Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MISTERI Nyai Ajeng Galuh Andini - a Mini Series

Status
Please reply by conversation.
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Dilanjutpun...

Kisah Sebelumnya..
“Ssstt… kilatan masa lalumu lagi kah? Sttt… biarkan itu datang dengan perlahan, jangan dipaksakan, nanti kamu malah sakit… lihat aku sayang… lihat mataku… kita akan melalui ini Bersama… kamu memilikiku…. Aku menyayangimu…. Banget…. Lihat mataku sayang… lihatlah cinta yang ada di sana…” dan pada detik itu juga semua mimpi buruk-ku serasa mengabut, hanya menyisakan sebuah kenyataan yang harus aku percayai…

Kenyataan hidup kecil ku dengan istri tercintaku

Kemudian, semua kilatan masa laluku itu, serasa tidak berarti lagi…



Darubeksi Nyai Ajeng Galuh Andini Pt.2
(Guna-GUna Nyai Ajeng Galuh Andini pt.2)​


Pagi itu, seperti biasanya aku bekerja di peternakan ki Lurah. Beberapa hari ini memang badanku kurang enak, kemarin saat pergi ke kota untuk menagih uang ki Lurah dari pembeli kami, sekalian nganterin istriku yang pengen membeli perhiasan yang diinginkannya, bahkan aku sempat hampir pingsan dijalan, hampir jatuh dari punggung Jatayu yang dipinjamkan oleh ki Lurah sebagai kendaraan kami, walaupun burung besar yang secara genetik dibiak-kan secara khusus itu sudah terbang cukup hati-hati. Perasaan lemas aja ni badan.

Hari ini pun aku masih merasa lemes, tapi sedikit kupaksakan untuk kerja, walau sempat dilarang oleh ki Lurah dan Istriku, namun, opname dan pendataan stok ternak ini harus kuselesaikan untuk merencanakan pengiriman selanjutnya. Akhirnya aku diperbolehkan kerja, walau istriku memaksa untuk menemani

“Mas Deny, jernihkan pikiran mas… Ingat bunda-mu..” tiba-tiba kudengar bisikan di telingaku, saat aku tengah melakukan merekap opnaman ternak, bisikan yang terasa berasal dari tempat yang jauh, namun juga terdengar begitu jelas

“Siapa?” desisku kaget

“Ingatlah… jernihkan pikiranmu…”

“Siapa disana? Jangan main-main denganku!!” hardik ku mulai jengkel, karena sepagian aku berusaha menguatkan diri dari badan yang beberapa lama ini terasa semakin lemas, malah ada yang macam-macam

“Mas Deny! Ingatlah!!”

“Siapa?? Kamu siapa!! Arrrgghh!!” aku merasa semakin pusing seiring dengan bisikan demi bisikan yang kudengar, kepalaku seperti hampir pecah

“Kakang!!” kudengar suara istriku histeris memanggil, kulihat dia berlari kearahku dengan cepat

“Kakang? Kakang! Minum ini…” ujar istriku sambil memberikan minuman yang memang dari pagi disiapkannya sebagai bekal kami

“Ough… pait…” kataku setelah meneguk minuman itu, “Jamu kah?” tanyaku kemudian

“Iya ini jamu kang, jamu buat kesehatanmu…” ujarnya kalem sambil tersenyum imut

Aku tersenyum membalasnya “Makasih sayang…”

“Kakang mendengar suara-suara lagi?” tanya-nya

“Iya, dan kelebatan bayangan-bayangan orang-orang… apakah ini ingatan masa laluku?” desisku lirih

“Aku gak tau kang, nanti akan kita cari tahu bersama, kang… lihat mataku kang… lihatlah kang, aku milikmu, kita akan baik-baik saja, kita akan berdua selamanya kang, aku mencintaimu… kang lihatlah mataku…” ujarnnya cepat, sambil mengamit pipiku dengan kedua telapak tangannya dan mengarahkan pandanganku lurus ke-mata indahnya. Dan seketika, sakit kepalaku mereda, dan bayangan-bayangan itu juga semakin memudar

“Cukup!” kudengar sebuah suara parau dari belakang tubuh istriku

“ki Lurah?” desisku

“kang tatap mataku kang, tatap mataku… aku mencintaimu kang… Kang, Tatap Mataku!” desak istriku lagi, menahan pandangan mataku yang sepontan hendak melirik ke arah asal suara itu

“Andini, cukup!” desak suara itu lebih tegas, kulihat sebuah cakar harimau putih memempel di pundak istriku

“Kamu mengecewakanku Andini, kamu membohongiku!” desisnya kemudian

---

“Ki, maafkan istriku apabila sudah berbuat salah…” mohonku kepada ki Lurah, majikan-ku

Saat ini kami berada di ruang tamu ki Lurah. Aku dan Andini duduk bersebelahan di kursi panjang, sedangkan ki Lurah yang berwujud seperti seekor Harimau Putih itu duduk di kursi yang ada dihadapan kami, di seberang meja kayu pendek. Memandang kami dengan ekspresi menerawang, seperti sedang mempertimbangkan sesuatu.

“Diminum…” ujar suara halus yang barusaja datang, membawa baki yang berisi minuman lalu meletakkan-nya dengan hati-hati di meja

“Matursuwun Nyi…” balasku sopan kepada peri itu. Beliau adalah Nyi Lurah, istri Ki Lurah yang segera masuk kedalam setelah meletakkan minuman-minuman itu. Sesosok peri yang ramah

“Darubeksi, Andini? Kamu betul-betul mengecewakan-ku. Harusnya aku bisa mengetahuinya dari dulu… Kamu tau peraturannya kan, Andini?” Ujarnya sambil geleng-geleng kepada istriku, mengindahkan permintaan maafku untuknya

Istriku hanya menunduk sambil terisak, aku menggenggam tangan-nya

“Demi keselamatan semua orang, ini harus berakhir sekarang! Kamu dengar aku, Andini?” desaknya lagi. Istriku hanya semakin terisak

“Lepaskan darubeksimu, Andini!” perintahnya kemudian dengan nada agak tinggi, yang membuat istriku benar-benar semakin terisak-isak

“Tidak ada darubeksi ki… aku hanya menolongnya, men-dorong-nya sedikit… kami… kami saling mencintai ki…” jawab istriku sambil tertunduk disela isakan-nya. Aku hanya terdiam, berusaha menebak arah pembicaraan ini

“Aku belum buta Andini, aku masih melek, siapa yang coba kamu tipu?”

“Tapi mata ki Lurah juga sudah sering lengah! Tiga orang manusia berhasil menyusup dan berkeliaran di dunia kita dan membuatku hampir celaka, ki Lurah dimana?” jawab istriku, melontarkan argumentasi yang berani kepada ki lurah, walau masih sambil menundukkan kepala

Wajah ki Lurah yang kami hormati seketika membesi

“Kesalahanku, akan aku pertanggung jawabkan, dan kesalahan itu tidak boleh dijadikan alasan untuk membenarkan kesalahan-kesalahan yang lain” jawab ki-Lurah dengan intonasi keras

“Tapi kami saling mencintai Ki… dan pemuda ini telah berani mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkanku… dia sudah ikhlas meninggalkan masa-lalunya untuk-ku” bela istriku memelas

“Dia ikhlas mengorbankan nyawanya untuk menolongmu, tapi apakah secara khusus untukmu? Apakah karena cinta seperti yang kamu akui? Seperti yang disyaratkan oleh peraturan kita?” desis ki Lurah

“Tapi kami memang benar-benar saling mecintai, Ki… dia ikhlas berada di sini bersamaku…” jawab istriku lagi yang memicu keheningan sejenak diantara kami semua. Aku masih berusaha mencerna pembicaraan ini

“Kalau begitu lepaskan darubeksimu, bebaskan dia dari guna-guna-mu, dan kita lihat kenyataannya…” desis ki Lurah kembali memecah keheningan itu

“Kumohon ki…” ucap istriku kemudian, sambil melorot dari kursinya, kali ini dia bersimpuh di lantai sambil memandang memelas kepada ki Lurah

“Andini, beberapa waktu lalu, ada beberapa orang berkeliaran dibatas dunia kita, manusia-manusia sakti, salah satunya bahkan melukai Kartono. Sebelumnya aku tidak melihat ini ada hubungannya dengan kalian, tapi, setelah kupikir kembali, mungkin mereka adalah keluarganya yang berusaha mencari pemuda ini… Dan aku juga merasakan sebuah kekuatan yang menyisir tanah kita, mencari-cari sesuatu… Sebelumnya kukira hanya kekuatan seorang dukun yang berusaha menyedot pusaka dari dunia kita, namun…” ki Lurah mengehentikan sejenak keterangannya

“Setelah melihat sendiri kekuatan itu tertuju ke pemuda ini, aku semakin yakin akan tebakan-ku, ada yang mencarinya…” lanjut ki Lurah

“Kawulo akan mengatasinya ki, kawulo mohon, beri kami kesempatan…” desis istriku semakin memelas, kali ini sambil membungkuk sehormat-hormat-nya

“Ki Lurah, saya kurang paham apa yang kalian bicarakan, tetapi, apabila hal ini membantu, saya memang benar-benar mencintai istri saya ki…” ujarku menimpali ucapan istriku

“Baiklan Andini, kalau kamu tidak bersedia melepaskan darubeksimu dari pemuda ini, aku yang akan melakukannya!” desis ki Lurah kemudian dengan nada tegas, seperti tidak mengindahkan omongnku sambil perlahan mengulurkan cakarnya ke wajahku

Aku tidak mengetahui persis apa yang terjadi, namun sekilas kulihat dua berkas sinar kuning memapak cakar ki Lurah yang sudah setengah jalan menuju ke wajahku

SLAPPP!! SLAPP!!

BLEDARRR!!

Sinar itu meledak ketika membentur lengan ki Lurah. Aku terlontar ke-belakang karena ledakannya. Dengan reflek, aku menggulingkan diri, berjungkir balik dan menyeimbangkan diri dalam posisi setengah berjongkok, menggunakan sebelah lututku untuk menopang badan. Sekilas kulihat istriku sudah dalam posisi berdiri menghadap ki Lurah. Sinar kekuningan meletup-letup dari kedua matanya

Sedangkan Ki lurah masih dalam posisi duduk di kursinya, menatap lengan kanannya yang berasap, karena dilabrak oleh sinar kuning tadi “Apakah kamu menentangku, Andini?” desisnya seram

“Aku akan menentang siapapun yang berusaha memisahkan kami, Ki!” hadik istriku tiba-tiba emosi, sekarang kulihat, percikan-percikan petir kecil berwarna kuning juga menari-nari di kedua telapak tangan-nya, tak lama kemudian, percikan itu membesar dan bergemeretak mengalir sampai kesiku-nya

“Kuberi kamu satu kesempatan lagi untuk mempertimbangkan semuanya, Andini…” Desis ki Lurah lagi, masih dalam posisi duduk, namun, matanya kulihat mulai menyala hijau terang dan percikan dalam werna yang sama juga merambat di tengkuk-nya. Membuat bulu-bulu putih harimau itu menegak

“Kesempatan? Kesempatan apa Ki? Kesempatan untuk kehilangan lagi? Kesempatan untuk kesepian lagi?! Tidak Ki!! Bukan kalian yang akan terluka, tapi aku ki! Aku!! Dan aku akan memiliki pemuda ini, walau artinya harus menentang kalian semua, walau aku harus menghancurkan tatanan Alam ini!!” ujar istriku tak kalah menyeramkan, letupan kilat kuning-nya sekarang semakin membesar, bahkan sampai menutupi seluruh badan-nya dan mengangkat rambut panjangnya secara menyeramkan

Aku terbelalak ngeri melihat kejadian itu…

Namun, aku menguatkan hati, kalau sampai ki Lurah berani menjatuhkan tangan-nya, atau dalam hal ini, cakar-nya, kepada istriku, aku akan berjibaku membelanya, apapun resiko-nya. Diam-diam aku merapal jurus Sukma Ani-Ani!

Lalu, seperti lampu yang dimatikan dari sakelar-nya, percikan kilat kuning istriku meletup dan padam begitu saja. Kulihat, tiba-tiba Nyi Lurah sudah berdiri di belakang istriku sambil menempelkan telunjuk di tengkuknya. Semerta-merta tubuh istriku terhuyung dan melemas, yang sepontan ditahan oleh Nyi Lurah

“Sing sareh Pakne, yang sabar, biar aku yang bicara sama Galuh… Sementara itu, biarkan dia tenang dulu…” Ujar Nyi Lurah kalem, menyebut nama depan Istriku, sambil mendukung tubuh lemasnya yang tiba-tiba pingsan setelah mendapatkan sentuhan lembut jari Nyi Lurah di tengkuk-nya. Nyi Lurah menoleh dan tersenyum ramah kepadaku

Entah kenapa, aku kok malah merasa lebih jeri kepada peri kecil ramah istri Ki Lurah daripada pada sosok harimau putih menyeramkan ini…

---.

Aku melihat mata istriku yang masih tertututup itu mulai bergerak-gerak. Rupanya dia sudah mulai hampir siuman, kubelai-belai dahi dan rambut hitamnya. Kelopak mata imut itu mulai terbuka

“Sayang…” ucapku sekalem mungkin sambil membelainya. Saat ini, Andini, istriku terbaring di ranjang salah satu kamar di rumah ki Lurah

“Kakang…” balasnya melow, bergegas bangun dan memeluk leherku. Lalu menangis terisak-isak. Aku berusaha menenangkannya dengan memeluknya balik serta membelai-belai punggungnya

“Sudah bangun kamu nduk? Maafkan mbakyu harus menidurkanmu seperti itu, habis kamu kalau ngambek galak bener…” ucap Nyi Lurah yang barusaja masuk membawa nampan berisi minuman hangat sambil tersenyum ramah

“Mbak yu…” rajuk Andini sambil melepaskan pelukannya dariku dan mengangkat tangan isyarat minta dipeluk oleh Nyi Lurah

Nyi Lurah menanggapi kemanjaan istriku dengan geli, lalu duduk ditepi ranjang dan memeluknya

“Le, cah bagus, kamu di tunggu di ruang tamu sama bapak…” ujar Nyi Lurah sambil memeluk istriku

“Nggih Nyi…” balasku sambil berlalu, membiarkan istriku di tenangkan oleh kakak-nya

Yap, Nyi Ajeng Retno Ambarsari, istri ki Lurah ini adalah iparku. Kakak dari istriku…

Aku udah pernah cerita kan?

Eh, apa belum ya?

Maaf lupa, harap dimaklumi, kemarin-kemarin aku berada dalam guna-guna kan?

---.

Aku berjalan lambat-lambat menyusuri lorong rumah ki Lurah dari kamar menuju ruang tamu. Ledakan ingatan masih berusaha membajiri otak-ku. Tadi, setelah istriku ‘ditidurkan’ oleh kakak-nya, guna-guna istriku yang dikenakannya kepadaku memang dibuka oleh ki Lurah. Ternyata guna-guna itu-lah yang memblokir ingatan masa-lalu-ku dan menanamkan sugesti bahwa kehidupan inilah sebenarnya-benarnya kehidupan nyataku

Ki Lurah dengan bijaksana, masih membiarkan ingatanku selama tiga tahun aku menjalani kehidupan di alam ini. Tiga tahun, bayangin aja…

Dan aku memiliki teman sesosok genderuwo?

Really?

Aku memijit-mijit keningku sendiri…

Pening rasanya…

Ah, kalau dipikir kembali, alam ini memang benar-benar menakutkan. Bukan karena fisik penduduknya, tetapi karena pengetahuan mereka tentang ingatan dan memori otak. Bayangin aja, apa yang bisa kau raih di-Alam kami kalau kamu mempunyai pengetahuan dan kemampuan memanipulasi memori seseorang seperti ini. Pengetahuan dan kemampuan untuk memblokir, menghapus dan me-reset ingatan seseorang.

Kamu bisa membuat seorang presiden lupa akan dirinya sendiri, dan membuatnya menjilati lolipop sepanjang hari.

Ah…

Dan sekarang dengan ingatan yang sudah kembali ini, aku malah semakin bingung membedakan realita yang kualami. Alam-Alam dialam semesta, ternyata tidak sesempit yang selama ini aku perkirakan. Tidak se-3D itu…

Ah, bagaimana aku harus merangkai semua informasi ini di otak sok kritis-ku ya?

Aku selalu membayangkan luasnya alam semesta dengan jutaan galaksi dan gugusan bintang-bintang yang terhampar didalamnya. Dan Tuhan sebagai sang penguasa tunggal, ku-manifestasikan sedang duduk di ruang-kontrol untuk mengawasi semuanya, dibantu oleh jajaran staff-malaikat-nya. Lalu, realita ‘Alam Bayangan’ yang benar-benar bersinggungan dengan alam semesta kita ini apa? Hanya satu jawabannya: Tuhan jauh lebih Hebat dari manifestasiku akan Diri-Nya

Dan beliau mengahadiahkanku seorang Istri yang benar-benar mencintaiku dialam semestanya yang ini.

Di Alam Semestanya Yang Ini!

Kuharap penguasa alam ini memang Tuhan yang sama dengan Alam-ku

Tapi…

Seorang Istri?

Seorang istri, bayangin…

Aku menghela nafas…

Seorang Istri…

Kebayang gak sih?

Sekarang aku adalah laki-laki beristri…

Aku? Bocah serabutan yang beberapa minggu lalu masih hidup bergelimang ke-bego-an dan tidak memiliki rasa tanggung jawab sama sekali terhadap diri sendiri, orang lain, bahkan kepada kehidupan itu sendiri, sekarang sudah mempunyai seorang istri…

Sebuah lompatan emosi disertai tanggung-jawab yang mengerikan, kalau kau tanya pendapat-ku

Dan hal itu membuatku semakin galau, terutama apabila sampai pada waktunya untuk memilih dialam mana aku harus melanjutkan hidup kacau-ku…

Alam masa lalu-ku, yang disana ada semua keluarga yang sangat menyayangiku…

Bunda, Ayah, Adik-adik ku, Kehidupan masa laluku - yang walaupun sudah direset oleh oknum-oknum Interpol edan itu, namun masih terasa sangat sayang untuk kutinggalkan begitu saja, ada Bulik-bulik gila-ku, Mbak Rika, Mas Adri, Teman-teman…

Ine Jogja…

Eh, kok Ine yang itu sih?

Kenapa pula cewek lugu - bukan pacarku - yang selalu bisa membuatku adem saat berada disisinya itu ikutan membayangi benak kacau-ku? Senyuman Innocent-nya, muka sok memerah malu-malu-nya, nasehat-nasehat-jitu-nya. Bahkan, bayangan-bayangan dia-lah yang ikut memperkuat tekad-ku untuk bertahan hidup saat menjalani sterilisasi yang melelahkan dan merusak saat itu…

Dimana si-adem itu sekarang?

Ah…

Tapi di sini, aku memiliki se-Orang istri…

Se-Peri Istri lebih tepat-nya…

Galau gak sih?

Andini…

Yang walaupun katanya guna-guna ini sudah dilepaskan, tapi mengapa perasaanku kepadanya kurasakan sama sekali belum berubah? Kenangan kebersamaan kami selama tiga tahun belakangan ini, belaian-belaian sayang-nya, canda tawa-nya, tatapan mata tulusnya…

Dan rencana-rencana masa masa depan kami berdua…

Ini beneran cinta, atau hanya dorongan rasa kasihanku?

Andini…

Hidupku mungkin jauh lebih sederhana apabila guna-guna itu tidak pernah dicabut…

---.

“Randu, Duduklah…” kata Ki Lurah kalem saat melihatku memasuki ruang tamu. Disini memang aku dinamakan Randu. Nama itu diberikan oleh ki Lurah sendiri, saat pertama kali aku sadar dan tidak ingat tentang diriku-sendiri

“Tentunya kamu masih bingung dengan semua ini, tetapi bagaimanapun, kita harus mengambil keputusan, ceritakan kepadaku apa tujuan awalmu memasuki alam kami…” Ujar ki Lurah kemudian setelah melihatku duduk didepan-nya dengan gamang

Dan aku mulai menceritakan semuanya. Tentang tujuanku, tentang latar belakang cideraku dan tentang bunda yang mengutusku untuk mencari kesembuhan di sendang Kahuripan sialan itu. Lalu tentang awal pertemuanku dengan Nyai Andini, istriku…

Ki Lurah tergelak sebentar, membuka keterangan tentang siapa ketiga orang yang kukalahkan saat menolong Andini, istriku, dan kenapa saat itu Andini begitu tidak berdaya menghadapai mereka. Saat itu Andini baru-saja ‘pulang’ dari dunia kami, untuk menengok makam suami-pertama-nya, terangnya. Dan saat itu, kebetulan adalah ‘hari pengapesan’-Andini. Yang belakangan kuketahui, hari itu memang secara spesifik dipilihkan oleh Bundaku untuk-ku menjalani ritual di Sendang Kahuripan. Dan apa pertimbangan-nya bunda?

Ah, itu topik yang benar-benar ingin ku bahas dengan beliau.

Lalu Ki Lurah mulai bercerita sebuah kisah. Sebuah kisah yang tidak hanya membuat ku bersusah payah mencernanya, tetapi juga membuat bulu kuduk-ku merinding tidak karuan

Pada suatu ketika - ki Lurah mengawali kisahnya, alam kami yang bersinggungan pada hari-hari tertentu, dimasuki oleh seorang ‘sakti’, seorang yang sudah melewati batas materi keduniawian. Awalnya memang terjadi bentrokan dengan ki Lurah yang saat itu sudah didapuk untuk menjadi penjaga gerbang antar alam ini, namun, singkatnya, akhirnya malah terjalin pertemanan diantara keduanya

Ki Lurah sendiri, dimasa mudanya juga ‘melalang-buana’ di alam kami, jadi bersahabat dengan seorang manusia memang bukan hal yang baru buatnya

Lalu, pertemanan itu menjelma menjadi sebuah kerja-sama. Atas inisiatif mereka, ide untuk ‘menyegel’ lokasi-lokasi dimana alam-alam kami sering bersentuhan di hari-hari tertentu, diajukan oleh ki Lurah kepada majelis penguasa Alam ini. Hal itu dimaksudkan untuk mencegah rancu-nya tatanan kedua alam. Dan disetujui oleh majelis. Maka mereka berdua-lah yang dimandati untuk melakukan penyegelan-penyegelan

Karena penyegelan itulah, maka sosok-sosok dari alam ini, yang dahulu bebas ‘berkeliaran’ di-Alam-Kami, bisa diatur. Tentunya penyegelan itu bukan tanpa perlawanan. Penguasa-penguasa ‘bawah tanah’ dari alam ini yang memiliki kepentingan untuk ‘bergentayangan’ diantara kedua alam, secara terang-terangan menentang. Tetapi perlawanan itu hampir semuanya bisa mereka atasi.

Gabungan kekuatan mereka - ki Lurah dan orang itu, dan kemampuan ‘membujuk’, terutama dari orang itu, membuat mereka sukses meyelesaikan misi penyegelan

Dan karena kedekatan itu pula, ki Lurah menikahkan orang itu dengan adik iparnya, dengan Nyai Ajeng Galuh Andini, istriku sekarang. Walau si Andini awalnya tidak begitu suka - begitu pengakuannya kemudian hari, namun karena orang itu begitu memanjakan dan menyayanginya, Andini akhirnya luluh dan bersedia menjalani pernikahan itu. Ikatan pernikahan itu berlangsung sampai akhir-nya orang itu kembali ke-alam-nya.

Karena, seiring dengan berlalunya waktu, orang itu mulai ‘keracunan’ alam ini. Fisik manusia memang tidak di-desain untuk hidup di Alam ini. Seperti yang terjadi padaku, orang itupun mulai lemas-lemas dan sering pingsan. Gejala ini, yang sebelumnya dipikir sebagai sakit biasa, ternyata merupakan hal yang sangat berbahaya

Karena, gejala itu ternyata adalah tahap awal dari proses adaptasi, atau bisa dikatakan sebuah proses Evolusi.

Lama-kelamaan, orang itu berubah menjadi ‘mahluk’ alam ini. Hasilnya: Fisiknya-pun mulai berubah. Ki Lurah tidak merinci apa perubahan itu, tetapi, diakhir cerita, orang itu menginkan kematian. Karena menurut pengakuan orang itu, Mati adalah kewajiban kami, manusia - mahluk yang dari awal diciptakan untuk hidup dalam kefanaan. Lalu, beliau ‘pulang’ ke alamnya, ke keluarga-nya dan meninggal disana

Orang itu bernama Abdullah Umar, yang ternyata adalah kakek buyut-ku dari eyang putri, istri eyang Sukadi Ponosoemarto…

Mbah buyut Dullah, begitu aku memanggilnya. Masih ingat, akupun ikut menguburkan beliau. Ternyata ‘Kematian’ tidak se-segera itu menjemputnya di alam kami

Dan masih jelas ku-ingat kebiasaan ‘menjijik-kan’ beliau. Menjilat ibu-jari nya sendiri dan mengusapkan ludah yang menempel di ibu-jarinya itu ke kening-ku. Aku selalu mencak-mencak ngambek setiap kali beliau melakukan hal menjijik-kan itu, namun beliau selalu terseyum sabar dan mentraktirku es banyak-banyak setelahnya…

Lagian, mbah buyut Dullah memang baik

Aku manggut-manggut mendengarkan ‘dongeng’ menakjubkan itu…

Walau agak risih sebenernya sih, bayangin aja, aku menikahi janda dari kakek buyutku sendiri…

Di alam-ku, mbah buyut memang mempunyai beberapa istri, tiga, sejauh pengetahuan-ku, entah berapa yang tidak kuketahui.

Dasar tua bangka playboy, dikiranya dia Bung Karno apa?

“jadi, apabila saya terus disini, maka saya juga akan berubah Ki?” tanyaku

“Pastinya” jawab ki lurah asal-asalan

“Dan ki Lurah dari awal mengenali kalau saya adalah anak turun dari mbah buyut Dullah?”

“Iya” jawabnya pendek

“Kok bisa?” tanya-ku songong

“Hahaha… karena aku sering berkunjung ke rumah sahabat-ku di alam-nya saat dia masih hidup dan ke makam-nya setelah kematian-nya, dan aku juga dimintanya untuk sesekali menengok anak turun-nya, terutama bundamu… jadi, yah, aku cukup mengenal wajah keluarga kalian…” jawabnya lagi dengan ringan

“Kenapa ki Lurah kelihatannya dari awal memang tidak keberatan dengan saya tinggal di alam ini?” protesku

“Karena… Aku egois… Karena… aku melihat kebahagiaan yang terpancar dari mata Andini saat melihatmu berhasil disembuhkan oleh istri-ku… dan karena, kukira kamu memang dari awal berusaha bunuh diri, jadi pikirku, mengapa aku tidak memberimu kesempatan hidup ke-dua?” terangnya

“… dan Andini berjanji kepadaku, apabila sampai kamu tinggal di alam kami pun, karena keinginanmu sendiri, tapi ternyata dia mengguna-guna-i-mu…” Lanjutnya

“Dan apa yang Andini lakukan bisa merusak tatanan kami, merusak apa yang dari awal kuperjuangkan dengan kakek buyut-mu…” pungkasnya

“Oh…” aku bengong, karena boro-boro bunuh diri, niat awalnya aku berendam di sendang adalah untuk mencari kesembuhan. Untuk bisa bertahan hidup…

Aku masih terlalu pengecut untuk menghadapi kematian…

“Dan ternyata aku salah… Aku minta maaf kepadamu ya le…” ucapnya tulus

“Nggih ki…” desisku lirih…

Dan pikiranku kembali menerawang tidak karuan…

“Ki… perubahan ini apakah permanen? Maksudnya, apakah setelah berubah, aku tidak bisa kembali ke alam-ku sendiri?” tanya-ku kemudian

“Ah, hal itu… adalah sebuah rahasia yang hanya diketahui oleh kakek buyutmu… ” ki Lurah mendesah sedih…

---.

Beberapa hari berlalu dari insiden di rumah ki Lurah, istri-peri-ku dalam pereode ini sering murung dan suka menghilang sendiri. Entah kemana. Seperti siang ini, aku dirumah sendiri, karena memang aku masih ijin cuti, buat memulihkan ‘kesehatan’

“Mas Deny… Sadar mas… Ingatlah… Ingat mas… pulanglah…” Tiba-tiba suara itu kembali terngiang di telingaku

“Hasyiaap bulik Sekar…” jawabku mbayol, asal-asalan

“Eh? Lho kok? Sudah sadar mas?” Jawabnya segera. Kedengaran jauh, seperti sambungan telepon Whatsapp yang suka ngadat sinyalnya

“Lagian bulik, sok misterius, bilangnya cuman sadar… sadar… dari awal langsung cerita aja napa?” jawabku sedikit jengkel

“Hehehe… bulik bingung mo ngomong apa… Lagian, pikir bulik, kalau sampai di tahan disana, pasti dikenai guna-guna, makanya kalau diceritain langsung seringnya malah pikirannya jadi kacau…” jawab bulik membela diri. Iya sih, sebenernya

“OK deh bulik, besok juga aku balik kok, ini lagi pesen tiket… hehehe…” banyolku lagi

“Nah, sudah kedengeran seperti mas Deny… eh, emangnya tiket apaan?” tanya-nya lagi absurd

Aku cuman ngakak, emang aku sudah membicarakan hal ini panjang lebar dengan ki Lurah. Aku akan kembali ke Dunia-ku, itu kesimpulannya. Itulah makanya istriku sering melamun sejak pembicaraan itu.

---.

“Sayang… aku…” kataku membuka pembicaraan itu sambil memeluk istri-peri-ku dari belakang saat kami berdua sudah berbaring di ranjang siap-siap untuk tidur. Akhir-akhir ini, istriku selalu tidur membelakangiku

Dia hanya menghembuskan nafas panjang

“Aku… juga berat menerima kenyataan ini, tapi, aku masih merasa kehidupanku di Dunia-ku belum selesai…” desahku sambil membelai bahunya

“Kanda… kanda tega ninggalin aku?” desisnya lirih

Dan aku mendesah, tidak sanggup melanjutkan pembicaraan itu. Disatu sisi, aku memiliki kehidupan yang hampir sempurna di Alam ini, namun, di Dunia tidak-sempurnaku di seberang sana, kehidupan juga menunggu. Masih banyak sekali yang harus ku lakukan. Masih banyak yang harus aku selesaikan. Masih banyak orang-orang yang hrus ku-balas budinya, masih banyak…

Ah…

“Aku keluar sebentar sayang, mau cari angin…” desis-ku kemudian, sembari mengecup pelipis istriku yang masih berbaring miring membelakangiku

“He’em…” desisnya pendek sambil mengelus punggung tanganku yang masih setengah memeluknya

“I love you” desisku pendek, yang tidak di balasnya

---.


Dji Sam Soe itu kusulut di depan rumah dan mulai berjalan dijalan setapak ke arah hutan yang ada di belakang rumah kami. Cari angin, biar seger. Beberapa kali, rokok kretek yang selalu bisa menenangkanku itu kuhisap dalam-dalam. Meskipun aku sebenernya lebih suka Marlboro, namun di udara dingin begini, memang paling cocok dilalui bersama sang 2-3-4, lagian gak ada yang jualan rokok Marlboro disini. Aku masih asyik merokok sambil bergalau ria, mikirin, bentar lagi aku akan segera melakoni babak kehidupan tak bertanggung-jawab-ku lagi…

Dan meninggalkan istri-ku tercinta…

Ah…

Dji Sam Soe… Saat ini, rasanya cuman kamu yang paling ngertiin aku…

Dji Sam Soe

Tunggu dulu, Dji Sam Soe??

Disini ada yang jual rokok Dji Sam Soe? Yang benar aja! Emang distribusi HM Sampoerna sampai ke alam ini ya? Hebat bener. Rokok ini kan kudapatkan dari…

Kang Kartono?

Tunggu dulu…

Genderuwo edan satu itu, gimana bisa dapatin barang dari Duniaku? Dari Alam-ku?

Tiba-tiba sebuah pertanyaan membersit di benak-ku, aku segera memutar langkah, setengah berlari, bergegas menuju ke rumah sahabat-genderuwo ku itu. Tempatnya memang agak jauh, makanya aku harus bersegera. Ada pertanyaan yang benar-benar harus kutanyakan kepadanya…

Rokok Dji Sam Soe ini…

Bagaimana dia bisa mendapatkannya?

Apakah ada pemasok yang bisa ‘berdagang’ di dua Alam?

Apakah ada semacam ‘Back Door’ untuk meyeberangi jembatan yang menghubungkan kedua Alam ini?

Apakah….

Banyak sekali pertanyaanku…

Pertanyaan yang mengacu pada sebuah kesimpulan sederhana: Ikuti Dji Sam Soe, dan aku bisa menyeberang antara kedua Alam ini dengan bebas!

Dji Sam Soe - Cita Rasa Tertinggi, Menembus Batas!!

Slogan yang Sampoerna!

Dan sebuah solusi sampoerna untuk kehidupan kacau-ku!

“Tolong…” aku mendengar rintihan, tepat sesudah tikungan bukit jembar, salah satu bukit dengan puncak landai, bukit jembar merupakan bukit yang terbesar dari deretan bukit kecil-kecil yang membentang diantara rumah kang Kartono, si genderuwo dan rumah-kami

Semerta-merta aku menghentikan langkah. Bulu kudukku sepontan merinding…

“Tolonggg… Ahhh… Tolong akuu…” Suara itu lebih mirip desisan, menyeramkan

“Si… siapa?” jawab-ku ragu, sambil tolah-toleh. Aku siap-siap ngacir pulang kalau ada sedikit aja penampakan serem. Alam ini, walau sebagian besar penduduknya kukenal, dan aku cukup familier karena sudah tinggal cukup lama disini, namun tetap aja… serem…

“Tolongg… siapa saja…” suara itu masih kudengar mendesis. Lirih, seperti menahan rasa sakit yang amat sangat. Aku-pun tiba-tiba merasa iba. Dengan canggung aku-pun mulai mencari-cari sumber suara itu

“Tolongg…”

“Hah? Ning Asih?” ucapku sambil terbelalak, ketika diantara keremangan malam di-Alam ini yang tidak pernah benar-benar gelap. Kulihat sesosok ular berbadan manusia terbaring dan membuntal-buntal dalam gulungan ekor-nya sendiri. Kelihatan lemas, gemetar dan menyedihkan

“Ning Asih? Ada apa? Kenapa ning ada di sini? Pak Barta mana?” ucap-ku sembari mendekatinya. Kulihat kain biru yang selalu dipakainya untuk melilit badan manusia-nya itu berantakan. Terbuka dan melorot, membuat kedua payudara manusia-nya menyembul hampir tanpa penutup. Aku segera membantunya merapikan kain itu. Ning Asih, istri pak Barta ini memang selalu memakai kain biru sebagai kemben. Entah karena dia cuman punya satu kain, atau dia memang benar-benar suka warna biru

“Dik Randu… tolong aku…” desisnya mengenaliku

“Iya Ning, ning Kenapa? Mari kuantar ning Asih pulang dulu…” jawabku sambil berusaha memapah mahluk separuh ular itu

“Ah! Jangan dik!” tolaknya sambil memberot dari papahan-ku

Aku memandang wajahnya. Mahluk separuh ular ini, sebenarnya memiliki wajah yang manis. Walapun agak aneh. Dia tidak memiliki alis, sebarisan sisik membentang di dahinya secara eksotis. Dan matanya yang mempunyai pupil ular juga kelihatan eksotis dipadu dengan wajah lancip dan gigi-gigi runcing aneh-nya

Eksotis?

Apa pula yang aku pikirkan?

“Ning, sebenarnya apa yang terjadi?” tanya-ku lagi

“Kawin… ini musim kawin bagi ular… aku… aku tidak bisa mengandalikan diri-ku dik… tolong…” desahnya erotis

“Aaaa… Musim kawin? Ah, apa yang bisa ku bantu?” tanyaku bingung

“Kawinin aku dikk… aku sudah tidak tahan lagi, kawinin aku sekarang dik…”

“Hah?” aku menelan ludah, dan menggaruk-garuk kepala ku heboh, bingung dengan permintaan tolong yang aneh bin ajaib itu

“Dik Randu… tolong aku dik…” desaknya lagi

“Eee… anu… kuantar ning Asih pulang aja ya? Biar pak Barta, suami ning Asih yang… melakukan… anu…”

“Kang Barta pingsan dik… dia sudah tidak kuat lagi ngawin aku… aku…”

“Hah?!” aku membelalak bingung

“Ah, dik Randu baru sih ya disini… gini, jenis kami, saat musim kawin memang harus kawin banyak-banyak, makanya kami biasanya mencari beberapa pejantan, jadi saat kami sudah kawin dengan suami sah kami, biasanya kami datang ke sebuah lembah di balik gerombolan bukit itu untuk dikawin oleh sebanyak mungkin pejantan, untuk menuntaskan dorongan kawin kami… tapi, suami-ku, kurang kuat ngawinin aku, jadi tadi setelah dia entah kenapa tiba-tiba pingsan, aku segera menuju ke lembah… tapi, karena dirumah kurang banyak kawin-nya, tubuhku jadi lemas, tidak sanggup lagi jalan ke lembah… dan sekarang, pasti pesta kawin itu juga sudah hampir selesai, para pejantan pasti juga sudah kelelahan…. aku…” ceritanya panjang-lebar-absurd dan diakhiri dengan tangisan yang memilukan

Tangisan yang kedengarannya memang super memilukan. Ular sih, ngomong aja mereka mendesah-desah apalagi nangis…

Sendu…

Tapi aku malah tambah kalap dalam menggaruk-garuk kepala. Masih berusaha mencerna semua ini. Adat alam ini memang kadang benar-benar tidak masuk nalar. Tapi aku sekelebat ingat sih, di sebuah film dokumenter Nat-Geo, memang disebutkan kalau jenis-jenis ular tertentu suka ‘orgy’ alias tawuran kawin, pada saat masa kawin…

Hadeh…

Bagaimana aku menolongnya? Dengan cara nge-Sex dengan dia? Apakah ini bukan berarti aku selingkuh? Memikirkan harus berpamitan kepada istriku untuk balik ke Alam-ku sendiri aja, aku masih galau. Apalagi selingkuh darinya?

Definitely NO!

“Maaf ning, aku tidak bisa menyelingkuhi istriku!” tolak-ku dengan tekad kuat, mencoba tidak mempedulikan dorongan syahwat yang tiba-tiba mencengkeram-ku

“Menyeling-kau-hin? Apa menyeling-kau-hin itu dik Randu?” tanya-nya polos

“Eh? Masa disini gak ada istilah selingkuh?”

“Selingkuh? Maksudnya?”

“Eeeh?… selingkuh itu artinya menghianati, maksud saya… saya tidak mau mengkhianati istri saya ning…” ucapku sambil menelan ludah, karena lagi-lagi kain biru ning Asih melorot lagi, mempertontonkan sepasang payudara putih yang benar-benar mirip dengan payudara manusia.

Sisik Ning Asih memang ini berwarna putih… jadi kulit pada tubuh manusianya juga…

Putih…

Bersih…

Ya, ada beberapa tempat yang ditumbuhin sisik ular sih…

“Maksudnya? Memang dik Randu berencana untuk menghianati ning Galuh?” tanya-nya heran

“Eh? Ya enggak, maksudnya… kalau aku ngawinin ning Asih, apa tidak berarti aku menghianati Andini?” aku balik bertanya dengan lebih heran

“Maksudnya?” ning Asih malah tambah bingung

“Eee…” gimana gue musti ngejelasin sama ni ular putih ya?

“Eee… gini ning, kalau di Alam saya sebelumnya - ning tau kan kalau saya bukan berasal dari Alam ini? - setahu saya, kalau sudah beristri ya gak boleh kawin dengan orang lain, karena itu berarti mengkhianatinya… itu namanya selingkuh…” jelasku, sambil membuang muka, karena didepan-ku ular sarap ini dengan cuek malah meliuk-liuk erotis, gak peduliin kemben-nya yang melorot

“Ooh? Peraturan yang aneh…” desisnya bingung sambil kucek-kucek mata dengan imut “Jadi, kalau yang betina kurang di-kawin, gimana dong? Apakah harus lemas sampai musim kawin berikutnya? Terus pekerjaannya gimana? Siapa yang bantu kalau betinanya lemas?” tanya-nya lagi dengan ekpresi bingung natural

‘Eee… itu…” aku semakin keras garuk-garuk kepala “Kami… tidak punya musim kawin… kami…”

“Ooooo… seperti peri? Peri tidak harus kawin setiap tahun… mereka bisa tidak kawin lama sekali dan tidak lemas… kalian manusia, mirip seperti peri ya?”

“Eee… mungkin juga…” jawabku ragu, karena selama tiga tahun pernikahan kami, kehidupan seks kami normal, hampir tiap malam kami berhubungan layaknya suami istri normal

Ah, sekonyong-konyong baru kusadari. Penduduk disini kan rata-rata separuh binatang, jadi, apakah mungkin mereka juga mempunyai siklus seperti binatang? Aku lebih keras menggaruk-garuk kepala. Entah kenapa aku menjadi merasa sangat birahi

“Tapi, kalau tidak kawin musiman, kenapa dik Randu bisa terpengaruh sama panggilan aura kawin kami?” tanya-nya polos

“Terpengaruh? Maksudnya?” tanya-ku balik dengan polos

Ning Asih hanya menunjuk ke arah selangkangan-ku dengan ekspresi geli. Secara reflek aku ikutan melihat kesana, Sial! Kontol-ku ternyata sudah ngaceng setegak-tegak-nya! Kelihatan sangat menonjol karena aku memang cuman memakai kolor dan baju sederhana sebagai atasan. Gak ada yang jualan sempak disini bro, suwer!

“Ah… ini…” dengan sigap aku menutup kopral Jono-ku dengan double cover sempurna

Ning Asih dengan serampangan malah mendekatiku dan menyusupkan tangan-nya disela double-cover-ku dan memegang kelamin-ku begitu saja

“Ampun! Alat kawin dik Randu kok gede banget? Ah… ” tanya-nya polos dengan desisan yang…

Ah…

Dan ning Asih mulai memeluk-ku, lalu memciumku dengan ganas, dan memaksa lidah bercabangnya masuk ke mulutku. Tak berapa lama ekor ularnya-pun sudah membelit bagian bawah badanku…

Dan membuatku terjatuh bergulingan…

Dan kami mulai bergumul…

---.

“Kang Randu!?” panggil istriku mengagetkan

Saat ini badan-ku masih setangah terbelit ekor ular Ning Asih. Tergeletak lemas penuh keringat. Setelah gak tau berapa kali kami tadi bersetubuh dengan gairah yang menggebu. Nafsu ular birahi ini memang…

Ah…

Tapi…

Shit!!

Gawat!

Kepergok…

Ketangkap basah…

Saat sedang benar-benar basah….

Ah, kau tau maksudku lah!

Shit!!

“Eh, dik Galuh…” ujar ning Asih santai sembari bangkit, lelehan spermaku masih menetes dari lubang kelamin-nya

Aku cuman diam membisu. Kepergok! Ketangkap basah selingkuh!

Ah, pasti hati dan perasaan istriku tercabik-cabik karena ulah bajingan-ku

“Anu dik, tadi aku dalam perjalanan ke lembah, tapi malah lemas di tengah jalan, karena dirumah, Pak Barta kurang ngawinin aku… untung ketemu sama dik Randu…” jelas ning Asih santai - walaupun masih sedikit ter-engah-engah karena kegiatan persetubuhan kami

“Owalah… untung aja… yu Asih sudah nggak lemas sekarang?” tanya istriku dengan santai juga, sambil berjalan mendekati ning Asih dan membantunya berdiri

“Syukur, kakang-mu ini kuat kawin-nya, jadinya gak perlu pejantan banyak-banyak. Aku sudah baikan sekarang, makasih dik…” jawab ning Asih. Santai bener mereka ngobrolnya, sepertinya hal ini memang…

Ah..

Aku bengong…

“Syukur-lah yu… mau kami antar pulang?” tawar istriku lagi kepada ning Asih

“Enggak, makasih malah jadi ngerepotin, aku sudah kuat jalan kok…” jawab ning Asih, sembari merapikan pakaiannya

“Tapi, kenapa kang Randu bisa sampai disini? Semalem katanya cuman mau cari angin didepan… aku bangun pagi kakang tidak ada, kukira… kukira kakang pergi meninggalkan aku tanpa pamit… aku sempet panik…” tanya istriku lagi. Kali ini ditujukan kepadaku yang sedang kalap memakai celana

“Ah, anu… Aku sebenernya mau ke rumah kang Karto, ada sesuatu yang ingin kutanyakan… malah ditengah jalan denger ning Asih minta tolong… aku…”

“Owalah... Syukurlah, beruntung kakang lewat sini, kalau enggak yu Asih pasti gak ketolong dimusim kawin ini…” ujar-nya ceria dengan mata berbinar lega

Dan matahari pagi mulai mengintip di ujung timur Alam aneh ini…

---.

“Eh, kenapa sayang bisa langsung cari aku di sana tadi?” tanyaku bingung kepada istriku yang saat ini berjalan sambil menggelendot manja di tangan-ku. Kami pulang ke rumah, mau sarapan dulu, sebelum berangkat kerja, lagian pertempuran dengan ular binal itu semalam… ah…

Ediyan!

“Ooo, aku mau ke rumah kang Kartono” jawabnya singkat

“Ngapain?”

“Nyari kakang lah!”

“Kok nyarinya ke sana? Dari mana sayang tau kalau aku mau ke rumah kang Kartono?”

“Ah, itu… Jelas kan? Karena satu-satunya orang disini yang bisa nganter kakang pulang ke Alam kakang kapan saja hanya kang Kartono”

“Kok bisa?”

“Iya, kami memang bisa bepergian ke alam kakang, tapi harus melewati proses tertentu, serta harus di-hari-hari tertentu, tapi kang Kartono bisa bepergian kapan saja” terangnya

“Kok bisa?” tanyaku lagi

“Ya, karena dia genderuwo kan? Eh, tapi ngapain kakang ke rumah kang Kartono? Apa kakang memang berniat pergi malam tadi?”

“Enggak sih…” desisku menerawang

“Trus?” desaknya lucu

“Mau nanya, kok bisa kang Kartono dapet rokok merk Dji Sam Soe ini…” jawabku sambil menunjukkan kretek itu “Tapi sekarang sudah terjawab dengan keteranganmu…”

“Eh! Stt… Kang, simpen lagi! Ntar kalau ki Lurah tau, kang Kartono bisa kena masalah, soalnya beliau melarang semua orang yang menyeberang membawa benda apapun dari alam kakang…” ucapnya panik sambil tolah-toleh heboh, sembari memasukkan rokok itu kembali ke kantongku

Gila! Suaminya barusaja kepergok ngentotin istri orang lain, malah khawatirin penyelundupan rokok…

“Eeemmm… Sayang…” ujarku sambil menghentikan langkah, memutar tubuh menghadap ke arah istriku

“Iya kang…”

Kuraih dagu manis istri-peri-ku ini “Kakang sudah memutuskan, kakang hanya akan pulang ke Alam kakang seijin Andini… Jadi, kalau Dini belum mengijinkan, kakang akan terus tinggal disini…”

“Benarkah itu kang?” tanya-nya ragu, disertai dengan senyuman. Dan muka bersemu merah. Macam ABG aja janda Kakek Buyutku ini…

“Kakang berjanji kepadamu, istriku… Dan, tidak perlu darubeksi lagi, aku pengen mengelola pikiranku sendiri, terimakasih!” desisku walaupun setengah becanda, tapi aku serius, setiap kata! Akupun menatap matanya lurus-lurus

Andini malah menubruk-ku, lalu memeluk-ku sambil tiba-tiba menangis

“Makasih kang…” ucapnya disela senggalan tangisnya

“I Love You Andini, with or with out Darubeksi…” desisku sambil mengelus punggung istri-peri-tercinta-ku, yang dibalasnya dengan pelukan yang semakin erat

---.

“Sayang! Kok naik ke meja sih?” tanya-ku geli saat melihat istriku memanjat meja dari ujung satunya dan merangkak diatasnya ke arahku - kami baru saja selesai sarapan, dan seperti biasanya, kami memang duduk berseberangan di sisi meja makan kecil kami.

Andini, duduk diatas meja, dihadapanku - setelah dengan sembarangan menyingkirkan piring yang baru saja kupakai untuk sarapan. Menatapku absurd sambil menaik-naik-kan alisnya dengan binal

“Apaan sih?” ujarku geli

“Mau dong kang, Dini pengen karena tadi liat kakang ngawinin yu Asih…” katanya sambil cengar-cengir

“Cayang ih, jangan sebut-sebut itu lagi dong! Malu kakang ih… lagian, udah siang ini, kakang kan harus berangkat kerja, entar kalau telat, bayaran kakang bisa dipotong lho sama nyi Lurah…” Argumen-ku

“Akanggg… Au Awinn…” jawabnya dengan intonasi manja akut, sama sekali gak dengerin argumenku, sambil membuka paha kecil-nya lebar-lebar di hadapanku, mempertontonkan vagina-gundul mungil yang memang tak pernah bercelana dalam itu

“Andini ih!” jawabku sambil nyosor memek sempit istri-peri-ku

Jadi desserts lendir deh!

Hadeh!!

End of Darubeksi Nyi Ajeng Galuh Andini Pt.2

To be Conti-crot!

INDEX



Mohon maaf apabila butuh waktu lama untuk mengupload update kali ini. Kerjaan di RL saya menuntut perhatian yang sedikit ekstra, maklum, kuli...

Index Cerita Karya Original Nubi yang lain:
Latri, Pembantuku itu
Reflection
Trampoline
Berbagi Ranjang Dengan Adik Ipar
(Rika) Kutukan Itu Bernama Birahi
Nyai Ajeng Galuh Andini
 
Mantap kang fantasinyah
Suskes terus kang keep sengamat buat apdet :banzai:

Baydewey Trampoline dibikin pdf nyah dunk :hore:
Baydewey dibayar mahal yah sama 234 sampe berkali2 disebut.....:ngupil:
Baydewey klo dede lepel kesaktian nya setingkat siapah yah koq keliatannya banyak yg seakan2 lebih sakti..... :jimat:
Baydewey...... Udah ah kebanyakan:pusing:
 
Bimabet
Mantap kang fantasinyah
Suskes terus kang keep sengamat buat apdet :banzai:

Baydewey Trampoline dibikin pdf nyah dunk :hore:
Baydewey dibayar mahal yah sama 234 sampe berkali2 disebut.....:ngupil:
Baydewey klo dede lepel kesaktian nya setingkat siapah yah koq keliatannya banyak yg seakan2 lebih sakti..... :jimat:
Baydewey...... Udah ah kebanyakan:pusing:

Sepakat untuk dibuat PDFnya saja.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd