haryhidayat99
Semprot Lover
- Daftar
- 18 Aug 2015
- Post
- 293
- Like diterima
- 3.693
POV DIMAS
“TOK TOK TOK TOK TOK”
“le ayo bangun le, sudah siang ini”
“TOK TOK TOK TOK TOK”
“cklek” suara pintu kamarku terbuka, sesosok wanita berjilbab lebar masuk ke kamarku yang gelap gulita sambil membawa sapu.
“kamu jam segini masih tidur”
Ya itu adalah suara ibuku, wanita yang telah melahirkanku 21 tahun yang lalu. Dia adalah wanita sabar dan lembut hati yang selalu menyayangi keluarganya. Ibuku pun membuka gorden jendela kamar tidurku, membiarkan sinar matahari masuk ke dalam kamarku. Aku yang sebenarnya masih terlelap tidur pun, mau tidak mau harus membuka mata. Kulihat ibuku kini menyapu lantai kamarku sambil tetap mengomeliku, aku yang masih belum sadar sepenuhnya pun tidak mendengar jelas, namun yang pasti aku sedang diomeli.
“lihat itu lho, teman temanmu udah kerja, kamu mbok cari cari kerja, jangan males malesan terus”
Ya, beginilah keseharianku tiap pagi. Aku yang sudah lulus dari SMA sejak 3 tahun silam, hingga kini tidak jelas peruntungannya. Dulu aku pernah mencoba untuk mendaftar kuliah di perguruan tinggi. Namun karena persaingan ketat, dan kemampuan akademikku yang juga pas pasan, aku gagal merasakan bangku kuliah. Setelah itu karena tidak ada kesibukan, aku pun pernah mencoba bekerja di coffe shop yang sedang menjamur di kota kelahiranku.
Namun entah tidak cocok atau apa, aku hanya bertahan selama 1 bulan di sana. Setelah itu aku memilih keluar dari pekerjaanku yang sebenarnya kudapatkan dari temanku itu. Sejak saat itu hingga hari ini, kuhabiskan hari hari ku hanya dengan bermalas malasan dan bermain game di smartphone ku.
Oiya sebelumnya perkenalkan namaku dimas, nama lengkapnya siapa kalian tidak perlu tahu. Aku adalah anak dari pasangan suami istri yang hidup di sebuah rumah sederhana di kampung kecil di kota yang ada di pinggir sungai bengawan solo. Ibuku sendiri bernama rahmawati, ibuku berusia 42 tahun, sehari hari sebagai seorang ibu rumah tangga. Kesibukannya mengurusi rumah beserta seluruh penghuninya. Aku tinggal bersama kedua orang tuaku, kedua adik laki lakiku serta kakek, ayah dari ibuku.
Ayahku bernama ridwan, pekerjaannya sebagai karyawan pabrik minuman instan ale ale. Pekerjaan yang sudah digelutinya sejak muda untuk menghidupi kami semua. Sebagai tulang punggung keluarga, penghasilan ayahku sebagai kerayawan sangat pas pasan, bahkan tidak jarang harus berhutang jika ada keperluan yang tidak terduga. Ibuku dulu pernah mencoba membantu perekonomian keluarga dengan berjualan makanan di rumah, namun mungkin belum rejeki atau bagaimana akhirnya usaha ibuku pun tutup karena tidak berkembang.
Sementara itu aku mempunyai 2 adik laki laki yang bernama reza dan andika, yang masing masing berumur 14 dan 9 tahun, jarak kelahiranku dan adik adikku memang berjauhan. Reza sekarang duduk di kelas 7 SMP sedangkan andika duduk di kelas 3 SD. Selain itu juga ada kakekku, ayah dari ibu yang tinggal bersama kami. Jadilah kami ber enam tinggal di rumah sederhana kami ini.
Kembali ke ceritaku, pagi ini setelah dibangunkan paksa oleh ibuku akupun beranjak keluar kamar. Kulihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 10.35, sudah siang memang bukan waktu normal orang masih tertidur. Namun bagaimana lagi, aku yang tidak punya pekerjaan menghabiskan waktu dengan bermain game PUBG di hape smartphone ku. Dan jika sudah bermain game pasti sampai lupa waktu, dan bisa sampai larut malam. Entah karena insomnia atau apa aku tidak tahu, aku baru bisa tidur menjelang subuh dan baru bangun menjelang tengah hari.
Hari ini seperti hari hari biasanya, di rumah hanya ada aku, ibuku dan kakek. Ayahku pasti sudah berangkat kerja jam 7 tadi pagi dan baru pulang nanti sore menjelang magrib. Sementara kedua adikku juga pasti sedang bersekolah, sampai nanti siang. Sementara ibuku sibuk dengan pekerjaan rumah, kakekku pasti sibuk dengan pekerjaan servis elektroniknya. Kakekku memang pandai untuk membongkar dan memperbaiki alat elektronik yang rusak, bahkan sering menerima pekerjaan jas servis elektronik dari tetangga sekitar.
Sementara aku, setelah bangun tidur tanpa tujuan yang jelas hanya kuhabiskan untuk bermian hape atau menonton siaran televisi. Seperti siang ini setelah mandi dan sarapan sekaligus makan siang, aku hanya duduk termenung di teras rumah melihat orang lalu lalang dengan kesibukannya masing masing.
Di siang hari yang terik itu, ibuku yang sedang menyiapkan makan siang di dapur, mendapat panggilan telpon dari nomor telpon rumah yang tidak dikenal. Ibuku berteriak memanggil ku yang tenag duduk duduk santai, setelah menjawab panggilan telpon tadi.
“dimmmmm….dimassssss.. kamu dimana nak?” teriak ibuku dengan suara gemetar
“iya bu, dimas di teras” jawabku sambil berjalan masuk rumah begitu mendengar suara teriakan ibu.
“ayo nak, anter ibu ke rumah sakit” kata ibuku sambil sibuk mematikan kompor.
“ada apa bu?” aku yang mendengar kata rumah sakitpun jadi ikut khawatir.
“ini tadi ditelpon dari kantor pabrik bapakmu, katanya bapakmu kecelakaan. Nah ini bapak mu lagi di rumah sakit”
Aku yang mendengar bapakku kecelakaan menjadi ikut cemas. Sementara kakekku juga membereskan alat alat elektroniknya.
“wis kamu anter ibukmu ke rumah sakit, biar simbah yang jaga rumah sama nunggu adik asikmu pulang nanti” kata simbah
“iya pak, nanti kalo makan itu sayur sama telur dadarnya udah siap, tinggal nunggu nasinya mateng” jawab ibuku
“wis itu gampang, kalian siap siap berangkat aja sekarang biar gak kesiangan”
Aku pun segera masuk ke kamarku untuk memakai celana panjang jeans ku dan jaket, sementara ibu juga berganti gamis dan memakai jilbab lebar yang biasa dipakai keluar rumah.
BEBERAPA JAM KEMUDIAN
Aku dan ibuku sedang duduk di luar operasi, menunggu bapakku yang terjatuh saat bekerja sehingga mengalami patah tulang kaki. Saat ini sedang dilakukan operasi untuk menyambung tulang bapakku yang patah. Selain itu bersama kami, juga ada beberapa orang perwakilan dari pabrik tempat bapakku bekerja, mereka juga ikut menunggui proses operasi bapakku dan juga sebagai bentuk dukungn kepada kami keluarganya. Seorang wanita setengah baya dan laki laki yang masih muda dari bagian personalia, dan seorang bapak bapak dari bagian bapakku bekerja.
Cukup lama operasi yang dimulai jam 12.30 tadi hingga kini sudah jam 14.00 belum selesai. Aku sudah menghabiskan nasi kotak yang dibelikan oleh orang orang dari pabrik bapakku karena lapar menunggu begitu lama, sementara ibuku bahkan tidak menyentuh nasinya sama sekali. Kulihat matanya merah sembab karena semenjak tadi terus menangis mengkhawatirkan bapakku. Wanita dari bagian personalia tadi tampak terus menguatkan ibuku sambil tangannya merangkul ibu, sementara bapak bapak dan laki laki muda tadi sedang berbicang satu sama lain, sambil sesekali menjawab pesan whatsapp atau menerima panggilan telepon yang masuk.
Sementara aku hanya duduk diam, tidak tahu harus apa.ketika aku hendak mengeluarkan hape ku untuk mencoba bermain game, nampak seorang laki laki berjalan dari kejauhan menuju depan ruang opersi tempat kami berada. Orang orang dari pabrik bapak yang juga menyadari ada seorang laki laki setengah baya keturunan tionghoa dengan penampilannya yang sederhana namun rapi dipadu dengan fisiknya yang masih tegap berjalan dengah penuh wibawa itu, segera menyambut kedatangannya.
Mereka berdiri sejajar bersiap menyalami laki laki asing yang baru datang itu, dan nampak berbicara serius sambil sesekali melihat ke arah aku dan ibuku tengah duduk. Sesaat kemudian dengan sopan, lelaki itu mencoba menyapa aku dan ibuku. Akupun mengurungkan niatku bermain game
“permisi ibu, maaf sebelumnya perkenalkan saya tantowi, kebetulan saya adalah pimpinan sekaligus pemilik pabrik tempatpak ridwan bekerja.” Sambil mencoba mengulurkan tangan bergantian menyalami kami.
Aku yang menyadari bahwa lelaki tionghoa itu adalah bos bapakku pun, segera menyambut uluran tangannya sambil bergumam dalam hati. “pantas orang orang tadi nampak hormat sekali dengan laki laki ini.”
Sementara ibuku membalas nya dengan mengatupkan tangan di depan dada, menghindari bersentuhan langsung dengan lelaki tionghoa itu.
“saya turut prihatin, atas kemalangan yang menimpa pak ridwan, sangat disayangkan salah satu pak ridwan yang merupakan salah satu karyawan teladan di tempat kami harus mengalami kejdian yang tidak diharapakan sama sekali ini.”
“terima kasih pak” jawab ibuku singkat sambil terus menahan air mata.
“ibu jangan khawatir, soal administrasi rumah sakit akan diselesaikan oleh orang orang dari pabrik kami. Biu cukup fokus saja pada operasi yang sedang dijalani pak ridawan.”
Belum sempat ibuku menjawan, tiba tiba pintu ruang operasi terbuka dan terlihat ayahku dibawa dengan ranjang dorong oleh sepasang perawat dalam keadaan yang masih belum sadar. Bersamaan itu juga nampak serorang dokter yang memakai jas putih ikut menyertai di belakang. Kamipun segera mengahmpiri nya.
“operasi pak ridwan sudah selesai, sekarang tinggal menunggu sadar saja, sambil dilakukan observasi” kata dokter itu menyampaikan kondisi bapakku.
“sekrang pak ridwan akan kami pindahkan ke ruang rawat inap, mari ikut kami”
Tanpa banyak bicara aku, ibu dan orang orang dari pabrik bapak mengikuti ranjang dorong tempat bapakku berbaring didorong menyusuri lorong rumah sakit. Ibu nampak berjalan membarengi di samping ranjang sambil memegangi bapakku, sementara kami yang lain mengikuti dari belakang.
Sampailah kami di paviliun ruang perawatan yang terletak dilantai 2 rumah sakit, setelah menaiki lift untuk naik ke atas. Tidak seperti bangsal perawatan kelas 3 yang berisi pasien pasien pengguna kartu jaminan kesehatan, ruangan rawt inap bapakku hanya berisi satu ranjang yang berarti hanyak bapakku saja pasien yang dirawat disitu. Belum lagi fasilitas seperti ac, kulkas beserta televisi led layar datar. Selain itu juga terdapat sofa besa yang besar dan nampak empuk dan juga ranjang kecil yang mungkin untuk penunggu pasien.
Baru kali ini aku masuk di ruang perawatan rumah sakit dengan fasilitas layaknya sebuah hotel itu, yang ternyata baru kuketahui memiliki kelas VIP. Akupun bersyukur ternyata tempat bapakku bekerja sangat memperhatikan para pekerjanya.
2 MINGGU SETELAH KECELAKAAN BAPAK.
Malam ini, sudah 2 hari bapak pulang ke rumah, setelah hampir selama 12 hari di rawat di rumah sakit paska operasi tulang kaki yang harus dijalani. Kini kondisi bapak sudah jauh lebih baik meskipun belum bisa berjalan karena masih menunggu pemulihan. Selain itu juga bapak masih harus control seminggu sekali ke rumah sakit untuk memantau kondisi kakinya setelah dioperasi.
Karena kondisi bapak yang belum bisa pergi kemana mana, praktis beberapa tugas yang biasa dilakukan dilimpahkan ke aku, seperti pagi pagi harus mengantar kedua adikku ke sekolah dengan motor atau sekedar keluar membelikan barang kebutuhan rumah. Aku yang tidak punya kesibukan apa apa pun tidak masalah menerima tugas tugas itu, hanya saja membuat waktu main game ku sedikit terganggu.
Sementara itu kami masih sering didatangi beberpa tetangga kampung maupun sanak saudara dekat maupun jauh yang datang ke rumah, karena belum sempat menengok keadaan bapak di rumah sakit, adalah hal lumrah yang biasa dilakukan di lingkungan tampatku tinggal. Ibukku biasa menemui tamu tamu yang datang atau bergantian dengan kakekku jika sedang sibuk di dapur atau sedang mengurusi bapakku.
Hari sudah larut, kakek dan adik adikku sudah tertidur di kamar, aku hanya duduk di atas karpet depan televisi ruang tengah sambil memakan camilan maupun buah buahan suguhan tamu, yang dibawa oleh orang orang yang menjenguk bapak. Sementara itu ibuku nampak masih nampak berbicang bincang dengan bapak sambil membersihkan badan bapak, dengan kondisi pintu kamar yang terbuka.
Aku pun secara tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka.
“gimana bu tadi?” Tanya bapakku
“gimana apanya pak?” jawab ibu
Bapak : “yang itu tadi, tawaran dari pak tantowi”
Ibu : “belum tau lah pak, pokoknya sekarang yang penting bapak sembuh dulu, soal itu nanti dipikir belakang saja.”
Bapak : “tapi kan pak tantowi tadi nunggu jawaban dari kita segera, apalagi tadi tawarannya kan lumayan”
Ibu : “iya sih pak, tapi kan bapak juga masih nerima gaji dari pabrik selama gak masuk kerja ini kan.”
Bapak : “bener bu, tapi kan cuma gaji pokok , gak ada tunjangan sama uang lembur, mana cukup untuk nutup kebutuhan rumah. Belum lagi pasti buat ini itunya bapak juga”
Ibu :”ya dicukup cukupin pak, gimana caranya”
Bapak :”lagian kan kerjanya enak Cuma bantu bantu di rumah pak tantowi aja, itupun gak lama sampe bapak sembuh aja”
Ibu :”iya pak, tapi bapak kan juga tahu ibu kurang sreg kalo disuruh kerja ikut orang, apalagi sama orang orang kaya pak tantowi ”
Bapak :”kaya pak tantowi? Maksudnya orang orang tionghoa gitu bu?”
Ibu :”ya itu pak, apalagi”
Bapak :”memangnya kenapa sih bu? Mereka kan baik baik keluarganya”
Ibu :”baik sih baik pak, ya ibu takut aja, disana disuruh kerja yang gak gak.”
Bapak :”gak gak maksudnya gimana?”
Ibu :“ya ibu gak mau kalo kaya disuruh bersihin anjingnya atao disuruh masak babi, kan gak boleh pak itu.”
Bapak :”ya gak mungkin to bu, mereka juga sudah paham, nanti kan juga bisa diomongkan juga sekiranya ada yang ibu keberatan. Toh ini kan sebenarnya mereka sifatnya nolong kita aja, biar ada tambahan penghasilan sementara bapak gak kerja.”
Ibu :”iya deh pak ibu mau, tapi bapak yang ngomong ya.”
Bapak :”nah gitu dong bu, nanti kalo memang ibu gak sreg ato ada apa ya tinggal bilang aja ke bapak, nanti bapak bantuin ngomong.”
Ibu :”bener ya pak, trus nanti bapak di rumah bisa ngapain ngapain sendiri?”
Bapak:”ya ndak sendiri to, kan ada dimas juga di rumah, simbah juga ada. Wis to kamu ndak usah khawatir.biar besok bapak bilang ke mereka kapan ibu bisa mulai kerja”
Ibu :”yaudah, ibu manut bapak. Udah malam pak tidur yuk.”
Bapak :”iyo bu ne.”
Ibuku pun beranjak menutup pintu kamarnya, sambil berpesan padaku. “kamu jangan malam malam tidurnya, biar besok gampang bangun subuhan sama pagi pagi kan harus nganter adik adik to?”
“iya bu, ini sudah mau tidur” jawabku sambil menutup kaleng wafer nissin yang sejak tadi kumakan sambil menonton televisi.
Akupun mematikan televisi dan segera masuk kamar berbaring di atas kasur tempat tidurku. Aku yang biasanya menyempatkan bermain game sebelum tidur entah kenapa tidak ada mood sama sekali mala mini setelah mendengar percakapan bapak ibu tadi.
Aku sebagai anak laki laki pertama merasa gagal, karena di tengah kondisi keluargaku yang seperti ini, aku masih menganggur, belum bsa mencari uang. Aku seharusnya sudah bisa membantu meringankan kondisi perekonomian keluarga, namun yang terjadi malah sebaliknya aku merasa hanya menjadi beban keluarga di usia ku yang sudah 21 tahun ini. Sementara bapak ibuku yang sudah semakin berumur justru masih harus membanting tulang untuk mencukupi nafkah keluarga.
HARI SENIN, 5 HARI KEMUDIAN (POV IBU RAHMA)
Pagi pagi ini, aku sudah harus bersiap berangkat ke rumah keluarga pak tantowi, bos dari suamiku. Sudah 4 hari ini aku mulai bekerja di sana. Anakku yang pertama yang mengantarku nanti setelah kembali dari mengantar adik adiknya ke sekolah. Akupun berdandan sebentar dan memastikan makanan untuk orang rumah sudah tersedia sambil menunggu anak pertamaku kembali.
“pak, ibu berangkat dulu ya” kataku berpamitan pada suamiku yang saat in sudah bisa duduk duduk di depan televisi.
“iya bu ati ati ya” jawab suamiku
“nanti kalo mau makan minta tolong dimas aja, itu lauk sama sayurnya udah ibu siapin” pesanku
“iya udah gampang itu.”
Terdengar suara motor matic Honda vario 125 cc di depan rumah, menandkan anakku dimas sudah kembali dari mengantar adik adiknya. Akupun segera bergegas keluar untuk berangkat diantar naik motor.
“ibu berangkat dulu pak, assalamualaikum.”
“wa’alaikummussalaam.”
Aku memakai helm hitam yang sudah disiapkan di atas kursi teras rumah, lalu tidak menunggu lama segera naik motor dibonceng anakku.
Sebenarnya jarak dari rumahku ke rumah keluarga pak tantowi tidak jauh, namun karena melewati jalan penghubung kabupaten sering ada razia polisi di pagi hari, jadi aku harus selalu memakai helm ketika berangkat kerja, toh ini juga untuk keselamtanku juga. 10 menit aku menyusuri jalanan yang ramai pagi itu sambil dibonceng anakku, hingga akhirnya aku tiba di depan rumah kelaurga pak tantowi.
Akupun segera turun dari motor, dan melepas helm ku. Kuangsurkan helm yang tadi kupakai pada anakku dimas, sambil berpesan kepadanya.
“nanti kamu di rumah aja, jangan kemana mana, kasian bapakmu di rumah”
“iya bu”
“itu sayur lodeh sama telur tahu tempe udah ada, nanti kamu nagetin lodehnya aja kalo mau makan siang. Yaudah ibu masuk dulu ya.”
Akupun berpamitan pada anakku, sambil tanganku dicium salaman.
“udah ya, assalamualaikum”
“wa’alaikummussalaam bu”
Akupun segera bergegas masuk ke dalam gerbang rumah yang besar dan mewah itu, aku masuk sambil menyapa satpam penjaga rumah. Kulihat mobil Toyota alphard yang biasa dipakai pak tantowi sudah bersiap mengantar pemiliknya itu bernagkat ke pabrik. Dari dalam rumah kulihat juga pak tantowi dan istrinya nampak bersiap pergi, namun anehnya sambil masing masing membawa koper besar. Akupun bersiap menyapa mereka yang sudah nampak buru buru pagi itu.
“selamat pagi ibu, bapak”
“eh mbak rahma, pagi mbak” jawab pak tantowi dan bu Olivia, istri pak tantowi ramah seperti biasa.
“oiya mbak gimana kabar pak ridwan?” Tanya pak tantowi menyahut.
“sudah baikan pak, ini sudah bisa duduk duduk sendiri di depan tv.”
“syukurlah kalo begitu, semoga cepat sembuh seperti semula lagi ya mbak”
“aminn bu, amiin.”
“oiya mbak, hari ini kami mau berangkat ke singapura, ada kerjaan disana sekalian sama istri saya juga da perlu. Kira kira disana semingguan.”
“baik pak.”
“nitip rumah ya mbak, sama si leon juga ya, dia diajakin ke singapura tumben gak mau padahal masih libur belum masuk sekolah.”
“iya baik pak.”
“yaudah ya mbak kami berangkat dulu, mau ngejar pesawat pagi ini.” Kata mereka sambil masuk ke dalam mobil mewah seharga 1 miliar lebih itu. Sementara barang barang bawaan di masukkan ke pintu belakang oleh sopir.
Akupun ikut mengantar kepergian mereka hingga mobil meninggalkan halaman rumah dan satpam menutup pintu gerbangnya.
Akupun segera masuk ke dalam rumah untuk melaksanakan kewajbanku.
“mas joko saya masuk dulu ya.” Sapaku pada satpam yang nampak sedikit bersantai setelah kebrangkatan bosnya tadi.
“oiya mbak.”
Setelah beberapa hari bekerja di sini, ternyata apa yang kutakutkan tidak terjadi. Selain pekerjaanku yang tidak berat hanya sekedar bersih bersih rumah, ternyata keluarga ini benar benar baik. Aku diterima seperti keluarga sendiri dan akupun juga nyaman bekerja disini. Kalaupun ada yang sedikit mengganjal adalah tentang anak semata wayang pak tantowi dan bu Olivia, yang bernama leon tadi. Sebenarnya anaknya baik tapi terkesan cenderung tertutup dan misterius, ah atau mungkin itu hanya perasaanku saja.
Mungkin dia masih belum akrab kepadaku yang baru bekerja beberapa hari disini. Terlebih anak yang baru saja naik kelas 3 SMA itu mungkin ada kesibukan lain, terbukti dari seringnya dia menghabiskan waktunya di dalam kamar. Akupun tidak terlalu memikirkan hal itu lagi dan segera memulai pekerjaanku hari ini.
Aku bersiap untuk mulai membersihkan lantai dua rumah yang besar ini. Aku mengambil peralatan dari gudang kebersihan dan membawanya menaiki tangga melingkar menuju lantai 2. Lantai ini adalah tempat ruang pribadi kelurga ini, kamar tidur pak tantowi dan bu Olivia ada di lantai ini. Begitu juga kamar leon, anak semata wayangnya juga ada dilantai ini. Jika biasanya ibu Olivia berlalu lalang di lantai ini, hari ini terasa begitu sepi karena tidak ada siapapun di rumah ini.
Hanya ada leon, yang kutebak biasanya ada di dalam kamarnya dengan pintu tertutup, kupikir si empunya kamar sedang di dalam kamar seperti biasa. Akupun mulai dengan membersihkan sofa besar coklat yang ada di tengah ruangan lantai 2 ketika tiba tiba aku melihat dari pantulan cermin besar di belakang sofa ada sesosok besar berdiri tepat di belakangku. Aku pun sempat terkejut sebelum menyadari sosok itu tidak lain anak semata wayang bos ku tadi, yang biasa kupanggil koko leon.
Baru saja aku hendak menoleh ke belakang, tiba tiba tubuhku terdorong sangat kuat sampai aku terhempas di atas sofa.
“aduhhhh…ko leon kenapa dorong saya.” Tanyaku sambil kesakitan.
Namun seketika aku bergidik ngeri melihat perangai ko leon yang dingin dan menyeramkan. Anak yang baru berumur 18 tahun itu terlihat bengis dan seakan akan dia akan memangsaku. Menyadari kondisiku yang terdesak, jantungku berdetak semakin cepat. Akupun semakin ketakutan, terlebih ketika senyum seringai ko leon semakin lebar.
“hwehwehwehewe.”
“koko mau ngapain?” tanyaku ketakutan.
Dia semakin mendekati diriku yang berada di atas sofa. Akupun mencoba menghindar, namun terhalang oleh sandaran sofa yang besar. Aku tidak bisa menghindar kemana mana lagi, kini aku bagaikan mangsa yang sudah terjerat. Tanpa banyak bicara, dia lalu menyergap tubuhku. Tangan kirinya mendorong tubuhku sedangkan tangan kanannya membungkam hidung dan mulutku. Ko leon yang mempunyai tinggi hamper 180 cm tentu bukan lawan sepadan untukku seorang wanita berumur dengan tinggi hanya sekitar 160 cm.
Tiba tiba akupun merasa pusing dan tak sadarkan diri.
“TOK TOK TOK TOK TOK”
“le ayo bangun le, sudah siang ini”
“TOK TOK TOK TOK TOK”
“cklek” suara pintu kamarku terbuka, sesosok wanita berjilbab lebar masuk ke kamarku yang gelap gulita sambil membawa sapu.
“kamu jam segini masih tidur”
Ya itu adalah suara ibuku, wanita yang telah melahirkanku 21 tahun yang lalu. Dia adalah wanita sabar dan lembut hati yang selalu menyayangi keluarganya. Ibuku pun membuka gorden jendela kamar tidurku, membiarkan sinar matahari masuk ke dalam kamarku. Aku yang sebenarnya masih terlelap tidur pun, mau tidak mau harus membuka mata. Kulihat ibuku kini menyapu lantai kamarku sambil tetap mengomeliku, aku yang masih belum sadar sepenuhnya pun tidak mendengar jelas, namun yang pasti aku sedang diomeli.
“lihat itu lho, teman temanmu udah kerja, kamu mbok cari cari kerja, jangan males malesan terus”
Ya, beginilah keseharianku tiap pagi. Aku yang sudah lulus dari SMA sejak 3 tahun silam, hingga kini tidak jelas peruntungannya. Dulu aku pernah mencoba untuk mendaftar kuliah di perguruan tinggi. Namun karena persaingan ketat, dan kemampuan akademikku yang juga pas pasan, aku gagal merasakan bangku kuliah. Setelah itu karena tidak ada kesibukan, aku pun pernah mencoba bekerja di coffe shop yang sedang menjamur di kota kelahiranku.
Namun entah tidak cocok atau apa, aku hanya bertahan selama 1 bulan di sana. Setelah itu aku memilih keluar dari pekerjaanku yang sebenarnya kudapatkan dari temanku itu. Sejak saat itu hingga hari ini, kuhabiskan hari hari ku hanya dengan bermalas malasan dan bermain game di smartphone ku.
Oiya sebelumnya perkenalkan namaku dimas, nama lengkapnya siapa kalian tidak perlu tahu. Aku adalah anak dari pasangan suami istri yang hidup di sebuah rumah sederhana di kampung kecil di kota yang ada di pinggir sungai bengawan solo. Ibuku sendiri bernama rahmawati, ibuku berusia 42 tahun, sehari hari sebagai seorang ibu rumah tangga. Kesibukannya mengurusi rumah beserta seluruh penghuninya. Aku tinggal bersama kedua orang tuaku, kedua adik laki lakiku serta kakek, ayah dari ibuku.
Ayahku bernama ridwan, pekerjaannya sebagai karyawan pabrik minuman instan ale ale. Pekerjaan yang sudah digelutinya sejak muda untuk menghidupi kami semua. Sebagai tulang punggung keluarga, penghasilan ayahku sebagai kerayawan sangat pas pasan, bahkan tidak jarang harus berhutang jika ada keperluan yang tidak terduga. Ibuku dulu pernah mencoba membantu perekonomian keluarga dengan berjualan makanan di rumah, namun mungkin belum rejeki atau bagaimana akhirnya usaha ibuku pun tutup karena tidak berkembang.
Sementara itu aku mempunyai 2 adik laki laki yang bernama reza dan andika, yang masing masing berumur 14 dan 9 tahun, jarak kelahiranku dan adik adikku memang berjauhan. Reza sekarang duduk di kelas 7 SMP sedangkan andika duduk di kelas 3 SD. Selain itu juga ada kakekku, ayah dari ibu yang tinggal bersama kami. Jadilah kami ber enam tinggal di rumah sederhana kami ini.
Kembali ke ceritaku, pagi ini setelah dibangunkan paksa oleh ibuku akupun beranjak keluar kamar. Kulihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 10.35, sudah siang memang bukan waktu normal orang masih tertidur. Namun bagaimana lagi, aku yang tidak punya pekerjaan menghabiskan waktu dengan bermain game PUBG di hape smartphone ku. Dan jika sudah bermain game pasti sampai lupa waktu, dan bisa sampai larut malam. Entah karena insomnia atau apa aku tidak tahu, aku baru bisa tidur menjelang subuh dan baru bangun menjelang tengah hari.
Hari ini seperti hari hari biasanya, di rumah hanya ada aku, ibuku dan kakek. Ayahku pasti sudah berangkat kerja jam 7 tadi pagi dan baru pulang nanti sore menjelang magrib. Sementara kedua adikku juga pasti sedang bersekolah, sampai nanti siang. Sementara ibuku sibuk dengan pekerjaan rumah, kakekku pasti sibuk dengan pekerjaan servis elektroniknya. Kakekku memang pandai untuk membongkar dan memperbaiki alat elektronik yang rusak, bahkan sering menerima pekerjaan jas servis elektronik dari tetangga sekitar.
Sementara aku, setelah bangun tidur tanpa tujuan yang jelas hanya kuhabiskan untuk bermian hape atau menonton siaran televisi. Seperti siang ini setelah mandi dan sarapan sekaligus makan siang, aku hanya duduk termenung di teras rumah melihat orang lalu lalang dengan kesibukannya masing masing.
Di siang hari yang terik itu, ibuku yang sedang menyiapkan makan siang di dapur, mendapat panggilan telpon dari nomor telpon rumah yang tidak dikenal. Ibuku berteriak memanggil ku yang tenag duduk duduk santai, setelah menjawab panggilan telpon tadi.
“dimmmmm….dimassssss.. kamu dimana nak?” teriak ibuku dengan suara gemetar
“iya bu, dimas di teras” jawabku sambil berjalan masuk rumah begitu mendengar suara teriakan ibu.
“ayo nak, anter ibu ke rumah sakit” kata ibuku sambil sibuk mematikan kompor.
“ada apa bu?” aku yang mendengar kata rumah sakitpun jadi ikut khawatir.
“ini tadi ditelpon dari kantor pabrik bapakmu, katanya bapakmu kecelakaan. Nah ini bapak mu lagi di rumah sakit”
Aku yang mendengar bapakku kecelakaan menjadi ikut cemas. Sementara kakekku juga membereskan alat alat elektroniknya.
“wis kamu anter ibukmu ke rumah sakit, biar simbah yang jaga rumah sama nunggu adik asikmu pulang nanti” kata simbah
“iya pak, nanti kalo makan itu sayur sama telur dadarnya udah siap, tinggal nunggu nasinya mateng” jawab ibuku
“wis itu gampang, kalian siap siap berangkat aja sekarang biar gak kesiangan”
Aku pun segera masuk ke kamarku untuk memakai celana panjang jeans ku dan jaket, sementara ibu juga berganti gamis dan memakai jilbab lebar yang biasa dipakai keluar rumah.
BEBERAPA JAM KEMUDIAN
Aku dan ibuku sedang duduk di luar operasi, menunggu bapakku yang terjatuh saat bekerja sehingga mengalami patah tulang kaki. Saat ini sedang dilakukan operasi untuk menyambung tulang bapakku yang patah. Selain itu bersama kami, juga ada beberapa orang perwakilan dari pabrik tempat bapakku bekerja, mereka juga ikut menunggui proses operasi bapakku dan juga sebagai bentuk dukungn kepada kami keluarganya. Seorang wanita setengah baya dan laki laki yang masih muda dari bagian personalia, dan seorang bapak bapak dari bagian bapakku bekerja.
Cukup lama operasi yang dimulai jam 12.30 tadi hingga kini sudah jam 14.00 belum selesai. Aku sudah menghabiskan nasi kotak yang dibelikan oleh orang orang dari pabrik bapakku karena lapar menunggu begitu lama, sementara ibuku bahkan tidak menyentuh nasinya sama sekali. Kulihat matanya merah sembab karena semenjak tadi terus menangis mengkhawatirkan bapakku. Wanita dari bagian personalia tadi tampak terus menguatkan ibuku sambil tangannya merangkul ibu, sementara bapak bapak dan laki laki muda tadi sedang berbicang satu sama lain, sambil sesekali menjawab pesan whatsapp atau menerima panggilan telepon yang masuk.
Sementara aku hanya duduk diam, tidak tahu harus apa.ketika aku hendak mengeluarkan hape ku untuk mencoba bermain game, nampak seorang laki laki berjalan dari kejauhan menuju depan ruang opersi tempat kami berada. Orang orang dari pabrik bapak yang juga menyadari ada seorang laki laki setengah baya keturunan tionghoa dengan penampilannya yang sederhana namun rapi dipadu dengan fisiknya yang masih tegap berjalan dengah penuh wibawa itu, segera menyambut kedatangannya.
Mereka berdiri sejajar bersiap menyalami laki laki asing yang baru datang itu, dan nampak berbicara serius sambil sesekali melihat ke arah aku dan ibuku tengah duduk. Sesaat kemudian dengan sopan, lelaki itu mencoba menyapa aku dan ibuku. Akupun mengurungkan niatku bermain game
“permisi ibu, maaf sebelumnya perkenalkan saya tantowi, kebetulan saya adalah pimpinan sekaligus pemilik pabrik tempatpak ridwan bekerja.” Sambil mencoba mengulurkan tangan bergantian menyalami kami.
Aku yang menyadari bahwa lelaki tionghoa itu adalah bos bapakku pun, segera menyambut uluran tangannya sambil bergumam dalam hati. “pantas orang orang tadi nampak hormat sekali dengan laki laki ini.”
Sementara ibuku membalas nya dengan mengatupkan tangan di depan dada, menghindari bersentuhan langsung dengan lelaki tionghoa itu.
“saya turut prihatin, atas kemalangan yang menimpa pak ridwan, sangat disayangkan salah satu pak ridwan yang merupakan salah satu karyawan teladan di tempat kami harus mengalami kejdian yang tidak diharapakan sama sekali ini.”
“terima kasih pak” jawab ibuku singkat sambil terus menahan air mata.
“ibu jangan khawatir, soal administrasi rumah sakit akan diselesaikan oleh orang orang dari pabrik kami. Biu cukup fokus saja pada operasi yang sedang dijalani pak ridawan.”
Belum sempat ibuku menjawan, tiba tiba pintu ruang operasi terbuka dan terlihat ayahku dibawa dengan ranjang dorong oleh sepasang perawat dalam keadaan yang masih belum sadar. Bersamaan itu juga nampak serorang dokter yang memakai jas putih ikut menyertai di belakang. Kamipun segera mengahmpiri nya.
“operasi pak ridwan sudah selesai, sekarang tinggal menunggu sadar saja, sambil dilakukan observasi” kata dokter itu menyampaikan kondisi bapakku.
“sekrang pak ridwan akan kami pindahkan ke ruang rawat inap, mari ikut kami”
Tanpa banyak bicara aku, ibu dan orang orang dari pabrik bapak mengikuti ranjang dorong tempat bapakku berbaring didorong menyusuri lorong rumah sakit. Ibu nampak berjalan membarengi di samping ranjang sambil memegangi bapakku, sementara kami yang lain mengikuti dari belakang.
Sampailah kami di paviliun ruang perawatan yang terletak dilantai 2 rumah sakit, setelah menaiki lift untuk naik ke atas. Tidak seperti bangsal perawatan kelas 3 yang berisi pasien pasien pengguna kartu jaminan kesehatan, ruangan rawt inap bapakku hanya berisi satu ranjang yang berarti hanyak bapakku saja pasien yang dirawat disitu. Belum lagi fasilitas seperti ac, kulkas beserta televisi led layar datar. Selain itu juga terdapat sofa besa yang besar dan nampak empuk dan juga ranjang kecil yang mungkin untuk penunggu pasien.
Baru kali ini aku masuk di ruang perawatan rumah sakit dengan fasilitas layaknya sebuah hotel itu, yang ternyata baru kuketahui memiliki kelas VIP. Akupun bersyukur ternyata tempat bapakku bekerja sangat memperhatikan para pekerjanya.
2 MINGGU SETELAH KECELAKAAN BAPAK.
Malam ini, sudah 2 hari bapak pulang ke rumah, setelah hampir selama 12 hari di rawat di rumah sakit paska operasi tulang kaki yang harus dijalani. Kini kondisi bapak sudah jauh lebih baik meskipun belum bisa berjalan karena masih menunggu pemulihan. Selain itu juga bapak masih harus control seminggu sekali ke rumah sakit untuk memantau kondisi kakinya setelah dioperasi.
Karena kondisi bapak yang belum bisa pergi kemana mana, praktis beberapa tugas yang biasa dilakukan dilimpahkan ke aku, seperti pagi pagi harus mengantar kedua adikku ke sekolah dengan motor atau sekedar keluar membelikan barang kebutuhan rumah. Aku yang tidak punya kesibukan apa apa pun tidak masalah menerima tugas tugas itu, hanya saja membuat waktu main game ku sedikit terganggu.
Sementara itu kami masih sering didatangi beberpa tetangga kampung maupun sanak saudara dekat maupun jauh yang datang ke rumah, karena belum sempat menengok keadaan bapak di rumah sakit, adalah hal lumrah yang biasa dilakukan di lingkungan tampatku tinggal. Ibukku biasa menemui tamu tamu yang datang atau bergantian dengan kakekku jika sedang sibuk di dapur atau sedang mengurusi bapakku.
Hari sudah larut, kakek dan adik adikku sudah tertidur di kamar, aku hanya duduk di atas karpet depan televisi ruang tengah sambil memakan camilan maupun buah buahan suguhan tamu, yang dibawa oleh orang orang yang menjenguk bapak. Sementara itu ibuku nampak masih nampak berbicang bincang dengan bapak sambil membersihkan badan bapak, dengan kondisi pintu kamar yang terbuka.
Aku pun secara tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka.
“gimana bu tadi?” Tanya bapakku
“gimana apanya pak?” jawab ibu
Bapak : “yang itu tadi, tawaran dari pak tantowi”
Ibu : “belum tau lah pak, pokoknya sekarang yang penting bapak sembuh dulu, soal itu nanti dipikir belakang saja.”
Bapak : “tapi kan pak tantowi tadi nunggu jawaban dari kita segera, apalagi tadi tawarannya kan lumayan”
Ibu : “iya sih pak, tapi kan bapak juga masih nerima gaji dari pabrik selama gak masuk kerja ini kan.”
Bapak : “bener bu, tapi kan cuma gaji pokok , gak ada tunjangan sama uang lembur, mana cukup untuk nutup kebutuhan rumah. Belum lagi pasti buat ini itunya bapak juga”
Ibu :”ya dicukup cukupin pak, gimana caranya”
Bapak :”lagian kan kerjanya enak Cuma bantu bantu di rumah pak tantowi aja, itupun gak lama sampe bapak sembuh aja”
Ibu :”iya pak, tapi bapak kan juga tahu ibu kurang sreg kalo disuruh kerja ikut orang, apalagi sama orang orang kaya pak tantowi ”
Bapak :”kaya pak tantowi? Maksudnya orang orang tionghoa gitu bu?”
Ibu :”ya itu pak, apalagi”
Bapak :”memangnya kenapa sih bu? Mereka kan baik baik keluarganya”
Ibu :”baik sih baik pak, ya ibu takut aja, disana disuruh kerja yang gak gak.”
Bapak :”gak gak maksudnya gimana?”
Ibu :“ya ibu gak mau kalo kaya disuruh bersihin anjingnya atao disuruh masak babi, kan gak boleh pak itu.”
Bapak :”ya gak mungkin to bu, mereka juga sudah paham, nanti kan juga bisa diomongkan juga sekiranya ada yang ibu keberatan. Toh ini kan sebenarnya mereka sifatnya nolong kita aja, biar ada tambahan penghasilan sementara bapak gak kerja.”
Ibu :”iya deh pak ibu mau, tapi bapak yang ngomong ya.”
Bapak :”nah gitu dong bu, nanti kalo memang ibu gak sreg ato ada apa ya tinggal bilang aja ke bapak, nanti bapak bantuin ngomong.”
Ibu :”bener ya pak, trus nanti bapak di rumah bisa ngapain ngapain sendiri?”
Bapak:”ya ndak sendiri to, kan ada dimas juga di rumah, simbah juga ada. Wis to kamu ndak usah khawatir.biar besok bapak bilang ke mereka kapan ibu bisa mulai kerja”
Ibu :”yaudah, ibu manut bapak. Udah malam pak tidur yuk.”
Bapak :”iyo bu ne.”
Ibuku pun beranjak menutup pintu kamarnya, sambil berpesan padaku. “kamu jangan malam malam tidurnya, biar besok gampang bangun subuhan sama pagi pagi kan harus nganter adik adik to?”
“iya bu, ini sudah mau tidur” jawabku sambil menutup kaleng wafer nissin yang sejak tadi kumakan sambil menonton televisi.
Akupun mematikan televisi dan segera masuk kamar berbaring di atas kasur tempat tidurku. Aku yang biasanya menyempatkan bermain game sebelum tidur entah kenapa tidak ada mood sama sekali mala mini setelah mendengar percakapan bapak ibu tadi.
Aku sebagai anak laki laki pertama merasa gagal, karena di tengah kondisi keluargaku yang seperti ini, aku masih menganggur, belum bsa mencari uang. Aku seharusnya sudah bisa membantu meringankan kondisi perekonomian keluarga, namun yang terjadi malah sebaliknya aku merasa hanya menjadi beban keluarga di usia ku yang sudah 21 tahun ini. Sementara bapak ibuku yang sudah semakin berumur justru masih harus membanting tulang untuk mencukupi nafkah keluarga.
HARI SENIN, 5 HARI KEMUDIAN (POV IBU RAHMA)
Pagi pagi ini, aku sudah harus bersiap berangkat ke rumah keluarga pak tantowi, bos dari suamiku. Sudah 4 hari ini aku mulai bekerja di sana. Anakku yang pertama yang mengantarku nanti setelah kembali dari mengantar adik adiknya ke sekolah. Akupun berdandan sebentar dan memastikan makanan untuk orang rumah sudah tersedia sambil menunggu anak pertamaku kembali.
“pak, ibu berangkat dulu ya” kataku berpamitan pada suamiku yang saat in sudah bisa duduk duduk di depan televisi.
“iya bu ati ati ya” jawab suamiku
“nanti kalo mau makan minta tolong dimas aja, itu lauk sama sayurnya udah ibu siapin” pesanku
“iya udah gampang itu.”
Terdengar suara motor matic Honda vario 125 cc di depan rumah, menandkan anakku dimas sudah kembali dari mengantar adik adiknya. Akupun segera bergegas keluar untuk berangkat diantar naik motor.
“ibu berangkat dulu pak, assalamualaikum.”
“wa’alaikummussalaam.”
Aku memakai helm hitam yang sudah disiapkan di atas kursi teras rumah, lalu tidak menunggu lama segera naik motor dibonceng anakku.
Sebenarnya jarak dari rumahku ke rumah keluarga pak tantowi tidak jauh, namun karena melewati jalan penghubung kabupaten sering ada razia polisi di pagi hari, jadi aku harus selalu memakai helm ketika berangkat kerja, toh ini juga untuk keselamtanku juga. 10 menit aku menyusuri jalanan yang ramai pagi itu sambil dibonceng anakku, hingga akhirnya aku tiba di depan rumah kelaurga pak tantowi.
Akupun segera turun dari motor, dan melepas helm ku. Kuangsurkan helm yang tadi kupakai pada anakku dimas, sambil berpesan kepadanya.
“nanti kamu di rumah aja, jangan kemana mana, kasian bapakmu di rumah”
“iya bu”
“itu sayur lodeh sama telur tahu tempe udah ada, nanti kamu nagetin lodehnya aja kalo mau makan siang. Yaudah ibu masuk dulu ya.”
Akupun berpamitan pada anakku, sambil tanganku dicium salaman.
“udah ya, assalamualaikum”
“wa’alaikummussalaam bu”
Akupun segera bergegas masuk ke dalam gerbang rumah yang besar dan mewah itu, aku masuk sambil menyapa satpam penjaga rumah. Kulihat mobil Toyota alphard yang biasa dipakai pak tantowi sudah bersiap mengantar pemiliknya itu bernagkat ke pabrik. Dari dalam rumah kulihat juga pak tantowi dan istrinya nampak bersiap pergi, namun anehnya sambil masing masing membawa koper besar. Akupun bersiap menyapa mereka yang sudah nampak buru buru pagi itu.
“selamat pagi ibu, bapak”
“eh mbak rahma, pagi mbak” jawab pak tantowi dan bu Olivia, istri pak tantowi ramah seperti biasa.
“oiya mbak gimana kabar pak ridwan?” Tanya pak tantowi menyahut.
“sudah baikan pak, ini sudah bisa duduk duduk sendiri di depan tv.”
“syukurlah kalo begitu, semoga cepat sembuh seperti semula lagi ya mbak”
“aminn bu, amiin.”
“oiya mbak, hari ini kami mau berangkat ke singapura, ada kerjaan disana sekalian sama istri saya juga da perlu. Kira kira disana semingguan.”
“baik pak.”
“nitip rumah ya mbak, sama si leon juga ya, dia diajakin ke singapura tumben gak mau padahal masih libur belum masuk sekolah.”
“iya baik pak.”
“yaudah ya mbak kami berangkat dulu, mau ngejar pesawat pagi ini.” Kata mereka sambil masuk ke dalam mobil mewah seharga 1 miliar lebih itu. Sementara barang barang bawaan di masukkan ke pintu belakang oleh sopir.
Akupun ikut mengantar kepergian mereka hingga mobil meninggalkan halaman rumah dan satpam menutup pintu gerbangnya.
Akupun segera masuk ke dalam rumah untuk melaksanakan kewajbanku.
“mas joko saya masuk dulu ya.” Sapaku pada satpam yang nampak sedikit bersantai setelah kebrangkatan bosnya tadi.
“oiya mbak.”
Setelah beberapa hari bekerja di sini, ternyata apa yang kutakutkan tidak terjadi. Selain pekerjaanku yang tidak berat hanya sekedar bersih bersih rumah, ternyata keluarga ini benar benar baik. Aku diterima seperti keluarga sendiri dan akupun juga nyaman bekerja disini. Kalaupun ada yang sedikit mengganjal adalah tentang anak semata wayang pak tantowi dan bu Olivia, yang bernama leon tadi. Sebenarnya anaknya baik tapi terkesan cenderung tertutup dan misterius, ah atau mungkin itu hanya perasaanku saja.
Mungkin dia masih belum akrab kepadaku yang baru bekerja beberapa hari disini. Terlebih anak yang baru saja naik kelas 3 SMA itu mungkin ada kesibukan lain, terbukti dari seringnya dia menghabiskan waktunya di dalam kamar. Akupun tidak terlalu memikirkan hal itu lagi dan segera memulai pekerjaanku hari ini.
Aku bersiap untuk mulai membersihkan lantai dua rumah yang besar ini. Aku mengambil peralatan dari gudang kebersihan dan membawanya menaiki tangga melingkar menuju lantai 2. Lantai ini adalah tempat ruang pribadi kelurga ini, kamar tidur pak tantowi dan bu Olivia ada di lantai ini. Begitu juga kamar leon, anak semata wayangnya juga ada dilantai ini. Jika biasanya ibu Olivia berlalu lalang di lantai ini, hari ini terasa begitu sepi karena tidak ada siapapun di rumah ini.
Hanya ada leon, yang kutebak biasanya ada di dalam kamarnya dengan pintu tertutup, kupikir si empunya kamar sedang di dalam kamar seperti biasa. Akupun mulai dengan membersihkan sofa besar coklat yang ada di tengah ruangan lantai 2 ketika tiba tiba aku melihat dari pantulan cermin besar di belakang sofa ada sesosok besar berdiri tepat di belakangku. Aku pun sempat terkejut sebelum menyadari sosok itu tidak lain anak semata wayang bos ku tadi, yang biasa kupanggil koko leon.
Baru saja aku hendak menoleh ke belakang, tiba tiba tubuhku terdorong sangat kuat sampai aku terhempas di atas sofa.
“aduhhhh…ko leon kenapa dorong saya.” Tanyaku sambil kesakitan.
Namun seketika aku bergidik ngeri melihat perangai ko leon yang dingin dan menyeramkan. Anak yang baru berumur 18 tahun itu terlihat bengis dan seakan akan dia akan memangsaku. Menyadari kondisiku yang terdesak, jantungku berdetak semakin cepat. Akupun semakin ketakutan, terlebih ketika senyum seringai ko leon semakin lebar.
“hwehwehwehewe.”
“koko mau ngapain?” tanyaku ketakutan.
Dia semakin mendekati diriku yang berada di atas sofa. Akupun mencoba menghindar, namun terhalang oleh sandaran sofa yang besar. Aku tidak bisa menghindar kemana mana lagi, kini aku bagaikan mangsa yang sudah terjerat. Tanpa banyak bicara, dia lalu menyergap tubuhku. Tangan kirinya mendorong tubuhku sedangkan tangan kanannya membungkam hidung dan mulutku. Ko leon yang mempunyai tinggi hamper 180 cm tentu bukan lawan sepadan untukku seorang wanita berumur dengan tinggi hanya sekitar 160 cm.
Tiba tiba akupun merasa pusing dan tak sadarkan diri.