Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My Boss

Satu

Harsa-


Ada tikus yang tak tau aturan masuk dalam kantor, “Panggil Kepala HRD kesini!!” teriakku kesal saat menelpon bagian HRD, ada seseorang yang masuk keruanganku tanpa izin,

“Itu pak, ibu ayu” ucap salah seorang bawahanku,

“Kumpulin semua Office Boy di tempatnya, sekarang!!” pintaku sedikit geram, apa mungkin itu orang yang aku pecat kemarin, dia mau balas dendam karena itu. Office Boy yang mencoba menguntitku untuk mencari aib dari diriku.

“Sudah semua pak,” kata Ibu Ayu, aku langsung menuju ke ruangan tempat para Office Boy berada,

Mereka semua langsung berdiri saat aku datang, memang harus seperti itu seharusnya, mereka juga berjajar rapih seperti mau upacara.

Aku tak masuk ke dalam karena sirkulasi udaranya tak bagus untuk di hirup, dan membiarkan ibu Ayu yang mengurusnya, aku ingin melihat orangnya pasti ada salah satu dari mereka.

“Siapa yang tadi bertugas membersihkan gedung empat silahkan maju ke depan” ada sepuluh orang yang maju ke depan.

Aku langsung melirik ke salah satu orang lama, yaitu ajeng. Dia terkenal bukan karena orang lama, melainkan jajanan para manager disini. Dari tampilannya juga sangat berbeda dari lainnya.

“Dan dari kalian, siapa yang membersihkan lantai delapan?” aku langsung memperhatikan wajah mereka satu persatu, ada yang berbeda. Seperti ada orang baru disini. Gak lama ada seseorang yang di dorong paksa ke depan.

“Kamu?”

“iah saya bu,” ucapnya tundukin kepala, aku langsung bilang bawa dia keruangan. Dan dia memang orang baru disini. Penampilan berbeda seperti tak cocok bekerja seperti ini, minimal anak kuliahan atau sejenisnya. hal itu buat aku semakin curiga.


“Permisi pak, ini orangnya” aku cuman lambaikan jari agar dia keluar, membiarkan aku dan dia di ruangan ini. cewek itu hanya bisa menunduk

“Kamu tau, saat berbicara dengan orang dan kepala kamu nunduk seperti itu, tanda tak sopan?” ucapku menarik nafas karena tak boleh terbawa emosi.

“Maaf” jawabnya langsung tegakin kepalanya,

“Kamu tau peraturan di gedung ini?” Tanyaku mendekatinya, dan terpaku ke buah dadanya yang terlihat dari seragamnya, seolah tak mampu menutupi sepenuhnya.Sialnya, penis ku langsung ekresi melihat buah dadanya.

“Maaf pak, saya benar-benar tidak tahu, saya anak baru bekerja disini dan tak tau soal larangan itu” jawabnya menggengam tangannya sendiri. Walau kepala tegak tapi dia tak berani menatapku.

“apa yang kamu lihat tadi?” andai dia tak melihat apa-apa, dia masih kesempatan untuk berkerja disini, tetapi kalau dia melihatku sedang melakukan onani itu urusan berbeda.

“Jawab jujur,” pintaku saat dia hanya terdiam

“Ituuu, maaf saya tak sengaja”

“melihat saya melalukan sesuatu?” dia angguk sambil kembali menunduk.

“Iah, pak, Jangan pecat saya, saya benar-benar butuh pekerjaaan!” ucapnya langsung membungkukan badannya, tak sengaja kancing bajunya terlepas. Mataku melihat belahan buah dadanya yang memang besar.

“saya mohon pak, berikan kesempatan” ucapnya lagi terus membungkuk.

“Saya akan lakuin apapun, asal jagan pecat saya” lanjutnya.

“apapun?” sialnya setan di kepalaku memikirkan hal lain.

“iah apapun! dan saya berjanji menutup mulut dengan apa yang saya lihat” jawabnya mengigit bibirnya dengan mata yang memerah,

Aku kasih jempol atas keberaniannya berbicara seperti itu langsung di hadapanku, karena kebanyakan orang hanya bisa beberapa kata saja, dan akhirnya di pecat.

“Baiklah, buka beberapa kancing baju dan perlihatkan buah dada kamu,” ucapku spontan karena libido terasa meninggi melihat buah dadanya seperti itu.

"ttaaa taaapi?' ucapnya terbata-bata,

"gak mau? besok gak usah kerja lagi, dan keluar dari ruangan ini" senyumku sinis

Dia diam sejenak dan langsung membuka beberapa kancing atas sampai terlihat kaos menutupinya. Gak lama dia kembali menyingkap kaosnya ke atas termasuk BH yang mungkin ukurnya 36D.

Aku Cuman menelan ludah sendiri melihat puting kecilnya yang tak sebanding dengan buah dadanya, penisku semakin meronta-ronta melihatnya,

“berlutut,” pintaku langsung buka resleting, langsung melakukan onani di hadapannya. Jujur aku semakin bergairah saat terus menatap buah dadanya.

Dia hanya membuang mukanya saat tau aku melakukan onani di depannya, “ohhh~” lenguhku mempercepat kocokan setelah lima menit terus menatapnya.

“Ahhhhh” jeritnya saat cairan sperma langsung menyemprot kearah wajah, leher, dan buah dadanya.

“Upss, sorry gak sengaja” kataku langsung kasih tissue basah yang biasa untuk membersihkan penis saat selesai onani.

"cepat bersihkan, dan anggap hari ini tak terjadi apa-apa,' angguknya langsung membersihkan dengan tissue basah.

Selesainya dia pamit langsung keluar ruangan tanpa sepatah kata pun, sesuai kemauannya apapun asal tidak di pecat. Aku tidak akan memeceatnya kecuali dia membocorkan rahasia ini.

***​

Di pikiranku saat ini adalah kejadian tadi, kenapa aku harus melakukan onani di depan dirinya. Orang yang tak aku kenal, di tambah karena hanya melihat buah dadanya saja. libido ku hilang kendali.

“Harsaaa… sorry lama, “ suaara budi, yang merupakan dokter kenalanku, atau tepatnya teman saat SMA dulu.

Dia sekarang menjadi seorang dokter muda yang mempunyai masa depan cerah, dan aku menemuinya untuk masalah yang menurutku serius,

“Oke, hasilnya udah keluar?” tanyaku yang sudah lumayan lama duduk di ruangannya.

“ini” budi kasih hasilnya.

“Gue yang jelasin, “ potongnya.

“Dari keseluruhan semua sehat, semua bagus dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tapiiiii”

“apa?” potongku gak sabar.

“Ada kelaianan genetic repoduksi sperma lo !” jelasnya langsung siap-siap jelasin.

Proses pembentukan sperma ini dinamakan spermatogenesis. Pada tubulus seminiferus terdapat dinding yang terlapisi oleh sel germinal primitif yang mengalami kekhususan. Sel germinal ini disebut spermatogonium . Setelah mengalami pematangan, spermatogonium memperbanyak diri sehingga membelah secara terus-menerus (mitosis). Sedangkan sebagian spermatogonium yang lain melakukan spermatogenesis.”

“dan?” aku potong penjelasannya.

“Dan disinilah kelainan genetic lo harsa.. repoduksi sperma lebih cepat empat kali lipat dari manusia normal!!!”

“Tapi tenang, ini gak terlalu menggangu kalau setiap satu minggu satu kali harus ejakulasi, dan ini bisa menganggu kesehatan lo,”

“Jadi, libido gue gampang naik karena ini juga?” Tanya aku, budi cuman angguk pelan,

“kalau boleh tau, lo lakuin onani berapa kali dalam satu minggu?”

“Hampir setiap hari dalam bulan ini, termasuk hari ini”

“Hanya onani, atau Making Love?”

“Penis gue sangat berharga untuk melakukan itu, walaupun pakai pengaman,”

“Jadi, tadi onani?”

“Iah di bantuin Office Boy” aku memang terbuka soal berbicara dengan budi, karena demi mencegah masalah ini menjadi panjang lebar.

“Haa? Office Boy? Lo gay?”

“Noo!!, Maksud gue bukan Office Boy, tapi Office Girl,” tampang budi langsung bingung, pasti dia gak percaya apa yang aku ucapin.

“Serius gue, gue horny liat buah dada nya yang besar, dan gue onani di depannya.” Sebelum budi Tanya lagi, aku langsung jelasin lebih detail. Termasuk itu sebagai hukuman sebagai pegawai baru yang tak tau aturan,

“Hanya sebatas itu aja budi, serius” kata gue lagi selesai jelasin.

“Kalau lo terangsang karena cuman buah dada, kayak kita cek ke psikiater bagaimana?,”

“Maksud lo, gue ada gangguan?”

“bukan, kita check up, lebih baik mencegah daripada lo benar-benar gak bisa control libido lo?” ucapan budi benar sih, semakin hari. Aku susah mengendalikan libido, melihat buah dada yang besar seperti tadi

Dan hari ini cukup sampai disini, budi langsung membuat jadawal bertemu dengan psikiater yang katanya paling ahli. Gue ikutin sarannya budi.

***​

Hara / Mada –

Sore ini, sama sore seperti sebelumnya di pasar. Tempat dimana sekarang gue mencari uang bertahan hidup.

“Mada..oii ini uang kuli nya” ucap bang kumis, dia juragan sayur di pasar sini. Gue baru aja selesai bongkar sayuran dari mobil, dan total empat mobil gue habis bongkar bersama teman lainnya.

“Seratus ribu,” gumam gue, nilai yang lumayan besar untuk hari ini, karena biasanya gue cuman dapat lima puluh ribu sampai tujuh puluh ribu sehari, itu udah bersih di potong uang makan.

Dan satu yang unik di pasar ini, ramainya saat menjelang malam sampai pagi, atau tepatnya hampir dua puluh empat jam.

Gue pilih ambil pagi sampai sore, karena gue masih sayang sama badan gue, gak mau paksain untuk mencari hasil lebih.

Rumah, oh bukan tepatnya kontrakan. Gak jauh dari pasar sini, naik motor kesayang mio warna silver yang gue beli pakai duit sendiri hasil kerja keras gue selama ini.

“besok pagi-pagi matt jangan lupa!” salah seorang yang menjadi kuli bongkar muat, gue cuman kasih jempol ke arahnya,

Sebelum pulang gue beli pecel lele yang gak jauh dari pasar, murah meriah dan kenyang. Itu yang dipikiran kebanyakan orang sebagai kuli, termasuk gue sekarang.

“Bang ojekkkk” teriak perempuan dan langsung duduk di belakang jok motor gue.

“Ke arah jalan belimbing yah, “ lanjutnya sambil tepuk pundak gue.

“Maaf, saya bukan ojek mbak” jawab gue noleh ke belakang.

“Please, saya bayar deh sepuluh ribu” lanjutnya tepuk pundak gue lagi. Dari sekilas itu cewek mirip yang kemarin di tukang bubur.

“Ayo, ya ya!” dengan agak terpaksa gue jadi tukang ojek, lagi pula hanya beda gang dari kontrakan gue.

Tangannya pegang erat pundak gue, pas jalan agak rusak. Memang jalan dari pasar ke arah sana agak rusak, di tambah motor gue motor matic.

Mau gak mau harus imbangin, karena ini cewek lumayan berat. “bletakkk!” suara spakbor belakang gue kena ban belakang. Gak lama tubuh itu cewek tekan punggung gue.

Dan kembali ke posisi semula, rasanya ada sesuatu yang besar menempel di punggung gue, gue gak mau berpikir macam-macam karena bisa aja jadi masalah kedepannya.

“Kiriiiii kiiirriiii bang” ucap cewek itu tepuk pundak gue berkali-kali,

Sampailah di rumah kecil, atau tepatnya sederhana. Karena setau gue ini rumah udah kosong bertahun-tahun,

“ini uangnya” ucapnya lagi cewek itu, dan pantesan aja kerasa benturan di punggu gue, size nya besar. Tingginya gak terlalu tingg, tapi ideal. dan benar dia sekarang tinggal di rumah itu

"lumayan cebann.." dia gak hirauin gue, dan masuk ke rumah itu. Sebelum pulang gue lihat sokbreker dulu, takutnya ada sesuatu yang tak di harapkan. Karena takut ini motor jajan lagi.

***​

Rasanya badan udah pada lengket, bau badan sama bau keringet udah jadi satu, “Oii har… tadi nyokap telepon, tanyain keadaan lo” ucap iwan dari pintu pagar rumahnya,

Iwan sendiri saudara jauh papa gue, rumahnya memang kebanyakan di perumahan, dan gue pulang lewatin rumahnya.

Bukan bearti kontrakan gue besar, karena gue sendiri kontrak di belakang perumahan. Gak jauh dari rumahnya iwan.

“Bilangin aja kabar gue baik-baik aja, baru kemarin dia tanyain” jawab gue langsung gas ke arah kontrakan.

“Tapi ini udah empat tahun har…!” teriaknya.

“Nama gue Mada disini, bukan hara!!” jawab gue tanpa peduliin lagi.

Ucapan iwan memang betul, gue udah empat tahun disini. Gue kabur dari rumah karena selisih paham sama papa.

Sebagai koskuensinya, gue harus hidup mandiri. walau mama masih tanyain kondisi gue dari iwan. Bukan bearti gue hidup enak.

Itu semua hasil kerja keras gue selama empat tahun disini, dan gue berhasil bertahan hidup sampai hari ini,

Kadang mama telepon gue kalau ada sesuatu penting, dan kalau tidak penting, seperti tadi Tanya keadaan gue lewat iwan.

Sampai di kontrakan gue yang lebarnya empat kali tiga.. dan satu kamar mandi di dalam, cukup buat gue tinggal sendiri disini.

Gak ada dapur, karena gue gak bisa masak. Pagi-pagi udah berangkat ke pasar, sore baru balik. Dan semua udah itu buat gue sudah terbiasa melakukan hal ruinitas seperti itu.

Entah kenapa gue kepirian cewek tadi, gue gak bohong masih kepikiran size dadanya. Gak kayak cewek disini semua standar SNI. Kayak dia itu import,

Makin kacau pikiran gue, mendingan gue mandi terus makan. Dan besok siap bongkar lagi di pasar.

Bersambung....
Kembar apa gmn nih bos? Namanya mirip ya hara & harsa
 
cerita bagus nih. pasang patok ah
 
EMPAT


Nia-

Antara senang, takut, kaget, semua menjadi satu. Tepatnya aku bingung kenapa aku mau menerimanya, apa mungkin karena gajinya akan terus bertambah.

“Aku pulanggg”

“Kamu bawa apa lagi?, mama masak hari ini, papa kamu pulang tadi siang, kasih uang buat makan kita satu bulan ke depan” ucap mama,

“Aku udah kerja kok ma, jadi papa juga gak perlu bolak balik kesini” kataku

“San,, kamu jangan gitu terus dong”

“Aku nia disini ma, bukan santi” kataku sedikit emosi, rasanya aku gak mau cerita kerjaan aku. Dan aku putusin ceritanya nanti kalau suasana lebih tenang,

Aku gak akan cerita tentang perjanjian itu, aku cerita soal jadi seketaris aja gak lebih dari itu.

Selesai mandi, di meja makan masih ada masakan mama, aku gak tega juga rasanya kalau gak makan buatan mama,

Sepertinya cuman aku yang belum makan, albert juga belum pulang, aku pilih masakan mama yaitu capcay,

Makanan yang paling aku suka dari kecil sampai sekarang, aku langsung habisin tanpa sisa. Nasi uduk yang aku beli, aku pisah buat albert kalau sudah pulang, Dia chat aku kalau jam delapan dia sampai,

Rasa masakan mama masih sama, bedanya kondisinya. Aku terus meratapi nasib seperti ini karena aku benar-benar belum siap.

Tapi besok aku mulai bangkit dari titik terendah aku sekarang, pekerjaan yang tak lazim tapi dengan perjanjian dan gaji begitu besar, aku gak boleh sia-siain kesempatan ini.

“kak” suara albert pas gue cuci piring, mama sepertinya lagi telepon sama papa, makanya aku yang lanjutin cuci piringnya.

Sebelumnya aku gak pernah namanya cuci piring, jadi sekarang udah lumayan terbiasa.

“makan sana, ada nasi uduk” kataku pas albert di belakangku,

“Kakak gak makan?” tanyanya lagi,

“Udah kok, “ aku mendongak sedikit karena albert memang tinggi, sama seperti my boss harsa.

***​

Pagi ini kayak pagi sebelumnya, aku terpaksa pakai baju putih sama rok hitam atau lebih mirip seorang mahasiswa baru. Memang tak ada lagi selain ini.

Aku lepas handuk dan cepat-cepat pakai pakiaannya, karena di kamar masih ada albert yang masih tertidur. Aku noleh sebentar seolah ada yang memperhatikan, tapi tak ada.

“Kamu lamar kerja lagi?”

“ngak ma, ini hari pertama aku kerja , doain hari pertama aku lancar ya” kataku.

“iah, kamu gak sarapan?”

“gak usah ma, nanti makan bubur aja di luar, soalnya gak mau telat” kataku langsung cium pipi mama. Jarang memang aku melakukan hal itu, tepatnya selepas SMA.

Rasanya ada yang hilang kembali lagi, masa kedekatan sama mama, mungkin papa juga nanti.

Mada gak ada sini, biasanya tiap pagi dia sarapan disini, aku berharap ketemu. Karena aku mau numpang lagi.

Dari sini ke pasar kalau jalan kaki bisa lima belas menitan, kalau bareng mada lima menit kurang sudah sampai.

“mamattt” teriaku pas dia sampai di depan pasar, dia bilang Namanya mada tapi panggilan dia mamat. Jadi aku panggil dia mamat.

“uiittt” jawabnya lambaikan tangannya.

“aku minta tolong boleh?”

“Nebeng?” celetuknya buat aku menyeringai pelan.

“kalau gak, setiap pagi kamu antar aku ke pangkalan, aku bayar per bulan gimana?”

“Berapa?”

“dua ratus ribu, gimana?” mada diam sambil mengelus dagunya,

“boleh, deal?

“Deal!” aku jabat tanganya sebagai tanda jadi, untung ada orang baik kayak mamat. Aku yang awal curiga, kini aku percaya masih ada orang baik disini.

aku langsung minta agak langsung pergi, baunya semakin menyengat sepertinya ini pasar tak pernah non stop setiap hari. Mada antar aku sampai pangkalan angkutan umum yang cukup jauh dari pasar, aku agak mengerikan karena tak pakai helm sejenisnya saat di jalan raya. dan itu pertama kalinya aku naik motor di jalan raya.

***​

Tepat jam tujuh kurang dikit, mobil bos harsa juga belum terlihat aku pilih tunggu sherly di tempat biasanya.

“Eh,, ada anak yang udah di pecat nongol lagi” suara ajeng pas aku duduk. Aku cuman diam karena gak mau cari masalah. Tapi dia hebat tau aku udah di pecat, atau dia asal tebak karena aku pakai pakaian seperti ini.

“Lamar jadi jongos atau jadi perek?” bisiknya buat aku tatap tajam ke matanya.

“plakkk!” tamparan keras mendarat di pipiku.

“Gue gak suka liatin gitu, lo siapa disini haaa?” teriaknya di depan mukaku, aku cuman terdiam sambil pegang pipiku yang terasa nyeri.

“EHemm!” suara berdehem seseorang, buat aku sama ajeng langsung noleh. Ternyata itu boss harsa. Aku langsung berdiri tegap.

“Ini kantor bukan pasar, paham?” lirikannya tajam ke arah aku dan ajeng, benar-benar tajam. Seolah memang tak suka melihat hal seperti itu.

Ajeng langsung mundur perlahan masuk ke dalam, aku masih beridri di depannya.” Kamu kerja disini hanya untuk berdiri?” tanyanya langsung berjalan masuk ke dalam.

Aku tau maksudnya, dia tak membayar aku untuk berdiam saja. aku langsung ikuti ke ruangannya.

“untuk sementara, kamu di dalam dulu, sampai meja seketaris di depan selesai” ucapnya. Langsung lepas jas nya sambil menggulung lengan bajunya.

Terlihat sangat elegan karena di tambah matahari pagi masuk ke dalam ruangannya menerpa tubuhnya, seolah bos harsa terlihat baru turun dari langit

“Baik pak, tapi saya belum pernah sebagai seketaris, dan semua pekerjaannya.” Jawab aku terpukau dengannya.

“intinya kamu siapkan semua jadwal saya, di mulai dari pakaian, jam, tangan, dan ketika saya butuh kamu sudah siap. ”

“tapi saya jujur, lebih nyaman sendiri melakukannya. Dan gak yakin kamu bisa melakukannya” ucapnya berdiri di depanku.

“Saya akan berusaha” jawabku tanpa tatap wajahnya.

“good”

Bos harsa langsung duduk di meja kerjanya, terlihat sangat sibuk. Tapi aku cuman duduk sambil baca-baca berkas yang dia kasih.

Benar-benar orang sangat menjunjung kesempurnaan, semua dia atur sendiri sesuai yang di bilang tadi.

Aku kurang suka pria seperti itu, karena bisa di bilang aku aja kalah melakukannya setiap hari. Dia lebih detail daripada aku.

Beberapa jam menunggu, tepatnya jam sebelas pagi. Pintu ruanganya terbuka, aku langsung berdiri.

Bisa aja itu tamu pentingnya, dan bisa saja aku yang harus berbicara sampai bos harsa selesai melakukan pekerjaannya.

Dugaan aku salah, ternyata itu dokter budi.

“sorry, gue ganggu kah?” ucapnya saat melihat ke arahku. Aku cuman menyeringai sebagai jawabannya.

“Yuk berangkat” ucap bos harsa langsung mengenakan jas nya kembali.

“Kamu juga ikut,” pintanya pas aku mau duduk lagi. Sedangkan dokter budi sudah turun terlebih dahulu.

“Kita mau kemana? Ada jadwal kah?” Tanya aku pas di dalam lift.

“Cari pakaian buat kamu, yang lebih formal di banding pakaian yang kamu pakai sekarang, kayak mau lamar kerja” jawabnya.

“Ini ambil, struk belanja nanti saya potong gaji kamu bulanan” lanjutnya kasih credit card, aku gak bisa berkata apa-apa, aku menerima dengan senang hati. tapi aku lupa itu di potong gaji. aku berharap dengan baik hati di bayarin.

Aku langsung masuk ke dalam mobil fortuner milik dokter budi, aku duduk di belakang. Gak mungkin di depan.

“Oh ia nia, kita terapi boss kamu mulai besok yah, soalnya hari ini semua hasilnya keluar, termasuk jadwal, makanan, semua sudah di atur. Jadi jangan sampai bos kamu terlewat” ucap dokter budi sambil lirik dari spion tengah sambil kedipin satu matanya.

“Iah saya mengerti” aku tau pekerjaanya memang seperti itu, di lain sisi aku penasaran apa yang aku harus lakukan selama terapi bos harsa. itu yang belum aku tau

Selama perjalanan bos harsa cuman terdiam, tak ada obrolan. Dan yang aku tau mereka adalah teman satu angkatan saat SMA sampai sekarang.

***​

Aku sampai di salah satu mall terbesar disini, kalau liburan kuliah aku sering jalan kesini kumpul sama teman-teman SMA yang entah kemana setelah kehidupanku berputar seperti ini.

“Baru pertama kali ke mall?” suara bos harsa buat aku berhenti melamun memikirkan masa lalu.

“ah? Ngak hehe,” aku cuman senyum ikutin mereka berdua dari belakang dan sampai di toko pakaian yang cukup mahal untuk kondisi aku sekarang.

“Kita ketemu di steak21, satu jam lagi, saya tunggu disana, kalau tidak tahu Tanya satpam aja” ucapnya langsung ng tinggalin aku di toko pakaian.

Sebenarnya waktunya kalau satu jam untuk mencari pakaian, dulu aja aku seharian baru ketemu beberapa pakaian. Karena ukurannya yang berbeda.

tapi hari ini juga gak jauh beda. Insting belanja aku datang begitu saja, aku membeli pakaian kerja. Dan juga beberapa pakian biasa, karena modelnya di tambah sizenya cocok untukku.

Dan selesainya aku langsung ke arah restoran steak21, mereka berdua sedang berbicara santai di dalam. Bos harsa yang melihatku langsung lambaikan tangannya langsung suruh aku masuk.

“Serius itu kebutuhan kamu?” Tanya dokter budi, saat aku membawa belanjaan aku tadi. Bos harsa seperti tak berkedip melihat belanjaanku. padahal ini termasuk dikit.

“iah” jawabku taruh di bagian dalam meja. dan langsung pesan makanan.

Rasanya kangen juga gak makan steak seperti ini, tapi ada perasaan yang tak enak, mereka melihatku seperti aneh.

Aku rasa mereka lihat aku karena seperti terbiasa makan seperti ini, tak sebanding dengan perkerjaanku sebelumnya.

“Kamu yakin kuat bawa barang bawaanya sebanyak itu?” Tanya bos harsa, saat selesai makan.

“Heheeh, lumayan, kita langsung pulang kan?”

“Siapa bilang?”

“kita mau ke tempat psikiater, gak jauh kok dari mall” aku cuman terdiam sambil melihat barang belanjaanku sendiri, karena biasanya aku langsung suruh supir bawain ke mobil.

“haa.. merepotkan saja , kita ke mobil,” bos harsa langsung ke arah parkiran, sedangkan dokter budi langsung ke gedung dimana psikiater berada.

“Maaf boss” kataku karena tak enak hati, aku langsung masukan semua barang belanjaanku.

“boss awas!!” kataku langsung Tarik tangannya saat ada salah satu mobil mundur dan tak melihat ada boss harsa yang sedang menerima telepon.

Bos harsa langsung terkejut langsung mendorongku sampai aku terhimpit di belakang mobil yang belum tertutup, untungnya tubuhku tertahan jok belakang.

Tapi tangannnya terasa menekan buah dadaku sampai baju aku tersingkap dan juga bagian bawah perutku terasa tertekan.

“sorry” ucapnya langsung bangun sambil julurin tangannya buat bantu aku bangun.

“Iah” aku langsung rapihkan bagian atasku yang tersingkap, ada yang hilang yaitu kancing atasku.

“Ayoo” aku mengangguk pelan sambil pegang kancing yang terlepas, kalau aku lepas tanganku, tangktop aku sebagian akan menonjol terlihat , aku memilih memegangnya sampai di gedung sebelah mall, dan di lantai 8.

Aku baru tahu, kalau bukan dokter budi yang menyusun terapi bos harsa. Melainkan ada dokter lainnya.

***​

“silahkan duduk” ucap pria separuh baya itu, rambut putih dengan botak di ujung kepalanya. Aku kira umurnya sudah enam puluh tahunan.

“ini pah, patner terapi harsa” ucap dokter budi, bearti dia adalah papa dari dokter budi. Aku cuman senyum saat dia melihat arahku, pasti aneh lihat aku terus pegang kerah bajuku terus.

“Ok kita langsung lakukan tes” ucapnya.

“hee tes apa?” tanyaku terkejut sampai aku lupa pegang kerah bajuku, mereka bertiga pun pasti terfokus dengan buah dadaku, tapi berpura-pura tak melihat.

“Pakai ini” ucap bos harsa kasih jas nya untuk tutupin dadaku. Aku senyum pelan karena sikapnya.

“Tes tulis kok, kamu isi sesuai dengan hati kamu,” ucap dokter itu. Aku mengangguk setuju dan langsung menuju meja.

Aku seperti pernah kenal alat tes seperti ini seperti alat tes psikologi, aku yakin seperti ini alat tes nya. Tak hanya satu, tapi empat sekaligus. Dan aku di berikan waktu selesainya, itu membuat aku sedikit tenang,

“sudah dok,”kataku langsung menghampiri mereka bertiga yang sedang membicarakan sesuatu dan langsung memberikan semua alat tes nya.

“itu buat apa boleh tau?” kataku pelan.

“buat syarat aja, peraturan memang begitu” sambung dokter budi.

Hampir dua jam disana akhirnya selesai juga, aku mengikuti mereka berdua dari belakang sampai di mobil.

“Rumah kamu jauh?” tanya boss harsa

“Lumayan boss satu jam lebih dari sini, tapi saya turun di kantor aja gak apa-apa”

“yakin? Dengan semua belanjaan kamu itu?”

“slow nia, kita anterin kok.Bos harsa baik kok, ya gak?" bos harsa cuman menggelengkan kepalanya, sedangkan aku hanya bias menyeringai tak enak hati lagi.

Aku langsung kasih tau alamat rumah, tapi tak langsung di rumahnya. Tepatnya persimpangan arah ke pasar, dari sana bisa sewa tukang becak buat bawa barang aku, dan bisa lewat jalan lain memutar tak melewati pasar.


Bersambung....
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd