Dua hari terakhir aku menghabiskan waktu dengan beberapa aktivitas yang cukup padat. Beberapa pesan wa baik dari Monica, Rina ataupun Yelena aku diamkan. Kadang aku merasa bersalah. Tapi bagaimana lagi. Beginilah aku, tidak mau melakukan setiap pekerjaan dengan setengah-setengah. Setiap mendapatkan pekerjaan atau tugas, aku berupaya untuk melakukan lebih baik, bahkan melebihi harapan yang telah diberikan.
Ahhh... Sekarang pukul 13.00. Beberapa waktu lalu orang kantor bagian administrasi telah kontak aku menanyakan tiket pesawat untuk kembali ke Jakarta. Setiap aku pergi tugas keluar kota, aku selalu minta untuk dipesankan paling pagi, dan jika kembali ke Jakarta aku meminta untuk pulang penerbangan paling malam, seperti hari ini.
Aku ingat beberapa pesan di handphone. Satu-satu aku balas. Ada pesan dari adekku, menanyakan apakah aku di Surabaya dan apakah tidak mampir untuk menengok orang tuaku. Tentunya, aku akan pulang. Meski sekedar memeluk ibuku, atau mengajak makan ibu. Entah dari dulu, aku mungkin dikenal anak yang paling manja.
Seperti saat ini. Kebiasaanku, meskipun aku sudah cukup mandiri sedari sekolah di SMA, tiap kali aku makan dengan ibu, selalu memintanya untuk menyuapiku, pada suapan sendok pertama. Ya aku ingin selalu merasakan kasih sayang ibuku. Seperti sekarang ini.
Setelah aku anggap cukup, aku berpamitan dengan ibu dan adekku paling kecil. Ku ciup kening ibu dan adekku. Saat ini, dua perempuan inilah yang menjadi cahayaku.
***
Sebelum aku kembali ke hotel, aku mencoba menelepon Monica. Ku tanyakan apakah bisa aku mengajaknya makan, ya entah makan apa jika dilakukan pukul 15. Biarlah, toh Monica juga menyanggupinya. Kita sepakat makan di resto hotel tempatku menginap.
Banyak perbincangan yang kami lakukan. Entah kenapa aku merasa cocok saja dengannya, aku yakin sebaliknya. Monica juga cocok. Tak terasa waktu berjalan cukup cepat. Sekarang waktu menunjukkan pukul 16.00. Meskipun waktu cukup panjang untuk bersiap-siap, jadwal penerbanganku pukul 21 lewat.
Aku menawarkan perpisahan padanya, ya tidak lain untuk menyiapkan keperluan sebelum berangkat ke Jakarta. Hening sesaat.
"Fay, apa boleh aku membantumu untuk siap-siap?" Tanya Monica, sepertinya dia melontarkan pertanyaan dengan ragu-ragu.
Aku diam sesaat.
"Kamu tidak keberatan." Timpa dia. Akupun tidak bisa menolaknya. Aku ajak dia menuju kamarku, ya di lantai 10. Di dalam lift kami hanya diam. Sesekali aku tatap matanya dengan lekat. Ah... Aku sepertinya telah jatuh cinta.
***
Di dalam kamar hotel, aku persilahkan Monica duduk di sofa pojok. Aku pamit untuk bebersih sebentar. Di dalam kamar mandi aku berfikir keras. Ahhh. Apa yang akan terjadi nanti. Biarlah aku tidak akan memulai. Ah tapi gimana lagi. Aku sedikit bergumam, kenapa setiap perkenalan dengan seorang perempuan aku tidak bisa untuk berfikir lebih maju. Tidak hanya cinta 'setengah badan' saja. Tetapi cinta yang sungguh-sungguh.
Aku keluar kamar mandi. Terlihat Monica membaca sebuah majalah yang telah disediakan oleh hotel di meja tersebut. Aku berjalan mendekati Monica. Tiba-tiba dia berdiri dan memelukku. Sontak aku kaget.
"Fay, aku suka kamu!!!" Terasa cepat kalimat itu keluar dari bibir tipis Monica. Aku diam. Kedua mataku mungkin seperti terjerembab. Masih belum percaya. Mungkin ini proses yang cukup cepat, dibandingkan perkenalkan pada Yelena. Dibutuhkan waktu yang cukup panjang, ya dengan Yelena memang dulu aku yang mengejar-ngejar dia. Dan akhirnya dia menerima ku.
Monica merapat kan pelukannya. Tubuhku terasa hangat, padahal suhu udara cukup dingin akibat pendingin ruangan di kamar. Sekali lagi ku tatap mata Monica dengan dalam.
Entah siapa yang memulai dan apa saja yang telah terjadi. Saat ini kami sedang berciuman. Wangi bibirnya sangat aku rasakan.
Ah Tuhan...
Sesekali lidah kami bertemu. Liurku menyatu dengannya, dzatku bercampur aduk menyatu dengannya. Terasa manis, itulah yang ku rasa. Entah bagaimana kami menata birahi. Kami cukup menikmatinya. Ubun-ubun ku terasa paling tinggi. Tak bisa diimajinasikan.
Kuangkat tubuhnya. Dia sudah rebahan. Kedua bola matanya terpejam, dan sesaat terbuka. Aku dekatkan wajahku kepada wajahnya.
"Aku ingin menjadi milikmu." Ucap Monica padaku.
Dia mencoba membuka satu persatu kancing kemejaku. Aku mengerti maksudnya. Sebaliknya ku coba membuka kancing celana panjang Monica. Pelan-pelan, kami menikmatinya. Kami masih memadu dengan sabar.
[BERSAMBUNG]