Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA My Fiery Fireworks (Lidya M. Djuhandar of JKT48 Fanfixxx) [TAMAT]

Bimabet
hmm enaknya plot yang apa ya?

Udah nemu kok plotnya, kebanyakan ide jadi bingung mau eksekusi yg mana haha

knp gk pas tgl 17 jd hari spesial lidya ama si cowo aja? krn itu hari ultahnya lidya.. jd si cowo memberikan sesuatu yg spesial gt ke lidya..

Yap, betul. Kurang lebihnya akan ada part yang special buat mereka berdua

Klo spesial berarti nanti Lidi nya di perawanin anal nya yaa Gan...

Hmmm... Kasih ga ya? Hahaha
 
Sepertinya update part 3 akan saya percepat. Semoga semuanya beres di hari rabu. Wish me luck.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
PART 3 : Explosions.


Sang mentari telah memancarkan sinarnya dari ufuk timur, berkas sinarnya terlihat dari sela-sela gorden jendela, cuitan burung bersahutan satu sama lain, mungkin mereka sedang mencari makan untuk anak-anaknya yang baru saja menetas. Sementara aku masih berbaring di bawah nyamannya selimut sambil membelai pundak halus seorang perempuan manis, lucu dan menggemaskan pujaan banyak orang. Ya, dia adalah Lidya Maulida Djuhandar. Salah satu member idol group kenamaan Indonesia, dan semalam kami bercinta dengan penuh nafsu, sangat membara, bahkan tembok kamarnya pun iri dan hanya bisa diam tanpa bisa berkata sepatah kata pun. Kini Lidya sedang menggelayut manja di lengan kananku, “lengan kamu kekar, aku nyaman meluknya” begitu katanya, dan kepalanya ia rebahkan di dadaku, ia sesekali menyentuhkan jarinya di permukaan dadaku. Kami bercerita tentang apa saja, mulai dari kebiasaan buruk para member K3 yang mungkin fansnya tidak ingin mengetahuinya hingga keluarga kami masing-masing. Ngomong-ngomong soal keluarga, aku sempat terkaget tadi. Karena aku tertidur pulas akibat permainan panas kami semalam dan aku baru sadar kalau aku sedang berada di rumah Lidya.

“Lid!, astaga. Sudah pagi, pasti keluarga kamu sudah pulang dari semalam, duh gimana nih?” cerocosku panik sambil mengguncang-guncangkan tubuh Lidya yang sedang tertidur pulas.

“Mmmhh... apa sih sayang, keluarga aku lagi pada keluar kota kok... pulangnya masih nanti malem kok. Udah, yuk... bobo lagi... Lidi masih ngancuuuuk” Manja Lidya dengan muka bantalnya yang menggemaskan sambil memelukku untuk kembali berbaring.

-o00o-
Kepalaku berat, pinggangku rasanya mau patah, aku mengucek-ngucek mataku dan otakku kembali memutar adegan demi adegan kegiatan seksualku dengan Lidya. Aku yang duduk di tepi ranjang Lidya melihat suasana kamar yang cukup berantakan. Pakaian kami berserakan di mana-mana, boneka terlempar ke berbagai sudut, sebegitu liar kah kami semalam?.

Sepasang tangan lembut melingkar dipinggangku yang tidak memakai sehelai benang pun.”Sayang, mandi dulu ya? Aku mau nyiapin sarapan dulu buat kamu” pinta Lidya disusul kecupan lembut di pundakku. Aku hanya memalingkan wajahku ke samping sambil mengangguk tanda setuju.

Setelah beberapa menit membersihkan diri, aku menuju meja makan. Disana telah tersaji makanan yang cukup menggugah selera. Hanya menu sederhana sebagaimana sarapan pagi pada umumnya. Nasi Goreng dan telur dadar. Lidya masih nampak sibuk menyiapkan minuman di dapur, ia nampak anggun dengan rambut yang diikat dan mengenakan kemeja abu-abu kebesaran, menambah kesan aura sexy dari dirinya.

“Mas, di minum dulu nih kopinya, tanpa gula kan?” Mas? Aku tidak salah dengar, kan? “Mas? Kesambet setan pohon asem mana kamu?” selidikku sedikit bercanda. “Pengen aja, itung-itung belajar jadi istri berbakti, ya semoga suamiku kelak... itu kamu hahaha” balas Lidya terkekeh dan menjulurkan lidah setelahnya. Entah pipiku semerah apa saat ini setelah mendengar pernyataannya. Gemas!.

Lidya dengan cekatan mengambilkan Nasi Goreng untukku, sempat ku larang namun ia berkeras. Aku jadi sedikit geer dengan perlakuannya. Seakan aku adalah suaminya. Aku sendok Nasi Goreng yang tersaji di piringku. Hmmmm... lezat sekali. Tidak ku sangka bahwa Lidya pandai memasak meski hanya Nasi Goreng. “Gimana? Enak ga, Mas?” tanya Lidya. Aku hanya mengacungkan jempolku tanda setuju karena sibuk mengunyah. Aku dengan lahap segera menghabiskan masakannya, sementara Lidya hanya memperhatikanku di seberang tempatku duduk saat ini sembari menopangkan dagu menggunakan telapak tangannya. Senyum terkembang dari bibir ranumnya. Ahhh... Lidya, you pull me closer with your gravity.

Kini diriku sudah rapi, tinggal mengikatkan simpul terakhir pada sepatu Vans Authentics Maroon andalanku. Pagi bersama Lidya itu harus segera ku akhiri. Karena aku harus segera berkegiatan, “Lid, aku pamit dulu ya...” ucapku singkat. “Iya mas, hati-hati ya di jalan, yang semangat kerjanya...” balas Lidya dengan tersenyum. Saat aku akan menuju motorku yang terparkir, tiba-tiba Lidya menarik tanganku dan menenggelamkan dirinya pada tubuhku dan memelukku. “Jangan pernah jauh dari aku, mas... Adek butuh Mas disamping adek, Adek butuh Mas buat semangat adek menjalani hidup” ungkapan Lidya itu membuat hatiku mencelos. Aku eratkan pelukanku “Iya, adek... Mas akan selalu ada buat kamu. Mas nggak akan biarin adek sendirian, Mas... janji” ucapku menenangkannya dan sepertinya aku mulai terbiasa dengan panggilan Mas oleh Lidya dan kini aku memanggil Lidya dengan sebutan Adek. Lidya menengadah menatapku, ia memajukan wajahnya dan ia mengecup mesra bibirku yang kusambut dengan senang hati.

“Cuppp!” hanya sebuah kecupan singkat, penuh rasa sayang juga cinta tanpa nafsu. Kecupan singkat sebagai tanda bahwa kami terikat satu sama lain. Hanya aku dan Lidya. Urusan Aturan Anti Cinta yang berlaku di dalam idol group telah kami langgar, seorang idol juga punya cinta yang tidak seharusnya dibelenggu dengan aturan semu, cinta seharusnya dibiarkan bebas mencari hati yang siap untuk ditinggali. Kami tidak peduli dengan aturan itu saat ini dan aku tahu resikonya dan aku akan hadapi itu semua. Demi kembang api yang telah mewarnai langit gelapku. Lidya.

Lidya mengendurkan pelukannya, aku mengusap rambutnya, kini aku siap menaklukan kerasnya Jakarta untuk meraih mimpi. Mimpiku dan mimpinya.

Ting!

Notifikasi chatku berbunyi saat aku berhenti di lampu merah. Rupanya chat dari Lidya. Ia mengirimiku sebuah swafoto. Dengan senyuman manis terkembang, matanya sedikit menyipit, terlihat ia sedang duduk di kabin penumpang sebuah mobil mengenakan jumper jacket berwarna putih. Disusul dengan sebuah pesan singkat.

“Semangat bekerja, masku sayang” ujarnya diakhiri dengan emoji cium. Dan aku hanya tersenyum.

Inginku membalas chat namun pengendara dibelakangku sudah mulai riuh membunyikan klakson. Rupanya lampu lalu lintas telah berwarna hijau. Dengan terburu-buru aku segera memasukkan ponsel pintarku ke dalam kantong celanaku dan segera memacu motorku.

You just made my day, Lid.


-o00o-
Percintaan kami kian hari kian romantis. Terkadang aku juga sedikit kewalahan dengan nafsu Lidya. Tak jarang kami bercinta baik di rumahku atau di rumahnya. Dan tak jarang juga di tempat umum, bahasa kerennya quickie. Bahkan pernah di toilet mall kebanggaan kami di lantai F7. Sungguh pengalaman yang cukup mencekam namun sungguh nikmat, karena kami hampir saja ketahuan oleh pengguna toilet, yang aku ingat sepertinya itu fans Lidya. Maafkan kami, kawan. Cinta telah membutakan kami akan norma dan aturan yang berlaku.

Sampai suatu ketika, hari yang aku khawatirkan tiba juga.

“Bor, dipanggil ke ruang meeting tuh” ucap salah satu staff padaku

“Hah? Ada apa?” sahutku kebingungan

“Penting pokoknya, nyangkut soal karir lo juga”

Karir? Maksudnya? Apa jangan-jangan...

“Gile lo, ga nyangka gue lo jago juga main di belakang haha. Salut gue” katanya sambil menepuk pundakku. Aku terhenyak dari lamunanku dan segera menuju ruang meeting.

Sebelumnya, aku membuka web browserku dan mengetikkan URL tweetdeck. Secepat kilat aku mengetik username twit**ter milik Lidya, lalu ku geserkan mouse-ku pada kolom mention lalu ku klik. Monitorku memunculkan tampilan tab mention milik Lidya...

Dan tampilan itu segera membuatku miris.

Berderet mention telah masuk ke akun milik Lidya. Beratus-ratus hujatan, makian bahkan kekecewaan tertulis di sana. Tak sedikit juga ucapan dukungan untuk Lidya yang membuatku sedikit terharu. Di saat seperti ini, Lidya sangat membutuhkan semangat dari orang-orang yang percaya padanya... Namun aku adalah orang yang mengkhianati kepercayaan mereka. Aku yang harusnya dihujat, aku yang harusnya dimaki dan akulah satu-satunya orang yang patut disalahkan. Andai aku bisa menggantikan posisi Lidya yang “disalibkan” oleh mereka.

Sesampainya di ruangan meeting, sudah ada beberapa orang duduk di posisinya masing-masing. Wanita Jepang paruh baya selaku manager operational, Mifumi Kato dan satu lagi adalah Teddy Wijaya, manager team K3. Terakhir adalah seorang wanita yang telah mewarnai hari-hariku...

Lidya Maulida Djuhandar.

Lidya hanya tertunduk. Diam. Bibir yang biasanya ku cumbu dan selalu tersenyum untukku terkunci rapat. Aku sudah menebak akan ke mana arah pembicaraan ini.

“Okay, Leon. Maaf mengganggu pekerjaan anda hari ini, ada sesuatu yang ingin kami bicarakan dan ini sangat penting” Mifumi membuka pembicaraan dengan aksen Jepangnya yang masih kental. “Jadi, untuk Lidya, bisa menunggu di luar” sambungnya lagi. Ku rasakan gestur Lidya seperti khawatir dan menahan emosi. Rahangnya tampak berkontraksi, jemarinya hanya bisa memainkan ujung kaosnya dan nampak matanya berkaca-kaca. Sayang, jangan lakukan itu. Dadaku rasanya sesak.

Lidya hanya berlalu melewati belakangku tanpa sepatah kata pun. Ia masih tertunduk dan keluar dengan tergesa-gesa.

“Jadi, Teddy-san... silahkan jelaskan duduk permasalahannya” ucap Mifumi mempersilahkan.

“Okay, bro... sebelum gue ke inti permasalahan. Gue akuin lo adalah staff paling profesional yang gue kenal. Bahkan dari semua temen-temen yang gue kenal dari zaman gue masih kerja di agency periklanan sampai gue di jajaran manager team sekarang” Puji Teddy yang malah tidak membuatku bangga namun merasa bersalah. “Jadi, sejauh apa lo sama Lidya? Maksud gue hubungan lo sama Lidya”

Kita udah pacaran, bang. Bahkan udah tidur bareng. Itu yang ingin aku katakan namun itu tidak akan terjadi. Bisa berbahaya untuk karir Lidya dan aku putuskan hanya diam.

“Gue tau kalo anak-anak gue ini main di belakang, okay... gue tegasin, pacaranlah ya. Tapi mereka pacaran sama orang di luar kerjaan kita”

Bidak sudah mengincar posisi raja.

“Hmmm... baiklah, kayaknya gue langsung ke inti permasalahan aja” Ucap Teddy sambil menunjukkan layar Macbook yang telah berada di hadapannya padaku.

Aku hanya bisa terpaku melihat layar.

“Ini lo kan? Gue harap lo jujur” tegas Teddy. “Iya, bang... itu saya” jawabku lemas setelah melihat fotoku yang sedang memeluk Lidya saat berteduh di halte tempo hari. Sepertinya aku diikuti oleh fans yang aku labrak ketika akan berbuat sesuatu pada Lidya.

Skak mat! Aku tidak bisa menghindar.

“Jujur gue kecewa, bro. Lo selama ini kerja profesional, lo adalah teladan buat para staff di bagian stage” Ucapan bang Teddy makin membuat lidah ku kelu. Ingin aku membela bahwa hal yang sebenarnya yang terjadi bukan seperti itu, namun ada yang menahanku untuk tidak mengatakan hal yang sebenarnya. Satu sisi aku merasa bahwa aku gagal melindungi Lidya. Aku hanya terdiam, tapi di sisi lain aku tidak ingin membuat karir Lidya terancam. It’s all messed up. Balas dendam pada anak-anak itu pun percuma karena aku sendiri juga lupa seperti apa wajah mereka.

“Jadi dengan ini, kami selaku manager operational terpaksa merumahkan kamu untuk jangka waktu yang belum ditentukan. Jadi mulai besok kamu kami liburkan sampai ada pemberitahuan selanjutnya. Dan mengenai Lidya, kamu tidak usah khawatir, ia masih jadi member. Namun, sama, ia akan tidak berkegiatan sebagai member untuk sampai pemberitahuan selanjutnya” sambar Mifumi panjang lebar dengan aksen Jepangnya yang membuatnya sedikit kesulitan.

“Namun selama kamu dirumahkan, kamu masih tetap kami gaji. Tapi dengan jumlah yang tidak penuh, mengingat kamu adalah satu staff terbaik yang kami miliki” Sambungnya. “Kita melakukan ini untuk meredakan suasana saja dan demi keamanan kalian berdua” tutup bang Teddy. Lega tapi masih ada yang mengganjal rasanya.

“Okay, you can leave us here and selesaikan pekerjaan kamu hari ini”

Aku hanya mengangguk dan selanjutnya keluar dari ruang meeting itu.

-o00o-
Gontai aku menutup pintu lalu mendapati Lidya tengah terduduk di sudut lorong dan masih tertunduk. Pemandangan yang membuat hatiku teriris. Lidya yang selalu enerjik dan ceria, kini seperti kehilangan daya dan muram. Aku dengan ragu menghampirinya.

“Lid...” panggilku lirih

“Lidya...” kembali aku memanggilnya namun ia masih tertunduk

“Adeeek...”

Lidya langsung meraih pinggangku dan memeluknya dengan posisinya yang masih duduk. Ia terisak, pundaknya bergetar, menahan suara tangisannya namun mengeluarkan semua kesedihannya yang terwakili oleh tangisannya. Oh, Love... why you did this to me? Lelaki macam apa aku ini yang gagal menahan air matanya untuk tidak menetes.

“Mas... hiks... hiks... ma-maaf” iba Lidya sambil terisak

Aku memberinya penghiburan dengan mengelus rambutnya. “Bukan salah kamu Lidya, udah jalannya begini. Udah jadi risiko dan konsekuensi atas hubungan kita berdua yang sebenarnya terlarang” ujarku menenangkan. Namun tangisnya masih tidak terbendung.

“Aku udah bikin mas susah sekarang, aku menyesal mas, aku... a-aku... aku takut kehilangan kamu...”

“Hey... hey... jangan salahkan diri kamu terus. Bukan kamu yang menangis sendirian. Aku sedih kalau lihat kamu begini. Hati aku sakit rasanya bikin kamu sedih begini, aku udah bikin karir kamu terancam.” Ibaku pada Lidya. Aku mensejajarkan diri di hadapan Lidya yang duduk tertunduk “Aku janji, aku nggak akan ninggalin kamu. Aku akan selalu ada terus buat kamu... meski konsekuensinya adalah...”

“Nggak mas, aku nggak mau putus, aku mau sama kamu terus, aku mohon mas... kalau perlu aku akan graduate secepatnya demi kamu” potong Lidya dengan emosi yang semakin memuncak.

“Jangan Adek, perjalanan kamu masih panjang, kamu masih banyak mimpi di sini untuk diwujudkan” ucapku sambil menggenggam kedua tangannya.

“Tapi aku udah menghancurkan mimpi aku... yaitu kamu. aku udah membuat kamu terseret dalam ego sesaat aku” Ucapan Lidya ini membuatku sedikit terhenyak.

“Sebegitu berartikah aku buat kamu?” Tanyaku yang dibalas dengan anggukan pelan. “Kamu itu harapan aku. Semangat aku untuk menjalani hidup aku, kamu yang menyelamatkan aku dari kesedihan, kamu kebahagiaanku, mas” ucapan Lidya kembali membuatku semakin teriris.

“Huffft... okay, begini aja... Kamu sayang aku kan?

Lidya mengangguk

“Sekarang kamu lagi emosi, kamu lagi tidak bisa berpikir jernih, lebih baik kita saling memberi waktu untuk diri kita masing-masing untuk menguatkan diri”

Lidya menggeleng panik dengan bibir yang manyun. Huft... kenapa di saat sedih begini kamu masih menggemaskan sih!?

“No, listen... demi kebaikan kita. Dan juga buat karir kamu kedepannya. Kita masih saling berhubungan kok. Aku mau kita saling menguatkan diri... Aku mau ada sedikit ruang rindu yang harus kita isi...” ujarku.

“Kamu tahu apa yang harus kita lakukan ketika rindu sudah terisi?”

Lidya kembali menggeleng.

“Kita harus bertemu untuk menebus segala kerinduan yang ada, bagaimana? Deal?” tanyaku sampil menyodorkan kelingkingku. Yeah, kinda cheesy.

Lidya pun menatapku sambil tersenyum meski mukanya sembab karena tangisannya. Ia pun mengaitkan kelingkingnya di kelingkingku. Dan aku mendaratkan kecupan di kening Lidya.

“Kamu ini, udah mau umur 21 tahun kok cengeng” candaku sekedar menghibur yang disusul dengan pukulan lembut di dadaku. “Iiiih apaan sih! Dasar jelek!” rengek Lidya manja. “Tapi kamu sayang, kan?” ujarku dengan sombongnya “Iyaaaa, cayang aneeeeet” tutup Lidya yang membuatku terkekeh.

Lidya, I promise you that I will never let you go. What will happen next? I don’t wanna know.

Kemudian kami saling berpelukan dan berpisah untuk kembali pulang.

Sesampainya di rumah, aku menemukan surat yang tergeletak di lantai. Ku lihat sebuah surat dari instansi pendidikan luar negeri ternama dan tertulis nama lengkapku Leon Sudiro Wira Atmadja di kolom penerima surat. Berklee? Boston? Amerika Serikat? Hah, permohonan beasiswaku di terima? Aku segera membuka amplop tersebut dan membaca isi suratnya. Dan benar, permohonan beasiswaku di terima untuk konsentrasi Music Production and Engineering. Saat itu juga aku melonjak kegirangan, sangat senang sekali, melebihi apa yang telah aku capai dalam hidupku selama 26 tahun ini.

Tapi...

Apakah aku harus meninggalkan Lidya? wanita yang telah memberi warna baru di hidupku. Wanita yang sudah memberikan letupan-letupan semangat baru menghadapi angkuhnya ibu kota. Aku tidak bisa memilih salah satu. No, Lidya tidak boleh tahu ini. Aku tidak ingin membuatnya bersedih lagi. Jangan sampai cahaya di langit malamku itu kembali meredup. Aku akan memberitahunya di saat yang tepat. Tapi entah sampai kapan. Maafkan aku, Lidya.

-o00o-
Sudah minggu ketiga sejak aku dirumahkan. Dan otomatis aku lebih banyak berada di rumah sambil sesekali keluar rumah hanya untuk melepas penat. Sekedar bertemu kawan di coffee shop langganan, menghilangkan tekanan pekerjaan rumahku. Ya, aku masih menerima pekerjaan sampingan dari teman musisiku yang sedang merekam album solo perdananya di bawah lable independent ternama di Jakarta. Ia sampai memohon agar aku menjadi music producer-nya. Katanya ia sangat suka sekali dengan komposisi musik yang hanya iseng ku buat dan ku upload ke Soundcloud. Aku sangat suka membuat uplifting music macam side project milik Owl City alias Adam Young, Port Blue. Dipadu dengan sedikit sentuhan Trap Music yang tidak hingar bingar. Orang lebih menyebutnya dengan Chill Trap. Bayarannya cukup lumayan.

Lidya? Ah, jangan kamu tanyakan perasaanku. Aku rindu sekali padanya.

Aku memang sengaja untuk tidak bertemu dengannya pasca “skandal” yang terjadi tempo lalu. Agar semua lebih dingin dan tenang. Tapi, aku tak sepenuhnya berpisah dengan Lidya. Kami masih ingin mempertahankan hubungan ini sampai kelak ia memutuskan lulus dari group. Dengan konsekuensi kami akan sangat jarang bertemu dan kami sudah sepakat. Kami masih sering bertemu di chat, kadang kami suka berlama-lama video call, terkadang ia suka mengirimkan foto-fotonya dalam keadaan bugil. “Mas, Lidi kangen...” begitulah contoh caption pendukung foto yang ia kirimkan. Bahkan ia pernah mengirimkan jemarinya yang berlumur lendir bening dan ia tulis caption “Udah basah nih mas...”. Dammit!.

Kini aku masih terduduk di meja kerjaku, masih sibuk berkutat dengan Ableton Live dan komposisi aransemen. Kopiku sudah mulai mendingin, asbakku sudah penuh dengan puntung rokok mild bold-ku. Hmmm... sepertinya aku harus keluar rumah agar otakku sedikit beristirahat. Mataku tak sengaja melihat kalender yang tergantung di tembok. Bulan Agustus... Hah, Agustus? 4 hari lagi Lidya ulang tahun. Aku harus memberikan sesuatu yang berkesan untuknya. Di hari ulang tahunnya yang ke-21, yang bertepatan dengan hari kemerdekaan negaraku yang lucu ini.

“Dek...” ketikku di kolom chat pada Lidya

“Apa masku, sayang?” balasnya

“4 hari lagi kita ketemuan yuk” ajakku

“nggak mau ah kalo nggak ada kadonya hahaha”

“Ngapain pake kado segala? Emang aku doang ga cukup?”

“Nggak mau, kamu jahat...”

“Lho, emang aku ngapain kamu?”

“Kamu udah bikin aku kangen...”

“Hahaha bisa aja kamu, iya nanti aku kasih kamu kado”

“Yeeeay! Asiiiiik... sampai ketemu 4 hari lagi, mas”

“Iya, dek. Miss you”

Begitulah kira-kira kutipan obrolanku dengan Lidya. Ting!. Notifikasi chatku berbunyi kembali. “Lmdjuhandar sent you a photo”.

“Bangsat!” umpatku. Lidya mengirimkan fotonya sedang telanjang dan mengarahkan kamera ponselnya tepat di vaginannya yang sudah lembab dan basah. Lidahnya menjulur dengan tatapan sayu penuh gairah. “Yang ini udah kangen banget sama Leon Junior” begitu kata Lidya. Ampun Lidya!.

Beasiswa Berklee? Ah, nanti saja ku pikirkan cara untuk bicara dengan Lidya. Lagi pula berkasnya sudah lengkap ku kirimkan pada pihak Berklee via email. Internet membuat semuanya menjadi lancar. Jadi aku hanya tinggal menunggu Visa Study-ku selesai diurus dan menunggu keberangkatan saja yang tinggal... Dua bulan lagi. Huft... aku menghela nafas jika aku mengingat hari keberangkatanku yang tinggal dua bulan lagi, terlebih aku belum menceritakannya pada Lidya. Berat. Hanya itu yang ku rasakan. Tapi satu yang aku yakini, Jika semesta berkehendak, maka manusia hanya bisa menjalanakannya.

-o00o-
17 Agustus, hari di mana aku akan bertemu Lidya Maulida Djuhandar. Aku sudah menyiapkan semuanya. Termasuk hadiah ulang tahunnya. Aku sungguh tidak sabar. Untuk hari spesial ini, aku sengaja membawa mobil. Sebuah mobil Holden Ute 1975 warna hitam dengan modifikasi klasik moderen nan minimalis. Mobil ini adalah hasil keringatku dan kakakku. Kami membangunnya dari nol dan hari ini adalah hari pertama velg chrome 19 inchi dan ban profil tipisnya menapak aspal jalanan. Kakakku mengizinkan aku memakai mobil ini. Katanya biar Lidya senang. Aku memang sudah mengenalkan Lidya pada orang tuaku meski sebatas lewat Skype, begitu juga Lidya telah mengenalkanku pada kedua orang tuanya dan adiknya. Kedua belah pihak telah merestui hubungan kami meski kami berbeda keyakinan. Ya, kami sudah berencana untuk menuju jenjang yang lebih serius. Namun kami harus tetap menekan intensitas pertemuan kami mengingat “aturan” yang mengikat Lidya saat ini. Kami harus bergerak di bawah radar. Maaf, kawan... Jodoh itu pemberian Tuhan, namun aku rela jika jodohku masih milik bersama. Milikku dan milik fansnya.

“Halo dek, 15 menit lagi aku sampai rumah kamu” Ujarku di ujung telepon

“Oh, iya mas, aku tunggu. Hati-hati di jalan. Jangan jelalatan matanya, awas!” ancam Lidya

“Hahaha, iya iya, ntar aku tutup mata deh kesananya” balasku

“Eh, jangaaan... nanti kamu kecelakaan, nanti aku syediiih...” rengek lidya manja.

“Hehehe jangan khawatir, aku bakal hati-hati kok. Pokoknya, hari ini aku pengen nyenengin kamu, pokoknya surprise deh” godaku

“Can’t wait for it” ujar Lidya tidak sabaran.

“Okay, see you, sayang” ucapku

“See you too, baby” balasnya

Dan pelan mobilku mulai berjalan menuju rumah Lidya. Perlahan menaikkan kecepatan hingga akhirnya aku sampai di depan pagar rumah Lidya.

Aku langsung membuka pintu pagar menuju pintu depan yang sepertinya dari Jati Jepara. Dengan sedikit ukiran artistik terpahat di sana. Aku tekan bel rumah Lidya dan tak lama terdengar suara putaran kunci. Rupanya ayah Lidya yang membukakan pintu.

“Selamat pagi pak, Lidya ada?” sapaku dengan sigap mencium tangan beliau.

“Eh, Nak Leon. Tunggu sebentar, Lidya lagi siap-siap katanya. Mungkin sebentar lagi turun, ayo duduk dulu” ucap Ayah Lidya dengan penuh wibawa mempersilahkanku duduk di sofa yang penuh kenangan. Kenangan di mana Lidya telah membuatku tidak berkutik. Baik fisik maupun secara batin.

“Iya terima kasih, pak” balasku.

“Jadi, hari ini kalian mau ke mana?” tanya Ayah Lidya

“Sekedar jalan-jalan, pak. Sambil merayakan hari ulang tahun Lidya.” Jawabku

“Hmmm... romantis juga kamu ya” puji beliau.

“Ah biasa aja kok pak, sudah kewajiban saya membuat Lidya bahagia”

“Ya... bapak maklum dengan kejadian kemarin ini. Lidya sudah cerita semuanya. Meskipun harus sedikit melangar aturan, tapi bapak maklum dengan kalian anak muda ini. Mudah dimabuk cinta hahaha” Beliau tertawa. Aku hanya bisa menunduk malu.

“Seorang idol juga punya cinta bukan?” goda beliau sambil menyikut lenganku sedikit. Eh, itu kan salah satu potongan lirik lagu salah satu setlist K3? Rupanya beliau mengetahui perkembangan Lidya selama ini.

“Yah, Masku jangan digodain gitu dong” Suara rendah nan lembut itu memecah suasana.

“Nggak apa-apalah, itung-itung mengakrabkan diri sama calon mantu, kamu mau kan nikahin putri kesayanganku ini kan? Awas kalau nggak mau ya?” seloroh beliau yang membuat wajahku panas. Aku tidak tahu bagaimana bentuk wajahku sekarang. Yang pasti sangat merah melebihi udang goreng.

“Iiiiih ayah apaan sih?” sungut Lidya. “Yuk ah berangkat” ajak Lidya seraya berlalu keluar menuju halaman rumahnya.

“Mari, pak. Saya berangkat dulu” izinku sambil meraih tangan Ayah Lidya dan salim padanya.

“Hati-hati ya, santai aja, nikmati hari ini, bikin anak bapak bahagia” ujar beliau.

“Pastinya, pak!” jawabku percaya diri

“Uhhhm... Leon” panggil Ayah Lidya yang membuatku segera menghentikan langkahku lalu berbalik pada beliau.

“Titip Lidya ya?” ucap beliau singkat.

Singkat, padat dan jelas. Ucapan seorang Ayah yang mempercayakan putri cantiknya padaku. Ucapan yang membuatku semakin yakin bahwa semesta mendukung hubunganku dengan Lidya. Ucapan yang harus aku tunaikan. “Siap, Pak!” jawabku tak kalah singkat dan tegas.

“Hoi, lama banget, keburu macet nih” kata Lidya. Aku pun bergegas menuju ke arah Lidya lalu mengenggam tanganya. Tak lupa aku pamit pada Ayah Lidya.

“Dasar anak muda” kata Ayah Lidya sambil menggelengkan kepalanya.

-o00o-
“Wow, aku baru tahu kamu punya mobil kayak gini” seloroh Lidya mengomentari mobilku yang baru di lihatnya. “Aku titipin di garasi bengkel kenalanku, baru hari ini dia diajak jalan. Dan sama orang yang istimewa lagi” jawabku merayu. “Halah, bisa aja lo ngerayu gue” sinis Lidya. “Silahkan tuan putri Lidya” ujarku mempersilahkan masuk ke dalam mobil single cabinku ini. Ia cukup nyaman dengan interior minimalis mobilku. Hanya ku lapis dengan kulit krem dengan aksen maroon di beberapa titik seperti jok dan dashboard.

“Kok pake kemeja sama kacamata? pake beanie lagi” komentarku soal penampilan Lidya hari ini. “Biar nggak ketahuan fans kali. Sayangku ini kok nggak ngerti sih” balas Lidya tak kalah sinis. Hmmm, benar juga.

“Eittss, sebelum jalan, aku mau tanya sesuatu” tanya Lidya.

“Tanya apa?” balasku pura-pura tidak tahu

“Hiiiih, hari ini kan ulang tahun aku, kado buat aku mana?” rengek Lidya

“Aduuuuh, maaf dek. Aku lupa, serius” aku berbohong, padahal aku sudah menyiapkannya, namun menunggu saat yang tepat untuk memberikannya. “Ya udah, sebagai gantinya hari ini aku akan ajak kamu ke suatu tempat yang tidak biasa, okay?” ujarku untuk meredakan kekecewaannya. “Bodo, aku marah” sungut Lidya sembari melipat tangannya dan memanyunkan bibirnya. Aku hanya menggelengkan kepala dan mulai menjalankan mobilku ke arah kawasan Ragunan. Ya, aku akan mengajaknya berkencan di Kebun Binatang. Pilihan yang aneh bukan untuk berkencan? Tapi bagiku ini adalah tempat yang unik dan anti-mainstream. Namun aku tetap merahasiakannya sampai saat ini.

Perlahan namun pasti mobilku membelah kemacetan ibu kota hari ini. Di hari libur seperti ini, tak sedikit orang memilih untuk pergi bertamasya dengan orang yang mereka sayangi. Tak terkecuali aku. Umbul-umbul dan segala ornamen bertema kemerdekaan negara kami yang terlampau lucu ini menghiasi semua sudut kota. Nuansa merah putih mendominasi ornamen-ornamen yang ada.

“Emang kita mau ke mana sih?” ucap Lidya penasaran. “Nanti juga tahu sendiri” jawabku singkat dan meninggalkan Lidya dengan penuh tanda tanya di pemikirannya. “Ya udah, biar nggak bosan kita denger lagu aja”. Ku nyalakan iPod yang telah terhubung dengan kabel Aux tertancap di head unit mobilku. Ku putar acak dan terputarlah lagu kesukaanku.

“Paramore, Fake Happy” kata Lidya. “Yap, betul sekali” balasku. Lidya terlihat menikmati lirik yang dilantunkan Hayley Williams. Aransemen yang ringan namun tetap mengajak kita untuk kita menganggukan kepala.

Oh please, don't ask me how I've been

Don't make me play pretend

Oh no, oh what's the use?

Oh please, I bet everybody here is fake happy too
Lidya dengan fasih bernyanyi mengikuti lagu pada bagian chorusnya. Sepertinya emosi Lidya sangat terkoneksi dengan energi lagu ini. Memang lagu ini terdengar sangat menyenangkan namun dengan lirik yang sangat emosional.

“Aku benci kepalsuan” ucap Lidya. Aku hanya menaikkan sebelah alisku “Terkadang aku benci sama apa yang aku lakukan selama ini. Di mana aku harus selalu terlihat bahagia meski saat itu juga aku merasa sangat sedih. Namun aku harus tetap semangat, ada banyak orang di depanku yang dengan tulus mendukung aku. Hanya itu yang bisa membuat aku bertahan sampai saat ini” sambung Lidya mencurahkan isi hatinya. Aku menyimak dengan seksama dengan masih fokus menyetir. “Dan aku yakin, bukan hanya aku saja yang merasakan hal seperti ini. Berpura-pura bahagia” Tutup Lidya yang melekatkan pandangannya ke depan di balik kaca mata hitamnya. Dan sepertinya tebakkan ku benar. Menurut yang aku baca di internet, “Fake Happy” ini merupakan cerita pengalaman Hayley Williams yang sangat membenci kepalsuan. Dibalik penampilan Hayley yang terlihat ceria, energik dan positif, ia sendiri terkadang merasa tidak bahagia. Memang musik adalah bahasa universal, tidak peduli bahasa yang di pakai, hanya musik yang bisa menyentuh emosi seseorang. Dan musik adalah sarana tepat untuk menunjukan emosi dan gagasan yang tersirat bukan tersurat.

“Hmmm... menurutku wajar jika setiap manusia punya topeng masing-masing. Namun membohongi diri sendiri itu tidak baik, sayang” jawabku asal demi mengembalikan mood-nya. “Dan menurutku, kamu sudah terlalu lama membohongi diri kamu sendiri. Aku tahu kamu adalah wanita kuat, namun sekuat-kuatnya kamu, kamu punya kelemahan. Dan aku akan menjadi orang yang akan selalu ada untuk kamu berbagi” ujarku sambil menggenggam jemarinya. Ia menoleh padaku lalu tersenyum dan menggelayut manja di lengan kiriku. “Hubungan antar manusia memang merepotkan. Setiap manusia merupakan makhluk yang lemah, kita harus saling membantu” kembali aku berucap.

“Eh, kayak kenal kata-kata itu?” selidik Lidya

“Emang, itu kan lagu kamu. Yang kadang kamu lupa speech pembukanya, kan?” candaku

“Iiiiih, jahat!”

“Aduh... aduh... sakit!” aku mengaduh karena lenganku digigitnya. “Tapi kan yang bahagia lebih banyak ahahaha”

Dan kami terus bergurau di dalam mobil yang dengan santainya membelah padatnya jalanan.

-o00o-
“Lho, ini kan ke arah Ragunan, ngapain kita ke sini?” rupanya Lidya telah sadar ke mana tujuanku membawanya. “Ya jalan-jalanlah, ngerayain ulang tahun kamu” aku berkilah membela diri. “Kemana kek, restoran romantis kek, malah ke kebun binatang” sungut Lidya.

“Ah, biasa. Aku mau ninggalin kesan mendalam buat kamu hehehe”

“Halah, bilang aja kamu ga punya duit” ejek Lidya. “Emang, wleeeek!” godaku sambil menjulurkan Lidah. Dan kembali pukulan Lidya mendarat mulus di tubuhku.

Kini kami sudah berada di kawasan Ragunan. Aku membeli tiket untuk kami di loket yang tersedia. Sedikit lama kami mengantri karena padatnya pengunjung untuk menghabiskan hari libur nasional ini. Setelah kami membeli tiket, kami segera mengeksplor kandang-kandang hewan koleksi Ragunan.

Kami mengunjungi kandang Jerapah, Singa hingga Simpanse. Lidya nampak menikmati kencan kami ini. Ia sangat tertarik memberi makan Gajah, meskipun ia sedikit takut. Di area petting zoo, kembali aku melihat binar bahagia Lidya saat berfoto dengan seekor Panda yang lucu dan menggemaskan “Uuuuh... Pandanya lucu. Jadi kangen Dudut deh” ujar Lidya yang sepertinya rindu dengan teman yang sudah ia anggap adik sendiri, Sinka Juliani. Member yang selalu diidentikan dengan hewan lucu berbulu hitam dan putih dari Negeri Tirai Bambu itu.

Kini kami sudah berada di taman burung. Tepatnya di area kandang Flamingo.

How many shrimps do you have to eat

Before you make your skin turn pink

Eat too much and you'll get sick

Shrimps are pretty rich
Tiba-tiba ia melantunkan potongan lirik lagu milik Kero Kero Bonito berjudul Flamingo. Ia menari dengan aneh mengikuti irama lirik yang ia ucapkan dan aku sedikit tertawa melihat tingkah kekanak-kanakannya itu.

“Uhhhm, Lid...”panggilku

“Ya, mas ada apa?” ia berbalik bertanya

“Ada hal yang mau aku omongin, soal hubungan kita berdua” tegasku

Lidya nampak dengan sigap menyimak apa yang hendak aku katakan. “Setelah hampir beberapa bulan bersama, aku seperti menemukan warna baru dalam hidup aku” Lidya makin fokus terhadap kata-kata yang aku ucapkan. “Setelah melewati masalah yang mendera kita selama ini, aku semakin yakin bahwa kamu adalah seseorang yang aku tunggu, dan aku yakin telah menemukan tulang rusukku yang hilang...” Lidya nampak menarik nafas dalam-dalam. “Dan sebenarnya aku punya hadiah khusus buat kamu” kini Lidya makin kebingungan.

Aku mengambil sebuah kotak kecil berwarna merah dari kantong belakangku, dengan segera aku berlutut di depannya. “Aku bohong soal aku tidak punya kado untuk kamu, dan ini adalah kado untukmu. Sebuah cincin yang diberikan ibuku, beliau berkata, serahkanlah pada wanita yang telah memberimu makna dalam hidup kamu... So... would you be mine, forever and ever?” Ya, aku melamar dia. Meskipun belum resmi, dalam hal ini mempertemukan kedua belah pihak keluarga kami. Dan aku melamarnya di kebun binatang, tepatnya di depan kandang Flamingo. Sungguh tidak elit namun akan memberikan kesan yang membekas sampai selamanya.

Lidya terkejut dengan apa yang aku lakukan saat ini. Tangannya menutupi mulutnya. Ia tidak bisa berkata-kata dan air mata mulai menggenang di kelopak matanya. “Yes, I do, mas... I want to be with you forever and ever!” seru Lidya. Lalu aku mulai memasukkan cincin itu di jari manis kirinya. Cincin itu sangat cocok melingkar di jarinya. Sebuah cincin sederhana, terbuat dari emas putih yang ku taksir berkadar kurang dari 5 gram, dengan berlian kecil di tengahnya. Aku bangkit dari posisi berlututku dan memeluk Lidya. “Terima kasih mas, kamu udah milih aku, aku bahagia banget!” ujar Lidya dengan sangat haru. “Sama-sama, sayang. Aku akan sabar menunggu kamu sampai saat yang tepat. Jadi, aku harap kamu makin semangat dengan pilihan kamu saat ini, jangan pernah kecewakan orang yang sudah mendukung kamu dengan tulus. Kamu berhak berbahagia” kataku. Pelukannya semakin erat.

Tik! Tik! Tik!

Mendadak hujan turun menghujam bumi. Tidak tanggung-tanggung, lebat sekali air yang turun dari Langit. “Ayo Lid, kita berteduh di pendopo situ” Ajakku sambil memegang pergelangan tangan Lidya. Kami berlari menembus hujan.

Kini kami sudah duduk di kursi yang tersedia di pendopo. Suasana Ragunan saat itu tiba-tiba menjadi sepi. Tidak ada orang sama sekali. Seakan kebun binatang ini dibuka hanya untuk kami saja. “Mas...” panggilan Lidya membuatku menoleh ke arahnya. Kemudian kedua telapak tangan Lidya telah mendarat di kedua pipiku. Ia mengelusnya sebentar dan kemudian ia menarik kepalaku dan kedua bibir kami saling bertemu. “Uhmmmpftt” desah Lidya tertahan oleh bibirku. Lidah kami mulai bertaut, saling membelit. Sepertinya tak hanya kami yang saling merindu, tiap bagian tubuh kami hingga lapisan kulit kami sangat rindu untuk kembali menyatu, kembali saling menyentuh dan mengisi. Kini aku merengkuh pinggang Lidya, merapatkan tubuhnya padaku, lekuk tubuhnya bagai candu yang memabukkan ku. Kami tidak mempedulikan lagi di mana kami tengah berciuman. Hembusan nafas Lidya di sela ciuman kami membuat bulu kudukku merinding, merangsang darah makin cepat berdesir. “Hmmmpftt.... Ahhmmm” hanya itu yang terucap dari mulut kami. Entah sudah berapa lama kami berciuman, entah sudah berapa banyak saliva yang kami reguk. Dan Lidya menghentikan ciumannya ketika tanganku mulai menyentuh payudaranya. “Jangan di sini mas, kita ke rumah kamu sekarang” ujar Lidya dengan nafas yang berat.

Dan sepertinya ranjangku akan berderit lebih kencang dari biasanya.

 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
cerita macam apa ini? hahaha keren...mate i trust in you...this story sure will be legend di forum ini...penyesalan gue cuma satu, kenapa gak dari dulu sih lu buat? bagus dan veri nice...kapan2 minta file dalam bentuk word ya kalo udah tamat...gue mau vakum soalnya

Ah, biasa aja. Ga akan jd legend. Kepanjangan banget update hari ini. Sebenernya mau masukin part exe di update ini, tapi krn otak udah ga sanggup dan udah terlampau panjang (4000an kata), maka diputuskan utk disimpan di update berikutnya.

Selow, bro. Bentar 2 part lagi tamat kok. Dan akan ada epilogue dan 1 special chapter.

Maaf ya yang baca kalo merasa PHP tapi krn emang mau bikin PHP aja hahah
 
Whoa ini bagus! Pemilihan kata dan gaya ceritanya bagus nih. Semangat terus ya gan, bakal jd pelanggan setia nih
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
"Ngancuuuuuk" tenan ki haha
Mas'e delivers. Nice. Bahaya nih imagery-nya masa bisa kebayang Lidya ngirim message dan foto bugil hadehhhh. To quote Leon himself: "Dammit!"
Daaaan kok rasa2nya bakal ngarah ke sad ending yha ): Jadi inget jayasuporno..

Btw toilet f7 berarti tempat Veranda dong ya? Hehehehehe
 
Bimabet
"Ngancuuuuuk" tenan ki haha
Mas'e delivers. Nice. Bahaya nih imagery-nya masa bisa kebayang Lidya ngirim message dan foto bugil hadehhhh. To quote Leon himself: "Dammit!"
Daaaan kok rasa2nya bakal ngarah ke sad ending yha ): Jadi inget jayasuporno..

Btw toilet f7 berarti tempat Veranda dong ya? Hehehehehe
Hehehe thank you. Biar makin kerasa feelnya. Dan soal toilet F7 jg pengen bernostalgia aja dg salah satu cerita terbaik. Itu jg idenya ga dipikirin dulu. Murni imajinasi dadakan, apa yg terlintas, itu yg ditulis.
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd