka, kurang piknik! " Jon mengajakku ke dalam sambil tetap merangkul pinggangku.

"Bos, pikirin kita-kita napa bos.. " Rengek seorang yang lain.
"Iya bos.. " Sambung lainnya.

"Eit, eit.. Nggak.. Belum.. Gua tau apa pikiran lu semua... Nggak.. " Jon memberi kode dengan tangannya.

Jon membuka pintu samping gudang yang berderit, lalu menambahkan kepada anak buahnya, "nanti gua atur, biar lu semua enak.. Sekarang jangan ganggu gua ya.. "

"Cihuyyy.. "

"Yoiii.. "

"Dapet amoy.. Dapet amoy.. "

Jon menutup pintu gudang tua, yang kini nampak lebih luas ketika sudah berada di dalamnya.
"Naik Rara sayang.. " Tunjuknya pada sebuah tangga besi menuju sebuah mezanine berdinding tripleks yang sudah terkelupas beberapa bagiannya.

Aku naik dengan langkah yang gemetar, tangga yang kunaiki pun sangat curam, aku bisa merasakan hembusan nafas Jon tepat di bokongku yang geal-geol menaiki tangga besi curam ini dengan agak susah payah.

Aku ragu saat tiba di depan pintu tripleks yang masih tertutup.

"Buka aja say.. " Ujar Jon dari belakang sambil menepuk bokongku sehingga bergetar seperti puding.

Kubuka pintu, mendapati sebuah ruangan yang tidak sekotor bayanganku, ada sebuah springbed bekas, rak bekas yang kosong namun nampak bersih sering dilap, ada kipas angin tua yang berputar di sudut ruangan.

"Pake ini sayang.. " Jon menyerahkan sebuah babydoll ungu tua berenda yang hampir transparan, bahkan di bagian susunya.

"Ganti pake ini, buka semua baju lu.. " Perintahnya lembut.

Aku mengikuti saja dengan patuh, bahkan bra ku juga kutanggalkan, hanya menyisakan CD hitamku, lalu kukenakan babydoll tadi.

"Pas kan?" Tanya Jon sambil mengatur HP nya pada sebuah bangku kecil di sudut ruangan.

"Mas.. Kenapa direkam lagi? " Tanyaku dengan nada pasrah.

"Buat kenang-kenangan.. " Jawabnya pelan.

"Sekarang, lu mesti bayangin kalo gua adalah Bill di malam pertama lu.. " Perintah Jon sambil membuka baju kaosnya, melemparnya ke lantai papan yang dilapisi karpet plastik yang sudah mengelupas sana sini.

"E.. Mmm.. " Aku jadi canggung, antara takut, tak berdaya, tapi juga merasa seksi dalam babydoll ini.

"Mas Jon.. " Bisikku pelan.

Jon tersenyum, mengangguk.

"Boleh aku hisap punyanya mas? " Pintaku sedikit gemetar.

"Sini.. " Jon mengisyaratkanku untuk mendekat.

Aku berdiri, lalu berlutut di depan Jon.
Jon memberi kode sambil melirik ke celana jeansnya.

Kubuka perlahan dengan kikuk gesper kuningannya, lalu kupelorotkan perlahan.
Kontol John sudah melengkung keras ke samping, sesak di balik celdamnya.

"Bilang lagi"

"Mas Jon boleh aku hisap burungmu? "

"Ah, sopan amat, yang lebih nakal sayang, ga usah malu-malu, kamu sudah istriku sekarang.. " Jon menjawab sambil mengusap-usap rambut coklatku.

"Mas Jon, kontolmu aku hisap ya? Aku kangen.. "

"Ooh iya sayang, kontolku kan milikmu.. " Jon mengelus pipiku yang halus, pipiku yang putih sehalus kulit bayi, disusuri oleh jari-jari kekar dan kasar Jon, yang terdapat beberapa bekas luka.

Kontol Jon tersentak keluar, melengkung menyamping dengan perkasa, saat kupeloroti celdamnya.

Pipiku terasa hangat, gemetarku sudah berangsur hilang.

"Aku.. Kangen kontolmu mas Jon.. " Kata-kata itu begitu saja terlontar, dalam pengaruh tenung kontol hitam melengkung berurat milik Jon.

"Hisap aja Rara sayang, kalo kangen.. "

"Mmmpphhhhh.. Sroppppp.. "

"Auhh.. " Jon melotot, kontol hitamnya berdenyut-denyut saat kudiamkan di pangkal tenggorokanku.

"Kenapa kontolmu keras sekali mas Jon? Apa karena ini? " Kutatap Jon, masih pentungan lengkungnya salam hisapan bibirku, sambil meremas-remas sendiri susuku.

Jon terengah-engah, tidak disangkanya aku sebinal ini, kami berdua tidak menyangkanya.

Pentungan hitam Jon sebenarnya masih kalah gemuk dibanding punya pak Dwi, namun keras, dan lengkung ke samping menggemaskan.

"Mmmfff.. Mmphhhh.. Sprutt spruttt prut... "
Pentungan lengkung Jon berlumuran liurku, berkilat mempertegas urat-urat yang menjalarinya.

"Mas Jon pakai kondom kan? "

"Ngapain pakai kondom sayang, gak enak.. Lagian kan biar cepat dapat anak sayang.. "

"Mmhhhhh.. Mmmp... " Kuteruskan mengoral Jon, sampai mengeras sempurna seperti akan pecah.
Kuralat, ternyata kontol Jon tidak kalah gemuk dibanding pak Dwi.

"Mas Jon, aku udah siap dihamili.. " Kutatap sendu sambil mengocok lembut perlahan pentungan lengkung milik Jon.

Kubuka lebar kedua kakiku, berbaring pasrah.

Jon mengarahkan kontol lengkungnya tanpa memegangnya, berkedut-kedut sesaat sebelum kepala bajanya perlahan terbenam di mulut memekku yang masih sempit.

"Gila, kayak memek perawan.. " Bisik Jon kagum.

"Gimana sih mas? Kita kan pengantin baru.. Aku memang masih perawan.. " Kupeluk leher Jon, lalu kudekatkan erat badanku, menyambut kontolnya, yang meluncur mulus tanpa hambatan di rongga memekku.

"Akhhhhh.. " Bukannya Jon yang bergoyang, malah aku yang menggoyang dengan liar pinggulku, menyedot-nyedot pentungan lengkung Jon.

"Oohh enaknya Rara... Sempit... " Jon hanya bertumpu dengan kedua lengan kekarnya ke kasur, sedangkan aku memeluknya erat, dan terus menggoyangkan naik turun pinggangku, kedua kakiku menumpu ke samping.

"Rara kamu pasti udah sering ngentot sama cowok lain ya? Kenapa goyanganmu nikmat begini.. " Bisik Jon.

"Mmh... He.. Ehhh... Oohhhh.. " Aku tak peduli, sudah tengah dimabuk kenikmatan di selangkangan sana.

"Ini balesan buat gua yang kena gampar kemarin sama si tua itu! " Jon melawan, mendorongku terhempas kembali ke kasur, mencekikku sambil menggenjot memekku tanpa ampun.

"Mas.. Aumphhh.. Umphh.. Jungunn.. Aku sesak, memegangi tangan kekar Jon yang mencengkeram leherku.

Dilepasnya cengkeramannya.

PLAKKKK

Sebuah tamparan mendarat di pipi kiriku.

PLAK

disusul yang kanan, lebih lembut.

" Ouwouwouwoughhh... " Digenjotnya dengan semakin cepat dan penuh tenaga, tubuhku terhentak-hentak dan rambutku terburai kemana-mana.

Diremasnya kasar susuku, benar-benar kasar sehingga aku kesakitan, tapi kenikmatan genjotannya segera menutupi rasa perih di susuku.

"Lonte lu! "
PLAKKK PLAK

Kedua pipiku terasa perih, diikuti susuku yang juga tidak ketinggalan menjadi bulan bulanan.

Dirobeknya kasar bagian tengah dada babydollku, sehingga kedua susuku tergolek keluar, tergoyang bebas akibat sodokan yang tak kian surut.

PLAKK PLAKK

Ditamparnya kini kedua susuku bergantian, hingga ikut terasa perih.

Perih dan nikmat ini kian membawaku mencapai orgasmeku.. Orgasme satu-satunya oleh Jon, tapi sangat intens.

"Mas Jon.. Akuu.. Mau keluar mas.. Ouhh.. "

"Aku juga sayang... Semogah... Hh... Kamu segera hamil yahhh... "

Jon kian mempercepat genjotannya, aku mencengkeram dada Jon sampai berdarah, dan..

VROOOOOTTTTT

"Akhhh.. " VROTT

"Ah... " VROT
 
Terakhir diubah:
mantap bang ceritanya
 
Bagian 10

Aku tergolek lemas, menatap cahaya pagi yang menerobos dinding tripleks yang berlubang.
Debu berhamburan memenuhi ruangan pengap itu, meski ada kipas angin tua di sudut ruangan, yang sedari tadi menyaksikan persetubuhan kami.

"Jangan dicabut dulu, biasanya langsung jadi.. " Bisik Jon yang masih membiarkan pentungan lengkungnya yang masih berdenyut-denyut, di dalam rongga vaginaku.

"Ga usah takut Rara sayang, yang lain ga bakal gua kasih ngentotin kamu.. " Bisik Jon lagi sambil mengusap keringat di perut dan pahaku.

"Nanti kan bingung, anak siapa ini, hahaha.. " Mendadak tawa Jon meledak.

PLOP

Jon mencabut pentungan lengkungnya, tak lama peju kentalnya mengalir keluar.

Aku, yang kadar candu kenikmatan tadi sudah turun, mulai terisak-isak.

Jon cuek saja, kembali berpakaian, duduk di lantai dan bersandar pada dinding.

"Rokok ga? " Tanyanya sambil menyalakan sebatang.

Aku cuma menggeleng, sambil mengusap air mataku.

"Nih lap tuh memek lu, belepotan" Jon melempar blouseku mengenai wajahku.

Aku melap sisa-sisa tadi, sambil memandangi susuku yang tidak lagi mampu bersembunyi di balik lingerie yang sudah tersobek di tengah turun sampai pusarku.

"Lu tunggu aja ronde selanjutnya ya sayang.. Jangan mikir aneh-aneh" Jon keluar lalu menuruni tangga besi.

Kutunggu beberapa saat, hening, sayup-sayup terdengar tawa dan obrolan di bawah.
Aku bangkit perlahan tanpa bersuara, mengintip dari antara tripleks yang berlubang.
Momen yang kutunggu-tunggu, aku bergegas memeriksa celana jeansku, merogohnya di tiap saku, dan ternyata HP ku sudah diambil oleh Jon.
What the fak.
Kukenakan kembali pakaianku tadi, dan lingerie robek tadi kulempar menghempas ke dinding.

"Eh mau ke mana? " Terdengar suara Jon saat membuka pintu.

"Mas, tolong ijinin aku pulang.. Nanti anakku gak ada yang jemput" Aku memohon

"Nanti dulu, lu belum ngasi bonus ke anak buah gue.. " Jon mendekatiku dan menggandengku kasar.
"Mana lingerie tadi? Oh itu.. " Jon bergegas memungutnya.


Kami kini berada di bagian samping gudang tua, banyak tumpukan kayu palet berserakan disini, sebagian tertumpuk asal saja.

"Gaes, sebelum bu Rara cantik pulang, dia masih haus katanya.. " Jon berdiri rapat di sampingku, mengelus-elus pinggangku.

"Ayo, bilang donk.. " Jon menepuk dan meremas bokongku.

"Bilang kalo kamu haus, dan mau minumin peju mereka semua.. " Bisik Jon.

"What? Jangan mas.. Please.. " Pintaku.

"Eit, lu mau telat jemput anak lu di sekolah? Buruan buka, pake kembali tuh yang ungu-ungu tadi. "

Dan demikianlah, kini aku berlutut di halaman samping, di antara palet bekas, mengoral mereka satu persatu.
Aku sudah tidak horny seperti tadi, aku hanya ingin tugasku ini cepat berakhir, dan bisa segera pergi dari tempat ini.

"Ohhh... " Orang keenam menggeram keenakan, menumpahkan cairan putih kentalnya di wajah dan sebagian mengenai susuku.

Aku kini berlumuran peju keenam orang yang kuoral, bahkan rata-rata mereka mendeepthroatku tanpa kasihan, beruntung aku bisa bertahan dari rasa mual.
Aku menjadi piala bergilir pagi ini, paling tidak tugasku selesai dan peju mereka gak tumpah di rahimku.

"Pai, lu temenin bu Rara gih di sumur belakang tuh, tapi jangan macem-macem ya.. " Perintah Jon.

Pai hanya menemaniku ke sumur belakang, tanpa berani menyentuhku.

Diambilkannya air yang ditimba menggunakan tali, dan diisinya ke sebuah ember lumutan sampai penuh.
Aku memperhatikan otot-otot lengannya yang menggembung tiap menarik gayung dari bawah sumur.
Aku berjongkok, mengambil timba dan mulai mencuci bekas lelehan peju di badan dan wajahku.

"Makasih" Kataku tanpa melihat Pai.

Pai, entah sejak kapan, sudah mengocok burung besinya yang berurat, celana buntungnya sudah turun sampai lutut.
Ia hanya mengocoknya cepat-cepat, sambil menontonku mandi dengan sungguh-sungguh.

Entah karena kasihan atau memang candu itu muncul lagi, aku tiba-tiba membuka percakapan.

"Mas sabunin aku yah.. " Aku bangkit dan memberikan sabun batang kepada Pai.

Tanpa menunggu lama, Pai segera bereksplorasi di sekujur tubuhku, meluncurkan jari-jari kekarnya di tubuh putihku yang mulai dipenuhi busa sabun.

"Punya mas kusabunin juga ya.. " Bisikku.

"Hooh" Jawab Pai dengan wajah memerah.

Kuraih burung besi Pai, kuelus-elus dengan kedua tanganku hingga berbusa, sedangkan Pai berlama-lama di bagian susuku dan bongkahan pantatku.

Dan demikianlah, kami saling sabun-menyabuni, bedanya, bagi Pai hanya khusus burung besinya saja yang kusabuni.
Tak lama, Pai mulai meringis, segera kupercepat kocokanku, dan

CROTTT CROTT CROT

Cairan kental Pai mengenai pahaku, bercampur dengan busa sabun.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd