PAGI ini, Sejarawan Indonesia yang kita cintai melenggang kangkung menuju ke warung kopi Pak Tidakgoblok. Diiringi oleh orkestra klakson truk, becak, tukang roti, dan segala bunyi-bunyian dari dalam perut para pengemis di sepanjang jalan, Sejarawan Indonesia kita tersenyum-senyum dengan penuh bangga.
Kendala bisul yang membuat ia membatalkan perdebatan dengan Sejarawan Australia kemarin hari, harus dituntaskan hari ini. Dengan perut yang berjalan lebih dahulu dari langkah kaki dan peci nasionalis yang menempel erattak pernah lepasdi kepalanya, sang Sejarawan sampai di warung kopi tepat pukul sembilan pagi. Air mukanya yang sejak tadi ceria berubah menjadi keruh tatkala ia tak menemukan keberadaan Sejarawan Australia di sana. Yang ada hanyalah seorang pemuda berkaca-mata, Pak Tidakgoblok, tiga orang tukang becak pemalas, dan sembilan orang kere yang berjongkok-jongkok di bawah pohon manggasebelah warung.
Nantinya Sejarawan Indonesia kita ini akan berbicara dengan si pemuda yang ternyata adalah seorang sarjana ilmu sejarah, sekaligus murid Sejarawan Australia. Kita singkat saja dia dengan SMI (Sarjana Muda Indonesia).
SI: Mana si Londo? Asu! Pengecut! Takut dia? (Tertawa)
SMI: Mr.Ben sedang observasi lapangan ke Blitar Selatan, Pak.
SI: (Tertawa) Alasan! Asu! Kowe muridnya? Belajar kok sama bule! Tak berjiwa nasionalis! (Memandang dengan tatapan merendahkan)
SMI: (Geram) Sudah, kita mulai saja perdebatan kita, Pak!
SI: (Tertawa) Berani? PKI dibumihanguskan, ente pun belum lahir! Tahu apa kamu? Mau coba-coba ngarang? Mau kayak orang PKI yang hobi memutarbalikkan sejarah? (Tertawa berguling-guling)
SMI: (Santai) Begini saja. Bagaimana kalau anda menjawab semua pertanyaan saya saja, jadi saya tak perlu menguraikan analisis saya? Berani?
SI: (Sinis) Mau curi ilmu?
SMI: (Emosi)
SI: (Tertawa) Baik, baik! Anak kecil! (Tertawa lagi)
Para kere dan tukang becak mulai merubungi mereka. Hal ini membuat sejarawan yang kita cintai semakin bersemangat. Ia bahkan memesan 20 pisang goreng dan 20 kopi untuk para pendengar.
SMI: Ini semua soal G/30/S saja ya.
SI: G/30/S/PKI!
SMI: Terserah deh. Pertanyaan pertama. Siapa yang menculik para jenderal? Maksud saya secara implisit ya, yang bertugas di lapangan.
SI: (Tertawa) Pertanyaan para amatiran!
SMI: (Jengkel) Jawab sajalah.
SI: Baik! Dengarkan. Para penculik berada dalam kesatuan Pasopati yang dipimpin oleh Letnan Satu Dul Arif dan Letnan Dua Siman.
SMI: Komposisi pasukannya?
SI: Satu kompi Batlyon pasukan Kawal Kehormatan 1 Resimen Tjakrabirawa, Batalyon Para 454, Batalyon Para 530, dan dua peleton Brigade Infantri 1 Kodam Jaya. Asu! Pertanyaan amatiran!
SMI: (Senyum) Mana PKI-nya?
SI: PKI yang merancang, ****** kowe!
SMI: Mereka mengakuinya?
SI: Ya, mana mungkin ada maling ngaku dirinya maling!
SMI: Lalu darimana taunya mereka yang merancang?
SI: Mahmilub! Pengadilannya si Sjam atau Tjugito.
SMI: Sjam itu siapa? Anggota CC? Politbiro? CDB Jakarta Raya?
SI: (Tertawa) Tak tahu? Bego, Pantes sih. Belajarnya sama bule. Sjam itu anggota BC, Biro Chusus PKI.
SMI: Hemm, contoh BC di partai jaman sekarang?
SI: Engga ada! Itu Cuma ada di partai licik kayak PKI!
SMI:Lantas, kenapa mesti percaya dengan omongan seorang BC? Bukankah BC itu singkatan dari Banyak Cerita? (Tertawa). Maaf, maaf. Lalu, lalu?
SI: Lalu apa?
SMI: Yang ditembak mati waktu dipenjemputan siapa saja?
SI: (Kesal) Jenderal Yani. Jenderal Panjaitan. Jenderal Haryono.
SI: Hemmm, bisa dijabarkan komposisi pasukan para penjemput yang menyebabkan tewasnya jenderal-jenderal itu?
SMI: Mau ngetes daya ingatku, ya?! Asu kowe! Anak kecil mau main-main!
SI: Lho? Kan tadi sejak awal saya bilang saya Cuma bertanya? Ya bapak tinggal jawab saja, kan?
SI: (Kesal) Baik! Yang menculik Jenderal Yani dari kesatuan Brigade 1. Hemmm (berpikir) bersama satu regu masing-masing dari Para 454 dan 530 Jateng. Dipimpin oleh Peltu Jahuruh. Yang menjemput Jenderal Panjaitan itu regu dari 454 dan Brigif 1 juga, dipimpin Serma Sukardjo. Jenderal Haryono dijemput oleh Serka Bungkus bersama tiga regu bentukan sendiri.
SMI: Wah! Kenapa ya? Dimana pasukan 454 dan 530 serta Brigif 1 bertugas pasti menimbulkan korban? Pasukan Tjakrabirawa jemput siapa, Pak?
SI: (Berpikir) Mereka jemput Suprapto, S.Parman, Pak Nas, dan Pak Toyo.
SMI: Wah! Kalau yang jemput pasukan Tjakra ga pada mati ya?
SI: (Kesal) Maksudmu apa?
SMI: Cuma nanya kok. (Senyum). Pasukan 454 dan 530 yang hobi nembakin Jenderal itu darimana sih? Maksudku, itu pasukan apa?
SI: Pasukan dari Jawa tengah dan Jawa Timur. (Malas)
SMI: Lho? Kok bisa ada di Jakarta? Siapa yang datangin?
SI: Di datangin sama Pangkostrad, Mayjend Soeharto untuk ikut Showforce 5 Oktober. HUT ABRI.
SMI: (Tertawa) Ngeri amat pasukannya Soeharto itu? Eh, eh, Lettu Dul Arif ketangkep ngga? Setahu saya dia hilang bak ditelan bumi, ya? Padahal dia kan tokoh kunci, Pak?
SI: Apanya? Tokoh kunci ya jelas Letkol Untung!
SMI: Begitu ya? Jadi dia beneran hilang? (Senyum). Baiklah. Yang memerintahkan membunuh tiga Jenderal dan satu perwira yang tersisa siapa? Lettu Dul arif? Soalnya setahu saya, dalam sidang Mahmilub, Letkol Untung pun kaget karena matinya para jenderal, benar?
SI: Tahu apa kamu?! Ya jelas si Sjam lah!
SMI: Apa hubungannya? Kan yang menculik tadi orang militer semua, Pak?
SI: Kamu itu terlalu banyak terpengaruh sama si Sejarawan Australia, jadinya subjektif memandang ini. ****** kowe!
SMI: (Tertawa sinis) Baiklah. Mungkin ya, Pak. (Senyum). Lanjut deh.
SI: Apalagi yang mau kamu tanya? Sadar! Sadar! Komunis itu tak beragama! Atheis!
SMI: Nanti saja soal itu, Pak. Saya penasaran sama si Lettu Dul Arif. Bisa bapak jelaskan dia siapa?
SI: Dul Arif itu mantan anggota Banteng Raiders waktu memerangi pemberontakan DI di Jawa Barat, Dia
SMI: Banteng Raiders? Berarti bawahannya Ali Moertopo?
SI: Benar!
SMI: Dia orang Madura ya, Pak?
SI: (Bingung) Benar!
SMI: Ali Moertopo juga?
SI: (Bingung) Iya
SMI: Ali Moertopo itu spesial intelligen, kan, Pak? Bekerja untuk siapa dia?
SI: Oh! Kamu mau menuduh Pak Harto yang merancang Gestapu, kan? Jujur saja!
SMI: Lho? Kan saya engga ada bilang gitu, Pak? Saya kan Cuma nanya sih?
SI: Ah! Ini tidak sehat! Kamu menggiring saya, supaya saya menuduh Pak Harto, kan? Kelakuanmu benar-benar mirip PKI!
SMI: (Tertawa sinis)
SI: Ini sudah tidak sehat! Apa-apaan ini! Kamu bukan lawan berdebat yang pantas! Tak punya sopan pada orang tua!
SMI: Saya tidak mendebat Anda kok, kan saya cuma nanya-nanya aja. (Senyum)
Sejarawan Indonesia yang kita cintai bangkit dari kursinya, berjalan pergilupa bayar lagimenuju ke arah matahari yang mulai meninggi. Semakin lama semakin menghilang, bayangannya mati ditelan persimpangan jalan