Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MENGEJAR SHINKANSEN [by Arczre + Nona Violet] [TAMAT]

Kalo udah ngsh ke1 org.hrus ngrim ke org yg lain lg, 10 org yg berbeda klo gk salah trus bru bs ngrm 1 lg ke org yg sama

Owh gitu, makasih infonya. Duh, harus kirim ke 8 TS lain dulu nih
 
woke...:hore: nona Vio..
senantiasa menunggu datengnya kereta..
:cup:mmuaahh
mm:cup:uahhhh
mmmuuaaahhhh:cup:hhh
tak tambahin mood booster biar makin banter itu sepurr
:D
 
"Ke.i..koo.. chan..
ganbate, aku menunggumu.."
(updatenya)
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Ceritanya masih dalam meja editor, segera meluncur ETA hari ini koq.
 
I MISS YOU


Aku menghentikan taksi yang kutumpangi dari stasiun tepat didepan rumahku, setelah membayar tagihannya akupun keluar dan menarik koperku yang sedikit berat, lalu membawanya masuk ke halaman rumahku yang tidak terlalu besar ini.

Walau sedikit kepayahan akupun berhasil membawa koperku sampai didepan teras rumah.

“Hhhhh...” aku menghentikan langkahku, menghela nafas dan mengusap sedikit bulir keringat dikeningku dengan punggung tangan. Aku lega sudah berada dirumah dan tersenyum tipis memandangi pintu rumahku yang aku tinggalkan hampir dua minggu ini, hhhh... rasanya lama sekali aku pergi dari rumah yang penuh cinta tanpa kepura-puraan ini. Cinta yang tulus dari penghuninya, bukan cinta palsu yang selalu saja mengecewakan dan menghancurkan hatiku.

Perlahan kulangkahkan kakiku mendekati pintu lalu mengetuknya pelan. Dari luar aku dengar suara Ibu sedang memarahi Kaitaro didalam, aku tersenyum sendiri mendengarnya. Meski jujur saja aku sedang menahan dadaku yang penuh sesak karena patah hati, tapi tetap saja itu menjadi moment yang aku rindukan saat jauh dengan mereka. Kebiasaan buruk Kaitaro memang begitu, dia susah makan, dan sepertinya itu yang membuat Ibu marah.


Kuketuk pintunya sekali lagi karena Ibu tak juga membukanya, atau sekedar menyahut. Mungkin Ibu terlalu serius memarahi Kaitaro sampai-sampai tidak menyadari ada yang datang. Kuulangi sekali mengetuk pintunya berharap Ibu kali ini mendengarnya.


“Tunggu sebentar ya,” syukurlah... Ibu menjawab setelah ketukan yang ketiga kalinya dan membuatku ingin segera bertemu dengannya.


Entahlah... aku tidak pernah merasa selega ini saat mendengar suara Ibu, bahkan rasanya aku sangat tidak sabar ingin cepat-cepat memeluknya dengan erat hanya dengan mendengar suaranya yang khas, memang tidak lembut seperti Ibu Momoko atau teman-temanku yang lainnya, karena Ibuku tipe orang yang cerewet. Tapi meskipun begitu aku sangat merindukan Ibu.


‘Cklek’ tidak seberapa lama gagang pintu rumahku yang bercat putih itupun bergerak, dan kemudian terbuka. “Siapa y-?” Ibu menghentikan kalimatnya, ekspresi wajahnya sedikit terkejut saat mendapatiku tiba-tiba saja sudah berada dihadapannya. Tentu saja Ibu bingung, jadwal kedatanganku dari Indonesia masih sekitar 4 hari lagi. “Keiko-chan?!” panggil Ibu mengisyaratkan sebuah pertanyaan dan kekhawatiran, akupun tersenyum sambil menahan lelehan airmataku yang menganak dipelupuk mata dan rasanya siap jatuh menetes.


“Okaasan, hiks...” rasanya aku tidak bisa lagi menahan airmataku lebih lama. Aku menubruk Ibu, memeluk sambil menangis dipelukkannya. Aku tidak bisa berkata apa-apa, rasanya lidahku kelu. aku hanya terus mengeratkan pelukanku lebih dalam pada Ibu, berharap aku mendapatkan obat luka dihatiku dari pelukan tulusnya.


Ibu hanya mengusap-usap rambutku penuh kelembutan saat aku menangis sejadi-jadinya dibalik punggungnya, ia tidak bertanya apapun seolah Ibu hanya berusaha membuatku merasa aman dan nyaman didalam pelukannya, tanpa mau membuatku kembali mengingat hal yang telah membuatku menangis seperti bocah yang kehilangan Ibunya. Seolah menegaskan tidak akan ada yang bisa menyakitiku saat ini, menenangkanku sebisanya.

Padahal disepanjang perjalanan aku sudah berhasil menahan diriku, aku sudah menyiapkan diriku saat nanti bertemu Ibu. Aku sudah berencana tidak akan menangis dihadapan Ibu, Ibu tidak boleh tau soal ini. Tapi kenyataannya aku tidak sekuat itu, aku tidak bisa lagi menyembunyikan perasaan kecewa dan sakit hatiku.


“Keiko... sudah...” bujuk Ibu lembut disertai tepukan pelan sebagai penenang dipunggungku. Dan ajaibnya kalimat pendek itu sedikit membuat hatiku hangat.


“Okaasan... hiks... Okaasan... gomene...” iya, hanya kalimat itu yang bisa aku keluarkan disela isakanku, padahal aku ingin sekali menceritakan semuanya pada Ibu, menceritakan semuanya yang telah terjadi padaku. Menceritakan tentang seorang pemuda yang sangat aku cintai, tapi pemuda itu dengan teganya bermesraan dengan gadis lain dibelakangku.


“Keiko-chan... sudahlah...”


“Okaasan... gomene...” lagi-lagi hanya itu yang bisa aku ucapkan, meminta maaf karena aku tidak bisa menepati janjiku pada Ibu. Janji bahwa aku akan baik-baik saja, janji bahwa aku akan pulang dengan utuh, pulang tanpa kekurangan satu apapun. Tapi nyatanya, aku memang terlalu naif! Aku tidak bisa menjaga diriku sendiri, aku terlalu mudah percaya pada orang asing, bahkan hatiku yang tadinya utuh kini telah hancur berkeping karenanya.


“Sudah Keiko-chan, tidak apa-apa. Tidak apa-apa, kau baik-baik saja. Tenanglah,” Ibu terus mengusap-usap punggungku menenangkan, “sekarang sebaiknya kita masuk kedalam rumah, kau harus istirahat, kau terlihat sangat lelah. Kau bisa menceritakan semuanya nanti,” lanjut Ibu masih mengusap punggungku yang masih bergetar.


Dengan berat hati aku melepas pelukan hangat Ibu, mengangguk setuju padanya dan menurutinya. Ibu tersenyum, tangannya terangkat menghapus lelehan air mata dipipiku dengan jarinya yang lembut. Aku memang merasa sangat lelah, aku merasa separuh nyawaku telah hilang sama seperti saat aku kehilangan Daichi, tapi sekarang sedikit lebih baik saat aku berada dirumahku, saat bersama Ibu.


Sambil merangkul lengan kananku Ibu mengajakku masuk kedalam rumah, tapi baru saja melangkahkn kakiku kedalam tiba-tiba saja kepalaku terasa sangat pusing, mataku berkunang-kunang dan pandanganku semakin kabur. Lalu selang beberapa detik aku merasa tubuhku limbung dan terasa ringan, dan tidak lama semuanya menjadi gelap. Aku sempat mendengar suara Ibu berteriak memanggil namaku dan langkah Kaitaro yang tergesa-gesa menuju kearahku, tapi setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi.


Mengejar Shinkansen

Tidak terasa, sudah malam keempat aku berada dirumahku di Shinjuku. Seharusnya hari ini aku baru kembali dari Indonesia bersama teman-temanku peserta pertukaran pelajar Jepang-Indonesia yang lainnya. Tapi... ceritanya sudah berbeda dari apa yang seharusnya terjadi, semua tidak berjalan lancar seperti perkiraanku. Bahkan aku tidak tau apa yang harus aku katakan pada Dosenku nanti karena aku pulang sebelum jadwal yang ditentukan.


Hhhh... aku menghela nafasku dalam-dalam, berdiri di dekat jedela kamarku yang sengaja kubuka lebar-lebar setelah sebelumnya kumatikan lampu kamarku agar Ayah dan Ibu mengiraku sudah tidur. Um... kira-kira apa kabarnya ya Kanon-chan dan Sekar-san? Aku mengganti E-mail dan mengahapus semua akun media sosialku yang lainnya setelah kejadian waktu itu. Tentu saja mereka pasti kehilangan kontakku.


Angin malam berhembus lembut dan membuat hawa menjadi sedikit terasa dingin, aku menyilangkan kedua tanganku didepan dada, memejamkan mata sambilmengusap-usap lenganku yang terekspose dan merasakan hembusan lembutnya membelai wajahku pelan. Mmmm... rasanya nyaman. Lalu saat aku buka mata dan mendongak keatas, Aku melihat langit malam dengan bintang-bintang yang berkerlip diatas sana. Tidak terlalu terang memang, karena terhalang lampu kota dan gedung bertingkat yang lampunya terlihat lebih terang.


Aku tersenyum sendiri melihat salah satu bintang yang berkerlip samar, itu mengingatkanku pada saat aku bersepeda di Malang. Bersama Kanon-chan dan Sekar-san, kemudian kembali ke penginapan dan disana juga untuk yang pertama kalinya aku bertemu dengan Fahmi-kun. Pagi harinya naik paralayang dengannya, hari-hari berikutnya ke festival Cosplay, ke Mall, ke pantai. Sangat menyenangkan.


Aku tersenyum tipis mengingatnya.


Tapi... perlahan senyumanku memudar walau kumasih menatap bintang, dadaku tiba-tiba terasa nyeri, airmataku yang dengan cepat terkumpul dikelopak mata juga meleleh begitu saja tanpa aku inginkan. Semua terjadi disaat bayangan Fahmi-kun yang tengah memeluk dan mencium gadis lain didepanku kembali terlintas. Kejadian indah sekaligus menyakitkan itu selalu saja datang disaat aku ingin melupakannya. MENYEBALKAN! BODOH!


Aku meremas dadaku kuat-kuat saat rasa sakitnya kurasakan semakin membuat hatiku perih, “hiks... hiks... huuu...” berharap rasa sakitnya menghilang pergi dan hancur digenggaman tanganku, tapi percuma! Rasanya terlalu sakit! Terlalu sakit! Bahkan saat aku memukul tubuhku sendiri, itu tidak merasakan sakit yang sama seperti sakit yang aku rasakan didalam dadaku.


Perlahan tubuhku merosot kebawah tak kuasa menahan tubuhku yang kurasa melemah, membuatku terduduk dilantai kamarku yang dingin sambil terus memegangi dadaku yang tak kunjung reda rasa sakitnya. Tangan kiriku yang berada diatas lutut juga meremas gaun tidur berwarna putih yang aku pakai untuk melampiaskan semua kekesalanku, amarahku, sedihku. “Hiks... Fahmi no baka! Hidoi! Hidoi!” aku terisak tertahan. Aku sangat mencintainya, aku tulus menyukainya, tapi Fahmi-kun kejam!


Kadang aku sering bertanya-tanya pada diriku sendiri, apa dia sadar sudah menyakitiku? Apa sekarang dia sangat bahagia dengan gadisnya itu? Apa sedikitpun Fahmi-kun tidak mengingatku?! MENYEBALKAN! AKU BENCI! AKU BENCI MENGINGATNYA!


“Hiks... Fahmi-kun, kenapa?! Kenapa harus aku?” cicitku pelan. Airmataku juga semakin deras mengalir seperti air hujan yang turun dari langit, bahkan sebagian menetes diatas lututku dan membuat baju tidur tipisku basah. Aku tidak berhenti bertanya-tanya pada diriku sendiri apa salahku padanya, sampai Fahmi-kun tega menyakitiku. Apa hanya karena aku sudah sering merasakan sakit, Fahmi-kun bisa bebas mempermainkan hatiku? Apa hanya karena aku sudah sering patah hati, dia mengira aku tidak bisa terluka lagi!


Kenapa aku tidak pernah beruntung... kenapa selalu aku yang selalu tersakiti?


“Keiko-chan...” suara Ibu yang lembut tiba-tiba memanggilku, hal itu membuat pundakku sedikit menegang karena terkejut. Saat kulirik ternyata Ibu sedang menatapku dari bibir pintu kamarku, meski begitu aku tidak berani menoleh sama sekali, menyembunyikan mataku yang sembab.


“Kau sudah berjanji pada Ibu kan?” perlahan Ibu berjalan kearahku, aku menggunakan waktu secepatnya untuk menghapus airmata yang masih basah dipipiku agar Ibu tidak tau aku menangis. “Kau tidak boleh mengingatnya lagi, airmatamu tidak pantas kau lelehkan hanya untuk pria yang tidak bertanggung jawab,” tapi sepertinya semua itu percuma, Ibu tau kalau aku menangis.


Aku menelan ludahku susah payah ingin menjawab ‘Tidak’ pada Ibu, tapi lidahku kelu. Aku hanya berani melirik jemari kakinya yang berada disamping tubuhku. Kemudian Ibu merendahkan tubuhnya, tercium aroma khas Ibu yang lembut. Lalu dia membantuku berdiri dan menyilakkan rambut pendekku ditelinga saat kami berhadapan.


“Aku tidak apa-apa Ibu...” jawabku lirih, memberanikan diri menatap Ibu. Mencoba tersenyum semanis mungkin dihadapan wanita yang telah melahirkanku ini, walau aku tidak yakin itu membuatnya berfikir aku baik-baik saja. Aku hanya tidak mau membuatnya khawatir lagi.


Ibu membalas senyumanku, tangan lembutnya terangkat dan membelai pipiku, terasa hangat. “Ibu tau kau sangat mencintainya, tapi hidup itu tidak selalu berjalan seperti apa yang kita inginkan. Tapi percayalah, Tuhan selalu menyiapkan hal yang jauh lebih membahagiakan dari harapan umatnya. Meski awalnya menyedihkan, Ibu yakin Keiko-chan akan bahagia suatu hari nanti. Bukankah setiap terluka, manusia akan menjadi semakin dewasa? setiap terluka, manusia akan lebih kuat dan berkembang?”


Aku tersenyum mendengarnya, Ibu terdengar sedikit lucu karena menirukan perkataan Obito, “Okaasan seperti Obito saja!” protesku disela sesenggukan sambil menghapus sisa-sisa lelehan airmata dengan jemariku. Kurasa aku mirip seperti anak-anak yang menangis lalu senang ketika diberikan permen.


“Hahahaha...” dengan tawanya yang khas Ibu mengacak rambut pendekku “Okaasan kan sering mendengarkanmu saat menonton Anime,”


“Okaasan penguping!” rengekku memonyongkan bibir pura-pura kesal.


“hahhaaa.... tidak... itu tidak sengaja, salahmu sendiri kan membesarkan Volumenya sampai seluruh orang rumah bisa mendengar,” timpal Ibu yang tangannya memencet hidungku gemas.


“Sssh aaw! Sakit Kaasan,” kali ini aku benar-benar cemberut karena hidungku sedikit panas. “Iya sudah, lain kali akan aku kecilkan volumenya,” jawabku sambil memegangi hidungku yang pastinya semakin memerah.


“Haaa... boleh saja, kalau begitu cepat tidur. Okaasan tidak mau sakitmu semakin parah, minggu depan kau mulai kuliah lagi kan?”


Iyaa... sejak kepulanganku dari Malang kemarin aku memang sempat pingsan dan kemudian jatuh sakit, aku heran... sebegitu kerennya kah seorang Fahmi Fathul Ulum sampai-sampai karenanya jiwaku terguncang dan berdampak pada kesehatanku?


Aku tersenyum lagi pada Ibu, “iyaa Okaasan, aku harus kembali ke Hiroshima minggu nanti. Padahal aku masih sangat ingin disini...” aku mendekap lagi tubuh mungil Ibu dengan manja. Memang sejak aku sakit, aku jadi ingin terus bermanja-manjaan pada Ibu. Hal itu membuat Kaitaro sering cemburu padaku. Sepertinya itu memang bawaan orang yang sedang sakit, ingin diperhatikan, disayang dan dimanja. Apalagi oleh orang yang kita sayangi.


“Kau kan bisa pulang akhir pekan, atau kami yang akan datang ke Apartemenmu,” jawab sekaligus pertanyaan dari Ibu membuatku agak bingung.


Aku memutar mataku seolah berfikir “Umm... iyaa baiklah, Okaasan saja yang kesana. Aku akan mengajak Kaitaro jalan-jalan, dia pasti senang,” jawabku asal-asalan, karena jujur saja aku tidak sedikitpun berfikir tentang kuliahku. Seperti inikah rasanya patah hati sepatah-patahnya itu? Bahkan hal yang sangat penting tiba-tiba menjadi tidak terlalu penting.


“Hhhh... baiklah, sekarang kau cepat Istirahat,”


Setelah melepaskan pelukan Ibu aku mengangguk setuju, kemudian Ibu mencium keningku dan melangkah pergi. Akupun duduk diranjangku yang berseprai putih, sambil terus melihat Ibu menghilang di balik pintu kamarku.


Senyumanku perlahan menghilang seiring sesosok wanita penguatku itu pergi dari kamarku, jujur saja tidak mudah melupakan Fahmi-kun seperti yang dikatakan Ibu. Tapi bagaimanapun, aku harus melupakannya. Cepat atau lambat aku harus menyembuhkan hatiku.


Mengejar Shinkansen

Mungkin sudah hampir tiga bulan lamanya aku tidak datang ketempat ini, tempat dimana Daichi disemayamkan.


Pagi itu aku menyempatkan diri untuk mengunjunginya, aku tau pasti Daichi hampir melupakanku karena aku tidak pernah lagi datang menemuinya. Setelah melewati beberapa petak pemakaman, aku berhenti disalah satu pusara dan duduk didepannya. Aku letakkan buket bunga diatas pusara dengan nisan balok Abu-abu bertuliskan Watanabe Daichi, bunga Shiragiku atau Chrysanthemum dan Tsubaki atau bunga Camelia kuning, sengaja aku pilih untuknya sebagai tanda aku merindukan sekaligus masih sangat berduka atas kepergiannya.


Aku tersenyum memandangi nama yang terukir disana, mengusap nisan membersihkan debu dari atasnya. Kemudian aku menyempatkan diri berdoa untuk Daichi dengan mengatupkan kedua telapak tanganku didepan dada lalu menutup mata. Aku berdoa kepada Tuhan agar Daichi selalu bahagia dan tenang disana, aku juga meminta pada Tuhan agar selalu menjaga dan menyanyangi pria sebaik Daichi.


Selesai berdoa aku kembali membuka mata dan mengusap-usap nisan Daichi. “Hai, kau apa kabar disana? apa kau merindukanku?” tanyaku pada Daichi yang aku yakin sedang berada didekatku. “Aku tau kau baik-baik saja Daichi-kun, aku juga baik-,” aku tersenyum semanis-manisnya agar Daichi bahagia melihatku. Sewaktu dia hidup Daichi sangat tidak suka kalau melihatku sedih atau menangis.


Tapi suasananya kurasa sangat berbeda, aku memasang wajah pura-pura cemberut menggembungkan pipiku , ”kau jangan memandangku dengan wajah yang seperti itu, aku baik-baik saja percayalah,” kataku percaya diri seolah Daichi sedang menatapku dengan tatapan yang tidak percaya. Kebiasaannya dulu memang begitu, jika aku sedang sedih dan aku mengaku tidak, Daichi menatapku dengan tatapan yang seolah berkata ‘Kau bohong’. Dan dia sangat tau aku tidak pandai berbohong.


Aku kembali tersenyum, tentu saja aku hanya berpura-pura tak apa. Tapi kurasa aku semakin payah, aku tidak bisa menahan lebih lama rasa sesak didadaku. Rasanya masih sangat sakit, aku menundukkan kepalaku mencoba menyembunyikan wajahku yang telah memerah menahan tangis.


Tapi... “hiks...hiks...” lagi-lagi aku tidak berhasil, akupun kembali menangis. “ hiks...iyaaa... aku tau Daichi, kau pasti sudah melihat semuanya dari sana. Aku bohong kalau aku baik-baik saja! Aku bohong kalau aku tidak kecewa, Daichi... kenapa semuanya tega menyakitiku? Hiks...” aku menutup wajahku dengan kedua telapak tangan, meredam suara tangisanku yang benar-benar tak bisa kutahan lagi. “Daichi... maaf kalau saja aku selalu bertanya, kenapa kau pergi begitu cepat?! Kenapa pria sempurna sepertimu pergi meninggalkanku?! Apa Tuhan memang menakdirkanku hidup tanpa cinta sejati? Hiks... Daichi...” isakku seperti gadis yang benar-benar jatuh kelubang depresi.


“Aku sangat merindukannya Daichi... aku sudah berusaha melupakannya tapi percuma! Aku tidak bisa! Aku payah! Aku bodoh!” aku mencicit pelan, merutuki semua kepayahan dan ketidakberdayaanku saat ini. Sehebat itukah seorang Fahmi fahtul ulum sampai bisa membuat wanita kuat sepertiku jatuh cinta sejatuh-jatuhnya padanya, kemudian dia terbangkan aku tinggi-tinggi dikerajaan langit cintanya, tapi kemudian aku dihempaskan sejatuh-jatuhnya lagi sampai hatiku remuk? Hebat!


Aku membuka tanganku dan kembali menatap nama Daichi di nisannya, “Daichi kau tau, Jatuh cinta padanya membuatku menyadari sesuatu. Mencintai seseorang itu benar-benar menyakitkan, aku tidak mau lagi, aku berjanji mulai saat ini aku akan menutup hatiku untuk pria manapun, aku menyerah... aku tidak sanggup lagi jika harus kembali disakiti!”


Kurasakan angin berhembus pelan dan membuat sebagian helaian rambut pendekku menutupi wajah, aku tersenyum karena aku yakin angin itu adalah Daichi yang sedang berusaha menyemangatiku seperti saat dia masih hidup.


Lalu tak lama kemudian ponselku berbunyi, setelah menghapus airmata yang membasahi pipiku, kuambil ponsel dari saku sweater abu-abu yang aku pakai dan membuka pesan yang ternyata itu dari Ibu.

”Keiko-chan, cepat pulang. Ada temanmu datang, seorang pemuda dan wanita yang cantik,” kata pesan dari Ibu.


Aku sedikit menyipitkan mata dan bertanya-tanya dalam hati, siapa kira-kira yang datang. Seingatku aku tidak punya teman yang rajin mengunjungiku selain Momoko. Apa mungkin Momoko dan temannya? Tapi tidak mungkin, kenapa Ibu tidak langsung saja bilang kalau itu Momoko, lagipula bukannya hari ini dia sudah bilang mau pergi ke Shibuya jalan-jalan dan membeli baju bersama teman-teman sekampusnya. Baiklah, daripada hanya bertanya-tanya pada diriku sendiri, aku memutuskan untuk membalas dan bertanya pada Ibu.


”Memangnya siapa yang datang Kaa-san? Kalau itu Momoko, katakan saja aku masih lama. Aku mau membeli beberapa DVD Anime yang aku lewatkan beberapa bulan ini,” tulisku pada pesan balasan yang aku tujukan pada Ibu. Kemudian aku mengirimnya.


Sambil menuggu pesan balasan dari Ibu, aku berdiri merapikan rambut dan sweaterku bersiap-siap pergi. tapi sebelum aku pergi meninggalkan pemakaman, aku kembali menatap nisan Daichi. Aku tersenyum sekali lagi dan mengusap benda berbentuk balok berwarna abu-abu itu dengan lembut, kemudian aku berpamitan pada Daichi untuk pulang.


Belum sempat aku meninggalkan kompleks pemakaman, ponselku kembali berbunyi yang pasti itu pesan balasan dari Ibu. Aku langsung membuka dan membaca pesan itu, isinya membuatku mengernyitkan kening penasaran. Ibu mengatakan bahwa kedua orang itu melarang Ibu untuk memberitahukan namanya, karena itu kejutan dan Ibu memintaku untuk cepat pulang saja.


Dadaku tiba-tiba berdebar, perasaanku jadi sedikit bercampur aduk antara penasaran, khawatir dan tidak sabar memikirkan siapakah orang-orang yang sebenarnya datang kerumahku itu. Entahlah aku tidak tau kenapa jadi gelisah seperti ini, aku juga tidak dapat menebak-nebak tapi yang pasti kabar ini membuatku ingin cepat-cepat sampai kerumah. Maka dari itu setelah memasukan ponselku kembali kedalam saku baju, aku bergegas pergi meninggalkan pemakaman dan pulang.
 
Mengejar Shinkansen

Kuparkirkan sepedaku didepan rumah, kemudian dengan sedikit tergesa aku bergegas masuk kedalam teras. Kulepas flat shoes cokelatku dan kuletakkan di rak, disana ternyata sudah ada dua pasang sepatu. Sepasang sneakers dan sepasang flat shoes dengan pernik buah cherry diujungnya. Mungkin itu sepatu orang-orang yang mencariku.


“Tadaimaaa....” ucapku sedikit keras sambil membuka pintu lalu masuk kedalam rumah. Dan benar saja diruang tamu ada sepasang pemuda yang sedang berbincang-bincang dengan Ibu. Mereka semua mengalihkan atensinya kearahku, tapi aku tidak terlalu jelas mereka itu siapa. Bersepeda diluar dengan panas yang cukup terik membuat mataku belum terbiasa dengan pencahayaan rumah yang lebih teduh.


“Keiko-chan!” teriak gadis yang sepertinya mencariku itu. Walau aku belum tau itu siapa, sepertinya aku pernah mendengar suara itu sebelumnya.


Aku berjalan ke ruang tamu, mengerjapkan mataku berkali-kali agar pengelihatanku kembali normal. Beberapa detik kemudian pengelihatanku kembali, aku bisa melihat jelas sosok gadis yang memanggil namaku itu. Aku membuka muluku membentuk huruf O yang besar saat melihat gadis itu ternyata adalah Kanon-chan.


“Keiko-chan...” ulangnya, memanggilku dengan suaranya yang sedikit melengking dan ekspresinya yang tampak gembira. Ia juga mengulurkan kedua tangannya untuk memelukku.


“Kyaaahh! Kanon-chaaaan... ” akupun histeris menyambut pelukannya, aku memeluknya erat melepas rinduku padanya. kami sedikit melompat kecil karena sangat bahagia sambil berpelukan. Aku sangat bahagia bertemu dengannya lagi, dia juga sangat senang bertemu lagi denganku. Kami terlihat seperti sahabat lama, padahal kami hanya bersama selama seminggu lebih.


Aku melepaskan pelukanku, “bagaimana kau bisa kesini?” tanyaku heran. Setauku Kanon berasal dari Nagoya, dan itu lumayan jauh dari sini.


“Kenapa kau tanyakan itu, kau tidak suka aku datang kerumahmu?” jawab Kanon-chan sedikit cemberut.


“Bukan begitu, aku kan tidak memberikanmu alamat lengkapku Kanon-chan.” Jelasku agar Kanon-chan tidak salah paham.


“Sudahlah jangan difikirkan, ngomong-ngomong aku sampai lupa mengenalkanmu pada seseorang,” sahut Kanon-chan menoleh kearah pria yang tersenyum sambil melihat kami melepas rindu. Bahkan aku sampai lupa kalau ada Ibu dan teman Kanon-chan itu karena kami terlalu asik sendiri.


“Siapa dia?”


“Ayolah kita mendekat,” Kanon-chan menarik tanganku dan membawaku mendekat kearah pria yang langsung berdiri atas kedatanganku. “Namanya Akai, dia yang aku ceritakan waktu itu,” bisik Kanon-chan bersemangat. “Ayo kalian kenalan, Akai-kun ini Keiko-chan. Dan Keiko-chan ini Akai-kun,” terang Kanon-chan masih bersemangat. Sekilas kulihat Ibu tersenyum, menggeleng pelan melihat Kanon-chan yang sedikit hyperaktif sambil menuangkan teh kedalam gelas diatas meja yang sudah kosong, mungkin Ibu ingat aku dulu seperti itu.


Setelah aku dan Akai saling memberi salam dan berkenalan, kami mengobrol bersama diruang tamu. Tak lama kemudian Ibu berpamitan untuk meninggalkan kami mengobrol bertiga saja. Kata Ibu masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya, ah kurasa itu hanya alasan banyak orang tua agar anak-anak mereka merasa nyaman saat bersama teman-temannya.

Mengejar Shinkansen


“Jadi, kau rela datang kemari hanya untuk menyampaikan pesan dari pria itu?” aku melirik tajam pada Kanon-chan yang duduk disampingku menundukkan kepalanya. Ia terlihat hanya mengangguk pelan.


“Tapi kau harus percaya padanya Keiko-chan,” Kanon-chan menggengam tangan kiriku dengan kedua tangannya, dan memiringkan kepalanya hanya untuk menatapku. Beberapa menit yang lalu Kanon-chan menceritakan kejadian setelah aku pergi meninggalkan pabrik minuman tempat kami melakukan observasi di Malang, kata Kanon-chan wanita itu memang kekasih Fahmi-kun tapi Fahmi-kun terpaksa menerima gadis itu sebagai kekasihnya. Itu semua karena Fahmi-kun diancam tidak akan diluluskan. Katanya Fahmi-kun tidak mencintainya, Fahmi-kun hanya mencintaiku.


Gadis cantik disampingku ini juga menceritakan, saat itu dia dan Fahmi-kun beserta Sekar-san mengejarku menggunakan taksi, setelah sebelumnya Fahmi-kun memutuskan dan meninggalkan wanita yang kata Kanon-chan bernama Vindy itu di pabrik. Tapi saat mereka tiba dihotel, mereka tidak bisa lagi mengejarku karena taksi yang kunaiki sudah berjalan menjauh, bahkan Fahmi-kun sempat jatuh bangun di aspal karena mengejar taksi-ku.


Cerita yang cukup menyentuh. Tapi sayangnya itu sama-sekali tidak membuatku bisa memaafkannya, aku sangat mencintainya, tapi bukan berarti aku mau dibodoh-bodohi lagi dengan aktingnya yang keren. Aku juga tidak akan membiarkan hatiku jatuh lagi kepada orang sepertinya. Lagipula siapa yang tau bahwa Kanon-chan bicara sejujurnya? Bisa saja dia sudah dipengaruhi Fahmi-kun untuk membohongiku. Aku disini tidak menyalahkan Kanon-chan, hanya saja aku tau Fahmi-kun pandai bicara, siapa yang menjamin jika Kanon-chan tidak dihasutnya?


“Keiko-chan...” Kanon-chan mengguncang pundakku pelan, berharap aku segera menjawab dan merespon ceritanya. Aku hanya tersenyum sinis dan menurunkan pelan tangan Kanon-chan yang berada diatas pundakku, kemudian aku berdiri dari ranjang tempat kami mengobrol dan memilih berdiri didekat jendela menatap keluar.


“Keiko-chan...” panggilnya berharap.


“Sudahlah Kanon, aku sudah memutuskan untuk melupakannya. Hatiku sudah terlanjur sakit, dia sudah membohongiku!” jawabku tanpa menatapnya. Aku lebih memilih melihat anak-anak tetanggaku yang sedang bermain layang-layang diluar sana.


“Tapi Keiko-chan, kau harus mendengarkan penjelasannya dulu. Biar aku hubungi Fahmi senpai agar kau bisa berbicara dengannya,”


“Tidak usah, itu hanya akan membuat lukaku sulit sembuh,”


“Setidaknya baca pesan yang dia kirimkan untukmu melalui Emailku_”

“Tidak perlu Kanon-chan!” aku membentak dan menatap tajam Kanon-chan yang tampak terkejut melihatku begitu marah padanya. Seketika suasana menjadi hening. Aku melembutkan tatapanku pada Kanon-chan sesaat setelah aku sadar sedikit keterlaluan, aku tidak bermaksud menyakiti Kanon-chan. Aku hanya tidak bisa mengontrol emosiku saat membicarakan pria yang telah melukaiku itu.


“Maaf ,” ucapku pelan. Aku menundukkan kepalaku, aku merasa bersalah pada gadis baik yang rela datang jauh-jauh hanya untuk menyampaikan pesan dari pria brengsek bernama Fahmi itu.


“Tidak apa-apa Keiko-chan,” jawabnya. Kulirik sedikit wajahnya, Kanon-chan tersenyum. Tidak ada raut sedih atau kecewa padaku, malahan itu membuatku semakin merasa bersalah padanya. “Keiko-chan, aku sudah berjanji pada Fahmi senpai untuk menyampaikan semuanya padamu. Kalau ini tidak bisa membuat hatimu terbuka lagi untuknya, terpaksa aku menyampaikan berita ini agar Fahmi senpai cepat berangkat kesini.”


“Apa?!” seketika aku mengangkat kepalaku menatap Kanon-chan, meminta penjelasan lebih tentang kalimatnya barusan. Fahmi-kun harus cepat kesini? Apa maksudnya?


“Fahmi senpai akan datang ke Jepang dalam waktu dekat untuk menemuimu Keiko-chan,” ulang Kanon-chan serius. Sedangkan aku hanya menatapnya tak percaya.


Hn... dia pasti bercanda. Tidak mungkin pria brengsek sepertinya rela pergi jauh-jauh ke Jepang hanya untuk menemuiku. Apa dia tipe Playboy yang rela melakukan apa saja hanya untuk mendapatkan wanita yang diincarnya? Kemudian ia kembali menyakiti wanita itu jika sudah didapatkan kembali? Bukankah pria-pria semacam itu sangat bangga jika sudah berhasil mematahkan hati seorang wanita?


“Kurasa aku harus pulang Keiko-chan,” sambung Kanon yang baru saja melihat jam berwarna merah dipergelangan tangan kanannya.


“Ppulang?” tanyaku menekankan. Memastikan aku tidak salah dengar. Aku hanya masih shock dengan berita Fahmi-kun yang akan datang apabila dia tidak berhasil mengajakku mengobrol dan menjelaskan semuanya melalui Video call, sarana yang selama ini kami gunakan untuk berhubungan.


“Iya pulang,” jawab Kanon-chan, berdiri dan menghampiriku yang masih mematung didekat jendela kamarku. “kalau ada waktu aku akan mengunjungimu kembali, maaf sudah membuatmu tidak nyaman,” ucapnya. Kemudian memelukku lagi seolah kita tidak akan bertemu lagi.


“Terima kasih Kanon-chan, aku sangat menghargai niat baikmu. Tapi kau tidak tahu sifat asli Fahmi-kun seperti apa,”


“Hmm...” Kanon-chan melepaskan pelukannya dan tersenyum padaku. “Kau kekasihnya, kau sudah lama mengenalnya. Tapi itu bukan jaminan kalau kau tahu sifat aslinya, percayalah pada hatimu.”


“Tapi Kanon-chan,”


“Keiko-chan, aku harus pulang,”


“Oh baiklah...”


“Kau mau mengantarkanku sampai didepan rumah kan?”


“Tentu saja,”


Kami-pun pergi meninggalkan kamar dan berjalan keluar. Diruang keluarga tampak kekasih Kanon-chan sedang asyik bermain game dengan Kaitaro. Saat dia menyadari kedatangan kami, Akai-san menghentikan game-nya dan sedikit berbasa-basi sebelum ia berdiri dan berpamitan pada Kaitaro.


Kanon-chan sangat beruntung mempunyai kekasih sepertinya, sangat setia meski berjam-jam ditinggalkan oleh Kanon-chan mengobrol denganku. Pria itu tetap tersenyum tulus menyambut Kanon-chan yang dengan manjanya menggelayut pada lengan kekasihnya. Hhh...aku sangat iri.


“Kalau begitu kami duluan ya Keiko-chan, Kaitaro-kun,” pamit Akai-san saat aku dan Kaitaro mengantar mereka sampai kehalaman rumah.


“Hai! Akan kami tunggu,” aku mengangguk sambil memamerkan gigi depanku.


“Oniisan lain kali main lagi denganku ya, aku bosan main dengan Oneesan. Dia selalu kalah, itu tidak seru!” sahut Kaitaro pada Akai-san. Kaitaro memasang wajah sok imutnya selayaknya anak-anak, padahal selama ini dia selalu sok keren dan dewasa didepan keluargaku.


“Apa yang kau katakan, sesekali aku menang main game darimu!” Tentu saja itu membuatku langsung mencubit pipi Kaitaro yang berdiri disampingku. Dia mengaduh pelan, dan ditertawakan Akai-san dan Kanon-chan.


“Hahahha... baiklah kami pamit ya,” potong Kanon-chan yang sepertinya memang sedikit terburu-buru.


“Baiklah... hati-hati ya...” jawabku ramah. Lalu setelah kami melakukan Ojigi, Kanon-chan dan Akai-san pergi meninggalkan kami karena taksi yang mereka pesan sudah datang. Tapi sebelum mereka benar-benar pergi, Kanon-chan sempat menoleh kebelakang kearahku.


“Keiko-chan, kalau Fahmi-kun datang kerumahmu... maaf saja ya. Sudah pasti aku yang memberikannya alamat rumahmu padanya, hehehehe...”


“Eh... Kanon-chan jangan sembarangan,” teriakku sedikit khawatir. Namun dia hanya tersenyum iseng dan masuk kedalam taksi bersama Akai-san.


Sekarang aku harus apa? Apa benar Fahmi-kun akan datang? Tidak! Pasti itu tidak benar.


Mengejar Shinkansen

Entah kenapa akhir-akhir ini aku semakin tidak tenang setelah mendegar Fahmi-kun akan kesini menemuiku, seperti yang dikatakan Kanon-chan. Sedari tadi aku hanya membolak-balik tubuhku ditempat tidur merasa gelisah, aku tidak menemukan titik ternyamanku untuk tidur selama dua malam ini. Aku terus memikirkan apakah itu benar? Jujur saja aku sangat berharap kedatangan Fahmi-kun itu berita serius, bukan hanya trik murahannya agar aku mau kembali.


Frustasi karena aku benar-benar merasa tidak nyaman, akupun duduk dan mengacak rambut pendekku pelan didalam kamarku yang remang-remang. “Aaaaarrrghh! Menyebalkan! Keiko bodoh!” rutukku pelan. Lalu kulirik ponselku diatas nakas disamping tempat tidurku. Kalau tidak salah Kanon-chan pernah mengatakan akan meneruskan pesan dari Fahmi-kun ke emailku.


Sedikit penasaran aku-pun mengambil ponselku dan memeriksa apakah pesan yang dikatakan Kanon-chan itu memang sudah terkirim di Emailku. Setelah aku memeriksanya, ternyata memang ada pesan dari Kanon-chan. Dadaku sedikit berdebar hanya dengan melihat previewnya saja, apa itu benar dari Fahmi-kun?


Hhh.. aku tersenyum sinis seolah menjelaskan pada diriku sendiri yang seolah menyorakiku bahwa aku hanya ingin melihatnya, tidak lebih! Tapi diriku yang lain tetap saja tertawa meremehkanku, melihatku seolah meledekku “Ciiiieeeee...” seperti teman-temanku di Malang waktu aku dan Fahmi-kun berpelukan. Menyebalkan!


Aku tidak peduli, aku sudah memutuskan untuk membaca pesannya. Hanya membaca!


Dan dengan cepat aku-pun membuka pesan itu sebelum sebagian diriku berubah fikiran lagi dan malah menghapus pesan yang dikirimkan untukku. Akupun membaca pesan itu, dari gaya bahasanya memang itu Fahmi-kun.


“Keiko-chan aku ingin menjelaskan semuanya padamu. Kuharap kau mau percaya dan memaafkanku, kau tau aku sangat mencintaimu. Aku hanya mau menjalin sebuah hubungan serius denganmu, tidak yang lain, tidak wanita manapun. Hanya Fujiwara Keiko yang kumau.

Keiko-chan, wanita yang kau lihat itu bukanlah wanita yang spesial untukku_”



Ada yang aneh saat aku membaca pesannya, ada rasa rindu yang teramat sangat. Ada rasa bahagia juga tersanjung. Tapi aku sudah berjanji untuk menutup pintu hatiku, lagipula siapa yang menjamin dia serius dengan perkataan yang ia tuliskan disana.


Dengan sedikit berat hati akupun menutup kembali pesan itu dan tanpa pikir panjang menekan tombol delete. Aku hanya tidak mau hatiku diluluhkan hanya dengan kata-kata bualan khas pria, aku sudah menanamkan dalam-dalam bahwa Fahmi-kun bukan pria yang baik. Fahmi-kun pria penghianat yang bermodalkan kata-kata manis saja.


“Fiiiuuhhhh!” aku merebahkan begitu saja tubuhku ketempat tidur sampai memantul pelan beberapa kali. Menerawang langit-langit kamarku yang sengaja kuhias dengan kupu-kupu kertas diatas sana, fikiranku masih saja penuh dengan Fahmi, fahmi dan fahmi. Sampai tidak terasa akupun terlelap dengan isi kepala yang hanya terisi tentang Fahmi.


Keesokan harinya aku mengemasi beberapa pakaianku yang harus kubawa kembali ke Hiroshima besok lusa, karena senin depan aku sudah harus kembali kuliah seperti biasanya. Aku tidak perlu menjelaskan pada Dosenku soal kepulanganku yang mendadak, mungkin hanya mengulang keterangan Kanon-chan saja, karena Kanon-chan dengan kepandaiannya berakting berhasil membuat pihak panitia percaya bahwa aku mendapat pesan palsu yang berisi seluruh keluargaku terbakar dirumah. Hhh... dia kelewat kreatif kalau berbohong, bahkan aku sempat kesal karena alasannya sedikit mengada-ada.


Sedang sibuk menata pakaianku kedalam tas punggung, tiba-tiba ponselku berdering beberapa kali. Bahkan Notifikasi email, LINE, G+ berbunyi bersamaan. Aku sedikit heran kenapa temanku tiba-tiba saja mengirim pesan secara bersamaan. Setelah kuperiksa satu-persatu kurang lebih semua isi pesannya menanyakan soal pemuda yang mengunggah Video ke Youtube menyertakan foto-fotoku, foto-fotonya bersamaku. Dan pria itu bernama Fahmi.


Seketika dadaku berdebar kencang, apa ini serius?


Sedikit terburu-buru aku-pun menyalakan Laptopku dan langsung aku sambungkan dengan internet. Dengan dada yang berdebar-debar aku membuka youtube, Video terpopuler. Haaah! Mulutku terbuka lebar-lebar saat melihat thumbnail sebelum Video diputar memang gambar Fahmi-kun. Lalu aku memutar Video dengan judul berbahasa Jepang yang artinya ‘Mengejar Shinkansen’, keningku sedikit berkerut mencoba menacari apa maksud dari judul itu.


“Namanya Fujiwara Keiko-chan, dia gadis cantik yang aku temui_” detik pertama tampak Fahmi-kun sedang berada didalam kamarnya, aku sangat hafal karena selama ini dia sering duduk disana saat menghabiskan waktu mengobrol denganku. Lalu detik-detik berikutnya dia menceritakan bagaimana awalnya kami saling mengenal satu sama lain. Tidak lupa dia juga menyertakan fotoku saat itu, foto saat pertama kali kami bertatap muka melalui video call. Aku tidak tau kapan dia mengambil foto itu, yang jelas dia mengambilnya tanpa sepengetahuanku.


”dua minggu yang lalu tepatnya tanggal_” aku masih dengan seksama menonton video itu. Menit demi menit sama sekali tidak aku lewatkan untuk mendengar, melihat Fahmi-kun menceritakan hubungan kami sampai pada saat terakhir kami bertemu. Dia juga mengungkapkan betapa sangat mencintaiku, dia meminta maaf karena sudah melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya.

Aku menangis melihatnya ada didepanku meski hanya melihat videonya. Aku sangat mencintai dan merindukan pria itu, aku ingin memeluk dan memberitahunya bahwa aku juga sangat mencintainya. Tapi...tidak boleh!

Aku menggelengkan kepalaku cepat. Demi Tuhan, hatiku hampir saja luluh melihat pengakuannya. Tapi aku membangunkan diriku sendiri, menyadarkanku bahwa aku sekarang bukan lagi seorang gadis lugu yang bisa diluluhkan segampang itu. Bagiku Fahmi-kun hanya mencari simpati orang lain.


“aku sudah memutuskan ini, kau mau memaafkanku atau tidak aku akan tetap pergi ke Jepang menemuimu besok,”


Apa katanya?! Aku hampir saja melonjak dari kursiku saat mendengar berita mengejutkan itu dari mulut Fahmi-kun sendiri. Hatiku berdebar keras, ada perasaan senang, tidak percaya dan sebagian lagi mencibir itu hanya omong kosong.


Diakhir videonya dia juga menunjukkan semua persiapannya untuk ke Jepang, mulai dari Ransel sampai obat-obatan dan meminta dukungan kepada semua orang, khususnya warga Jepang agar terus mendoakan Fahmi-kun agar berhasil menemuiku. Kulihat komentar disana hampir semua mendukungnya, memberi doa agar aku mau memaafkan Fahmi-kun. Hn! Orang-orang itu tau apa soal Fahmi-kun? Aku yang lebih tau! Bahkan aku tidak peduli lagi padanya!


Aku menutup kembali tab Youtube-ku, menghela nafas panjang lalu menjatuhkan kepalaku dimeja setelah sebelumnya aku melipat kedua tanganku disana. apa yang dikatakannya itu benar? Aku tidak akan percaya semudah itu kalau dia tidak benar-benar ada didepan hidungku. Aku tau dia hanya memancingku untuk muncul dan mnghubunginya, tapi setelah kumaafkan aku yakin, dia pasti akan langsung membatalkan rencananya ke Jepang dengan berbagai alasan. Sudah kubilang, tipuan murahan seperti itu tidak akan mengecohku lagi!


Mengejar Shinkansen


Kemarin sudah kukatakan aku tidak peduli lagi dengan pria bernama Fahmi Fathul Ulum, tapi anehnya diam-diam aku mengikuti Chanel Youtube-nya dengan membuat id baru. Entahlah, kurasa bukan aku saja yang melakukannya pada mantan kekasih, diam-diam mengawasi segala kegiatannya disosial media.


Saat aku membuka Chanelnya, ternyata Fahmi-kun sudah mengupload satu video lagi. Dengan hati-hati aku memutarnya, aku penasaran apa isi dalam video yang punya judul sama seperti kemarin. Hanya saja dibelakangnya ada tambahan angka 1.


”Ohayou Keiko-chan... hari ini aku akan berangkat ke Jepang, sekarang aku sudah berada di depan bandara Juanda,” terangnya. Lalu sorot kameranya mengarah keatas, dengan itu aku bisa melihat tulisan besar yang bertuliskan ‘Bandar Udara Internasional Juanda. Iya itu memang tempatnya.


Kemudian kamera ponselnya mengarah lagi ke wajahnya. ”30 menit lagi pesawat akan terbang ke Negaramu, kumohon tunggu aku disana Keiko-chan. Doakan aku, sampai jumpa lagi disana ya.” tutupnya sambil melambaikan tangan dengan ekspresi penuh semangat.


Aku memeriksa kapan video itu diunggah, ternyata memang itu video yang diunggah sekitar 45 menit yang lalu. aku kembali tertegun setelah melihat video keduanya, seserius itukah Fahmi-kun ingin berjuang untukku? Apa sekarang dia sedang berada diperjalanan? Tapi lagi-lagi aku mencoba untuk menepis kebenarannya, aku yakin Fahmi-kun hanya berdiri disana saja. Setelah aku menghubunginya dia pasti beralasan, dia pasti akan langsung membatalkan tujuannya yang entah serius atau hanya pura-pura.

Ponsel yang berada disamping tanganku-pun berbunyi dan menyadarkanku dari lamunan. Kuambil benda persegi panjang itu dan menjawab panggilan yang masuk dari Kanon-chan.


“Moshi-moshi?” jawabku.


“Nee Keiko-chan, kau sudah melihat video dari Fahmi-kun?” tanya-nya tanpa basa-basi diseberang sana.


“Umm... vi-video apa?” aku masih berpura-pura tidak mengetahui apapun soal video itu.


“Are? Kau tidak membuka Link Youtube yang aku kirimkan padamu kemarin? Video yang berisikan Fahmi-senpai yang akan melakukan perjalanan ke Jepang hanya untuk meminta maaf dan menemuimu!” lanjutnya penuh semangat, bahkan aku sampai menjauhkan sedikit ponselku dari telinga karena suaranya yang nyaring.


“Ummh... iya aku sudah melihatnya,”


“Lalu apa pendapatmu? Cepat hubungi Fahmi-senpai agar dia bersemangat, dan siapkan dirimu untuk menjemputnya di Haned_!”


“Aku tidak akan menjemputnya,” jawabku menyahut kalimat Kanon-chan yang belum selesai.


“Apa kau bilang? Kau serius tidak mau menjemputnya?!” balasnya seolah tak percaya.


“Kanon-chan siapa yang menjamin Fahmi-kun akan benar-benar berangkat? Dia itu pembohong! Pandai bicara!” ucapku mencoba memberi pengertian pada Kanon-chan.


“Keiko-chan! Dia sudah mengirimkan fotonya didalam pesawat! Dan aku yakin sekarang pesawatnya sudah berangkat ke Jepang, karena saat aku membalas pesannya ponselnya sudah tidak aktif.”


“Kalau begitu kenapa tidak kau saja yang menjemputnya?!” aku menjawabnya asal. Entah kenapa aku selalu terpancing emosi saat ada orang lain yang membahas Fahmi-kun.


“Cukup Keiko-chan! Kau benar-benar keterlaluan! Kau kejam! Aku benci padamu!”

“Tapi Ka_”

‘Tut!’

“Moshi-moshi? Kanon-chan?” Kanon-chan menutup sambungan teleponnya dan membiarkanku terdiam dengan berbagai macam perasaan. Menyesal, kejam dan tidak berperasaan.


Lalu ponselku kembali berdering ditanganku, kujawab cepat-cepat tanpa melihat panggilan dari siapa. “Moshi-moshi Kanon-chan, aku tidak_”


“Keiko... ini aku Momoko.”


“Oh astaga... maaf Momo-chan aku tidak menyadarinya,” ucapku menepuk keningku.


“Nee... kau pasti memikirkan Fahmi-san? Kau memikirkannya karena video-video yang dia buat?”


“Sepertinya begitu,” jawabku, sambil menggeser dudukku yang kurasa kurang nyaman.


“Kalau begitu aku mau mengantarmu ke Bandara untuk menjemputnya,”


“Apa yang kau katakan? Aku tidak akan ke Bandara! Aku yakin dia tidak serius!”


“Baiklah... baiklah... kau selalu saja marah saat aku menyebut nama pemuda itu. Kurasa kita harus bertemu, ayo kita jalan-jalan ke Shibuya. Ada peralatan make-up yang harus aku beli.” Lanjut Momoko mengajakku ke pusat perbelanjaan di Shibuya.


“Baiklah... kita bertemu distasiun,” aku mengiyakan dengan nada mengambang. tapi kurasa aku memang butuh sedikit refreshing untuk mendinginkan otakku.


Mengejar Shinkansen

“Huaaaaah! Aku lelah sekali Keiko-chan, tanganku pegal!” kata Momoko sambil melompat ketempat tidurku dengan tas belanjaan dikedua tangannya.


“Kau berbelanja terlalu banyak,” jawabku melepas kaus kaki yang kupakai. Aku juga merasa sangat lelah setelah seharian ini jalan-jalan ke Shibuya. Aku tidak membeli banyak barang, hanya beberapa pakaian dan lipbalm yang sudah hampir habis. Tidak seperti Momoko yang memang suka berbelanja.


Kemudian aku meletakan paperbag berisi belanjaan dimeja belajarku, kulirik Laptopku yang sedari tadi masih tersambung dengan Internet. Aku penasaran apa ada video lagi dari Fahmi-kun, lantas aku menyentuh touchpad. Ternyata ada dua pembaharuan dari Chanel Youtubenya.


Aku-pun memutar videonya, detik pertama dia tersenyum sambil memberi salam padaku. “Hai Keiko-chan, aku sudah sampai di Jepang. Jepang itu ternyata sangat indah ya, aku percaya orang spesial sepertimu terlahir disini, karena Negara ini sangat indah sepertimu.” Ucapnya sedikit membual. Detik-detik berikutnya dia menyorot tempat-tempat yang tidak asing bagiku membuat keningku berkerut. Dan dia mengatakan sedang berada di Haneda Airport, itu artinya dia memang benar-benar serius datang ke Jepang. Aku tertegun melihatnya, dengan penuh semangat dia tersenyum

“Keiko-chan apa kau suka makanan yang kita pesan tadi,” tanya Momoko yang sepertinya sibuk dengan belanjaannya di tempat tidurku. Aku tidak sempat menanggapinya, karena aku hanya mendengar suaranya tapi jiwaku sudah terbang kemana-mana memikirkan Fahmi-kun yang benar-benar datang kemari.


Tanganku bergetar hebat , jantungku berdetak keras saat aku ingin memutar video yang kedua, tapi aku tetap harus melihatnya untuk memastikan bahwa Fahmi-kun benar-benar ada di Jepang.


“Keiko-chan kau tidak menjawabku?” ulang Momoko yang tidak juga kujawab, “Keiko apa yang sedang kau lakukan?” lanjutnya. Tapi karena penasaran, kurasa Momoko turun dari ranjangku dan ikut melihat apa yang sedang aku tonton di Youtube.


“Hai Keiko-chan, aku sudah berada distasiun Shibuya. Kau percaya kan aku benar-benar datang? Aku akan berfoto dengan patung Hachiko,” ucap Fahmi-kun didalam videonya. Lalu dia berlari-lari kecil menuju patung Hachiko, patung anjing setia yang terkenal diseluruh dunia karena kisah sedihnya.

Aku membungkam mulutku tak percaya melihatnya, perlahan airmataku jatuh mengalir dipipiku. Aku tidak percaya Fahmi-kun benar-benar membuktikan janjinya, aku tidak percaya Fahmi-kun rela berkorban hanya untuk meminta maaf padaku. Detik-detik berikutnya aku terisak mendengarnya akan mencariku besok, karena dia tidak mau menggangguku kalau dia mencariku hari ini. lagipula malam sudah menjelang.


“Hiks... Fahmi-kun...” cicitku pelan. pundakku bergetar menahan tangisanku, aku merasa sangat bersalah padanya. Aku sangat kejam membiarkannya berjuang sendirian, aku kejam sudah tidak mempercayainya dari awal. Tapi apa? Dia buktikan janjinya, dia buktikan cintanya padaku. Dan sialnya hanya Kanon yang percaya akan hal itu, aku memang payah!


“Keiko-chan....” Momoko yang berada disampingku memelukku dari samping, dia mengusap-usap lenganku untuk sekedar memberikan dukungan kecil.


Sekarang apa yang harus aku lakukan? Aku ingin sekali menjemputnya disana, memeluknya sambil berkata aku juga sangat mencintainya. Tapi video itu diunggah sekitar dua jam yang lalu. Apa Fahmi-kun masih disana? menginap dimanakah Fahmi-kun? Apa dia baik-baik saja, dia belum pernah ke Jepang sebelumnya.


Mungkin sebaiknya aku meminta alamat Emailnya pada Kanon-chan, iya aku akan menghubungi Fahmi-kun.


TBC
 
"keiko.. sugoi.."
:huh: jd ke inget mantan.. jauh2 nyamperin tp dy te2p ga mw ketemu..
 
ihh,,jd ilang ni image imutnya sist vio
tp ane ttep tunggu kok,wlau jd zombie salipun

Hehee... imut yah. ttp imut tenang aja.
Aih....seyyeeeemmmm..... :takut:
:ampun:
:ampun:



Siap, ditunggu lho, Sist. Makasih dah manjain kami yg hanya bisa menuntut update. Mau kasih kripik eh tiap mau dikirim, dihapus lagi, kwatir ga berkenan dihati. Jadinya cuma komen mantap, jempol, keren, lanjut trus tanya kapan update. Ga ngerti susahnya TS menulis.
Mau kasih cendol, eh kok keluar gini ya
"You must spread some Reputation around
before giving it to Shibuya again."

Duh, kok malah curcol ya, kayaknya ni komen terpanjang ane di semprot(dot)com

:ampun:
yaah... jangan gitu dong :(
klo mau kasih kritik gapapa... bisa di PM klo gamau disini.
Masa keren, bagus cuma buat nyenengin. itu namanya boong dong. :( saya sedih loh...
:hore:





Yaaay mw apdet, nunggu ahhh sambil :ngeteh:

udah nih. baca yaa
di tunggu sis vio
kangen sama keiko-chan :sayang:
tpi jgn lama lama y update y :kangen:

maaf ya lama... hehe
Tante Lisna...:kangen:

#apdet dong put..:ampun:

aaah tante lisna mulu :p
Ayo non vio semangat buat update :banzai: udah ga sabar ni :kangen:

udaaah...hehe
woke...:hore: nona Vio..
senantiasa menunggu datengnya kereta..
:cup:mmuaahh
mm:cup:uahhhh
mmmuuaaahhhh:cup:hhh
tak tambahin mood booster biar makin banter itu sepurr
:D

Hahahai... udah update nih. karena mood booster nih kayaknya. wwkk
Sissssttttt update donggg

:cup:

udah nih... baca ya :D
Siyappp suhu always waiting

udah loohh
asik malam minggu di temani keiko-chan :kangen:

hahai... kesampaian yah

okeee silahakn :)
"keiko.. sugoi.."
:huh: jd ke inget mantan.. jauh2 nyamperin tp dy te2p ga mw ketemu..

waaah... kasian ngt tuh :(
jadi pengin nyusul fahmi ke jepang :ngiler:

Ikut aja om... hehe
 
Kurang hard prjuangannya...
#sempet kepikiran fahmi bkalan backpckeran kejepang naik sepeda ontel..
Dan trnyta... Maaf yah put..just my imagination...

#yo yo yo..tetep.semangat putri...n semoga siFahmi nyasar bisr lbh dramatis, atwa kclakaan n trekam video..
 
Sempet ngira kalo tamu misterius itu kanon sm fahmi, eh gk taunya salah.


Kyaaaaa gk sbar nunggu fahmi ktmu keiko... :hore:


:jempol: buat updatenya

Ditunggu ya :kangen:
 
Cerita ini harus lebih keren dong. Klo nyasar bis itu sudah mainstream. Harus anti-mainstream. :papi:
 
Bimabet
Ah, iya. Di cerita ini ane bakalan bahas banyak tentang Jepang.
Bisa jadi bakal buat referensi klo liburan ke sana. Hehehehe :D
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd