Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Mahasiswa Tour Leader

Status
Please reply by conversation.
rela menunggu hu, asal sherin tetep nongol di updatean nya hehehe :)
 
Sip master, ditunggu update ya,
Masih on track ceritanya, seimbang antara jalan sama romantis2annya.,.
 
Kisah Mahasiswa Tour Leader
Chapter 1: Sherin Maharani
Part 4: Sebuah Kenyataan


“Terus, kita kemana nih?” Tanya Sherin kepadaku.

“Gatau Rin, lu pernah ke Borobudur?”

“Pernah kok, waktu masih SMA sih.” Jawab Sherin.

“Yaudah yuk, naik aja, mumpung disini, daripada bingung ngapain.” Aku mengusulkan kepada Sherin untuk naik saja ke puncak Candi Borobudur. Cuaca Borobudur kali itu cukup bersahabat, yang biasanya matahari bersinar terik, kali ini langit agak mendung sehingga membuat udara di dataran tinggi itu sejuk sekali.

“Mar, cerita-cerita dong soal Borobudur.” Sherin memintaku untuk menjadi tour guidenya selama di Borobudur.

“Duh Rin, gue gak begitu paham kalau jadi tour guide gitu.” Sahutku menolak.

“Yaa paling engga, dikit-dikit aja, kan sering denger tour guide ngomong.” Bujuk Sherin.

“Iya deh. Jadi gini, udah tau dong kalau Borobudur itu monumen Buddha terbesar di dunia, dibangun sekitar abad ke 8. Terus sempet terlantar, tertimbun tanah dan abu vulkanik merapi sampai akhirnya dibenerin lagi tahun 1800an sama Inggris.” Aku menjelaskan sekedar apa yang kutahu kepada Sherin.

“Borobudur itu ada 9 tingkat, 6 pertama persegi dan 3 teratas melingkar. Kalau lu kelilingin, di temboknya ada relief yang ada ceritanya. Nah yang diatas itu arca-arca Buddhanya.” Aku menjelaskan sambil kami menaiki tangga menuju puncak tingkatan tertingginya. Sherin hanya mengangguk mendengar ceritaku yang mungkin dianggapnya membosankan.

“Yang kuanggap keren sih gimana caranya mereka bisa membangun ini semua dengan sumber daya saat itu. Dan ini gak pakai perekat apapun lho saat dibangun. Penggunaan perekat justru baru dipakai ketika Borobudur direnovasi.” Lanjutku.

Sadar Sherin justru berfoto-foto dengan HPnya bukan mendengarkanku, akupun berhenti menejelaskan.

“Tuhkan, dijelasin malah main HP.” Ucapku kesal.

“Gapapa lah, kan masih dengerin.”


“Ah udahlah, baca sendiri pake HP, cari di wikipedia.”

“Wih ngambek, bisa juga cowok ngambek. Oh iya, tadi di bus, suara kamu bagus.” Sherin mengalihkan pembicaraan.

“Wajar lah.”

“Wajar kenapa?” Tanya Sherin penasaran.

“Aku dulu sempet belajar nyanyi di paduan suara, sejak SD sampai SMP.”

“Wah, iya??” Sherin mulai tertarik dengan percakapan ini.

“Hu-um.” Aku mengangguk.

“Sering ikut lomba dong?”

“Sering.”

“Menang?”

“Kalah.”

“Kok bisa?” Sherin heran

“Soalnya bagianku nyanyi dikit, hahaha” Jawabku sambil tertawa.

“Bisa-bisanya Mar. Hahaha” Sherin ikut tertawa.

“Kalau kamu, bakatmu apa Rin?” Gantian aku yang bertanya.

“Apa yaa…?” Sahutnya menerawang.
“Panahan kayaknya. Salah satu olahraga favorit sih.” Jawabnya.


“Oh ya?? Kapan-kapan ajarin dong.”

“Boleh Mar, tapi nanti gantian kamu ngajarin aku nyanyi.”


“Bisa-bisa.” Tutupku menyanggupi.

Cukup lama kami duduk-duduk diteras atas Borobudur, memandang daerah sekitar yang masih hijau, rindang sekali. Tumben aku betah berada di atas Borobudur, biasanya cuaca sangat terik dan panas, membuat tidak betah ingin cepat-cepat turun.

“Kamu punya keinginan yang ingin dikabulkan gak?” Tanyaku kepada Sherin.

“Hhmm, ada kayaknya, kenapa?”

“Sini deh.” Aku menggandeng tangan Sherin menuju salah satu arca di Borobudur.
“Jadi di Borobudur itu ada mitos sih. Namanya kalau gak salah mitos Kunto Bimo. Jadi kalau tangan kamu berhasil meraih arca Buddha yang ada di dalam, permintaan kamu bisa terkabulkan” Aku menjelaskan kepada Sherin yang terlihat tertarik.

Berulang-ulang kali Sherin memasukkan tangannya kedalam, dari berbagai sisi arca, namun gagal.

“Yahh kok susah banget sih, kayaknya tangannya harus panjang banget deh.” Ujar Sherin kecewa.

“Ya belum saatnya dikabulkan. Emang kamu minta apa?”

“Rahasia ah, udah yuk turun aja.”

Kami pun turun dari candi Borobudur dan langsung kembali menuju parkiran bis kami.

Sambil menunggu rombongan kami berkumpul, aku, Sherin, dan kru bis nongkrong di warung tepat di samping bis kami. Obrolan ringan seputar kuliah ku ceritakan dan pengalaman hidup kru bis mereka ceritakan.

“Hati-hati mbak sama Mario ini. Ngeri dia.” Goda pak Rahmat supir bis kami ke Sherin.

“Iya neng, kalau ke Malioboro bisa berjam-jam ke sarkem gak balik-balik.” Timpal kang Udin.

“Eh jangan dengerin Rin, hoax, hoax.” Bela aku ke Sherin sambil melotot ke mereka berdua.

“Sarkem? Apa tuh?” Tanya Sherin bingung. Syukurlah kalau dia masih polos urusan ini.

“Nanti juga tau neng.” Sahut kang Udin.

Topik pembicaraan pun kualihkan melanjutkan rencana perjalanan kami selama 3 hari 2 malam di Jogja. Mengatur strategi bagaimana rombongan bisa belanja banyak di pusat kaos dan oleh-oleh nantinya. Supir dan tour leader biasanya mendapatkan komisi lumayan dari pusat oleh-oleh bila membawa rombongan ke tempatnya.

Tidak lama kemudian, rombongan sudah lengkap semua berada di bis. Syukurlah kali ini tidak ada drama mencari orang hilang di kawasan Borobudur yang sangat luas ini. Bis akhirnya berangkat tepat waktu untuk menuju restoran makan siang kami.

Saat makan siang tidak ada hal menarik yang bisa diceritakan, seperti biasanya rombongan turun dan kami makan di ruangan khusus crew pariwisata.

Tujuan berikutnya setelah makan siang adalah sebuah toko kaos dengan gambar dan kata-kata yang khas Jogja. Disana juga ada pabrik pembuatannya yang bisa dilihat oleh para pengunjung.

Sementara rombonganku berbelanja, aku, Sherin, dan kru bis kami langsung menuju ruang tunggu yang disediakan. Sherin yang belum pernah kesini sebelumnya kuajak untuk mendaftarkan diri sebagai mitra tour leader. Setelah mendaftar, Sherin mendapatkan kartu yang bisa ditunjukkan ketika membawa tamu lain nantinya untuk mendapatkan komisi.

Puas berbelanja, rombonganku satu persatu kembali ke bis. Sebelum pulang, aku dan kru bis diberi masing-masing satu amplop.

“Dapet nih, nanti ya baginya.” Bisikku ke Sherin sambil menunjukkan amplopnya. Sherin hanya mengangguk dan tersenyum.

Tujuan terakhir hari ini adalah Candi Prambanan. Lokasinya persis berada di perbatasan antara provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Tengah, disebelah timur kota Jogja. Berbeda dengan Borobudur, cuaca Prambanan saat itu sangat panas terik. Membuatku malas untuk ikut dengan rombongan. Untungnya Sherin sependapat.

“Gila, panas banget ini mah.” Serunya ketika turun dari bis. Aku mengangguk setuju.

Seperti di Borobudur, aku menggunakan tour guide lokal untuk menjelaskan Candi Prambanan secara lebih detil ke rombonganku. Dan seperti di Borobudur juga, rombonganku kuarahkan untuk berfoto dengan latar belakang Prambanan dibantu tukang foto disana.

Tidak banyak yang aku dan Sherin lakukan di Prambanan, sekedar jalan-jalan keliling komplek melihat Candi yang ada. Karena cuaca yang benar-benar panas membuat kami tidak betah berlama-lama dan memutuskan kembali ke bis saja. Hanya beberapa saat setelah aku tiba kembali di bis, rombonganku rupanya berpikiran yang sama dan sudah mulai kembali menuju bis. Tidak lama bis sudah kembali penuh dan kami dalam perjalanan menuju hotel.

Langit sudah mulai gelap ketika kami tiba di Hotel. Letaknya sangat strategis dekat dengan Malioboro sesuai permintaan rombonganku. Saat check-in aku baru ingat bahwa aku membawa Sherin bersamaku. Ini artinya aku harus sekamar dengan supir. Tapi kupikir-pikir lagi, mungkin Sherin tidak keberatan untuk berbagi kamar denganku, mengingat apa yang terjadi sebelumnya di bis.

Kupastikan pembagian kamar untuk rombonganku beres, lalu aku menuju kamarku bersama supir sementara kuserahkan kunci kamar Sherin kepadanya. Barang-barangku kubawa ke kamar dan memutuskan untuk mandi setelah sebelumnya terakhir mandi sebelum berangkat dari Jakarta. Sisa waktu hari ini kami persilahkan rombongan kami untuk bebas menghabiskan waktunya.

Selesai mandi, aku keluar kamar menuju kamar Sherin bermaksud untuk membagi amplop yang kudapat dari toko kaos tadi dan menyerahkan amplop titipan dari mas Ardi. Pintu kamarnya ku ketok dan dia mempersilahkan ku masuk. Rupanya Sherin juga telah selesai mandi tampak terlihat bersiap ingin pergi lagi.

“Lho mau kemana lagi Rin?”

“Mau jalan sama temen-temen SMA. Dia kuliah di UGM sekarang. Boleh kan?” kata Sherin meminta izinku.

“Boleh lah, tapi pas lu pergi, gue pake kamarlu ya. Mumpung kosong.” Aku gantian meminta izinnya, dengan harapan bisa modus untuk tidur disini sekalian.

Sherin mengiyakan kemudian pamit turun menuju lobby, temannya sudah menjemput katanya. Aku di kamarnya malah bingung melakukan apa. Channel TV kuganti terus menerus. Kubuka HP ku dan membuka Instagram. Aku penasaran dengan akun Instagram milik Sherin. Kucari nama lengkapnya dan dengan mudah menemukan akun miliknya. Sialnya akun Instagramnya adalah akun private, artinya yang dapat melihat isi foto pada akunnya hanyalah orang yang diizinkan Sherin untuk memfollow dirinya. Tidak lama aku langsung klik tombol follow untuk mengirimkan request follow pada akunnya.

Bingung mencari kegiatan, kuputuskan untuk tidur saja. Apalagi aku memang merasa ngantuk sekali, seharian ini tidak cukup tidur. Hingga akhirnya aku tertidur di kamar Sherin.

ZZzzz

Setengah sadar kudengar ada suara pintu terbuka kemudian tertutup kembali dengan keras, tampaknya Sherin. Tidak ku hiraukan, aku memutuskan untuk tidak bangun dan berpura-pura memejamkan mata. Eh, tapi sayup-sayup kudengar ada suara Sherin menangis. Aku perlahan membuka mata dan menengok ke arah Sherin, memastikan.

Benar rupanya. Sherin menangis duduk di pinggir kasurnya menghadap ke jendela hotel. Aku langsung bangun dari tidur ku, bangun dari kasur ku. Dengan jalan perlahan kuhampiri dia dan ku duduk disampingnya. Ia terlihat terkejut dengan kehadiranku.

“Rin, kenapa?” Kataku lembut sambil memiringkan kepalaku melihat ke arah wajahnya yang tertunduk.

Sherin hanya melihat ke arahku sesaat lalu kembali tertunduk.

“Lho, kenapa sih.” Jari telunjuk ku arahkan ke dagunya kutarik perlahan agar wajahnya terangkat dan menengok ke arahku.

“Aku gabisa cerita ke kamu.” Sahutnya singkat sambil memalingkan wajahnya lagi.


Karena gak mungkin juga ku paksa Sherin cerita, akhirnya aku yang mengalah, ku tawari Sherin untuk kubuatkan minum, Sherin menolak.

“Kalau makan, udah?” Tanyaku.

Sherin menggeleng. Kemudian kutawari dia untuk makan kebawah. Rombonganku memang makan malam di resto hotel yang sudah disiapkan. Sherin setuju dan kami langsung turun kebawah. Sesampainya di bawah, ternyata makan malam sudah selesai, peralatan makan dan makanannya sudah disimpan pihak hotel.

“Lho, kok udah gak ada makanannya?” Tanya ku dengan nada sedikit tinggi.

“Iya mas, maaf sudah mau tutup restonya.” Jawab pelayan resto.

“Hah?” Aku kaget, melihat jam yang ternyata sudah lewat jam 10 malam. Rupanya lama juga aku tertidur.

“Yahh PHP kan.” Sahut Sherin sambil mulai sedikit tersenyum.

“Iya nih, gue juga laper masalahnya. Keluar aja yuk cari makan.” Usulku.

Kami pun keluar berjalan kaki mencari makan didekat hotel kami.

----------

Bersambung...

Mau tau malam itu mereka jalan kemana? Berhasilkah Mario tidur sekamar dengan Sherin? Nantikan part selanjutnya :Peace:
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd