Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Malaikat Paling Sempurna Diantara Lima Malaikat (by : meguriaufutari)

Ikutan ambil antrian trus duduk di pojokan deh:sendiri:
 
EPISODE 15 : Companion

Martha Christina



“Tha, kamu nggak apa-apa?” Tanya Senja.

“Nggak kok, Sen. Nggak apa-apa. Kata dokter juga besok udah boleh pulang.” Kata Martha.

Disinilah kita sekarang. Rumah Sakit Pondok Indah di kamar tipe suite yang sangat mewah. Perusahaan tempat kami bekerja itu memiliki asuransi yang sangat tinggi plafonnya, sehingga walaupun Martha dirawat di kamar level suite yang notabenenya harga per malamnya empat juta rupiah, masih tercover oleh asuransi kesehatan perusahaan kami. Memang betul-betul perusahaan yang sangat memperhatikan kesejahteraan karyawannya. Setelah kejadian dengan Arvin kemarin, aku langsung membawa Martha ke rumah sakit Pondok Indah, dan langsung dimasukkan ke kamar rawat inap. Dokter mengidentifikasi beberapa memar di tubuhnya, dan sepertinya Martha juga mengalami trauma, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit untuk dua malam.

Setelah pulang kerja, aku menjenguknya di rumah sakit bersama Devina, Senja, Valensia, dan Villy. Ci Diana dan Mbak Fera sudah menjenguknya tadi siang. Sepertinya keadaan Martha sudah jauh membaik. Sebetulnya kupikir ia sudah bisa pulang malam ini, tetapi dokter menyarankan agar besok saja baru pulang. Martha dan orang tuanya pun mengikuti saran dokter. Tidak lama kemudian, orang tua Martha pun datang. Tampaknya mereka pun juga baru saja pulang kerja.

“Martha, gimana kondisi kamu?” Tanya ibunya Martha.

“Udah baik kok ma.” Kata Martha.

“Waah, ada Devina, Villy, Senja, sama Valensia juga. Makasih ya kalian udah repot-repot nih. Terus sama kamu... Oh kamu kan yang hari sabtu kemarin itu datang ya. Ah, namamu siapa... Ooohhh, Jay.” Kata ibunya Martha.

Keempat malaikat itu kecuali Valensia langsung kaget. Aduh, ibunya Martha berkata demikian disaat yang tidak tepat. Kalau begini, Villy dan Devina pasti menginterogasi aku ini. Ah, sudahlah. Ayahnya Martha hanya diam saja, sesekali ia melihat kearahku.

“Yaudah deh, kalian disini dulu ya. Aku mao keluar dulu sebentar untuk nelpon.” Kataku.

“Oke.” Kata semuanya.

Kemudian, aku segera keluar dari kamar rawat inap, kemudian bersandar di tembok. Tidak lama kemudian, ayahnya Martha keluar. Kemudian, ia bersandar juga di tembok di seberangku.

“Ada apa om? Ada yang ingin dibicarakan?” Tanyaku.

Mendengar perkataanku, ayahnya Martha langsung tersenyum.

“Om sudah tahu, kalau kamu itu bukan orang biasa. Tajam sekali pengamatan kamu.” Kata ayahnya Martha.

“Ah, aku cuma orang biasa kok om. Kebetulan aja aku sadar kalo om pengen bicara.” Kataku.

“Oke, pertama-tama. Om mau tanya sama kamu. Apa Martha jadi begini, itu ada hubungannya sama kamu? Maksud om, memang yang melukai Martha itu adalah pacarnya yang bernama Arvin. Tapi, apakah kamu berhubungan dengan semua itu?” Tanya ayahnya Martha.

“... Betul om.” Kataku.

“Coba om tebak. Karena malam minggu kemarin, kamu ngajak Martha jalan, terus ketahuan sama pacarnya. Begitu?” Tanya ayahnya Martha.

“Begitulah om. Maaf om, aku udah bikin Martha dalam bahaya.” Kataku sambil memegang dahiku.

Aku memang tidak menyangka akan jadi begini. Awalnya, aku hanya ingin melihat apakah Martha butuh pertolongan atau tidak. Tapi malah jadi begini.

“Jangan berkecil hati. Karena itu, kita jadi tahu betapa kurang ajarnya laki-laki bernama Arvin itu. Kalau kamu memang harus meminta maaf, minta maaflah pada om karena kamu mendahului om untuk menghajar laki-laki itu. Tapi selain itu, om berterima kasih sekali padamu, Jay.” Kata ayah Martha.

Oh? Waduh, seram juga ya ayahnya Martha.

“Nggak lah om. Martha itu temanku juga, udah kewajibanku untuk nolongin dia.” Kataku.

“Temen apa temen?” Tanya ayah Martha dengan serius, sangat serius.

Ups, aku sepertinya berada dalam kondisi dimana seorang ayah sedang menginterogasi calon suami anaknya dengan sangat galak.

“Entahlah om, aku juga bingung jawabnya.” Kataku.

“Kalau memang kamu nantinya pacaran sama Martha, om sih setuju-setuju saja kok.” Kata ayah Martha.

Heh? Semudah itukah aku mendapatkan persetujuan dari ayahnya Martha.

Kemudian, ayahnya Martha beranjak dari tempatnya.

“Om masuk dulu ya.” Kata ayah Martha.

“Yuk, bareng om.” Kataku sambil juga beranjak dari tempatnya.

Sebelum masuk ke kamar rawat inap Martha, ayah Martha berbalik badan kearahku. Kemudian ia menyalami tanganku.

“Ketahuilah, Jay. Bahwa om sangat berterima kasih sama kamu karena kamu udah nyelamatin Martha. Hutang ini mungkin om tidak akan pernah bisa bayar ke kamu, karena apa yang sudah kamu lakukan itu betul-betul tidak terhingga harganya.” Kata ayah Martha.

“Ah, ga lah om. Aku ngelakuin ini tanpa pamrih, dan ga akan pernah menyesal kok ngelakuin ini, apapun yang terjadi nantinya di masa depan.” Kataku.

“Terima kasih, Jay. Kalo kamu butuh bantuan apapun, jangan segan-segan menghubungi om.” Kata ayah Martha.

“Terima kasih, om.” Kataku.

Kemudian, kami kembali memasuki kamar rawat inap Martha. Sesudah itu, kami saling becanda satu sama lain. Martha pun sudah menjadi ceria kembali, senyumannya yang manis itu sudah kembali tampak. Akhirnya, karena hari sudah malam, kami pun berpamitan pulang.

“Ah, Jay, tunggu sebentar.” Kata ibunya Martha.

“Boleh tante bicara pribadi dengan Jay?” Tanya ibunya Martha kepada yang lain.

“Oh, oke tante. Ko, kita tunggu diluar ya.” Kata Villy sambil tersenyum.

Kemudian, mereka pun keluar dari kamar rawat inap ini.

“Jay, maaf ngerepotin kamu. Tapi, bisakah kamu tinggal disini malam ini untuk nemenin Martha?” Tanya ibunya Martha.

Heh? Nemenin Martha? Serius nih? Siapa yang nggak mao? Pasti maolah aku.

“Hmmm.” Kataku.

“Sorry, kamu nggak bisa ya Jay?” Tanya ibunya Martha.

“Bukan gitu sih tante. Tapi masalahnya gini. Aku kan laki-laki, Martha itu perempuan. Apalagi kita ini bukan suami-istri, hanya sebatas teman saja. Mungkin kayanya kurang pantas ya.” Kataku.

Dari awal, karena malam itu aku menginap bersama Martha lah awal dari kejadian ini. Sebisa mungkin, aku tidak mau mengulanginya lagi.

“Iya, Jay. Tante ngerti maksud kamu. Tapi, kamu kan yang nolongin Martha dari Arvin kemarin. Apalagi, kata Martha kamu itu sampe luka-luka. Martha pun baru sembuh dari traumanya. Dia tadi ngajuin permohonan ke kita, kalo dia pengen ditemenin kamu malem ini.” Kata ibunya Martha.

Aku melihat kearah Martha. Martha pun menganggukkan kepalanya. Jujur, aku sih masih kepikiran hal itu, meskipun sebenernya aku mau sekali menemaninya.

“Kenapa, Jay?” Tanya ayah Martha.

“Begini... om, tante. Semua kejadian ini kan bermula dari kedeketan aku dan Martha. Aku ga akan menyanggah bahwa Martha jadi begini karena aku, semua salahku. Dan jujur, aku ga mao mengulangi kesalahan yang sama.” Kataku.

“Kmarin itu kan kasusnya masih ada Arvin. Sekarang kan mereka sudah putus.” Kata ayah Martha.

“Hah? Sudah putus ya?” Tanyaku.

“Lho?? Emang belum?! Martha!!” Bentak ayah Martha.

“Udah kok, udah putus pa. Aku belum kasihtau ke Ko Jay. Iya ko, aku udah putus sama Arvin.” Kata Martha.

“See? Harusnya no problem dong sekarang?” Tanya ayah Martha.

“Kalo kamu memang merasa bersalah, ketahuilah bahwa kita nggak nyalahin kamu, Jay. Malah kita sangat berterima kasih sama kamu karena kamu udah nolongin Martha. Gini aja, kalo kamu memang merasa bersalah, anggaplah ini sebagai cara untuk nebus kesalahan kamu, dengan membantu Martha cepat pulih.” Kata ibu Martha.

Yaah, kalau sudah begini sih, aku terpaksa setuju saja deh. Habis sepertinya mereka sangat meminta sekali.

“Oke, kalau gitu. Aku akan nemenin Martha malam ini. Aku keluar dulu ya kasihtau temen-temenku.” Kataku.

Ayah Martha kemudian mempersilakan aku keluar. Diluar, mereka berempat sudah menungguku.

“Jadi, nemenin Martha ko malem ini?” Tanya Devina.

“Iya... Eh, kalian udah tau ya?” Tanyaku.

“Iya. Tadi pas Martha minta Ko Jay nemenin, kita kan juga ada di dalem.” Kata Senja.

“Yaudah, kalo gitu kita pulang ya ko. Jaga Martha baik-baik ko.” Kata Devina.

“Jagain Martha ya, ko.” Kata Senja.

Kemudian, mereka berempat melangkah pergi dari tempat ini. Kok Villy dan Valensia tidak berkata apapun ya? Saat mereka sudah jauh, tiba-tiba Villy berkata.

“Eh, gue ada yang ketinggalan di kamar Martha. Lu pada duluan aja, nanti gue nyusul.” Kata Villy.

Kemudian, Villy kembali berjalan ke kamar Martha. Sampai dihadapanku, ia berhenti.

“Ko, jadi koko... Apakah udah memutuskan?” Tanya Villy.

“Memutuskan apa, Vil?” Tanyaku.

“Jadian ama Martha.” Kata Villy.

“Eh, ga kok, Vil.” Kataku.

“Emang koko nggak ada perasaan sama Martha?” Tanya Villy.

“Entahlah, aku juga bingung, Vil.” Kataku.

“Hmmm. Kalo sama aku, ko?” Tanya Villy.

“Entah juga, Vil. Aku juga bingung.” Kataku.

Mendengar perkataanku, Villy pun tersenyum.

“Oke ko. Aku cuma pengen koko tau, sampai kapanpun, aku bakalan sayang sama koko. Dan kemanapun koko pergi, aku akan ikut.” Kata Villy.

“Iya, makasih Vil. Aku sangat ngehargain itu.” Kataku.

“Ko, tolong jaga Martha ya, ko.” Kata Villy.

“Iya, Vil.” Kataku.

Kemudian, Villy mencium bibirku dengan lembut.

“Dadaah, koo!” Kata Villy sambil membalikkan badannya dan berjalan menjauhiku.

Setelah itu, aku kembali memasuki kamar rawat inap Martha. Tidak lama kemudian, orang tua Martha pun pulang karena hari sudah malam dan saatnya pasien beristirahat. Sekarang, tinggal kami berdua di kamar ini. Kamar ini terdiri dari dua sekat ruangan, yaitu kamar pasien, dan kamar tidur untuk yang menjaga pasien. Betul-betul kamar rawat inap yang sangat mewah.

“Udah mao tidur, Tha?” Tanyaku.

“Ummm, belum sih ko. Ko, aku mau tanya satu hal sama koko.” Kata Martha.

“Apa tuh?” Tanyaku.

“Kenapa koko sebegitunya sampe perjuangin buat nolongin aku?” Tanya Martha.

“Yah, karena aku ngerasa ini tanggung jawabku aja Tha. Semua ini terjadi karena salahku. Sebetulnya, temen-temen kamu udah minta ke aku buat nolongin kamu dari kapan-kapan. Tapi karena akunya terlalu bergelut pada ego-ku sendiri, beginilah jadinya kamu.” Kataku.

“Ko, tau nggak ko? Dari dulu, aku pikir itu pacarku hanya dia doang. Meskipun dia itu udah jahat sama aku, cuma mentingin seks dari aku, tapi aku tetep pertahanin dia karena menurutku, suatu hubungan itu didasarkan menerima semua kekurangan pasangan.” Kata Martha.

“Yah, itu ga salah sih.” Kataku.

“Tapi, ternyata, karena kenaifanku itu, kalian semua malah jadi repot gini. Aku emang bodoh sih, ko. Harusnya aku sadar bahwa ada perbedaan antara cinta dan naif.” Kata Martha.

“Ya udah, Tha. Rasa naif itu kan ada agar kita itu kedepannya belajar. Mungkin kamu pernah jatuh sekali kemarin, tapi karena jatuhnya kamu itulah, besok-besok kamu nggak akan jatuh lagi kan?” Tanyaku.

“Kayanya sih bakal jatuh lagi ko.” Kata Martha.

“Loh? Kok jatuh lagi?” Tanyaku dengan heran.

“Jatuh ke pelukan koko, hehehe.” Kata Martha.

“Halah, kamu nih. Jangan deh, Tha. Aku nggak sebaik itu kok.” Kataku.

“Mungkin itu bener, ko. Tapi aku nggak butuh orang yang sebaik itu, aku cuma butuh koko.” Kata Martha.

Haish, bukannya biasanya laki-laki kalau ngegombal ke wanita itu begitu ya? Kok ini posisinya terbalik yah? Hahaha.

“Gombal aja kamu. Yaudah, kamu tidur gih, Tha. Istirahat biar besok cepet sembuh.” Kataku.

“Iya, ko. Koko juga gih.” Kata Martha.

“Iya, Tha. Aku di kamar sebelah ya.” Kataku.

“Oke ko.” Kata Martha.

Kemudian, aku pergi menuju kamar penjaga pasien yang letaknya dikamar sebelah kamar pasien. Sampai disitu, aku segera merebahkan tubuhku di tempat tidur. Aish, pikiranku sedang dipenuhi oleh pikiran yang membuat semua laki-laki pusing, yaitu pikiran tentang wanita. Martha, Villy, semuanya terjadi begitu saja. Andai keduanya betul-betul serius denganku, siapa yang harus kupilih ya? Jujur, di satu sisi aku memang ada perasaan sayang kepada Martha. Tapi perasaanku kepada Villy pun juga ada. Karena poligami bukan pilihan, pastilah aku harus memilih satu diantara mereka. Pusing sekali.

Aku betul-betul terhanyut dalam pikiranku. Sampai akhirnya sebuah ciuman dibibirku membuyarkan pikiranku. Aku segera membuka mataku. Ternyata, kini Martha sudah berbaring diatas tubuhku. Wajah kami berdua begitu dekat.

“Eh, Martha. Bukannya istirahat.” Kataku.

“Iya, ini mao istirahat. Peluk dong, ko. Boleh nggak?” Tanya Martha.

“Iya, boleh.” Kataku sambil memeluk tubuh Martha.

Kemudian, aku memeluk tubuh Martha. Kepalanya kuletakkan didadaku.

“Aku berasa nyaman banget, ko.” Kata Martha.

“Udah, istirahat dulu yang penting.” Kataku sambil mengelus-elus rambutnya.

Kemudian, ia mengangkat kepalanya, kemudian mendaratkan ciuman yang begitu lembut dibibirku. Ciumannya begitu lembut. Aku sangat menikmati ciuman lembut darinya. Bahkan, secara refleks pun aku ikut membalas ciumannya. Tidak lama kemudian, lidah kami pun mulai berpagutan satu sama lain. Napas kami berdua pun mulai memburu. Desahan-desahan kecil mulai keluar dari mulut Martha. Semakin lama, ciuman kami semakin hebat saja. Dari ciuman yang tadinya lembut, menjadi ciuman yang penuh semangat. Akibat ciuman yang begitu panas itu, aku merasakan batang kemaluanku pun mulai menegang.

Tanpa sadar, tanganku mulai menelusup ke dada Martha melalui celah dari baju pasien yang ia kenakan. Ah, rupanya ia tidak mengenakan BH sama sekali, sehingga tanganku langsung menggenggam buah dadanya yang begitu pas di genggamanku. Tanganku ini mulai meremas-remas buah dada kanan Martha. Napas Martha tampak lebih memburu lagi, sementara ciumannya menjadi semakin liar. Aku betul-betul sudah dibakar oleh birahi. Maka, aku mulai membuka seluruh pakaian pasien Martha. Dihadapanku, kini tubuh Martha sudah telanjang. Ah, tidak kusangka aku akan melihat pemandangan indah ini lagi. Pemandangan yang sudah lama tidak kulihat sejak malam itu di hotel Grand Hyatt. Tubuhnya begitu indah, buah dadanya begitu bulat, paha dan selangkangannya begitu menggoda.

Aku segera membalikkan tubuhnya, sehingga kini ia berada dibawah, sedangkan aku diatas. Aku langsung mengulum buah dada kirinya, sedangkan tangan kananku langsung meremas-remas buah dada kanannya. Mendapat rangsangan yang kuberikan, Martha langsung melenguh.

“Uuuhhh... Ooohhh....” Desah Martha.

Aku tidak ada henti-hentinya menjilati dan mengulum puting buah dada Martha. Rasanya begitu nikmat, seolah-olah puting susu Martha ini memberikan obat perangsang terus menerus kedalam tubuhku. Martha pun mulai membuka seluruh pakaianku dengan cepat, sehingga kini aku sudah telanjang juga dengan batang kemaluanku yang mengacung keras. Martha pun mulai meraih batang kemaluanku, dan mengocok-ngocoknya. Dalam sekejap, birahiku pun langsung naik. Aku betul-betul sudah dikuasai oleh birahi sekarang.

Aku segera menepis tangan Martha, kemudian mengarahkan batang penisku ke lubang kemaluan Martha. Akan tetapi, tiba-tiba kesadaranku timbul. Aku segera berusaha mengatur napasku.

“Martha... cukup ya sampai disini.” Kataku.

“Kenapa ko? Aku pingin merasakannya ko.” Kata Martha.

“Aku juga pingin merasakannya, tapi...” Kataku.

“Aku nggak peduli, ko! Please, sayangi aku, cintai aku, dan bersatulah denganku malam ini.” Kata Martha.

Mendengar kata-kata Martha, aku langsung kembali kehilangan kendali atas tubuhku. Langsung saja aku mendorong pantatku keras-keras, sehingga kini batang kemaluanku sudah memasuki lubang kemaluannya. Aku terus memaju-mundurkan pantatku, sementara Martha juga ikut menggoyang pantatnya. Sangat terasa sekali bagaimana gerakan kami begitu sinkron sehingga memberikan kenikmatan yang sangat nikmat kepada kami masing-masing.

“Te... teruuusss kooo... Teruuussss...” Erang Martha.

Makin lama, aku makin keras menghujam-hujamkan batang penisku ke lubang kemaluan Martha. Lubang kemaluan Martha pun sudah basah sehingga batang penisku ikut terlumasi, mempermudah gerakan keluar masuknya. Setiap kali penisku masuk, rambut kemaluan yang ada di pangkal penisku bergesekkan dengan rambut kemaluan di daerah kemaluan Martha, memberikan kenikmatan lebih. Aku betul-betul berasa sangat nikmat sekarang ini.

“Kooo... Gantiaan koo... Aku diataasss...” Erang Martha.

Segera, aku menggulung tubuhku, sehingga kini posisinya berbalik, aku dibawah dan Martha diatas. Dengan posisi diatasku, Martha langsung aktif menggoyang dan memutar-mutar pantatnya. Aku betul-betul mendapatkan kenikmatan yang begitu besar di batang kemaluanku. Sementara, akibat gerakan memutarnya yang liar, kedua buah dadanya pun ikut bergerak-gerak. Kemudian, aku pun membangunkan tubuhku, sehingga kini kepalaku ada dihadapan kedua buah dadanya. Aku langsung mengulum buah dada kanannya dan meremas-remas buah dada kirinya. Kami berdua betul-betul tenggelam pada kenikmatan kami masing-masing.

“Ooohhh... Marthaaa.... Teruuuussss....” Erangku.

“Ooohhh... Iyaaahhh koooo...” Erang Martha.

Tidak lama kemudian, aku merasa bahwa pertahananku akan jebol sebentar lagi. Maka, aku segera memeluk tubuh Martha, dan menggulung kembali tubuhku sehingga kini aku berada diatas kembali. Dengan posisi diatas, aku segera menusuk-nusukkan batang kemaluanku ke lubang kemaluan Martha dengan keras.

“Marthaaa... aku udah mao keluaarr niiihhh...” Erangku.

“Ayoo koohhh... Aku jugaa niiihhh...” Erang Martha.

Martha pun juga menggoyang pantatnya dengan liar. Akibatnya, aku betul-betul keluar. Aku segera memajukan pantatku sampai maksimal.

“Uuuuhhhhh.... Uooohhhh.... Marthaaaaaa....” Erangku.

Crot.. croott... croottt... Batang penisku mengeluarkan semburan sperma yang begitu deras di dalam lubang kemaluan Martha. Disaat yang sama, Martha pun juga mengalami orgasmenya.

“Oooooohhhhhh.... Kokooooooo....” Erang Martha.

Aku merasakan pijatan-pijatan luar biasa di batang penisku. Saat itu, menyemburlah cairan kenikmatan Martha dengan deras. Kami berdua betul-betul tenggelam dalam kenikmatan kami masing-masing.

Untuk beberapa saat, kami masih berusaha mengatur napas kami masing-masing. Tidak lama kemudian, kenikmatan puncak itu pun segera mereda. Martha pun juga tampaknya sudah bisa mengendalikan napasnya. Setelah itu, kami saling tersenyum, dan aku pun mencium bibir Martha dengan lembut.

“Aku sayang kamu, Martha.” Kataku.

“Aku juga sayang koko.” Kata Martha.

Kemudian, malam itu Martha tertidur dipelukanku. Kami tertidur tanpa mengenakan pakaian sehelai benangpun. Walaupun kamar ini ber-AC, keringat kami berdua tetap mengalir saking dikuasainya tubuh kami oleh gelora kenikmatan. Martha betul-betul terjatuh kedalam pelukanku malam ini. Aku sendiri tidak menyangka bahwa aku bisa mendapatkan kenikmatan ini dari Martha dalam waktu sedekat ini. Kami berdua pun tertidur.

BERSAMBUNG KE EPISODE-16
 
PERTAMAX again :haha:

Udah lampu ijo sih dari bonyok Martha...
Tp masih banyak Lobang yg belum terjebol ko Jay buat nentuin pilihanya...

(alah ngomong opo aq... :bata: )
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd